PENDAHULUAN
1
Hama yang dominan menyerang tanaman sirsak adalah kutu putih
(Pseudococcus longispinus). Hama ini menyerang dengan cara menghisap cairan
tanaman sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi layu dan rontok. Akibat
dari serangan hama ini kualitas dan kuantitas dari hasil tanaman sirsak di BBH
Saree menjadi menurun.
Tidak ada pengendalian khusus yang dilakukan oleh petani di BBH Saree
untuk menangani hama kutu putih pada tanaman sirsak, tetapi pengendalian
dibiarkan terjadi secara alami yaitu adanya predator dari hama kutu putih berupa
semut rang-rang dan laba-laba.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
3
Indonesia tanaman sirsak menyebar dan tumbuh baik mulai dari daratan rendah
beriklim kering sampai daerah basah dengan ketinggian 1.000 meter dari
permukaan laut (Radi, 1998 dalam Anonemous, 2013).
Pohon Sirsak mempunyai percabangan batang yang rendah. Tinggi
pohonnya antara 3 sampai 8 meter. Daunnya memanjang dengan bentuk lanset
atau bulat telur terbalik. Bunganya berdiri sendiri berhadapan dengan daun.
Bentuk bunga seperti kerucut. Warnanya kuning muda. Dasar bunga cekung,
benang sarinya cukup banyak, begitu pula bakal buahnya. Menanam tanaman
Sirsak dengan mempergunakan bijinya. Dapat juga dengan cara tempelan atau
okulasi (Artikel Informasi Petani Indonesia, 2009).
Salah satu hama yang menyerang tanaman sirsak adalah kutu putih
(Pseudococcus longispinus). Hama ini merusak tanaman dengan cara menghisap
cairan yang ada pada tanaman sehingga menyebabkan layu dan rontok.
Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi kutu putih sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Homoptera
Family : Pseudococcidae
Genus : Pseudococcus
Species : longispinus
Nama Ilmiah : Pseudococcus longispinus
4
Kutu putih (famili: Pseudococcidae) termasuk ke dalam Superfamili
Coccoidea, Ordo Homoptera. Kutu ini mempunyai tipe alat mulut berupa stilet
dan disebut kutu putih karena hampir seluruh tubuhnya dilapisi oleh lilin yang
berwarna putih yang dikeluarkan oleh porus pada kutikula melalui proses sekresi.
Lilin-lilin ini merupakan salah satu ciri morfologi untuk mengidentifikasi spesies
imago betina. Imago betina tidak aktif bergerak dan berkembang setelah melalui
proses ganti kulit (moulting) (Kalshoven, 1981).
Pada umumnya kutu ini memiliki kisaran inang yang luas sehingga
bersifat polifag. Tercatat ada 18 jenis tanaman yang tergolong dalam 14 famili
buah-buahan yang menjadi inang dari kutu putih (Sartiami, 1999 dalam Saumiati,
2006). Di Indonesia, hama ini dilaporkan hanya ditemukan pada nenas, tebu, padi,
palma, kopi, sirsak, pisang, kedele, kacang tanah dan pandan (Kalshoven, 1981).
a. Tubuh. Kutu putih memilki bentuk tubuh memanjang, oval, atau bulat dan
sering kali tubuh menjadi berbeda bentuk setelah dibuat preparat. Ukuran
panjang kutu putih ini sekitar 0,5-8,0 mm. Pada abdomen bagian ventral
terdapat vulva yang terletak di antara segmen VII atau VIII, yang segmen
pertamanya dimulai disamping tungkai belakang.
b. Antena. Sebagian besar antenanya terdiri dari 6-9 segmen, tetapi kadang-
kadang tereduksi menjadi 2, 4, atau 5 segmen. Umumnya segmen terakhir
lebih lebar dan lebih panjang daripada segmen II dari belakang.
c. Tungkai. Famili pseudococcidae memiliki tungkai yang berkembang normal.
d. Ostiol. Famili ini memiliki jumlah ostiol 2 pasang, sepasang pada protoraks
dan sepasang lagi pada segmen VI. Kadang-kadang tidak ada, atau ada tetapi
hanya sepasang pada bagian posterior. Contohnya genus Planococcus dan
Pseudococcus yang memiliki sepasang ostiol pada bagian posterior dan
sepasang pada bagian anterior yang bentuknya berupa belahan yang terdiri
dari sedikit seta dan porus trilokular. Organ ini berfungsi sebagai alat
pertahanan.
5
e. Cincin Anal. Organ ini terletak pada ujung abdomen bagian ventral. Cincin
ini berfungsi untuk mengeluarkan embun madu yang merupakan limbah dari
pencernaan kutu ini.
f. Porus. Umumnya famili ini memiliki 4 jenis porus yaitu:
1. Porus Trilokular, porus ini terdapat pada tubuh bagian ventral dan dorsal,
berbentuk segitiga, dan bentuknya akan sama pada setiap spesies yang
sama. Porus ini berfungsi untuk menghasilkan lilin.
2. Lempeng Porus Multilokular, porus ini dapat ditemukan di sekitar vulva
atau kadang-kadang terdapat pada tubuh bagian dorsal. Porus ini berfungsi
untuk membuat kantung telur atau untuk melindungi telur-telur yang
diletakkan oleh imago betina. Spesies yang memiliki sedikit porus ini
biasanya bersifat vivipar.
3. Porus Quinquelokular, porus ini berbentuk segi lima hanya dimiliki oleh
genus Planococcus dan Rastrococcus.
4. Porus Diskoidal, porus ini berupa lingkaran sederhana dan menyebar
diseluruh permukaan tubuh, kadang-kadang sebesar porus trilokular dan
berbentuk cembung pada segmen posterior, dorsal, dan mata. Salah satu
spesies yang memilki porus diskoidal di sekitar mata yaitu Dysmicoccus
brevipes.
g. Tubular Duct. Organ ini terdiri dari 2 bentuk yaitu: oral collar tubular duct
dan oral rim tubular duct. Oral collar tubular duct ini menghasilkan lilin
untuk membentuk kantung telur dan terdapat pada bagian ventral. Oral rim
tubular duct umumnya sering ditemukan pada serangga yang bersifat ovipar
(bertelur), umumnya bentuknya lebih besar daripada oral collar tubular duct.
h. Seta. Bentuk seta pada famili ini bisa berbentuk kerucut, lanseolat, atau
truncate. Biasanya bentuk dan jumlah seta ini digunakan untuk
mengidentifikasi spesies.
i. Vulva. Organ ini hanya dimiliki oleh kutu putih yang telah mencapai fase
imago, dan terletak pada bagian ventral antara segmen VII dan VIII.
j. Lobus Anal. Organ ini berbentuk bulat dan agak menonjol, terletak di sisi
cincin anal dan masing-masing lobus anal memiliki seta apikal.
6
k. Serari. Organ ini hanya dimiliki oleh famili pseudococcidae dan biasanya
berjumlah 1-18 pasang serari, dan terletak di bagian sisi tubuhnya yang
berfungsi sebagai penghasil tonjolan lilin lateral. Pada bagian posterior
terdapat 2 pasang serari, yaitu serari lobus anal dan serari penultimate. Pada
bagian anterior terdapat 3 pasang serari yang disebut dengan frontal,
preokular, dan okular.
7
Menurut Kalshoven (1981), semut rangrang dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Sub Ordo : Apokrita
Famili : Formicidae
Genus : Oechophylla
Spesies : smaragdina
Nama Ilmiah : Oechophylla smaragdina
8
Rossi). Kutu tersebut menghasilkan cairan manis untuk makanan ratu dan larva
semut rangrang. Kerugian lain yang ditimbulkan adalah kesulitan pada waktu
pemanenan buah karena digigit serangga ini (Kalshoven, 1981).
b. Laba-Laba
Laba-laba, merupakan sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan
dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan tak memiliki mulut
pengunyah. Bidang studi mengenai laba-laba disebut arachnologi. Laba-laba
merupakan hewan pemangsa bahkan kadang-kadang kanibal. (Nyffeler &
Sunderland, 2003; Chatterjee et al. 2009 dalam Suana dan Haryanto, 2013).
Nephilia merupakan laba-laba predator yang termasuk ke dalam ordo
Akarin, famili Lycosidae (Sanjaya & Safaria, 2006).
Nephila sp. betina memiliki panjang tubuh 3-5 cm, dari ujung kaki depan
sampai kaki belakang kurang lebih 20 cm, sedangkan panjang jantan hanya sekitar
3-5 mm. Tempat hidupnya di hutan, pohon-pohon, dan mangrove. Daerah
sebarannya di kawasan tropis Afrika, India, Cina, Asia Tenggara, Australia utara,
dan kepulauan Pasifik utara. Makanan utamanya adalah serangga yang
terperangkap dalam jaring (Tan, 2001 dalam Sanjaya dan Safaria, 2006).
