Disusun oeh :
Kelompok 4
Agroteknologi
Kelas F
Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran
2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata’ala, atas segala
atas segala perkenan-Nya makalah yang disusun untuk melengkapi salah satu
tugas Mata Kuliah Perlindungan Tanaman 1 ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, dan kami
mengharapkan kritik dan saran pembaca untuk perbaikan makalah kami
selanjutnya.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Ubi jalar (Ipomoea batatas Lamb.) merupakan salah satu tanaman pangan
yang dapat digunakan untuk diversifikasi menu guna mempertahankan
swasembada beras. Ubi jalar dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, tahan
kekeringan, dan dapat ditanam sepanjang tahun. Umumnya ubi jalar diusahakan
pada lahan tegalan, kebun, dan pekarangan, serta pada lahan sawah tadah hujan
(Kantor Statistik Sulawesi Selatan 1990). Ubi jalar merupakan tanaman penting
ketujuh di dunia (Jansson dan Raman 1991).
Di sebagian besar daerah di Indonesia, ubi jalar merupakan bahan pangan
sampingan, tetapi di kawasan timur Indonesia terutama Papua, ubi jalar
merupakan bahan pangan pokok. Sebagai tanaman palawija penghasil
karbohidrat, ubi jalar menduduki peringkat ketiga setelah jagung dan ubi kayu.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil ubi jalar antara lain adalah umur,
jenis atau varietas, kesuburan tanah, tinggi tempat penanaman, iklim (musim
tanam), serta gangguan hama dan penyakit. Ratusan spesies serangga dapat
merusak ubi jalar, namun yang paling merusak adalah Cylas formicarius atau
sweet potato weevil, disebut juga kumbang penggerek umbi atau hama boleng.
Selain itu, daun dari ubi jalar pun tidak dapat lepas dari serangan hama spodoptera
litura atau yang lebih dikenal dengan sebutan ulat grayak. Sedangkan penyakit
yang sering menyerang ubi jalar adalah penyakit bercak daun.
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalaah :
1.3 Tujuan
a. Dapat menyebutkan sebab dan tanaman inang hama dan penyakit ubi jalar.
TINJAUAN PUSTAKA
PEMBAHASAN
a. klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum :
Kelas :
Ordo : Coleoptera
Famili : Cucculionidae
b. Sebaraan
Gambar 2. Larva Cylas formicarius instar 1(kiri) dan instar 3 (kanan) (Castner,
dalam Capinera 1998).
Pupa
Larva instar akhir membentuk pupa pada umbi atau batang, berbentuk
oval, kepala dan elytra bengkok secara ventral. Panjang pupa berkisar 6–6,50 mm
(Capinera 1998; CABI 2001; AVRDC 2004). Pupa berwarna putih, tetapi seiring
dengan waktu dan perkembangannya, berubah menjadi abu-abu dengan kepala
dan mata gelap. Lama masa pupa berkisar 7–10 hari, tetapi pada cuaca dingin
dapat mencapai 28 hari (Capinera 1998). Di laboratorium di India, rata-rata
stadium pupa adalah 4,10 hari (Rajamma 1983).
Serangga Dewasa
Kumbang yang baru keluar dari pupa tinggal 1–2 hari di dalam kokon,
kemudian keluar dari umbi atau batang. CABI (2001) melaporkan bahwa
kumbang C. formicarius menyerupai semut, mempunyai abdomen, tungkai, dan
caput yang panjang dan kurus (Gambar 4). Kepala berwarna hitam, antena,
thoraks,dan tungkai oranye sampai cokelat kemerahan, abdomen dan elytra biru
metalik (Capinera 1998; Morallo dan Rejesus 2001). Supriyatin (2001) juga
menyatakan bahwa C. Formicarius mempunyai kepala, abdomen, dan sayap
depan berwarna biru metalik, sedangkan kaki dan dadanya cokelat. Tungkai
mempunyai cincin di sekeliling tibia. Antena mempunyai 10 ruas. Perbedaan
kumbang jantan dan betina terletak pada antena. CABI (2001) melaporkan bahwa
antena kumbang jantan berbentuk benang, ruas antena mempunyai jarak yang
sempit, dan tidak sama, berbentuk sosis, dan panjangnya lebih dari dua kali
panjang flagelum. Antena kumbang betina berbentuk gada, jarak ruas antena 2/3
dari panjang flagelum (Gambar 5).
Suhu sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan lama hidup C.
formicarius. Mullen (1981) menyatakan bahwa kumbang C. formicarius yang
dipelihara pada ubi jalar varietas Jewel menurun perkembangannya sejalan
dengan meningkatnya suhu dari 20oC menjadi 30oC. Kumbang akan hidup lebih
lama pada suhu 15oC sehingga penyimpanan ubi jalar pada suhu 15oC belum
dapat memusnahkan populasi C. formicarius. Kumbang betina dapat hidup 113
hari dan mampu bertelur 90– 340 butir. Siklus hidup setiap generasiberlangsung
38 hari, sehingga dalam setahun terdapat 9 generasi (Supriyatin 2001). Di India
siklus hidup C. Formicarius berkisar 23,20–24,70 hari pada bulan Februari–Mei,
26,20–26,50 hari pada bulan Juni–September, dan 27–29,10 hari pada bulan
Oktober–Januari. Periode praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi berturut-
turut adalah 8,40; 82,60; dan 6,10 hari (Rajamma 1983). Pada suhu 15oC di
laboratorium, serangga dewasa dapat hidup lebih dari 200 hari jika makanan
tersedia, dan hanya 30 hari jika dilaparkan. Namun, lama hidup kumbang
menurun menjadi 3 bulan jika dipelihara pada suhu 30oC dengan makanan, dan 8
hari tanpa makanan (Capinera 1998). Kumbang dapat terbang tetapi jarang terjadi
dan jarak terbangnya relatif dekat. Kaku et al. (1999) melakukan pengamatan
terhadap pergerakan kumbang C. formicarius di laboratorium pada suhu 27oC,
RH 70% dan 16 jam terang serta 8 jam gelap. Persentase kumbang dewasa yang
bergerak dari satu umbi ke umbi lainnya selama 7 hari adalah 77,10% untuk
kumbang jantan dan 40% untuk kumbang betina. Persentase pergerakan kumbang
jantan pada umbi yang berumur 30 hari adalah 91,90% dan kumbang betina
41,40%. Dengan demikian, kumbang jantan bergerak lebih sering dibanding
kumbang betina, dan kumbang jantan tua lebih aktif dibanding kumbang jantan
muda
Pemantauan hama ini sulit untuk dilakukan karena serangga hidup didaam
umbi. Pada daerah endemi pamantaaun dapat dilakukan dengan menggunakan
perangkap lampu. Ambang ekonomi hama ini belum tersedia.
e. Pengendalian
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insectas
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctiudae
b. Sebaran
Larva instar awal berwal hijau muda atau hijau tua sampai seperti hitam
dengan garis samping yang sempit. Larva instar akhir berwarna kelabu tua atau
muda dengan garis samping yang yang jelas. Pada bagian muka ada tanda seperti
huruf seperti A. Pada tungkai abdomen (proleg) ada bercak hitam. Setelah
berkembang penuh panjang larva dapat mencapai 45 mm. Pupa berwarna
coklatgelap dalam kokon berbentuk oval. Negngat betina berwarnaa kemerahan
atau abu-abu dengan bercak warnaa gelap ditengah sayap depan. Sayap belakang
berwarna putih. Sayap belakang berwarna putih. Ngengat jantan memiliki
rentangan sayap 22-30 mm dan yang betina 24-36 mm.
e. Kerusakan
Pada gejala awal daun bolong-bolong. Larva memakan daun. Larva insstra
muda hanya memakan bagian tepi daun. Larva yang sudah besar memakan
seluruh berserakan diatas tanah dan akhirnya tanaman akan mati. Serangan pada
paadi dapat memotong tangkai mayang hingga banyak butiran padi yang tersebar
di atas tanah.
f. Pemantauan
g. Pengendalian
2. Musuh alami hama ini antara lain katak, burung, bebrapa tabuhan
parasitoid, jamur pathogen serangga dan yang lainnya.
a. Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Filum : Ascomycota
Kelas : Dothideomycetes
Ordo : Mycosphaerellales
Famili : : Mycosphaerellaceae
b. Sebaran
Bintik daun sudut untuk bulatan, tersebar, lebar 2-8 mm, coklat
kekuningan untuk cokelat tua, dengan perbatasan gelap yang tak terbatas, kadang-
kadang dengan permukaan cekung atau cembung. Terutama hypophyllous
berbuah. Stromata kurang atau belum sempurna, mengisi stomatal pembukaan,
cokelat. Conidiophores 3-12 dalam bulir, berwarna kuning langsat cokelat pucat,
pucat dan sempit menuju puncak, 0-2 septate, jarang bercabang, tidak atau sedikit
geniculate, conically memotong di puncak, 5-50 × 3-5 μm. Subhyaline untuk
Conidia cokelat pucat berwarna kuning langsat, cylindro-obclavate, cylindric yang
lebih pendek, langsung agak melengkung, 2-12 septate, tumpul di puncak,
obconic untuk ob-conically memotong di pangkal, 20-100 × 2-4 μm.
d. Tanda
f. Daur penyakit
g. Gejala
Pada daun terdapat bercak-bercak bulat datau tidak teratur, tersebar dengan
6-10 mm, mula-mula coklat kekuningan tanpa batas yang tegas.
i. Pengendalian
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
Dalam makalah ini tentu banyak sekali kekurangan, oleh karena itu
disarankan bagi pemakalah lain yang akan menulis maupun menyusun tentang
hama dan penyakit pada ubi jalar dapat mencari bahan refereensi lebih
lengkap lagi.
DAFTAR PUSTAKA
http://nt.ars-
grin.gov/sbmlweb/onlineresources/nomenfactsheets/rptBuildFactSheet_on
Line.cfm?thisName=Pseudocercospora
%20timorensis¤tDS=specimens. Diakses pada tanggal 19 Oktober
2009