Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN HUTAN


ACARA II
PENGENALAN KERUSAKAN HUTAN
DAN PENYEBAB AKIBAT SERANGGA HAMA

Disusun oleh:

Nama : Wahyu Dwi Arifiyani


NIM : 20/462068/KT/09451
Co-Ass : Geraldy Kianta
Shift : Jumat, 15.00 WIB

LABORATORIUM PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN HUTAN


DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA II
PENGENALAN KERUSAKAN HUTAN DAN PENYEBAB AKIBAT
SERANGGA HAMA

I. TUJUAN
Tujuan dilaksanakannya praktikum acara 2 mengenai pengenalan kerusakan
hutan dan penyebab akibat serangga hama adalah :
1. Untuk mengenal kerusakan hutan akibat serangan serangga hama
penyebab
2. Untuk mengenal serangga penyebab kerusakan hutan yang menyertai
gejala yang tampak
3. Untuk mengenal ciri morfologi serangga pada tanaman hutan
4. Untuk dapat membedakan gejala kerusakan tanaman dari hasil hutan yang
disebabkan oleh serangga dengan kerusakan yang disebabkan oleh
penyebab lainnya

II. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan acara 2 ini
diuraikan sebagai berikut:
a Alat :
1. Mikroskop
2. Alat tulis
3. Kertas HVS
4. Pensil warna
b Bahan
1. Kerusakan pucuk tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala) oleh
serangga perusak pucuk, kutu loncat (Heteropsylla cubana)
2. Kerusakan batang jati (Tectona grandis) oleh serangga perusak batang,
rayap basah (Captotermes curvignathus),
3. Kerusakan batang sengon (Falcataria moluccana) oleh serangga
penggerek batang (Xystrocera festiva),
4. Kerusakan batang gmelina (Gmelina arborea) atau sengon (Falcataria
moluccana) oleh serangga penggerek batang (Xyleutes ceramica),
5. Kerusakan daun Terminalia catappa oleh serangga ulat kantong
(Pteroma plagiophleps),
6. Kerusakan seluruh daun jati (Tectona grandis) oleh ulat Hyblaea puera
(Teak-leaf defoliator) dan kerusakan sebagian daun oleh ulat Eutectona
machaeralis (Teak-leaf skeletonizer),
7. Kerusakan oleh scale insect (famili Coccidae), serangga penghisap
cairan pohon pada ketapang (Terminalia catappa),
8. Kerusakan semai sengon (Falcataria moluccana) oleh scale insect
(famili Pseudococciae) kutu putih (Aleuracanthus waglumii).

III. CARA KERJA


Untuk tahapan pelaksanaan praktikum dapat dicermati pada flow chart dan
penjelasan di bawah ini:

Diamati dengan seksama preparat yang terserang hama serangga.

Apabila serangga hama tidak kasat mata, dipergunakan mikroskop


sebagai alat bantu.

Difoto lalu digambar bagian preparat yang diserang dan organisme


penyerangnya tersebut.

Lalu, kerusakan pada preparat dan organisme penyebabnya


dideskripsikan secara jelas.

Setelah disiapkan alat dan bahan yang akan dipergunakan dalam


pelaksanaan praktikum ini, setiap preparat diamati gejala dan tanda kerusakan
yang tampak. Apabila organisme tidak kasat mata (mikroskopis) maka
digunakan mikroskop untuk kemudahan pengamatan. Lalu, dibuat deskripsi
tentang organisme penyebab kerusakan tanaman mulai dari: ordo, bentuk
mulut, metamorfosis, mekanisme penyerangan, tanda, gejala, inang, bagian
yang diserang, dan musim menyerang. Lalu, bagian preparat yang diserang
hama serangga dan organismenya diilustrasikan secara jelas melalui gambar.
Kemudian diuraikan upaya pencegahan dan pengendalian (mencakup
mekanis, biologis, dan kimia) untuk menghentikan serangan hama serangga
tersebut.

IV. PEMBAHASAN
Hama merupakan salah satu organisme pengganggu tanaman yang
umumnya berupa binatang ataupun sekelompok binatang yang akan
menyebabkan kerusakan pada tanaman dan menimbulkan kerugian secara
ekonomis. Secara garis besar hewan yang dapat menjadi hama dapat dari
jenis serangga, moluska, tungau, tikus, burung, atau mamalia besar. Akibat
serangan hama produktivitas tanaman menjadi menurun baik kualitas maupun
kuantitasnya, sehingga mengakibatkan penurunan bahkan kegagalan
produksi. Oleh karena itu kehadirannya perlu dikendalikan, apabila
populasinya di lahan telah melebihi batas ambang ekonomik.
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan kerusakan hutan dan
penyebab akibat serangga hama. Menurut Hill (dalam Sianipar dkk, 2015)
serangga merupakan salah satu bagian dari keragaman hayati. Serangga hama
adalah organisme yang menimbulkan kerusakan pada tanaman dan
menurunkan kualitas maupun kuantitasnya sehingga menimbulkan kerugian
ekonomi bagi manusia. Serangga hama beragam jenisnya dan masing-masing
serangga menyerang inang yang berbeda. Dengan tipe mulut yang dimiliki,
serangga hama dapat mencari makan serta membuat tempat tinggal pada
tumbuhan inang yang mereka hinggapi. Pelukaan tanaman oleh serangga
dilakukan antara lain dengan cara: menggigit, menghisap, memakan, melukai
akar, meletakkan telur atau membuat sarang, mengamati serangga lain, dan
pengantar penyakit (Untung, 2010). Chapoto dkk (2017) menyatakan bahwa
faktor alam dan antropogenik menyebabkan perubahan kondisi lingkungan
yang mempengaruhi perubahan kelimpahan dan keanekaragaman hama
serangga. Alasan lain mengapa serangga memiliki keanekaragaman dan
kelimpahan yang tinggi adalah kemampuan reproduksinya yang tinggi,
serangga bereproduksi dalam jumlah yang sangat besar, dan pada beberapa
spesies bahkan mampu menghasilkan beberapa generasi dalam satu tahun.
Kemampuan serangga lainnya yang dipercaya telah mampu menjaga
eksistensi serangga hingga kini adalah kemampuan terbangnya (Jasin, 1984).
Kerusakan oleh serangga dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kerusakan
langsung dan kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung terdiri dari
konsumsi bahan yang disimpan oleh serangga, kontaminasi oleh serangga
dewasa, pupa, larva, telur, kulit telur, dan bagian tubuhnya, serta kerusakan
wadah bahan yang disimpan. Kerusakan tidak langsung antara lain adalah
timbulnya panas akibat metabolisme serta berkembangnya kapang dan
mikroba-mikroba lainnya (Cotton dan Wilbur, 1974). Hasil pada praktikum
ini diuraikan lebih dalam melalui sebagai pembahasan sebagai berikut.

