Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jamur

2.1.1 Definisi

Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan

tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang

dan mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan glukan, dan

sebagian kecil dari selulosa atau kitosan. Gambaran tersebut yang membedakan

jamur dengan sel hewan dan sel tumbuhan. Sel hewan tidak memiliki dinding sel,

sedangkan sel tumbuhan sebagian besar adalah selulosa. Jamur mempunyai

protoplasma yang mengandung satu atau lebi inti, tidak mempunyai klorofil dan

berkembangbiak secara aseksual, seksual atau keduannya(Departemen

Parasitologi, 2008).

2.1.2 Sifat Jamur

jamur bersifat heterotropik yaitu organisme yang tidak mempunyai klorofil

sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri melalui proses fotosintesis seperti

tanaman. Untuk hidupnya jamur memerlukan zat organik yang berasal dari

hewan, tumbuh-tumbuhan, serangga, dan lain-lain, kemudian dengan

menggunakan enzim zat organik tersebut diubah dan dicerna menjadi zat

anorganik yang kemudian diserap oleh jamur sebagai makanannya. Sifat inilah

yang menyebabkan kerusakan pada benda dan makanan, sehingga menimbulkan

kerugian dan diperlukan biaya yang besar untuk mencegah kerusakan tersebut.

5
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
6

Dengan cara yang sama, jamur dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan hewan

sehingga dapat menimbulkan penyakit (Irianto K, 2013).

Pada umumnya, jamur tumbuh dengan baik di tempat yang lembab. Jamur

juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga jamur dapat

ditemukan di semua tempat di seluruh dunia termasuk di gurun pasir yang panas.

2.1.3 Morfologi Jamur

Organisme yang digolongkan kedalam jamur, mencakup (Hasyim, 2010) :

a. Khamir yaitu yaitu sel-sel yang berbentuk bulat lonjong atau memanjang yang

berkembangbiak dengan membentuk tunas dan membentuk koloni basah atau

berlendir serta tidak bergerak.

Gambar 2.1 Khamir


(sumber : science news.org, 2014)
b. Kapang yang terdiri dari sel-sel yang memanjang bercabang disebut hifa. Hifa

tersebut dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel, atau tidak

bersekat dan disebut hifa senositik(coenocytik). Kapang membentuk koloni

yang menyerupai kapas atau padat.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


7

Gambar 2.2 Kapang


(sumber : biologi ijk.com, 2018)
c. Bentuk dimorfik, yaitu bentuk diantara khamir dan kapang. Kadang-kadang

khamir membentuk tunas yang memanjang yang bertunas lagi pada

ujunganya secara terus menerus sehingga berbentuk seperti hifa dengan sekat-

sekat. Dengan demikian disebut hifa semu. Hifa semu yang berbentuk

anyaman, maka anyamannya disebut miselium semu.

2.1.4 Faktor Pertumbuhan

Pertumbuhan jamur tergantung dari beberapa faktor, yaitu :

1. Faktor virulensi dari dermatofita, virulensi ini tergantung dari afinitas jamur

apakah jamur antropofilik(manusia), zoofilik(hewan) atau geofilik(tanah).

Selain afinitas ini masing-masingjenis jamur berbeda pula satu dengan yang

lain dalam afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh.

2. Faktor trauma, kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk

terserang jamur

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


8

3. Faktor suhu dan kelembaban, menginfeksi jamur tanpa pada lokasi atau lokal,

dimana banyak keringat seperti lipatan paha dans ela-sela jari paling sering

terserang penyakit jamur ini.

4. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan, faktor ini memegang peranan

penting pada infeksi jamur pada mana terlihat insiden penyakit pada golongan

sosial ekonomi lebih rendah, penyakit ini lebih sering ditemukan dibanding

golongan sosial dan ekonomi yang baik (Siregar, R, 1995)

2.1.5 Keuntungan dan Kerugian Jamur

Jamur ada yang menguntungkan dan merugikan, antara lain :

1. Menguntungkan

a. Dalam proses pembusukkan sisa-sisa hewan dan tumbuhan sehingga

menjadi mineral-mineral. Untuk di kembalikan ke tanah agar dapat

digunakan lagi oleh tumbuh-tumbuhan

b. Dalam proses industri

Misalnya :

1) Saccharomyctes untuk pembuatan alkohol dan bir, aspergillus niger

untuk pembuatan asam asetat

2) Untuk pembuatan antibiotika

Penicillin oleh penicillium notatum

Fumagillin oleh aspergillus fumigatus

3) Untuk pembuatan makanan

Oncom oleh monilia sitophila

Tempe oleh rhizophus nigricans

Tape oleh saccharomyces sp.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


9

2. Merugikan

a. Merusak pakaian, buku-buku dan makanan yang disimpan lam

b. Menimbulkan penyakit pada tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia

(Irianto, K, 2013).

2.1.6 Perkembangbiakan Jamur

Jamur berkembangbiak dengan membentuk spora. Jamur kapang yang

membentuk hifa berkembangbiak dengan spora. Pembentukan spora dapat secara

seksual dan aseksual. Spora aseksual disebut talospora(thallospora), yaitu spora

yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif (Departemen Parasitologi,2008).

Spora yang termasuk talaspora ialah :

1. Blastospora, yaitu spora yang berbentuk tunas pada permukaan sel, ujung

hifa semu atau pada sekat(septum) hifa semu. Contoh : candida

2. Artrospora, yaitu spora yang dibentuk langsung dari hifa dengan banyak

septum yang kemudian mengadakan fragmentasi sehingga hifa tersebut

terbagi menjadi banyak artrospora yang berdinding tebal. Contoh :

oidodendron, geotrichum

3. Klamidospora, yaitu spora yang dibentuk pada hifa di ujung, di tengah

atau menonjol ke lateral dan disebut klamidospora terminal, interkaler dan

lateral. Diameter klsmidospora tersebut lebih lebar dari hifa yang yang

berdinding tebal. Contoh : Candida albicans, dermatofita

4. Aleuriospora, yaitu spora yang dibentuk pada ujung atau sisi dari hifa

khusus yang disebut konodiofora- Aleuriospora ini uniseluler dan kecil,

disebut mikrokonidia(mikro aleuriospora), atau multiselular, besar atau

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


10

panjang, disebut makrokonidia( makro aleuriospora). Contoh : Fusarium,

Curvularia, dermatofita.

5. Sporangiospora, yaitiu spora yang dibentuk didalam ujung hifa yang

menggelembung, disebut sporangium. Contoh : Rhizopus, Mucor, Absidia.

6. Konidia, yaitu spora yang dibentuk di ujung sterigma bentuk fialid.

Sterigma dibentuk di atas konidiofora. Konidia membentuk susunan

seperti rantai. Contoh : Penicillium, Aspergillus.

Spora seksual yang dihasilkan dari peleburan dua nukleus, terbentuk lebih

jarang, lebih kemudian dan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan

spora aseksual. Juga, hanya terbentuk dalam keadaan tertentu. Ada beberapa tipe

spora seksual, yaitu :

1. Askospora , yaitu spora bersel satu ini terbentuk di dalam pundi atau

kantung yang dinamakan askus. Biasanya terdapat delapan askospora

didalam setiap askus.

2. Basidiospora, yaitu spora bersel satu ini terbentuk di atas struktur

berbentuk gada yang dinamakan basidium.

3. Zigospora, yaitu spora besar berdinding tebal yang terbentuk apabila

ujung-ujung dua hifa yang secara seksual sarasi, disebut juga gametangia,

pada beberapa candawan melebur.

4. Oospora, yaitu spora terbentuk didalam struktur betina khusus yang

disebut ooginium. Pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang

terbentuk didalam anteredium menghasilkan oospora. Dalam setiap

ooginium dapat ada satu atau beberapa oosfer.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


11

Seperti hifa, spora dapat berwarna atau tidak berwarna dan jernih.

