Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Laut dan ekologinya diketahui menyimpan berjuta potensi bioaktif yang sangat
bermanfaat bagi kepentingan manusia (bioprospek). Biota laut merupakan
kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Berbagai usaha telah dilakukan
manusia untuk menyikapi rahasia yang terkandung dalam biota laut dan
produknya. Usaha yang tak kenal lelah mulai menunjukan hasil dengan
ditemukannya berbagai jenis senyawa bioaktif baru yang tidak ditemukan pada
biota darat. Senyawa metabolit sekunder disintesis oleh biota utamanya untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik untuk maka, perlindungan diri
maupun reproduksi (Firdaus, 2011; 5).

Dalam melakukan fitokimia diperlukan metode identifikasi kandungan senyawa


yang tepat karena setiap tanaman memiliki sifat-sifat struktur kimia yang
bersifat internasional dan nasional skrining fitokimia mulai ditinggalkan
padahal skrining fitokimia merupakan langkah awal sebelum dilakukan
penelitian untuk memberikan gambaran awal terkait golongan senyawa yang
terkandung dalam suatu tanaman (Gultom & Siagian, 2019).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasi dapat mengetahui dan
memahami cara menentukan senyawa yang terbentuk pada ekstrak simplisia
dengan menggunakan metode fitokimia sehingga dapat menetukan senyawa
yang terkandung dalam suatu tanaman. Hal inilah yang melatarbelakangi
percobaan ini dilakukan.
I.2 Maksud Percobaan
Memahami cara identifikasi senyawa yang terbentuk pada ekstrak simplisia
dengan menggunakan metode fitokimia.

I.3 Tujuan Percobaan


Mengetahui cara identifikasi senyawa yang terbentuk pada ekstrak simplisia
dengan menggunakan metode fitokimia.

I.4 Prinsip Percobaan


Prinsip kerja pada percobaan ini yaitu mengidentifikasi suatu senyawa yang
terdapat dalam suatu ekstrak dengan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) dengan mengamati adanya noda pada suatu lempeng Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) yang telah disemprotkan dengan AlCl3 dan diamati pada sinar UV
dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


Ekstrak merupakan sediaan kental semi solid yang dihasilkan dengan proses
mengekstraksi senyawa aktif yang berasal dari simplisia nabati ataupun hewani
dengan menggunakan pelarut, kemudian pelarut diuapkan dan serbuk yang
tersisa diperlukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang sudah ditetapkan.
Sedangkan ekstraksi merupakan proses penarikan kandungan kimia didalam
simplisia hewani maupun nabatin yang dapat larut sehingga terpisah dengan
bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut (Angria, 2019; 24-25).

Kata alkaloid berasal dari istilah vegetable alkali digunakan lebih awal untuk
menunjuk ke kelompok basa-basa asli tumbuhan. Tidak ada satu pun definisi
atau batasan alkaloid yang sempurna dan memuaskan, tetapi secara umum
alkaloid terdiri dari substansi dasar yang berisi satu atau lebih atom nitrogen,
biasanya dalam kombinasi sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid, secara
kimia dan biosintetik merupakan kelompok yang sangat heterogen, yaitu dari
senyawa monosiklik seperti koniin sampai struktur pentasiklik striknin. Banyak
senyawa alkaloid mempunyai struktur terpenoid. Yang lain adalah aromatik
dengan basa nitrogen dalam sistem cincin aromatik atau yang kurang umum
adalah dalam bentuk cincin samping (Kakisin) (Suparno, 2015 ; 127).

Flavonoid banyak ditemukan pada tanaman buah dan sayuran. Biasanya,


flavonoid banyak diteliti karena manfaatnya bagi kesehatan. Setiap tumbuhan
biasanya menghasilkan flavonoid yang berbeda. Misalnya, pucuk pohon Betula
Verurucosa mengandung 15 macam flavonoid, sedangkan pucuk pohon aspen
mengandung flavonoid lebih sedikit. Flavonoid telah banyak diteliti dibidang
kesehatan. Manfaat flavonoid adalah untuk membentengi tubuh dari serangan
kuman (Suranto, 2010; 26).
Flavonoid merupakan zat pigmen dalam tumbuhan yang larut dalam air. Ada
ribuan jenis flavonoid yang sudah diidentifikasi sering juga disebut sebagai
bioflavonoid. Beberapa bentuk flavonoid adalah isoflavon, antoriasinidin,
flavan, flavonol, flavon, dan flavonon. Umumnya terdapat dalam bahan
makanan yang banyak mengandung vitamin C seperti pada buah, dan sayuran
(Persagi, 2009 ; 66).

Alkaloid merupakan kelompok metabolit sekunder yang susunan dasarnya


mengandung atom nitrogen (N). Selain unsur N , senyawa ini juga tersusun atas
atom karbon, hidrogen, nitrogen, dan kemungkinan juga mengandung oksigen
dan sulfur, namun jarang unsur lain seperti klorin, bromin, dan fosfor. Alkaloid
pada tumbuhan secara sistematis terdapat hampir diseluruh bagian tanaman dan
dapat terakumulasi dalam jumlah besar paada organ tertentu tanaman seperti
akar, kulit batang dan biji (Widaryanto & Azizah, 2018; 74).
II.2 Deskripsi Tumbuhan
II.2.1 Klasifikasi Tanaman
1. Jarak Merah (Jatropha gossypifolia) (www.plantamor.com)
Kingdom : Plantae
Sub kingdom : Racheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnolophyta
Kelas : Magnohopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famli : Euphorbiaceare
Genus : Jatropha
Spesies : Jatropha gossypifolia L.

II.2.2 Morfologi
Jarak merah (Jatropha gossypifolia) tergolong kedalam kelompok
tanaman berdaun tidak lengkap. Karena pada bagian daunnya hanya
memiliki petiolus (tangkai daun) dan lamina (helaian daun) tanpa
memiliki vagina (pelepah daun). Bangun daunnya berbentuk
orbicularis (bulat) karena pada perbandingan panjang dan lebar, jarak
merah yaitu 1 : 1. Memiliki intervenium (daging daun) yaitu tipis
lunak (herbaceus). Pada bagian margo folli, daunnya bergerigi
(serratus). Bagian apex folli, daunnya meruncing (acuminatus). Bagian
basis follinya berlekuk (emarginatus). Susunan tulang daun (nervatio)
dari jarak merah adalah menjari (palminervis) (Ningsih, dkk, 2015).

II.2.3 Kandungan Kimia


Kandungan kimia pada daun jarak diantaranya antrakuinon, flavonoid,
phiobatannin, fenolat, saponin, tanin, karbohidrat, asam amino, steroid,
flavonoid, alkaloid, glikosida, dan terpenoid (Ningsih, dkk, 2015).
II.2.4 Khasiat
Adapun manfaat dari batang getah jarak merah yaitu berkhasiat untuk
menghentikan pendarahan dan gatal-gatal dari luka dan goresan.
Sedangkan daun digunakan untuk luka, keseleo, dan rasa sakit. Selain
itu juga digunakan untuk pengobatan termasuk pembersih darah,
antiseptik, borok, bisul, eksim dan pada luka dilidah anak-anak,
antibakteri, antikoagulam, antiinflamasi analgesik (Ningsih, dkk,
2015).
II.3 Deskripsi Biota Laut
II.3.1 Klasifikasi
1. Bintang Laut (Protoreaster nodosus) (Piter, dkk, 2019)
Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Asteroidea
Ordo : Valvatida
Family : Oreasteridae
Genus : Protoreaster
Spesies : Protoreaster nodosus

2. Bulu Babi (Diadema setosum) (Akerina, dkk, 2015)


Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Echinodea
Ordo : Cidaroidea
Family : Diadematidae
Genus : Diadema
Spesies : Diadema setosum

3. Teripang Hitam (Holothuria edulis) (Hasan, 2013)


Kingdom : Animalia
Phylum : Echinodermata
Class : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Family : Holothuridae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria edulis
4. Karang Lunak (Sarcophyton Sp.) (Fatmawaty, 2017)
Kingdom : Animalia
Phylum : Coelenterata
Class : Anthozoa
Ordo : Alcyonacea
Family : Alcyoniidae
Genus : Sarcophyton
Spesies : Sarcophyton Sp.

II.3.2 Morfologi
1. Bintang Laut
Menurut Piter, dkk (2019) dalam jurnalnya bahwa morfologi
bintang laut yaitu sebagai berikut :
a. Mempunyai lengan sebanyak 5 buah atau kelipatan dari lima.
b. Mulut terdapat dibawah yaitu dibagian oral, sedangkan anus
dibagian aboral.
c. Pergerakan dilakukan oleh kaki tabung yang terdapat berderet
sepanjang lengannya.
d. Terdapat ambulakral groove diantara barisan kaki tabung.
e. Mempunyai beberapa macam warna : kuning, orange dan cokelat
ke abu-abuan.
f. Bagian tubuhnya disebelah aboral terdapat duri-duri yang tumpul
berwarna hitam.
g. Hidup pada wilayah yang multilevel dangkal di cela-cela
terumbu karang dengan suhu air berkisar dari 20oC sampai 26oC.

2. Bulu Babi
Diadema selosum merupakan hewan dengan ciri-ciri bulat,
berwarna hitam dengan cangkang yang keras dipenuhi duri-duri,
memiliki cincin titik putih dan terletak diatas segmen. Setiap titik
putih. Habitatnya diterumbu karang daerah berpasir dan pecahan
karang (Akerina, dkk, 2015).

3. Teripang
Mempunyai bentuk tubuh bulat panjang dan langsing. Panjang
badannya 20-30 cm. Warna badan cokelat tua atau hitam. Dibagian
mulutnya terdapat rumbai-rumbai pendek menyerupai kembang kol.
Apabila ditangkap. Ia sering mengeluarkan getah atau lendir
berwarna putih yang berfungsi sebagai alat untuk membelah diri
sehingga disebut teripang getah (Hasan, 2013).

4. Karang Lunak
Seperti namanya karang lunak memiliki tubuh dengan struktur yang
lembek namun lentur serta mempunyai tangkai yang melekat pada
substrat yang keras terutama pada karang, walaupun penyusun
karang lunak dan karang keras sama yaitu zat kapur, tubuh karang
lunak ini lebih lunak dan kenyal (Fatmawaty, 2017).

II.3.3 Kandungan Kimia


1. Bintang Laut
Kandungan kimia dari bintang laut yaitu alkaloid, flavonoid,
saponin dan ninhidrin (Piter, dkk 2019).

2. Bulu Babi
Golongan steroid, triterpenoid dan saponin (Akerina, dkk, 2015).

3. Teripang
Kandungan kimia teripang terdiri dari 3-5 % karbohidrat, 1,5%
asam amino esensial dan vitamin E, sitokin dan 44-45% protein
(Hasan, 2013).

4. Karang Lunak
Karang Lunak merupakan sumber yang banyak akan senyawa
bioaktif seperti terpenoid, steroid, stearat, glikosida, alkaloid,
flavonoid, saponin dan peptida (Fatmawaty, 2017)

II.3.4 Khasiat
1. Bintang Laut
Khasiat dari bintang laut yaitu sebagai antroksidan, antibakteri,
antiinflamasi, antifungsi dan imunustimulator. Sedangkan untuk
bintang laut biru yang potensial sebagai antitumor dan agen
antibakteri (Piter, dkk, 2019).

2. Bulu Babi
Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh bulu babi memiliki potensi
untuk dimanfaatkan sebagai senyawa antibakteri alami (Akerina,
dkk 2015).

3. Teripang
Teripang memiliki aktivitas sebagai antiurisemia (asam urat)
(Hasan, 2013).

4. Karang Lunak
Memiliki aktivitas biologis seperti antifungi, sitotoksik dan
antimikroba (Fatmawaty, 2017).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

III.1 Alat dan Bahan


III.1.1 Alat
1. Lampu UV 254 nm & 366 nm
2. Chamber ukuran 20×20×8 cm
3. Gelas Ukur 10 ml (2 buah)
4. Gelas Ukur 25 ml (2 buah)
5. Pipet Tetes (3 buah)
6. Botol Vial (55 botol vial)

III.1.2 Bahan
1. N-heksan teknis (109,99 ml)
2. Etil Asetat teknis (104,99 ml)
3. Metanol teknis (62,5 ml)
4. AlCl3 (25 semprot)
5. Aluminium Foil (350 cm)
6. Lempeng KLT (5 buah)
7. Masker
8. Handscoon
9. Tissu

III.1.3 Sampel
1. Bintang Laut (Protoreaster nodosus)
2. Bulu Babi (Diadema setosum)
3. Teripang Hitam (Holothuria edulis)
4. Karang Lunak (Sarcophyton Sp.)
5. Jaarak Merah (Jatropha gossypifolia)

III.2 Cara Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Dihitung eluen dan diukur, dimasukkan kedalam chamber, lalu dijenuhkan.
3. Dilarutkan ekstrak dengan menggunakan pelarut metanol.
4. Dibuat garis batas atas dan bawah pada lempeng.
5. Ditotolkan masing-masing sampel diatas lempeng yang telah ditentukan,
lalu diangin-anginkan.
6. Dimasukkan lempeng yang telah ditotolkan kedalam eluen yang telah
dijenuhkan.
7. Ditunggu mencapai batas atas atau puncak.
8. Dispektro atau dilihat bercak dengan menggunakan sinar UV dengan
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.
9. Disemprotkan lempeng dengan menggunakan AlCl3.
10. Diamati jumlah noda yang diperoleh.

III.3 Skema Kerja


Alat dan Bahan

N-heksan : Etil Asetat


7:3 ad 25 ml

- Dijenuhkan eluen

Chamber

- Dibuat lempeng
- Diambil sampel
- Dilarutkan dengan metanol

Botol Vial

- Ditotolkan ekstrak/sampel

Lempeng KLT

- Diangin-anginkan
- Dimasukkan lempeng

Chamber

- Dimasukkan lempeng

Spektrofotometri dengan cahaya UV 254


nm dan 366 nm

- Disemprot lempeng dengan AlCl3

Amati dan Dokumentasikan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
No Gambar Perlakuan Hasil
1. Jarak Merah - Diamati sinar 2 bercak pada
UV 254 nm dan perbandingan N-
366 nm heksan:etil asetat
- Disemprot (9:1) dan (8:2)
AlCl3

2. Bintang Laut - Diamati sinar 2 bercak pada


UV 254 nm dan perbandingan N-
366 nm heksan:etil asetat
- Disemprot (2:8) dan (1:9)
AlCl3

IV.2 Analisis Data


IV.2.1 Jarak Merah
jarak tempuh noda
Rf =
jarak tempuh eluen
2,8
Noda 1 = =0,4 cm
7
5,12
Noda 2 = =0,73 cm
7

IV.2.2 Bintang Laut


jarak tempuh noda
Rf =
jarak tempuh eluen
7,1
Noda 1 = =0,71 cm
10
8,6
Noda 2 = =0,86 cm
10
IV.3 Pembahasan
Metode identifikasi kandungan senyawa yang tepat karena setiap tanaman
memiliki sifat-sifat struktur kimia yang bersifat internasional dan nasional.
Identifikasi senyawa bertujuan untuk menentukan kandungan kimia yang
dimiliki oleh suatu sampel (Firdaus, 2011: 5)

Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara
menentukan senyawa yang terbentuk pada ekstrak simplisia dengan
menggunakan metode fitokimia.

Cara kerja pada percobaan ini yang pertama-tama yaitu disiapkan alat dan
bahan, dihitung eluen dan diukur, dimasukkan kedalam chamber, lalu
dijenuhkan, kemudian dilarutkan ekstrak atau sampel menggunakan pelarut
metanol. Lalu dibuat garis batas atas dan bawah pada lempeng. Kemudian
ditotolkan masing-masing sampel diatas bagian lempeng yang telah ditentukan,
kemudian diangin-anginkan. Lalu dimasukkan kedalam eluen yang telah
dijenuhkan. Lalu ditunggu hingga fase gerak mencapai batas atas atau puncak.
Kemudian dispektro atau dilihat bercak dengan menggunakan sinar UV dengan
panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Selanjutnya di semprotkan lempeng
dengan menggunakan AlCl3 dan di amati bercak yang timbul.
Didokumentasikan dan ditandai bercak.

Alasan digunakan eluen yang berbeda yaitu untuk melihat sifat yang terdapat
terelusi dengan timbulnya noda. Alasan penjenuhan eluen ini adalah untuk
memudahkan eluen menyerap lempeng Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan
membuat senyawa naik hingga tanda batas lempeng Kromatografi Lapis Tipis
(KLT), berfungsi sebagai fase gerak. Alasan dilakukan penyemprotan dengan
menggunakan AlCl3 yaitu untuk melihat atau menunjukkan adanya senyawa
flavonoid pada sampel tersebut. Alasan digunakan sinar UV yaitu untuk melihat
bercak yang menandakan adanya suatu senyawa pada suatu sampel ekstrak.
Untuk sampel darat (jarak merah) diperoleh hasil yang menunjukkan noda
terdapat pada perbandingan N-heksan:Etil Asetat (9:1) dan (8:2) yang
menandakan adanya senyawa flavonoid karena disemprotkan dengan AlCl3 dan
diamati dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Untuk sampel Bintang Laut diperoleh hasil yang menunjukkan noda terdapat
pada perbandingan N-heksan:Etil Asetat (2:8) dan (1:9) yang menandakan
adanya senyawa flavonoid karena disemprotkan dengan AlCl 3 dan diamati
dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Berdasarkan literatur Ningsih, dkk (2015) dalam jurnalnya yang berjudul Uji
Efek Penyembuhan Gel Ekstrak Daun Jarak Merah Terhadap Luka Sayat Pada
Kelinci Menyatakan bahwa pada jarak merah mengandung senyawa flavonoid.
Hal ini berarti sesuai dengan literatur.

Berdasarkan literatur Piter dkk (2019) dalam jurnalnya yang berjudul Potensi
Antibakteri Bintang Laut Dari Perairan Pantai Kelurahan Tangkaina Manado
menyatakan bahwa pada bintang laut memiliki kandungan flavonoid. Hal ini
juga menandakan bahwa percobaan yang dilakukan sesuai dengan literatur yang
dijadikan acuan.

Alasan noda dalam lempeng lebih dari satu yaitu agar memudahkan dalam
pengerjaan dan juga dalam melihat naiknya fase gerak kebatas atas sehingga
mudah untuk dilihat pada perbandingan berapa noda yang tampak.

Alasan kenapa yang bening ditotolkan harus lebih dari satu yaitu agar senyawa
tersebut dapat teradsorbsi dengan baik sehingga senyawa yang diinginkan
tampak menimbulkan noda saat diamati dengan sinar UV.
Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasi dapat mengetahui cara
identifikasi senyawa yang terdapat dalam satu ekstrak. Sehingga dapat juga
digunakan untuk penelitian nantinya.
BAB V
PENUTUP

V.1 Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Identifikasi senyawa pada jarak merah dengan menyemprotkan AlCl 3 pada
lempeng KLT diperoleh 2 bercak pada perbandingan N-heksan : etil asetat
(9: 1) dan (8 :2) yang menandakan adanya senyawa flavanoid.
2. Identifikasi senyawa pada bintang laut diperoleh hasil 2 bercak pada
perbandingan N-heksan dan Etil asetat (2 : 8) dan (1 : 9) yang menandakan
adanya senyawa flavanoid.

V.2 Saran
Sebenarnya dalam percobaan ini dilakukan dengan lebih teliti agar hasil yang
didapatkan sesuai dan untuk praktikan lebih memahami lagi cara pengerjaan
didalam laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA

Akerina, Febrina, dkk (2015) Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Anti bakteri dari
Bulu Babi. JPHP 2015 volume 18 Nomor 1. Bogor : IPB Darmaga.

Angria, Nirmawati (2019) Undur-Undur (Myrmelon Sp.) Sebagai Antidiabetik.


Ponorogo : Uwais Inspirasi Indonesia.

Firdaus, dkk (2013) Tanaman Bakau Biologi dan Bioaktivitas. Malang : UB Press.

Ningsih, Surya & Andi Armisman (2015) Uji Efek Penyembuhan Gel Ekstrak Daun
Jarak Merah (Jatropha gossipifolia Lim.) Terhadap Luka Sayat Pada Kelinci
(Oryctolagus cuniculus). Jurnal farmasi UIN Alauddin Makassar 3 (3), 104
-110.

Persagi, (2009) Kamus Gizi Pelengkap Kesehatan Keluarga. Jakarta : PT Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai