Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN HUTAN


ACARA IV
PENGENALAN KERUSAKAN TANAMAN OLEH GULMA

Disusun oleh :

Nama : Wahyu Dwi Arifiyani


NIM : 20/462068/KT/09451
Shift : Jumat, 15.30 WIB
Co-Ass : Geraldy Kianta

LABORATORIUM PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN


DEPARTEMEN SILVIKUKTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
ACARA IV
PENGENALAN KERUSAKAN TANAMAN OLEH GULMA

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini adalah
1. Mengenal berbagai kelompok gulma
2. Mampu membedakan mekanisme kerusakan oleh gulma pada tanaman inang dan
potensi tumbuhan yang berperan sebagai gulma dalam hutan

II. ALAT DAN BAHAN


Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini diuraikan sebagai berikut.
a. Alat
1. Pensil warna
2. Kertas
b. Bahan
1. Liana
2. Pencekik
3. Penutup tanah

III. CARA KERJA


Cara kerja praktikum kali ini ditampilakn dalam diagram alur sebagai berikut.

Digambar dengan jelas


karakteristik gulma yang
Diamati gulma yang
tampak dan mengarah
ditemui di lapangan
pada dugaan penyebab
kerusakan

Dituliskan pada laporan


Diberikan penjelasan
secara lengkap mengenai
mengenai
informasi nama tanaman
gulma/kerusakan yang
inang, gejala kerusakan,
ditemui
serta tanda yang ditemui
IV. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membahas mengenai pengenalan kerusakan tanaman oleh
gulma. Gulma merupakan salah satu Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
menghambat pertumbuhan, perkembangan dan produktivitas tanaman (Palijama
dkk.,2018). Gulma merupakan tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki oleh
manusia. Gulma dapat menimbulkan kerugian secara perlahan selama gulma berinteraksi
dengan tanaman. Kerugian tersebut terjadi melalui kompetisi antara gulma dengan
tanaman dalam memperoleh sarana tumbuh seperti unsur hara, air, cahaya, dan ruang
tumbuh. Selain persaingan, kerugian tanaman dapat juga terjadi karena alelopati yang
dihasilkan beberapa jenis gulma (Sari dkk.,2020)
Gulma invasif mampu mendominasi areal tumbuhnya dengan sifat pertumbuhan
gulma yang cepat, perakaran yang banyak dan rapat, menggunakan penyerbukan lokal
sehingga mampu memproduksi biji, metode penyebaran biji efektif seperti buah yang
disukai hewan atau biji yang ringan sehingga mudah dibawa angin, biji yang dihasilkan
banyak sehingga cepat mendominasi areal dan memiliki senyawa alelopati yang dapat
menghambat pertumbuhan jenis tumbuhan asli (Tjitrosoedirdjo, 1984). Kemampuan
adaptasi yang besar dari gulma invasif menyebabkan gulma berkembang cepat dengan
dominansi yang tinggi terhadap tumbuhan lainnya (tanaman asli) pada suatu kawasan
yang relatif cukup luas dan kemudian berkembang menjadi spesies yang berbahaya pada
kondisi lingkungan yang rusak atau berubah. Dalam habitat barunya mungkin hanya ada
sedikit predator atau penyakit sehingga populasinya tumbuh tak terkendali dan tanaman
asli tidak dapat berkompetisi dengan baik terhadap ruang dan makanan, sehingga terdesak
bahkan dapat mengalami kepunahan (Pusat Litbang Hutan Tanaman Departemen
Kehutanan, 2014).
Secara umum gulma dapat merusak atau merugikan tanaman melalui beberapa cara,
diantaranya kompetisi dalam unsur hara, cahaya matahari, air, mengganggu aktivitas
panen, merendahkan kualitas hasil dan panen tidak serempak. Berdasarkan praktikum kali
ini, didapatkan hasil pengenalan kerusakan tanaman oleh gulma, diantaranya :
1. Gulma liana (Epiremnum aureum) menyerang pada inang Ficus ribes.

Gambar 1. Liana (Epipremnum aureum) pada Ficus ribes

Liana adalah salah satu jenis tumbuhan yang menjadi penciri khas dari
ekosistem hutan hujan tropis dan keberadaannya menambah keanekaragaman jenis
tumbuhan pada ekosistem hutan tersebut. Menurut Indriyanto (2008), liana
merupakan tumbuhan yang akarnya melekat pada tanah, tetapi batang dan daunnya
menjulang pada tumbuhan lain untuk memperoleh sumber cahaya matahari. Liana
mempunyai peranan positif dan negatif untuk hutan dan lingkungannya. Peranan
positif antara lain mencegah tumbangnya pohon akibat angin karena
pertumbuhannya yang menjalar di antara pohon-pohon penopangnya dalam hutan,
sebagai sumber pakan, dan sebagai alat pendukung bagi hewan yang melintas di
pepohonan (Setia, 2009 dalam Simamora dkk.,2015). Adapun peran negatif dari
liana adalah liana yang membelit seringkali meninggalkan bekas hitam pada
bagiantanaman yang terserang (Simamora dkk, 2015). Mekanisme liana dalam
merusak pohon inangnya dengan cara tumbuh diatas tanah pada awalnya,
selanjutnya akan merambat pada pohon disampingnya. Kemudian terjadi kompetisi
untuk memperoleh unsur hara, air, cahaya matahari, dan nutrient yang dibutuhkan
pohon untuk tumbuh. Liana sendiri terbagi menjadi 2 jenis yaitu liana berkayu dan
herba. Agen penyebaran liana adalah aliran air, burung, dan mamalia seperti
kelelawar dan tupai. Untuk mengurangi kerusakan tanaman oleh liana, dapat
dicegah dengan monitoring penyiangan gulma secara berkala dan pengaturan jarak
tanam. Pengendalian liana secara mekanis dapat dengan mencabut liana secara
langsung. Secara biologis dengan memanfaatkan hewan ternak yang dapat
memakan liana tersebut. Serta secara kimiawi bisa menggunakan herbisida
Berdasarakan cara penyerangannya herbisida dapat dibagi menjadi 2,yaitu
herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida kontak adalah herbisida yang
langsung mematikan jaringan-jaringan atau bagian gulma yang terkena larutan
herbisida ini, terutama bagian gulma yang berwarna hijau. Sedangkan herbisida
sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya ditranslokasikan ke seluruh tubuh
atau bagian jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya.

2. Gulma Benalu (Dendrophthoe pentandra) menyerang pada inang Nerium oleander.

Gambar 2. Benalu (Dendrophthoe pentandra) pada Nerium oleander

Benalu merupakan tanaman pengganggu yang bersifat parasit bagi


tanaman inangnya. Keberadaan benalu dalam jumlah banyak akan
mengganggu pertumbuhan dari suatu tanaman (Chamidah,2017). Benalu tidak
dapat hidup tanpa tumbuhan inang. Benalu termasuk jenis tanaman parasit obligat,
dimana dapat tumbuh di batang tanaman lain, dan akarnya (haustoria) akan
mengambil unsur hara dan nutrisi dari tanaman lain. Benalu dapat menetap selama
bertahun-tahun pada pohon berkayu. Pohon yang menjadi tempat benalu bisa saja
mati apabila jumlah benalunya cukup besar, karena bagian-bagian cabang atau
ranting yang terserang akan mati. Apabila suatu pohon ditempeli benalu, daun dari
pohon tersebut akan layu karena kekurangan unsur hara dan nutrisi. Selain itu, tajuk
tanaman inangnya pun akan rontok. Mekanisme kerusakan benalu diawali dengan
biji benalu yang menempel pada tanaman inang akibat dibawa burung pemakan biji
kemudian tumbuh pada pohon inang tersebut. Menurut Uji dan Sunaryo (2019)
Kulit cabang/ranting tumbuhan inang yang tipis akan lebih membantu benalu pada
awal-awal pertumbuhannya, sampai parasit ini mampu untuk menginvasi bagian
kayu yang lebih dalam dimana terdapat berkas-berkas pengangkut. Semakin tebal
kulit cabang/ranting tanaman inang maka akan menghambat secara fisik
pertumbuhan awal benalu, sehingga cadangan makanan yang tersedia telah habis
terpakai sebelum haustorium mencapai jaringan berkas pengangkut yang
menyebabkan benalu mati akibat hautorium tidak dapat menyerap nutrisi dan unsur
hara yang dibutuhkan dari jaringan pengangkut. Penyebaran terjadi dari satu jenis
inang ke jenis inang yang lain dan sangat terbantu oleh sifat biji-bijinya yang
lengket berlendir karena mengandung ‘viscin’. Dalam relung ekologinya, benalu
lebih banyak memarasiti bagian-bagian ranting dan cabang tanaman inangnya.
Menurut Kartika dan Simanjuntak (2016) Benalu merupakan tanaman yang unik,
satu sisi benalu merupakan parasit bagi inang tempat tumbuhnya, tetapi di sisi lain
benalu merupakan tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat. Benalu pada
umumnya digunakan sebagai obat campak, obat batuk, kanker, diuretik, penghilang
nyeri dan perawatan setelah persalinan dan benalu pada jeruk nipis khususnya
benalu pada pohon jeruk yaitu Dendrophtoe pentandra (L.) Miq.
Pencegahan benalu dapat dilakukan dengan monitoring dan pengaturan jarak
tanam/penataan pola tanam agar penyebaran benalu dapat diminimalisir. Untuk
pengendaliannya secara mekanik dapat dilakukan dengan memotong bagian cabang
dan ranting yang sudah terbelit oleh benalu hingga benar-benar bersih tidak ada lagi
akar benalu yang menempel, secara biologis dengan makhluk hidup lain namun
belum ditemukan spesies yang spesifik, dan secara kimawi dengan herbisida.

3. Gulma pencekik (Ficus ribes) menyerang pada inang Pterocarpus indicus.

Gambar 3. Pencekik (Ficus ribes) pada Pterocarpus indicus

Tumbuhan pencekik/strangler memulai kehidupannya sebagai epifit, yang


memiliki akar gantung yang menarik, sebagai hiasan pada tanaman inang tetapi
kemudian akar- akarnya menancap ke tanah dan tidak menggantung lagi pada
inangnya. Kemudian akar-akar tadi akan berkembang menjadi batang dan bersatu
mencekik tanaman inang. Tumbuhan ini sering membunuh pohon yang semula
membantu menjadi inangnya (Winarni dkk., 2012). Setelah mencapai dewasa dimana
gulma telah mencapai tanah dan mampu memperoleh air dan nutrisi sendiri baru bisa
dikatakan sebagai strangler karena kecepatan pertumbuhannya melebihi pohon inang
sehingga mencekik pohon inang.
Tumbuhan pencekik ini dapat tumbuh dalam tanaman inang karena adanya
biji yang dibawa oleh hewan liar seperti kelelawar, monyet, dan burung yang
akhirnya terjatuh di pohon inang. Kemudian biji yang ditinggalkan dari hewan
tersebut akan tumbuh apabila terdapat air, cahaya, dan udara yang optimal. Apabila
biji Ficus ribes jatuh ketanah maka akan tumbuh menjadi pohon utama atau inang.
Namun apabila biji tersebut jatuh berada di lekukan batang, maka akan menjadi
gulma pencekik. Dampak negatif dari gulma ini terjadi melalui kompetisi dengan
tanaman inang dalam memperoleh sarana tumbuh seperti unsur hara, air, cahaya, dan
ruang tumbuh (Sari dkk., 2020) sehingga produktivitas pohon inang menurun.
Sedangkan dampak positifnya yaitu kayu dan batang gulma dapat digunakan sebagai
bahan kerajinan.
Adapun pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan monitoring,
menanam tanaman sela dan pengaturan jarak tanam sedangakan upaya pengendalian
yang dapat dilakukan yaitu dengan cara mekanis dengan mencabut/memotong
langsung dengan tangan dan pemangkasan pada tanaman yang dirambati pencekik,
secara biologis dengan makhluk hidup lain namun belum ditemukan spesies yang
spesifik dan secara kimia yaitu dapat menyemprotkan herbisida.

4. Gulma penutup tanah (ground cover) pada inang Tectona grandis

Gambar 4. Imperata cylindrica pada Jati Gambar 5. Costus speciosus


Gambar 6. Stachytarpheta jamaicensis Gambar 7. Ageratum conyzoides

Gambar 8. Centosema molle Gambar 9. Sida rhombifolia

Gulma penutup tanah dapat didefinisikan sebagai tumbuhan bawah yang


pertumbuhannya sangat cepat sehingga menyebabkan terjadi kompetisi hidup antara
tumbuhan penutup tanah dengan tumbuhan pokok. Tumbuh-tumbuhan itu tidak
disukai karena sifat-sifatnya yang merugikan tanaman pokok dan sulit diberantas
atau dibersihkan (Arsyad, 2006). Dampak negatif gulma yaitu dapat meningkatkan
risiko kebakaran saat musim kemarau, karena tumbuhan-tumbuhan bawah
terakumulasi dan kering sehingga berpotensi menjadi bahan bakar. Selain itu gulma
juga dapat menyebarkan zat alelopati. Zat alelopati merupakan senyawa kimia yang
dilepaskan tumbuhan ke lingkungan tempat tumbuh dan dapat menghambat atau
mematikan tumbuhan pokok yang berada disekitar gulma tersebut. Adanya gulma ini
juga dapat menyebabkan penghambatan pertumbuhan permudaan tanaman
dikarenkan biji/buah yang jatuh dari pohon tertahan oleh gulma penutup tanah
sehingga tidak dapat menyentuh tanah, menjadi tempat tinggal hama, dan dapat
terjadi kompetisi unsur hara dan air. Namun, tanaman penutup tanah memiliki
banyak fungsi, diantaranya; pencegahan pencucian nitrogen, perbaikan struktur
tanah, meningkatkan fiksasi nitrogen di tanah, dan dapat mengendalian penyakit
menular dari tanah, seperti nematoda (Kruidhof et al., 2008 dalam Simangunsong
dkk., 2018) selin itu juga dapat digunakan untu pakan ternak, dan menambah bahan
organik dan mengurang erosi tanah karena gulma penutup tanah dapat menahan air
hujan agar tidak langsung ketanah sehingga gaya potensial air hujan yang dapat
merusak tanah dapat tertahan.
Penyebaran dari gulma ini adalah melaui udara karena biji dari gulma yang
sangat ringan dan mudah terbawa angin. Adapun pencegahan yang dapat dilakukan
yaitu dengan monitoring dan penyiangan secara berkala. Pengendaliannya dapat
dilakukan dengan cara mekanis seperti pruning atau mencabut langsung dengan
tangan, cara kimia seperti penyemprotan herbisida dan melakukan round up, dan
penggembalaan di daerah yang terdapat banyak gulma penutup tanahnya merupakan
cara biologis. Selain itu pengurangan gulma secara biologis juga dapat dilakukan
dengan menggunakan mulsa organik berupa biomassa hidup atau mati yang ada di
sekitar lokasi tanaman (Akbar, 2016).

V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Kelompok gulma dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok kelompok
liana contohnya pada praktikum ini spesies Epipremnum aureum, kelompok benalu
dengan spesies Dendrophthoe pentandra, kelompok pencekik dengan spesies Ficus
ribes, dan penutup tanah, dengan spesies Imperata cylindrica.
2. Mekanisme keruskan oleh gulma antara lain kematian akibat kompetisi perolehan
cahaya matahari dan nutrisi, kematian akibat naungan dan kegagalan transportasi
nutrisi, terganggunya siklus panen, menurunkan produktivitas, kematian akibat
perebutan unsur hara. Tanaman yang berkompetisi sebagai gulma adalah tanaman
yang menghasilkan zat alelopati, memiliki kemampuan reproduksi tinggi, membelit,
dan bersifat parasit.
VI. DAFTAR PUSTAKA
Akbar, A. (2016). Pengaruh penutupan mulsa organik terhadap perkembangan gulma
hutan tanaman nyawai (Ficus variegate Bl). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman,
Vol. 13(2), 95-103.
Arsyad, Sitanala. (2006). Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Chamidah, D. (2017). Jenis-jenis Benalu dengan Tanaman Inang Pada Ruang Terbuka
Hijau Kota Surabaya. Ibriez: Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains,
2(2), 215-224.
Firmansyah, N., Khusrizal, K., Handayani, R. S., Maisura, M., & Baidhawi, B. (2020).
Dominansi Gulma Invasif Pada Beberapa Tipe Pemanfaatan Lahan Di Kecamatan
Sawang Kabupaten Aceh Utara. Jurnal Agrium Unimal, 17(2).
Indriyanto. 2008. Ekologi Hutan. Buku. Bumi Aksara. Jakarta. 210 p.
Kartika, R., & Simanjuntak, P. (2016). Isolasi dan identifikasi senyawa kimia dari
ekstrak n-heksan batang benalu tanaman jeruk (dendrophtoe pentandra (l.) miq.).
JurnalKimia Mulawarman, 14(1).
Palijama, W., Riry, J., & Wattimena, A. Y. (2018). Komunitas gulma pada pertanaman
pala (Myristica fragrans H) belum menghasilkan dan menghasilkan di Desa
Hutumuri Kota Ambon. Agrologia, 1(2).
Pusat Litbang Hutan Tanaman, Departemen Kehutanan. 2014. Potensi Invasif beberapa
Jenis Acasia dan Eucalyptus di Indonesia. Departemen Kehutanan. Bogor.
Sari, W. P., Ardi, A., & Efendi, S. (2020). Analisis Vegetasi Gulma Pada Beberapa
Kelas Umur Acacia Mangium Willd. Di Hutan Tanaman Industri (HTI). Jurnal
HutanTropis, 8(2), 185-194.
Simamora, T. T. H., & Bintoro, A. 2015. Identifikasi Jenis Liana dan Tumbuhan
Penopangnya di Blok Perlindungan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman.
Jurnal Sylva Lestari, 3(2), 31-42.
Simangunsong, Y. P., Zaman, S., & Guntoro, D. (2018). Manajemen Pengendalian
Gulma Perkebunan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.): Analisis Faktor-
faktor Penentu Dominansi Gulma di Kebun Dolok Ilir, Sumatera Utara. Buletin
Agrohorti, 6(2), 198-205.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan. Gramedia. Jakarta
Uji, T., & Sunaryo, S. (2019). Keragaman dan Penyebaran Benalu pada Tanaman
Koleksi di Kebun Raya Cibodas, Jawa Barat. Biota: Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Hayati, 13(3), 132-140.
Winarni, E., Payung, D., & Naemah, D. (2012). Monitoring kesehatan tiga jenis
tanaman pada areal hutan tanaman rakyat. Banjarbaru : Universitas Lambung
Mangkurat.
VII. LAMPIRAN
Gambar yang tertera pada lampiran ini diambil pada:

hari, tanggal : Rabu, 10 November 2021

tempat pengamatan : Fakultas Pertanian UGM, Halaman Parkir Mobil Fakultas Kehutanan

UGM, dan Taman Fakultas Kehutanan UGM

Lokasi : Fakultas Pertanian UGM


Nama inang : Artocarpus heterophyllus
Nama gulma : Pencekik (Ficus benjamina)
Deskripsi : Mekanisme penyerangan dari
atas ke bawah hingga
menyentuh akar tanaman
inang, awalnya merupakan
epifit (menumpang) lalu
menjadi tanaman sendiri
Dampak :
a. Dampak negatif, melalui kompetisi
dengan tanaman inang dalam
memperoleh sarana tumbuh seperti
unsur hara, air, cahaya, dan ruang
tumbuh sehingga produktivitas
pohon inang menurun bahkan mati
b. Dampak positif, kayu dan batang
gulma dapat digunakan sebagai
bahan kerajinan
Pencegahan : dengan monitoring, menanam
tanaman sela dan pengaturan
jarak tanam
Pengendalian :
a. mekanis,dengan mencabut/memotong
langsung dengan tangan dan
pemangkasan pada tanaman yang
dirambati pencekik
b. biologis, dengan makhluk hidup lain
namun belum ditemukan spesies
yang spesifik
c. kimia, dengan menyemprotkan
herbisida.
Lokasi : Taman Fakultas Kehutanan UGM
Nama inang : Nerium oleander
Nama gulma : Benalu (Dendrophthoe
pentandra)
Deskripsi : Mekanisme penyerangan diawali
dengan biji benalu yang
menempel pada tanaman inang
akibat dibawa burung pemakan
biji kemudian tumbuh pada
pohon inang tersebut.
Dampak :
c. Dampak negatif, parasit bagi inang
tempat tumbuhnya
d. Dampak positif, dimanfaatkan
sebagai obat
Pencegahan : dengan monitoring dan
pengaturan jarak tanam
Pengendalian :
d. mekanis, dengan memotong bagian
cabang dan ranting yang sudah
terbelit oleh benalu hingga benar-
benar bersih tidak ada lagi akar
benalu yang menempel
e. biologis, dengan makhluk hidup lain
namun belum ditemukan spesies
yang spesifik
f. kimia, dengan menyemprotkan
herbisida.
Lokasi : Halaman Parkir Mobil Fakultas
Kehutanan UGM

Nama inang : Dipterocarpus sp.

Nama gulma : Liana (Epipremnum aureum)


Deskripsi : Mekanisme penyerangan dengan
cara tumbuh diatas tanah pada
awalnya, selanjutnya akan
merambat pada pohon
disampingnya. Kemudian
terjadi kompetisi untuk
memperoleh unsur hara, air,
cahaya matahari, dan nutrient
yang dibutuhkan pohon untuk
tumbuh.
Dampak :
a. Dampak negatif, liana yang membelit
seringkali meninggalkan bekas hitam
pada bagiantanaman yang terserang
b. Dampak positif, mencegah
tumbangnya pohon akibat angin
karena pertumbuhannya yang
menjalar di antara pohon-pohon
penopangnya, sebagai sumber pakan,
dan sebagai alat pendukung bagi
hewan yang melintas di pepohonan
Pencegahan : dengan monitoring
penyiangan gulma dan pengaturan
jarak tanam
Pengendalian :
a. mekanis,dengan dengan mencabut
liana secara langsung
b. biologis, dengan memanfaatkan
hewan ternak yang dapat memakan
liana
c. kimia, dengan menyemprotkan
herbisida.

Anda mungkin juga menyukai