Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

PROSES PRODUKSI

PEMBUATAN BIOBRIKET DARI BATUBARA DENGAN CAMPURAN SEKAM PADI

DI SUSUN OLEH

Nama/NIM : Andreas Jerico M (14 644 022)


Amalia Annisa (14 644 027)
Tidar Kumala H (14 644 031)
Nur Fauziah (14 644 051)

Kelompok : IV (Empat)
Kelas : VII B-/S-1 Terapan
Dosen Pembimbing : Irmawati Syahrir, ST.,M.T

LABORATORIUM PROSES PRODUKSI


JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM PROSES PRODUKSI

PEMBUATAN BIOBRIKET DARI BATUBARA DENGAN CAMPURAN SEKAM PADI

DI SUSUN OLEH

Nama/NIM : Andreas Jerico M (14 644 022)


Amalia Annisa (14 644 027)
Tidar Kumala H (14 644 031)
Nur Fauziah (14 644 051)
Kelompok : IV (Empat)
Kelas : VII B-/S-1 Terapan
Dosen Pembimbing : Irmawati Syahrir, ST.,M.T

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal…….................. 2017

Mengesahkan dan Menyetujui,


Dosen Pembimbing

Irmawati Syahrir, ST.,M.T


NIP. 19690326 200003 2 001
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Percobaan


1. Dapat membuat biobriket
2. Dapat menganalisis kualitas biobriket

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Briket dan Biobriket
Briket merupakan konversi dari sumber energi padat berupa batubara yang
dibentuk dan dicampur dengan bahan baku lain sehingga memiliki nilai kalor yang
lebih rendah daripada nilai kalor batubara itu sendiri. Batubara dan campuran lain
yang digunakan untuk membuat briket akan melalui proses pembakaran tidak
sempurna sehingga tidak sampai menjadi abu atau biasa disebut
dengan proses pengarangan (karbonisasi). Selanjutnya arang tersebut dicampur
dengan perekat, dipadatkan dan dikeringkan kemudian disebut sebagai briket.
Kualitas briket yang baik adalah yang memiliki kandungan karbon yang besar dan
kandungan sedikit abu. Sehingga mudah terbakar, menghasilkan energi panas yang
tinggi dan tahan lama. Sementara Briket kualitas rendah adalah yang berbau
menyengat saat dibakar, sulit dinyalakan dan tidak tahan lama. Jumlah kalori yang
baik dalam briket adalah 5000 kalori dan kandungan abunya hanya sekitar 8%
(Sofyan Yusuf, 2013).
Menurut Sukandarrumidi (1995) dalam J.F. Gultom (2011) dikenal 2 jenis
briket yaitu:
1. Tipe Yontan (silinder berlubang), biasanya digunakan untuk keperluan
rumah tangga. Briket tipe ini berbentuk silinder dengan garis tengah 150
mm, tinggi 142 mm, berat 3,5 kg dan mempunyai lubang-lubang sebanyak
≤ 22 lubang.
2. Tipe Mametan (bantal/telur), biasanya untuk keperluan industri dan rumah
tangga. Jenis ini mempunyai lebar 32-39 mm, panjang 46-58 mm, dan
tebal 20-24 mm.

