Anda di halaman 1dari 21

I.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Studi Lapang


Studi Lapang merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus diambil
oleh setiap mahasiswa dan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Syiah
Kuala dengan bobot 1 SKS. Studi Lapang ini membahas permasalahan terkait
dengan bidang ilmu pertanian. Studi Lapang dilakukan dengan cara survey dan
observasi (pengamatan) langsung di lapangan. Ketika berada di lapangan, peserta
sudah harus aktif untuk menggali berbagai macam informasi tentang ilmu dan
permasalahan di bidang pertanian. Kompetensi Agroteknologi terdiri dari bidang
Ilmu Agronomi, Ilmu Tanah, serta Hama dan Penyakit Tanaman, sehingga
informasi yang diperoleh di lapangan diharapkan dapat mencakup ketiga bidang
ilmu di atas, sesuai dengan bidang perminatan dari mahasiswa yang bersangkutan.
Kegiatan Studi Lapang semester Ganjil 2015/2016 ini dilaksanakan di
Balai Benih Hortikultura (BBH) Saree yang terletak dalam wilayah kemukiman
Saree Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar, pada tanggal 11
April 2015. Adapun komoditi yang diamati adalah tanaman sirsak, jeruk, durian,
cabai, tanaman hias dan lainnya. Setiap mahasiswa melakukan pengamatan dan
menggali berbagai macam informasi untuk masing-masing komoditi di atas sesuai
dengan judul yang telah dibuat oleh masing-masing mahasiswa.
Sirsak merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan vitamin B
dan C cukup tinggi, mempunyai rasa manis-asam dan menyegarkan, sehingga
digemari masyarakat sebagai buah segar maupun olahan. Sebagai tanaman
pekarangan komoditas ini masih terbuka cukup lebar untuk dikembangkan. Salah
satu faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan sirsak ini adalah
seringnya diganggu atau dirusak oleh organisme pengganggu tanaman yang
secara ekonomi dapat menyebabkan kerugian.
Hama merupakan kelompok organisme pengganggu tanaman (OPT) yang
selalu menimbulkan masalah pada sistem budidaya tanaman. Dengan adanya
serangan hama mengakibatkan berkurangnya produksi dan akan menurunkan
kualitas komoditas.

1
Hama yang dominan menyerang tanaman sirsak adalah kutu putih
(Pseudococcus longispinus). Hama ini menyerang dengan cara menghisap cairan
tanaman sehingga dapat menyebabkan tanaman menjadi layu dan rontok. Akibat
dari serangan hama ini kualitas dan kuantitas dari hasil tanaman sirsak di BBH
Saree menjadi menurun.
Tidak ada pengendalian khusus yang dilakukan oleh petani di BBH Saree
untuk menangani hama kutu putih pada tanaman sirsak, tetapi pengendalian
dibiarkan terjadi secara alami yaitu adanya predator dari hama kutu putih berupa
semut rang-rang dan laba-laba.

2. Tujuan Studi Lapang


Adapun tujuan dari Studi Lapang ini adalah untuk mengidentifikasi musuh
alami dari hama kutu putih (Pseudococcus longispinus) yang menyerang tanaman
sirsak di BBH Saree Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar, serta
untuk melengkapi tugas dalam mata kuliah Studi Lapang.

3. Manfaat Studi Lapang


Adapun manfaat dari Studi Lapang ini adalah untuk mendapatkan
informasi tentang musuh alami dari hama kutu putih (Pseudococcus longispinus)
serta menambah wawasan mengenai hama kutu putih dan cara pengendaliannya
yang dapat dijadikan sebagai acuan dan bahan kajian dalam menyelesaikan mata
kuliah pada tingkat sarjana di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Syiah Kuala.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Deskripsi Tanaman Sirsak (Annona muricata Linn.)


Menurut Sunarjono (2012) tanaman sirsak (Annona muricata Linn.)
termasuk tanaman tahunan dengan sistematik sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Class : Dicotyledonae
Ordo : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Genus : Annona
Species : muricata
Nama Latin : Annona muricata Linn

Gambar 1. Tanaman Sirsak (Annona muricata Linn.)


Tanaman sirsak memiliki nama spesies Annona muricata linn. Nama
sirsak sendiri berasal dari bahasa Belanda (Zuurzak) yang berarti kantong asam.
Tanaman ini berasal dari daerah tropis di benua Amerika, yaitu hutan Amazon
(Amerika Selatan), Karibia, dan Amerika Tengah. Di tempat asalnya, sirsak
merupakan buah penting dan bergengsi yang memiliki kandungan vitamin B dan
C cukup tinggi, mempunyai rasa manis-asam dan menyegarkan (Pradipta, 2011).
Sirsak termasuk tanaman tahunan yang dapat tumbuh dan berbuah
sepanjang tahun apabila air tanah mencukupi selama pertumbuhannya. Di

3
Indonesia tanaman sirsak menyebar dan tumbuh baik mulai dari daratan rendah
beriklim kering sampai daerah basah dengan ketinggian 1.000 meter dari
permukaan laut (Radi, 1998 dalam Anonemous, 2013).
Pohon Sirsak mempunyai percabangan batang yang rendah. Tinggi
pohonnya antara 3 sampai 8 meter. Daunnya memanjang dengan bentuk lanset
atau bulat telur terbalik. Bunganya berdiri sendiri berhadapan dengan daun.
Bentuk bunga seperti kerucut. Warnanya kuning muda. Dasar bunga cekung,
benang sarinya cukup banyak, begitu pula bakal buahnya. Menanam tanaman
Sirsak dengan mempergunakan bijinya. Dapat juga dengan cara tempelan atau
okulasi (Artikel Informasi Petani Indonesia, 2009).

2. Bioekologi Hama Kutu Putih

Salah satu hama yang menyerang tanaman sirsak adalah kutu putih
(Pseudococcus longispinus). Hama ini merusak tanaman dengan cara menghisap
cairan yang ada pada tanaman sehingga menyebabkan layu dan rontok.
Menurut Kalshoven (1981) klasifikasi kutu putih sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class : Insecta
Order : Homoptera
Family : Pseudococcidae
Genus : Pseudococcus
Species : longispinus
Nama Ilmiah : Pseudococcus longispinus

Gambar 2. Kutu Putih (Pseudococcus longispinus)

4
Kutu putih (famili: Pseudococcidae) termasuk ke dalam Superfamili
Coccoidea, Ordo Homoptera. Kutu ini mempunyai tipe alat mulut berupa stilet
dan disebut kutu putih karena hampir seluruh tubuhnya dilapisi oleh lilin yang
berwarna putih yang dikeluarkan oleh porus pada kutikula melalui proses sekresi.
Lilin-lilin ini merupakan salah satu ciri morfologi untuk mengidentifikasi spesies
imago betina. Imago betina tidak aktif bergerak dan berkembang setelah melalui
proses ganti kulit (moulting) (Kalshoven, 1981).

Pada umumnya kutu ini memiliki kisaran inang yang luas sehingga
bersifat polifag. Tercatat ada 18 jenis tanaman yang tergolong dalam 14 famili
buah-buahan yang menjadi inang dari kutu putih (Sartiami, 1999 dalam Saumiati,
2006). Di Indonesia, hama ini dilaporkan hanya ditemukan pada nenas, tebu, padi,
palma, kopi, sirsak, pisang, kedele, kacang tanah dan pandan (Kalshoven, 1981).

Menurut Williams (2004) imago betina kutu putih memiliki morfologi


tubuh yang khas. Bagian-bagian tubuh yang dapat dijadikan pembeda untuk setiap
spesies, diantaranya (Williams & de Willink, 1992; Williams & Watson, 1988;
Williams, 2004 dalam Saumiati, 2006) :

a. Tubuh. Kutu putih memilki bentuk tubuh memanjang, oval, atau bulat dan
sering kali tubuh menjadi berbeda bentuk setelah dibuat preparat. Ukuran
panjang kutu putih ini sekitar 0,5-8,0 mm. Pada abdomen bagian ventral
terdapat vulva yang terletak di antara segmen VII atau VIII, yang segmen
pertamanya dimulai disamping tungkai belakang.
b. Antena. Sebagian besar antenanya terdiri dari 6-9 segmen, tetapi kadang-
kadang tereduksi menjadi 2, 4, atau 5 segmen. Umumnya segmen terakhir
lebih lebar dan lebih panjang daripada segmen II dari belakang.
c. Tungkai. Famili pseudococcidae memiliki tungkai yang berkembang normal.
d. Ostiol. Famili ini memiliki jumlah ostiol 2 pasang, sepasang pada protoraks
dan sepasang lagi pada segmen VI. Kadang-kadang tidak ada, atau ada tetapi
hanya sepasang pada bagian posterior. Contohnya genus Planococcus dan
Pseudococcus yang memiliki sepasang ostiol pada bagian posterior dan
sepasang pada bagian anterior yang bentuknya berupa belahan yang terdiri
dari sedikit seta dan porus trilokular. Organ ini berfungsi sebagai alat
pertahanan.

5
e. Cincin Anal. Organ ini terletak pada ujung abdomen bagian ventral. Cincin
ini berfungsi untuk mengeluarkan embun madu yang merupakan limbah dari
pencernaan kutu ini.
f. Porus. Umumnya famili ini memiliki 4 jenis porus yaitu:
1. Porus Trilokular, porus ini terdapat pada tubuh bagian ventral dan dorsal,
berbentuk segitiga, dan bentuknya akan sama pada setiap spesies yang
sama. Porus ini berfungsi untuk menghasilkan lilin.
2. Lempeng Porus Multilokular, porus ini dapat ditemukan di sekitar vulva
atau kadang-kadang terdapat pada tubuh bagian dorsal. Porus ini berfungsi
untuk membuat kantung telur atau untuk melindungi telur-telur yang
diletakkan oleh imago betina. Spesies yang memiliki sedikit porus ini
biasanya bersifat vivipar.
3. Porus Quinquelokular, porus ini berbentuk segi lima hanya dimiliki oleh
genus Planococcus dan Rastrococcus.
4. Porus Diskoidal, porus ini berupa lingkaran sederhana dan menyebar
diseluruh permukaan tubuh, kadang-kadang sebesar porus trilokular dan
berbentuk cembung pada segmen posterior, dorsal, dan mata. Salah satu
spesies yang memilki porus diskoidal di sekitar mata yaitu Dysmicoccus
brevipes.
g. Tubular Duct. Organ ini terdiri dari 2 bentuk yaitu: oral collar tubular duct
dan oral rim tubular duct. Oral collar tubular duct ini menghasilkan lilin
untuk membentuk kantung telur dan terdapat pada bagian ventral. Oral rim
tubular duct umumnya sering ditemukan pada serangga yang bersifat ovipar
(bertelur), umumnya bentuknya lebih besar daripada oral collar tubular duct.
h. Seta. Bentuk seta pada famili ini bisa berbentuk kerucut, lanseolat, atau
truncate. Biasanya bentuk dan jumlah seta ini digunakan untuk
mengidentifikasi spesies.
i. Vulva. Organ ini hanya dimiliki oleh kutu putih yang telah mencapai fase
imago, dan terletak pada bagian ventral antara segmen VII dan VIII.
j. Lobus Anal. Organ ini berbentuk bulat dan agak menonjol, terletak di sisi
cincin anal dan masing-masing lobus anal memiliki seta apikal.

6
k. Serari. Organ ini hanya dimiliki oleh famili pseudococcidae dan biasanya
berjumlah 1-18 pasang serari, dan terletak di bagian sisi tubuhnya yang
berfungsi sebagai penghasil tonjolan lilin lateral. Pada bagian posterior
terdapat 2 pasang serari, yaitu serari lobus anal dan serari penultimate. Pada
bagian anterior terdapat 3 pasang serari yang disebut dengan frontal,
preokular, dan okular.

3. Bioekologi Musuh Alami

Musuh alami (agens pengendalian hayati) merupakan salah satu komponen


ekosistem yang berperanan penting dalam proses interaksi intra- dan inter-spesies.
Karena tingkat pemangsaannya berubah-ubah menurut kepadatan populasi hama,
maka musuh alami digolongkan ke dalam faktor ekosistem yang bergantung
kepadatan (density dependent factors). Ketika populasi hama meningkat,
mortalitas yang disebabkan oleh musuh alami semakin meningkat, demikian pula
sebaliknya (Stehr, 1975 dalam Arifin, 1999).
Musuh alami dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan dan mengatur
populasi hama pada tingkat keseimbangan umum (general equilibrium position),
baik secara alamiah maupun buatan. Pemanfaatannya secara alamiah dapat
dilakukan melalui konservasi dan peningkatan efektivitas musuh alami, antara lain
dengan menerapkan teknik budidaya yang baik dan menggunakan pestisida secara
bijaksana, sehingga tidak mengganggu kehidupan musuh alami. Pemanfaatan
musuh alami secara buatan dapat dilakukan, baik dengan cara melepaskan
(augmentation) musuh alami setelah dibiakkan/diperbanyak di laboratorium,
maupun mengintroduksikan (import) dan mengkolonisasikan musuh alami
(Watson et al., 1976 dalam Arifin, 1999).

a. Semut Rangrang (Oechophylla smaragdina)


Semut rangrang dapat dijumpai di berbagai negara dari Afrika sampai
Asia. Sejarah mencatat bahwa orang-orang Cinalah yang pertama kali
menemukan semut rang-rang sebagai sahabat mereka di kebun jeruk, lebih dari
1000 tahun yang lalu. O. smaragdina menyukai lingkungan dengan suhu antara
260-340 oC dan kelembaban relatif antara 62 sampai 92% (Kalshoven, 1981).

7
Menurut Kalshoven (1981), semut rangrang dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Sub Ordo : Apokrita
Famili : Formicidae
Genus : Oechophylla
Spesies : smaragdina
Nama Ilmiah : Oechophylla smaragdina

Gambar 3. Semut Rang-Rang (Oechophylla smaragdina)

Semut rangrang berwarna cokelat kemerahan, semut rangrang membuat


sarang di pepohonan yang tinggi dengan menyatukan daun-daun menggunakan
massa yang diproduksinya. Semut pekerja panjangnya 5-10 mm, semut ratu
(betina besar) berwarna hijau kekuningan suram dengan panjang 1,5 cm. Sesudah
perkawinan semut membentuk koloni lagi, larva yang masih berwarna putih
disebut kroto (Kalshoven, 1981).
Semut rangrang sering memakan serangga lain, misalnya kumbang
mangga dan ulat. Jadi sebenarnya serangga ini mengurangi hama pada tanaman
yang ditempati. Namun semut ini sering pula memelihara kutu hijau (Coccus
viridis Gr), kutu sisik (Coccus hesperidum L), dan kutu putih (Planococcus citri

8
Rossi). Kutu tersebut menghasilkan cairan manis untuk makanan ratu dan larva
semut rangrang. Kerugian lain yang ditimbulkan adalah kesulitan pada waktu
pemanenan buah karena digigit serangga ini (Kalshoven, 1981).

b. Laba-Laba
Laba-laba, merupakan sejenis hewan berbuku-buku (arthropoda) dengan
dua segmen tubuh, empat pasang kaki, tak bersayap dan tak memiliki mulut
pengunyah. Bidang studi mengenai laba-laba disebut arachnologi. Laba-laba
merupakan hewan pemangsa bahkan kadang-kadang kanibal. (Nyffeler &
Sunderland, 2003; Chatterjee et al. 2009 dalam Suana dan Haryanto, 2013).
Nephilia merupakan laba-laba predator yang termasuk ke dalam ordo
Akarin, famili Lycosidae (Sanjaya & Safaria, 2006).

Gambar 4. Laba-Laba (Nephilia pilipes)

Nephila sp. betina memiliki panjang tubuh 3-5 cm, dari ujung kaki depan
sampai kaki belakang kurang lebih 20 cm, sedangkan panjang jantan hanya sekitar
3-5 mm. Tempat hidupnya di hutan, pohon-pohon, dan mangrove. Daerah
sebarannya di kawasan tropis Afrika, India, Cina, Asia Tenggara, Australia utara,
dan kepulauan Pasifik utara. Makanan utamanya adalah serangga yang
terperangkap dalam jaring (Tan, 2001 dalam Sanjaya dan Safaria, 2006).
Beberapa jenis laba-laba membuat jaring sebagai perangkap mangsa dan
jenis ini umumnya memiliki kaki yang panjang dan tipis, yang cocok untuk
membuat jaring. Selain untuk menangkap mangsa, jaring juga berfungsi sebagai
tempat tinggal. Laba-laba lainnya berburu atau berjalan, melompati mangsanya,

9
menunggu mangsanya mendekat. Tidak semua laba-laba membuat jaring untuk
menangkap mangsa, akan tetapi semuanya mampu menghasilkan helaian serat
protein yang tipis namun kuat dari kelenjar (disebut spinneret) yang terletak di
bagian belakang tubuhnya. Serat sutera ini amat berguna untuk membantu
pergerakan laba-laba berayun dari satu tempat ke tempat lain, menjerat mangsa,
membuat kantung telur, melindungi lubang sarang, dan lain-lain (Suana dan
Haryanto, 2013).

10
III. GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI LAPANG

1. Letak Geografis
Balai Benih Hortikultura (BBH) Saree terletak dalam wilayah kemukiman
Saree Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar, dengan jarak 31 km
dari kota Banda Aceh (Ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam) dengan
ketinggian tempat 450-500 mdpl, dan letak geografis 9539 sampai dengan
9544 BT dan 528 LU.

2. Batas-Batas Wilayah Balai Benih Hortikultura (BBH) Saree Sebagai


Berikut :
Sebelah Barat berbatasan dengan Kampung Aceh Kecamatan Lembah
Seulawah, Kab.Aceh Besar.
Sebelah Timur berbatasan dengan tanah Kodam Kecamatan Lembah
Seulawah, Kab.Aceh Besar.
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Suka Mulia, Kecamatan Lembah
Seulawah, Kab.Aceh Besar.
Sebelah Selatan berbatasan dengan BLPP Saree Kecamatan Lembah
Seulawah, Kab.Aceh Besar.
Balai Benih Hortikultura (BBH) Saree mempunyai luas seluruhnya
177,47 Ha. Dari luas tersebut 30% dikelola oleh petani, sedangkan 70%
lagi khusus dikerjakan oleh karyawan Balai Benih Hortikultura (BBH)
Saree.

3. Keadaan Iklim, Tanah, dan Topografi


Daerah Benih Pengembangan Hortikultura (BBH) Saree merupakan
daerah pegunungan dan beriklim basah, mempunyai curah hujan rata-rata 1760
mm/tahun.
Suhu rata-rata di daerah Studi Lapang selama lima tahun yang diperoleh
pada daerah tersebut adalah 26,2C dengan temperatur maksimum 27,4C dan
minimum 25,05C. Keadaan angin di Balai Benih Hortikultura Saree berubah-

11
ubah dengan kecepatan berkisar 5-12 knot/jam dan kecepatan angin maksimum
rata-rata yang pernah tercatat adalah 30 knot/jam.
Data yang diperoleh dari bagian daya guna tanah Balai Benih Hortikultura
(BBH) Saree sebagian besar adalah jenis tanah Andosol dengan struktur gembur,
warna hitam dan kaya akan humus yang mempunyai pH 5-6,5. Sesuai dengan
letaknya, bila ditinjau dari topografinya sangat bervariasi yaitu datar, miring dan
berbukit-bukit. Menurut informasi dari Balai Benih Hortikultura (BBH) Saree,
arealnya tersebut mempunyai kemiringan antara 20% - 30%.

12
IV. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Tempat dan Waktu


Studi Lapang ini telah dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 11 April
2015, jam 08:00-17:00 WIB. Bertempat di Unit Pelaksanaan Teknis Dinas
(UPTD) Balai Benih Hortikultura (BBH) Saree, Kecamatan Lembah Seulawah,
Kabupaten Aceh Besar.

2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam studi lapang ini adalah alat tulis
yang digunakan untuk mencatat hal-hal penting tentang hama kutu putih dan
musuh alaminya dan 1 unit camera handphone untuk dokumentasi.

3. Teknik Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan dalam pelaksanaan Studi
Lapang ini antara lain :
a. Observasi
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengamati secara langsung
peristiwa atau hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan studi lapang.
Kegiatan yang dilaksanakan berupa pengamatan terhadap musuh alami
yang ada disekitar tanaman sirsak.
b. Wawancara
Suatu proses untuk mendapatkan informasi dengan cara tanya jawab
dengan responden. Responden dalam hal ini adalah pembimbing di tempat
kegiatan studi lapang, yaitu karyawan atau staff disekitar lembaga.
c. Sumber data
Sumber data yang diperoleh berdasarkan sifat data yang dikumpulkan
dibagi menjadi dua jenis data, yaitu :
1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
responden. Dalam kegiatan ini data primer diperoleh dari wawancara
dengan pemimpin, pembimbing dan staff lembaga.

13
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
responden. Dalam kegiatan ini data diperoleh dari buku, arsip, jurnal
dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kegiatan studi lapang.

14
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukannya beberapa jenis


musuh alami dari hama kutu putih (Pseudococcus longispinus), yaitu adanya
semut rang-rang beserta sarangnya dan juga laba-laba. Dimana keduanya berperan
sebagai predator yang memangsa hama kutu putih.

Pada umumnya ada beribu-ribu macam semut di dunia ini. Semut memiliki
pengaruh atas lingkungannya dengan banyak cara, sebagian bermanfaat untuk
manusia dan sebagian tidak. Semut di Indonesia pada umumnya tidak merusak
tanaman budidaya. Semut adalah serangga sosial, dalam kelompok semut terdapat
beberapa lapisan sosial. Lapisan yang paling berkuasa adalah sang ratu yang
mengeluarkan telur, telur dipelihara di dalam sarang oleh lapisan pekerja,
masyarakat di jaga oleh lapisan prajurit.

Masyarakat semut mempunyai ratu yang menghasilkan telur. Telur


menetas menjadi larva, yang diberi makanan oleh semut pekerja. Sesuai dengan
gizi yang diberikan pada fase larva ini, larva tersebut nantinya menjadi kaum
prajurit atau kaum pekerja. Kemudian larva menjadi kepompong, dan akhirnya
semut dewasa keluar dari kepompong untuk bekerja sesuai peranan kaum yang
bersangkutan. Ratu baru berkembang dari larva yang diberi makanan bergizi
khusus mengandung unsur hormon sehingga serangga dewasanya subur dan
mampu menghasilkan keturunan sebagai ratu.

Semut rang-rang dapat meningkatkan kualitas buah, buah yang dihasilkan


menjadi lebih menarik dan lebih segar. Jika diamati dengan seksama, semut rang-
rang dapat mengganggu, menghalangi atau memangsa berbagai jenis hama seperti
kepik hijau, ulat pemakan daun, dan serangga-serangga pemakan buah.

Semut rang-rang dapat melindungi kebun dari serangan hama dan


penyakit. Semut ini memangsa hama baik yang merusak secara langsung maupun
yang menularkan penyakit pada tanaman. Semut rang-rang merupakan predator
yang memakan hama kutu putih yang terdapat pada tanaman sirsak tersebut, baik
yang ada pada daun maupun buah.

15
Gambar 5. Sarang Semut Rang-Rang pada Tanaman Sirsak

Laba -laba tidak termasuk golongan serangga yang hanya mempunyai 6


kaki, tetapi laba-laba berkaki 8. Semua laba-laba memakan hama, bila terdapat
banyak laba-laba di kebun, hama lebih mudah terkendali. Laba-laba tidak
mengalami metamorfosa. Setelah telur menetas, keluarlah laba-laba kecil dan
berganti kulit beberapa kali. Prosesnya adalah telur - laba-laba, laba-laba kecil
bentuknya sama dengan laba-laba dewasa.
Kebanyakan laba-laba berukuran kecil (panjang tubuh 2-10 mm), beberapa
diantaranya berukuran cukup besar seperti tarantula (panjang tubuh 80-90 mm).
Laba-laba jantan selalu lebih kecil dari pada laba-laba betina dan mempunyai
siklus hidup yang lebih pendek. Semua laba-laba bersifat karnifora, banyak di
antaranya membuat jaring dan ada pula yang memburu mangsanya di tanah.
Serangga merupakan mangsa utamanya, di samping Arthropoda lain.

Gambar 6. Laba-Laba pada Tanaman Sirsak

16
Laba-laba juga berperan sebagai musuh alami karena memangsa telur-telur
dan imago dari hama kutu putih dengan kata lain, laba-laba berperan sebagai
predator.
Dengan kata lain pengendalian secara alamiah atau biologi terhadap hama
dan penyakit tanaman merupakan salah satu cara untuk mengurangi resiko
terhadap kesehatan dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan konsep pengendalian
hama terpadu, penggunaan musuh alami sangat dianjurkan karena dapat
mengurangi pemakaian insektisida dan memanfaatkan metode non kimia sehingga
dapat menjaga keseimbangan biologis.
Pemanfaatan musuh alami tidak menimbulkan pencemaran, dari segi
ekologi tetap lestari dan untuk jangka panjang relatif murah. Pengendalian ini
dinilai cukup aman karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : selektivitas
tinggi dan tidak menimbulkan hama baru, organisme yang digunakan sudah
tersedia di alam, organisme yang digunakan dapat mencari dan menemukan
inangnya, dapat berkembang biak dan menyebar, hama tidak menjadi resisten
(kalau terjadi sangat lambat), dan pengendalian berjalan dengan sendirinya.

17
VI. KESIMPULAN

Dari pembahasan tersebut dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :


Kutu putih (Pseudococcus longispinus) merupakan hama yang menyerang
tanaman sirsak dan bersifat polifag.
Kutu putih menyerang dengan cara mengisap cairan tanaman sehingga
menjadi layu dan rontok serta mengeluarkan embun jelaga.
Semut rang-rang dan laba-laba merupakan predator yang memangsa telur-
telur maupun imago dari hama kutu putih sehingga disebut sebagai musuh
alami.
Pengendalian secara alami dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan
mengurangi resiko kerusakan lingkungan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2013. Tanaman Obat. Artikel Seputar Tanaman Obat dan


Manfaatnya.

Arifin, M. 1999. Teknik Produksi dan Pemanfaatan Musuh Alami dalam


Pengendalian Hama Tanaman Perkebunan.

Artikel Informasi Petani Indonesia. 2009. Budidaya Sirsak.

Kalshoven,1981. The Pests Of Corps In Indonesia. PT. Ikhtiar Baru-Van Houve.


Revised, By. P.A.Van Der Lan. Jakarta.

Pradipta, G.N.K. 2011. Ilmu Bahan Makanan Buah dan Sayuran Sirsak. Makalah
Fakultas Kedokteran Program Studi Ilmu Gizi Universitas Diponegoro,
Semarang.

Sanjaya, Y. & T. Safaria. 2006. Toksisitas Racun Laba-Laba Nephila sp. pada
Larva Aedes aegypti L. Biodiversitas. Vol.7 No.2 Hal. 191-194.

Saumiati,M. 2006. Spesies Kutu Putih (Hemiptera: Pseudococcidae ) pada


Tanaman Palem Hias Veitchia merrillii (Becc.) Moore di Kota Bogor -
Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Suana, I. W & H. Haryanto. 2013. Keanekaragaman Laba-Laba dan Potensinya


sebagai Musuh Alami Hama Tanaman Jambu Mete. Jurnal Entomologi
Indonesia. Vol.10 No.1.

Suharjono, H. 2012. Sirsak dan Srikaya, Budi Daya Untuk Menghasilkan Buah
Prima www.Plantamor.com/indeks.php?Plant=106.

19
LAMPIRAN

Gambar 1. Tanaman Sirsak (Annona muricata Linn.)

Gambar 2. Kutu Putih (Pseudococcus longispinus) pada Buah Sirsak

Gambar 3. Serangan Berat Hama Kutu Putih (Pseudococcus longispinus)


pada Buah Sirsak

20
Gambar 4. Semut Rang-Rang (Oechophylla smaragdina) pada Pohon Sirsak

Gambar 5. Sarang Semut Rang-Rang (Oechophylla smaragdina)


pada Tanaman Sirsak

Gambar 6. Laba-Laba pada (Nephilia pilipes) Tanaman Sirsak

21

Anda mungkin juga menyukai