Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kita telah mengenal jamur dalam kehidupan sehari-hari meskipun tidak sebaik
tumbuhan lainnya. Hal itu disebabkan karena jamur hanya tumbuh pada waktu tertentu, pada
kondisi tertentu yang mendukung, dan masa hidupnya terbatas. Sebagai contoh jamur banyak
muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk, serasah, maupun tumpukan jerami. Namun
jamur ini segera mati setelah musim kemarau tiba. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, manusia telah mampu membudidayakan jamur dalam medium
buatan, misalnya jamur merang, jamur tiram, dan jamur kuping.
Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik. Mereka memerlukan senyawa
organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang terlarut, mereka
disebut sporofit. Fungi memiliki berbagai macam penampilan tertgantung pada spesiesnya
(Pelczar, 1986).
Dalam Campbell et al (2003), Fungi adalah eukariota, dan sebagian besar adalah
eukariota multiseluler. Meskipun fungi pernah dikelompokkan ke dalam kingdom tumbuhan,
fungi adalah organisme unik yang umumnya berbeda dari eukariota lainnya ditinjau dari cara
memperoleh makanan, organisasi struktural serta pertumbuhan dan reproduksi.
Jamur sering dianggap sebagai organisme yang tergolong dalam tumbuhan, tetapi
adapula yang menganggap jamur sebagai golongan organisme yang terpisah dari tumbuhan.
Dengan demikian terdapat pula perbedaan dalam klasifikasinya, tetapi perbedaan tadi terletak
pada taksa yang lebih tinggi dari kelas, sedangkan taksa dari kelas kebawah tidak terdapat
perbedaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana struktur sitologi dan morfologi Fungi?
2. Bagaimana sistem klasifikasi pada Fungi?
3. Bagaimana cara reproduksi pada Fungi?
4. Bagaimana peranan Fungi bagi kehidupan sehari-hari?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui struktur sitologi dan morfologi Fungi
2. Untuk mengetahui klasifikasi pada Fungi
1
3. Untuk mengetahui cara reproduksi pada Fungi
4. Untuk mengetahui peranan Fungi bagi kehidupan sehari-hari

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Karakteristik Umum Mengenai Morfologi dan Sitologi Fungi\

Fungi adalah organisme eukariot yag mempunyai dinding sel dan pada umumnya tidak motil.
Karakter tersebut merupakan karakter tumbuhan, namun fungi dibedakan dari tumbuhan
karena mereka tidak memiliki klorofil. Dengan demikian mereka tidak mampu berfotosintesis
sehingga disebut organisme heterotrof yang menyerupai sifat sel hewan. Berdasarkan sifat
tersebut, secara tradisional fungi dikelompokkan ke dalam kingdom tumbuhan, namun karena
keunikannya fungi pada klasifikasi modern pengelompokannya disendirikan dari kingdom
tumbuhan dan hewan.
Fungi merupakan kingdom yang cukup besar yang terdiri dari kurang lebih 50.000
spesies dan karakteristiknya berbeda-beda baik secara struktur, fisiologi maupun
reproduksinya. Fungi mempunyai berbagai penampilan tergantung dari spesiesnya, seperti
bentuk kapang yang ditemukan pada sayuran busuk, sebagai ragi roti maupun cendawan (jamur
berukuran besar yang tumbuh dipermukaan kayu lapuk). Ilmu yang mempelajari fungi disebut
mikologi, yang berasal dari bahasa Yunani mykos yang berarti cendawan (berbentuk
payung).
Seperti yang telah disebutkan, fungi merupakan organism heterotrof sehingga
memerlukan bahan organic dari luar untuk kebutuhan nutrisinya. Bila sumber nutrisi tersebut
diperoleh dari bahan organik mati, maka fungi tersebut bersifat saprofit. Fungi saprofit
mendekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang kompleks dan menguraikannya menjadi
zat yang lebih sederhana. Hasil penguraian tersebut dikembalikan lagi ke dalam tanah sehingga
dapat menyuburkan tanah. Disamping itu penguraian fungi saprofit ini dapat menghancurkan
atau menguraikan sampah, kotoran hewan, bangkai hewan, dan bahan organic lainnya. Dengan
demikian dapat mempertahankan berlangsungnya siklus materi terutama siklus karbon.
Fungi saprofit juga penting dalam industry fermentasi misalnya dalam pembuatan bir,
anggur, sider, produksi antibiotik, peragian roti, keju maupun makanan fermentasi lainnya.
Jadi, fungi bersifat menguntungkan sebagai elemen daur ulang yang vital. Beberapa fungi dapat
bersifat parasit dengan memperoleh senyawa organik dari organisme hidup. Dalam hal ini,
fungi bersifat merugikan karena menimbulkan penyakit pada manusia, hewan, maupun
tanaman (Pratiwi, 2008).

3
Fungi parasit menyerap bahan orgaik dari organism yang masih hidup yang disebut
inang. Fungi yang semacam itu dapat bersifat parasit obligat yaitu parasit sebenarnya dan
parasit fakultatif yaitu organism yang mula-mula bersifat parasit kemudian membunuh
inangnya, selanjutnya hidup pada inang yang mati sebagai saprofit. Dari 50.000 spesies hanya
kurang dari 300 yang secara langsung bertindak sebagai agen penyakit pada hewan dan
manusia. Banyak fungi parasit bersifat pathogen yang juga bersifat saprofit seperti Histoplasma
capsulatum. Fungi seperti ini menunjukkan diformisme atau mempunya dua bentuk/sifat hidup
yaitu dalam bentuk uniseluler seperti ragi yang bersifat parasit, dalam bentuk kapang/benang
yang bersifat saprofit.
Selain bersifat saprofit atau parasit fungi juga bersifat sebagai simbion (bersimbiosis
dengan organisme lain). Simbiosis dengan alga menghasilkan liken atau lumut kerak, dengan
akr tumbuhan conifer menghasilkan mikoriza.
Fungi dapat hidup di perairan terutama perairan tawar dan sebagian kecil di laut, tetapi
sebagian besar hidup pada habitat terrestrial baik pada tanah maupun pada materi organic yang
telah mati. Fungi parasit hidup pada tumbuhan terrestrial/darat dan menyebabkan penyakit
pada tumbuhan yang sebaian besar memiliki nilai ekonomi. Tumbuhan bernilai ekonomi yang
sering diserang yaitu kentang, cokelat, lada, cengkeh, tembakau, kina dan lain-lain. Selain itu
fungi parasit juga dapat menyerang manusia yang dapat menyebabkan penyakit yang dapat
menyebabkan alergi, keracunan, maupun infeksi.
Untuk dapat dikembangbiakkan di laboratorium, teknik-teknik dasar bakteriologis
dapat diterapkan. Namun karena fungi mempunyai waktu generasi yang lebih panjang dari
kebanyakan bakteri, maka dibutuhkan kondisi kultur yang dapat memeliharanya dengan lama.
Kondisi kultur yang dibutuhkan misalnya dengan menjaga agar tidak kekeringan,
mengusahakan jumlah media lempeng agar lebih banyak lebih banyak dari media lempeng
agar untuk bakteri, melapisi tempat media dengan paraffin untuk mencegah kekeringan.
2.1.1 Morfologi Fungi
Fungi sebagai organism eukariot, selnya paling tidak memiliki satu nucleus
dengan membrannya, reticulum endopasma dan mitokondria. Hampir semua sel fungi
dinding selnya kaku yang mengandung khitin atau selulosa. Pada sedikit spesies dapat
mempunyai flagella sehingga mereka dapat bersifat motil. Tubuhnya dapat uniseluler atau
multiseluler. Kebanyakan selnya memiliki inti lebih dari satu. Tubuh suatu fungi disebut
thalus.

4
1. Bentuk pertumbuhan
Berdasarkan bentuk pertumbuhannya fungi dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar yaitu fungi uniseluler yang disebut ragi atau khamir atau yeast dan
fungi multiseluler yaitu kapang atau mould. Tetapi para ahli sering
mengelompokkannya menjadi ti ga yaitu ragi, kapang, dan cendawan (Mushrooms),
meskipun cendawan adalah masa padat penyusun suatu kapang yang disebut tubuh buah
atau fruiting bodies.
a. Khamir (Yeast)
Khamir (yeast) merupakan fungi bersel satu (uniseluler), tidak berfilamen,
berbentuk oval atau bulat, tidak berflagela, dan berukuran lebih besar dibandingkan sel
bakteri, dengan lebar berkisar 1-5mikrom meter dan panjang berkisar 5- 30mikro meter.
Khamir bersifat fakultatif, artinya khamir dapat hidup dalam keadaan aerob ataupun
anaerob.

Gambar 1: sel ragi yang membentuk tunas (Brock & Madigan, 1991).

Sel khamir memperbanyak diri dengan cara membentuk tunas, meskipun ada
yang melakukan dengan pembelahan biner. Dalam proses pertunasan, diawali dengan
lisisnya dinding sel pada daerah tertentu. Dengan tidak adanya dinding sel pada daerah
tersebut menyebabkan terjadinya tekanan dari isi sel keluar membentuk struktur seperti
balon yang dikelilingi dinding sel induknya. Bagian ini kemudian membesar, nucleus
membelah secara mitosis dan nucleus hasil pembelahan kemudian berpindah menuju
tunas yang terbentuk tadi. Tunas yang terbentuk sudah dilengkapi nucleus kemudian
melanjutkan pertumbuhannya. Setelah pertumbuhannya cukup kemudian tunas
melepaskan diri dari induknya dan replikasi telah lengkap.
Beberapa spesies khamir dapat menghasilkan lebih dari satu tunas sebelum
pemisahan tunas terjadi. Setelah pembentukan satu tunas tidak langsung dilanjutkan

5
pemisahan tunas, maka suatu rantai berbentuk bola terbentuk. Dengan tidak terpisahnya
tunas-tunas tersebut dihasilkan suatu rantai sel khamir yang memanjang menyerupai hifa
(benang) dan disebut pseudohyphae.

Gambar 2: Pembentukan Pseudohyphae pada ragi (Brock & Madigan).

Sel khamir dapat tumbuh pada media setelah ditanam selama 1-3 hari, selama
itu khamir menghasilkan koloni berwarna pucat keruh dan umumnya memiliki diameter
antara 0,5-3 mm. sebagian kecil menghasilkan pigmen yang kebanyakan berwarna krem.
Khamir biasanya akan tumbuh subur pada habitat yang mengandung gula
seperti buah-buahan, bunga, dan pada bagian gabus pohon. Sejumlah spesies dapat
bersimbiosis dengan hewan dan sebagian kecil yang bersifat pathogen. Ragi merupakan
khamir yang digunakan dalam pembuatan roti dan dalam pembuatan bir yang
merupakan anggota dari Saccharomyces.
b. Kapang (Mold)
Kapang atau mold merupakan fungi multiseluler berbentuk koloni dari suatu
filament atau benang. Kapang (molds) adalah fungi yang tumbuh cepat dan bereproduksi
secara aseksual,merupakan organisme aerob sejati, tubuh kapang (thallus) dibedakan
menjadi dua bagian yaitu miselium dan spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa
filamenyang disebut hifa. Bagian dari hifa yang berfungsi untuk mendapatkan nutrisi
disebut hifa vegetatif. Sedangkan bagian hifa yang berfungsi sebagai alat reproduksi
disebut hifa reproduktif atau hifa udara (aerial hypha), karena pemanjangannya
mencapai bagian atas permukaan media tempat fungi ditumbuhkan.

6
Gambar 3: Hifa pada kapang (Brock & Madigan, 1991).

Gambar 4: Hifa pada kapang (Brock & Madigan, 1991)

7
Hifa merupakan suatu tubulus cegetatif yang mengandug nucleus dengan jumlah
lebih dari satu yang dilingkupi sitoplasma. Beberapa hifa dapat terbagi menjadi beberapa
sel oleh adanya septa atau dinding pemisah pada tempat-tempat tertentu sepanjang hifa.
Tiap sel yang dibatasi septa mengandung satu nucleus (hifa uninukleat), ada juga yang
lebih dari satu nucleus (hifa multinukleat). Beberapa spesies lain yang tidak
mengandung septa sehingga tubuhnya tidak terbagi menjadi beberapa sel yang disebut
hifa nonseptat atau hifa aseptat.
Kapang cenderung tumbuh dengan baik pada permukaan substrat alami maupun
substrat buatan. Dalam keadaan ini hifa yang menembus medium dan menyerap nutrisi
dari medium disebut hifa vegetative atau hifa substrat. Hifa tersebut berfungsi agar
kapang melekat pada substrat. Hifa yang membentuk miselium di permukaan medium
berfungsi menghasilkan alat reproduksi berupa spora bagi kapang tersebut (hifa
reproduktif).
Spora yang dihasilkan hifa reproduktif menyebabkan warna permukaan kapang
berbeda-beda tergantung sporanya, misalnya talus kapang berwarna putih, kuning, hijau,
biru kehitaman, merah, coklat atau hitam. Dengan banyaknya spora yang dihasilkan
dipermukaan kapang, dengan mudah spora dapat diterbangkan angin dn bila
menemukan tempat yang cocok dapat membentuk individu baru.
Kapang dapat ditemukan secara luas di berbagai habitat di alam dan juga dapat
ditemukan pada roti atau nasi basi, keju atau buah-buahan. Bila miselium-miselium dari
kapang membentuk suatu struktur yang lebih padat, lebih terorganisasi dan biasanya
cukup besar yang disebut tubbuh buah atau fruiting bidies, maka kapang ini dapat
membentuk apa yang disebut jamur atau cendawan. Cendawan dapat kita lihat tanpa
bantuan mikroskop dan dapt ditemukan di berbagai tempat seperti di tanah, kayu lapuk
atau tempat yang lembap.
Kapang pada umumnya dapat diidentifikasi morfologinya. Uji makroskopok
dapat didasarkan atas karakteristik-karakteristik seperti kecepatan tumbuh, topografi,
tekstur permukaan (seperti kapas, beludru atau seperti tepung) dan pigmentasi
c. Diformisme
Sebagian besar fungi mempunyai satu bentung pertumbuhan saja yaitu sebagai
ragi saja atau sebagai kapang saja. Tetapi ada beberapa spesies berada dalam kedua
bentuk tersebut yang disebut diformisme. Fase ragi timbul bila organisme tersebut hidup
sebagai parasit atau pathogen dalam jaringan, sedangkan fase kapang timbul bila
organism merupakan saprofit dalam tanah atau medium. Perubahan bentuk pertumbuhan

8
ini dipengaruhi oleh factor lingkungan, seperti keadaan nutrisi, suhu, karbondioksida,
kepadatan sel, umur kultur, dan kombinasi dari factor-faktor tersebut.
2. Struktur subseluler
a. Kapsul
Beberapa spesies fungi selnya dapat menghasilkan lapisan pembungkus luar
yang berlendir atau lapisan yang lebih kompak berupa kapsul. Kapsul tersebut sebagian
besar dibagun dari polisakarida yang bersifat cair dan dapat menyebabkan perlekatan
dan pengumpulan sel-sel yang berada saling berlekatan. Komposisi kapsul dari spesies
yang berbeda dapat berbeda beda dalam jumlah, komposisi kimia, sifat antigenic,
viskositas maupun kelarutannya.
Kapsul tidak berpengaruh terhadap permeabelitas maupun fungsi lain dari
dinding maupun membrane sel. Karena sifatnya yang berlendir maka material dalam
kapsul dapat mempengaruhi pertumbuhan fungi dengan mencegah lepasnya tunas dari
sel ragi atau mencegah pemencaran sel ragi ke dalam air atau udara. Pada kapsul fungi
Cryptococcus neoformans dapat terkandung materi yang bersifat antifagositosis dan
hal ini berhubungan erat dengan factor virulensinya.
b. Dinding sel
Dinding sel merupakan salah satu komponen yang penting dimana merupakan
15% sampai 30% dari berat kering fungi. Dinding sel menyebabkan kekakuan sel dan
kekuatan pada sel serta mencegah terjadinya shok akibat tekanan osmotic. Pada
umumnya dinding sel ragi (200-300nm) lebih tebal dibandingkan dinding sel kapang
(200nm).
Komposisi senyawa dinding sel didominasi oleh karbohidrat sekitar 80%.
Karbohidrat dapat terdiri dari macam-macam polisakarida. Jumlah dan perbndingan
dari macam polisakarida pada tiap-tiap spesies berbeda. Polisakarida yang utama yaitu
khitin, selain itu bisa ditemui polisakarida lain yaitu chitosan, selulosa, glukan dan
manan. Perbandingan dan jumlah polisakarida tersebut dapat menentukan antigen apa
yang dikandung pada dinding sel fungi, sehingga tiap fungi bisa jadi memiliki antigen
yang berbeda. Analisis antigen yang terkandung dalam dinding sel fungi dapat
dijadikan sebagai alat klasifikasi dan filogeni fungi.
Kurang dari 10% dinding sel fungi dibangun oleh protein dan glikoprotein.
Protein tersebut termasuk enzim yang terdapat pada dinding sel, beberapa enzim
ekstraseluler dan protein structural yang melintasi rantai polisakarida. Konsentrasi
protein dinding lebih tinggi pada daerah yang berdekatan dengan membrane sel.

9
c. Membrane sel
Fungi mempunyai membrane bilayer yang serupa komposisinya dengan
membrane bilayer yang terdapat pada sel eukariot tingkat tinggi. Membrane sel
berfungsi melindungi sitoplasma, mengatur pemasukan dan pengeluaran zat,
memfasilitasi sintesis dinding s el dan memfasilitasi sintesis kapsul. Kandungan
fosfolopid pada setiap spesies bervariasi. Fosfolipid yang sering dijumpai
yaitufosfatidilkolin, fosfatidiletanilamin. Sedangkan yang dijumpai dalam jumlah
sedikit yaitu fosfatidilserin, fosfatidilinositol, dan fosfatidilgliserol.
Membrane sel fungi juga mengandung sterol. Sterol merupakan bahan penting
dalam menentukan kelulushidupan dari suatu fungi. Sterol yang penting dalam
membrane sel fungi yaitu ergosterol dan zymosterol.
d. Isi sitoplasma
Sel fungi baik ragi maupun kapang sering mengandung lebih dari satu inti.
Keseluruhan suatu hifa dapat dianggap selalu mempunyai inti sel lebih dari satu atau
multinukleat, dimana selalu terjadi kesinambungan dari sitoplasma yang ada dalam
tiap-tiap sel yang membangunhifa tersebut. Hal tersebut dikarenakan septa yang
memisahkan tiap sel berpori. Pada fungi tingkat tinggi pori tersebut dapat membuka
dan menutup untuk mengatur aliran sitoplasma dan mengatur perpindahan organel-
organel.
Mitokondria pada fungi serupa pada hewan dan tumbuhan. Jumlah mitokondri
tiap sel bervariasi dan berhubungan dengan tingkat aktivitas respirasi dari sel tersebut.
Pada beberapa spesies, perkecambahan spora sangat berhubungan dengan konsumsi
energy, peningkatan jumlah mitokondria dan peningkatan perbandingan jumlah DNA
pada mitokondria dibanding DNA sel.
Sel-sel dari banyak fungi mempunyai vakuola yang spesifik dan merupakan
organel yang cukup kompleks. Vakuola dapat mengandung beberapa macam enzim
biolitik. Vakuola juga dapat berfungsi menyimpan ion-ion dan metabolit-metabolit
tertentu seperti asam amino, polifosfat dan senyawa-senyawa lain. Pada sel ragi juga
dapat ditemukan perangkat-perangkat sekretori dan mekanisme transport tertentu.
Telah ditemukan bahwa beberapa strain dari Saccaromyces cerevisidae,
Candida, Cryptococcus dan ragi-ragi lain dapat menghasilkan suatu toksin atau racun
pembunuh. Strain-strain pembunuh ini mensekresikan toksin yang tidak mematikan
mereka sendiri tetapi dapat mematikan ragi-ragi lain yang sensitive. Toksin-toksin
utama yang telah ditemukan ternyata mempunyai kisaran pH yang sempit dan toksin

10
ini biasanya merupakan protein atau glikoprotein dan harus diberikan pada reseptor
dinding dari sel target yang akan dikenainya. Meskipun toksin ini mempunyai sprektum
aktivitas yang sempit, nampaknya toksin-toksin tersebut dapat diidentifikasi dan
diisolasi dalam aplikasi pengobatan dari fungi-fungi tertentu.
Beberapa fungi juga dapat menghasilkan beberapa metabolit sekunder yang
sangat spesifik. Biasanya metabolit sekunder tersebut ada dalam jumlah sedikit dan
bukan merupakan senyawa penting bagi kelangsungan hidup fungi tersebut. Metabolit
sekunder tersebut termasuk senyawa-senyawa yang bervariasi dan dapat memberikan
efek biologis yang nyata misalnya dapat bersifat karsinogenik seperti aflatoksin,
bersifat racun seperti senyawa amanitin, bersifat antibiotik, senyawa anti kanker dan
senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas farmakologis tertentu seperti ergotamine.
2.2.1 Fisiologi Fungi
1. Kebutuhan Nutrisi
Secara umum nutrisi yang dibutuhkan bagi kelangsungan hidup fungi yang harus
ada pada medium tempat hidupnya meliputi: sumber karbon organik, nitrogen, beberapa
ion anorganik dalam jumlah kecil, beberapa ion anorganik sangat kecil (trace element) dan
factor tumbuh dalam jumlah yang sangat kecil pula. Nutrisi yang dimanfaatkan fungi
haruslah dalam bentuk absorbtif atau siap diserap. Jadi mereka harus dapat menguraikan
terlebi dulu bahan yang ada dalam lingkungannya (dengan menggunakan enzim dalam
tubuhnya), sebelum nutrisi tersebut diserap.
Sumber karbon yang biasa dapat diserap oleh semua fungi adalah glukosa.
Disamping itu sukrosa dan maltose dapat juga digunakan sebagai sumber karbon lainnya.
Kebanyakan fungi juga dapat memanfaatkan tepung dan selulosa. Disamping air, sumber
karbon adalah zat yang paling banyak dibutuhkan guna menunjang pertumbuhan suatu
fungi. Semua fungi dapat menggunakan sumber nitrogen organik. Nitrogen organic yang
paling sering digunakan adalah pepton, asam amino misalnya asam glutamate atau
suatuamida seperti asparagin. Sejumlah kecil fungi dapat juga menggunakan nitrogen
dalam bentuk organic seperti garam ammonium atau nitrat maupun bergantian antara
nitrogen organic dan anorganik. Sumber nitrogen organic seperti pepton atau asparagin
selain dapat dimanfaatkan sebagai sumber nitrogen, sekaligus dapat juga dimanfaatkan
sebagai sumber karbon.
Selain nitrogen dalam bentuk anorganik, unsure-unsur lain dalam bentuk anorganik
juga harus terdapat secara signifikan dalam medium tempat hidup fungi. Unsure-unsur
potassium, fosfor (dalam bentuk fosfat), magnesium dan sulfur dalam bentuk sulfat. Tetapi

11
unsure kalsium yang merupakan unsure esensial yang dibutuhkan tumbuhan hijau ternyata
tidak dibutuhkan oleh hampir semua fungi kecuali beberapa spesies saja.

2. Factor Fisik yang Mendukung Fungi


Seperti halnya organism hidup lain, untuk menunjang kehidupannya fungi
membutuhkan keadaan fisik tertentu. Dua factor fisik utama yang menentukan
pertumbuhan dan perkembangan kultur suatu fungi adalah temperature dan pH.
Rentang temperature antara minimum, optimum,dan maksimum dapat berbeda-
beda untuk masing-masing spesies fungi. Pada umumnya temperature minimum yang
mampu ditolerir adalah antara 2-5 C, suhu optimum bagi fungi saprofit adalah antara 22-
30 C. untuk fungi pathogen atau parasit suhu optimumnya biasanya lebih tinggi yaitu
antara 30-37 C. Temperatur maksimum yang masih dapat ditolerir fungi secara umum
adalah antara 35-30 C. Namun ada juga pengecualian-pengecualian pada fungi tertentu,
contohya spesies Flammulina velutipes yang dapat tumbuh di bawah suhu 0 C pada pohon
besar yang tumbang pada musim dingin, sebaliknya beberapa kapang dapat tumbuh pada
suhu 50 C seperti Humicola lanuginose dan Mucor puccilus.
Factor fisik yang lain yaitu pH. Seperti halnya temperature, pH yang dapat ditolerir
fungi dapat bervariasi antara satu spesies dengan spesies lainnya. Secara umum pH
optimum bagi kebanyakan fungicadalah antara 3,8-5,6. Tetapi ada juga yang dibawah pH
3 atau diatas pH 9. Dibandingkan pH bakteri (pH 6,5-7,5), rentang pH fungi jauh lebih
asam. Dengan demikian medium pertumbuhan fungi dalam raboratorium harus bersifat
asam, biasanya yang digunakan sebagai medium pemeliharaan fungi adalah Malt katena
pHnya 4,5.
Faktor penunjang yang lain adalah oksigen. Kpang umumnya bersifat aerobic
sejati, sedangkan ragi atau khamir bersifat aerobic fakultatif, artinya mereka dapat hidup
dalam keadaan aerobic maupun anaerobic.
Seperti halnya semua organisme, air adalah kebutuhan mutlak yang harus ada
selam kehidupan fungi. Miselium fungi hanya akan tumbuh pada larutan yang
mengandung air atau pada kelembaban udara yang lembab. Ada juga fungi yang tetap
dapat menghasilkan spora dan tubuh buah, tetapi tidak dapat tumbuh jika tingkat
kekeringannya ekstrim.
Secara fisiologis jika dibandingkan dengan mikroorgamisme lainnya, fungi dapat
bertahan dalam kondisi yang tidak memunguntungkan. Sebagai contoh ragi dan kapang
dapat tumbuh pada substrat dengan konsentrasi gula yang dapat menghambat pertumbuhan

12
bakteri. Hal ini menyebabkan seringnya selai tidak rusak oleh bakteri tetapi dapat rusal
oleh fungi. Selain itu fungi dapat bertahan di lingkungan lebih asam dibandingkan
organism lainnya.

2.2. Klasifikasi Fungi

Taksonomi fungi merupakan bidang kajian yang dinamis dan terus menerus mengalami
revisi. Seringkali para ahli mempunyai perbedaan dalam mengelompokkan fungi dan
menentukan takson dari suatu kelompok fungi. Misalnya dalam suatu buku disebutkan bahwa
Ascomycotina merupakan suatu divisio, tetapi dalam buku lain kelompok tersebut masuk
dalam takson subdivisio. Meskipun demikian pada umumnya klasifikasi fungi terutama
didasarkan pada ciri-ciri spora seksual yang dihasilkannya, misalnya zygospora, askospora,
basidiospora atau oospora. Disamping itu adanya macam-macam tubuh buah yang dihasilkan
selama tahap-tahap seksual dalam daur hidupnya dapat dijadikan dasar dalam klasifikasi.
Fungi yang telah diketahui tingkat seksualnya disebut fungi sempurna. Meskipun
demikian karena tingkat seksual dari fungi seringkali hanya dalam keadaan tertentu,
lingkungan tertentu dan jumlah terbatas, maka masih banyak fungi yang belum diketahui
tingkat reproduksi seksualnya. Fungi yang belum diketahui tingkat reproduksi seksualnya
dinamakan fungi imperfek. Karena belum diketahui tingkat reproduksi seksualnya, perlu
digunakan ciri-ciri lain diluar tingkat seksual untuk mengklasifikasikannya. Ciri yang dapat
digunakan mencakup morfologi spora aseksual dan miseliumnya.

Selama belum diketahui tingkat seksualnya, fungi dikelompokkan dalam suatu


kelompok khusus yaitu divisio Deuteromycotina atau fungi imperfekti, sampai ditemukan
tingkat seksualnya. Setelah diketahui tingkat seksualnya, mereka dapat dimasukkan dalam
divisio tertentu sesuai dengan spora seksual yang dihasilkannya. Dalam hal ini akan dibahas 4
divisio fungi perfek yaitu Oomycotina, Zygomycotina, Ascomycotina, Basidiomycotina serta
divisio Deuteromycotina atau fungi imperfekti.

2.1.2 Divisi Oomycota


Berdasarkan namanya, kelompok ini mengalami reproduksi seksual dengan cara
oogami yang melibatkan penggabungan satu oosfer (gamet betina) dengan gamet jantan yang
terbentuk dalam anteridium, menghasilkan oospora. Sedangkan reproduksi aseksual terjadi
dengan membentuk zoospora yang dihasilkan dalam sporangium. Hifa fungi ini adalah hifa

13
non-septat (tidak bersepta). Ciri ini seringkali dijadikan patokan bahwa kelompok tersebut
dianggap fungi tingkat rendah atau fungi primitif dalam skala evolusi (Kusnadi dkk., 2003).
Dalam divisio ini terdapat beberapa fungi patogen yang cukup penting untuk dipelajari
karena sering menimbulkan kerugian besar pada produksi tanaman yang bernilai ekonomi
tinggi terutama kentang. Salah satu fungi patogen tersebut adalah Phytopthora infestans.
Penyerangan fungi ini dimulai dengan ditembusnya ruang interseluler dari daun tumbuhan oleh
cabang dari miselium. Cabang miselium disebut houstoria yang kemudian mendesak masuk
ke sel-sel mesofil daun dan menyerap nutrisi dari daun tersebut. Pada keadaan hangat dan
lembab, miselium tersebut memanjang membentuk struktur selindris yang disebut sporangiofor
yang menembus daun bagian bawah melalui stomata atau luka. Cabang tersebut bagian
bawahnya berkembang menjadi sporangium. Pada kondisi hangat sporangium menghasilkan
spora dan setelah masak spora tersebut dapat disebarkan angin atau air hujan ke tumbuhan lain
dan selanjutnya menginfeksi tumbuhan tersebut dengan cara yang sama seperti diatas. Dalam
kondisi basah, sporangium dapat menghasilkan spora yang motil atau zoospora yang kemudian
dapat disebarkan oleh air ke tumbuhan lain disekitarnya. Setelah kondisi lingkungan cocok,
maka spora tersebut kemudian berkecambah menghasilkan individu baru (Kusnadi dkk., 2003).
Akibat serangan fungi tersebut, mula-mula dapat dilihat dengan terbentuknya daerah
berwarna coklat pada daun tumbuhan yang diserangnya. Selanjutnya diikuti dengan kematian
jaringan daun tersebut. Seringkali serangan dapat meluas ke bagian umbi tumbuhan misalnya
umbi kentang sehingga terjadi pembusukan. Oleh karena itu serangan fungi ini sangat
merugikan karena dapat menurunkan hasil panen bahkan dapat menghancurkan sama sekali
hasil panen tersebut (Kusnadi dkk., 2003).
Phytophthora infestans tidak hanya menyebabkan penyakit pada tanaman kentang
tetapi dapat juga menyerang tanaman-tanaman lain yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Tanaman tersebut diantaranya cokelat, lada, kina, kelapa, cengkeh, tembakau dan jarak. Contoh
lain dari division ini adalah Saprolegnia yaitu fungi yang sering ditemukan pada bangkai
serangga. Fungi ini adalah contoh fungi saprofit. Selain itu fungi dari kelompok Oomycotina
yang bersifat patogen adalah Phytium. Fungi tersebut dapat menyebabkan penyakit busuk pada
kecambah tembakau, kina, bayam, dan nanas. Fungi ini mudah menyerang pada persemaian
yang tanahnya sangat lembab (Kusnadi dkk., 2003).
A. Ciri-Ciri Umum Oomycota
Oomycotina dikenal juga dengan jamur air, adalah kelompok protista bersel tunggal
yang berfilamen. Anggota-anggotanya secara fisik mirip dengan fungi (jejamuran),
sehingga organisme ini pernah dimasukkan sebagai anggota fungi, bahkan hingga sekarang

14
kajian biologinya masih dimasukkan ke dalam mikologi (ilmu tentang biologi fungi).
Dalam bahasa Inggris, Oomycotina disebut juga sebagai water moulds ("jamur air")
karena kebiasaannya yang tumbuh dengan baik dalam kondisi kelembaban yang tinggi dan
berair. Oomycotina digolongkan ke dalam golongan filum Heterokontophyta. Nama ini
berasal dari tahap sel motil (bergerak) yang berciri memiliki dua flagella tidak sama
panjang. Beberapa anggota Oomycotina memproduksi spora aseksual yang disebut
zoospora. Mereka juga memproduksi spora seksual yang disebut oospora (Kusumawati,
2010).

Ada juga yang menyebutkan bahwa Oomycota berarti fungi telur. Istilah ini
didasarkan pada cara reproduksi seksual pada jamur air. Beberapa anggota Oomycota
bersifat uniseluler dan tidak memiliki kloroplas. Jamur air memiliki dinding sel terbuat dari
selulosa, yang berbeda dengan dinding sel jamur sejati yang terbuat dari polisakarida yang
disebut kitin. Yang membedakan jamur air dengan jamur sejati adalah adanya sel
biflagellata yang terjadi pada daur hidup jamur air. Sementara jamur sejati tidak memiliki
flagella. Sebagian besar jamur air hidup secara bebas atau melekat pada sisa-sisa tumbuhan
di kolam, danau, atau aliran air. Meraka hidup sebagai pengurai dan berkoloni. Walaupun
begitu, ada juga yang hidup pada sisik atau insang ikan yang terluka sebagai parasit. Contoh
anggota Oomycota adalah Saprolegnia, Phytium, dan Phytoptora infestans. Selain bersifat
parasit, jamur air juga bersifat patogen (dapat menimbulkan penyakit), seperti
menyebabkan pembusukan kayu pada kentang dan tomat (Kusumawati, 2010).

Ciri-ciri dari Oomycota adalah sebagai berikut:

Benang-benang hifa tidak bersekat melintang (senositik) sehingga di dalamnya di


jumpai inti dalam jumlah banyak.
Dinding selnya terdiri dari selulosa.
Melakukan reproduksi aseksual dengan membentuk zoospore yang memiliki 2
flagela untuk berenang di dalam air.
Melakukan reproduksi secara seksual dengan membentuk gamet (sel kelamin)
setelah fertilisasi akan terbentuk zigot yang tumbuh menjadi oospora. Nama divisi
Oomycota diambil dari ciri jamur yang dapat menghasilkan oospora. Oospora
adalah spora yang dibentuk oleh zigot yang berdinding tebal, dan setelah itu terjadi
fase istirahat. Dinding tebal itu digunakan sebagai perlindungan. Jika kondisi
memungkinkan, spora akan tumbuh menjadi hifa baru (Kusumawati, 2010).

15
B. Daur Hidup Oomycota
Dalam fase vegetatif dari pergiliran keturunannya, sel-selnya memiliki inti
diploid, padahal fungi memiliki inti haploid. Berdasarkan kajian biologi molekuler,
organisme ini ternyata berhubungan lebih dekat dengan alga coklat dan diatom
daripada dengan fungi, sehingga digolongkan dalam filum heterokontophyta. Nama ini
berasal dari tahap sel motil (bergerak) yang berciri memiliki dua flagella tidak sama
panjang. Beberapa anggota Oomycota memproduksi spora aseksual yang disebut
zoospora. Mereka juga memproduksi spora seksual yang disebut oospopra. Reproduksi
secara aseksual lebih berperan untuk kolonisasi species, sedangkan reproduksi secara
sekual untuk variasi adaptif dengan lingkungan (Kusumawati, 2010).
a. Reproduksi Aseksual
Bermula dengan adanya zoosporangium (2n) yang berada pada ujung hifa yang
terbentuk dari benang atau hifa yang membengkak. Di dalam sporangium tersebut,
dihasilkan spora yang berflagella yang disebut zoospora (2n). Ketika zoospora
matang dan jatuh di tempat yang sesuai, maka akan berkecambah dan tumbuh
menjadi mycelium baru. Namun jika lingkungan yang tidak memungkinkan, maka
Zoospora ini kemudian membentuk sista (2n) untuk bertahan hidup
(Prawirohartono, 2007).
b. Reproduksi Seksual
Reproduksi ini terjadi dengan cara oogami. Di dalam oogonium dibentuk sel
telur, sedangkan di dalam anteridium tidak terbentuk sel sperma, tetapi terdapat
banyak inti. Jika anteridium bersentuhan/menempel dengan oogonium akan
menghasilkan saluran fertilisasi yang akan menembus oogonium dan menyediakan
jalan bagi perpindahan inti. Pembuahan oosfer (sel telur) menghasilkan zigot. Zigot
mempunyai dinding tebal dan tahan terhadap kondisi yang tidak menguntungkan,
seperti udara dingin dan kekeringan. Zigot akan berkembang menjadi oospora.
Setelah mengalami fase istirahat, intinya mengalami reduksi dan selanjutnya
tumbuh menjadi individu baru. Dimana individu baru ini mula-mula berinti empat,
tetapi selanjutnya berinti banyak. Selanjutnya zigot mengalami
germinasi/perkecambahan untuk terjadinya pembebasan zigot yang dapat
mengalami pembelahan meiosis untuk menghasilkan individu-individu lainnya
(Prawirohartono, 2007).

16
Gambar 5. Daur Hidup Oomycota

(Sumber : Damayanti, 2013).

C. Contoh anggota dari Oomycota

1. Saprolegnia sp.

Jamur ini umumnya hidup saprofit di bangkai ikan dan serangga baik di darat maupun
di air. Miseliumnya berkembang didalam substrat, sedangkan yang terlihat diluar substrat
berfungsi untuk perkembangbiakan. Jika diamati dengan mikroskop, dibagian ujung
miseliumnya akan tampak sporangium yang menghasilkan zoospora. Saprolegnia sp. yang
hidup saprofit mudah dikembangbiakkan dengan meletakkan serangga mati atau biji kacang
tanah pada cawan berisi air kolam. Hifa yang baru tumbuh akan menembus tubuh serangga
atau biji kacang tanah untuk mendapatkan makanan. Sebagian hifa lainnya akan tumbuh keluar
membentuk sporangium penghasil zoospora, sedangkan oogonium dan anteridiumnya
berperan pada perkembangbiakan seksual. Contoh jamur dari Oomycotina lainnya adalah
Achlya sp. yang hidup saprofit, Saprolegnia sp. parasit pada ikan, Plasmopora viticola hidup
parasit pada tanaman anggur, Sclerospora maydis penyebab penyakit bulai pada jagung
(Kusnadi dkk., 2003).

17
Gambar 6. Jagung Yang Terserang Sclerospora

(Sumber : Irma, 2009).

Gambar 7. Saprolegnia sp.


(Sumber : Irma, 2009).

Gambar 8. Siklus Hidup Saprolegnia sp.

(Sumber : Damayanti, 2013).

18
2. Phytophthora sp.

Biasanya hidup parasit pada tumbuhan budidaya, contohnya pada kentang. Miselium
vegetatifnya berkembang dalam jaringan tubuh inang. Ujung-ujung hifanya dapat menjulur
ke luar tubuh inangnya melalui stomata. Pada ujung hifa dapat terbentuk konidium yang
mampu menghasilkan spora. Jika sporangium jatuh pada daun yang berair, zoospora akan
keluar berkecambah atau tunas. Selanjutnya tumbuh menjadi hifa dan membentuk miselium.
Jika sebagian hifanya mencapai stoma/lentisel maka akan tumbuh keluar membentuk
kondium baru. Phytophthora dapat berkembang biak secara generatif dengan cara konjugasi
zoospora yang dilakukan dalam laboratorium. Phytophtora sp. tidak hanya menyebabkan
penyakit pada tanaman kentang, melainkan dapat pula menyebabkan penyakit pada buah
cokelat, tanaman lada, kina, kelapa, cengkeh, tembakau, dan jarak (Kusnadi dkk., 2003).

Contoh jamur dari golongan ini antara lain:

Phytophtora infestans yang hidup parasit pada tanaman kentang.


Phytoptora faberi yang hidup parasit pada tanaman karet.
Phytophtora nicotianae yang hidup parasit pada tanaman tembakau.
Phytophtora palmifora yang hidup parasit pada tanaman kelapa.
Phytophthora infestans yang hidup parasit pada tomat.

Gambar 9. Tomat yang terserang jamur air


(Sumber : Damayanti, 2013)

19
Gambar 10. Phytopthora sp.
(Sumber : Damayanti, 2013)

Gambar 11. Siklus Hidup Phytophthora sp.

(Sumber : Damayanti, 2013).

C. Phytium sp.
Berkembang biak pada persemaian yang tanahnya lembab dan mengalami perubahan
suhu serta kaya akan bahan organik. Umumnya parasit pada tumbuhan muda atau bibit
tembakau, kina, nanas, jahe, bayam, dan kemiri. Kerusakan dapat terjadi bahkan pada
saat belum berkecambah. Perkembangan aseksualnya dengan cara membentuk
zoosporangium yang menghasilkan zoospora. Sedangkan secara seksual dengan
pembuahan gamet yang akan menghasilkan oospora. Jamur ini juga mampu
berkembang biak pada bahan organik yang mati didalam tanah (Kusnadi dkk., 2003).

20
D. Pengaruh Oomycota Pada Organisme Dan Lingkungan

Secara menyeluruh dari spesies oomycota tidak memiliki kegunaan secara


khusus namun perannya sebagai protista mirip jamur air berperan dalam menguraikan
sisa-sisa makhluk hidup di dalam air sehingga perairan tidak dipenuhi bangkai makhluk
hidup. Sementara, secara umum oomycota ini bersifat parasit dan patogen pada
pembusukan kayu, kentang, dan tomat. Selain itu organisme ini berperan secara
ekonomi dan ilmiah. Peran ekonominya kebanyakan negatif, banyak anggotanya yang
merupakan patogen tumbuhan yang berbahaya karena dapat menghancurkan tanaman.
Phytophthora menyebabkan penyakit layu bibit, hawar kentang, busuk buah, dan busuk
akar. Pythium memberikan gejala penyakit yang sama. Peronospora dan
Peronosclerospora adalah penyebab penyakit bulai (downy mildew) pada beberapa
serealia yang menyebabkan kerugian hingga 100% (Tjitrosoepomo, 1989).

2.2.1. Divisi Zygomycota

Zygomycota berasal dari jenis perbanyakan diri seksual,terutama pada pembentukan


zigospora. Zigospora terjadi karena peleburan dua gametangium yang menghubungkan kedua
hifa induk seperti jembatan penghubung. Anggota filum ini seringkali disebut sebagai
cendawan tingkat rendah, karena pada umumnya dianggap primitif dalam skala evolusi.
Tubuh jamur Zygomycota terdiri dari benang-benang hifa yang bersekat, dan ada pula yang
tidak bersekat. Bersifat senositik, yaitu mempunyai beberapa inti pada setiap selnya. Dapat
membentuk struktur dorman bersifat sementara yang disebut zygospora.
Divisio ini melakukan reproduksi seksual dengan cara konjugasi yang melibatkan fusi
dua gamet menghasilkan zygospora. Reproduksi aseksualnya dengan menghasilkan spora yang
terkandung dalam konidium atau spora sporangium (Kusnadi., dkk).
Berikut adalah ciri dari divisio zygomycota:
1. Hifa tidak bersekat dan bersifat koenositik (mempunyai beberapa inti).
2. Dinding sel tersusun dari kitin.
3. Reproduksi aseksual dan seksual.
4. Hifa berfungsi untuk menyerap makanan, yang disebut rhizoid.
Zygomycota sebagian besar merupakan jamur terestrial yang hidup sebagai saprofit di
tanah, makanan, atau pada sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Jamur zygomycota ada yang hidup
sebagai parasit pada manusia dan tumbuhan sehingga menyebabkan penyakit. Jenis jamur
zygomycota lainnya hidup bersimbiosis saling menguntungkan dengan organisme lain.

21
Misalnya dengan ganggang hijau biru atau ganggang hijau membentuk lumut kerak (lichen),
dan dengan akar tumbuhan tinggi sebagai mikoriza.
Hifa dari fungsi ini sama halnya dengan oomycotina, tidak bersepta atau non-septa. Hifa
relatif besar dan berkembang baik dengan miselium yang bercabang-cabang. Kelompok ini
dianggap sudah lebih berkembang dibanding oomycotina meskipun bila dibangdingkan dengan
ascomycotina dan basidiomycotina masih dianggap lebih primitif. Fungi ini merupakan fungi
yang umum terdapat di udara dan tanah (Kusnadi., dkk).
Dua spesies dari kelompok zygomicotina yang banyak dikenal adalah Rhyzopus dan
Mucor. Keduanya mempunyai struktur dan penampilan yang hampir sama, hanya pada
Rhyzopus dapat ditemukan adanya percabangan hifa khusus yang menembus substrat yang
mempunyai akar disebut rhizoid.
Rhyzopus stolonifer merupakan contoh spesies yang sering ditemukan sebagai kapang
yang tumbuh pada roti dan tempe. Spesies ini dapat bertindak sebagai saprofit atau parasit.
Sebagai saprofit fungsi tersebut sangat bermanfaat dalam fermentasi makanan misalnya dalam
pembuatan tempe. Tetapi sebagai parasit fungsi ini dapat merugikan karena dapat
menyebabkan pembusukan tanaman ubi jalar atau arbei.
Reproduksi aseksual diawali dengan dilepaskannya spora yang berasal dari sporangium.
Sporangium yang masak biasanya menjadi berwarna hitam dan kering serta mengandung
banyak spora di dalamnya. Dalam kondisi basah sporangium tidak mengeringkan dan tidak
memecah. Hal ini mencegah dilepaskannya spora dari dalamnya karena kondisi demikian tidak
cocok untuk pemencaran (dispersal). Spora haploid yang dilepaskan kemuadian akan
berkecambah membentuk individu baru setelah berada pada tempat dan substrat yang cocok
(Kusnadi., dkk).
Reproduksi seksual terjadi bila dan miselium dari dua individu yang berbeda bertemu
(individu yang satu dianggap individu + dan yang lain individu -). Selanjutnya hifa miselium
+ dan saling berdekatan dan masing-masing membetuk penonjolan hifa yang disebut
progametangium (bakal gametangium). Progametangium kemudian berubah menjadi
gametangium yang berisi banyak inti haploid (n). Selanjutnya kedua ini gametangium yang
berasal dari hifa + dan bersatu membentuk inti diploid (2n). Persatuan kedua inti
gametangium tersebut membentuk zigospora yang berisi banyak inti diploid (Kusnadi., dkk).
Zygospora terus tumbuh, dindingnya menebal dan berwarna hitam. Dalam zygospora
juga terkandung makanan cadangan diantaranya dalam bentuk lemak. Dari banyak inti diploid
yang terjadi, hanya satu yang dapat hidup terus, sedangkan yang lain berdegenerasi. Inti diploid
yang satu tadi selanjutnya mengaami pembelahan meiosis menghasilkan inti haploid yang

22
sekarang merupakan penggabungan 2 sifat (dari miselium + dan -). Dari 4 inti haploid yang
terjadi dari pembelahan meiosis, hanya yang dapat terus hidup.
Selanjutnya zygospora akan beristirahat dalam waktu yang lama sampai kondisi dan
substrat yang cocok. Kemudian zigospora yang mengandung inti haploid tadi akan tumbuh
membentuk sporangium yang didalamnya terdapat banyak spora haploi sebagai hasil
pembelahan mitosis. Jika sporangium matang, dindingnya akan robek dan spora yang
didalamnya akan dilepaskan. Selanjutnya spora tumbuh menjadi miselium atau individu baru.

Gambar 12. Pilobolus memiliki hifa penghasil spora dari zygomycota


Sumber: (Solomon et al., 2008)
Diantara zygomycetes ada yang hidup sebagai saproba, ada yang sebagai parasit berat
atau ringan pada tumbuhan dan hewan, termasuk manusia. Kelas ini dibagi menjadi tiga ordo,
yaitu Mucorales, Entomopthorales, dan Zoopalages (Dwidjoseputro, 1978).
1. Ordo Mucorales
Talus dari jamur-jamur ini berupa miselium yang lebat. Hifa berinti banyak, dan
bersekat pada batas sporangium atau gametangium. Hifa dari beberapa spesies mempunyai
sekat sejak semula, dan sekat tersebut berlubang untuk mengalirnya protoplasma. Aliran
protoplasma mudah sekali diamai pada hifa yang masih muda.
Perkembangbiakan aseksual dilakukan dnegan spora tak berflagel (aplanospora).
Aplanospora terbentuk dalam sporangium, dan sporangium terletak pada ujung
sporangiofor atau pada ujung cabang-cabangnya. Percabangan sporangiofor ada yang
sederhana seperti halnya pada Mucor, tetapi ada yang rumit berliku-liku seperti halnya pada
Tamnidium dan Spirodactylon. Spirodactylon mempunyai cabang-cabang sporangiofor
yang melingkar yang dinamai sporokladia. Ujung sporangiofor tidak tumbuh melalui
lintasan yang lurus, melainkan melingkar seperti spiral (Dwidjoseputro, 1978).
Blakeslea trispora menghasilkan dua macam sporangium, yaitu sporangium biasa
berspora banyak, dan sporangium kecil atau sporangiola berisi tiga spora. Sporangium dan

23
sporangiola tumbuh pada sporangiofor yang sedikit berbeda; yang pertama tumbuh pada
sporangiofor yang tidak bercabang, sedang yang kedua tumbuh pada suatu tangkai yang
dapat dianggap seakan-akan cabang-cabang dari ujung sporangiofor.
Bentuk sporangiola pada Mucorales yang maju serupa tabung, dan bentuk ini disebut
merosporangium. Merosporangium dapat terbentuk berjajar-jajar pada ujung spornagiofor
yang menggelembung, atau dapat berbentuk sporokladia. Bentuk sporangiospora beraneka-
ragam, kebanyakan serupa telur atau bola, dan pada beberapa spesies serupa tabung. Pada
banyak spesies sporanya terdapat garis-garis dari ujung ke ujung, dan ada yang berbulu
panjang pada kedua ujungnya. Sporangiospora terbentuk sebangai hasil pembagian diri dari
protoplast sporangium. Bagian-bagian tersebut masing-masing dapat berinti satu, dapat
pula berinti banyak. Jika dalam spora semula hanya terdapat satu inti, maka inti ini
kemudian dapat membelah diri sehingga spora tersebut akhirnya berinti banyak
(Dwidjoseputro, 1978).
Pembentukan sporangium dan sporagiospora dipengaruhi oleh suhu, kebasahan dan
cahaya. Barnett dan Lilly (1967) yang telah mempelajari liku-liku Choasnephora
cucurbitarum melaporkan bahwa suhu 30-31C dan kebasahan 100% menguntungkan
pembentukan sporangium dan mencegah terjadinya konidia. Suhu dan kebasahan yang
lebih rendah berpengaruh sebaliknya. Selanjutnya cahaya yang treus-menerus mencegah
terbentuknya konidia, sedang gelap atau cahaya yang remang-remang menggiatkan
pembentukan konidia.
Betapa besar pengaruh cahaya terhadap tingkah laku sporangium pada Pilobolus
telah dipelajari oleh Buller (1934), sedang persyaratan bagi pemeliharaan Pilobolus oleh
Hesseltine dkk (1952), dan oleh Page (1952, 1959-1961).

Gambar 13. Struktur tubuh dari Mucor


Sumber: (Solomon et al., 2008)

24
Perkembangbiakan seksual pada Mucorales berlangsung dengan bersatunya dua
gametangium yang berinti banyak. Gametangium terbentuk pada ujung hifa atau pada
ujung cabang hifa. Hanya hifa yang kompatibel dapat menghasilkan gametangium yang
mampu untuk melaksanakan gametangiogami. Jika dua gametangium yang kompatibel
bertemu, maka dinding pertemuan melebur dan kedua protoplast bersatu; dengan demikian
terbentuklah zigot. Zigot ini membentuk dinding ttebal, mengalami waktu istirahat dulu
untuk kemudian dapat menghasilkan sporangium. Zigot tersebut disebut zigospora.
Diantara Mucorales ada spesies-spesies yang homotalik, adapula yang heterotalik.
Spesies heterotalik menghasilkan hormon yang mempengaruhi jenisnya yang kompatibel.
Sebagai contoh yaitu siklus hidup Rhizopus stolonifer.

Gambar 14. Siklus hidup zycomicotina Rhizopus stolonifer (kapang roti hitam)
Sumber: (Campbell et al., 2008).

2. Ordo Enthomophthorales
Jamur-jamur yang termasuk dalam ordo ini yaitu parasit pada serangga.
Basidiobolus ranarum adalah penyebab penyakit berat pada manusia. Beberapa spesies

25
hidup sebagai parasit pada tumbuhan rendah dan beberapa spesies lain hidup sebagai
saproba di kotoran katak atau kadal. Yang banyak dikenal orang ialah Entomophthora
muscae, yaitu parasit pada lalat. Bangkai lalat biasanya terjalin oleh miselium dari parasit
ini. Cara penyebaran konidia pada jamur-jamur ini merupakan ciri khas (Dwidjoseputro,
1978).
Ordo entomophthorales dibagi atas dua famili, yaitu Entomophthoraceae dan
Basidiobolaceae. Pada umumnya miselium Entomophthorales tidak selebat miselium
Mucorales, tetapi miselium Entomophthorales lebih cenderung mengadakan sekat-sekat
pada miselium Mucorales. Tubuh-tubuh ini dapat berkembang biak dengan tunas atau
dengan membelah diri, tetapi dapat juga menghasilkan konidiofor yang membawakan
konidia pada ujungnya. Pada spesies tertentu seperti pada Entomophthora fumosa dan
Entomophthora fresenii tubuh-tubuh hifa dapat mengadakan konjugasi serta menghasilkan
zigospora. Beberapa spesies yang hidup sebagai saproba mempunyai miselium yang tidak
terpotong-potong (Dwidjoseputro, 1978).
Perkembangbiakan aseksual berlangsung secara sporangiobola yang berfungsi
sebagai konidia. Sporangiola tumbuh pada konidiofor yang sederhana tidak bercabang, atau
pada yang bercabang. Konidia terlempar dengan keras dari konidiofor, dan ditempat yang
cocok konidia tumbuh dengan menghasilkan buluh kecambah. Hanya pada Basidiobolus
konidia berfungsi sebagai sporangium dan menghasilkan sejumlah aplanospora. Pada
beberapa Entomophthora, Thaxter (1888) menunjukkan bahwa konidia tersebut
sebenarnya sporangiola yang berisi satu spora. Konia terselubung oleh suatu lapisan lendir
yang berguna untuk melekat pada suatu tempat tertentu. Konidia dan Entomophthora
muscae dapat langsung menjadi miselium baru jika mendapatkan substrat yang
menguntungkan, atau dapat menghasilkan konidia sukunderbila substrat tempat tumbuhnya
kurang menguntungkan. Penghasilan konidia sekunder dapat berulang terus sampai
menemukan keadaan substrat yang menguntungka atau sampai kehabisan protoplasma.
Pekembangbiakan seksual tidak banyak diketahui. Beberapa spesies menghasilkan
zigospora, akan tetapi nasib zigospora selanjutnya tidak diketahui. Pembentukan zigospora
pada Conidiobolus berlangsung sebagai berikut. Dua gametangium yang berlainan ukuran,
bersatu dan protoplast dari gametangium yang kecil pindah ke gametangium yang besar
melalui suatu lubang. Kemudian terbentuklah spora istirahat di dalam gametangium yang
besar. Spora ini dapat dianggap sebagai zigospora. Pada beberapa spesies tertentu, misal
pada Entomophthora muscae, zigospora terbentuk secara partenogenesis. Zigospora yang

26
demikian itu disebut azigospora. Azigospora berfungsi sebagai spora istirahat dan juga
sebagai zigospora.
3. Ordo Zoopagales
Ordo ini terdiri atas satu famili saja, yaitu famili Zoopagaceae yang mencakup
sekitas 10 genus seperti Endocochlus, Cochlonema, Bdellospora, Zoopage, Stylopage,
Euryancale, Cystopage.
Zoopagales adalah parasit pada hewan-hewan kecil seperti amoeba, rizopoda, dan
nematoda. Perkembangbiakan aseksual dengan konidia yang sebenarnya. Konidia tidak
dilepaskan dengan tembakan. Perkembangbiakan seksual berlangsung dengan
pembentukan zigospora. Ujung dari dua hifa yang kompatibel bertemu dan membentuk
zigospora.

Gambar 15. Struktur tubuh Zoophagus insidians


Sumber: (Solomon et al., 2008)
Mengenai bentuk talus ada 3 macam. Pada jamur pemangsa hewan talusnya
tidak bersekat-sekat, miselium cukup lebat cocok sebagai alat penangkap hewan. Jamur
yang hidup sebagai endoparasit mempunyai hifa yang tebal, kadang-kadang melingkar
seperti spiral dalam tubuh inang. Spesies yang hidup sebagai ektoparasit mempunyai
talus berupa konidia yang menggelembung dan menghasilkan haustoria. Haustoria
bercabang-cabang dalam tubuh inang. Beberapa spesies tertentu seperti Cystopage
menghasilkan klamidospora, akan tetapi kebanyakan spesies menghasilkan konidia
yang bentuknya seperti potongan-potongan benang, seperti kumparan, atau seperti bola.
Konidia terbentuk satu-satu berderet atau terhimpun sebagai suatu bola diujung atau
sisi konidiospora (Dwidjoseputro, 1978).

27
Kelas Trichomycetes belum mempunyai kedudukan tertentu. Kelas ini terdiri
atas satu ordo, yaitu Eccrinales, parasit Arthropoda. Sebenarnya lebih tepat kalau
dikatakan saproba atau komensal dalam alat pencernaan hewan-hewan Arthropoda.

2.2.3. Divisi Ascomycota


Penamaan Ascomycota dihubungkan dengan ciri khas yang dimiliki oleh golongan
jamur ini. Ciri khas tersebut adalah askus. Askus ialah sel yang membesar, sedang di dalamnya
terbentuk spora dan spora ini disebut askospora. Jamur ini dikataka kompatibel sendiri, artinya
dapat mengadakan perkawinan sendiri sehingga dapat menghasilkan askus atau askospora
sendiri (Dwidjoseputro, 1978).
Ascomycota dapat berinti satu dan dapat pula berinti banyak. Ascomycota tidak
menghasilkan spora kembara. Seluruh kehidupan telah disesuaikan dengan kehidupan di darat.
Beberapa spesies terdapat juga di air tawar maupun di air laut, namun mereka tidak hidup
bebeas dalam air melainkan selalu pada suatu zat organik dan disebut dengan saproba.
Ascomycota dapat hidup dimana mana, baik di daerah panas maupun di daerah dingin. Spora
spora dari kosmopolitan ini beraneka warna, sehingga orang menyebutnya lapuk hijau, lapuk
biru, lapuk pirang, lapuk hitam dan sebagainya (Dwidjoseputro, 1978).
Kelompok Ascomycota merupakan kelompok fungi yang paling besar dan dianggap
relatif lebih maju. Kelompok ini meliputi ragi, bermacam macam kapang bahkan beberapa
cendawan. Dari 15.000 species Ascomycota, kebanyakan hidup sebagai saprofit. Contoh
saprofit divisi ini adalah Penicillum. Kita dapat menemukan Penicillium sebagai kapang yang
berwarna biru, hijau atau kadang kadang kuning pada berbegai macam substrat. Species ini
juga dikenal sebagai penghasil bahan antibiotik penisilin (Kusnadi et al, 2003).

Penicillium seperti halnya Ascomycota lain melakukan reproduksi aseksual dengan


menghasilkan konidia. Konidia adalah spora yang dibentuk pada ujung hifa khusus yang
disebut konidiofor. Konidia merupakan spora yang tidak terbungkus dalam suatu struktur
khusus, tetapi telanjang dan bebas dilepaskan kapan saja (Kusnadi et al, 2003).

28
Gambar 16. Konidiospora pada Penicillium

(Sumber : Black, 2012)

Selain sebagai saprofit, ada beberapa Ascomycota yang bersifat parasit. Sebagai contoh
adalah Piedraia hotai sebagai penyebab infeksi rambut pada manusia yang dinamakan piedra
hitam. Contoh parasit yang terkenal adalah Candida albicans yang menimbulkan suatu
keadaan yang disebut candidiasis yaitu penyakit pada selaput lendir, mulut, vagina dan saluran
pencernaan (Kusnadi et al, 2003).

Khamir adalah anggota uniseluler divisi ini. Secara komersial fungi ini sangat penting
bukan saja sebagai sumber minuman beralkohol bir, minuman anggur, dan lain lain), namun
juga sebagai sumber alkohol untuk tujuan industri. Reaksi yang sama dimanfaatkan dalam
industri roti, namun di sini yang diperlukan ialah gas, bukan alkohol. Karbon dioksida
membuat roti dan kue bangkit dan menjadikannya berlubang lubang rentik, dan tekstur
yang lezat. Alkohol yang dihasilkan oleh khamir itu menguap pada saat proses membakar.
Khamir juga digunakan dalam produksi vitamin dalam industri (Kimball et al, 1983).

Divisi Ascomycota bervariasi dalam ukuran dan kompleksitasnya, mulai dari khamir
uniseluler hingga fungi mangkuk dan morel yang rumit. Selain sebagai patogen tumbuhan yang
paling merusak, Ascomycota juga merupakan dekomposer penting, terutama bagi material
tumbuhan. Beberapa ascomycota membentuk mikoriza dengan tumbuhan (Campbell et al,
2008).

29
Gambar 17. Penicillium sebagai Pengurai Makanan

(Sumber : Campbell et al, 2009)

Jamur ini mempunyai miselium yang bersekat sekat. Pembiakan secara generatif
dilakukan dengan spora spora yang dibentuk di dalam askus. Beberapa askus terdapat di
dalam suatu tubuh buah. Pada umumnya askus itu suatu ujung hifa, yang mengandung 4 atau
8 buah spora. Contoh contoh Ascomycetes yang terkenal ialah Aspergillus. Jamur ini bersifat
saprofit. Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya menjadi coklat kekuning
kuningan, kehijau- hijauan atau kehitam hitaman ; miselium yang semula berwarna putih
sudah tidak tampak lagi. Aspergillus fumigatus menyebabkan penyakit paru paru pada hewan
dan manusia (Dwidjoseputro, 1989).

Gambar 18. Konidiofor Aspergillus fumigatus

(Sumber : Madigan et al, 2012)

Divisi ini melakukan pembiakan seksual dengan menghasilkan spora yang disebut
dengan askospora. Askospora merupakan spora seksual yang dihasilkan dalam suatu struktur

30
khusus yang disebut askus. Reproduksi aseksual dilakukan dengan menghasilkan konidia.
Divisi ini hifanya bersepta (Kusnadi et al, 2003).

Banyak ragi tergolong dalam kelompok ini. Secara seksual ragi memperbanyak diri
dengan pembelahan biner melintang atau pembentukan tunas. Sebagai contoh ragi
Saccharomyces cerevisiae yang digunakan dalam pembuatan roti, anggur dan bir,
memperbanyak diri dengan pembentukan tunas (Kusnadi et al, 2003).

Gambar 19. Saccharomuces cerevisiae Pada Tahap Pembentukan Tunas

(Sumber : Campbell et al, 2009)

Saccharomyces merupakan uniseluler berupa sel sel yang berbentuk seperti telur,
tidak membentuk hifa atau miselium ; apabila kekurangan oksigen dapat membentuk
pseudomiselium. Dinding yang menyekat hifa mempunyai lubang tengah, sehingga
protoplasma dari sel yang satu dapat mengalir ke sel yang lain (Dwidjoseputro, 1978).

Gambar 20. Morfologi Saccharomuces cerevisiae

(Sumber : Madigan et al, 2012)

31
Pada Ascomycota, perkembangan seksual yaitu dengan bersatumya dua inti yang
kompatibel sehingga terbentuk zigot yang diploid. Pada ascomycota, dua inti yang kompatibel
yang terkumpul dalam zigot tidak segera bersatu seperti halnya pada kebanyakan jamur tingkat
rendah. Biasanya kedua inti tersebut masing masing membelah diri secara bersama sama
dan pembelaha ini diikuti dengan pembelahan sel ; dengan demikian sel sel baru mengandung
dua inti juga. Kedua inti tersebut baru bersatu setelah terbentuk sel induk askus. Di dalam sel
induk inilah terjadi persatuan antara kedua inti tersebut yang segera diikuti dengan meiosis dan
mitosis, sehingga terbentuk 2,4,8 atau lebih askospora yang masing masing mengandung satu
inti yang haploid. Dalam hal ini ada juga spesies yang tidak mengikuti pola pembentukan
askospora seperti ayng telah diuraikan (Dwidjoseputro, 1978).

Gambar 21. Siklus Hidup Saccharomuces cerevisiae

(Sumber : Madigan et al, 2012)

Konidium dihasilkan secara eksternal di ujung hifa terspesialisasi yang disebut


konidiofor. Konidium dapat terlibat dalam reproduksi seksual, berfusi dengan hifa dari sebuah
miselium yang memiliki tipe tipe perkawinan berbeda, seperti pada Neurospora. Fusi dua
tipe perkawinan yang berbeda diikuti oleh plasmogami, menghasilkan pembentukan sel sel
dikariotik, masing masing dengan dua nukleus haploid yang mempresentasikan kedua induk.
Sel sel di ujung hifa dikariotik ini berkembang menjadi banyak askus. Di dalam setiap askus,
kariogami mengombinasikan kedua genom induk dan kemudian meiosis membentuk empat
nukleus yang berbeda secara genetis. Peristiwa ini biasanya diikuti dengan pembelahan mitosis,
membentuk delapan askospora. Askospora berkembang di dalam askokarpus dan akhirnya
dilepaskan dari askokarpus (Campbell et al, 2008).

32
Gambar 22. Siklus Hidup Neurospora crassa
(Sumber : Campbell et al, 2009)

2.2.3. Divisi Basidiomycota

Divisi dicasidiomycota mempunyai ciri khusus yaitu pembentukan spora seksual


yang disebut basidiospora dan terbentuk pada struktur khusus seperti gada yang disebut
basidium (Kusnaidi, dkk., 2013). Menurut Campbell, et al (2008) basidium (bahasa latin yang
berarti landasan) merupakan sebuah sel tempat terjadinya kariogami, yang segera diikuti oleh
meiosis, bentuk basidium yang seperti ujung tongkat pemukul golf juga menyebabkan
kelompok ini sering disebut fungi gada (club fungus). Spesies dari Divisi Basidiomycota
mencapai sekitar 30.000 spesies, diantaranya adalah cendawan, puffball, dan shelf fungi
(Campbell, et al., 2008).

33
Gamba 23. Proses pembentukan
Basidiospora
Sumber: Kusnaidi, dkk., 2013
Divisi Basidiomycota merupakan kelompok fungi yang besar hampir sebesar
Ascomycota dimana kedua divisi ini sering disebut sebagai fungi tingkat tinggi (Kusnaidi, dkk.,
2013).
Berikut ciri-ciri dari Basidiomycota:

a. Memiliki basidiospora sebagi tempat pembentukan spora


b. Hifanya bersekat, mengandung inti haploid.
c. Mempunyai tubuh buah yang bentuknya seperti payung yang terdiri dari bagian
batang dan tudung.
d. Pada bagian bawah tudung tampak adanya lembaran-lembaran (bilah) yang
merupakan tempat terbentuknya basidium. Tubuh buah disebut basidiokarp.
e. Miseliumnya terdiri dari hifa-hifa berseptum.

Basidiomycota meliputi cendawan yang secara awam disebut jamur, cendawan papan
pada pepohonan dan cendawan karat serta cendawan gosong yang sering menghancurkan biji-
bijian (Campbell, et al., 2008).

Basidiokarp (basidiocarp) pada Basidiomycota dapat menghasilkan basidium yang


membawa basidiospora (Gandjar, dkk., 2006). Basidiospora ini adalah basidium yang berada
di dalam basidiokarp yang berjumlah besar dan merupakan sumber spora seksual (Campbell,
et al., 2008). Menurut Schlegel (1976) basidiospora ini berinti tunggal dan haploid, selain itu

34
basidiospora merupakan hasil dari plasmogami, kariogami dan meiosis seperti yang terjadi
pada askospora dimana proses kariogami dan meisosis basidiospora terjadi didalam basidium.
Bagian-bagian tubuh buah suatu Basidiomycota terdiri dari pileus, tube, hymenium,
stem, basidium. Selain itu, juga terdapat gils yang mirip seperti insang atau bilah-bilah yang
melekat pada pileus (cap) (Madigan, 2012). Hymenium adalah basidium yang dibentuk dalam
lapis tertentu dimana didalam hymenium ini terjadi proses kariogami (Schlegel, 1976).
Cendawan dilindungi oleh tudung (pileus/cap) yang dapat melindungi area permukaan
basidium dikariotik yang luas pada bilah-bilah cendawan (Campbell, et al., 2008).

Gambar 24. Bagian-bagian tubuh Gambar 25. Suatu basidiokorp (tubuh


buah Basidiomycota buah), dengan bagian-bagian yang
menyusunnya
Sumber: Margulis and Schwartz
(1998) Sumber: Kusnaidi, dkk., 2013

a. Reproduksi Basidiomycota
1. Reproduksi Aseksual
Reproduksi aseksual pada Basidiomycota biasanya terjadi dengan pembentukan
konidium yang menghasilkan konodiospora. Konidium dibentuk di ujung atau di
sisi suatu hifa khusus yang disebut konidiofor. Susunan atau letak dari konidium
pada konidiofornya dapat bervariasi (Kusnaidi, dkk., 2003)
2. Reproduksi Seksual
Reproduksi seksual jamur basidiomycota ditandai dengan adanya pembentukan
basidium yang berisi basidospora. Siklus hidup basidiomycota biasanya mencakup

35
miselium dikariotik yang berusia panjang, Secara periodik, sebagai respon terhadap
stimulus lingkungan, miselium bereproduksi secara seksual dengan menghasilkan
basidiokarp (Campbell, et al., 2008). Prosesnya melibatkan proses plasmogami,
kariogami, dan meiosis dimana proses ini sama seperti proses yang terjadi pada
Ascomycota.

Siklus hidup jamur Basidiomycota

Sumber: Campbell, et al., 2009

Menurut Schlegel (1976) Basidiospora yang berkecambah kemudian berkembang


menjadi misel primer yang terdiri dari hifa-hifa berseptum dan sel-sel berinti tunggal.
Misel sekunder, misel dikariotik terjadi jjika hifa dari dua stam yang cocok bertemu
dan protoplasmanya yang berinti tunggal menyatu (plasmogami). Misel dikariotik ini
secara khas tumbuh menjadi tubuh buah. Basidium dibentuk dalam lapis tertentu dari
tubuh buah yang disebu hymenium . di dalam hymenium ini terjadi proses kariogami
(Schlegel, 1976).

36
Selama kariogami kedua nucleus pada masing-masing basidium berfusi,
menghasilkan satu nucleus diploid. Inti (nuleus) ini mengalami meiosis dan
menghasilkan empat inti haploid (Campbell, et al., 2009). Pada gills (lamella) di bagian
ujung hifa berinti dua, terbentuk probasidium setelah terjadi karyogami, selanjutnya inti
probasidium mengalami meiosis dan menghasilkan basidiospora yang banyak.
Basidiospora dapat bertangkaikan sterigma atau langsung duduk pada
Basidium/epibasidum (Dwidjoseputro, 1978). Basidiospora mudah terlihat karena
memiliki pigmen dengan warnanya meliputi spora coklat, ungu, hitam, coklat tua dan
lain-lain (Schlegel, 1976). Bilah-bilah dari sebuah cendawan putih biasa memiliki luas
permukaan sekitar 200 cm2 dan dapat melepaskan semiliar basidiospora yang jatuh dari
dasar tudung dan tertiup angina.

b. Anggota Basidiomycota
Anggota dari kelompok ini diperkirakan mempunyai 12.000 spesies.
Kebanyakan hidup sebagai saprofit tetapi ada juga yang hidup sebagai parasite
terutama pada tumbuh-tumbuhan. Tubuh beberapa fungi ini dapat dimakan misalnya
jamur merang (Volvariella valvaceae), jamur shitake (Lentinus edodes) dan jamur
tiram (Pleurotes) (Kusnaidi, dkk., 2013).
Contoh jamur yang bersifat parasite adalah cendawan karat dan cendawan
gosong yang dapat merusak serealia. Sedangkan yang bersifat parasit pada manusia
misalnya Criptococcus neoformans atau disebut juga Filobasidella neoformans. Fungi
ini merupakan pathogen penting bagi manusia karena dapat menyebabkan kriptokosis,
yaitu infeksi fungi yang bersifat sistemik atau mereka melibatkan aliran darah dan
paru-paru sistem saraf pusat dan organ-organ lain (Kusnaidi, dkk., 2013).
Amanita phalloides merupakan salah satu anggota suku Amanitaceae. Amanita,
merupakan cendawan yang indah, tetapi juga merupakan anggota daftar cendawan
yang mematikan di bumi, mengandung cukup racun untuk membunuh seorang dewasa
hanya dengan sepotong tubuhnya. Jamur ini hidup sebagai saprofit pada kotoran
hewan ternak, memiliki tubuh buah berbentuk seperti payung.

37
Gambar 27. Contoh jamur Amanita
Sumber: Madigan, 2012

Selain beberapa jamur yang telah disebutkan diatas, contoh jamur


basidiomycota lainnya adalah puffball, dan shelf fungi. Dari semua fungi,
basidiomycota tertentu paling baik dalam menguraikan polimer kompleks yang
disebut lignin. Banyak shelf fungi menguraikan kayu dari pohon yang lemah atau
rusak dan terus menguraikan kayu setelah pohon tersebut mati (Campbell, et al.,
2008).

Gambar 28. Siklus hidup jamur Basidiomycota


Sumber: Campbell, et al., 2009

38
2.2.4. Divisi Deuteromycota

Deuteromycota disebut jamur tidak sempurna (Fungi Imperfecti) ialah jamur yang
belum diketahui cara perkembangan seksualnya dan oleh karena itu belum dapat dimasukkan
ke salah satu kelas yang telah ditentukan. Sedikit demi sedikit berkat penelitian yang berjalan
terus, maka beberapa spesies telah dapat dipindahkan dari kelas Deuteromycota ke kelas
Ascomycetes. Banyak spesies merupakan penyakit pada tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
manusia. Pembahasan lebih lanjut mengenai jamur sebagai penyakit tumbuh-tumbuhan
terdapat di dalam Ilmu Penyakit Tumbuh-tumbuhan atau Fitopatologi. Kepada manusia
beberapa spesies jamur tidak sempurna ini menyebabkan berbagai macam penyakit penyakit
kulit (dermatomyosis), di antaranya ada yang sukar sekali diobati (Kimball, 1983).

Di dalam kelas Deuteromycota ini dikelompokkan jenis cendawan yang tidak


mempunyai tahap seksual (perfekti) atau yang belum dapat dibuktikan tahap ini. Tahap
konidium jenis cendawan ini sangat mirip dengan tahap konidium Ascomycetes yang sudah
amat terkenal. Dapat dianggap bahwa Fungi Imperfectii mewakili Ascomycetes yang belum
ditemukan tahap seksualnya atau yang tahap ini menghilang dalam perjalanan evolusi. Tetapi
cendawan tidak sempurna ini tidak sepenuhnya tanpa jenis kelamin. Pada cendawan ini, seperti
juga pada Basidiomycetes dan Ascomycetes lain telah dibuktikan paraseksualitas. Pada jenis
cendawan ini juga berlangsung plasmogami, kariogami, dan meiosis tetapi terjadi tidak pada
lokasi tertentu. Misel primernya umumnya homokariot yaitu mengandung hanya satu inti saja.
Dengan mempersatukan protoplas yang mengandung berbagai jenis inti terjadilah
heterokariose. Inti asing yang dimasukkan ke dalam misel memperbanyak diri dan inti anaknya
menyebar di dalam misel. Kadang-kadang terjadi kariogami dan meiosis. Dengan demikian
maka siklus paraseksual ini menjamin rekombinasi efektif dan bahan-bahan inti seperti pada
seksualitas sejati. Klasifikasi Fungi tak sempurna didasarkan atas bentuk buah samping dan
samping dan ciri-ciri luar lain dan hanya mempunyai kegunaan praktis untuk pemberian nama
dan penentuan identitas (Schlegel, 1994).

39
Gambar 29. Morfologi Histoplasma capsulatum
(Sumber : Emani et al, 2012)

Diperkirakan terdapat 1500 species Fungi yang belum diketahui tingkat reproduksi
seksualnya sehingga dimasukkan dalam kelompok Deuteromycota. Beberapa Fungi yang
hidup parasit pada manusia dan hewan kebanyakan masuk dalam divisio ini. Sebagai contoh
Histoplasma capsulatum yang menyebabkan koksidiomikosis. Ketiga penyakit ini merupakan
infeksi sistemik Hitoplasmolisis adalah mikosis intraseluler pada sistem retikuloendotelium
yang melibatkan jaringan limfatik, paru-paru, sistem saraf pusat dan organ-organ lain pada
tubuh. Blastomikosis adalah infeksi pernapasan yang kronis yang dapat menyebar ke paru-
paru, tulang, dan kulit. Fungi lain yang bersifat patogen pada manusia misalnya Epidemiphyton
floocosum yang menyebabkan kaki atlit. Sedangkan genus Epidemiphyton, microsporum dan
trigophyton merupakan Fungi penyebab penyakit kurap. Beberapa Fungi Deuteromycota juga
parasit pada tumbuhan (Kusnadi, dkk., 2003).

2.3. Reproduksi Fungi

Fungi merupakan organism yang relative mudah berkembang biak. Potongan kecil
miselium bila dipindahkan pada medium yang cocok, dengan mudah dapat membentuk koloni
individu baru. Secara alami fungi dapat berkembangbiak secara seksual maupun aseksual.
1. Reproduksi Aseksual
Reproduksi aseksual fungi dapat melalui proses pembelahan atau pertunasan.
Perbedaan mendasar dari kedua proses tersebut adalah pada proses pembelahan relative
menghasilkan sel anak yang sama dengan induknya, sedangkan pada pertunasan sel anak
yang dihasilkan tidak selalu sama ukurannya dengan sel induk dan sering tunas atau

40
kuncup yang dihasilkan sel induk tidak segera dipisahkan. Kedua proses ini banyak terjadi
pada ragi.
Disamping itu fungi dapat mudah bereproduksi aseksual melalui fragmentasi atau
pemisahan sebagian miseliumnya, sehingga terbentuk koloni individu baru. Untuk
menghasilkan penyebaran yang luas dan lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang
kurang menguntungkan, fungi melakukan reproduksi aseksual dengan menghasilkan spora
aseksual. Ada beberapa macam spora aseksual yang ditemukan pada fungi.

Gambar 30: Macam-macam spora aseksual pada fungi (Pelezar, 1986).

Spora aseksual yang paling banyak ditemukan pada fungi adalah konidiosora atau
disebut konidia/konidium saja. Konidium dibentuk di ujung atau di sisi suatu hifa.
Konidiospora ini dihasilkan pada ujung atau sisi suatu hifa khusus yang disebut konidiofor.
Susunan atau letak dari konidium pada konidiofornya dapat bervariasi.
Spora aseksual lainnya adalah sporangiospora. Spora bersel satu ini terbentuk
dalam kantung yang disebut sporangium di ujung hifa khusus yang disebut sporangiofor.
Spora aseksual berikutnya adalah oidiospora atau disebut oidia saja. Spora bersel
resisten terhadap keadaan lingkungan yang buruk. Spora ini terbentuk karena terputusnya
sel-sel hifa.
Klamidospora adalah spora aseksual bersel satu yang berdinding tebal dan sangat
resisten terhadap keadaan lingkungan yang buruk. Spora ini terbentuk dari penebalan
bagian-bagian tertentu dari suatu hifa somatic.
Spora aseksual yang ditemukan pada sel-sel ragi disebut blastopora. Blastopora
merupakan tunas atau kuncup yang terdapat pada sel ragi tersebut.

41
2. Reproduksi Seksual
Reproduksi seksual yang terjadi pada fungi mempunyai pola yang sama dengan
eukariot tingkat tinggi. Prosesnya diawali dengan terjadinya plasmogami (penyatuan
sitoplasma) dari dua individu yang cocok dimana sitoplasma yang bersatu tersebut masing-
masing membawa inti yang terkandung di dalamnya. Kariogami adalah penyatuan atau
fusi nucleus dari kedua individu untuk membentuk nucleus yang diploid. Kariogami dapat
langsung terjadi setelah plasmogami tetapi dapat pula ditunda. Penundaan kariogami ini
sering terjadi pada beberapa fungi tingkat tinggi, sehingga dalam perkembangannya pada
miselium dapat dilihat sel-sel yang binukleat. Setelah terjadi kariogami, cepat atau lambat
akan terjadi meiosis yang akan terjadi menghasilkan materi genetic, reduksi dan
pembelahan menghasilkan empat sel haploid. Sel-sel reproduksi yang dihasilkan dengan
cara ini disebut spora seksual.
Spora seksual yang dihasilkan dari peleburan dua inti tersebut, terbentuk lebih
jarang, lebih kemudian dan dalam jumlah yang lebih sedikit disbanding spora aseksual.
Disamping itu spora semacam itu terbentuk hanya dalam keadaan tertentu saja. Hal ini
menyebabkan banyak fungi yang sampai saat ini belum diketahui reproduksi atau spora
seksualnya.
Ada beberapa tipe spora seksual. Yang pertama adalah askospora. Spora ini bersel
satu dan terbentuk di dalam suatu struktur semacam pundi atau kantung yang dinamakan
askus. Biasanya terdapat delapan askospora pada setiap askus. Askospora dalam askus dan
proses pembentukannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 31: Proses pembentukan askospora (Biology of Fungi,1989).


Basidiopora adalah spora seksual yang terbentuk di atas struktur seperti gada yang
disebut basidium. Basidiopora dalam basidium dan proses pembentukannya dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

42
Gambar 32: Proses pembentukan basidiopora (Biology of Fungi,1989).

Zigospora adalah spora besar berdinding tebal yang terbentuk apabila ujung-ujung
dua hifa yang secara seksual serasi (disebut juga gametangia) saling melebur.

Gambar 33: Zigospora dan pembentukannya ( Pelczar,1986)


Oospora adalah spora yang terbentuk di dalam struktur betina khusus yang disebut
oogonium. Pembuahan telur atau oosfer oleh gamet jantan yang terbentuk dalam
anteridium menghasilkan oospora. Dalam setiap oognium bisa ada satu atau beberapa
oosfer.

43
Gambar 33: Oospora dan pembentukannya (Pelczar,1986).
Spora aseksual maupun spora seksual dapat dilindungi oleh suatu struktur khusus
yang sangat terorganisasi yang disebut tubuh buah atau fruiting bodies.
2.4. Peranan dalam Kehidupan Sehari hari
1. Peran Menguntungkan
Fungi sebagai saprofit bersama-sama dengan bakteri saprofit berperan sangat
penting dalam siklus materi terutama siklus karbon, yang berperan bagi kelangsungan
hidup seluruh organisme. Disamping itu sebagai decomposer kedua kelompok tersebut
dapat menguraikan sisa-sisa tumbuhan, bangkai hewan dan bahan-bahan organic lainnya
dan hasil penguraiannya dikembalikan ke tanah sehingga dapat menyuburkan tanah.
Selain itu fungi saprofit bersama dengan protozoa dan bakteri saprofit merupakan
organisme yang dapat menguraikan sampah. Dengan demikian tidak terjadi penumpukan
bahan-bahan buangan di alam yang dapat mengganggu kelangsungan hidup organisme
lain.
Saat ini banyak bahan-bahn organic penting yang dihasilkan melalui proses
fermentasi yang dilakukan mikroba. Salah satu mikroba penting yang berperan dalam
industry fermentasi tersebut adalah fungi, terutama dari kelompok ragi. Industri
fermentasi yang tertua adalah industri bir. Dalam industry tersebut yang berperan adalah
Saccharomyces cerevisiae atau Saccharomyces carlsbergenesis. Industry fermentasi
lainnya adalah industry minuman anggur, yaitu hasil fermentasi buah anggur oleh ragi
dan minuman lain seperti sider (dibuat dari buah apel dan buah-buah lainnya) dan
minuman khas jepang sake yang dibuat dari fermentasi beras. Alkohol juga dapat
dihasilkan dari fermentasi molase (merupakan bahan buangan yang masih mengandung
karbohidrat) oleh ragi. Selain itu pada industry roti yang berperan adalah ragi
Saccharimyces cerevisiae. Dalam proses pembuatan roti ragi menghasilkan

44
karbondioksida yang merupakan agen pengembang roti. Bersamaan dengan
dihasilkannya karbondioksida, dihasilkan pula alkohol yang menguap selam proses
pembakaran.
Fermentasi adalah fungi Aspergillus niger dapat menghasilkan bahan yang sangat
bermanfaat dalam industry makanan maupun farmasi. Bahan tersebut adalah asam sitrat
atau 2-hidroksipropan,1,2,3, asam trikasboksilat.
Industry pengolahan keju menggunakan kombinasi bakteri dan fungi. Beberapa
keju terkenal dibuat dengan menggunakan spesies fungi Penicllium. Misalnya keju
requefort dibuat dari hasil fermentasi fungi P. roqueforti dan keju camembert dibuat dari
hasil fermentasi oleh P. camemberti.
Fungi juga berperan dalam industry antibiotic. Antibiotic yang pertama ditemukan
oleh Alexander Fleming tahun 1929 yaitu penisilin. Antibiotic ini dihasilkan oleh fungi
Penicillium notatum. Kemudian ditemukan spesies yang ternyata lebih aktif dalam
menghasilkan penisilin, yaitu P. chrysogenum. Griseovulvin adalah antibiotic lain yang
dihasilkan dari genus Penicillum yaitu P. griseofulvum. Senyawa ini merupakan suatu
antifungi dan khususnya efektif untuk melawan penyakit kaki atlit. Antibiotic lain yang
dihasilkan fungi adalah fumagilin yaitu suatu tipe antibiotic yang dihasilkan dari fungi
Aspergillus fumigates. Antibiotik ini sering digunakan untuk melawan penyakit yang
disebabkan amuba.
Fungi dapat menghasilkan protein sel tunggal yang digunakan sebagai makanan
ternak. Selain itu juga dapat digunakan sebagai sumber makanan langsung. Hal tersebut
dikarenakan fungi-fungi tertentu selain bergizi juga memiliki rasa yang lezat. Diantara
fungi-fungi tersebut adalah Agaricus campestris, Volvariella volvaceae, Lentinus edodes,
Pleurotes, Tuber melanosporum, Boletus sp., Cantharellus cibaricus, dan lain-lain.
2. Peran Merugikan
Fungi dapat menurunkan kualitas maupun kuantitas makanan maupun bahan-
bahan lain yang penting bagi manusia. Karena sifatnya yang saprofit fungi sering
menimbulkan masalah bagi manusia. Fungi juga dapat berperan sebagai agen peyebab
penyakit, namun lebih sering menyebabkan penyakit pada tumbuhan dibandingkan pada
hewan dan manusia. Fungi dapat menyebabkan penyakit mulai dari yang ringan seperti
panu sampai penyakit berat yang mengakibatkan kematian. Disamping itu racun yang
dihasilkan beberapa fungi seperti Amanita phalloides, A. muscaria maupun Aspergilus
flafus (menghasilkan aflatoksin), dapat sangat berbahaya bagi manusia karena dapat
menyebabkan penyakit kronis seperti kanker dan bahkan kematian.

45
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Fungi merupakan organisme eukariot yang diklasifikasikan kedalam kingdom sendiri
diluar tumbuhan dan hewan. Sifat hidup fungi dapat sebagai parasit, saprofit dan simbion,
dimana tubuh atau talus fungi terdiri dari spora dan miselium. Fungi bersifat heterotroph
karena fungi tmemiliki klorofil sehingga tidak dapat membuat makanan sendiri, fungi
berkembang biak secara aseksual dengan pembelahan, pertunasan dan spora aseksual,
sedangkan secara sekusalnya dengan menghasilkan spora seksual. Fungi memiliki 4 divisi
yaitu Oomycota, Zygomycota, Ascomycota, Basidiomycota, sedangkan fungi imperfekti
dipisahkan tersendiri yaitu divisi Deuteromycota. Fungi memiliki peran positif membantu
dalam industri fermentasi, sebagai decomposer, seta penghasil bahan antibiotic. Selain
memiliki peran positif, fungi juga memiliki peran yang merugikan seperti merusak bahan-
bahan makanan dan menyebabkan penyakit.
3.2 Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber - sumber
yang lebih banyak yang tentunya dapat di pertanggung jawabkan. Sran untuk penulisan
selanjutnya adalah lebih banyak lagi menggunakan referensi dari jurnal atau textbook dan
juga kelengkapan makalah lebih ditekankan lagi.

46
DAFTAR PUSTAKA

Barnett, H.L. 1967. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Burgess Publishing Company.
Minnea-polis, Minnesota.
Black, Jacquelyn G. 2012. Microbiology : Principle And Exploration 8th Edition. USA : John
Wiley & Sons, Inc.
Buller, A.H.R. 1909-1950. Researchers on Fungi. 6 Vol. Longman, Green and Co London.
Vol. 7 University Press. Princeton.
Campbell, Neil A., Reece, Jane B., Urry, Lisa A., Cain, Michael L., Wasserman, Steven A.,
Minorsky, Peter V & Jackson, Robert B. 2008. Biology 8th Edition. San Fransisco :
Pearson Benjamin Cummings
Campbell, Neil A., Reece, Jane B., Urry, Lisa A., Cain, Michael L., Wasserman, Steven A.,
Minorsky, Peter V & Jackson, Robert B. 2009. Biology 9th Edition. San Fransisco :
Pearson Benjamin Cummings
Damayanti. 2013. Jamur Air Oomycotina, (online), (http://perpustakaancyber.com), diakses
pada tanggal 30 Januari 2017.

Dwidjoseputro, 1978. Pengantar Mikologi. Bandung: Alumni.


Dwidjoseputro. 1989. Dasar dasar Mikrobiologi. Jakarta : Djambatan
Emani, Madhu., Malhotra, Saurabh & Rana, Fauzia. 2014. Bone marrow aspirate
showing Histoplasma capsulatum. Journal of Hematology, (Online), 123 (7) : 957,
(http://www.bloodjournal.org/content/123/7/957), diakses 28 Januari 2017
Gandjar, Indrawati, Wellyzar Sjamsuridzal dan Ariyanti Oetari, 2006. Mikologi Dasar dan
Terapan. Yayasan Obor Indonesia Jakarta

Hesseltine, C.W. 1955. Genera of Mucorales with notes on their synonymy. Mycologia. Vol.
XLVII, No.3, 344-363, May-June 1955
Irma. 2009. Protista Mirip Jamur, (online), (http://masterbiologi.com), diakses pada tanggal
30 Januari 2017.

Kimball, John, W. 1983. Biology, Fifth Edition. USA: Addison-Wesley Publishing Company,
Inc.

Kusnadi, Peristiwati, Syulasmi. A, Purwianingsih. W, Rochintania. D. 2003. Common


Textbook:Mikrobiologi. Bandung: IMSTEP. Universitas Pendidikan Indonesia.
Kusumawati, Robana. 2010. Biologi Jamur Air Oomycotina. Klaten: Intan Pariwara.

47
Madigan, Michael T., Stahl, David A., Martinko, John M. & Clark, David P. 2012. Biology of
Microorganisms. San Francisco : Pearson Education
Margulis, L. and Schwartz, K.V. 1998. Five Kingdoms, an Illustrated Guide to the Phyla of
Life on Earth. 3rd edition. A.W.H. Freeman/Owl Book. New York.
Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Prawirohartono. 2007. Sains Biologi. Jakarta: Bumi Aksara.
Schlegel, Hans, G. 1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarya: Gadjah Mada University Press.

Solomon E.P, Berg L.R, Martin D.W. Biology Eight-Edition. Australia: Thomson Brook/Cole.

Tjitrosoepomo, Gembong. 1989. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

48

Anda mungkin juga menyukai