Selain itu, dikenal pula beberapa briket dengan bentuk lainnya, seperti
briket bentuk kenari, bentuk sarang tawon (honey comb), bentuk hexagonal atau
segi enam, bentuk kubus dan lain sebagainya. Adapun keuntungan dari bentuk
briket yang bermacam-macam ini adalah sebagai berikut: (1) Ukuran dapat
disesuaikan dengan kebutuhan, (2) porositas dapat diatur untuk memudahkan
pembakaran, (3) mudah dipakai sebagai bahan bakar (Adi Chandra Brades dkk,
2007). Biobriket adalah bahan bakar yang potensial dan dapat diandalkan untuk
rumah tangga maupun industri. Biobriket mampu menyuplai energi dalam jangka
panjang.
Biobriket didefinisikan sebagai bahan bakar yang berwujud padat dan
berasal dari sisa-sisa bahan organik yang mengalami proses pemampatan dengan
daya tekan tertentu. Biobriket dapat menggantikan penggunaan kayu bakar yang
mulai meningkat konsumsinya dan berpotensi merusak ekologi hutan. Biobriket
dapat dibuat dari campuran bermacam-macam sisa bahan organik antara lain sekam
padi, tempurung biji jarak, serbuk gergaji, sabut kelapa, tempurung kelapa (sudah
diarangkan), jerami, bottom ash, bungkil jarak pagar, eceng gondok, kulit kacang,
kulit kayu dan lain-lain. Dalam pembuatan biobriket memerlukan bahan pengikat.
Bahan pengikat organik yang bisa digunakan antara lain tapioka, aspal, mollases,
parafin dan lain-lain (Sri Murwanti, 2009).
Penggunaan biobriket diyakini dapat bersaing dengan briket batubara
tentunya dengan berbagai persyaratan. Penggunaan batubara memang secara ad hoc
mampu mengatasi masalah harga BBM yang mahal. Namun dalam jangka panjang,
jika polusi udara maupun darat (sisa pembakaran) tidak ditangani dengan baik akan
menimbulkan kerusakan lingkungan. Memang nilai kalor dari biobriket lebih
rendah dari batubara, tetapi jika dilihat dari aspek polusinya jauh lebih rendah
dibandingkan polusi dari pembakaran batubara, karena Biobriket juga mempunyai
kadar sulfur yang rendah (kurang dari 1%)
1.2.2 Crusher
Batubara yang didapatkan dari Pusat Unggulan Teknologi (PUT) memiliki
diameter yang beragam. Proses pengolahan briket memerlukan ukuran partikel
batubara yang sama setidaknya berukuran 10 mesh, 12 mesh, dan 14 mesh.
Pengecilan bahan baku batubara dilakukan dengan bantuan alat crusher. Alat
crusher dioperasikan dengan tenaga listrik, dengan alat ini diharapkan
ketidakseragaman yang terdapat pada batubara dapat diminimalisir sehingga proses
pembuatan batubara dapat berjalan optimal.
Crusher merupakan mesin yang dirancang untuk mengurangi besar batubara
keukuran yang lebih kecil. Crusher dapat digunakan untuk mengurangi ukuran atau
mengubah bentuk bahan tambang sehingga dapat diolah lebih lanjut. Oleh karena
itu, penggunaan crusher dalam operasi ini sangatlah penting. Karena fungsi crusher
penting, maka kita perlu mengkajinya lebih jauh.Crusher yang digunakan pada
operasi ini merupakan jenis crusher sederhana. Crusher inidipilih karena memiliki
beberapa keunggulan, yaituharganya yang relatif murah, biaya perawatan yang
tidak terlalu mahal, dan dapat mengecilkan ukuran batubara dengan baik.
Selain itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui ukuran batubara yang
dihasilkan setelah dikecilkan ukurannya dengan crusher, ukuran batubara tersebut
dapat kita ketahui dengan menggunakan screening dan rumus tertentu.Crusher
adalah alat yang digunakan dalam proses crushing yaitu sebuah proses melakukan
liberisasi mineral dari mineral pengotornya.Secara umum fungsi dari semua crusher
adalah dirancang dan dibangun untuk mengurangi ukuran suatu benda lebih kecil
dan atau mengubah bentuk bahan sehingga dapat diolah lebih lanjut.
Prinsip Kerja Crusher, yaitu:
1. Motor listrik memberikan kerja kepada alat crusher
2. Kerja yang diberikan kepada crusher memutar bagian kinetic disc plate pada
alat crusher
3. Pada kinetic disc plate dan fixed disc plate dilengkapi gerigi untuk menggilas
batubara saat kinetic disc plate bergerak
4. Batubara yang telah hancur selanjutnya diayak dengan ukuran lubang tertentu
5. Batubara yang lolos dari ayakan keluar di bagaian bawah alat crusher untuk
segera ditampung

Gambar 1. Alat Crusher

Gambar 2. Fixed disc plate

Gambar 3. Kinetic disc plate


1.2.3 Screening
Screening atau pengayakan adalah suatu proses pemisahan secara mekanik
berdasarkan perbedaan ukuran partikel suatu material. Setiap pemisahan padatan
berdasarkan ukuran diperlukan pengayakan. Screen mampu mengukur partikel dari
76 mm sampai dengan 38 µm.
Setelah melakukan penghancuran batubara atau crusher, maka setelah itu
dilakukan penyeragaman ukuran batubara dengan menggunakan screening.
Screening atau pengayakan adalah suatu proses pemisahan secara mekanik
berdasarkan perbedaan ukuran partikel suatu material.
Operasi screening dilakukan dengan jalan melewatkan material pada suatu
permukaan yang banyak lubang atau opening dengan ukuran yang sesuai. Dari hasil
screening akan didapatkan 2 fraksi yaitu yaitu fraksi oversize (padatan yang
tertahan diatas ayakan akibat diameter partikel padatan lebih besar daripada
diameter lubang yang ada pada ayakan) dan fraksi undersize (padatan yang berhasil
lolos dari ayakan karena diameter partikel padatan lebih kecil daripada diameter
lubang yang ada pada ayakan).
Jika ayakan lebih dari 2 ayakan yang berbeda ukuran lubangnya, maka akan
diperoleh fraksi-fraksi padatan dengan ukuran padatan sesuai dengan ukuran lubang
ayakan.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengayakan, yaitu jenis
ayakan, cara pengayakan, kecepatan pengayakan, ukuran ayakan, waktu
pengayakan, dan sifat bahan yang akan diayak
Pengayak terbuat dari kawat dengan ukuran lubang tertentu. Istilah mesh
digunakan untuk menyatakan jumlah lubang tiap inci linear (Parrot,1970). Tabel.1
Menggambarkan nomor standar ayakan dan masing-masing lubang ayakan
dinyatakan dalam milimeter dan inchi.
Tabel 1. Lubang Ayakan Standar (Source: www.AZoM.com)

Salah satu yang harus diperhatikan dalam pengayakan adalah jenis


ayakannya.Berdasarkan gerak pengayak, alat ayakan dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
stationary screen dan dynamic screen. Beberapa alat ayakan dynamic screen, yaitu:
1. Vibrating Screen, permukaannya horizontal dan miring digerakkan pada
frekuensi tinggi (1000-7000 Hz). Satuan kapasitas tinggi, dengan efisiensi
pemisahan yang baik, yang digunakan untuk range yang luas dari ukuran
partikel. Gambar 4 menunjukkan jenis ayakan model vibrating screen.

Gambar 4. Ayakan Jenis Vibrating Screen


Vibrating screen adalah peralatan sieving yang digunakan untuk
penyaringan atau memisahkan material padatan berdasarkan ukuran
partikel suatu material. Vibrating sieve disusun seri dimana getarannya ada
yang dihasilkan dari getaran mekanis dan eksetris, yang langsung
dihasilkan dari permukaan ayakan. Mekanisme eksetris yaitu semua
elektromagnet, seperti berhenti atau meletakkan unsur ulet untuk
memperkuat atau memperhebat getaran efek. Sedangkan getaran mekanis
adalah getaran yang disebabkan oleh pergerakan alat, terdiri dari palu
(hammers), cams, eksentrik, shaker, pemutar dan beberapa kombinasi
mekanis lainnya (Brown,1950). Vibrating screen yang biasa digunakan
dalam skala laboratorium adalah vibrating screen yang digerakkansecara
mekanis menggunakan shaker atau disebut screen shaker. Mesin pengayak
atau vibrator screen ini terbuat dari plat stainless steel dengan frame
berbahan besi. Terdiri dari beberapa lapisan screen sieve berbahan
stainless steel yang disusun seri . Dimana lapisan paling bawah adalah
apisan untuk menampung bahan hasil ayakan, sedangkan lapisan-lapisan
diatasnya digunakan untuk menyaring dengan ukuran partikel hasil ayakan
yang berbeda-beda. Prinsip kerja mesin ini adalah menyesuaikan
amplitudo melalui tube-shaped violent vibration screen. Mesin bergetar
dengan berputar seperti lingkaran sehingga material dapat tersaring.
2. Occilating Screen, dioperasikan pada frekuensi yang lebih rendah dari
vibrating screen (100-400 Hz) dengan waktu yang lebih lama, lebih linier
dan tajam.
3. Reciprocating Screen, dioperasikan dengan gerakan menggoyang,
pukulan yang panjang (20-200 Hz). Digunakan untuk pemindahan dengan
pemisahan ukuran. Gambar 5. menunjukkan jenis ayakan model
reciprocating screen.
Gambar 5. Ayakan jenis reciprocating screen
4. Shifting Screen, dioperasikan dengan gerakan dalam bidang permukaan
ayakan. Gerakan aktual dapat berupa putaran atau gerakan memutar.
Digunakan untuk pengayakan material basah atau kering.
5. Resolving Screen, ayakan miring berotasi pada kecepatan rendah (910-20
rpm). Digunakan untuk pengayakan basah dari material-material yang
relatif kasar, tetapi memiliki pemindahan yang kasar dengan vibrating
screen.
Hasil dari suatu pengayakan adalah produk dengan ukuran-ukuran
partikel tertentu. Produk dari proses pengayakan ada dua macam, yaitu:
1. Ukuran lebih besar daripada ukuran lubang-lubang ayakan (oversize)
2. Ukuran yang lebih kecil daripada ukuran lubang-lubang ayakan
(undersize)
Dalam proses industri, biasanya digunakan material yang berukuran
tertentu dan seragam. Untuk memperoleh ukuran yang seragam, maka perlu
dilakukan pengayakan. Pada proses pengayakan zat padat itu dijatuhkan atau
dilemparkan ke permukaan pengayak. Partikel yang di bawah ukuran atau
yang kecil (undersize), atau halusan (fines), lulus melewati bukaan ayak,
sedang yang di atas ukuran atau yang besar (oversize), atau buntut (tails) tidak
lulus. Pengayakan lebih lazim dalam keadaan kering (McCabe, 1999).
Gambar 6. Screening batubara yang dilakukan

1.2.4 Batubara
Batu bara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya
adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-
unsur utamanya terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen. Batu bara juga adalah
batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat
ditemui dalam berbagai bentuk.Analisis unsur memberikan rumus formula empiris
seperti C137H97O9NS untuk bituminus dan C240H90O4NS untuk antrasit.

Gambar 7. Rumus bangun batubara (USGS,2012)


Reaksi pembentukan batubara dapat diperlihatkan sebagai berikut :
5(C6H10O5) C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
Cellulosa lignit gas metana air
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya
terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-
kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang
paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang
ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.

1.2.5 Sekam Padi


Sekam padi adalah bagian terluar dari butir padi. Sekam padi merupakan
produk samping yang melimpah dalam proses penggilingan padi, yaitu sekitar 20%
dari bobot gabah. Sekam padi terdiri dari senyawa organik dan senyawa anorganik.
Komposisi senyawa organik dalam sekam padi terdiri atas protein, lemak, serat,
pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Sedangkan komposisi senyawa
anorganik biasanya terdapat dalam abunya. Komposisi sekam padi dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Kimia Sekam Padi

1.2.6 Bahan Perekat


Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses
pembriketan maka diperlukan zat perekat sehingga dihasilkan briket yang padat.
Bahan baku dari tepung tapioka adalah ubi kayu atau singkong yang
diperoleh dengan cara mengekstrak sebagian umbi dan memisahkan patinya.
Kualitas tepung tapioka ditentukan oleh tingkat (derajat) keputihan, tingkat
kehalusan (mesh), kadar air tersisa, dan kandungan baha-bahan berbahaya. Dalam
menggunakan perekat tapioka asap yang dihasilkan sedikit. Biobriket yang
menggunakan perekat tapioka memiliki kadar abu yang rendah kerapatannya
rendah, volatile matter yang rendah. Sedangkan memiliki nilai kalor, fixed carbon,
dan moisture yang tinggi (Suprapti, 2005).

1.2.7 Analisa Proksimat


1.2.7.1 Kadar Air (Moisture)
Penentuan Total moisture ada dua cara, yaitu cara satu tahap dan
cara dua tahap. Pada cara satu tahap, semua moisture dalam sampel
langsung ditentukan, sedangkan pada cara dua tahap, peratama
ditentukan free moisture, kemudian ditentukan residual moisture.
Metode yang digunakan yaitu standar ASTM D-3173 dengan rumus :
𝑊0 −𝑊
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = × 100% …(Pers. 1.1)
𝑊𝑠0

Dimana :
W0 = berat sampel dan cawan sebelum dikeringkan (gr)
W = berat sampel dan cawan sesudah dikeringkan (gr)
WS0 = berat sampel awal (gr).
1.2.7.2 Kadar Abu (Ash)
Abu adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padat dipanaskan
hingga berat konstan. Kadar abu dapat ditentukan melalui metode
ASTM D 3174-02 ‘Standard practice of determination of ash in the
analysis sample of coal and coke from coal’. Kadar abu dapat
ditentukan dengan rumus berikut:
(𝑚 −𝑚 )
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) = (𝑚3 −𝑚4 ) × 100% …(pers.1.2)
2 1

Dimana :
𝑚1 = berat cawan dan tutupnya (gr)
𝑚2 = berat cawan dan tutupnya tambah sampel (gr)
𝑚3 = berat sampel dan tutupnya tambah ash (gr)
𝑚4 . = berat sampel dan tutupnya setelah semua ash dibuang dan
dibersihkan
1.2.7.3 Volatile Matter
Volatile matter ialah banyaknya zat yang hilang bila sampel
dipanaskan pada suhu dan waktu yang telah ditentukan (setelah dikoreksi
oleh kadar moisture). Semakin banyak kandungan volatile matter pada
biobriket maka semakin mudah biobriket untuk terbakar dan menyala,
sehingga laju pembakaran semakin cepat. Besarnya zat mudah menguap
dihitung menggunakan standar ASTM D-3175-02 dengan rumus :
(𝑚 −𝑚 )
𝑉𝑀 = {(𝑚 2 −𝑚3 ) × 100%} − 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 …(pers. 1.3)
𝑚 1

Dimana :
m1 =berat cawan kosong + tutupnya (gr)
m2 =berat cawan kosong + tutupnya +sampel sebelum dipanaskan (gr)
m3 =berat cawan kosong + tutupnya +sampel setelah dipanaskan (gr)

1.2.7.4 Fixed Carbon


Fixed Carbon (FC) menyatakan banyaknya karbon yang terdapat
dalam material sisa setelah volatile matter dihilangkan. Penentuan fixed
carbon dapat dilakukan dengan metode ASTM D 3172 dengan rumus
sebagai berikut:
𝐹𝐶 (%) = 100% − (%𝑎𝑖𝑟 + %𝑎𝑏𝑢 + %𝑉𝑀) …(pers. 1.4)
1.2.7.5 Nilai kalor
Nilai kalor ditentukan dengan cara membakar sampel dengan
oksigen didalam sebuah bomb calorimeter yang telah dikalibrasi dalam
kondisi terkontrol kalorimeter distandarisasikan dengan membakar
standar asam benzoat murni. Nilai GCV dihitung dari pengamatan suhu
sebelum, selama, dan sesudah pengamatan. Setelah dikoreksi oleh
panas dengan menggunakan thermometer, termokimia, dan proses
lainnya. Kalorimeter terdiri dari bomb, bucket serta pengaduknya, air
didalam bucket, dan bagian termometernya. Untuk pengujian nilai kalor
digunakan standar ASTM D 1928-1976 ‘Solid mineral fuel-
Determination of gross calorific value by the calorimeter bomb, and
calculation of net calorific value’.
{(∆θ).C(5) −e1 −e2 −e3 −e4 }
Qgr,v = …(pers. 1.5)
mf

Dimana :
𝐽
Qgr,v = GCV pada volume konstan dari sampel yang ditentukan ( ⁄𝑔)

(∆θ) = kenaikan suhu terkoreksi, dihitung dari pembacaan t0, kesalahan


thermometer, dan tn
𝐽
C(5) = rata-rata dari lima penentuan kapasitas panas calorimeter ( ⁄𝐾 )

C(1−4) = masing-masing koreksi untuk panas pembakaran benang, kawat


pembakaran, panas pembentukan asam sulfat, dan asam nitrat.(J)
mf = berat sampel bahan bakar (g)

1.2.8 Standar Mutu Briket


Standar kualitas secara baku untuk briket arang Indonesia mengacu pada
standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6235-2000 dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 3. Standar mutu briket
Sifat arang briket Standar SNI

Kadar air (%maks) 8

Bagian yang hilang pada


15
pemanasan 950°C (%maks)

Fixed Carbon (%) -

Kadar abu (%maks) 8

Nilai kalori (cal/g) 5000

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2000)


BAB II
METODOLOGI

2.1.Alat dan Bahan


2.1.1. Alat yang digunakan :
1. Crusher
2. Screnning
3. Neraca digital
4. Alat pencetak briket
5. Oven
6. Desikator
7. Batang Pengaduk
8. Loyang stainless
9. Hot plate
10. Gelas kimia 250, 500, dan 1000 ml
2.1.2 Bahan yang digunakan:
1. Batubara
2. Sekam padi
3. Aquadest
4. Tepung tapioka

2.2. Prosedur Kerja


2.2.1. Crushing batubara
1. Menyalakan mesin crusher dengan menekan tombol pada papan kontrol
2. Mengambil batubara sebanyak 10 kg
3. Memasukkan batubara ke dalam mesin crusher secara perlahan-lahan,
diameter maksimal batubara yang dapat masuk kedalam crusher adalah
berkisar 4 -5 cm.
4. Menadah hasil yang diperoleh dari crusher tersebut
5. Diameter batubara hasil olahan crusher dan yang akan masuk kedalam
gasifier adalah 0,91 mm

2.2.2. Screnning batubara


1. Menyusun screening dari No. Mesh terkecil (8,10,12,14,16, 18 dan 20
Mesh) secara berurutan dari atas ke bawah
2. Memasukan batubara yang sudah di crushing ke dalam alat screnning
3. Menjalankan alat screen shaker dengan besar Amplitudo 30 A dan
dijalankan selama 6 menit
4. Memasukkan batu bara ke dalam plastik berdasarkan meshnya (batubara
yang digunakan batubara ukuran 20 mesh)

2.2.3. Persiapan sekam padi


1. Menggunting sekam padi hingga ukuran kecil
2. Menghaluskan sekam padi yang sudah digunting menggunakan blender
3. Menscrenning sekam padi dengan ukuran 20 mesh

2.2.4. Pembuatan bahan perekat


1. Mencampurkan tepung tapioka dan air dengan perbandingan 1:10
2. Memanaskan campuran hingga bercampur dan berwarna bening

2.2.5. Pembuatan briket


1. Menimbang 250 gram batubara dan campurkan dengan perekat tepung
tapioka sebesar 10, 15, dan 25 % dari berat batubara.
2. Mengaduk batubara perekat tepung tapioka hingga menyatu.
3. Mencetak batubara dengan menggunakan alat cetakan (minimal
mendapatkan 3 briket).
4. Mengulangi langkah 1 – 4 dengan berat batubara 250 gram dan sekam padi
25 gram.
5. Mengoven hasil cetakan pada suhu 90 oC selama 1 jam.
2.2.6. Prosedur Analisa Biobriket
a. Analisa Kadar Air (ASTM D-3173)
1. Menaikkan suhu oven hingga 105-110oC.
2. Menimbang cawan petridish kosong + tutupnya, mencatat data.
3. Menimbang sampel ± 1 gram kedalam cawan petridish, meletakkan
diatas tray
4. Memasukkan tray beserta sampel ke dalam oven, dan meletakkan tutup
cawan petridish di luar.
5. Memanaskan selama 1 jam
6. Mengeluarkan tray beserta sampel dari oven dan menutup kembali
dengan penutup cawan petridish yang sesuai.
7. Mendinginkan tray beserta sampel di dalam desikator selama ± 5 menit.
8. Menimbang kembali cawan petridish beserta sampel yang telah
didinginkan.
9. Mencatat data analisa pada kembar kerj analisa.
10. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan
11. Perhitungan :
m2−m3
% Kadar Air = m2−m1 × 100% .......(pers 2.1)

Keterangan :
m1= massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3= massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

b. Analisa Kadar Abu (ASTM D 3174)


1. Mencatat nomor sampel, nomor pekerjaan, dan nomor crucible pada
lembar kerja analisa.
2. Menimbang crucible kosong, mencatat data.
3. Menimbang sampel ± 1 gram kedalam crucible, meratakannya lalu
meletakkan diatas tray.
4. Memijarkan crucible yang telah berisi sampel di dalam furnace pada
suhu 400oC-450oC selama 1 jam, kemudian dilanjutkan pada suhu 750oC
selama 3 jam. Mengeluarkan crucible dari furnace dan mendinginkan di
dalam desikator selama 5-10 menit.
5. Memanaskan crucible yang berisi residu.
6. Membersihkan resudu di dalam crucible dengan mengggunakan kuas
kering.
7. Menimbang crucible kosong setelah pemanasan.
8. Mencatat data analisa pada lembar kerja analisa.
9. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan :
10. Perhitungan:
m3−m4
% Kadar Abu = m2−m1 × 100% .......(pers 2.2)

Keterangan :
m1= massa cawan kosong (sebelum pemanasan) (gram)
m2= massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3= massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)
m4= massa cawan kosong (setelah pemanasan) (gram)

c. Analisa Uji Volatile Matter (ASTM D 3175)


1. Menaikkan suhu furnace VM hingga 950oC.
2. Mencatat nomor sampel, nomor pekerjaan dan nomor cawan crucible
pada lembar kerja analisa.
3. Menimbang cawan crucible kosong beserta tutup kemudian mencatatnya
pada lembar kerja analisa.
4. Menimbang secara merata sampel ± 1 gram kedalam cawan crucible,
lalu menutupnya kembali dan mencatat hasil timbangan.
5. Memasukkan cawan crucible yang telah berisi sampel ke dalam furnace
beserta tutupnya dan memijarkannya selama 7 menit.
6. Mengeluarkan cawan crucible dari furnace dan mendinginkannya pada
desikator selama 7 menit.
7. Menimbang cawan yang berisi residu yang telah didinginkan tersebut
beserta tutupnya dan mencatatnya pada lembar kerja analisa.
8. Melakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan :
m2−m3
% Volatile Matter = ( m2−m1 × 100% ) – kadar air .......(pers 2.3)

Keterangan :
m1= massa cawan kosong (gram)
m2 = massa cawan + sampel (sebelum pemanasan) (gram)
m3= massa cawan + sampel (setelah pemanasan) (gram)

d. Analisa Uji Fixed Carbon (ASTM D 3172)


Penentuan fixed carbon ditentukan dengan rumus :
% Fixed Carbon = 100% - (% kadar air) - (% kadar abu) - (% VM)
....(Pers.2.4)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Pengamatan


Tabel 3.1 Hasil Analisa Biobriket 100% Batubara

Standar Mutu Briket Variasi Indikator Tapioka


Karakteristik
(SNI) 01-6235-200
10 % 15% 25%

Kadar Air (%) Maks 8 10.00 22.00 24.00

Kadar Abu (% ) Maks 8 7.00 8.00 9.00

Volatile Matter (% ) Maks 15 34.55 35.14 38.00

Fixed Carbon (% ) - 48.45 34.86 29.00

Tabel 3.2 Hasil Analisa Biobriket Batubara dan 10% Sekam Padi

Standar Mutu Briket Variasi Indikator Tapioka


Karakteristik
(SNI) 01-6235-200
10 % 15% 25%

Kadar Air (%) Maks 8 15.59 18.09 22.68

Kadar Abu (% ) Maks 8 8.00 9.71 10.00

Volatile Matter (% ) Maks 15 43.41 44.91 45.59

Fixed Carbon (% ) - 33.00 27.29 21.73


3.2 Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk dapat membuat biobriket dan menganalisa
briket yang dihasilkan. Briket sendiri dapat digunakan sebagai bahan bakar. Perekat
yang digunakan pada praktikum kali ini berupa tepung tapioka yang telah dilarutkan
dalam air terlebih dahulu. Analisa yang dilakukan berupa analisa proksimat yang
terdiri dari kadar air, kadar abu, kadar zat terbang dan kadar karbon terikat.

30

25
Kadar Air (%)

20

15

10

0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Variasi perekat
Batubara 100% Batubara + sekam padi 10%

Gambar 8. Grafik Kadar Air Vs Perekat


Kadar air adalah kandungan air yang terdapat pada briket. Makin tinggi
kandungan air di dalam briket maka bahan bakar tersebut makin sukar dibakar. Data
pengamatan diperoleh kadar air tertinggi batubara 100% dengan perekat 25%
adalah 24% dan batubara+sekam padi 10% dengan perekat 25% adalah 22,68%.
Pada gambar 8 dapat diketahui bahwa semakin tinggi variasi perekat maka kadar
air semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena adanya penambahan sejumlah
air kedalam bahan perekat, sehingga semakin banyak perekat yang ditambahkan
maka akan semakin banyak kadar air yang terkandung didalamnya. Kadar air yang
tinggi akan menyebabkan nilai kalor briket yang dihasilkan tersebut menurun dan
juga memungkinkan untuk tumbuhnya mikroba. Dari gambar 8 juga dapat diketahui
bahwa biobriket yang mengandung campuran sekam padi kadar air yang dihasilkan
lebih rendah dengan biobriket yang terbuat dari 100% batubara. Hal ini dikarenakan
campuran sekam padi yang digunakan memiliki kandungan air yang sedikit.
12

10

Kadar Abu (%) 8

0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Variasi perekat
Batubara 100% Batubara + sekam padi 10%

Gambar 9. Grafik Kadar Abu Vs Perekat


Kadar abu adalah persentase dari zat – zat yang tersisa dari proses pembakaran
dan sudah tidak memiliki unsur karbon. Semakin tinggi kadar abu dalam suatu
briket maka kualitas briket akan semakin rendah, karena kandungan abu yang tinggi
dapat menurunkan nilai kalor dari briket. Data pengamatan diperoleh kadar abu
tertinggi batubara 100% dengan perekat 25% adalah 9% dan batubara+sekam padi
10% dengan perekat 25% adalah 10%. Dari gambar 9 dapat diketahui bahwa
semakin banyak perekat yang ditambahkan maka kadar abu akan semakin tinggi.
Hal ini disebabkan adanya penambahan abu dari perekat tapioka yang digunakan.
Selain itu, tingginya kadar abu juga dipengaruhi oleh tingginya kandungan bahan
anorganik yang terdapat pada tepung tapioka.

50
45
Volatile Matter (%)

40
35
30
25
20
15
10
5
0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Variasi perekat
Batubara 100% Batubara + sekam padi 10%

Gambar 10. Grafik Volatile Matter Vs Perekat


Kandungan volatille matter atau zat mudah menguap memegang peranan
penting dari bahan bakar padat dalam hal ini kemampuan menyala (ignitability) dan
kemampuan terbakar (combustion). Kadar zat mudah menguap dalam arang
merupakan salah satu petunjuk untuk menentukan kualitas arang. Data pengamatan
diperoleh kandungan volatille matter tertinggi batubara 100% dengan perekat 25%
adalah 38% dan batubara+sekam padi 10% dengan perekat 25% adalah 45,59%.
Dari gambar 10 dapat diketahui bahwa, semakin banyak perekat maka kandungan
zat mudah menguap akan semakin tinggi. Hal ini disebabkan adanya kandungan zat
– zat mudah menguap seperti CO, CO2, H2, CH4, dan H2O yang terdapat pada
perekat tapioka yang digunakan ikut menguap. Kandungan asap yang tinggi
disebabkan oleh adanya reaksi antara CO dengan turunan alkohol.

60

50
Fixed Carbon (%)

40

30

20

10

0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
Variasi perekat
Batubara 100% Batubara + sekam padi 10%

Gambar 11. Grafik Fixed Carbon Vs Perekat


Fixed carbon adalah fraksi karbon dalam briket arang selain dari fraksi air,
zat mudah menguap dari abu. Kadar karbon terikat merupakan salah satu parameter
yang digunakan untuk menentukan kualitas briket, dimana semakin tinngi kadar
karbon terikat maka semakin baik pula kualitas briket yang dihasilkan, karena kadar
karbon terikat yang tinggi akan menghasilkan briket yang minim asap pada saat
pemakaian, selain itu nilai kalor juga akan semakin rendah. Dari data pengamatan
diperoleh fixed carbon tertinggi batubara 100% dengan perekat 10% adalah 48,45%
dan batubara+sekam padi 10% dengan perekat 10% adalah 33%. Pada gambar 11
dapat diketahui bahwa semakin banyak perekat ditambahkan maka nilai fixed
carbon akan rendah. Karena semakin tinggi kadar bahan tambahan pada briket
seperti perekat, maka kadar karbon briket akan semakin rendah. Hal ini disebabkan
briket yang menggunakan bahan tambahan dengan kadar yang tinggi akan
menaikkan kadar abu dan kadar volatil briket sehingga menurunkan kadar karbon
terikatnya.

30
5050
Kadar Air Vs Perekat
25
5000
Air (%)
Kalor (kal/g)

20
4950
15
Nilai Kadar

4900
10
4850
5
4800
0
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30%
4750
0% 5% Variasi
10% perekat
15% 20% 25% 30%
Batubara 100% Batubara + sekam padi 10%
Variasi perekat
Series1 Series2

Gambar 12. Grafik Nilai Kalor Vs Perekat


Nilai kalor ditentukan dengan cara membakar sampel dengan oksigen didalam
sebuah bomb calorimeter yang telah dikalibrasi dalam kondisi terkontrol
calorimeter distandarisasi dengan membakar standar asam benzoat murni. Semakin
banyak perekat yang ditambahkan maka semakin rendah nilai kalori yang didapat
begitu sebaliknya.
Dari data yang diperoleh nilai kalor pada batubara 100% dengan perekat 10%,
15%, dan 25% beturut-turut adalah 4946,7; 5008,4; dan 5027,5. Sedangkan pada
batubara+sekam padi 10% dengan perekat 10%, 15%, dan 25% beturut-turut adalah
4816,6; 4810,1; dan 4820,2.
Dari gambar 12 dapat diketahui bahwa nilai kalor yang diperoleh pada
batubara 100% mengalami kenaikan sejalan dengan kenaikan jumlah perekat,
sedangkan pada batubara+sekam padi 10% nilai kalor yang diperoleh tidak stabil,
yaitu mengalami penurunan dan penaikan sejalan dengan kenaikan jumlah perekat.
Hal ini disebabkan karena kurang bagusnya kualitas batubara yang digunakan pada
praktikum kali ini.
Pada praktikum ini hasil yang diperoleh pada tabel 3.1 dan 3.2 juga dapat
diketahui bahwa hampir semua parameter dalam analisa proksimat tidak masuk
dalam standar mutu briket SNI 01-6235-2000, hal ini dikarenakan batubara yang
digunakan dalam analisa adalah batubara yang telah lama sehingga kualias
biobriket yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar mutu briket SNI 01-6235-
2000.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
 Diperoleh kadar air tertinggi batubara 100% dengan perekat 25% adalah
24% dan batubara+sekam padi 10% dengan perekat 25% adalah 22,68%.
 Diperoleh kadar abu tertinggi batubara 100% dengan perekat 25% adalah
9% dan batubara+sekam padi 10% dengan perekat 25% adalah 10%.
 Diperoleh kandungan volatille matter tertinggi batubara 100% dengan
perekat 25% adalah 38% dan batubara+sekam padi 10% dengan perekat
25% adalah 45,59%.
 Diperoleh fixed carbon tertinggi batubara 100% dengan perekat 10% adalah
48,45% dan batubara+sekam padi 10% dengan perekat 10% adalah 33%.
 Diperoleh nilai kalor pada batubara 100% dengan perekat 10%, 15%, dan
25% beturut-turut adalah 4946,7; 5008,4; dan 5027,5. Sedangkan pada
batubara+sekam padi 10% dengan perekat 10%, 15%, dan 25% beturut-
turut adalah 4816,6; 4810,1; dan 4820,2.
 Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa parameter yang termasuk dalam analisa proksimat yaitu, kadar air,
kadar abu, kadar karbon, kadar zat mudah menguap dan nilai kalor adalah
hampir semua parameter dalam analisa proksimat tidak masuk dalam
standar mutu briket SNI 01-6235-2000, hal ini dikarenakan batubara yang
digunakan dalam analisa adalah batubara yang telah lama sehingga kualias
biobriket yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar mutu briket SNI 01-
6235-2000.

4.2 Saran
Saat proses analisa, semua analisa menggunakan proses pemanasan pada suhu
tinggi, sebaiknya menggunakan APD sesuai kebutuhan dan menggunakan peralatan
yang tahan terhadap panas.
LAMPIRAN
Lanpiran Gambar :

Anda mungkin juga menyukai