1. Kerusakan pucuk Leucaena leucocephala oleh serangga kutu loncat


(Heteropsylla cubana)
Nama kerusakan : Serangga Perusak Pucuk
Nama Hama : Kutu loncat (Heteropsylla cubana)
Nama Inang : Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Gambar 1. Serangga hama kutu loncat (Heteropsylla cubana) yang


menyerang semai Lamtoro (Leucaena leucocephala)

Kutu loncat (Heteropsylla cubana) adalah serangga perusak pucuk


yang masuk ke dalam ordo Homoptera. Kutu loncat memiliki bentuk
mulut pencucuk dan penghisap. Serangga ini mengalami metamorphosis
tidak sempurna dan menyerang tanaman pada fase imago. Metamorfosis
tidak sempurna adalah metamorfosis yanghanya mengalami 3 tahap
pertumbuhan yaitu: telur, nimfa, dan dewasa (Fitriyanti dan Endrotomo,
2016). Kutu loncat biasanya menyerang lamtoro pada bagian tangkai,
kuncup daun, tunas dan daun muda sehingga dapat menghambat
pertumbuhan lamtoro (Panjaitan dkk, 2012 dalam Nuraeni, 2016).
Kerusakan tanaman yang disebabkan oleh hama ini ditandai dengan
ditemukannya kutu loncat pada bagian kuncup, tunas, daun muda, dan
tagnkai daun. Biasanya, kutu loncat menyerang tanaman pada musim
kemarau.
Gejala yang ditunjukkan oleh tanaman akibat diserang oleh serangga
ini adalah tanaman mengalami layu pucuk dan lama kelamaan mengering.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan terhadap hama ini antara lain
dengan pengaturan jarak tanam, monitoring, dan pembersihan gulma.
Sedangkan upaya pengendalian dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu secara
mekanis, biologis, dan kemis. Secara mekanis dapat dilakuakn dengan
pemangkasan untuk memicu pertumbuhan tunas baru dan isolasi kutu
loncat, secara biologis dapat dengan mendatangkan musuh alaminya yaitu
kepik dan kumbang koksi, sedangkan secara kemis dapat dilakukan
dengan penyemprotan insektisida dengan dosis tertentu Untuk kasus di
Indonesia, pada tahun 1980-an pohon lamtoro didatangkan dari Amerika
ke Indonesia. Secara tidak sengaja, kutu loncat (Heteropsylla cubana) yang
merupakan hama lamtoro juga terikut dan mengakibatkan daun-daun
lamtoro mati. Keberadaan hama tersebut sulit dikendalikan karena
merupakan hama baru di Indonesia. Usaha pengendalian kutu loncat
lamtoro dilakukan dengan cara mendatangkan predator Curinus coeruleus
atau mulsant yang berasal dari Hawai karena merupakan predator dari kut
loncat (Firmansyah, 2017).

2. Kerusakan batang jati (Tectona grandis) oleh serangga perusak


batang, rayap basah (Captotermes curvignathus)
Nama kerusakan : Serangga Perusak Batang
Nama Hama : Rayap basah (Coptotermes curvignathus)
Nama Inang : Jati (Tectona grandis)
Gambar 2. Serangga hama rayap basah (Coptotermes curvignathus) yang
menyerang batang jati (Tectona grandis)

Rayap merupakan salah satu serangga sosial pemakan selulosa, di


mana bahan dari selulosa akan mudah dimakan oleh rayap seperti kayu
dan produk turunan kayu (Sufyan dan Destiarti, 2018). Rayap basah
merupakan jenis rayap yang hidup di dalam kayu dengan kelembaban
tinggi sekaligus memanfaatkan selulosa pada kayu sebagai bahan
makanannya. Kusuma dan Nurhaida (2018) memaparkan bahwa rayap
merupakan serangga berbadan kecil, bertubuh lunak, dan hidup dengan
cara koloni (berkelompok), sehingga disebut serangga sosial. Dalam setiap
koloni terdiri dari tiga kasta menurut fungsinya, yaitu: kasta pekerja, kasta
prajurit dan kasta reproduktif. Rayap disebut juga sebagai serangga
xylophagus, yaitu serangga pemakan kayu. Rayap basah atau
(Coptotermes curvignathus) termasuk dalam ordo isoptera yang memiliki
tipe mulut penggigit dan pengunyah. Rayap termasuk jenis serangga yang
mengalami metamorphosis tidak sempurna atai hemimetabola.
Tanaman yang mengalami kerusakan akibat dari serangga ini dapat
ditandai dengan ditemukannya serangga rayap basah pada batang pohon
dan ditemukannya rumah rayap atau Lorong kembara. Bagian tanaman
yang terserang adalah bagian batang berkayu dan biasanya kerusakan
terjadi pada saat musim penghujan, di mana kelembaban tinggi. Gejala
yang timbul akibat serangan serangga ini antara lain terdapat alur pada
btang, kayu keropos atau berlubang karena rayap memakan selulosa kayu,
dan batang menjadi rapuh. Upaya pencegahan yang dapat dilakuakn antara
lain dengan monitoring, pengaturan jarak tanam, pembersihan gulma untuk
mengurangi kelembaban serta agar cahaya yang masuk lebih besar, dan
dibuat piringan untuk mencegah rayap mencapai batang. Sedangkan untuk
upaya pengendalian dibedakan menjadi tiga, yaitu secara mekanis dengan
mengorek Lorong pada batang dan jika sudah terlalu parah pohon bisa
ditebang. Pengendalian secara mekanis dilakukan pada saat serangga
dalam fase imago. Selanjutnya pengendalian secara biololis dilakukan
dengan mendatangkan musuh alaminya yaitu sejenis aves dan semut rang-
rang, sedangkan pengendalian secara kemis dapat dilakuakn dengan
penyemprotan insektisida dengan dosis tertentu.

3. Kerusakan batang sengon (Falcataria moluccana) oleh serangga


penggerek batang (Xystrocera festiva)
Nama kerusakan : Serangga Penggerek Batang
Nama Hama : Penggerek batang (Xystrocera festiva)
Nama Inang : Sengon (Falcataria moluccana)

Gambar 3. Serangga hama penggerek batang (Xystrocera festiva) yang


menyerang batang sengon (Falcataria moluccana)
Xystrocera festiva merupakan salah satu serangga penggerek batang
yang menyebabkan kerusakan pada tanaman sengon. Xystrocera festiva
termasuk ke dalan ordo coleoptera. Di daerah Kediri serangga ini dikenal
dengan nama boktor atau uter-uter. Fitriani (2018) menjelaskan bahwa
tipe alat mulut ordo Coleoptera (penggigit dan pengunyah) diindikasikan
adalah serangga yang memiliki kepala yang bebas, terkadang memanjang
ke depan atau ke bawah sehingga berubah menjadi moncong. Menurut
Husaeni (dalam Supriatna dkk, 2017) sampai saat ini, boktor atau
penggerek batang dianggap sebagai hama yang paling merugikan pada
hutan sengon karena menyebabkan kematian, patahnya batang dan
menurunkan jumlah dan kualitas kayu yang dihasilkan. Serangga
penggerek mengalami metamorfosis sempurna atau holometabola dengan
mekanisme penyerangan pada fase larva. Serangga penggerek menyerang
batang sengon tidak tergantung musim tertentu. Tanaman yang terserang
hama ini akan mengalami kerusakan yang ditandai dengan ditemukannya
serangga penggerek pada tanaman yang terseerang. Gejala yang
ditimbulkan adalah ditemukannya lubang gerek dalam jumlah banyak dan
arah gereknya geotaksis positif yaitu dari atas ke bawah. Serangga ini
menyerang batang secara berkoloni, sehingga lubang yang dihasilkan
banyak. Luabng masuk dan keluar tidak sama. Upaya pencegahan dapat
dilakuakn dengan penanaman multikultur dan monitoring. Sedangkan
upaya pengendalian dapat dilakukan secara mekanis yaitu dengan
menebang pohon yang terserang hama, secara biologis dengan
mendatangkan musuh alami dan trapping imago yaitu mengurangi
populasi imago sebelum bertelur, selain itu juga bisa dengan menggunakan
parasitoid yaitu dengan jamur Beauveria bassiana yang menyerang larva
dengan cara mengganggu metabolisme hama. Sedangakn pengendalian
secara kemis dapat dilakuakn dengan penyemprotan insektisida
4. Kerusakan batang gmelina (Gmelina arborea) atau sengon (Falcataria
moluccana) oleh serangga penggerek batang (Xyleutes ceramica)
Nama kerusakan : Serangga Penggerek Batang
Nama Hama : Ngengat (Xyleutes ceramica)
Nama Inang : Jati putih (Gmelina arborea)

Gambar 4. Serangga hama ngengat (Xyleutes ceramica) yang menyerang


batang jati putih (Gmelina arborea)

Ngengat (Xyleutes ceramica) adalah salah satu serangga penggerek


batang yang masuk ordo Lepidotera. Serangga ini mempunyai tipe mulut
penggigit pada fase larva dan pencucuk pada fase imago. Perbedaan tipe
mulut pada 2 fase hidup yang berbeda disebabkan karena serangga dengan
ordo Lepidoptera memerlukan alat mulut bertipe penghisap untuk
menghisap nektar bunga-bungaan saat menjadi imago (Pattiwael, 2018).
Ngengat mengalami metamorfosis sempurna atau holometabola. Ngengat
menyerang tumbuhan pada fase larva. Waktu penyerangan serangga ini
tidak terikat pada musimmusim tertentu. Tanaman yang rusak karena
terserang ngengat ditandai dengan ditemukannya ulat dan serbuk gergaji
atau serbuk gerek akibat aktivitas larva.
Bagian tumbuhan yang diserang adalah batang khususnya pada bagian
kambium hingga xylem. Ulat ngengat berbeda dengan ulat lain karena
memiliki kaki pada bagian tubuhnya. Gejala yang ditunjukkan tanaman
akibat serangan hama ini adalah terdapat lubang gerek pada batang yang
arah gereknya geotaksis negatif, yaitu dari bawah ke atas. Lubang gerekan
yang dibuat oleh X. ceramica memiliki karakteristik berupa keluaran
partikel kayu atau adanya rajutan benang halus menyerupai sutera (pada
fase pupa atau prapupa) atau keberadaan pupa exuvia (tanda telah
keluarnya imago) (Triyogo dkk, 2010). Lubang ini hanya memiliki satu
jalan masuk, sehingga jalanmasuk tersebut juga menjadi jalan keluar
serangga. Hal itulah yang membedakan antara serangga penggerek batang
dengan ngengat. Selain itu tajuk tanaman menjadi kering dan lama-
kelamaan bisa meyebabkan kematian pada tanaman. Upaya pencegahan
yang dapat dilakukan antara lain dengan melakukan montoring dan
penanaman secara multikultur. Sedangkan untuk pengendalian secara
mekanis dapat dilakuakn dengan mengambil ulat secara langsung, trapping
imago, dan penebangan atau penjarangan pada pohon yang sakit. Secara
biologis dapat dilakukan dengan mendatangkan musuh alami yaitu
pathogen dan predator. Sedangkan secara kemis dapat dilakukan dengan
pemberian fumigant, yaitu insektisida sejenis gas yang nantinya
disemprotkan pada lubang gerek atau bagian yang dijumpai ulat.

5. Kerusakan daun Terminalia catappa oleh serangga ulat kantong


(Pteroma plagiophleps)
Nama Kerusakan : Serangga Perusak Daun
Nama Hama : Ulat Kantong (Pteroma plagiophles)
Nama Inang : Ketapang (Terminalia catappa)

Gambar 5. Serangga hama ulat kantong (Pteroma plagiophles) yang


menyerang batang ketapang (Terminalia catappa)
Ulat kantong (Pteroma plagiophles) merupakan salah satu jenis
serangga perusak daun. Ulat ini, masuk ke dalam ordo Lepidoptera.
Bentuk mulut dari ulat kantong adalah penggigit dan pengunyah. Serangga
ini mengalami metamorfosis sempurna dan akan menyerang tanaman pada
fase larva atau ulat sedangkan pada fase imago, ulat kantong akan berubah
menjadi ngengat kecil. Mekanisme penyerangan dari ulat kantong ini
adalah dengan membuat rumah yang berasal dari air liurnya. Jenis ulat ini
juga hidup secara nomaden, yaitu ketika rumahnya dihancurkan, maka
akan membuat rumah lagi. Berdasarkan bahan pembuat rumahnya, ulat
kantong dibedakan menjadi dua yaitu Famili Tineidae dengan rumah yang
terbuat dari daun-daun kering dan Famili Psychidae dengan rumah yang
terbuat dari ranting-ranting. Inang yang diserang biasanya adalah Pohon
Ketapang (Terminalia catappa) dengan bagian yang diserang yaitu daun.
Ulat ini akan menyerang pada musim kemarau.
Gejala yang disebabkan dari penyerangan ulat ini adalah daun akan
berlubang sehingga terjadi pengurangan luasan daun. Tanda yang
ditemukan yaitu adanya serangga berupa ulat kantong yang menggantung
di bawah permukaan daun yang awalnya hanya seperti jaring laba-laba di
ranting dan daun, ataupun serangga ditemukan di batang kayunya. Sekitar
lubang berubah warna menjadi kuning dan akhirnya berwarna kecoklat-
coklatan (Anggraeni dan Ismanto, 2017). Pencegahan yang dapat
dilakukan untuk menghindari kerusakan daun akibat ulat kantong ini
adalah dengan melakukan kegiatan monitoring. Dengan melakukan
kegiatan monitoring pada suatu tegakan, maka hasil dari monitoring
tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk tindakan
pengendalian, baik secara mekanis maupun kimiawi (Pradana, dkk, 2020).
Pengendalian yang dapat dilakukan adalah melalui tiga cara baik mekanis,
biologis, maupun kimia. Pengendalian secara mekanis dapat dilakukan
dengan mengambil langsung ulat beserta rumahnya (kantong) yang
terdapat pada bagian daun. Pengendalian secara biologis dapat dilakukan
dengan mendatangkan musuh alami dari ulat kantong tersebut, yaitu
berupa predator seperti burung dan laba-laba. Pengendalian secara kimia
dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida pada tanaman.

6. Kerusakan seluruh daun jati (Tectona grandis) oleh ulat Hyblaea


puera (Teak-leaf defoliator) dan kerusakan sebagian daun oleh ulat
Eutectona machaeralis (Teak-leaf skeletonizer)
Nama Kerusakan : Teak-Leaf Defoliator dan Teak-Leaf Skeletonizer
Nama Hama : Hyblaea puera (Teak-leaf Defoliator) dan Eutectona
Machaeralis (Teak-leaf skeletonizer)
Nama Inang : Jati (Tectona grandis)

Gambar 6. Serangga hama yang menyerang daun jati

Kerusakan pada daun Jati (Tectona grandis) dapat disebut sebagai


Teakleaf Defoliator dan Teak-leaf Skeletonizer. Kerusakan Teak-leaf
Defoliator pada daun jati disebabkan oleh Hyblaea puera sedangkan
kerusakan Teak-leaf Skeletonizer dsebabkan oleh Eutectona Machaeralis.
Keduanya, termasuk ke dalam ordo Lepidoptera. Memiliki bentuk mulut
penggigit dan pengunyah. Hyblaea puera dan Eutectona Machaeralis
mengalami metamorfosis sempurna dan keduanya menyerang tanaman jati
pada fase larva (ulat) dengan memakan bagian daun. Tanda dari kerusakan
daun jati karena serangga jenis ini adalah ditemukannya ulat Hyblaea
puera dan Eutectona Machaeralis pada bagian daun yang diserang. Ciri-
ciri dari kedua ulat ini berbeda, ulat Hyblaea puera memiliki warna hitam
dan ukurannya lebih besar. Sedangkan ulat Eutectona Machaeralis
memiliki warna coklat dan ukurannya lebih kecil. Musim penyerangannya
adalah ketika musim penghujan. Hal ini dikarenakan pada saat musim
kemarau pohon jati akan meranggas dan serangga ini akan berubah
menjadi ngengat.
Bentuk gejala yang disebabkan dari ulat Hyblaea puera adalah daun
yang berlubang hanya menyisakan tulang daun primer saja. Sedangkan
bentuk gejala yang disebabkan ulat Eutectona Machaeralis adalah daun
yang berlubang masih menyisakan urat daun. Pencegahan yang dapat
dilakukan adalah dengan kegiatan monitoring. Sedangkan bentuk
pengendalian yang dapat dilakukan adalah secara mekanik dengan
pengambilan ulat secara langsung, Biologis dengan mendatangkan musuh
alami, yaitu Belalang sembah, Reptil, Burung, dan Semut, secara kimia
dengan melakukan penyemprotan insektisida. Pengendalian secara
mekanik akan lebih efektif dengan melakukan trapping atau jebakan pada
imago misalnya dengan menangkap ngengat dari ulat jenis tersebut. Akibat
dari serangan kedua jenis ulat ini, dapat menurunkan potensi pertumbuhan
pohon jati. Selain itu, dapat meningkatkan risiko kematian tanaman jati
muda (tanaman umur 1-2 tahun) ketika sebelumnya tanaman mengalami
stres musim kemarau yang panjang (Purwanta, dkk, 2015).

7. Kerusakan oleh scale insect (famili Coccidae), serangga penghisap


cairan pohon pada ketapang (Terminalia catappa)
Nama Kerusakan : Serangga Penghisap Cairan Pohon
Nama Hama : Scale insect (Fam. Coccidae)
Nama Inang : Ketapang (Terminalia catappa)
Gambar 7. Serangga hama scale insect yang menyerang ketapang
(Terminalia catappa)

Salah satu hama yang menyebabkan kerusakan pada tanaman


Ketapang (Terminalia catappa) adalah scale insect yang berasal dari
Famili Coccidae. Ciri khusus dari scale insect ini adalah serangga yang
berukuran kecil dan memiliki cangkang keras untuk perlindungan diri.
Scale insect dari Famili Coccidae ini termasuk ke dalam ordo Hemiptera.
Memiliki bentuk mulut pencucuk dan penghisap. Metamorfosis yang
dialami adalah metamorfosis tidak sempurna. Mekanisme penyerangan
scale insect ini terjadi pada fase nimfa dan imago yang terjadi pada musim
kemarau. Pada umumnya, jenis serangga ini akan menyebabkan kerusakan
pada tanaman dengan menghisap cairan pohon.
Inang yang diserang adalah tanaman ketapang dari tingkat
pertumbuhan semai, pancang, dan jaringan muda lainnya dengan bagian
yang diserang adalah batang dan cabang batang karena pada bagian
tersebut banyak terdapat cairan. Tanda dari adanya kerusakan yang
disebabkan oleh serangga ini adalah akan ditemukan bintil-bintil hitam
berupa serangga itu sendiri pada batang dan cabang batangnya. Gejala
yang disebabkan dari adanya serangga ini adalah daun akan terlihat layu
karena pengangkutan air dan zat hara pada tanaman akan terganggu.
Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan monitoring.
Sedangkan pengendalian yang dapat dilakukan secara mekanik dengan
dikerok atau diambil satu per satu serangga tersebut, secara biologis dapat
dilakukan dengan mendatangkan musuh alami seperti burung dan
belalang, secara kimia dapat dilakukan dengan penyemprotan insektisida.
Pengendalian kimia dengan penyemprotan insektisida atau pestisida pada
tanaman yang terkena kerusakan harus dilakukan dengan bijaksana karena
pemberian bahan kimia tersebut apabila berlebihan dapat mengakibatkan
terjadinya reaksi ekologi. Dampak dari rekasi ekologi tersebut dapat
menyebabkan resistensi hama terhadap insektisida serta musnahnya musuh
alami sebagai pengendali populasi hama (Muhlisin, dkk, 2015).

8. Kerusakan semai sengon (Falcataria moluccana) oleh scale insect


(famili Pseudococciae) kutu putih (Aleuracanthus waglumii).
Nama Kerusakan : Serangga Perusak Semai
Nama Hama : Scale insect (Fam. Pseudococcidae) atau kutu putih
(Aleuracanthus waglumii)
Nama Inang : Sengon (Falcataria moluccana)

Gambar 8. Serangga hama kutu putih (Aleuracanthus waglumii) yang


menyerang semai Sengon (Falcataria moluccana)

Kerusakan pada semai Sengon (Falcataria moluccana) juga dapat


disebabkan oleh scale insect yaitu kutu putih (Aleuracanthus waglumii).
Scale insect yang menyerang semai sengon ini berasal dari Famili
Pseudococcidae) yang termasuk ke dalam ordo Hemiptera. Bentuk mulut
yang dimiliki serangga ini adalah mulut pencucuk dan penghisap. Hama
kutu putih ini berbentuk bulat berwarna kehijauan dan tubuhnya diselimuti
oleh lapisan lilin berwarna putih. Kutu putih menyerang tanaman dengan
cara menghisap cairan tanaman yang mengakibatkan tanaman daun
menjadi layu, berkerut, menguning yang kemudian mengering dan gugur
(Rampung dkk, 2020). Akibat dari serangan kutu putih, maka daun akan
keriting dan mudah mengalami kerontokan. Pemberantasan pada serangga
ini harus diikuti juga dengan pemberantasan semut yang ada pada bagian
tanaman (Wiryanta, 2002). Serangga ini mengalami metamorfosis tidak
sempurna dengan mekanisme penyerangan yang terjadi ketika fase nimfa
dan imago. Pada umumnya, jenis serangga ini akan merusak semai dengan
tanda ditemukannya sekresi putih pada bagian tanaman yang biasanya
akan dimakan semut. Sehingga, akan terjadi simbiosis antara semut
dengan kutu putih. Namun, ketika tanaman sudah mati, maka kutu putih
tidak mendapat nutrisi dari tanaman dan akhirnya tidak dapat
mengeluarkan zat sekresi yang sebelumnya menjadi makanan semut, maka
kutu putih tersebut akan menjadi makanan semut. Musim menyerang
adalah ketika musim kemarau karena saat terjadi musim hujan, zat sekresi
putih yang menempel pada tanaman akan luruh.
Gejala yang disebabkan karena serangan serangga ini adalah daun
tanaman akan layu dan kering. Bentuk pencegahan yang dapat dilakukan
adalah dengan melakukan pengaturan jarak tanam karena pada saat fase
imago, kutu putih hanya terbang dalam jarak yang dekat sehingga jika
tidak diatur jarak penanamannya dapat memungkinkan penyebaran kutu
putih terhadap tanaman menjadi lebih luas. Selain itu, dapat juga dilakukan
kegiatan monitoring. Sedangkan bentuk pengendalian yang dapat
dilakukan secara mekanis adalah melakukan pemangkasan apabila sudah
sangat parah. Namun, jika masih tahap awal kerusakan, zat sekresi putih
yang ada pada bagian tanaman dapat dihilangkan dengan cara dikerok.
Seara biologis dapat dilakukan dengan mendatangkan musuh alami, yaitu
kumbang koksi. Secara kimia dapat dilakukan dengan penyemprotan
insektisida atau penyemprotan air sabun.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kerusakan hutan akibat hama serangga ditentukan oleh tipe mulut dan
kebiasaan hama tersebut. Kerusakan hutan dapat disebabkan oleh serangga
perusak batang, daun, dan pucuk daun, serangga penggerek batang, dan
serangga penghisap cairan pohon.
2. Berikut serangga hama penyebab kerusakan pada hutan beserta gejalanya :
a Kerusakan pucuk Leucaena leucocephala oleh serangga kutu loncat
Kerusakan seluruh daun jati (Teak-leaf defoliator) akibat Hyblaea
puera, menimbulkan gejala daun berlubang menyisakan tulang daun
primer dan sekunder. Kerusakan sebagian daun jati (Teak-leaf
skeletonizer) akibat Eutectona machaeralis, menimbulkan gejala daun
berlubang menyisakan tulang daun dan urat daun.
b Kerusakan Terminalia catappa akibat scale insect (Famili Coccidae),
memunculkan gejala berupa daunnya layu, kering, dan gugur.
c Kerusakan semai sengon (Falcataria moluccana) akibat kutu putih,
gejala yang tampak yaitu daun mengeriput, layu, dan kering.
d Kerusakan daun akibat ulat kantong (Pteroma plagiopheleps)
menimbulkan gejala daun berlubang.
e Kerusakan batang Gmelina arborea akibat serangga penggerek batang
(Xyleutes ceramica), memunculkan gejala tajuk mengering, lubang
gerek dengan arah geotaksis negatif ke arah empulur kayu, hingga
kematian pada pohon.
f Kerusakan batang Falcataria moluccana akibat serangga penggerek
batang (Xystrocera festiva) memunculkan gejala lubang gerek arah
geotaksis positif ke empulur kayu, dan tajuk pohon mengering.
g Kerusakan batang akibat rayap basah (Captocernes curfignatus),
menimbulkan gejala kayu batang keropos, batang beralur, dan kayu
berlubang.
h Kerusakan pucuk daun lamtoro oleh kutu loncat (Heteropsilla cubana),
menimbulkan gejala layu kuncup, kering, hingga mati.
3. Ciri morfologi beberapa serangga hama perusak hutan, yaitu :
a Hyblaea puera dan Eutectona machaeralis dari ordo Lepidoptera,
dengan siklus hidup holometabola, dan mulut bertipe penggigit dan
pengunyah.
b Scale insect yaitu ordo Hemiptera, dengan siklus hidup hemimetabola,
dan mulut bertipe pencucuk dan penghisap.
c Kutu putih yaitu ordo Hemiptera, dengan siklus hidup hemimetabola,
dan mulut bertipe pencucuk dan penghisap.
d Pteroma plagiopheleps yaitu ordo Lepidoptera, dengan siklus hidup
hemimetabola, dan mulut bertipe penggigit dan pengunyah.
e Xyleutes ceramica yaitu ordo Lepidoptera, dengan siklus hidup
holometabola, saat larva mulutnya bertipe penggigit dan pengunyah,
namun saat imago tipe mulutnya adalah pencucuk dan penghisap.
f Xystrocera festiva, yaitu ordo Coleoptera, dengan siklus hidup
holometabola, dan mulut bertipe penggigit dan pengunyah.
g Captocernes curfignatus, yaitu ordo Isoptera, dengan siklus hidup
hemimetabola, dan mulut bertipe penggigit dan pengunyah.
h Heteropsilla cubana, yaitu ordo Homoptera, dengan siklus hidup
hemimetabola, dan mulut bertipe pencuuck dan penghisap.
4. Gejala kerusakan pada tanaman hutan oleh serangga dapat mudah
diketahui karena tandanya dapat ditemukan secara langsung pada bagian
yang terserang. Sementara tanda kerusakan tanaman yang disebabkan oleh
patogen, cenderung bersifat mikroskopis atau perlu menggunakan
mikroskop. Selain itu, gejala yang ditimbulkan akibat serangga bersifat
menimbulkan kerusakan fisik, sedangkan kerusakan yang diakibatkan oleh
patogen umumnya akan menyerang sel dan mengakibatkan sistem
pertumbuhan dan sistem fotosintesis terganggu.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, I dan Ismanto, A. 2017. Keanekaragaman Jenis Ulat Kantong
Yang Menyerang di Berbagai Pertanamanan Sengon
(Paraserianthes Falcataria (L). Nielsen) Di Pulau Jawa. Jurnal
Sains Natural. 3 (2): 184 – 192.
Chapoto, R. K. D., Mafongoya, P. L. dan Gubba, A. 2017. Responses of
Insect Pests and Plant Diseases to Changing and Variable.
Journal of Agricultural Science, 9 (12): 194 – 204.
Cotton, R. T. dan Wilbur, R. A. 1974. The Insect. In: C. M. Christernsen (ed.)
Stored of Cereal Grain and their Product. Minnessota: American
Assosiation of Cereal Chemist, Inc.
Firmansyah, A. P. (2017). Pengantar Pelindungan Tanaman (Vol. 1). Penerbit
CV. INTI MEDIATAMA.
Fitriyanti, D. M. dan Endrotomo. 2016. Proses Metamorfosis yang Terjadi
dalam Objek Rancang Beauty Clinic Surabaya (Fasilitas
Dermatologi dan Bedah Plastik). Jurnal Teknik POMITS. 1 (2): 1
– 4.
Kusuma, M. R. D dan Nurhaida. 2018. Bioaktivitas Ekstrak Sarang Semut
Myrmecodia pendens Terhadap Rayap Tanah Coptotermes
curvignathus Holmgren. Jurnal Ilmu Kehutanan. 8 (2): 102 – 109.
Muhlisin, Ahmad., Sri Karindah., Bambang Tri Rahardjo. 2015. “Populasi
Kutu Sisik Diaspidiotus Perniciosus Comstock (Hemiptera :
Diaspididae) dan Parasitoidnya pada Pertanaman Apel (Malus
Sylvestris L) (Studi Kasus di Kecamatan Pujon dan Bumiaji Kota
Batu)”. Jurnal HPT, Volume 3, Nomor 1.
Nuraeni, Y. 2016. Hama Utama Tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala
(Lam.) de Wit) dan Aspek Pengendaliannya. Jurnal Gelam. 2 (2):
13 – 17.
Pattiwael, M. 2018. Analisis Tingkat Kerusakan Tanaman Jati (Tectona
grandis Lf) Akibat Serangan Hama di Kelurahan Klamalu Distrik
Mariat Kabupaten Sorong. Jurnal Ilmiah Pertanian dan
Kehutanan. 5 (2): 89 – 96.
Pradana, Mahardika Gama., Hartanta., Hari Priwiratama., Agus Eko
Prasetyo., dan Agus Susanto. 2020. “Aplikasi Perangkap Lampu
sebagai Sarana Monitoring dan Pengendalian Hama Kumbang
Malam di Pembibitan Kelapa Sawit”. Jurnal Warta PPKS, Vol.
25, No. 1, Hal. 28.
Purwanta, Sugi., Pujo Sumantoro., Hesti Dwi Setyaningrum., dan Cahyo
Saparinto. 2015. Budi Daya & Bisnis Kayu Jati. Jakarta Timur :
Swadaya.
Rampung, A. M., Seran, W dan Rammang, N. 2020. Identifikasi Hama pada
Tanaman Jati (Tectona Grandis L.F) Di Udukama, Kecamatan
Tasifeto Barat, Kabupaten Belu. Journal Undana. 3 (4): 22 – 31.
Sianipar, M. S., Djaya, L., Santosa, E., Soesilohadi, R. H., Natawigena, W.
D., & Bangun, M. P. (2015). Indeks Keragaman Serangga Hama
Pada Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Di Lahan Persawahan Padi
Dataran Tinggi Desa Sukawening, Kecamatan Ciwidey,
Kabupaten Bandung. Bioma: Berkala Ilmiah Biologi, 17(1), 9-15.
Sufyan, A. J., & Destiarti, L. (2018). Bioaktivitas Minyak Atsiri Serai Dapur
(Cymbopogon Citratus (Dc.) Stapf) Terhadap Rayap
(Coptotermes Curvignathus Sp). Jurnal Kimia Khatulistiwa, 7(3).
Supriatna, A. H., Haneda, N. F., & Wahyudi, I. (2017). Sebaran Populasi,
Persentase Serangan, Dan Tingkat Kerusakan Akibat Hama
Boktor Pada Tanaman Sengon: Pengaruh Umur, Diameter, dan
Tinggi Pohon. Jurnal Silvikultur Tropika, 8(2), 79-87.
Triyogo, A., Sumardi, S., & Trisyono, Y. A. (2010). Identifikasi Hama
Penggerek Batang dan Deskripsi Kerusakan pada Tanaman
Melina (Gmelina arborea). Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati,
15(1), 141-148.
Untung, K. 2010. Diktat Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman. Yogyakarta:
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan UGM.
Wiryanta, Bernadius T Wahyu. 2002. Bertanam Tomat. Jakarta Selatan :
AgroMedia Pustaka.
VII. LAMPIRAN

Gambar 9. Hama kutu putih (Aleuracanthus waglumii) pada pohon bodi (Ficus
religiosa) di sekitar Fakultas Pertanian UGM.
1. Tanggal pengamatan : Senin, 5 Oktober 2021
2. Tempat pengamatan : Fakultas Pertanian UGM
3. Deskripsi pengamatan :
a. Bentuk mulut : pencucuk penghisap,
b. Metamorfosis : tak sempurna,
c. Mekanisme penyerangan : nimfa sampai imago,
d. Tanda : sekresi dan terdapat kutu putih pada semai,
e. Inang : bodi (Ficus religiosa),
f. Bagian diserang : dari daun, batang, dan buah, bahkan masih
sanggup menyerang batang yang sudah mengeras,
g. Musim menyerang : kemarau,
h. Gejala : daun layu dan mengering,
i. Pencegahan : monitoring,
j. Pengendalian :
- Mekanis : pengerokan bagian yang diserang; jika serangan sudah
masif serta fatal maka dilakukan pemangkasan,
- Biologis : musuh alami (misal: kumbang),
- Kimia : penyemprotan insektisida kimia yang dicampur pupuk
ataupun insektisida alami (yaitu campuran daun mindi, cabe,
mengkudu, tembakau, sirsak).
Gambar 10. Batang pohon saga (Adenanthera pavonina) yang terserang hama
seranggga perusak batang Captocernes curfignatus
1. Tanggal pengamatan : Senin, 5 Oktober 2021
2. Tempat pengamatan : Arboretum Fakultas Kehutanan UGM
3. Deskripsi pengamatan :
a. Bentuk mulut : penggigit dan pengunyah
b. Metamorfosis : tak sempurna,
c. Mekanisme penyerangan : nimfa dan berkoloni
d. Tanda : ditemukan rayap pada pohon
e. Inang : Saga (Adenanthera pavonina)
f. Bagian diserang : batang
g. Musim menyerang : hujan
h. Gejala : kayu menjadi keropos dan batang beralur
i. Pencegahan : mengatur jarak tanam, pembersihan gulma
j. Pengendalian :
- Mekanis : pengerokan bagian yang diserang; jika serangan sudah
masif serta fatal maka dilakukan pemangkasan,
- Biologis : musuh alami (misal: kumbang),
- Kimia : penyemprotan insektisida kimia yang dicampur pupuk
ataupun insektisida alami (yaitu campuran daun mindi, cabe,
mengkudu, tembakau, sirsak).
Gambar 11. Batang Bipa (Pterygota alata) yang terserang serangga penggerek
batang Xyleutes ceramica
1. Tanggal pengamatan : Senin, 5 Oktober 2021
2. Tempat pengamatan : Arboretum Fakultas Kehutanan UGM
3. Deskripsi pengamatan :
a. Bentuk mulut : penggigit dan pengunyah
b. Metamorfosis : sempurna
c. Mekanisme penyerangan : larva
d. Tanda : ditemukannya serangga pada tanaman yang
terserang
e. Inang : Bipa (Pterygota alata)
f. Bagian diserang : batang tepatnya di kambium
g. Musim menyerang : tidak mengenal musim
h. Gejala : tajuk mengering, batang pohon berbunyi
nyaring jika diketuk dan jika serangan
sudah parah dapat mengakibatkan kematian
pada pohon.
i. Pencegahan : melakukan penanaman multikultur.
j. Pengendalian :
- Mekanis : ditebang dan menangkap serangganya
- Biologis : menggunakan musuh alami berupa parasit, predator, dan
patogen
- Kimia : menggunakan insektisida.

Anda mungkin juga menyukai