Anda di halaman 1dari 23

I.

PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Jamur Perusak Pangan

B. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui berbagai macam cemaran jamur perusak pada bahan pangan
ikan asin dan kacang tanah.
2. Mengidentifikasi jamur peruak pada bahan pangan i ikan asin dan kacang
tanah.
3. Menghitung macam jamur yang tumbuh pada bahan pangan ikan asin dan
kacang tanah.
4. Menghitung persentase bahan tercemar pada tiap medium PDA (Potato
Dextrose Agar), DRBC (Dichloran Rose Bengal Chloramphenicol), DG18
(Dichloran 18% Gliserol Agar) dan AFPA (Aspergillus Flavus and
Parasiticus Agar).
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur pada
bahan pangan ikan asin dan kacang tanah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Jamur perusak pangan adalah golongan jamur yang mengkontaminasi bahan
pangan yang menyebabkan bahan pangan kualitasnya menurun. Jamur perusak
pangan umumnya adalah kapang. Salah satu macam metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh kapang ialah mikotoksin, apabila mikotoksin tertelan bersama
makanan yang telah terkontaminasi oleh kapang kontaminan penghasil mikotoksin,
maka dapat menyebabkan keracunan, yang disebut mikotoksikosis. Kualitas
makanan yang telah tercemar oleh kapang-kapang penghasil mikotoksin akan
berkurang sehingga tidak layak dikonsumsi (Goman, 1992). Jamur adalah fungi
multiseluler terdiri dari benang-benang (filament) bercabang yang disebut hifa.
Keseluruhan massa filamentus dimanakan miselium. (Fried dan Hademenos, 2011).
Ciri-ciri jamur yaitu, eukariotik, heterofilik, multiselular, dan terdiri atas hifa
(Fried dan Hademenos, 2011). Ciri jamur lainnya adalah tidak memiliki klorofil,
bereproduksi dengan spora, dan memperoleh substansi organik dari organisme lain,
baik organisme hidup maupun organisme mati (Mishra, 2005). Sifat jamur ada dua
yaitu parasit dan sporofit. Jamur yang bersifat parasit adalah jamur yang hidup dan
memperoleh substansi organik dari organisme lain yang masih hidup, sedangkan
jamur yang bersifat sporofit adalah jamur yang hidup dan memperoleh substansi
organik dari organisme yang sudah mati (Herliyana, 2009).

Gambar 1. Kapang Aspergillus sp. (a) konidia, (b) fiald, (c) vesikel, (d)
konidiovor (Oktaviani, 2007)
Aspergillus sp. dikenal sebagai salah satu jamur yang mudah tumbuh di
berbagai substrat, mudah dideteksi keberadaannya, dan jenisnya sangat beragam.
Koloni Aspergillus ada yang berwarna putih, kuning, kuning-cokelat, cokelat hitam
atau warna hijau. Ciri dari Aspergillus adalah konidiofor berakhir pada vesikel
dengan fialid tunggal. Konidia bersel satu, berdinding polos atau kasar, membentuk
rantai panjang, dan mengelompok (Amaria dkk., 2017).
Menurut Susilowati dan Listyawati (2001) koloni Aspergillus sp. berwarna
hijau kebiruan dengan area kuning sulfur pada permukaannya serta miselium
berbentuk benang halus. Ciri mikroskopis dari Aspergillus sp. Adalah terdapat
konidiofor, sel kaki dan kepala berkonidium terdiri dari gelembung, fialid serta
kadang-kadang metula dan konidium, kepala konidium berbentuk kolumner atau
radial. Aspergillus sp. juga memiliki tekstur seperti bulu, konidia berwarna hijau,
susunan konidia radiat, fialid hampir memenuhi seluruh permukaan vesikel,
kornidiofor kasar, dan memiliki dinding tebal (Oktaviani, 2007).

Gambar 2. Rhizopus sp. (Misdar dkk., 2013).


Rhizopus sp. memiliki hifa seperti benang berwarna putih sampai kelabu
hitam, bagian tertentu tampak sporangium dan sporangiofora berupa titik-titik
hitam seperti jarum pentul. Ciri mikroskopis Rhizopus sp adalah hifa tanpa sekat,
terdapat rizoid dan sporangiospora (Susilowati dan Listyawati, 2001). Jamur
Rhizopus sp. memiliki stolons dan rhizoids, sporangiofor tunggal atau berkelompok
di atas rhizoids, multi-spora, dan sporangia berbentuk bulat. Sporangiospora
berbentuk bulat sampai bulat telur, bersel satu, hialin sampai cokelat. Koloni jamur
ini tumbuh dengan cepat dan menutupi permukaan agar, seperti kapas berwarna
putih menjadi abu-abu atau cokelat kekuningan (Amaria dkk., 2017).
Gambar 3. Mucor sp. (a) spora, (b) kolumela, (c) sporangiofor (Oktaviani,
2007).
Mucor sp. memiliki ciri yaitu hifa seperti benang putih, bagian tertentu tampak
sporangium dan sporangiofor berupa titik-titik hitam seperti jarum pentul. Ciri
mikroskopis Mucor sp. adalah hifa tanpa sekat, terdapat sporangium dan
sporangiospora (Susilowati dan Listyawati, 2001). Mucor sp. tak memiliki stolons
dan rhizoid, koloni Mucor sp. dapat berkembang sangat cepat pada media PDA,
dengan permukaan menyerupai kapas berbulu, berwarna putih kekuningan, dan
berubah menjadi abu-abu gelap, serta mengalami perkembangan sporangia.
Sporangiofor Mucor sp. berbentuk tegak, sederhana atau bercabang dengan
diameter 60-300μm, bulat, sporangia multispored, dan berkembang dengan baik.
Sporangiospora hialin, abu-abu atau kecokelatan, bulat sampai elips, berdinding
halus, serta dapat membentuk klamidiospora dan zigospora (Amaria dkk., 2017).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur yaitu :
1. Susbstrat
Substrat adalah sumber nutrisi bagi fungi. Nutrient dari substrat akan
dimanfaatkan oleh fungi seteleh fungi mengekskresi enzim-enzim ekstraseluler
yang dapat mengurai senyawa senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih
sederhana Gandjar, dkk., 2006).
2. Kelembaban
Pada umumnya fungi fingi seperti Mucor dan Rhizopus memerlukan lingkungan
dengan kelembabab nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergilus, Penicilium,
Fusarium dan Hypomycetes dapat hidup pada kelembababn nisbi 80% (Gandjar,
dkk., 2006).
3. Suhu
Fungi kelompok psikrofil dapat tumuh pada kisaran suhu 0-300C, fungi mesofil
dapat tumbuh pada kisaran suhu 25-370C, dan dungi termofil mampu tumbuh
pada kisaran 40-740C (Gandjar, dkk., 2006).
4. pH
pH mempengaruhi pertumbuan fungi karena enzim-enzim tertentu hanyaaktiv
pada pH tertentu. Biasanya fungi dapat hidup pada pH dibawah 7 (Gandjar, dkk.,
2006).
5. Lama Penyimpanan
Semakin lama suatu produk di simpan maka jumlah fungi yang
mengkontaminasi akan semakin tinggi (Siburian dkk., 2012).
6. Kadar air
Kadar air yang tinggi pada biji dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur
kontaminan. Jika faktor kadar air bahan berinteraksi dengan substrat dan suhu
maka dapat memicu tumbuh dan berkembangnya jamur penghasil mikotoksin
(okratoksin) (Wangge dkk., 2012). Pemanenan biji sebelum waktunya dapat
meningkatkan resiko terkontaminasi jamur akibat dari biji muda yang
mengandung kadar air tinggi. Menurut Maryam (2006) biji muda banyak
mengandung air yang sangat menguntungkan untuk pertumbuhan dan
perkembangan jamur sehingga dapat merusak citarasa dan penampakannya.
Proses pencucian biji juga harus dilakukan dengan baik, karena jika
pencucian tidak dilakukan dengan baik maka dapat menyebabkan kadar air biji
tinggi sehingga mempermudah tumbuhnya jamur. Proses pengeringan dengan
penjemuran di bawah sinar matahari bertujuan untuk menghentikan proses
biologis dan kimia serta untuk mengurangi kadar air dari biji sehingga mencapai
kadar air aman untuk penyimpanan, jika pengeringan biji tidak maksimal maka
akan mengakibatkan tumbuhnya jamur (Wangge dkk., 2012). Selama
penyimpanan biji, jamur akan mudah tumbuh, disebabkan kadar air yang tinggi.
7. Aktivitas serangga
Aktivitas serangga hama juga mempengaruhi keberadaan jamur pada biji
karena dapat berperan sebagai vektor untuk menyebarkan kontaminasi jamur.
Selama penyimpanan, persentase populasi jamur pada biji kakao meningkat
akibat infestasi serangga hama Ephestia cautella. Gejala yang ditimbulkan akibat
infestasi serangga pada biji kakao adalah biji luka dan berlubang sehingga jamur
semakin mudah untuk menginfeksi dan mendukung perkembangannya
(Dharmaputra dkk., 2000).
8. Penanganan pasca panen
Peralatan maupun wadah yang kurang bersih pada saat penanganan
pascapanen, dapat menyebabkan munculnya jamur kontaminan. Biji yang masih
berada di dalam kulitnya dan belum dibuka relatif steril dari kontaminasi
mikrobiologis. Namun, pada saat dilakukan proses pengupasan buah yang
bersamaan dengan sortasi biji, dapat terjadi kotaminasi jamur. Kontaminasi pada
proses pasca panen ini dapat disebabkan oleh tangan pekerja, alat yang
digunakan, dan wadah/tempat yang tidak tercuci (Amaria dkk., 2017).
Pengaruh jamur terhadap biji adalah menyebabkan terhambatnya
perkecambahan biji. Jamur yang menyerang biji akan masuk kedalam biji dan
merusak embrio serta cadangan makanannya, kerusakan embrio dan cadangan
makanan tersebut akan menyebabkan nutrisi untuk perkembangan biji menjadi
berkurang sehingga perkecambahan biji akan terhambat. Terhambatnya
perkecambahan biji menyebabkan pertumbuhan beberapa organ tumbuhan
terganggu. Pertumbuhan panjang hipokotil dan akar juga dapat menjadi tak
maksimal karena terkontaminasi jamur, hal ini dikarenakan nutrisi yang menunjang
untuk pertumbuhan telah rusak oleh serangan jamur sehingga pertumbuhan
tanaman terhambat (Justice dan Bass, 2002). Produksi mikotoksin pada biji yang
merupakan senyawa metabolit sekunder pada fungi yang dapat mengkontaminasi
makanan dan dapat menyebabkan keracunan makanan pada manusia (Pratiwi dan
Anjasari, 2002).
Metode kultivasi direct plating adalah metode umum yang digunakan untuk
mengetahui keragaman spesies yang ada pada sampel serta informasinya. Metode
direct plating memungkinkan adanya konfirmasi suatu spesies atau sumber
pertumbuhan mikroba yang akan diidentifikasi pada suatu medium, sehingga
medium dapat diperbaiki. Metode ini merupakan metode yang sangat baik
digunakan untuk menilai keragaman kontaminasi biologis, pertumbuhan berlebih
jamur yang biasa terjadi, terutama bila sampel yang berasal dari tanah. Metode
kultivasi direct plating juga sering digunakan karena mudah dilakukan dan hasilnya
dapat langsung diamati (Prezant dkk., 2008).
Medium PDA berfungsi untuk kultuvikasi jamur pada kondisi laboratorium.
Medium ini tersusun atas dekstrosa sebanak 20 g/L, potato infusion sebanyak 4 g/L,
dan agar sebanyak 15 g/L. Dekstrosa dan potato infusion berfungsi untuk
mendorong pertumbuhan jamur agar didapat jamur yang lebat, sedangkan agar
berfungsi sebagai pemadat medium (Acumedia, 2017).
DRBC agar digunakan untuk medium selektif isolasi dan enumerasi kapang
dan khamir dari makanan pada konsidi laboratorium. Medium DRBC tersusun dari
glukosa sebanyak 10 g/L, digest enzimatik jaringan hewan (pepton) sebanyak 5 g/L,
monopotassium phosphate sebanyak 1 g/L, magnesium sulfate sebanyak 0,5 g/L,
rose bengan sebanyak 0,025 g/L, dichloran sebanyak 0,002 g/L, chloramphenicol
sebanyak 0,1 g/L, dan agar sebanyak 15 g/L (Acumedia, 2017). Pepton berfungsi
menyediakan nitrogen, karbon, dan vitamin yang dibutuhkan untuk perkembangan
kapang dan khamir, glukosa berfungsi sebagai sumber energy, monopotassium
phosphate berfungsi sebagai larutan penyangga, dan magnesium sulfate berfungsi
sebagai sumber kation divalent dan sulfat yang berfungsi untuk stimulant
pertumbuhan jamur. Dichloran merupakan senyawa anti jamur yang ditambahkan
untuk mengurangi diameter koloni penyebaran jamur, rose Bengal berfungsi untuk
menekan pertumbuhan bakteri dan membatasi ukuran dan tinggi koloni jamur.
Chloramphenicol berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri pada sampel
lingkungan dan makanan, dan agar berfungsi sebagai pemadat (King dkk., 1979).
DG 18 merupakan medium selektif untuk isolasi dan enumerasi kamir dan
jamur dari makanan dalam kondisi laboratorium. Medium DG 18 tersusun atas
pepton sebanyak 5 g/L, glukosa sebanyak 10 g/L, monopotassium phosphate
sebanyak 1 g/L, magnesium sulfate sebanyak 0,5 g/L, zinc sulfate sebanyak 0,01
g/L, copper sulfate sebanyak 0,005 g/L, dichloran sebanyak 0,002 g/L,
chloramphenicol sebanyak 0,05 g/L, chlortetracycline sebanyak 0,05 g/L, dan agar
sebanyak 15 g/L. Pepton berfungsi menyediakan nitrogen dan vitamin yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme, glukosa berfungsi sebagai sumber
energy, dan monopotassium phosphate berfungsi sebagai larutan penyangga.
Magnesium sulfat, zinc sulfat, dan copper sulfat berfungsi sebagai garam organic
yang digunakan untuk merangsang pertumbuhan jamur dan sporulasi. Dichloran
merupakan agen antijamur yang berfungsi untuk menghambat jamur agar tidak
menyebar dan membatasi ukuran koloni, chloramphenicol berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan bakteri yang ada pada sampel lingkungan dan makanan,
chlortetracycline merupakan antibiotik yang berfungsi untuk menghambat bakteri
gram positif, serta agar berfungsi sebagai zat pemadat (Acumedia, 2017).
Medium Aspergillus flavus and Parasiticus Agar (AFPA) adalah medium
diferensiasi yang digunakan khusus untuk menumbuhkan Aspergillus flavus dan
Aspergillus parasiticus. Hasil positif dari penggunaan medium ini adalah adanya
kapang yang terlihat berwarna jingga mencolok didasar koloni. Warna jingga
tersebut terjadi karena adanya interaksi antara ferri amonium sitrat pada medium
dengan asam aspergilik yang dihasilkan oleh kapang. (Pitt dan Hocking, 2009).
Komposisi dari medium AFPA yaitu Peptic digest pada jaringan hewan
sebanyak 10.000 Gms/Litre, Ekstrak Yeast sebanyak 20.000 Gms/Litre, Ferric
ammonium citrate sebanyak 0.500 Gms/Litre, Dichloran sebanyak 0.002
Gms/Litre, dan Agar sebanyak 15.000 Gms/Litre. Chloramphenicol dan dicholoran
berperan untuk mencegah penyebaran jamur, menghambat pertumbuhan bakteri
dan membantu dalam mengidentifikasi fungi, peptic digest dan ekstrak yeast
berfungsi sebagai sumber nitrogen, asam amino dan vitamin B komplek. Asam
sitart ferric ammonium diproduksi dengan karakteristik pigmen warna kuning
oranye pada A. flavus dan A. parasiticus (HiMedia, 2015).
Menurut Wheeler dkk (1986) terdapat tiga jenis kapang yang dapat menjadi
kontaminan ikan asin yaitu Aspergillus sp., Eurotium sp., dan Penicillium sp.
Kapang tersebut termasuk kapang serofilik, yaitu kapang yang dapat menggunakan
NaCl atau glukosa sebagai substrat, sehingga kapang tersebut dapat tumbuh pada
produk ikan asin. Aspergillus niger adalah kontaminan yang paling sering ditemui
pada ikan asin. Hal ini disebabkan oleh iklim tropis serta sifat resisten terhadap
sinar matahari mendukung kondisi pertumbuhannya, sehingga Aspergillus niger
menyebar dengan mudah. Menurut Indriati dan Heruwati (2009) Rhizopus spp. dan
Mucor spp. Kedua jenis kapang ini sangat umum dijumpai pada produk-produk
perikanan olahan seperti ikan asap, pindang, maupun ikan asin.
Ikan asin dapat terkontaminasi kapang akibat dari penyimpanan ikan asin
pada suhu ruang dalam jangka waktu yang lama. Menurut Rahmani dkk (2007) total
kapang cenderung meningkat setelah dilakukan penyimpanan selama 30 hari. Hal
ini disebabkan ikan asin disimpan pada suhu ruang, sehingga Aw ikan asin
meningkat. Selain itu, kapang merupakan mikroorganisme yang tahan terhadap
pemanasan dan keadaan kering sehingga kondisi memungkinkan kapang dapat
tumbuh dengan baik pada ikan asin.
Kacang tanah merupakan salah satu substrat yang baik bagi jamur
toksikogenik untuk menghasilkan mikotoksin. Menurut Sartini (2008) terdapat 7
jenis kapang yang dapat merusak kacang tanah yaitu Aspergillus flavus, Aspergillus
niger, Aspergillus parasiticus, Cladosporium sp., Fusarium sp., Penicillium sp.,
dan Mucor sp. Kontaminasi kapang paada kacang tanah dapat menyebabkan kacdng
tanah mengandung zat karsinogenik (Bahri, 2001). Zat karsinogenik yang
dihasilkan oleh kacang tanah yang terinfeksi kapang adalah aflatoksin.
Menurut Kartana dkk (2013) kontaminasi kapang pada kacang tanah dapat
terjadi karena para pedagang kacang tanah kurang memperhatikan kondisi
penyimpanan kacang tanah. Kontaminasi kapang dapat terjadi karena waktu
penyimpanan yang tidak menentu, suhu penyimpanan yang optimal dengan suhu
pertumbuhan kapang dan kelembabab waktu penyimpanan kacang tanah yang
kurang diperhatikan oleh penjual. Kontaminasi kapang dapat dihindari dengan cara
tidak menyimpan kacang tanah dalam waktu lama dan pengendalian kelembaban.
Kontaminasi kapang pada kacang tanah juga dapat disebabkan akibat
penanganan pasca panen yang salah. Proses pengeringan kacang tanah kebanyakan
masih dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan cahaya matahari, proses
pengeringan kacang tanah merupakan tahap yang paling keritis terutama saat
musim hujan. Keadaan lingkungan yang tak mendukung seperti mendung,
menyebabkan proses pengeringan kacang tanah berlangsung lama dan
mengakibatkan kadar air pada kacang tanah optimal ntuk pertumbuhan kapang.
Masalah ini dapat diatasi dengan cara proses pengeringan dilakukan dengan
menggunakan alat yang lebih canggih misalnya oven (Kartana dkk., 2013).
Klorin berfungsi sebagai senyawa antibakteri karena klorin mengandung
unsur kimia dimana radikal klor yang mampu merusak membran dan protein
mikrobia (Rante dkk., 2013). Lactophenol cotton blue digunakan dalam metode
pewarnaan dan pengamatan jamur. Lactophenol cotton blue tersusun atas fenol,
asam laktat dan cotton blue. Fenol berfungsi untuk membunuh organisme hidup,
asam laktat berfungsi untuk menjaga struktur jamur, sedangkan cotton blue
berfungsi untuk mewarnai dinding sel jamur (Leck, 1999).
III. METODE
A. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum adalah gloves, masker, Laminair
Air Flow (LAF), cawan petri, gelas beker, erlenmeyer, mikroskop, inkubator,
gelas benda, gelas penutup, lampu spiritus, penjepit, jarum ose, pinset, pipet
tetes, plastic warp dan tissue. Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah biji kacang tanah, ikan asin, klorin 0,5%, aquades, medium Potato
Dextrose Agar (PDA), medium Dichloran Rose Bengal Chloramphenicol
(DRBC), medium Dichloran 18% Gliserol Agar (DG 18), medium Aspergillus
Flavus and Parasiticus Agar (AFPA), alkohol 70% dan Lactophenol Cotton
Blue.
B. Cara Kerja
1. Pencemaran pada biji kacang tanah
Biji kacang tanah dipilih yang berkualitas baik sebanyak 30 biji. Biji
kacang tanah yang telah dipilih direndam dengan klorin 0,5% dalam cawan
petri selama 2 menit sambil digoyangkan membentuk huruf S. Setelah itu
biji dibilas dengan aquades dan ditiriskan. Biji kacang tanah diambil
sebanyak 5 biji untuk ditanam pada masing-masing medium (PDA, DG18,
DRBC dan AFPA) yang dilakukan secara duplo untuk setiap medium.
Inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37oC selama 48 jam dan 72 jam.
Jamur yang tumbuh dalam cawan petri diamati jumlah sampel yang
tercemar, jumlah jamur yang tumbuh pada setiap medium dan warna koloni
yang tumbuh.
Hasil pengamatan dan perhitungan pada biji jagung ditulis pada
Tabel 1 dan Tabel 2. Rumus perhitungannya pada biji jagung adalah sebagai
berikut:
∑ 𝑏𝑖𝑗𝑖 𝑗𝑎𝑔𝑢𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑚𝑎𝑟
% 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟𝑐𝑒𝑚𝑎𝑟 =
∑𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑏𝑖𝑗𝑖 𝑘𝑎𝑐𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
∑ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑤𝑎𝑟𝑛𝑎
% 𝑐𝑒𝑚𝑎𝑟𝑎𝑛 =
∑𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑤𝑎𝑟𝑛𝑎
2. Pencemaran pada ikan asin
Ikan asin disiapkan terlebih dahulu, lalu diambil sebanyak 3 buah
untuk masing-masing medium. Kemudian ditanam pada masing-masing
medium (PDA, DG18, DRBC dan AFPA) yang dilakukan secara duplo
untuk setiap medium. Inkubasi dalam inkubator dengan suhu 37oC selama
48 jam dan 72 jam. Jamur yang tumbuh dalam cawan petri diamati jumlah
sampel yang tercemar, jumlah jamur yang tumbuh pada setiap medium dan
warna koloni yang tumbuh.
Hasil pengamatan dan perhitungan pada ikan teri ditulis pada Tabel
1 dan Tabel 2. Rumus perhitungannya pada ikan teri adalah sebagai berikut:
∑ ikan teri yang tercemar
% sampel tercemar =
∑total ikan asin
∑ 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑤𝑎𝑟𝑛𝑎
% 𝑐𝑒𝑚𝑎𝑟𝑎𝑛 =
∑𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑙𝑜𝑛𝑖 𝑤𝑎𝑟𝑛𝑎

3. Pengamatan Mikroskopik
Gelas benda dibersihkan dengan alkohol 70% dan difiksasi dengan
lampu spritus. Koloni jamur yang tumbuh pada medium diambil dengan ose
dan dioleskan pada gelas benda. Kemudian teteskan lactophenol cotton blue
sebanyak 1 tetes pada gelas benda. Gelas benda ditutup dengan gelas
penutup, jamur diamati secara makroskopik dan diidentifikasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jamur adalah fungi multiseluler yang memiliki miselium. Ciri-ciri jamur
yaitu, eukariotik, heterofilik, multiselular, dan terdiri atas hifa (Fried dan
Hademenos, 2011). Ciri jamur lainnya adalah tidak memiliki klorofil, bereproduksi
dengan spora, dan memperoleh substansi organik dari organisme lain, baik
organisme hidup maupun organisme mati (Mishra, 2005). Sifat jamur ada dua yaitu
parasit dan sporofit. Jamur yang bersifat parasit adalah jamur yang hidup dan
memperoleh substansi organik dari organisme lain yang masih hidup, sedangkan
jamur yang bersifat sporofit adalah jamur yang hidup dan memperoleh substansi
organik dari organisme yang sudah mati (Herliyana, 2009).
Fungsi perlakuan yang digunakan pada praktikum ini yaitu kacang
direndam menggunakan klorin dengan tujuan untuk mensterilisasi permukaan
kacang tanah. Selama direndam biji kacang tanah sambil digoyang membentuk
huruf S dengan tujuan agar klorin dapat rata keseuruh bagian kacang tanah. Setelah
diberi klorin kacang tanah dibilas menggunakn aquades steril agar klorin hilang,
karena jika masih ada klorin maka klorin akan masuk ke biji dan menghambat
pertumbuhan jamur. Setelah sampel ditanam ke medium, sampel diinkubasi selama
48 jam dan 72 jam pada suhu 37oC agar dapat mengoptimalkan pertumbuhan jamur.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan tabel hasil sebagai
berikut:
Tabel 1. Pengamatan (sampel) yang Tercemar pada Jam ke-48 dan 96
Jumlah Sampel % Sampel
Jam Sampel Medium Tercemar Tercemar
ke- (Petri I + Petri
II)
Kacang Tanah PDA 10 100%
DG18 4 40%
DRBC 10 100%
AFPA 10 100%
48 Ikan Asin PDA 3 50%
DG18 1 16,67%
DRBC 2 33,33%
AFPA 2 33,33%
Kacang Tanah PDA 10 100%
DG18 7 70%
DRBC 10 100%
AFPA 10 100%
96 Ikan Asin PDA 3 50%
DG18 2 33,33%
DRBC 2 33,33%
AFPA 5 73,33%

Tabel 2. Pengamatan Ragam Jamur Pencemar (sampel) pada jam ke 48 dan 96


Jam Warna Koloni Jumlah Koloni % Cemaran
Sampel Medium
ke- Petri I Petri II Petri I Petri II Petri I Petri II
Putih dan
PDA Putih coklat di 5 5 100% 100%
Kacang tengah
Tanah DG18 Putih Putih 2 2 100% 100%
DRBC Putih Putih 5 5 100% 100%
48
AFPA Putih Putih 5 5 100% 100%
PDA Putih Putih 1 2 100% 100%
DG18 Putih - 1 - 100% -
Ikan asin
DRBC Putih - 2 - 100% -
AFPA Putih Putih 1 1 100% 100%
Hitam Putih 4 5 80% 100%
PDA
hijau hijau 2 1 40% 20%
Putih
2 40%
DG18 putih putih+hit 2 100%
3 60%
Kacang am
Tanah Putih Putih
2 1 40% 20%
DRBC Putih+ Putih+hit
3 4 60% 80%
hitam am
72
Putih 1 20%
AFPA Hitam 5 100%
hitam 5 100%
PDA Putih Putih 1 2 100% 100%
DG18 Putih - 2 - 100% 100%
Putih
Ikan Asin
DRBC kekuni - 2 - 100% 100%
ngan
AFPA Putih Putih 3 2 100% 100%

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa sampel


kacang tanah yang ditanam pada medium PDA, DBRC, dan AFPA yang diinkubasi
selama 48 jam, tercemar kapang sebanyak 100%. Sampel kacang tanah yang
ditanam pada medium DG18 dan diinkubasi selama 48 jam tercemar kapang
sebanyak 40%. Sampel kacang tanah yang ditanam pada medium PDA, DBRC,
dan AFPA yang diinkubasi selama 72 jam, tercemar kapang sebanyak 100%.
Sampel kacang tanah yang ditanam pada medium DG18 dan diinkubasi selama 72
jam tercemar kapang sebanyak 70%.
Sampel ikan asin yang diinkubasi selama 48 jam dan ditanam pada medium
PDA tercemar 50% kapang, ikan asin yang ditanam pada medium DG18 tercemar
16,67% kapang, ikan asin yang ditanam pada medium DBRC dan AFPA tercemar
33,33% kapang. Sampel ikan asin yang diinkubasi selama 72 jam dan ditanam pada
medium PDA tercemar 50% kapang, ikan asin yang ditanam pada medium DG18
dan DBRC tercemar 33,33% kapang, ikan asin yang ditanam pada medium AFPA
tercemar 73,33% kapang. Berdasarkan hasil yang didapat diketahui bahwa tingkat
pencemaran kapang akan semakin tinggi jila sampel semakin lama di inkubasi.
Hasil ini sesuai dengan teori dari Siburian dkk (2012) yang menyatakan semakin
lama waktu simpan maka jamur yang tumbuh mengkontaminasi produk akan
semakin tinggi. Berdasarkan hasil yang didapatkan diketahui bahwa sampel yang
memiliki pencemaran paling tinggi adalah kacan tanah, hasil ini sesuai dengan
teori dari Kartana dkk (2013) yang menyataan kacang tanah merupakan substrat
yang baik untuk tumbuhnya jamur
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diketahui bahwa pada
penyimpanan kacang tanah dan ikan asin 48 jam pada medium PDA, DG18,
DBRC, dan AFPA kapang yang tumbuh hanya satu warna dan berwarna putih.
Penyimpanan kacang tanah selama 72 jam pada medium PDA terdapat koloni
jamur berwarna putih hijau, pada medium DG18 dan DBRC terdapat koloni
berwarna putih hitam, serta pada medium AFPA terdapat koloni dengan warna
hitam dan putih hitam. Penyimpanan ikan asin selama 72 jam pada medium PDA,
AFPA dan DG18 terdapat koloni jamur berwarna putih, serta pada medium DBRC
terdapat koloni berwarna putih kekuningan.
Berdasarkan warna jamur diketahui bahpa pada kacang tanah dan ikan asin
terdapat jamur Mucor sp dengan ciri koloni jamur berwarna putih, Asperigillus sp
dengan ciri koloni jamur berwarna hijau dan Rhizopus sp dengan ciri koloni jamur
berwarna hitan. Hasil ini sesuai dengan teori dari Susilowati dan Listyawati (2001)
yang menyatakan Mucor sp. memiliki ciri yaitu hifa seperti benang putih, hasil ini
juga sesuai dengan teori dari Amaria dkk (2017) yang menyatakan koloni Rhizopus
sp. tumbuh dengan cepat dan menutupi permukaan agar, seperti kapas berwarna
putih menjadi abu-abu atau cokelat kekuningan, serta sesuai dengan teori dari
Susilowati dan Listyawati (2001) yang menyatakan koloni Aspergillus sp. berwarna
hijau kebiruan dengan area kuning sulfur pada permukaannya serta miselium
berbentuk benang halus.
Setelah diidentifikasi ditemukan tiga jenis jamur yang tumbuh pada kacang
hijau dan ikan asin yaitu Mucor sp., Aspergillus sp., dan Rhizopus sp. Hasil ini
sesuai dengan teori dari Wheeler dkk (1986) yang menyatakan salah satu
kontaminan ikan asin yaitu Aspergillus sp. Dan teori dari Indriati dan Heruwati
(2009) yang menyatakan Rhizopus spp. dan Mucor spp. sangat umum dijumpai
pada produk-produk perikanan olahan seperti ikan asap, pindang, maupun ikan
asin. Hasil ini juga sesuai dengan teori dari Sartini (2008) yang menyatakan bahwa
terdapat 7 jenis kapang yang dapat merusak kacang tanah yaitu Aspergillus flavus,
Aspergillus niger, Aspergillus parasiticus, Cladosporium sp., Fusarium sp.,
Penicillium sp., dan Mucor sp. Hasil jamur yang teridentifikasi adalah sebagai
berikut:

Gambar 3. Jamur Aspergillys sp (Dokumentasi pribadi, 207)


Aspergillus sp pada gambar 3 terlihat memiliki kanidiaspora, konidia,
vesikula, filiad dan hifa. Konidiofor berakhir pada vesikel dengan fialid tunggal,
konidia bersel satu, terdapat konidiofor, filiad ,konidia dengan kepala berbentuk
kolumner atau radial, konidia berwarna hijau, susunan konidia radiat, fialid hampir
memenuhi seluruh permukaan vesikel. Hasil ini sesuai dengan teori dari Amaria
dkk (2017) yang menyatakan bahwa ciri dari Aspergillus adalah konidiofor
berakhir pada vesikel dengan fialid tunggal. Konidia bersel satu, berdinding polos
atau kasar, membentuk rantai panjang, dan mengelompok. Selain itu hasil ini juga
sesuai dengan teori dari Susilowati dan Listyawati (2001) yang menyatakan ciri
mikroskopis dari Aspergillus sp. yaitu mempunyai sel kaki dan kepala berkonidium
terdiri dari gelembung, fialid serta kadang-kadang metula dan konidium, kepala
konidium berbentuk kolumner atau radial. Aspergillus sp. juga memiliki tekstur
seperti bulu, konidia berwarna hijau, susunan konidia radiat, fialid hampir
memenuhi seluruh permukaan vesikel, kornidiofor kasar, dan memiliki dinding
tebal (Oktaviani, 2007).

Gambar 4. Rhizopus sp. (Dokumentasi Pribadi, 2017)


Pada gambar 4 terlihat bahwa Rhizopus sp hifa tanpa sekat, rizoid (tak
terlihat), sporangium, dan sporangiosfo Jamur Rhizopus sp. sporangiofor tunggal
atau berkelompok di atas rhizoid (rizoid tak terlihat) dan sporangia berbentuk
bulat. hasil ini sesuai dengan teori dari Amaria dkk (2017) yang menyatakan
bahwa Rhizopus sp. memiliki hifa seperti benang berwarna putih sampai kelabu
hitam, bagian tertentu tampak sporangium dan sporangiospora berupa titik-titik
hitam seperti jarum pentul. Ciri mikroskopis Rhizopus sp adalah hifa tanpa sekat,
terdapat rizoid, memiliki stolons, sporangiofor tunggal atau berkelompok di atas
rhizoids, multi-spora, dan sporangia berbentuk bulat.
Gambar 6. Mucor sp. (Dokumentasi Pribadi, 2017)
Berdasarkan gambar 6 diketahui bahwa Mucor sp. memiliki ciri yaitu
sporangium, sporangiofor, tak memiliki stolons dan rhizoid. Sporangiofor Mucor
sp. berbentuk tegak, sederhana, bentuk sporangiospora bulat sampai elips. Hasil
ini sesuai dengan teori dari Amaria dkk (2017) yang menyatakan bahwa Mucor sp.
memiliki ciri mikroskopis yaitu memiliki hifa tanpa sekat, terdapat sporangium
dan sporangiospora, tak memiliki stolons dan rhizoid. Sporangiofor Mucor sp.
berbentuk tegak, sederhana atau bercabang dengan diameter 60-300μm, bulat,
sporangia multispored, dan berkembang dengan baik. Sporangiospora hialin, abu-
abu atau kecokelatan, bulat sampai elips, berdinding halus, serta dapat membentuk
klamidiospora dan zigospora.
Faktor yang dapat mempengaruhi adanya cemaran jamur pada kacang
tanah yaitu proses pengeringan yang kurang baik, kacang tanah terlalu lama di
simpan, penyimpanan kacang tanah pada kondisi yang baik untuk pertumbuhan
jamur, serta kacang tanah merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan jamur.
Menurut Kertana dkk (2013) kacang tanah merupakan salah satu substrat yang baik
bagi jamur toksikogenik untuk menghasilkan mikotoksin. Kontaminasi kapang
pada kacang tanah dapat terjadi karena para pedagang kacang tanah kurang
memperhatikan kondisi penyimpanan kacang tanah. Kontaminasi kapang dapat
terjadi karena waktu penyimpanan yang tidak menentu, suhu penyimpanan yang
optimal dengan suhu pertumbuhan kapang dan kelembabab waktu penyimpanan
kacang tanah yang kurang diperhatikan oleh penjual. Kontaminasi kapang dapat
dihindari dengan cara tidak menyimpan kacang tanah dalam waktu lama dan
pengendalian kelembaban.
Kontaminasi kapang pada kacang tanah juga dapat disebabkan akibat
penanganan pasca panen yang salah. Proses pengeringan kacang tanah kebanyakan
masih dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan cahaya matahari, proses
pengeringan kacang tanah merupakan tahap yang paling keritis terutama saat
musim hujan. Keadaan lingkungan yang tak mendukung seperti mendung,
menyebabkan proses pengeringan kacang tanah berlangsung lama dan
mengakibatkan kadar air pada kacang tanah optimal ntuk pertumbuhan kapang.
Masalah ini dapat diatasi dengan cara proses pengeringan dilakukan dengan
menggunakan alat yang lebih canggih misalnya oven (Kartana dkk., 2013).
Kontaminasi jamur pada ikan asin dapat disebabkan karena ikan asin terlalu
lama di simpan pada suhu ruang. Menurut Rahmani dkk (2007) total kapang
cenderung meningkat setelah dilakukan penyimpanan selama 30 hari. Hal ini
disebabkan ikan asin disimpan pada suhu ruang, sehingga Aw ikan asin meningkat.
Selain itu, kapang merupakan mikroorganisme yang tahan terhadap pemanasan dan
keadaan kering sehingga kondisi memungkinkan kapang dapat tumbuh dengan baik
pada ikan asin.
V. KESILPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:

1. Jamur perusak pangan yang terdapat pada ikan asin dan kacang tanah
adalah Mucor sp, Aspergillus sp, dan Rhizopus sp.
2. Aspergillus sp memiliki kanidiaspora, konidia, vesikula, filiad dan hifa.
Konidiofor berakhir pada vesikel dengan fialid tunggal, konidia bersel satu,
terdapat konidiofor, filiad ,konidia dengan kepala berbentuk kolumner atau
radial, konidia berwarna hijau, susunan konidia radiat, fialid hampir
memenuhi seluruh permukaan vesikel. Rhizopus sp memilii ciri yaitu hifa
tanpa sekat, rizoid (tak terlihat), sporangium, dan sporangiosfo Jamur
Rhizopus sp. sporangiofor tunggal atau berkelompok di atas rhizoid (rizoid
tak terlihat) dan sporangia berbentuk bulat. Mucor sp. memiliki ciri yaitu
sporangium, sporangiofor, tak memiliki stolons dan rhizoid. Sporangiofor
Mucor sp. berbentuk tegak, sederhana, bentuk sporangiospora bulat sampai
elips
3. Jamur yang tumbuh pada kacang tanah dan ikan asin sebanyak 3 jenis yaitu
Mucor sp yang ditandai dengan warna putih, Aspergillus sp ditandai dengan
warna hijau, dan Rhizopus sp ditandai dengan warna hitam
4. Sampel kacang tanah yang ditanam pada medium PDA, DBRC, dan AFPA
yang diinkubasi selama 48 jam, tercemar kapang sebanyak 100%. Sampel
kacang tanah yang ditanam pada medium DG18 dan diinkubasi selama 48
jam tercemar kapang sebanyak 40%. Sampel kacang tanah yang ditanam
pada medium PDA, DBRC, dan AFPA yang diinkubasi selama 72 jam,
tercemar kapang sebanyak 100%. Sampel kacang tanah yang ditanam pada
medium DG18 dan diinkubasi selama 72 jam tercemar kapang sebanyak
70%.
Sampel ikan asin yang diinkubasi selama 48 jam dan ditanam pada
medium PDA tercemar 50% kapang, ikan asin yang ditanam pada medium
DG18 tercemar 16,67% kapang, ikan asin yang ditanam pada medium
DBRC dan AFPA tercemar 33,33% kapang. Sampel ikan asin yang
diinkubasi selama 72 jam dan ditanam pada medium PDA tercemar 50%
kapang, ikan asin yang ditanam pada medium DG18 dan DBRC tercemar
33,33% kapang, ikan asin yang ditanam pada medium AFPA tercemar
73,33% kapang.
5. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur ikan asin dan kacang tanah
adalah lama penyimpanan, suhu, kelembaban, proses pengeringan, dan
kadar air.
DAFTAR PUSTAKA
Acumedia. 2017. Dichloran Glycerol (DG-18) Agar Base. http:// foodsafety.
neogen.com/pdf/acumedia_pi/7592_pi.pdf. 15 October 2017.
Acumedia. 2017. DRBC Agar. http: //foodsafety. neogen. com/ pdf/ acumedia_pi/
7591_pi.pdf. 15 Oktober 2017.
Acumedia. 2017. Potato Dextrose Agar.
http://foodsafety.neogen.com/pdf/acumedia_pi/7149_pi.pdf. 15 Oktober
2017.
Amaria, W., Iflah, T. dan Harni, R. 2016. Dampak Kerusakan Oleh Jamur
Kontaminan Pada Biji Kakao Serta Teknologi Pengendaliannya.
http://balittri.litbang.pertanian.go.id/index.php/publikasi/category/94-
bunga-rampai-bioindustri-kakao?download=381%3A18c.-dampak-
kerusakan-oleh-jamur-kontaminan-pada-biji-kakao-serta-teknologi-
pengendaliannya_edit-lila&start=20. 15 October 2017.
Bahri, S. 2001. Mewaspadai cemaran mikotoksin pada pakan dan produk
peternakan di Indonesia. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.
Dharmaputra, O.S., Sunjaya., Retnowati, I. dan Ambarwati, S. 2000. Stored cocoa
beans quality affected by fermentation and Ephestia cautella Walker
(Lepidoptera: Phycitidae) infestation. Biotropia 15 (1) : 58-75.
Fried, G. H. dan Hademenos, G. J. 2011. Schaum’s Outlines Biologi. Erlangga,
Jakarta.
Gandjar, I., Syamsuridzal, W. dan Oeatari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan.
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Goman, M. 1992. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi. Gajah


Mada University Press, Yogyakarta.
Herliyana, E. N. 2009. Identifikasi jamur mold dan blue stain pada rotan. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 2 (1) : 21-26.
HiMedia. 2015. Aspergillus Differentiation Medium Base.
http://himedialabs.com/TD/M1881.pdf. Diakses pada tanggal 28 September
2017.

Indriati, N. dan Heruwati, E.S. 2009. Molds associated with Indonesian traditional
fisheries product. Indonesian Marine and Fisheries Product Processing and
Biotechnology. Jakarta.

Justice, O. L. dan Bass, L. N. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih.


RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Kartana, I. M., Wisaniyasa, N. W. dan Duniaji, A. S. 2013. Isolasi dan identifikasi
kapang pada kacang tanah (Arachis hypogea L.) yang dijual di beberapa
pasar tradisional di provinsi Bali. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan 2 (1)
:1-9.
King, A. D., Hocking, A. D. dsn Pitt, J. I. 1979. Dichloran-rose bengal medium for
the enumeration and isolation of molds from foods. Appl. Environ.
Microbiol 37 (1) :959-964.
Leck, A. 1999. Preparation of lactophenol cotton blue slide mounts. Community
Eye Health 12 (30) : 24.
Maryam, R. 2006. Pengendalian terpadu kontaminasi mikotoksin. Wartazoa 16 (1)
: 21-30.
Misdar, Z., Fifendy, M. dan Nurmiati. 2013. Keberadaan kapang dan
pengkontaminasi kemiri (Aleurites moluccana Willd.) yang dijual di pasar
raya Padang. Jurnal Mahasiswa Pendidikan Biologi 2 (2) : 1-5.
Mishra, S. R. 2005. Morphology of Fungi. Discovery Publishing House, India.
Oktaviani, Z. 2007. Isolasi, identifikasi, pathogenisitas, dan proses kolonisasi
cendawan entomopatogen ppada larva nyamuk Aedes aegypti. Naskah
Skripsi Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pitt, J. I. dan Hocking, A. D. 2009. Fungi and Food Spoilage. Springer, London.

Pratiwi, A. R. dan Anjasari. 2002. Deteksi ergosterol sebagai indikator kontaminasi


cendawan pada tepung terigu. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13 (3)
: 254 - 259.
Prezant, B., Weekes, D. M. dan Miller, J. D. 2008. Recognition, evaluation, and
control of indoor mold. AIHA, New York.

Rahayu, L. A. 2015. Identifikasi dan deskripsi fungi penyebab penyakit pada


tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.). Naskah Skripsi Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Rahmani., Yunianta. Dan Mertati, E. 2007. Pengaruh metode penggaraman basah
terhadap karakteristik produk ikan asin gabus (Ophiocephalus striatus).
Jurnal Teknologi Pertanian 8 (3) : 142-152.

Rante, H. Taebe, B. dan Intan, S. 2013. Isolasi fungi endofit penghasil senyawa
antimikroba dari daun cabai katokkon (Capsicum annuum L. var. chinensis)
dan profil KLT bioautografi. Majalah Farmasi dan Farmakologi, 17 (2) : 39
– 49
Sartini. 2008. Isolasi, Enumarasi, Identifikasi, dan Uji Proteolitik Kapang Perusak
Pasca Panen Biji Kacang Tanah Yang Dijual Di Pasar Tradisional Kota
Medan. Lembaga Penelitian UMA. Medan.
Siburian, E. T. P., Dewi, P. dan Kariada, N. 2012. Pengaruh suhu dan waktu
penyimpanan terhadap pertumbuhan bakteri dan jamur perusak ikan
bandeng. Unnes J Life Sci 1 (2) : 1-5.

Susilowati, A. dan Listyawati, S. 2001. Keanekaragaman jenis mikroorganisme


sumber kontaminasi kultur in vitro di sub-lab. Biologi laboratorium MIPA
pusat UNS. Jurnal Biodiversitas 2 (1) : 110-114.
Wangge, E. S. A., Suprapta, D.N. dan Wirya, G. N. A. 2012. Isolasi dan identifikasi
jamur penghasil mikotoksin pada biji kakao kering yang dihasilkan di flores.
J. Agric. Sci. Biotechnol 1 (1) : 39- 47.
Wheeler, K. A., Hocking, A. D., Pitt, J. I. dan Anggawati, A. M. 1986. Fungi
associated with indonesian dried fish. Food Microbiology 3 (1) :351-357.

Anda mungkin juga menyukai