Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR-DASAR PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN HUTAN

ACARA IV

PENGENALAN KERUSAKAN TANAMAN OLEH GULMA

Disusun oleh:

Nama : Rizki Febri Pratama

NIM : 20/462045/KT/09428

Co-Ass : Salsa Yumna Farazika

Shift : Senin, pukul 13.00 WIB

LABORATORIUM PERLINDUNGAN DAN KESEHATAN HUTAN

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2022
ACARA IV

PENGENALAN KERUSAKAN TANAMAN OLEH GULMA

I. TUJUAN
Tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Mengenal berbagai kelompok gulma
2. Mampu membedakan mekanisme kerusakan oleh gulma pada tanaman inang dan
potensi tumbuhan yang berperan sebagai gulma dalam hutan

II. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam acara ini adalah alat tulis.
Bahan yang digunakan dalam acara ini adalah:
1. Gulma Liana
2. Gulma Benalu
3. Gulma Pencekik
4. Gulma Penutup Tanah

III. CARA KERJA

Gulma dan Diberi informasi


Diamati
Karakteristik bagian yang lengkap termasuk
preparate yang
gulma mengalami pencegahan dan
telah
dideskripsikan kerusakan pengendaliannya
disediakan
digambar dalam laporan
IV. PEMBAHASAN
Keberadaan gulma menimbulkan persaingan antara tanaman inang dengan gulma
yang hidup di sekitar inang tersebut. Gulma sendiri adalah tumbuhan yang
kehadirannya tidak dikehendaki atau tidak diinginkan oleh manusia. Gulma sering kali
mengalahkan tanaman dalam memperoleh nutrisi, kelembaban tanah, radiasi matahari,
ruang dan menyediakan platform untuk perkembangbiakan hama dan penyakit
(Mudereri, et al., 2019). Pengendalian gulma secara menyeluruh diperlukan untuk
mencapai hasil terbaik bagi keanekaragaman hayati. Pemantauan lokasi untuk beberapa
musim tanam diperlukan pada tahap terakhir untuk mengendalikan invasi kembali
gulma secara tepat waktu (Panetta et al., 2019).
Adapun dalam praktikum ini diamati beberapa jenis gulma, diantaranya:
1. Liana
Spesies Gulma : Epipremnum aureum
Inang : Ficus ribes

Gambar 4.1 Gulma Liana


Liana merupakan tumbuhan yang tumbuh dengan cara menempel pada batang
pohon kemudian mendaki ke atas pohon tersebut. Tumbuhan ini menempel di pohon
inang tanpa menyerap sari-sari makanan (Fitriana, 2008). Inang dari liana ini yaitu
Ficus ribes. Tumbuhan liana merupakan salah satu ciri hutan tropika basah dengan
peran ekologis yang sangat besar tetapi terkadang berdampak negatif. Liana
menyumbang 2% dari bimasa per hektar dihutan tropis (Sirami dkk, 2016).
Epipremnum aureum meskipun menumpang pada Ficus ribes, tapi dia tidak bersifat
parasit. Liana harus tumbuh memanjat karena batangnya tidak sanggup menopang
tubuhnya sendiri, seperti yang dikatakan Indriyanto (2005) tumbuhan ini memiliki
batang yang tidak beraturan dan lemah, sehingga tidak mampu mendukung tajuknya.
Sehingga meskipun liana berkayu, tapi dia tidak sanggup berdiri sendiri. Inangnya
tidak hanya Ficus ribes saja tapi juga bisa pohon yang lain. Akar dari liana hanya
menempel dan tidak sampai melakukan penetrasi pada inangnya. Karena hidup
menumpang, ia bisa membuat inangnya terbebani, yang menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan pohon inang, menutupi tajuk pohon inang, adanya persaingan untuk
mendapatkan sinar matahari dan juga ruang tumbuh.
Selain dari dampak negatif yang ditimbulkan, liana juga mempunyai dampak
positif. Keberadaannya menambah keragaman jenis pada struktur vertikal hutan
hujan tropis. Tajuk tumbuhan liana juga mengisi lubang-lubang tajuk hutan di antara
beberapa pohon dalam tegakan hutan agar mendapatkan sinar matahari
sebanyaknya, sehingga liana akan memperapat dan mempertebal lapisan tajuk pohon
penyangganya (Indriyanto, 2005). Liana juga bisa mencegah tumbangnya pohon
inang ketika ada angin kencang atau badai. Pencegahan gulma liana ini dapat
dilakukan dengan cara monitoring. Pengendalian mekanisnya dengan cara
dipangkas, dipotong bagian bawahnya, dan dibunuh. Pengendalian kimia dengan
cara penyemprotan herbisida dengan mempertimbangkan dampak ekologisnya.

2. Benalu
Spesies Gulma : Dendrophthoe pentandra
Inang : Nerium oleander

Gambar 4.2 Gulma Benalu


Jenis gulma berikutnya berupa benalu yaitu Dendrophthoe petandra pada inang
Nerium oleander. Benalu ini memiliki batang berkayu. Bersifat parasit yaitu
menyerap makanan inangnya hingga kekurangan nutrisi lalu mati dengan ditandai
daunnya kering kemudian rontok. Benalu memiliki biji di dalamnya yang bisa pecah
dan punya daya ledak serta lengket, biji ini bisa tumbuh sebagai benalu saat iklim
disekitar sudah mendukung pertumbuhan. Agen penyebaran dari gulma ini adalah
burung pemakan buah benalu. Menurut Widyastuti dkk. (2005), benalu hidup
dengan menyerap sumber makanan dari tumbuhan inangnya yang kemudian sumber
makanan tersebut diolah melalui proses fotosintesis dalam daun. Kelompok ini
sepanjang siklus hidupnya, dimulai dari proses perkecambahan biji hingga mencapai
fase generatifnya, berinteraksi dengan tumbuhan inangnya. Kerusakan-kerusakan
terutama pada cabang/ranting bagian distal tumbuhan yang diparasiti benalu
Dendrophthoe petandra semakin besar selisih antara bagian proksimal dengan
bagian distal cabang/ranting yang diparasiti benalu, maka akan semakin besar pula
nilai kerusakan pada cabang/ranting tersebut.
Tanaman yang banyak benalunya akan tampak merana, daun hijau yang tampak
bukan daun tanaman melainkan daun benalu, sehingga tanaman akan mengering dan
mudah roboh sewaktu-waktu tertiup angin (Chamidah, 2017). Pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu dengan monitoring dan menerapkan teknik silvikultur dengan
pola tanaman campuran. Sedangan alternatif pengendalian secara mekanis dengan
pemangkasan, secara kimiawi dengan herbisida, dan secara biologis dengan semut
rangrang.

3. Pencekik
Spesies Gulma : Ficus ribes
Inang : Pterocarpus indicus

Gambar 4.3 Gulma Pencekik


Tumbuhan pencekik adalah tumbuhan yang sering membunuh pohon yang
mulanya menjadi inangnya. Pada praktikum ini yang menjadi inang adalah
Pterocarpus indicus dan pencekiknya adalah Ficus ribes. Tumbuhan pencekik yang
paling banyak ditemukan adalah Ficus sp.. Menurut Indriyanto (2005), disebutkan
bahwa tumbuhan yang terkenal sebagai tumbuhan pencekik dari spesies tumbuhan
anggota genus Ficus misalnya Ficus rigida, Ficus altissima. Spesies anggota Ficus
yang sedang dalam pertumbuhannya dan masih berstatus sebagai epifit
mengeluarkan akar-akar gantung yang tampak sangat menarik, sebagai hiasan pada
pohon inangnya. Richards (1996) dalam Richard & Halkin (2017) juga menyatakan
Ficus mengembangkan akar seperti tanaman merambat yang membungkus cabang
dan batang rumah dan tumbuh dari rongga cabang, atau menuruni batang inang,
untuk berakar di tanah. Akan tetapi, lama kelamaan akar itu semakin menjulur ke
bawah dan bila mencapai tanah, maka akar-akar itu mulai melakukan tugasnya
mengisap zat hara dan bahan organik dari dalam tanah. Jika Ficus bertahan cukup
lama, jaringan anastomosi akar pencekik yang mengelilingi batang inang akhirnya
dapat mencegah transportasi di jaringan pembuluh darah luar inang, "mencekik"
inang; pencekik seringkali hidup lebih lama dari inang mereka untuk berdiri sendiri
sebagai silinder berongga dengan akar yang kurang lebih menyatu. Kemudian akar
- akar tadi akan berkembang menjadi batang dan bersatu mencekik pohon induk.
Pohon induk mau tidak mau akan terjepit ditengah-tengah. Mulai saat itu spesies
anggota Ficus benar-benar menjadi pencekik atau strangler.
Dampak yang ditimbulkan dari gulma pencekik membuat kualitas dari pohon
inangnya menurun dan tidak bisa lagi dijual. Adanya persaingan dalam
memperebutkan cahaya dan membuat pertumbuhan tajuk dari inang menjadi tidak
maksimal. Namun di balik semua kerugian itu juga ada hubungan mutualistik yang
mungkin menguntungkan pohon inang selama badai parah. Pencekik akan
menguatkan pohon inang dan membantunya tetap tegak berdiri dan terlindung dari
angin, badai, maupun banjir (Richard & Halkin, 2017). Selain itu pencekik juga bisa
menjadi pakan bagi satwa liar karena ia berbuah sepanjang tahun. Pencegahannya
dapat dilakukan dengan monitoring berkala dan memberikan pilihan pohon buah
yang lain agar biji dari pencekik itu tidak tersebar lebih jauh karena dibawa burung
atau hewan lain. Untuk pengendalian secara mekanis, pencekik bisa dipangkas dan
dihilanagkan dari inangnya. Pengendalian secara kimia dapat menggunakan
herbisida dengan tetap.
4. Penutup Tanah
Spesies Gulma : Imperata cylindrica
Inang : Tectona grandis

Gambar 4.4 Gulma Penutup Tanah


Menurut Arsyad dan Khaerunnisa (2019), tumbuhan gulma berupa penutup
tanah (mulsa) berpotensi meningkatkan kandungan bahan organik yang membantu
menyuburkan tanah, serta dapat sebagai pakan ternak. Sumber lain juga
menyebutkan bahwa adanya gulma sebagai tanaman penutup tanah mampu
meningkatkan bahan organik tanah (Shofiyati et al., 2010 dalam Asbur dkk., 2018).
Gulma penutup tanah akan menutupi tanah sehingga erosi tanah berkurang dan
dapat mencegah run-off. Selain itu keberadaan gulma penutup tanah dapat
mengurangi transpirasi. Pada praktikum ini inang dari gulma penutup tanah adalah
Tectona grandis. Namun kemampuan tumbuhan bawah gulma dalam menghasilkan
biji dengan cepat mengakibatkan penghambatan pertumbuhan tanaman lain. Terjadi
karena adanya tumbuhan bawah yang tumbuh dengan cepat sehingga menyebabkan
terjadinya kompetisi hidup antara tumbuhan dengan tanaman yang diitanam.
Keberadaan gulma penutup tanah juga dapat meningkatkan potensi kebakaran
di musim kemarau karena cadangan biomassa yang melimpah. Penyebaran gulma
penutup tanah dapat melalui air dan angin, maupun dibawa oleh hewan seperti
burung. Gulma ini susah dibasmi. Pencegahannya dapat dilakukan dengan
monitoring secara berkala. Untuk pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan
dibabat habis dan dibakar namun dengan hati-hati agar tidak merambat ke tanaman
pokok. Pengendalian biologi dilakukan dengan menghadirkan hewan ternak
(penggembalaan) namun jangan pada saat tanaman pokok masih pada tingkat
semai. Pengendalian kimia dapat dilakukan dengan penyemprotan herbisida dengan
tetap mempertimbangkan dampak ekologisnya.

V. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Dalam praktikum ini, dilakukan identifikasi pada empat jenis gulma, yaitu liana,
benalu, pencekik, dan penutup tanah. Liana atau tumbuhan pemanjat adalah salah
satu jenis gulma pemanjat batang pohon besar yang melilit tanaman inang dan
menjadi ciri khas dari ekosistem hutan hujan tropis. Benalu adalah tumbuhan semi-
parasit, yang awalnya dianggap tumbuhan merugikan karena merusak tanaman
komersial dengan cara mengambil nutrisi dari inangnya. Tanaman pencekik adalah
jenis tanaman yang awalnya hidup menumpang pada tanaman inang (epifit)
kemudian lama kelamaan akan melilit dan berkompetisi dalam meyerap nutrisi
dengan inangnya. Penutup tanah merupakan gulma yang mengakibatkan persaingan
pada tanaman pokok karena mendominasi (tumbuh dengan cepat) pada areal tanah
tanaman pokok.
2. Tumbuhan yang berpotensi menjadi gulma di dalam hutan adalah sirih gading, rotan,
Ficus sp., benalu, dan berbagai tumbuhan penutup tanah. Ada perbedaan mekanisme
penyerangan antara jenis-jenis benalu:
• Antara liana dengan pencekik:
Liana menyerang dengan cara melilit dari bawah ke atas.
Pencekik menyerang dari atas ke bawah sampai menyentuh akar.
• Antara liana dan penutup tanah: berkaitan dengan konsumsi dari gulma
Liana bersaing memperebutkan cahaya dan air.
Penutup tanah bersaing memperebutkan unsur hara dan air.
• Antara benalu dan pencekik:
Benalu mengambil langsung nutrisi dari tanaman inang.
Pencekik bersaing dengan tanaman inang dalam menyerap air dan nutrisi.
VI. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, U., & Khaerunnisa, P. (2019). Identifikasi Teknik Konservasi Tanah Dan Air
Di Desa Tabo-Tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Jurnal
Eboni, 1(1), 37-46.

Asbur, Y., Rambe, R., Purwaningrum, Y., & Kusbiantoro, D. (2018). Potensi Beberapa
Gulma Sebagai Tanaman Penutup Tanah Di Perkebunan Kelapa Sawit
Menghasilkan. Jurnal Penelitian Kelapa Sawit, 26 (3), 113-128.

Chamidah, D. 2017. Jenis-jenis Benalu dengan Tanaman Inang Pada Ruang Terbuka
Hijau Kota Surabaya. Ibriez: Jurnal Kependidikan Dasar Islam Berbasis
Sains, 2(2), 215-224.

Fitriana, R. 2008. Mengenal Hutan. Bandung: CV. Putra Setia.

Indriyanto. 2005. Ekologi Hutan. Bandar Lampung: PT. Bumi Aksara.

Mudereri, B., Dube, T., Adel, R., Niassy, S., Kimathi, E., Khan, Z., & Landmann, T.
(2019). A comparative analysis of PlanetScope and Sentinel-2 space-borne
sensors in mapping Striga weed using Guided Regularised Random Forest
classification ensemble. International Archives of the Photogrammetry,
Remote Sensing and Spatial Information Sciences, 42 (2/W13).

Panetta, F., O'Loughlin, L., & Gooden B. 2019. Identifying thresholds and ceilings in
plant community recovery for optimal management of widespread weeds.
Neo Biota, 42: 1.

Richard, L. S., & Halkin, S. L. 2017. Strangler figs may support their host trees during
severe storms. Symbiosis, 72(2), 153-157.

Sirami, E., Marsono, D., Sadono, R., & Imron, M. 2016. Struktur, Keragaman Dan
Asosiasi Komunitas Tumbuhan Pemanjat Dengan Populasi Alam Merbau
Di Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari-Papua Barat. Jurnal
Manusia dan Lingkungan, 23(1), 82-91.

Widyastuti, S., Sumardi, & Harjono. 2005. Patologi Hutan. Yogyakarta: UGM Press.
VII. LAMPIRAN

• Tempat : Hutan Pendidikan Wanagama


• Deskripsi :
a. Penyakit : Serangga Perusak Batang
b. Inang : Melaleuca leucadendron
c. Penyebab : Captotermes cuvignathus
d. Ordo : Isoptera
e. Bentuk mulut : Penggigit dan Pengunyah
f. Metamorfosis : Hemimetabola
g. Mekanisme serang : Larva
h. Tanda : Ditemukannya perons kembara pada batang pohon yang
terserang
i. Bagian diserang : batang pohon
j. Musim : Hujan
k. Gejala : Batang keropos, berlubang, dan kulit mengelupas
l. Pencegahan : Monitoring, mengatur jarak tanam, serta membuat parit di
sekitar pohon
m. Pengendalian : menghancurkan kembara kalua sebelum klimak dan ditebang
(mekanis), menggunakan musuh alami, seperti trenggiling, kadal pohon, dan jamur
Beauceria bassiana (bio), dan menggunakan insektisida (kimia)

• Tempat : Fakultas Kehutanan UGM


• Deskripsi :
a. Penyakit : Kerusakan Daun Jambu
b. Inang : Syzigium aqueum
c. Penyebab : Scale insect famili Pseudococcidae
d. Ordo : Hemiptera
e. Bentuk mulut : Penghisap
f. Metamorf : Hemimetabola
g. Mekanisme serang : Nimfa hingga imago
h. Tanda : Adanya serbuk putih pada daun
i. Bagian diserang : Daun, batang, dan buah
j. Musim : Kemarau
k. Gejala : Pohon dan daun layu hingga kering
l. Pencegahan : Monitoring
m. Pengendalian : Hama diambil (mekanis), menggunakan musuh alami, seperti
patogen (bio), dan menggunakan insektisida (kimia)

- Tempat : Fakultas Kehutanan UGM


- Deskripsi :
a. Penyakit : Kerusakan Daun Timoho
b. Inang : Kleinhovia hospita
c. Penyebab : Ulat Graphium agamemnon
d. Ordo : Lepidoptera
e. Bentuk mulut : Penggigit & Pengunyah
f. Metamorf : Holometabola
g. Mekanisme serang : Larva
h. Tanda : Adanya lubang-lubang pada daun yang terserang
i. Bagian diserang : Daun
j. Musim : Kemarau dan Hujan
k. Gejala : Daun menjadi berlubang lalu mongering hingga mati
l. Pencegahan : Monitoring
m. Pengendalian : Hama diambil (mekanis), mengguanakan musuh alami,
seperti patogen (bio), dan penggunaan insektisida (kimia)

Anda mungkin juga menyukai