Anda di halaman 1dari 23

1

PENDAHULUAN

Salah satu kendala upaya peningkatan produksi kacang-kacangan di


Indonesia adalah adanya serangan berbagai hama. Dalam upaya untuk
mengendalikan hama, petani sekarang masih bertumpu pada insektisida, karena
cara-cara yang lain seperti penggunaan varietas tahan dan musuh alami belum
banyak digunakan. Pengendalian hama menggunakan insektisida sudah biasa di
lakukan, tetapi kegagalan dalam menanggulangi hama masih sering terjadi. Sistem
pengelolaan tanaman kacang-kacangan dengan penggunaan insektisida sintetik
yang intensif akan menurunkan keanekaragaman jenis parasitoid dan Arthropoda
predator yang aktif di permukaan tanah (Hendrival, 2017). Menurut Widiarta et
al. (2006), terpaparnya areal persawahan oleh insektisida dapat menurunkan
keanekaragaman jenis serangga. Agroekosistem kedelai yang diaplikasi
insektisida memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis yang rendah karena pada
agroekosistem tersebut terpapar bahan kimia yang dapat menyebabkan penurunan
jumlah individu dalam populasi. Untuk mengurangi dampak negatif penggunaan
pestisida tersebut, maka pengendalian hama secara konvensional (menggunakan
pestisida) mulai ditinggalkan dan beralih pada pengendalian berdasarkan konsepsi
pengelolaa hama terpadu (PHT). Mengingat peran parasit dan predator dalam
menekan populasi hama secara alami cukup penting, maka upaya konservasi
musuh alami di lapang perlu lebih diperhatikan (Radiyanto, 2010).
2

A. Parasitoid/Predator pada Tanaman Kacang Kedelai (Glycine max)


Tanaman kedelai merupakan salah satu tanaman yang dapat diserang
hama sejak mulai tumbuh hingga menjelang panen. Namun Hymenoptera
parasitoid dominan ditemukan di agroekosistem kedelai (Hendrival, 2017).
Hymenoptera parasitoid yang sering ditemukan pada tanaman kedelai adalah
dari famili Ichneumonidae, Braconidae, Eulophidae, Scelionidae, dan
Trichogrammatidae.
1. Erionota thrax L. (Hymenoptera: Ichneumonidae)

Gambar 1. Erionota thrax L.


Sumber: Hennige (2015)
Ciri-ciri
Merupakan parasitoid pupa dari Famili Ichneumonidae. Ukuran
tubuh berkisar 13 mm, berwarna hitam, antenanya panjang berjumlah 16
ruas (Wibowo, 2015)..

Sikus Hidup
Dalam siklus hidupnya parasitoid ini memerlukan larva inang
untuk perkembangannya. Telur yang diletakkan pada larva inang akan
berkembang sesuai dengan perkembangan inangnya. Keadaan curah hujan,
kelembaban dan ketersediaan pakan adalah diantara faktor abiotik yang
mempengaruhinya (Nelly, 2005).
3

2. Etiella zinkenella (Hymenoptera: Braconidae)

Gambar 2. Imago E. zinckenella yang memiliki sayap depan warna putih


(a) Imago E. Zinckenella yang tidak memiliki sayap depan warna putih (b).
Sumber: http://bugguide.net (diakses tanggal 2 Mei 2020).

Ciri-ciri
Parasitoid dari larva yang merupakan anggota dari famili
Braconidae (Dang et al., 2011). Sayap depan memiliki garis putih,
memiliki lima macam warna yaitu coklat kehitaman, coklat keabuan,
coklat, putih keabuan dan putih, pangkal antena imago E. zinckenella
betina memiliki lima macam warna yaitu coklat kehitaman, coklat
keabuan, coklat, putih keabuan, dan putih (Tantawizal, 2011).

Sikus Hidup
Siklus hidup E. Zinckenella meliputi telur, larva, pupa, dan preoviposisi.
Pada saaat larva berada pada tanaman kedelai siklus hidup sedikit ebih
lama yaitu 36 hari dibandingkan saat berada pada kacang tanah yaitu 35
hari.

B. Parasitoid/Predator pada Kacang Koro


1. Aphelinus sp.

Gambar 3. Aphelinus sp
Sumber: http://biologicalservices.com.au/products/aphelinus-2.html
(diakses tanggal 2 Mei 2020).
4

Ciri-ciri
Parasitoid ini domin an memarasiti kutu daun Myzus persicae (Sulzer).
Imago berukuran relatif kecil dengan ovositor yang panjang (Quicke, 1997).

Siklus Hidup
Fase perkembangan kutu daun mempengaruhi terbentuknya mumi
parasitoid ini. Periode waktu terbentunya mumi pada nimfa akhir dan imago
lebih cepat dari rerata 5,9 hari menjadi 4,7 hari. Pemberian pakan berupa
larutan madu dapat memperpanjang lama hidup imago Aphelinus sp.dari 5 hari
menjadi 10 hari. Dengan bertambahnya lama hidup imago dapat menyebabkan
bertambahnya kematian inang.

Cara Penyerangan
Aphelinus sp. melaukan penyerangan pada kutu daun dengan perilaku
host feeding atau tusukan ovipositor yang menyebabkan kematian kutu daun
dengan kisaran 9-20 ekor per satu imago.

C. Predator/Parasitoid pada Tanaman Kacang Hijau (Vigna radiata L.)


1. Oxyopes javanus

Gambar 4. Oxyopes javanus


Sumber: https://steemit.com (diakses pada 20 April 2020)

Siklus Hidup
Siklus hidup 150 hari, dan dapat menghasilkan telur dengan sangat
banyak. Laba-laba mempunyai siklus hidup dengan metamorphosis tidak
5

sempurna, laba-laba dewasa kawin dengan menghasilkan telur yang


nantinya menetas, laba-laba yang menetas akan mengalami fase berganti
kulit pada fase dewasa.
Ciri-ciri
Oxyopes javanus tidak memiliki sarang, hanya menunggu dan
berkelana dari daun ke daun untuk memangsa serangga. Susunan mata
hexagonal dan kaki atau tungkai yang spinae (berduri-duri), Oxyopes
javanus sangat hidup di rerumputan & tanaman herba berukuran 7-10 mm.

2. Kumbang koksi (E. Admirabilis)

Gambar 5. E. Admirabilis
Sumber: https://sinta.unud.ac.id (diakses pada 20 April 2020)

Siklus Hidup
Kumbang koksi betina pada masa reproduksi memiliki kemampuan
makan yang besar selama awal bulan dan memproduksi telur sebanyak
3000 butir. Kumbang koksi dari ordo Coleoptera ini mengalami
metamorfosis sempurna yaitu berkembang dari telur, larva, kepompong,
dan dewasa. Telur kumbang koksi yang berbentuk lonjong dan berwarna
kuning menetas sekitar 1 minggu setelah oviposisi. Larva kumbang koksi
bertubuh panjang, diselubungi bulu, dan berkaki enam. dalam
perkembangannya melakukan pergantian kulit. Larva kumbang koksi yang
telah mencapai ukuran tertentu akan berhenti makan dan memasuki fase
kepompong, sekitar usia dua minggu sejak pertama kali menetas.
Kepompong ini biasanya menempel pada daun atau ranting. Imago
selanjutnya akan keluar dari kepompong setelah berumur sekitar satu
6

minggu. Sayap depan kumbang koksi yang baru keluar masih lemah,
sehingga akan berdiam diri sejenak untuk mengeraskan sayapnya sebelum
mulai berakivitas. Kumbang koksi dapat hidup sampai 2 – 3 tahun di
habitatnya (Pracaya, 1993).
Ciri-ciri
Kumbang koksi adalah salah satu serangga dari ordo Coleoptera.
Famili Coccinellidae secara umum mempunyai bentuk tubuh bulat,
panjang tubuh antara 8-10 mm. Kumbang koksi mempunyai ciri khas pada
sayap berwana merah dengan garis dan bercak hitam yang bervariasi.
Kumbang koksi betina muda dapat memakan polen dan nektar selain daun
untuk pertumbuhan dan perkembangan ovariumnya. Morfologi larva
bertipe campodeiform yaitu tubuh yang pipih, mempunyai 3 pasang kaki
yang terletak pada bagian thorax, kepala prognathous yang aktif mencari
pakan. Larva berwarna cokelat kemerah-merahan, kuning dan hitam
(Hanson et al., 1994).
Cara Penyerangan
Kumbang koksi dikenal sebagai sahabat petani karena beberapa
anggotanya memangsa serangga hama seperti spesies aphid pada tanaman
Kacang Hijau. larva dan imago Coccinellidae memangsa kutu daun
(Estiarana, 2012).

3. Kumbang P. fuscipes

Gambar 6. P. fuscipes
Sumber: http://www.litbang.pertanian.go.id (diakses pada 20 April 2020)
7

Siklus Hidup
Siklus hidup serangga ini terdiri dari telur, larva, pupa dan imago
(serangga dewasa) yang berbentuk kumbang yang berlangsung sekitar 18
hari. Kumbangnya sendiri dapat hidup hingga 3 bulan. Seekor kumbang
betina dapat meletakan telur sebanyak 100 butir telur.
Cara Penyerangan
Kumbang P. fuscipes adalah salah satu jenis predator yang cukup
penting pada beberapa tanaman. Kumbang ini merupakan predator dari
beberapa jenis hama, antara lain wereng hijau Cicadellidae (Herwenita &
Susanti 2011). P. fuscipes bersifat polifag, kumbang P. fuscipes adalah
pemangsa telur dan larva H. armigera. Selain itu, kumbang ini juga
memangsa E. zinckenella dan S. litura di pertanaman kedelai. Kemampuan
memangsa oleh sepasang kumbang mencapai 12-14 butir telur atau 12
ekor larva per 24 jam, namun kemampuan memancar dalam pencarian
mangsanya relatif lambat.
Cara Pengendalian
Upaya pegendalian yang mungkin dapat diupayakan yaitu dengan
memasang perangkap lampu pada malam hari. Memasang perangkap
kuning berperekat pada pertanaman juga dapat mengurangi populasi
serangga tersebut. Penyemprotan tanaman dengan pestisida nabati
berbahan tanaman mimba, serai wangi, dan minyak cengkeh, menjaga
keseimbangan predator dan mangsa.

4. Lalat Syrphidae sp.

Gambar 7. Lalat Syrphidae sp.


Sumber: http://www.BugGuide.Net (diakses pada 20 April 2020)
3. P. fuscipes
Sumber: http://www.litbang.pertanian.go.id (diakses pada 20 April
2020)
8

Siklus Hidup
Siklus hidupnya sekitar 31 hari pada suhu 27 oC, dan 45 hari pada
suhu 21 oC. Larva serangga ini merupakan predator selama 12-17 hari,
selanjutnya menjadi pupa yang terbungkus kokon dalam batang. Satu
larvanya dapat memangsa 250 P. citri. metamorfosis menjadi imago
sekitar 5-7 hari, selanjutnya betina kawin bertelur dalam 5 hari. Mangsa
utama larva Cryptolaemus sp. adalah P. citri, namun jika tidak ada dapat
memangsa serangga kecil dan kutu daun (Appliedbio-Nomics, 2010).

Ciri-ciri
Mempunyai warna, ukuran, dan kenampakkan yang bervariasi,
beberapa warna cerah, coklat, kuning, dan hitam, umumnya bertubuh
ramping, proboscis pendek dan berdaging, merupakan famili lalat yang
mirip dengan lebah madu, tawon besar, dan tambuhan, ukuran 8 mm,
bentuk abdomen bulat lancip, berwarna kuning dan hitam, bentuk sayap
oval, thorak berwarna hitam kecoklatan.
9

D. Predator/Parasitoid pada Tanaman Kacang Mente (Anacardiun accidentale L)


1. Aphanomerus sp. (Hymenoptera: Platygasteridae)

Gejala:
1. Bagian yang terkena racun
menyebabkan berbecak hitam.
2. Serangan pada pucuk daun
meyebabkan gugur dan pada
daun muda menyebabkan daun
kering hingga mati.
3. Bunga yang terserang menjadi
hitam dan mati.

Gambar 8. Bercak hitam pada


bagian buah (Indriati, 2014)

Penyebab bercak hitam pada tanaman jambu mente: hama Helopeltis


spp. dan dapat dikendalikan dengan parasitoid Aphanomerus sp.
(Hymenoptera: Platygasteridae)

Siklus Hidup
Populasi parasitoid Aphanomerus sp. (Hymenoptera: Platygasteridae)
umumnya mengikuti populasi hama Helopeltis spp. yang biasanya terjadi pada
masa pembungaan tanaman jambu mente dan disertai dengan tumbuhnya
pucuk muda. Pucuk muda muncul setelah ada hujan dan mencapai puncak
pada akhir musim hujan. Kemudian, telur diletakkan pada pucuk daun dan
jaringan muda yang masih lunak. Rata-rata jumlah telur yang diletakkan
sebanyak 25 butir. Ditandai dengan adanya sepasang benang halus yang
menonjol keluar (Kalshoven, 1980).
10

Ciri-Ciri
Telur parasitoid Aphanomerus sp menempel pada inang. Biasanya
menyebabkan telur inang berubah warna dari hijau kekuningan menjadi
coklat, ungu, abu-abu, kuning atau hitam. Ukuran parasitoid kecil sekali
sekitar 0,7 – 1 mm, warna tubuh hitam, mata juga berwarna hitam dan
memiliki tiga oseli yang berwarna merah (Supeno, 2007 dan Purnayasa,
2003).
Cara Penyerangan
Parasitoid Aphanomerus sp. Menyerang telur hama sebagai inang. Melalui
telur inang, Aphanomerus sp. Membuat lubang bulat di bagian ujung telur
yang kecil dan meninggalkan potongan kulit telur tidak terputus sehingga
tampak seperti tutupp. Bila tutup-tutup tersebut lepas, maka akan tampak
lubang keluarnya parasitoid (Supeno, 2007).
Cara Penyebaran
Peran parasitoid Aphanomerus sp. berhubungan dengan serangan H.
anacardii terjadi di beberapa Negara Asia Selatan, India, dan Afrika Timur
menyebabkan kerusakan ranting hingga 80%, kerusakan tunas sebesar 25%,
pada bunga dan buah yang masih lunak sebesar 15% melalui berbagai media
(Rickson dalam Davis, 1999 dan Mandal, 2000).
Cara Pengendalian
Melakukan pembersihan gulma berdaun lebar karena merupakan inang
alternatife bagi Helopeltis spp. Kemudian pemangkasan tajuk yang tumpang
tindih karena Helopeltis spp. sangat peka terhadap radiasi matahari
(Kalshoven, 1981). Pemangkasan tajuk atau kanopi jambu mete dimaksudkan
untuk mengurangi kerapatan kanopi dan kelembaban mikro setempat. Selain
itu, manipulasi tumbuhan liar dapat meningkatkan kelimpahan dan
keanekaragaman musuh alami, termasuk Hymenoptera parasitoid (Landis et
al., 2000; Altieri dan Nicholls, 2004). Maka dari itu, untuk mengendalikan
populasi parasitoid Aphanomerus sp. yakni dengan menurunkan populasi
hama Helopeltis spp.
11

2. Telenomus sp.

Gambar 9. Telur parasitoid Telenomus sp. sering ditemukan bersama hama


Sanurus indecora (Siswanto et al., 2002).

Gejala:
1. Bagian terserang parasitroid, Penyebab tumbuhnya
menyebabkan keberadaan telur cendawan pada tanaman
hama rusak. jambu mente: Sanurus
2. Tidak ditemukannya hama dengan indecora yang terindikasi
jumlah yang besar adanya terlur parasitoid
3. Telur hama Sanurus indecora Telenomus sp.
berwarna coklat kemerahan dan
terdapat titik hitam

Siklus Hidup
Populasi parasitoid tergantung pada jumlah inang. Hal ini sangat
mempengaruhi peran parasitoid sebagai pengendali alami. Karena habitat
terganggu, maka populasi hama akan menurun dan begitu juga dengan
populasi parasitoid (Yaherwandi et al., 2008). Indeks dominansi parasitoid
tertinggi terjadi pada lahan tanpa tumbuhan liar yang menunjukkan ketidak
seimbangan populasi antar spesies serangga (Meidalima, 2014).
12

Umumnya, populasi telur Sanurus indecora mulai tampak tinggi jika di


pertanaman bila populasi Helopeltis spp. rendah dan akan mencapai
puncak pada akhir masa pembungaan. Telur diletakkan secara
berkelompok dibawah permukaan daun dan diselimuti dengan lapisan lilin
berwarna putih atau krem (Karmawati et al., 2004).

Ciri-Ciri
Memiliki ciri sudut posterior atas segmen tidak meruncing, jumlah
spine pada tubuh kaki belakang 1 buah. Sayap berwarna putih, hijau atau
putih kemerahan berukuran 6-8 mm (Siswanto et al., 2003).

Cara Pengendalian
Pengendalian parasitoid dapat dilakukan dengan perekayasaan
lingkungan pertanaman jambu dan meningkatkan populasi predator semut
serta penggunaan pestisida nabati biji mimba yang dimana jumlahnya
melimpah di daerah sentra jambu mente (Karmawati et al., 2007).

E. Predator/Parasitoid pada Tanaman Kacang Macadamia (Macadamia


integrifolia)
1. Amblypelta lutescens lutescens

Gambar 10. Bercak pada buah kacang makadamia (Reprint, 2003)


13

Gejala:
1. Terdapat bercak hitam pada buah kacang makadamia dan cekung
pada bagian yang berwarna hitam.
2. Pada kulit buah kacang makadamia yang mulai keras, mulai terlihat
tanda titik coklat muda.

Penyebab busuknya tanaman kacang makadamia: A. l. lutescens

Siklus Hidup
A. l. lutescens untuk proses pengembangan atau pertumbuhan
sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu 20oC membutuhkan waktu
pengembangan telur hingga dewasa selama 79 hari sedangkan untuk suhu
25 oC membutuhkan waktu 50 hari untuk menyelesaikan pengembangan
dan pada suhu 30oC membutuhkan waktu 41 hari (Waite et al, 2000).
Namun, pada suhu umumnya di Indonesia mimfa menetas dari telur sekitar
8 hari, selanjutnya nimfa berkembang 37-42 hari (Jones, 2002). Setiap
serangga betina memproduksi 130 telur (Susilawati, 2018).
Ciri-Ciri
Ciri khusus A. l. lutescens yakni memiliki fitur ujung trutate
scutellum yang berbeda dari biasanya. Pada A. l. lutescens dewasa
memiliki panjang sekitar 11-15 mm dan berbentuk ramping, memiliki
cekungan kecil pada bagian perut, memiliki 4 segmen antena. Pada bagian
genetalia betina memiliki ujung lebih luas dan sedikit meruncing. Telur
berukuran panjang sekitar 1,5-1,7 mm, berbentuk oval dan ujung
membulat (Brimblecombe, 1962 dan Ironside, 1978).
Cara Pengendalian
Pengendalian bisa dilakukan dengan lebih selektif dalam memilih
insektisida karena jika sembarangan dapat berdampak pada hama lain.
Selnjutnya dapat dilakukan pengembangan perangkap tanaman maupun
perangkap feromon sebagai alat pemantauan untuk memperluas
pemantauan (Huwer, 2011). Pengendalian secara biologi dilakukan dengan
memanfaatkan parasitoid telur Trichgrammatoidea cryptophlebiae
sebagai. Parasitoid T. cryptophlebiae berasal dari Afrika dan beradaptasi di
Australia (Susilawati, 2018).
14

2. Hypothenemus obscurus Fabricius

Gambar 11. Kerusakan biji makadamia (Tropical nut borer dalam Susilawati, 2018)

Gejala:
1. Pada kulit kacang makadamia banyak ditemukan lubang dengan
diameter sekitar 0,5 mm.
2. Tampak bekas gerekan pada bagian lpada bagian kemel kacang
makadamia.

Penyebab kerusakan tanaman kacang makadamia: Hypothenemus


obscurus Fabricius

Siklus Hidup
H. obscurus terdiri dari 4 stadia larva. Setiap imago betina
menghasilkan lebih dari 120 telur. Semua tahap perkembangan H.
obscurus berada di dalam biji dan ditemukan pada bagian dalam buah biji
makademia sebanyak kurang lebih 190 kumbang (Mitchell & Maddox,
2010). Perkembangan larva selama 3-4 minggu. Stadia pupa sekitar 1
minggu, dengan ukuran pupa betina kurang lebih 18 mm dan pupa jantan
kurang lebih 1,27 mm. Imago yang baru keluar biasanya berwarna coklat
muda, selanjutnya berbuah warna menjadi coklat gelap dan rata-rata
panjang imago betina mencapai 1,5 mm dan imago jantan berkisar 1 mm
(Jones, 2002).
Cara Penyerangan
Secara umum, hama ini menyerang bagian dalam shell dan kemel
buah makademia. Dilaporkan tanaman makadamia yang tidak dipanen
15

mengalami kerusakan akibat serangan H. obscurus sebesar 50%-60%


(Susilawati, 2018).
Cara Pengendalian
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi serangan
hama H. obscurus, yakni menggunakan varietas tahan, panen lebih awal,
dan panen sering (Jones, 1995). Selain itu juga, bisa dilakukan dengan
memanfaatkan musuh alami yakni predator dan parasitoid lain. Adapun
predator yang berasosiasi dengan H. obscurus adalah Cryptamorpha
desjardinsi (Coleoptera: Sivanidae) dan Ceratitis capitata (Diptera:
Tephritidae). Dua predator ini merupakan predator yangn mampu menekan
serangan akibat larva H. obscurus (Susilawati, 2018).

3. Nezara viridula L.

Gambar 3. Pembusukan dan kerusakan biji makadamia (Susilawati, 2018)

Gejala:
1. Buah dan biji menjadi busuk dan mengalami pertumbuhan yang
tidak sempurna.
2. Kulit buah mengalami keriput dan terlihat tidak sehat.

Penyebab kerusakan tanaman kacang


makadamia: Nezara viridula L.
16

Siklus Hidup
Telur diletakkan dalam batch sekitar 80 atau lebih per batch. Telur
berwarna krem dengan diamteter kurang lebih 0,8 mm. Telur menetas 4-5
hari. nimfa terdiri dari 5 instar dengan periode sekitar 33 hari, serangga
dewasa berwarna hijau dengan panjang kurang lebih 13 mm (Jones, 2002).
Serangga betina memproduksi sekitar 3-4 mases dengan kandungan mases
kurang lebih 70 telur (Susilawati, 2018).
Cara Pengendalian
Pengendalian N. viridula ynag dapat dilakukan dengan penggunaan musuh
alami (parasitoid, predator, dan pathogen serangga). Seperti penggunaan
entomopatogen Beuveria bassiana sebagai biopestisida (Koswanudin &
Wahyono, 2014).

F. Predator/Parasitoid pada Tanaman Kacang Almond (Prunus amygdalus)


1. Ephestia cautella

Gambar 1. Pembusukan dan kerusakan biji kacang almond


(Rijal, 2017)

Gejala
1. Buah kacang almond berubah Penyebab pembusukan
berwarna coklat dan rusak. dan kerusakan biji
2. Terdapat lubang kecil pada kacang almond:
bagian luar buah kacang Ephestia cautella
almond.
17

Siklus Hidup
Imago E. cautella berupa ngengat berwarna abu-abu dan biasnya
aktif pada malam hari. E. cautella betina dapat memproduksi telur
sekitar 30-340 butir selama masa hidupnya dan memiliki siklus hidup
selama 31-42 hari (Haines, 1991).

Ciri-Ciri
Ephestia cautella mempunyai sayap depan berwarna coklat abu-
abu gelap, pada sisi luar terdapat suatu garis berwarna pucat. Di
sebelah dalam garis terdapat garis cukup lebar dan berwarna lebih
gelap. Ukuran sayap sekitar 14-22 mm. Bulu/jumbai sayap berukuran
pendek. Alat genetalia berbentuk seperti lembaran dengan tonjolan
runcing pada bgaian ujung dan alat ovipositor serangga betina
berbentuk seperti “tugu monas” (Rijal, 2017).

Cara Penyerangan
Pada Ephestia cautella dewasa, melakukan penyerangan melalui
telur yang ditempelkan pada inangnya. Umumnya, Ephestia cautella
dewasa pindah dari kebun almond satu ke kebun lainnya dan akan
menyerang kacang muda. Selanjutnya, Ephestia cautella dewaas
meletakkan telur dan menyerang pada kacang masih muda atau belum
mengalami pengerasan shell, sehingga akan menyebabkan kacang
gugur, perubahan warna kulit kacang dan buah tidak jadi tumbuh baik
(Rijal, 2017).

Cara Pengendalian
Pengendalian dilakukan dengan menggunakan perangkap telur
hitam yang diisi dengan tepung dan minyak 10%. Setelah itu digantung
pada ketinggian kepala di sisi utara pohon almond. Pada pengendalian
ini, dikethaui dapat mengurangi jumlah telur yang menempel pada
buah almond (Rijal, 2017).
18

RANGKUMAN

Berdasarkan data yang diperoleh bahwasanya keberadaan predator


maupun parasitoid pada tanaman masih sangat sedikit. Parasitoid maupun
predator biasanya digunakan sebagai pengendali hama pengganggu pada tanaman.
Terutama pada beberapa tanaman kacang kedelai, kacang koro, kacang hijau,
kacang mente, kacang makadamia dan kacang almond. Pada tanaman kacang
kedelai ditemukan parasitoid maupun predator yakni Erionota thrax L. dan Etiella
zinkenella. Pada tanaman kacang koro ditemukan Aphelinus sp. Pada tanaman
kacang mente ditemukan Oxyopes javanus, Kumbang koksi E. Admirabilis, P.
fuscipes dan Lalat Syrphidae sp. Pada tanaman kacang mente ditemukan
Aphanomerus sp. Dan Telenomus sp. Pada tanman kacang makadamia ditemukan
Amblypelta lutescens lutescens, Hypothenemus obscurus Fabricius dan Nezara
viridula L. pada tanaman kacang almond ditemukan Ephestia cautella.
Umumnya, penyerangan dilakukan melalui telur dari parasitoid maupun
predotor yang diletakkan pada bagian organ tanaman kacang tersebut dan
beberapa ada yang diletakkan pada inang. Siklus hidup yang dimiliki parasitoid
maupun predator umumnya bergantung pada siklus hidup hidup inang karena
beberapa parasitoid maupun predator menempel pada inang. Pengendalian paling
efektif dilakukan umunya dilakukan dengan secara teknik atau mekanis dan
biologis, karena jika pengendaliannya dilakukan secara kimia maka akan
berdampak negatif pada tanaman. Gejala yang ditimbulkan dari predator maupun
parasitoid juga hampir sama dengan gejala yang ditimbulkan dari hama dan
penyakit. Namun, tetap terdapat perbadaan meskipun tidak begitu jelas.
Harapannya, di masa datang parasitoid dan predator dapat diteliti lebih mendalam
lagi sehingga bisa mengetahui perbedaan jelas antara penyerangan hama maupun
penyakit yang ditimbulkan dari pihak lain seperti jamur maupun bakteri.
19

DAFTAR PUSTAKA
Altieri, M.A, & C.I. Nicholls. 2004. Biodiversity and Pest Management in
Agroecosystem. Second Edition. New York: Food Product Press.
Austin, A.D., Johnson, N.F., & Downton, M. (2005). Systematics, Evolution, And
Biology Of Scelionid And Platygastrid Wasps. Annual Review Of
Entomology, 50, 553-582.
Baliadi, Y., Tengkano, W., & Marwoto. (2008). Penggerek Polong Kedelai,
Etiella Zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), Dan Strategi\
Pengendaliannya di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 27(4),113-123.
Brimblecombe, AR. 1962. Descriptions of the life cycle stages of the fruitspotting
bug Amblypelta nitida (Stal) (Hemiptera: Coreidae). Journal of
Entomological Society Queensland 1, 16-20.
Dang, T.D., Luu, T.H.P., & Khuat, D.L. (2011). Insect Parasitoid Composition On
Soybean, Some Ecobiological Characteristics Of The Parasiotoid,
Xanthopimpla Puncitata Fabrictus On Soybean Leaf Folder Omiodes
Indicata (Fabricius) In Hanoi, Vietnam. Journal International Society For
Southeast Asian Agricultural Sciences, 17(2), 58-69.
Davis, K. 1999. Cashew. Eco Technical Note. http:///www.echonet.org.
Frewin, A.J., Xue, Y., Welsman, J.A., Broadbent, A.B., Schaafsma, A.W., &
Hallett, R.H. (2010). Development and Parasitism By Aphelinus Certus
(Hymenoptera: Aphelinidae), A Parasitoid Of Aphis Glycines (Hemiptera:
Aphididae). Environmental Entomology, 39(5), 1570-1578.
Haines CP, editor. 1991. Insects and Arachnids of Tropical Stored Products: Their
Biology and Identification. Ed ke-2. London (GB): Natural Resources
Institute.
Halono, T. E. D. 2014. Kesesuaian Lima Jenis Komoditas Pascapanen sebagai
Media Perkembangan Hama Gudang Ephistia cautella (walker)
(Lepipdoptera: Pyralidae). Bogor: IPB.
Hamid, H. (2012). Struktur Komunitas Serangga Herbivora dan Parasitoid pada
Polong Tanaman Kacang-Kacangan (Fabaceae) Di Padang. Jurnal
Entomologi Indonesia, 9(2), 88-94.
20

Hendrival. dan Khalid, A. Perbandingan Keanekaragaman Hymenoptera


Parasitoid pada Agroekosistem Kedelai dengan Aplikasi dan Tanpa
Aplikasi Insektisida. Journal Of Biology, 10(1), 2017, 48-58
Hirose, Y., Takasu, K., & Takagi, M. (1996). Egg Parasitoids Of Phytophagous
Bugs In Soybean: Mobile Natural Enemies As Naturally Occurring
Biological Control Agents Of Mobile Pests. Biological Control, 7, 84-94.
Huwer, RK, Maddox, CDA & Purdue, IM. 2011. Progressing Integrated Pest
Management in Macadamias. In: Final Report MC06021 pp.166.
Indiarti, Gusti & Samsudin. 2014. Aktivitas Insekisida Ekstrak Piperaceae
terhadap Helopeltis Anatonii pada Kakao. Ejurnal Litbang: Vol 1, No 1.
Ironside, DA. 1978. Macadamia pests: fruitspotting bug and banana spotting bug.
Queensland Agricultural Journal 104, xiii-xvi.
Jones, P. L.; Chavez, J. R.; Mitchell, B. D. 2002. Production of Australian
freshwater crayfish in earthen-based systems using pelleted diets and
forage crops as food. Aquacult. Int., 10 (2): 157-175
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised and
Translated by P.A van Der Laan. P.T. Ictiar baru - Van Hoeve. Jakarta.
Karmawati, E. 2008. Perkembangan Jambu Mete dan Strategi Pengendalian
Hama Utamanya. Bogor: Perspektif Vol. 7 No. 2. Hlm 102 – 111. ISSN:
1412-8004.
Karmawati, E. 2010. Pengendalian hama Helopeltis spp. Pada jambu mete
berdasarkan ekologi: Strategi dan Implementasi. Pengembangan Inovasi
Pertanian 3(2): 102-119.
Karmawati, E. dan R. Balfas. 2007. Pemanfaatan pestisida nabati dan jamur
Beauveria bassiana untuk pengendalian kutu daun F. virgata. 8 hlm
(dalam proses penyusunan prosiding).
Karmawati, E., Siswanto dan E.A. Wikardi. 2004. Peranan semut (Oecophylla
smaragdina dan Dolichoderus sp.) dalam pengendalian Helopeltis Spp.
dan Sanurus indecora pada jambu mete. Jurnal Littri 10 (1): 1 – 7.
Karmawati, E., T.H. Savitri, T.E. Wahyono dan I.W. Laba. 1999. Dinamika
populasi Helopeltis antonii Sign, pada jambu mete. Jurnal Littri 4 (6): 163
– 67.
21

Karmawati, E., T.H. Savitri, W.R. Atmadja dan T.E. Wahyono. 2001. Jurnal Littri
7 (1) 1 – 5.
Mandal, R.C. Cashew Production and Processing Technology. 2000. Agrobias,
India. 195 hal.
Meidalima, Dewi. 2014. Parasitoid Hama Penggerek Batang dan Pucuk Tebu di
Cinta Manis, Ogan Ilir Sumatera Selatan. Journal of Biology and Biology
Education: Biosaintifika.
Mitchell, A., Maddox, C. 2010. Bark beetles (Coleoptera: Curculionidae;
Scolytinae) of importance to the Australian macadamia industry: An
integrative taxonomic approach to species diagnostics. Aust. J. Entomol.,
49, 104–113.
Nelly N. 2005. Dinamika Interaksi Parasitoid Eriborus Argenteopilosus Cameron
(Hymenoptera: Ichneumonidae) Dan Inang Crocidolomia Pavonana Zeller
(Lepidoptera: Pyralidae) pada Kondisi Fisiologis dan Suhu Berbeda
[Disertasi]. Padang: Program Pascasarjana. Universitas Andalas.
Nicholls, C.I. and M.A. Altieri. 2012. Plant biodiversity enhances bees and other
insect pollinators in agroecosystems. A review. Agron Sustain Dev 33:
257-274.
Purnayasa, I. G. N. R. 2003. Parasitasi Aphanomerus sp. Pada Wereng Pucuk
Jambu Mente Sanurus indecora JACOBI. Jurnal LITRI, Vol 9, No 1.
Quicke DLJ. 1997. Parasitic Waps. London: Chapman & Hall.
Radiyanto, I., Sodiq, M. Dan Nurcahyani, N.M. 2010. Keanekaragaman Serangga
Hama dan Musuh Alami Pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan
Balong-Ponorogo. J. Entomol. Indon.Vol. 7 (2): Hal. 116-121.
Rao, R.G.V., Wightman, J.A., & Rao, R.D.V. (1993). World Review Of The
Natural Enemies And Diseases Of Spodoptera Litura (F.) (Lepidoptera:
Noctuidae). Insect Science And Its Application, 14(3), 273-284.
Reprint. 2003. Macadamia Problem Solver and Bug. Queensland Government.
Rickson, F.R. and M.M. Rickson. 1998. The cashew nut, Anacardium occidentale
(Anacardiaceae), and its perennial association with ants: Extra floral
nectary location and the potential for ant defense. Am. J. Bot. 95(6): 835-
849.
22

Rijal, Jhendral. 2017. Seasonal Insect Pest Monitoring Updates in Almonds. The
Almond Doctor.
Siswanto, E.A. Wikardi, Wiratno dan E. Karmawati. 2002. Identifikasi wereng
pucuk jambu mete, Sanurus indecora dan beberapa aspek biologinya.
Jurnal Littri 9 (4): 157 – 161.
Supeno, Bambang. 2007. Parasitoid Telur Lalatjala (Chryopa sp.) pada
Ekosistem Jambu Mete di Lombok. Jurnal Entomologi Indonesia, Vol. 4,
No. 1, 19-15.
Susilawati dan Indriati, G. 2018. Hama pada Buah Makadamia (Macadamia
integrifolia). Sirkuler Inovasi Tanaman Industri dan Penyegar (SIRINOV),
Vol. 6, No.1.
Takada, H., Nakamura, C., & Miyazaki, M. (2011). Parasitoid Spectrum
(Hymenoptera: Braconidae; Aphelinidae) Of The Soybean Aphid Aphis
Glycines (Homoptera: Aphididae) In Japan And Indonesia (Java And
Bali). Entomological Science, 14, 216-219.
Tantawizal, Christanto, dan W Tengkano. 2011. Spesies, Perbandingan Kelamin,
dan Ciri Morfologi Penggerek Polong Kedelai Etiella Sp., di Kebun
Percobaan Ngale. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi 2011. 302-309.
Waite, G, Fay, H, Hood, S, et al. 2000. Ecology and behaviour of fruitspotting
bugs. Final Report HG97010 pp.148. Horticultural Research and
Development Corporation, Gordon, New South Wales.
Wibowo, L., Indriyati, & Purnomo. Kemelimpahan dan Keragaman Jenis
Parasitoid Hama Penggulung Daun Pisang Erionota Thrax L. Di
Kabupaten Lampung Selatan. Vol. 15, No. 1: 26 – 32, Maret 2015
Widiarta, I.N., Kusdiaman, & Suprihanto. (2006). Keragaman Arthropoda Pada
Padi Sawah Dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Hama Dan
Penyakit Tumbuhan Tropika, 6(2), 61-69.
Yaherwandi, S., Manuoto, D., Buchori, P., Hidayat & Prasetyo, L. B. 2008.
Struktur Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Tumbuhan Liar di
Sekitar Pertanaman Padi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cianjur, Jawa
Barat. Jurnal HPT Tropika, 8(2), 90-101.
23

Zaubin, R. 2002. Peningkatan Produktivitas dan Nilai Tambah Menunjang


Agribisnis Jambu Mente. Kerjasama Proyek P2RWT/EISCDP-IFAD
Ditjenbun dan Balittro. Balittro. Bogor. 5 hlm.

Anda mungkin juga menyukai