Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MIKROBIOLOGI

FUNGI

Disusun oleh :
1. Rika Saputri. (203010001)
2. Jhoel Ramsa Alek S Sihaloho. (203010023)
3. Prima Dona Lingga. (203010049)
4. Esra Yosua Tampubolon. (203010037)
5. Bagas Arya Tamtama. (203010071)

AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SIMALUNGUN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam hidup ini, kita selalu dikelilingi dengan spesies-spesies makhluk hidup yang
beranekaragam salah satunya fungi. Fungi  ada yang bersifat menguntungkan dan ada
pula ya ng bersifat merugikan. Kita telah mengenal jamur dalam kehidupan sehari-hari
meskipun tidak sebaik tumbuhan lainnya. Hal itu disebabkan karena jamur hanya tumbuh
pada waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang mendukung, dan lama hidupnya terbatas.
Sebagai contoh, jamur banyak muncul pada musim hujan di kayu-kayu lapuk, serasah,
maupun tumpukan jerami. namun, jamur ini segera mati setelah musim kemarau tiba.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia telah mampu
membudidayakan jamur dalam medium buatan, misalnya jamur merang, jamur tiram,
dan jamur kuping.
Fungi akan terus menjadi bahan bagi penelaah ilmiah dasar, terutama yang berkaitan
dengan morfogenesis. Mereka akan menjadi sangt penting di dalam proses-proses
komersial  untuk menyediakan produk-produk yang bermanfaat, termasuk antibodi
seperti penisilin.
Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik untuk lebih mendalami dan
mengidentifikasi tentang fungi dan peranannya. Oleh karena itu dalam makalah ini
penulis membahas tentang definisi fungi, struktur dan klasfikasi fungi, reproduksi fungi,
dan peranan dalam kehidupan manusia.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana definisi dari fungi ?
b. Bagimanakah struktur dan klasifikasi fungi ?
c. Bagaimanakah siklus pertumbuhan dan reproduksi fungi ?
d. Bagaimana peranan fungi bagi mahkluk hidup ?

1.3 Tujuan
a. Mengetahui serta memahami definisi dari fungi.
b. Mengetahui struktur dan klasifikasi fungi.
c. Mengetahui siklus pertumbuhan dan reproduksi fungi.
d. Mengetahui peranan fungi bagi mahkluk hidup.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Fungi


Fungi merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang tidak berklorofil, namun
memiliki potensi bisnis cukup besar. Tumbuhan ini umumnya bersifat sebagai saprofit
atau parasit untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Sebagai saprofit, fungi hidup pada
sisa makhluk hidup yang telah mati, seperti di tumpukan sampah organik, tumbuhan,
atau kotoran hewan. Sedangkan sebagai parasit, fungi hidup menempel pada organisme
lain dan biasanya merugikan media yang ditempelinya.
Fungi juga merupakan organisme eukariotik, karena sel-selnya sudah memiliki
membran inti sel. Dinding sel fungi terbuat dari bahan kitin. Sebagian besar fungi
merupakan organisme bersel banyak (multiseluler) contohnya volvariella volvaceae
(fungi merang), tetapi ada juga yang merupakan organisme bersel tunggal (uniseluler),
yaitu yeast.

Jamur multiseluler
Keterangan gambar:
Hijau → hifa/benang
Kuning → spongarium
Biru → spora

Fungi terdapat dimana-mana baik di bumi, di daerah tropik, di subtropik, di kutub


utara, maupun antarika. Fungi juga ditemukan di darat, di perairaian tawar, di laut, di
mangrove, di bawah permukaan tanah, di kedalaman 4 laut, di pengunungan, maupun di
udara. Banyak faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan fungi, antara lain
kelembapan, suhu, keasaman substrat, pengudaraan, dan kehadiran nutrien-nutrien yang
diperlukan.
Gambaran jamur berdasarkan letaknya
(Anonim, 2013).

Fungi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:


a. Bersifat eukariotik
b. Tidak berklorofil
c. Hidup ditempat lembab
d. Tubuh tidak dapat dibedakan antara akar, batang, dan daun
e. Bentuk tubuh ada yang uniseluler dan multiseluler
f. Terdiri atas benang-benang hifa yang bersekat dan ada yang tidak
g. Hifa bercabang membentuk jaring-jaring (miselium) untuk menyerap makanan
h. Hifa fungi parasit mengalami modifikasi menjadi haustoria (organ penyerap makanan)
i. Reproduksi fungi secara seksual dan aseksual.

2.2 Struktur Tubuh Fungi


2.2.1 Karakteristik Morfologi dan Fisiologi (Struktur Sel) Fungi
A. Hifa
Fungi secara morfologi tersusun atas hifa. Dinding sel hifa bebentuk tabung
yang dikelilingi oleh membran sitoplasma dan biasanya berseptat. Fungi yang
tidak berseptat dan bersifat vegetatif biasanya memiliki banyak inti sel yang
tersebar di dalam sitoplasmanya. Fungi seperti ini disebut dengan fungi
coenocytic, sedangkan fungi yang berseptat disebut monocytic (Madigan et al.,
2012).
Kumpulan hifa akan bersatu dan bergerak menembus permukaan fungi
yang disebut miselium. Hifa dapat berbentuk menjalar atau menegak. Biasanya
hifa yang menegak menghasilkan alat perkembangbiakan yang disebut spora.
Septa pada umumnya memiliki pori yang sangat besar agar ribosom dan
mitokondria dan bahkan nukleus dapat mengalir dari satu sel ke sel yang lain.
Miselium fungi tumbuh dengan cepat, bertambah satu kilometer setiap hari.
Fungi merupakan organisme yang tidak bergerak, akan tetapi miselium
mengatasi ketidakmampuan bergerak itu dengan menjulurkan ujung-ujung
hifanya denagan cepat ke tempat yang baru (Campbell et al., 2010).
Pada ujung batang hifa mengandung spora aseksual yang disebut konidia.
Konidia tersebut berwarna hitam, biru kehijauan, merah, kuning, dan cokelat.
Konidia yang menempel pada ujung hifa seperti serbuk dan dapat menyebar ke
tanah dengan bantuan angin. Beberapa fungi yang makroskopis memiliki
struktur yang disebut tubuh buah dan mengandung spora. Spora tersebut juga
dapat menyebar dengan bantuan angin, hewan, dan air (Madigan et al., 2012).
Kavanagh (2011) melaporkan bahwa sebagian besar hifa pada yeast
berbentuk lembaran, seperti pada Cythridomycetes dan Sacharomyces
cerreviceae. Hifa mengandung struktur akar seperti rhizoid yang berguna
sebagai sumber daya nutrisi.

Gambar 5. Struktur dasar hifa (Anonim, 2013).


Hifa dapat dijadikan sebagai ciri taksonomi pada fungi. Beberapa jenis fungi
ada yang memiliki hifa berseptat dan ada yang tidak. Oomycota
dan Zygomycota merupakan jenis fungi yang memiliki hifa tidak berseptat,
dengan nuklei yang tersebar di sitoplasma. Berbeda dengan kedua jenis tersebut,
Ascomycota dan Basidiomycota berasosiasi aseksual dengan hifa berseptat yang
memiliki satu atau dua nuklei pada masing-masing segmen (Webster dan
Weber, 2007).
Hifa yang tidak bersepta disebut hifa senositik, memiliki sel yang panjang
sehingga sitoplasma dan organel-organelnya dapat bergerak bebas dari satu
daerah ke daerah lainnya dan setiap elemen hifa dapat memiliki beberapa
nukleus. Hifa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan fungsinya. Hifa vegetatif
(miselia), bertanggungjawab terhadap jumlah pertumbuhan yang terlihat di
permukaan substrat dan mempenetrasinya untuk mencerna dan menyerap
nutrisi. Selama perkembangan koloni fungi, hifa vegetatif berkembang menjadi
reproduktif atau hifa fertil yang merupakan cabang dari miselium vegetatif. Hifa
inilah yang bertanggungjawab terhadap produksi tubuh reproduktif fungi yaitu
spora (Campbell et al., 2010).
Hifa tersusun dari dinding sel luar dan lumen dalam yang mengandung
sitosol dan organel lain. Membran plasma di sekitar sitoplasma mengelilingi
sitoplasma. Filamen dari hifa  menghasilkan daerah permukaan yang relatif luas
terhadap volume sitoplasma, yang memungkinkan terjadinya absorpsi nutrien.
(Willey et al., 2009).

B. Dinding Sel
Sebagian besar dinding sel fungi mengandung khitin, yang merupakan
polimer glukosa derivatif dari N-acetylglucosamine. Khitin tersusun pada
dinding sel dalam bentuk ikatan mikrofibrillar yang dapat memperkuat dan
mempertebal dinding sel. Beberapa polisakarida lainnya, seperti manann,
galaktosan, maupun selulosa dapat menggantikan khitin pada dinding sel fungi.
Selain khitin, penyusun dinding sel fungi juga terdiri dari 80-90% polisakarida,
protein, lemak, polifosfat, dan ion anorganik yang dapat mempererat ikatan
antar matriks pada dinding sel (Madigan et al., 2012) .
Dinding sel fungi berfungsi untuk melindungi protoplasma dan organel-
organel dari lingkungan eksternal. Struktur dinding sel tersebut dapat
memberikan bentuk, kekuatan seluler dan sifat interaktif membran plasma.
Selain khitin, dinding sel fungi juga tersusun oleh fosfolipid bilayer yang
mengandung protein globular. Lapisan tersebut berfungsi sebagai tempat
masuknya nutrisi, tempat keluarnya senyawa  metabolit sel, dan sebagai
penghalang selektif pada proses translokasi. Komponen lain yang menyusun
dinding sel fungi adalah antigenik glikoprotein dan aglutinan, senyawa melanins
berwarna coklat berfungsi sebagai pigmen hitam. Pigmen tersebut bersifat
resisten terhadap enzim lisis, memberikan kekuatan mekanik dan melindungi sel
dari sinar UV, radiasi matahari dan pengeringan) (Kavanagh, 2011).

Gambar 6. Struktur dinding sel Fungi dan tabel perbedaan komponen dinding
sel pada setiap kelas Fungi (Anonim, 2013).

C. Nukleus
Nukleus atau inti sel fungi bersifat haploid, memiliki ukuran 1-3 mm, di
dalamnya terdapat 3 – 40 kromosom. Membrannya terus berkembang selama
pembelahan Nuclear associated organelles (NAOs). Terkait dengan selubung
inti, berfungsi sebagai pusat-pusat pengorganisasian mikrotubula selama mitosis
dan meiosis. Nucleus pada fungi juga mempengaruhi kerja kutub benang
spindel dan sentriol.

D. Organel-organel Sel Lainnya


Fungi memiliki mitokondria yang bentuknya rata atau flat seperti krista
mitokondria. Badan golgi terdiri dari elemen tunggal saluran cisternal. Pada
struktur sel fungi juga memiliki ribosom, retikulum endoplasma, vakuola, badan
lipid, glikogen partikel penyimpanan, badan mikro, mikrotubulus, vesikel.
Gambar 7. Struktur sel Fungi (Anonim, 2013).

2.2.2 Struktur Sel Kelas-Kelas Fungi


Menurut Maligan et al. (2012), fungi secara filogenetik dibagi menjadi 5
kelompok, yaitu chytridiomycetes, zygomycetes, glomeromycetes, ascomycetes,
dan basidiomycetes. Pembagian kelompok tersebut berdasarkan cara reproduksi.

Gambar 8. Pohon Filogenetik Fungi (Madigan et al., 2012).

A. Chytridiomycota
Sel berflagela pada minimal satu siklus hidupnya, bisa memiliki satu atau
lebih flagela. Dinding sel mengandung kitin dan β-1,3-1,6-glukan; glikogen
sebagai bentuk cadangan karbohidrat. Reproduksi seksual sering menghasilkan
satu zigot yang sporangium; saprofit atau parasit.

Gambar 9. Chytridiomycota (Anonim, 2013).

B. Zygomycota
Talus biasanya filamentus dan nonseptat, tanpa silia, reproduksi seksual
menghasilkan zigospora berdinding tebal yang berornamen.

Gambar 10. Apophysomyces sp. (Anonim, 2013).

C. Ascomycota
Reproduksi seksual meiosis dengan nukleus diploid dalam askus,
berkembang menjadi askospora, sebagian besar juga mengalami reproduksi
aseksual dengan pembentukan konidiospora dengan hifa aerial khusus disebut
konidiopora. Banyak yang memproduksi aski dengan tubuh buah kompleks
disebut askokarp. Termasuk saprofit, parasit, sebagian mutualisme dengan
mikroba fototropik membentuk liken. Dinding sel terbuat dari kitin.
Gambar 11. Struktur sel Ascomycotina (Anonim, 2013).

D. Basidiomycota
Umumnya termasuk cendawan. Reproduksi seksual meliputi pembentukan
basidium dengan basidiospora haploid. Umumnya 4 spora per basidium tapi
kadang 1 – 8. Reproduksi seksual dengan fusi membentuk miselium dikariotik
menghasilkan sepasang nukleus induk tapi tidak berfungsi.

Gambar 12. Struktur sel Basidiomycota (Anonim, 2013).

E. Glomeromycota
Filamentus, sebagian besar endomikoriza, arbuskular, tidak bersilia, bentuk
spora aseksual di luar inang, tidak bersentriol, konidia dan spora aerial.
Gambar 13. Glomus claroideum (Anonim, 2013).

F. Microsporidia
Microsporidia adalah parasit obligat intraseluler berukuran kecil yang
awalnya dianggap protozoa eukariot primitif tetapi sekarang diklasifikasikan
sebagai fungi. Tidak memiliki mitokondria, peroksisom, kinetosom, silia dan
sentriol; spora memiliki dinding dalam kitin dan dinding luar protein, produksi
tabung untuk penetrasi inang. Contoh : Enterocytozoon bieneusi dan E.
intestinalis. Fungi ini diketahui bertanggungjawab pada kasus diare pasien
penderita AIDS dan pasien pencangkokan (Verweij et al., 2007).

2.3 Klasifikasi Fungi


Fungi dipelajari secara spesifik di dalam cabang biologi yang disebut mikologi. Para
ahli mikologi (mycologist) mengelompokkan kingdom ini ke dalam 6 divisi. Dasar yang
digunakan dalam klasifikasi ini adalah persamaan ciri-ciri. Salah satu ciri jamur adalah
bereproduksi dengan spora, baik spora berflagela maupun spora tidak berflagela.
Berdasarkan divisinya jamur dibedakan menjadi 6 macam antara lain:
1. Divisi Zygomycota
Tubuh Jamur Zygomycota memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Benang hifa yang bersekat melintang, ada pula yang tidak bersekat melintang.
b. Hifa bercabang-cabang banyak
c. Dinding selnya mengandung kitin
d. Hidup di darat, di atas tanah, atau pada tumbuhan dan hewan yang mati.
e. Tubuh multiseluler
f. Habitat umumnya di darat sebagai saprofit
Jamur Zygomycota (Anonim, 2013).

2. Divisi Ascomycota
Jamur Ascomycota memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Hifa bersekat dan berinti banyak.
b. Memiliki alat pembentuk spora yang disebut askus. Askus merupakan tempat
terbentuknya askospora (spora askus). Askus-askus berkumpul membentuk suatu
badan buah yang disebut askokarp.
c. Bentuk askokarp diantaranya bentuk seperti mangkok (Apotesnum), bola tanpa
ostiulum (Kleistotesium), berbentuk botol dengan leher dan punya ostiulum
(Peritesium).
d. Dinding sel mengandung glukan dan selulose, tidak mengandung kitin.
e. Ada yang bersifat parasit maupun saprofit.

Jamur Ascomycota (Anonim, 2013).

3. Divisi Basidiomycota
Jamur Basidiomycota memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Berukuran besar (makroskopis).
b. Hifa bersekat
c. Tubuh buah (basidioskarp) seperti payung dan beberapa berbentuk lembaran.
d. Hifa Basidiomycota memiliki sekat melintang, berinti satu (monokaiotik) atau dua
(dikariotik)

Jamur Basidiomycota (Anonim, 2013).

4. Divisi Deuteromycota
Jamur Deuteromycota memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Hanya ditemukan di darat.
b. Hifa bersekat dengan dinding sel dari kitin.
c. Berkembangbiak secara aseksual dengan fragmentasi atau dengan konidium
dengan membentuk konidiospora.
d. Bersifat saprofit di banyak jenis materi organik, sebagai parasit pada tanaman
tingkat tinggi dan perusak aneka tanaman hias.

Jamur Deuteromycota (Anonim, 2013).


5. Divisi Myxomycotina (Jamur Lendir)
a. Pada umumnya, jamur lendir berwarna (berpigmen) kuning atau orange, walaupun
ada sebagian yang berwarna terang.
b. Bersifat heterotrof dan hidup secara bebas.
c. Tahapan memperoleh makan dalam siklus hidup jamur lendir merupakan suatu
massa ameboid yang disebut plasmodium. Plasmodium ini dapat tumbuh besar
hingga diameternya mencapai beberapa sentimeter. Walaupun berukuran besar,
plasmodium bukan multiseluler. Plasmodium merupakan massa tunggal sitoplasma
yang mengandung banyak inti sel. Plasmodium menelan makanan melalui
fagositosis.

Jamur Myxomycotina (Anonim, 2013).

6. Divisi Oomycotina
a. Oomycotina disebut juga dengan fungi telur. Istilah ini didasarkan pada cara
reproduksi seksual pada jamur air.
b. Oomycotina bersifat uniseluler dan tidak memiliki kloroplas.
c. Memiliki dinding sel terbuat dari selulosa.
d. Memiliki sel berflagellata yang terjadi pada daur hidup jamur air.
e. Sebagian besar jamur Oomycotina hidup secara bebas atau melekat pada sisa-sisa
tumbuhan di kolam, danau, atau aliran air. Namun, ada yang hidup sebagai
pengurai dan berkoloni. Walaupun begitu, ada juga yang hidup pada sisik atau
insang ikan yang terluka sebagai parasit.
Jamur Oomycotina (Anonim, 2013).

2.4 Pertumbuhan dan Reproduksi


Reproduksi pada jamur terdiri atas dua yaitu reproduksi secara generative (seksual) dan
vegetative (aseksual).
A. Reproduksi Generatif (Seksual)
 Biasanya jamur bereproduksi secara generative karena kondisi lingkungan yang
berubah atau pada kondisi darurat lainnya. Keturunan yang dihasilkan memiliki
genetic yang beragam dan lebih adaptif terhadap perubahan lingkungan.
 Reproduksi secara generative didahului dengan pembentukan spora seksual yang
memiliki jenis hifa yang berbeda.
 Hifa (+) dan hifa (-) yang berkromosom haploid (n) mendekat dan membentuk
gametangium (organ yang menghasilkan gamet).
 Gametangium berplasmogami yaitu peleburan sitoplasma dan kemudian
membentuk zigosporangium dikariotik (heterokarotik) dengan pasangan nucleus
haploid yang belum bersatu. Zigosporangium ini memiliki dinding sel yang tebal
dan kasar yang memungkinkan untuk bertahan pada kondisi lingkungan yang
buruk dan kering.
 Bila kondisi lingkungannya membaik, zigosporangium akan menjadi kariogami
(peleburan inti) sehingga zigosporangium memiliki inti yang berkromosom diploid
(2n).
 Zigosporangium yang berinti haploid (2n) akan mengalami pembelahan secara
mitosis yang menghasilkan zigospora haploid (n) didalam zigosporangium.
 Zigospora haploid (n) akan berkecambah membentuk sporangium bertangkai
pendek dengan kromosom haploid (n).
 Sporangium haploid (n) akan menghasilkan spora-spora yang haploid (n) yang
memiliki keanekaragaman genetik.
 Bila spora-spora haploid (n) jatuh di tempat yang sesuai, spora akan berkecambah
(germinasi) menjadi hifa jamur yang haploid (n). Hifa akan tumbuh membentuk
jaringan miselium yang semuanya haploid (n) (Aha Blogweb, 2016).

B. Reproduksi Vegetatif (Aseksual)


 Pada jamur yang uniseluler reproduksi vegetative dilakukan dengan pembentukan
tunas yang akan tumbuh menjadi individu baru. Pada jamur yang multiseluler
dilakukan dengan cara fragmentasi hifa dan pembentukan spora vegetative.
 Fragmentasi hifa (pemutusan hifa), potongan hifa yang putus tumbuh menjadi
individu baru.
 Pembentukan spora vegetative yang berupa sporangiospora dan konidiospora.
 Jamur yang telah dewasa menghasilkan spongiofor (tangkai kotak spora).
 Pada ujung sporangiofor terdapat sporangium (kotak spora).
 Di dalam kotak spora pembelahan sel dilakukan secara  mitosis dan menghasilkan
banyak sporangiospora dengan kromosom yang haploid (n).
 Adapun jamur jenis lain menghasilkan konidiofor (tangkai konidia).
 Pada ujung konidiofor terdapat konidium (kotak konidiospora). Di dalam konidium
terjadi pembelahan sel secara mitosis yang menghasilkan banyak konidiospora
dengan kromosom yang haploid (n).
 Baik sporangiospora maupun konidiospora, bila jatuh di tempat yang sesuai akan
tumbuh menjadi hifa baru yang haploid (n) (Aha Blogweb, 2016).
(Permata, 2014)

2.5 Peran Fungi Bagi Manusia


Penggunaan fungi untuk persiapan makanan atau pelestarian dan keperluan lainnya
sangat luas dan memiliki sejarah panjang. Fungi pertanian dan mengumpulkan fungi
merupakan industri besar di banyak negara. Studi tentang dampak menggunakan historis
dan sosiologis dari fungi ini dikenal sebagai ethnomycology.
Karena kapasitas kelompok ini untuk menghasilkan berbagai besar produk alami
dengan antimikroba aktivitas biologis atau lainnya, banyak spesies telah lama digunakan
atau sedang dikembangkan untuk industri produksi antibiotik, vitamin, dan anti-kanker
dan kolesterol-menurunkan obat. Baru-baru ini, metode telah dikembangkan untuk
rekayasa genetika fungi, yang memungkinkan rekayasa metabolik spesies fungi. Sebagai
contoh, modifikasi genetik dari spesies ragi yang mudah tumbuh pada tingkat yang cepat
dalam fermentasi besar kapal-telah membuka cara farmasi produksi yang berpotensi
lebih efisien daripada produksi oleh organisme sumber asli.
Peranan fungi dalam kehidupan manusia sangat banyak, baik peran yang merugikan
maupun yang menguntungkan. Fungi yang menguntungkan meliputi berbagai jenis
antara lain sebagai berikut:
a. Volvariella volvacea (fungi merang) berguna sebagai bahan pangan berprotein tinggi.

Produk makann dari jamur merang


Sumber http://catatanregio.blogspot.co.id/2012/12/fungi-peranan-fungi-bagi-
kehidupan_1967.html

b. Rhizopus oryzae, R. Olygosporus, dan R. Stolonifer, berguna dalam pembuatan


tempe

Tempe
c. Neurospora sitophila dan N. intermedia berpern dalam pembuatan oncom

Sumber sumber : http://exoticfood-indonesia.blogspot.co.id/2015/08/oncom-


saute.html
d. Sacharomyces cerevisae sehari-hari dikenal sebagai ragi (yeast). Berguna untuk
membuat bir, roti maupun alkohol. Mampu mengubah glukosa menjadi alkohol dan
CO2 dengan proses fermentasi.

e. Penicillum notatum dan Penicillum chrysogenum berguna sebagai penghasil


antibiotik.

Sumber https://rebanas.com/gambar/images/jamur-aspergillus-niger-fermentasi-asam-
sitrat-oryzae-wentii-kecap-gambar
f. Higroporus dan Lycoperdon perlatum berguna sebagai dekomposer.

Sumber http://www.utakatikotak.com/kongkow/detail/6037/Mengenal-Beberapa-
Contoh-Rantai-Makanan-di-Dalam-Beberapa-Ekosistem-
g. Jamur Kuping Hitam kering /Auricularia polytricha. jamur kuping berkhasiat
membantu melancarkan peredaran darah dalam tubuh. Mengurangi penyumbatan pada
pembuluh darah , dan bagus sebagai anti oksidant penangkal Radikal bebas , pencegah
timbulnya kanker

h. Penicillium camemberti dan Penicillium roqueforti berguna untuk mengharumkan


keju.

https://lordbroken.wordpress.com/2010/07/23/proses-pembuatan-keju/
i. Aspergillus oryzae untuk membuat tape

Sumber https://vita-project.blogspot.co.id/2015/11/makalah-pembuatan-tape.html
j. Aspergillus wentii untuk membuat kecap.
https://pt.slideshare.net/NSPmunawi/bioteknologi-dengan-fungi
k. Aspergillus niger untuk fermentasi asam sitrat

Sumber http://catatanregio.blogspot.co.id/2012/12/fungi-peranan-fungi-bagi-
kehidupan_1967.html

Di samping peranan yang menguntungkan, beberapa fungi juga mempunyai peranan


yang merugikan, antara lain sebagai berikut.
Pada Tumbuhan
a. Albugo merupakan parasit pada tanaman pertanian
b. Phytophthora inf'estan menyebabkan penyakit pada daun tanaman kentang.

Sumber http://hortikultura.pertanian.go.id/?p=2025

c.  Phytophthora nicotianae penyakit pada tembakau.

Sumber http://pertanian.jombangkab.go.id/berita-dinas/tips-inova/474-serangan-
penyakit-lanas-phytopthora-nicotianae-pada-tembakau
d. Phytophthora faberi  penyakit pada karet.

Sumber http://www.pusatpupukorganik.com/2017/07/cara-atasi-penyakit-kanker-garis-
tanaman-karet.html

e. Phytium sp.  sebagai hama bibit tanaman yang menyebabkan penyakit rebah semai.

Sumber https://www.slideshare.net/progsus6/kelompok-8-14731252

f. Plasmopora viticola penyebab penyakit embun tepung pada tanaman

Sumber https://mitalom.com/mengendalikan-penyakit-tanaman-anggur-page-1/

g.  Jamur Cercospora nicotinae menginfeksi tanaman melalui mulut daun tembakau


(stomata). Untuk dapat berkecambah konidia membutuhkan air. Konidia dapat
disebarkan melalui angin ataupun percikan air. Sporulasi jamur pada permukaan daun
terjadi pada suhu 18 – 27oC.
Pada hewan
a. Saprolegnia sebagai parasit pada tubuh organisme air.

b. Aspergillus fumigatus menyebabkan penyakit paru-paru burung (aspergilosis).

Sumber http://rosdianarusdi.blogspot.co.id/2013/06/kandungan-buah-buah-yang-
terdapat-dalam.html

Pada Manusia
a. Aspergillus nidulans, Aspergillus niger, menyebabkan penyakit pada telinga
(otomikosis).

sumber http://repository.lppm.unila.ac.id/2263/1/Lita%20Marlinda.pdf
b. Candida sp. penyebab keputihan dan sariawan pada manusia.

c. Deuteromycetes, menyebabkan penyakit kulit (dermatomikosis).

d. Jamur penghasil racun : Aspergillus flavus, penghasil racun oflaktoksin, Amanita


phaloides, penghasil racun falin, yang dapat merusak sel darah merah.
e. Pneumonia carinii menyebabkan penyakit pneumonia pada paru-paru manusia.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Fungi merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang tidak berklorofil, namun
memiliki potensi bisnis cukup besar. Tumbuhan ini umumnya bersifat sebagai saprofit
atau parasit untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Fungi juga merupakan organisme
eukariotik, karena sel-selnya sudah memiliki membran inti sel.
b. Struktur tubuh fungi secara morfologi dan fisiologi tersusun atas hifa, dinding sel
yang mengandung khitin, dan nukleus yang bersifat haploid. Selain itu, fungi
memiliki mitokondria yang bentuknya rata atau flat seperti krista mitokondria dan
badan golgi yang terdiri dari elemen tunggal saluran cisternal. Pada struktur sel fungi
juga memiliki ribosom, retikulum endoplasma, vakuola, badan lipid, glikogen partikel
penyimpanan, badan mikro, mikrotubulus, vesikel.
Berdasarkan divisinya, fungi dibedakan menjadi 6 macam antara lain: divisi
Zygomycota, divisi Ascomycota, divisi Basidiomycota, divisi Deuteromycota, divisi
Myxomycotina, dan divisi Oomycotina.
c. Reproduksi pada jamur terdiri atas dua yaitu reproduksi secara generative (seksual)
dan vegetative (aseksual). Pada reproduksi seksual, terjadi proses pembentukan
askospora sedangkan pada reproduksi aseksual, terjadi proses pembentukan
konidiospora.
d. Peranan fungi dalam kehidupan manusia sangat banyak, baik peran yang merugikan
maupun yang menguntungkan. Peranan fungi yang menguntungkan meliputi berbagai
jenis antara lain: sebagai bahan pangan berprotein tinggi; untuk membuat bir, roti
maupun alkohol; sebagai penghasil antibiotik; sebagai dekomposer; serta untuk
mengharumkan keju. Peranan fungi yang merugikan meliputi berbagai jenis antara
lain: menyebabkan penyakit rebah semai, penyakit daun tanaman kentang, dan
penyakit cacar daun teh; sebagai fungi beracun; juga sebagai parasit pada jagung,
gandum, dan tanaman teh.

3.2 Daftar Pustaka


Aha Blogweb. 2016. Fungi (Jamur) : Pengertian, Ciri, Struktur Tubuh, Klasifikasi.
http://www.ilmudasar.com/2016/07/Pengertian-Ciri-Struktur-Tubuh-Klasifikasi-
Sistem-Reproduksi-Kingdom-Fungi-adalah.html. Diakses pada tanggal 07 Februari
2018.
Anonim. 2013. Fungi : Struktur Sel, Dinding Sel, Organel, Contoh, Hifa, Yeast, Khamir,
Kapang, Cendawan, Bentuk. http://www.nafiun.com/2013/02/fungi-struktur-sel-
dinding-sel-organel-gambar-yeast-khamir-kapang-cendawan.html. Diakses pada
tanggal 07 Februari 2018.
Campbell, N.A.,J.B.Reece., 2010. Biology 8th Edition. San Fransisco: Pearson
Education,Inc.
Creager, A.N.H. 2002. Mengenal Lebih dalam Mengenai Fungi (Edisi Ke-Edisi Ke-2).
Chicago: University of Chicago Press. hlm. hlm. 119. ISBN 0226120260,
9780226120263.
Gandjar, Indrawati, dkk..2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Gillespie, Stephen. 2008. At a Glance Mikrobiologi Medis dan Infeksi. Jakarta:
Erlangga.
Kavanagh, K. 2011. FUNGI: Biology and Application. USA: Wiley Press.
Madigan, M.T., J.M. Martinko, D.A. Stahl, and D.P. Clark. 2012. Brock Biology of
Microorganisms. San Francisco: Pearson Education, Inc.
Pelczar, Michael J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press.
Permata, Nuri. 2014. Ciri-ciri Ascomycota. http://www.sridianti.com/ciri-ciri-
ascomycota.html. Diakses pada tanggal 07 Februari 2018.
Verweij, J.J., R. Hove., E.A.T. Brienen, L. Lieshout. 2007. Multiplex Detection of
Enterocytozoon bieneusi and Enchephalitozoon spp. in fecal samples using real time
PCR. Diagnostic molekuler and Infectious Disease. 57 (2): 163-167.
Viegas, J. 2004. Fungi and Mold. New York: The Rosen Publishing Group.
Webster, J. and R. Weber. 2007. Introduction to Fungi. New York: Cambridge
University Press.
Willey, J.M., Sherwood, L.M., Woolverton, C.J., 2009. Prescott’s Principles of
Microbiology. New York: McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai