PENDAHULUAN
Sikus Hidup
Dalam siklus hidupnya parasitoid ini memerlukan larva inang
untuk perkembangannya. Telur yang diletakkan pada larva inang akan
berkembang sesuai dengan perkembangan inangnya. Keadaan curah hujan,
kelembaban dan ketersediaan pakan adalah diantara faktor abiotik yang
mempengaruhinya (Nelly, 2005).
3
Ciri-ciri
Parasitoid dari larva yang merupakan anggota dari famili
Braconidae (Dang et al., 2011). Sayap depan memiliki garis putih,
memiliki lima macam warna yaitu coklat kehitaman, coklat keabuan,
coklat, putih keabuan dan putih, pangkal antena imago E. zinckenella
betina memiliki lima macam warna yaitu coklat kehitaman, coklat
keabuan, coklat, putih keabuan, dan putih (Tantawizal, 2011).
Sikus Hidup
Siklus hidup E. Zinckenella meliputi telur, larva, pupa, dan preoviposisi.
Pada saaat larva berada pada tanaman kedelai siklus hidup sedikit ebih
lama yaitu 36 hari dibandingkan saat berada pada kacang tanah yaitu 35
hari.
Gambar 3. Aphelinus sp
Sumber: http://biologicalservices.com.au/products/aphelinus-2.html
(diakses tanggal 2 Mei 2020).
4
Ciri-ciri
Parasitoid ini domin an memarasiti kutu daun Myzus persicae (Sulzer).
Imago berukuran relatif kecil dengan ovositor yang panjang (Quicke, 1997).
Siklus Hidup
Fase perkembangan kutu daun mempengaruhi terbentuknya mumi
parasitoid ini. Periode waktu terbentunya mumi pada nimfa akhir dan imago
lebih cepat dari rerata 5,9 hari menjadi 4,7 hari. Pemberian pakan berupa
larutan madu dapat memperpanjang lama hidup imago Aphelinus sp.dari 5 hari
menjadi 10 hari. Dengan bertambahnya lama hidup imago dapat menyebabkan
bertambahnya kematian inang.
Cara Penyerangan
Aphelinus sp. melaukan penyerangan pada kutu daun dengan perilaku
host feeding atau tusukan ovipositor yang menyebabkan kematian kutu daun
dengan kisaran 9-20 ekor per satu imago.
Siklus Hidup
Siklus hidup 150 hari, dan dapat menghasilkan telur dengan sangat
banyak. Laba-laba mempunyai siklus hidup dengan metamorphosis tidak
5
Gambar 5. E. Admirabilis
Sumber: https://sinta.unud.ac.id (diakses pada 20 April 2020)
Siklus Hidup
Kumbang koksi betina pada masa reproduksi memiliki kemampuan
makan yang besar selama awal bulan dan memproduksi telur sebanyak
3000 butir. Kumbang koksi dari ordo Coleoptera ini mengalami
metamorfosis sempurna yaitu berkembang dari telur, larva, kepompong,
dan dewasa. Telur kumbang koksi yang berbentuk lonjong dan berwarna
kuning menetas sekitar 1 minggu setelah oviposisi. Larva kumbang koksi
bertubuh panjang, diselubungi bulu, dan berkaki enam. dalam
perkembangannya melakukan pergantian kulit. Larva kumbang koksi yang
telah mencapai ukuran tertentu akan berhenti makan dan memasuki fase
kepompong, sekitar usia dua minggu sejak pertama kali menetas.
Kepompong ini biasanya menempel pada daun atau ranting. Imago
selanjutnya akan keluar dari kepompong setelah berumur sekitar satu
6
minggu. Sayap depan kumbang koksi yang baru keluar masih lemah,
sehingga akan berdiam diri sejenak untuk mengeraskan sayapnya sebelum
mulai berakivitas. Kumbang koksi dapat hidup sampai 2 – 3 tahun di
habitatnya (Pracaya, 1993).
Ciri-ciri
Kumbang koksi adalah salah satu serangga dari ordo Coleoptera.
Famili Coccinellidae secara umum mempunyai bentuk tubuh bulat,
panjang tubuh antara 8-10 mm. Kumbang koksi mempunyai ciri khas pada
sayap berwana merah dengan garis dan bercak hitam yang bervariasi.
Kumbang koksi betina muda dapat memakan polen dan nektar selain daun
untuk pertumbuhan dan perkembangan ovariumnya. Morfologi larva
bertipe campodeiform yaitu tubuh yang pipih, mempunyai 3 pasang kaki
yang terletak pada bagian thorax, kepala prognathous yang aktif mencari
pakan. Larva berwarna cokelat kemerah-merahan, kuning dan hitam
(Hanson et al., 1994).
Cara Penyerangan
Kumbang koksi dikenal sebagai sahabat petani karena beberapa
anggotanya memangsa serangga hama seperti spesies aphid pada tanaman
Kacang Hijau. larva dan imago Coccinellidae memangsa kutu daun
(Estiarana, 2012).
3. Kumbang P. fuscipes
Gambar 6. P. fuscipes
Sumber: http://www.litbang.pertanian.go.id (diakses pada 20 April 2020)
7
Siklus Hidup
Siklus hidup serangga ini terdiri dari telur, larva, pupa dan imago
(serangga dewasa) yang berbentuk kumbang yang berlangsung sekitar 18
hari. Kumbangnya sendiri dapat hidup hingga 3 bulan. Seekor kumbang
betina dapat meletakan telur sebanyak 100 butir telur.
Cara Penyerangan
Kumbang P. fuscipes adalah salah satu jenis predator yang cukup
penting pada beberapa tanaman. Kumbang ini merupakan predator dari
beberapa jenis hama, antara lain wereng hijau Cicadellidae (Herwenita &
Susanti 2011). P. fuscipes bersifat polifag, kumbang P. fuscipes adalah
pemangsa telur dan larva H. armigera. Selain itu, kumbang ini juga
memangsa E. zinckenella dan S. litura di pertanaman kedelai. Kemampuan
memangsa oleh sepasang kumbang mencapai 12-14 butir telur atau 12
ekor larva per 24 jam, namun kemampuan memancar dalam pencarian
mangsanya relatif lambat.
Cara Pengendalian
Upaya pegendalian yang mungkin dapat diupayakan yaitu dengan
memasang perangkap lampu pada malam hari. Memasang perangkap
kuning berperekat pada pertanaman juga dapat mengurangi populasi
serangga tersebut. Penyemprotan tanaman dengan pestisida nabati
berbahan tanaman mimba, serai wangi, dan minyak cengkeh, menjaga
keseimbangan predator dan mangsa.
Siklus Hidup
Siklus hidupnya sekitar 31 hari pada suhu 27 oC, dan 45 hari pada
suhu 21 oC. Larva serangga ini merupakan predator selama 12-17 hari,
selanjutnya menjadi pupa yang terbungkus kokon dalam batang. Satu
larvanya dapat memangsa 250 P. citri. metamorfosis menjadi imago
sekitar 5-7 hari, selanjutnya betina kawin bertelur dalam 5 hari. Mangsa
utama larva Cryptolaemus sp. adalah P. citri, namun jika tidak ada dapat
memangsa serangga kecil dan kutu daun (Appliedbio-Nomics, 2010).
Ciri-ciri
Mempunyai warna, ukuran, dan kenampakkan yang bervariasi,
beberapa warna cerah, coklat, kuning, dan hitam, umumnya bertubuh
ramping, proboscis pendek dan berdaging, merupakan famili lalat yang
mirip dengan lebah madu, tawon besar, dan tambuhan, ukuran 8 mm,
bentuk abdomen bulat lancip, berwarna kuning dan hitam, bentuk sayap
oval, thorak berwarna hitam kecoklatan.
9
Gejala:
1. Bagian yang terkena racun
menyebabkan berbecak hitam.
2. Serangan pada pucuk daun
meyebabkan gugur dan pada
daun muda menyebabkan daun
kering hingga mati.
3. Bunga yang terserang menjadi
hitam dan mati.
Siklus Hidup
Populasi parasitoid Aphanomerus sp. (Hymenoptera: Platygasteridae)
umumnya mengikuti populasi hama Helopeltis spp. yang biasanya terjadi pada
masa pembungaan tanaman jambu mente dan disertai dengan tumbuhnya
pucuk muda. Pucuk muda muncul setelah ada hujan dan mencapai puncak
pada akhir musim hujan. Kemudian, telur diletakkan pada pucuk daun dan
jaringan muda yang masih lunak. Rata-rata jumlah telur yang diletakkan
sebanyak 25 butir. Ditandai dengan adanya sepasang benang halus yang
menonjol keluar (Kalshoven, 1980).
10
Ciri-Ciri
Telur parasitoid Aphanomerus sp menempel pada inang. Biasanya
menyebabkan telur inang berubah warna dari hijau kekuningan menjadi
coklat, ungu, abu-abu, kuning atau hitam. Ukuran parasitoid kecil sekali
sekitar 0,7 – 1 mm, warna tubuh hitam, mata juga berwarna hitam dan
memiliki tiga oseli yang berwarna merah (Supeno, 2007 dan Purnayasa,
2003).
Cara Penyerangan
Parasitoid Aphanomerus sp. Menyerang telur hama sebagai inang. Melalui
telur inang, Aphanomerus sp. Membuat lubang bulat di bagian ujung telur
yang kecil dan meninggalkan potongan kulit telur tidak terputus sehingga
tampak seperti tutupp. Bila tutup-tutup tersebut lepas, maka akan tampak
lubang keluarnya parasitoid (Supeno, 2007).
Cara Penyebaran
Peran parasitoid Aphanomerus sp. berhubungan dengan serangan H.
anacardii terjadi di beberapa Negara Asia Selatan, India, dan Afrika Timur
menyebabkan kerusakan ranting hingga 80%, kerusakan tunas sebesar 25%,
pada bunga dan buah yang masih lunak sebesar 15% melalui berbagai media
(Rickson dalam Davis, 1999 dan Mandal, 2000).
Cara Pengendalian
Melakukan pembersihan gulma berdaun lebar karena merupakan inang
alternatife bagi Helopeltis spp. Kemudian pemangkasan tajuk yang tumpang
tindih karena Helopeltis spp. sangat peka terhadap radiasi matahari
(Kalshoven, 1981). Pemangkasan tajuk atau kanopi jambu mete dimaksudkan
untuk mengurangi kerapatan kanopi dan kelembaban mikro setempat. Selain
itu, manipulasi tumbuhan liar dapat meningkatkan kelimpahan dan
keanekaragaman musuh alami, termasuk Hymenoptera parasitoid (Landis et
al., 2000; Altieri dan Nicholls, 2004). Maka dari itu, untuk mengendalikan
populasi parasitoid Aphanomerus sp. yakni dengan menurunkan populasi
hama Helopeltis spp.
11
2. Telenomus sp.
Gejala:
1. Bagian terserang parasitroid, Penyebab tumbuhnya
menyebabkan keberadaan telur cendawan pada tanaman
hama rusak. jambu mente: Sanurus
2. Tidak ditemukannya hama dengan indecora yang terindikasi
jumlah yang besar adanya terlur parasitoid
3. Telur hama Sanurus indecora Telenomus sp.
berwarna coklat kemerahan dan
terdapat titik hitam
Siklus Hidup
Populasi parasitoid tergantung pada jumlah inang. Hal ini sangat
mempengaruhi peran parasitoid sebagai pengendali alami. Karena habitat
terganggu, maka populasi hama akan menurun dan begitu juga dengan
populasi parasitoid (Yaherwandi et al., 2008). Indeks dominansi parasitoid
tertinggi terjadi pada lahan tanpa tumbuhan liar yang menunjukkan ketidak
seimbangan populasi antar spesies serangga (Meidalima, 2014).
12
Ciri-Ciri
Memiliki ciri sudut posterior atas segmen tidak meruncing, jumlah
spine pada tubuh kaki belakang 1 buah. Sayap berwarna putih, hijau atau
putih kemerahan berukuran 6-8 mm (Siswanto et al., 2003).
Cara Pengendalian
Pengendalian parasitoid dapat dilakukan dengan perekayasaan
lingkungan pertanaman jambu dan meningkatkan populasi predator semut
serta penggunaan pestisida nabati biji mimba yang dimana jumlahnya
melimpah di daerah sentra jambu mente (Karmawati et al., 2007).
Gejala:
1. Terdapat bercak hitam pada buah kacang makadamia dan cekung
pada bagian yang berwarna hitam.
2. Pada kulit buah kacang makadamia yang mulai keras, mulai terlihat
tanda titik coklat muda.
Siklus Hidup
A. l. lutescens untuk proses pengembangan atau pertumbuhan
sangat dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu 20oC membutuhkan waktu
pengembangan telur hingga dewasa selama 79 hari sedangkan untuk suhu
25 oC membutuhkan waktu 50 hari untuk menyelesaikan pengembangan
dan pada suhu 30oC membutuhkan waktu 41 hari (Waite et al, 2000).
Namun, pada suhu umumnya di Indonesia mimfa menetas dari telur sekitar
8 hari, selanjutnya nimfa berkembang 37-42 hari (Jones, 2002). Setiap
serangga betina memproduksi 130 telur (Susilawati, 2018).
Ciri-Ciri
Ciri khusus A. l. lutescens yakni memiliki fitur ujung trutate
scutellum yang berbeda dari biasanya. Pada A. l. lutescens dewasa
memiliki panjang sekitar 11-15 mm dan berbentuk ramping, memiliki
cekungan kecil pada bagian perut, memiliki 4 segmen antena. Pada bagian
genetalia betina memiliki ujung lebih luas dan sedikit meruncing. Telur
berukuran panjang sekitar 1,5-1,7 mm, berbentuk oval dan ujung
membulat (Brimblecombe, 1962 dan Ironside, 1978).
Cara Pengendalian
Pengendalian bisa dilakukan dengan lebih selektif dalam memilih
insektisida karena jika sembarangan dapat berdampak pada hama lain.
Selnjutnya dapat dilakukan pengembangan perangkap tanaman maupun
perangkap feromon sebagai alat pemantauan untuk memperluas
pemantauan (Huwer, 2011). Pengendalian secara biologi dilakukan dengan
memanfaatkan parasitoid telur Trichgrammatoidea cryptophlebiae
sebagai. Parasitoid T. cryptophlebiae berasal dari Afrika dan beradaptasi di
Australia (Susilawati, 2018).
14
Gambar 11. Kerusakan biji makadamia (Tropical nut borer dalam Susilawati, 2018)
Gejala:
1. Pada kulit kacang makadamia banyak ditemukan lubang dengan
diameter sekitar 0,5 mm.
2. Tampak bekas gerekan pada bagian lpada bagian kemel kacang
makadamia.
Siklus Hidup
H. obscurus terdiri dari 4 stadia larva. Setiap imago betina
menghasilkan lebih dari 120 telur. Semua tahap perkembangan H.
obscurus berada di dalam biji dan ditemukan pada bagian dalam buah biji
makademia sebanyak kurang lebih 190 kumbang (Mitchell & Maddox,
2010). Perkembangan larva selama 3-4 minggu. Stadia pupa sekitar 1
minggu, dengan ukuran pupa betina kurang lebih 18 mm dan pupa jantan
kurang lebih 1,27 mm. Imago yang baru keluar biasanya berwarna coklat
muda, selanjutnya berbuah warna menjadi coklat gelap dan rata-rata
panjang imago betina mencapai 1,5 mm dan imago jantan berkisar 1 mm
(Jones, 2002).
Cara Penyerangan
Secara umum, hama ini menyerang bagian dalam shell dan kemel
buah makademia. Dilaporkan tanaman makadamia yang tidak dipanen
15
3. Nezara viridula L.
Gejala:
1. Buah dan biji menjadi busuk dan mengalami pertumbuhan yang
tidak sempurna.
2. Kulit buah mengalami keriput dan terlihat tidak sehat.
Siklus Hidup
Telur diletakkan dalam batch sekitar 80 atau lebih per batch. Telur
berwarna krem dengan diamteter kurang lebih 0,8 mm. Telur menetas 4-5
hari. nimfa terdiri dari 5 instar dengan periode sekitar 33 hari, serangga
dewasa berwarna hijau dengan panjang kurang lebih 13 mm (Jones, 2002).
Serangga betina memproduksi sekitar 3-4 mases dengan kandungan mases
kurang lebih 70 telur (Susilawati, 2018).
Cara Pengendalian
Pengendalian N. viridula ynag dapat dilakukan dengan penggunaan musuh
alami (parasitoid, predator, dan pathogen serangga). Seperti penggunaan
entomopatogen Beuveria bassiana sebagai biopestisida (Koswanudin &
Wahyono, 2014).
Gejala
1. Buah kacang almond berubah Penyebab pembusukan
berwarna coklat dan rusak. dan kerusakan biji
2. Terdapat lubang kecil pada kacang almond:
bagian luar buah kacang Ephestia cautella
almond.
17
Siklus Hidup
Imago E. cautella berupa ngengat berwarna abu-abu dan biasnya
aktif pada malam hari. E. cautella betina dapat memproduksi telur
sekitar 30-340 butir selama masa hidupnya dan memiliki siklus hidup
selama 31-42 hari (Haines, 1991).
Ciri-Ciri
Ephestia cautella mempunyai sayap depan berwarna coklat abu-
abu gelap, pada sisi luar terdapat suatu garis berwarna pucat. Di
sebelah dalam garis terdapat garis cukup lebar dan berwarna lebih
gelap. Ukuran sayap sekitar 14-22 mm. Bulu/jumbai sayap berukuran
pendek. Alat genetalia berbentuk seperti lembaran dengan tonjolan
runcing pada bgaian ujung dan alat ovipositor serangga betina
berbentuk seperti “tugu monas” (Rijal, 2017).
Cara Penyerangan
Pada Ephestia cautella dewasa, melakukan penyerangan melalui
telur yang ditempelkan pada inangnya. Umumnya, Ephestia cautella
dewasa pindah dari kebun almond satu ke kebun lainnya dan akan
menyerang kacang muda. Selanjutnya, Ephestia cautella dewaas
meletakkan telur dan menyerang pada kacang masih muda atau belum
mengalami pengerasan shell, sehingga akan menyebabkan kacang
gugur, perubahan warna kulit kacang dan buah tidak jadi tumbuh baik
(Rijal, 2017).
Cara Pengendalian
Pengendalian dilakukan dengan menggunakan perangkap telur
hitam yang diisi dengan tepung dan minyak 10%. Setelah itu digantung
pada ketinggian kepala di sisi utara pohon almond. Pada pengendalian
ini, dikethaui dapat mengurangi jumlah telur yang menempel pada
buah almond (Rijal, 2017).
18
RANGKUMAN
DAFTAR PUSTAKA
Altieri, M.A, & C.I. Nicholls. 2004. Biodiversity and Pest Management in
Agroecosystem. Second Edition. New York: Food Product Press.
Austin, A.D., Johnson, N.F., & Downton, M. (2005). Systematics, Evolution, And
Biology Of Scelionid And Platygastrid Wasps. Annual Review Of
Entomology, 50, 553-582.
Baliadi, Y., Tengkano, W., & Marwoto. (2008). Penggerek Polong Kedelai,
Etiella Zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae), Dan Strategi\
Pengendaliannya di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, 27(4),113-123.
Brimblecombe, AR. 1962. Descriptions of the life cycle stages of the fruitspotting
bug Amblypelta nitida (Stal) (Hemiptera: Coreidae). Journal of
Entomological Society Queensland 1, 16-20.
Dang, T.D., Luu, T.H.P., & Khuat, D.L. (2011). Insect Parasitoid Composition On
Soybean, Some Ecobiological Characteristics Of The Parasiotoid,
Xanthopimpla Puncitata Fabrictus On Soybean Leaf Folder Omiodes
Indicata (Fabricius) In Hanoi, Vietnam. Journal International Society For
Southeast Asian Agricultural Sciences, 17(2), 58-69.
Davis, K. 1999. Cashew. Eco Technical Note. http:///www.echonet.org.
Frewin, A.J., Xue, Y., Welsman, J.A., Broadbent, A.B., Schaafsma, A.W., &
Hallett, R.H. (2010). Development and Parasitism By Aphelinus Certus
(Hymenoptera: Aphelinidae), A Parasitoid Of Aphis Glycines (Hemiptera:
Aphididae). Environmental Entomology, 39(5), 1570-1578.
Haines CP, editor. 1991. Insects and Arachnids of Tropical Stored Products: Their
Biology and Identification. Ed ke-2. London (GB): Natural Resources
Institute.
Halono, T. E. D. 2014. Kesesuaian Lima Jenis Komoditas Pascapanen sebagai
Media Perkembangan Hama Gudang Ephistia cautella (walker)
(Lepipdoptera: Pyralidae). Bogor: IPB.
Hamid, H. (2012). Struktur Komunitas Serangga Herbivora dan Parasitoid pada
Polong Tanaman Kacang-Kacangan (Fabaceae) Di Padang. Jurnal
Entomologi Indonesia, 9(2), 88-94.
20
Karmawati, E., T.H. Savitri, W.R. Atmadja dan T.E. Wahyono. 2001. Jurnal Littri
7 (1) 1 – 5.
Mandal, R.C. Cashew Production and Processing Technology. 2000. Agrobias,
India. 195 hal.
Meidalima, Dewi. 2014. Parasitoid Hama Penggerek Batang dan Pucuk Tebu di
Cinta Manis, Ogan Ilir Sumatera Selatan. Journal of Biology and Biology
Education: Biosaintifika.
Mitchell, A., Maddox, C. 2010. Bark beetles (Coleoptera: Curculionidae;
Scolytinae) of importance to the Australian macadamia industry: An
integrative taxonomic approach to species diagnostics. Aust. J. Entomol.,
49, 104–113.
Nelly N. 2005. Dinamika Interaksi Parasitoid Eriborus Argenteopilosus Cameron
(Hymenoptera: Ichneumonidae) Dan Inang Crocidolomia Pavonana Zeller
(Lepidoptera: Pyralidae) pada Kondisi Fisiologis dan Suhu Berbeda
[Disertasi]. Padang: Program Pascasarjana. Universitas Andalas.
Nicholls, C.I. and M.A. Altieri. 2012. Plant biodiversity enhances bees and other
insect pollinators in agroecosystems. A review. Agron Sustain Dev 33:
257-274.
Purnayasa, I. G. N. R. 2003. Parasitasi Aphanomerus sp. Pada Wereng Pucuk
Jambu Mente Sanurus indecora JACOBI. Jurnal LITRI, Vol 9, No 1.
Quicke DLJ. 1997. Parasitic Waps. London: Chapman & Hall.
Radiyanto, I., Sodiq, M. Dan Nurcahyani, N.M. 2010. Keanekaragaman Serangga
Hama dan Musuh Alami Pada Lahan Pertanaman Kedelai di Kecamatan
Balong-Ponorogo. J. Entomol. Indon.Vol. 7 (2): Hal. 116-121.
Rao, R.G.V., Wightman, J.A., & Rao, R.D.V. (1993). World Review Of The
Natural Enemies And Diseases Of Spodoptera Litura (F.) (Lepidoptera:
Noctuidae). Insect Science And Its Application, 14(3), 273-284.
Reprint. 2003. Macadamia Problem Solver and Bug. Queensland Government.
Rickson, F.R. and M.M. Rickson. 1998. The cashew nut, Anacardium occidentale
(Anacardiaceae), and its perennial association with ants: Extra floral
nectary location and the potential for ant defense. Am. J. Bot. 95(6): 835-
849.
22
Rijal, Jhendral. 2017. Seasonal Insect Pest Monitoring Updates in Almonds. The
Almond Doctor.
Siswanto, E.A. Wikardi, Wiratno dan E. Karmawati. 2002. Identifikasi wereng
pucuk jambu mete, Sanurus indecora dan beberapa aspek biologinya.
Jurnal Littri 9 (4): 157 – 161.
Supeno, Bambang. 2007. Parasitoid Telur Lalatjala (Chryopa sp.) pada
Ekosistem Jambu Mete di Lombok. Jurnal Entomologi Indonesia, Vol. 4,
No. 1, 19-15.
Susilawati dan Indriati, G. 2018. Hama pada Buah Makadamia (Macadamia
integrifolia). Sirkuler Inovasi Tanaman Industri dan Penyegar (SIRINOV),
Vol. 6, No.1.
Takada, H., Nakamura, C., & Miyazaki, M. (2011). Parasitoid Spectrum
(Hymenoptera: Braconidae; Aphelinidae) Of The Soybean Aphid Aphis
Glycines (Homoptera: Aphididae) In Japan And Indonesia (Java And
Bali). Entomological Science, 14, 216-219.
Tantawizal, Christanto, dan W Tengkano. 2011. Spesies, Perbandingan Kelamin,
dan Ciri Morfologi Penggerek Polong Kedelai Etiella Sp., di Kebun
Percobaan Ngale. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka
Kacang dan Umbi 2011. 302-309.
Waite, G, Fay, H, Hood, S, et al. 2000. Ecology and behaviour of fruitspotting
bugs. Final Report HG97010 pp.148. Horticultural Research and
Development Corporation, Gordon, New South Wales.
Wibowo, L., Indriyati, & Purnomo. Kemelimpahan dan Keragaman Jenis
Parasitoid Hama Penggulung Daun Pisang Erionota Thrax L. Di
Kabupaten Lampung Selatan. Vol. 15, No. 1: 26 – 32, Maret 2015
Widiarta, I.N., Kusdiaman, & Suprihanto. (2006). Keragaman Arthropoda Pada
Padi Sawah Dengan Pengelolaan Tanaman Terpadu. Jurnal Hama Dan
Penyakit Tumbuhan Tropika, 6(2), 61-69.
Yaherwandi, S., Manuoto, D., Buchori, P., Hidayat & Prasetyo, L. B. 2008.
Struktur Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Tumbuhan Liar di
Sekitar Pertanaman Padi di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cianjur, Jawa
Barat. Jurnal HPT Tropika, 8(2), 90-101.
23