Beberapa jenis laba-laba membuat jaring sebagai perangkap mangsa dan
jenis ini umumnya memiliki kaki yang panjang dan tipis, yang cocok untuk
membuat jaring. Selain untuk menangkap mangsa, jaring juga berfungsi sebagai
tempat tinggal. Laba-laba lainnya berburu atau berjalan, melompati mangsanya,
9
menunggu mangsanya mendekat. Tidak semua laba-laba membuat jaring untuk
menangkap mangsa, akan tetapi semuanya mampu menghasilkan helaian serat
protein yang tipis namun kuat dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di
bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu
pergerakan laba-laba berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat mangsa,
membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-lain (Suana dan
Haryanto, 2013).
10
III. GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI LAPANG
1. Letak Geografis
Balai Benih Hortikultura (BBH) Saree terletak dalam wilayah kemukiman
Saree Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar, dengan jarak 31 km
dari kota Banda Aceh (Ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) dengan
ketinggian tempat 450-500 mdpl, dan letak geografis 9539 sampai dengan
9544 BT dan 528 LU.
11
ubah dengan kecepatan berkisar 5-12 knot/jam dan kecepatan angin maksimum
rata-rata yang pernah tercatat adalah 30 knot/jam.
Data yang diperoleh dari bagian daya guna tanah Balai Benih Hortikultura
(BBH) Saree sebagian besar adalah jenis tanah Andosol dengan struktur gembur,
warna hitam dan kaya akan humus yang mempunyai pH 5-6,5. Sesuai dengan
letaknya, bila ditinjau dari topografinya sangat bervariasi yaitu datar, miring dan
berbukit-bukit. Menurut informasi dari Balai Benih Hortikultura (BBH) Saree,
arealnya tersebut mempunyai kemiringan antara 20% - 30%.
12
IV. METODOLOGI PELAKSANAAN
13
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
responden. Dalam kegiatan ini data diperoleh dari buku, arsip, jurnal
dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kegiatan studi lapang.
14
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada umumnya ada beribu-ribu macam semut di dunia ini. Semut memiliki
pengaruh atas lingkungannya dengan banyak cara, sebagian bermanfaat untuk
manusia dan sebagian tidak. Semut di Indonesia pada umumnya tidak merusak
tanaman budidaya. Semut adalah serangga sosial, dalam kelompok semut terdapat
beberapa lapisan sosial. Lapisan yang paling berkuasa adalah sang ratu yang
mengeluarkan telur, telur dipelihara di dalam sarang oleh lapisan pekerja,
masyarakat di jaga oleh lapisan prajurit.
15
Gambar 5. Sarang Semut Rang-Rang pada Tanaman Sirsak
16
Laba-laba juga berperan sebagai musuh alami karena memangsa telur-telur
dan imago dari hama kutu putih dengan kata lain, laba-laba berperan sebagai
predator.
Dengan kata lain pengendalian secara alamiah atau biologi terhadap hama
dan penyakit tanaman merupakan salah satu cara untuk mengurangi resiko
terhadap kesehatan dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan konsep pengendalian
hama terpadu, penggunaan musuh alami sangat dianjurkan karena dapat
mengurangi pemakaian insektisida dan memanfaatkan metode non kimia sehingga
dapat menjaga keseimbangan biologis.
Pemanfaatan musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi
ekologi tetap lestari dan untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian ini
dinilai cukup aman karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : selektivitas
tinggi dan tidak menimbulkan hama baru, organisme yang digunakan sudah
tersedia di alam, organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan
inangnya, dapat berkembang biak dan menyebar, hama tidak menjadi resisten
(kalau terjadi sangat lambat), dan pengendalian berjalan dengan sendirinya.
17
VI. KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
Pradipta, G.N.K. 2011. Ilmu Bahan Makanan Buah dan Sayuran Sirsak. Makalah
Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Gizi Universitas Diponegoro,
Semarang.
Sanjaya, Y. & T. Safaria. 2006. Toksisitas Racun Laba-Laba Nephila sp. pada
Larva Aedes aegypti L. Biodiversitas. Vol.7 No.2 Hal. 191-194.
Suharjono, H. 2012. Sirsak dan Srikaya, Budi Daya Untuk Menghasilkan Buah
Prima www.Plantamor.com/indeks.php?Plant=106.
19
LAMPIRAN
20
Gambar 4. Semut Rang-Rang (Oechophylla smaragdina) pada Pohon Sirsak
21