Berdasarkan sifat koloni,hifa dan spora yang dibentuk oleh kapang atau khamir.

Salah satu penggolongan hifa, dengan berdasarkan fungsinya dalah:

1. Hifa vegetatif, yaitu berfungsi mengambil makanan untuk pertumbuhan

jamur

2. Hifa reproduktif, yaitu berfungsi membentuk spora untuk

berkembangbiaknya

3. Hifa udara, yaitu berfungsi mengambil oksigen untuk kehidupannya

2.2 Anatomi Fisiologi Kuku

2.2.1 Anatomi kuku

Kuku merupakan penutup dan pelindung ujung jari tangan dan kaki yang

kegunaannya untuk membantu jari memegang benda dan pada sebagian orang

dewasa kuku dijadikan tren modis dijaman sekarang.

Kuku adalah bagian terminal lapisan tanduk yang menebal.Bagian kuku

terdiri dari:Lempeng kuku(nail plate), dinding kuku(nail bed), alur kuku(nail

grove),akar kuku( nail root),lunula,eponikium(kutikula),hiponikium dan matriks

kuku. ( Pearce E.C. 2010)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


12

Gambar 2.3 Anatomi kuku


(Sumber : medicine Net, Inc, 2010)

Lempeng kuku berwarna translucent,lempeng kuku merupakan struktur

yang paling besar,melekat kuat pada bantalan kuku dimana perlekatan ini kurang

kuat kearah proksimal, terpisah dari sudut postolateral, seperempat bagian kuku

ditutupi oleh lunula putih. Lipatan kuku bagian proksimal dan memiliki dua

permukaan epitel yaitu : bagian dorsal dan ventral. Matriks kuku dapat dibagi atas

bagian dorsal yaitu bagian intermedia yang menutupi lempeng kuku bagian

proksimal sampai ujung distal dari lunula, dan bagian ventral.

2.2.2 Fisiologi kuku

Kuku tangan tumbuh lebih cepat dari kuku kaki, yakni sepanjang 2-3 mm

perbulan, sedangkan kuku kaki 1 mm perbulan. Diperlukan waktu 100

samapai180 hari(6 bulan) untuk mengganti satu kuku tangan dan sekitar 12-18

bulan untuk satu kuku kaki. Kecepatan pertumbuhan kuku menurun pada

penderita penyakit pembuluh darah perifer dan pada usia lanjut.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


13

2.2.3 Fungsi kuku

Kuku terdiri dari sel-sel kulit mati, mengeras dengan adanya lapisan

protein yang disebut keratin. Keratin ini tumbuh dari lapisan sel yang berada

dibawah kutikel, yaitu sebuah lapisan sel yang berada di dasar kuku.

Berikut fungsi kuku pada manusia yang sangat penting secara umum :

a. Melindungi ujung jari dan bagian sensitif di dalamnya

Tanpa kuku, ujung jari kita hanya akan terdiri dari daging dan lapisan kulit

yang tipis. Dengan adanya kuku, ujung jari kita akan terlindungi dengan

baik,begitu juga dengan syaraf-syaraf penting di dalamnya.

b. Memperkuat ujung jari

Dengan adanya kuku, kita dapat mengangkat suatu benda. Tanpa kuku,

kita akan mengalami kesulitan dalam mengambil dan mengangkat suatu

objek.

c. Memberi sensitifitas daya sentuh

Pada ujung jari terdapat banyak reseptor yang berfungsi mengantarkan

rangsang sentuh saat menyentuh sebuah objek, sehingga kita dapat

merasakan sentuhan dengan objek tersebut. Dalam hal ini, kuku dapat

memberi sensitifitas atau mempertinggi daya sentuh.

d. Memberi nilai estetika atau kehidupan

Jika dirawat dan dipotong secara baik, maka kuku dapat memberi nilai

estetika atau kehidupan pada jari-jari kita

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


14

2.3 Mikosis Superfisialis

Mikosis superfisialis ialah penyakit jamur yang mengenai lapisan

permukaan kulit, yaitu kulit, rambut dan kuku. Mikosis superfisialis dibagi dalam

dua kelompok : (1) yang di sebabkan oleh jamur bukan golongan dermatofita,

yaitu pitiriasis versikolor, otomikosis, piedra hitam, piedra putih, onikomikosis

dan tinea nigra palmaris. (2) yang disebaban oleh golongan dermatofita yaitu

dermatofitosis.

Kelainan yang ditimbulkan berupa bercak yang warnanya berbeda dengan

warna kulit, berbatas tegas dan disertai rasa gatal atau tidak memberi gejala. Pada

penyakit yang menahun, terutama bila terdapat infeksi sekunder oleh kuman,

batas dan warna mungkin tidak jelas lagi (Departemen Parasitologi, 2008).

Gamber 2.4 Kuku terinfeksi jamur


(Sumber : Penderita)

2.3.1 Dermatofitosis

Mikosis kulit disebabkan infeksi jamur dermatofilik (dermatophytosis) dan

yang bukan dermatofitik (dermatomikosis). Penyebab dermatofitosis yaitu genus

trichophyton, epidermaphyton, dan microsporum. Jamur tersebut dikenal sebagai

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


15

jamur dematofita yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia maupun

hewan. Umunya jamur dermatofita ini menyebabkan kelainan pada rambut, kulit,

dan kuku. Jamur yang bersifat keratinofilik dan keratolitik, sehingga

menyebabkan kelainan hanya sebatas stratum korneum epidermis, jarang sampai

mengenai jaringan dibawah lapisan granular. Berbagai nama jenis penyakit

dermatofitosis sebagai Tinea atau ringworm. Secara klinis penyakit Tinea

berdasarkan pada bagian tubuh yang diserangnya yaitu Tinea capitis pada kepala,

Tinea barbae pada jenggot, Tinea corporis pada tubuh, Tinea cruris pada

inguinal, Tinea pedis pada kaki, Tinea unguium/onychomycocic pada kuku

(Kumala, W, 2009).

2.3.2 Morfologi dan Identifikasi Dermatofita

Indentifikasi dermatofita berdasarkan pertumbuhan koloni pada Saboroud

Glucosa Agar, diamkan di suhu kamar selama dua minggu serta pemeriksaan

mikroskopis dari koloni yang tumbuh (Irianto, K, 2013).

1. Trichopyton

Menginfeksi rambut, kulit dan kuku, membentuk makrokonidia silindris

dengan dinding tipis, halus, club shaped dengan 8-10 septum dengan ukuran 4 x

8- 8 x 15 mikron dan mikrokonidia yang khas berbentuk bulat, piriform (teardrop-

shaped) atau clavate (club shaped) dengan ukuran 2-4 mikron

a. Trichopyton rubrum

penyebab : Tinea (capitis, corporis, cruris,pedis,manuum,unguium)

sifat :

1. Dermatophytes antropofilik

2. Infeksi rambut, kulit dan kuku

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


16

3. Ectothrix, tes urease negatif, hair perforation test negatif

4. Biakan (kultur) : tumbuh lambat (2-3 minggu), koloni putih sepeij

bludru (velvety), ditutupi oleh aerial miselium, memberi pigmen merah

anggur dilihat dari reverse slide

5. Gambaran mikrospik dari biakan : hifa, pencil-shaped makrokonidia

dan tears drops-shaped mikrokonidia

Gambar 2.5 Trichopyton rubrum


(Sumber : Wikipedia, 2012)

b. Trichophyton mentagrophytes

Penyebab : Tinea (capitis, corporis, cruris, pedis, mannum, unguium)

Sifat :

1. dermatophytes antropofilik, ectothrix

2. koloni tumbuh dalam media setelah 8-10 hari

3. permukaan koloni bergantung spesies : woolly, fluffy, cottony

granuler, powdery, velvety

4. reverse side media berwarna merah anggur

5. gambaran mikroskopik dari koloni : mikrokonidia bulat berkelompok

seperty buah anggur, spiral hyphae, cigar shaped makrokonidia dengan

2-5 septum yang menyempit pada tempati perlekatan dengan dasar

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


17

6. tes urease positif dan hair perforation test positif

Gambar 2.6 Trichopyton mentagrophytes


(Sumber : Wikipedia, 2012)

c. Trichophyton tonsurans

Penyebab : Tinea capitis

Dermatophytes antropofillik. Endothrix (batang rambut terisi

arthroconidia), hair flourescence dengan wood’s light negatif

Sifat : koloni tumbuh lambat, bentuk datar melipat radier dengan bagian

tengah cekung (crater-like), permukaan powdery sampai velvety. Reverse

side media berwarna coklat

Gambaran mikroskopik : dari koloni tampak mikrokonidia clavate, tear

drops atau ballon-like.

Gambar 2.7 Trichopyton tonsurans


(Sumber : Wikipedia, 2012)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


18

d. Trichophyton verrucosum

Penyebab : Tinea sp

Dermatophytes zoofilik, infeksi pada rambut ectothrix

Koloni : koloni tumbuh lambat, media perlu diperkaya dengan thiamin dan

inositol, setelah 13-40 hari tumbuh koloni radier, cerebriform atau datar

dan “disk shapped”, reverse side media berwarna kuning

Pemeriksaan mikroskopis dari koloni : chlamydoconidia tersusun “chains

of pearls”, antler hyphae (favic chandeliers), makrokonidia dan piriforme

jarang ditemukan

Gambar 2.8 Trichophyton verrucosum


(Sumber : Wikipedia, 2012)

e. Trichophyton violaceum

Penyebab : Tinea sp

Infeksi pada rambut endothrix, hair flourescemce dengan wood’s light

negatif

Koloni : koloni tumbuh lambat, media perlu ditambah thiamin. Setelah 29

minggu timbul koloni berwarna krem, bentuk radier, bagian tengah

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


19

menonjol cone-shaped(verucosa), konsistensi waxy berwana ungu koloni

tua permukaan menjadi velvety dengan aerial miselium

Pemeriksaan mikroskopik: miselium ireguler, chlamydoconidia, jarang

ditemukan makrokonidia dan mikrokonidia

Gambar 2.9 Trichopyton violaceum


(Sumber : Wikipedia, 2012)

f. Trichophyton schoenleinii

Penyebab : tinea favosa dengan gambaran klinik favus terdiri dari skutula

yang mousy odor, wood’s light positif. Dermatophytes antropofilik, infeksi

pada rambut endothrix (rambut hanya terisi gelembung udara)

Koloni : koloni tumbuh lambat, suhu kamar, setelah 30 hari atau lebih

tumbuh koloni kuning abu sampai coklat, permukaan seperti lilin bagian

tengah menonjol.

Pemeriksaan mikroskopik dari koloni favic chandeliers, ujung membulat

(club shaped)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


20

Gambar 2.10 Trichophyton schoenlainii


(Sumber : Wikipedia, 2012)

g. Trichopyton concentricum

Penyebab : Tinea imbricata , dermatophytes antropofilik.

Koloni : koloni tumbuh lambat pada agar saboroud yang ditambah

thiamin. Koloni putih, permukaan melipat, ditutupi hifa pendek kuning

coklat

Gambaran mikroskopik dari koloni : hifa bercabang tanpa makro dan

mikrokonidia. Koloni yang tua pada media di temukan chlamydoconidia.

Gambar 2.11 Trichopyton concentricum


(Sumber : Wikipedia, 2012)

2. Microsporum sp

Infeksi jamur hanya pada rambut dan kulit, menghasilkan makrokonidia

multiseluler.

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


21

a. Microsporum canis

Fungi zoofilik, penyebab Tinea (capitis, corporis). Infeksi pada rambut

ectothrix, wood’s light positif. Koloni tumbuh setelah 1 minggu, bentuk

redier halus woolly, warna aerial hifa putih, dasar koloni warna kuning

sampai kuning coklat. Mikroskopik dari koloni hifa dengan sporulasi

makrokonidia “spindle shaped” struktur bagian polar, berdinding tebal dan

kasar dengan echinulate, multiseptasi.

Gambar 2.12 Microsporum canis


(Sumber : Wikipedia, 2012)

b. Microsporum gypseum

Hidup bebas dalam alam (geofilik). Infeksi ke rambut, ectothrix, rambut

ditutupi arthroconic berkelompok.

Koloni : koloni tumbuh cepat, berbentuk datar, berkerut ireguler,

permukaan granuler seperti pasir warna kuning cinnamon, dasar koloni wa

orange atau kecoklatan

Mikroskopik dari koloni : makrokonidia besar, lonjong, ujung membulat

dinding tipis, echinulated dan ad makrokonidia ujung filament tipis,

mikrokonidia clavate

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


22

Gambar 2.13 Microsporum gypseum


(Sumber : Wikipedia, 2012)

c. Microsporum audouinii

Fungi antrofilik, menginfeksi rambut ectothrix, wood’s light positif.

Koloni : koloni tumbuh lambat 10-21 hari, biakan perlu ditambah ekstrak

ragi. Koloni yang tumbuh berwarna putih abu dengan bercak coklat,

menghasilkan miselium aerial velvety.

Mikroskopis : makrokonidia bentuk” sickle-shaped”. Dinding halus, ada 2-

8 septum. Paling sering ditemukan bentuk vegetatif yang atipik seperti :

klamidiospora terminal, pectinate hyphae, requet hyphae, antler hyphae.

Gambar 2.14 Microsporum audouinii


(sumber : wikipedia, 2012)

3. Epidermophyton floccosum

Infeksi : kulit dan kuku, tidak dapat penetrasi ke rambut.

Penyebab : Tinea (corporis, crurus, manuum unguium)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


23

Epidermophyton floccosum sensitif terhadap suhu dingin (media perbenihan

tidak boleh disimpan di dalam lemari es 4C). Koloni tumbuh lambat bentuk

datar, velvety, kuning sampai hijau menjadi coklat muda (warna khaki),

bagian perifer dikelilingi warna orange sampai coklat beberapa minggu,

koloni menjadi cottony dengan aerial hifa putih.

Mikroskopis : makrokonidia tipis dan halus, clavate, septate macroconidia

(septum 2-4), tersusun 2-3 (seperti jari tangan) pada kondiofor. Mikrokonidia

tidak ada, spiral hyphae jarang ditemukan, klamidiospora banyak di temukan.

Gambar 2.15 Epidermophyton floccusom


(Sumber : Wikipedia, 2012)

2.3.3 Epidemiologi

Berdasarkan habitat alamnya, dermatofita dapat diklasifikasikan menjadi 3

kelompok yang berbeda yaitu geofilik(tanah),zoofilik (hewan) dan antrofilik

(manusia).

Dematofita geofilik hidupnya di tanah dan jarang sekali bersifat patogen

pada manusia maupun hewan. Dermatofita zoofilik biasanya hidup sebagai parasit

di kulit dan rambut hewan tetapi dapat menularkan ke manusia. Sedangkan

dermatofita yang antropofilik umumnya menginfeksi manusia. Penularan terjadi

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


24

secara langsung maupun tidak langsung. Pengklasifikasian ini penting untuk

menentukan prognosa serta untuk memudahkan identifikasi etiologi penyakit

(Kumala W, 2009).

2.3.4 Diagnosis

Hingga saat ini kultur masih berperan penting untuk mengidentifikasi

penyebab infeksi jamur. Keberhasialan mengisolasi jamur patogen dari spesimen

klinik dalam kultur tergantung pada beberapa faktor antara lain segar tidaknya

spesimen yang di kultur, cara pengambilan dan penampungan spesimen harus

sesuai prosedur yang baku.

Umumnya jumlah jamur yang terdapat didalam spesimen tidak sebanyak

bakteri. Maka kualitas dan kuantitas spesimen juga sangat menentukan

keberhasilan menemukan jamur patogen kultur.

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan isolasi jamur patogen adalah

jenis perbenihan yang dipakai. Tidak ada satu perbenihan yang terbaik untuk

semua jenis jamur patogen sehingga syarat perbenihan yang dapat dipakai untuk

mengisolasi jamur patogen tidak mengandung antibakterial dan anti jamur.

Perbenihan yang umum dipakai untuk kultur jamur adalah agar sabouraud

yang terdiri dari glikosa dan pepton sebagai sumber nutrien. Faktor Ph juga

berperan untuk pertumbuhan jamur , pH yang optimal sekitar 5,6. Sedangkan

bakteri tidak dapat tumbuh pada perbenihan agar saboroud.

Di samping itu lamanya inkubasi, suhu inkubasi juga turut berperan dalam

keberhasilan mengisolasi jamur patogen. Suhu yang direkomendasikan yaitu suhu

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


25

kamar. Sebaiknya menggunakan permukaan yang lebar seperti lempeng petri. Bila

menggunakan botol diperlukan yg bermulut lebar untuk mencegah dehidrasi

(kumala W, 2009).

2.3.5 Patogenesis

Faktor predisposisi berupa kaki yang selalu basah, baik oleh air atau tanah

lembab. Maupun oleh keringat(sepatu tertutup dan memakai kaos kaki) yang

mempermudah terjadinya penyakit jamur superfisial lainnya. Kelainan mengenai

kulit di antara jari-jari ke 3-4 dan 4-5,telapak kaki dan bagian lateral kaki. Karena

tekanan dan kelembaban maka gambaran klinis khas dermatofitosis tidak terlihat.

Bila terjadi infeksi sekunder oleh kuman dapat timbul pustula dan rasa nyeri.

Infeksi jamur pada kulit kaki ini jarang di temukan pada anak-anak karena

berhubungan dengan perjalanan kulit pada orang dewasa berbeda dengan anak-

anak yang lebih rendah. Jamur menyerang melalui beberapa rute yang akan

memberikan gambaran klinis yang berbeda, tetapi pada stadium lanjut kaki akan

dapat pecah-pecah atau menimbulkan benjolan(Zulkoni, A, dkk, 2011).

2.4 Pencegahan

Untuk menghindari penyakit kulit, hal yang harus dilakukan adalah

menghambat pertumbuhan dari jamur kulit. Banyak cara yang dapat di lakukan

untuk menghambat pertumbuhan jamur kulit. Dimulai dari mencuci kaki setiap

hari atau setelah pulang dari bekerja. Kaki yang telah dicuci di keringkan dengan

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA


26

baik khususnya disela-sela jari, kaus kaki selalu bersih dan sering di ganti

(Entjang, I, 2001).

2.5 Pengobatan

Biasanya kelainan berbatas tegas sehingga dapat diobati secara topikal

yaitu dengan larutan spiritus atau salep yang mengandung bahan fungistatik

(fungisid) dan keratinolitik, misalnya sulfur dan asam salisilat. Obat topikal baru

mengandung derivat azol, misalnya mikonazol, klotrimazol, ketokonazol,

bifonazol, dan obat-obat lain misalnya naftilin, terbinafin, siklopiroksolamin dan

amorolfin.

Bila penyakit menahun, batas kelainan menjadi tidak tegas terutama bila

terdapat infeksi sekunder oleh kuman karena garukan.

Obat oral dapat diberikan bersama topikal untuk mempercepat dan

menjangkau seluruh jamur. Obat oral pertama ialah griseofulvin, kemudian

disusul derivat azol, misalnya ketokonazol dan itrakonazol. Pengobatan dapat

diberikan tiap hari atau dengan cara pulse dosing dengan ketokonazol 1 x 200-

400 mg/hari dan itrakonazol dengan dosis 1 x 100-200 mg/hari. Pulse dosing

diberikan sekali seminggu. Kepastian jarak pengobatan masih perlu di tentukan

(Departemen Parasitologi, 2008)

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai