Anda di halaman 1dari 26

INDIKATOR KESEHATAN ANAK

MAKALAH

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk


Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktikum Mikrobiologoi dan Parasitologi
Dosen Pengampu: drh, Dyah Mahendrasari Sukendra, M.Sc.

Disusun oleh:

1. Ambar Atikah Zain Muharrom (6411416063)


2. Zefanya Putri Sildos (6411416078)
3. Alifa Ilfa (6411416087)
4. Siti Lailatin Nasifah (6411416097)

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
FUNGI DAN ALGAE

A. FUNGI
1. Definisi
Fungi dalam bahasa latin juga berart jamur (Gandjar, Sjamsuridzal, &
Oetari, 2009). Fungi sudah lama dikenal oleh manusia, bahkan sudah
dimanfaatkan sebagai penyedap pangan, sebagai obat, atau untuk fermentasi.
Di alam fungi dapat dilihat dan dikenal dengan mudah di tempat-tempat yang
lembab, misalnya substrat serasah atau pada buah-buah yang mulai
membususk, atau pada batang tumbuhan. Umumnya bentuk yang terlihat
adalah bagian dari koloni suatu fungi, yaitu berupa benang-benang putih halus
yang membentuk suatu jal, atau berupa bercak-bercak dengan warna yang
cerah. Pada tempat yang tertutup dan kurang terkena sinar matahari, fungi
juga dapat ditemukan apabila tercium bau apek atau bau alkohol atau bau
harum senhyawa ester yang merupakan hasil metabolisme dari fungi.
2. Ciri-ciri Fungi
a. Eukariotik
b. Tidak memiliki klorofil
c. Tumbuh sebagai hifa atau sebagai khamir
d. Memiliki dinding sel yang mengandung kitin
e. Bersifat heterotrof
f. Menyerap nutrien melalui dinding sel dan mengekskresikan enzim-enzim
ekstraselular ke lingkungan
g. Menghasilkan spora atau kandida
h. Melakukan reproduksi seksual dan/atau aseksual
3. Jenis-jenis Fungi
a. Ascomycota
Menurut Hawksworth et al (Gandjar et al., 2009), kelompok ini
merupakan kelompok terbesar yang meliputi 3.250 genera dan mencakup
32.250 spesies, kelompok ini sebagian besar adalah mikrofungi.
b. Deuteromycota
Kelompok ini disebut juga dengan fungi anamorf, fungi
imperfekti, fungi kanidial, fungi mitospori, atau fungi aseksual dan
mencakup 2.600 genera dan 15.000 spesies.
Deiteromycota bukan merupakan kategori taksonomi formal.
Kapang-kapang tersebut bukan merupakan suatu unit monofiletik, tetapi
merupakan fungi yang kehilangan fase seksulanya (Gandjar et al., 2009).
c. Basidiomycota
Kelompok ini meliputi 1.400 genera dan 22.250 spesies. Sebagian
besar adalah Basidiomycota mikroskopis. Sebagian besar makrofungi
yang kita kenal adalah Basidiomycota (Gandjar et al., 2009).
d. Zygomycota
Kelompok ini mencakup 56 genera dan kurang lebih 300 spesies,
kelompok ini tidak mempunyai septa dalam hifanya (Gandjar et al., 2009).
e. Chytridiomycota
Kelompok ini mencakup 112 genera dan 793 spesies, kelompok
tersebut dikenal sebagai fungi akuatik.
Dalam penelitian Hausufa and Rusea (2018) terdapat beberapa
fungi patogen pada beberapa varietas jagung, diantarany yaitu Genus
Aspergilus sp dan Genus Fusarium sp. Berdasarkan hasil identifikasi
secara mikroskopis dalam penelitian Hausufa and Rusea (2018), terdapat
beberapa jenis cendawan yang menginfeksi benih jagung antara lain:
Aspergillus, sp1, Aspergillus sp2, Aspetgillus sp3 Cendawan Aspergillus
sp memiliki ciri-ciri warna koloni hitam kemerah-merahan, dengan tepian
rata, hifa bersepta, hyaline dan lebar. Konidiofornya tegak, panjang dan
terbentuk secara bebas.
Genus Fusarium sp memiliki ciri-ciri warna koloni berwarna
hitam kemerah-merahan struktur tubuh berupa miselium bercabang, hialin
dan bersekat (septat). Ciri konidia berbentuk oval, terdiri dari 3 sampai 4
sekat, berwarna hialin, bagian tengahnya membesar, kedua ujung konidia
meruncing seperti bulan sabit. Fusarium Sp. dapat mengakibatkan warna
benih berubah, perkecambahan terhambat, dan dapat menyebabkan
penyakit di persemaian atau pada tanaman dewasa di lapangan. Selama
biji atau benih dalam penyimpanan, aktivitas fungin tersebut terhenti
(istirahat) karena syarat untuk pertumbuhannya tidak terpenuhi (Rahayu,
1999; Hausufa dan Rusae, 2017). Fungin Fusarium sp adalah salah satu
jenis fungin gudang yang banyak menginfeksi benih pada waktu
penyimpanan (Justice & Bass, 2002; Hausufa dan Rusae, 2017).
4. Morfologi Fungi
Badan vegetatif fungi terdiri dari filamen-filamen yang disebut thallus,
yang pada dasarnya tersusun atas dua bagian yaitu miselium dan spora.
Miselium adalah kumpulan dari beberapa filamen yang disebut dengan hifa.
Bagian paling penting dari fungi yaitu hifa. Hifa berfungsi sebagai penyerap
nutrien dari lingkungan serta membentuk struktur untuk reproduksi. Hifa
memiliki bentuk seperti tabung yang menyerupai suntai benang panjang. Hifa
terbentuk dari pertumbuhan spora atau konidia. Hifa yang sudah mampu
bereprosuksi mempunyai ukuran tebal sekitar 100 – 150 mikro meter. Hifa
dewasa mempuyai tambahan bahan pada dinding selnya, yaitu melanin dan
lipid.
Gambar Struktur tubuh Jamur

Sumber: Ilmu Dasar


5. Metabolisme pada Fungi
a. Metabolisme Karbon
Fungi adalah mikroorganisme Heterotrof karena tidak memiliki
kemampuan untuk mengoksidasi sengawa karbon anorganik, atau
senyawa karbon yang hanya memiliki satu karbon. Senyawa karbon
organik dapat dimanfaatkan fungi untuk membuat material sel baru
berkisar dari molekul sederhana seperti gula sederhana, asam organik,
gula terikat alkohol, polimer rantai pendek dan rantai panjang
mengandung karbon, hingga kepada senyawa kompleks seperti
karbohidrat, protein, lipid, dan asam nukleat (Gad; Madigan et al., 2002;
Gandjar dan Siamsuridzal, 2009).
b. Metabolisme Nitrogen
1) Kemampuan fungi menggunakan nitrogen anorganik
Asimilasi nitrat pada khamir dan kapang menggunakan proses
yang sama, yaitu nitrat setelah ditranspor ke dalam sel, kemudian
diubah menjadi amonium oleh enzim nitrat reduktase dan nitrit
reduktase (Siverio, 2002; ; Gandjar dan Siamsuridzal, 2009). Sebagian
besar fungi dapat menggunakan nitrat sebagai sumber nitrogen.
Nitrit bersifat toksik pada sebagian besar fungi, namun ada beberapa
fungi yang dapat menggunakanya sebagai sumber nitrogen selama
konsentrasi yang digunakan cukup rendah (Slaughter, 1998; ; Gandjar
dan Siamsuridzal, 2009).
2) Kemampuan fungi menggunakan nitrogen organik
Salughter (Gandjar dan Siamsuridzal, 2009) mengemukakan
bahwa sebagian besar fungi dapat tumbuh baik dalam medium yang
mengandung glutamin, asparagin, dan arginin diikuti dngan asam
glutamat, asam aspartat dan alanin.
6. Reproduksi Fungi
Fungi yang telah dewasa akan membentuk struktur untuk melakukan
reproduksi agar spesiesnya menyebar dan tidak punah. Fungi bereproduksi
secara aseksual dan seksual. Kebanyakan fungi memproduksi spora. Spora
merupakan unit transmisi primer. Reproduksi secara aseksual (biasa disebut
sebagai reproduksi vegetatif) yang tidak melibatkan sel lain. Reproduksi
secara aseksual membentuk karpus yang didalamnya mengandung hifa fertile
yang menghasilkan spora atau konidia. Sedangkan reproduksi secara seksual,
spora yang dihasilkan dari pelebaran dua nucleus dari induknya (Studi &
Perairan, 2014).
7. Pertumbuhan Fungi
Pada pertumbuhan fungi, umunya suatu koloni digunakan sebagai
kriteria terjadinya pertumbuhan, karena massa sel tersebut berasal dari satu
sel. Jadi, sesuatu yang semula tidah terlihat, yaitu suatu spora atau konidia
fungi, menjadi miselium atau koloni yang dapat dilihat.
Dari suatu konidia akan tumbuh suatu tabung yang makin lama
semakin panjang mirip suntai benang dan pada suatu waktu benang tersebut
mulai bercabang. Cabang-cabang yang muncul selalu tumbuh menjauhi hifa
utama atau hifa pertama. Cabang-cabang tersebut akan saling bersentuhan.
Pada titik sentuhan akan terjadi lisis dinding sel sehingga protoplasma akan
mengalir ke semua sel hifa. Miselium yang terbentuk akan makin banyak dan
membentuk suatu koloni. Pada pertumbuhan khamir tidak tampak sebagai
koloni. Hal tersebut disebabkan oleh pembagian sel-sel khamir yang menjadi
sejumlah anak sel. Koloni tersebut terbentuk karena pertambahan populasi
dan sebenarnya merupakan suetu proses reproduksi.
Fase Pertumbuhan Fungi :
a. Fase lag, yaitu fase penyesuaian sel-sel dengan lingkungan, pembentukan
enzim-enzim untuk mengurai substrat
b. Fase akselerasi, yaitu fase mulainya sel-sel membelah dan fase lag
menjadi aktif
c. Fase eksponensial, merupakan fase perbanyakan jumlah sel yang sangat
banyak, aktivitas sel sangat meningkat, dan fase ini merupakan fase yang
penting dalam kehidupan fungi.
d. Fase deselerasi, yaitu waktu sel-sel mulai kurang aktif membelah
e. Fase stasioner, yaitu fase jumlah sel yang bertambah dan jumlah sel mati
relatif seimbang.
f. Fase kematian dipercepat, jumlah sel-sel yang mati atau tidak aktif
samasekali lebih banyak dari pada sel-sel yang masih hidup.
8. Penyakit Yang Disebabkan Oleh Fungi
1. Pityriasis versicolor
a. Definisi

Pityriasis versicolor adalah infeksi jamur superfisial pada kulit yang


disebabkan oleh Malassezia furfur atau Pityrosporum orbiculare dan ditandai
dengan adanya makula di kulit, skuama halus dan disertai rasa gatal. Infeksi
ini bersifat menahun, ringan dan biasanya tanpa peradangan. Pityriasis
versicolor biasanya mengenai wajah, leher, badan, lengan atas, ketiak, paha,
dan lipatan paha. (Madani A, 2000)
Penyakit ini terutama terdapat pada orang dewasa muda, dan
disebabkan oleh ragi Malassezia, yang merupakan komensal kulit normal
pada folikel pilosebaseus. Ini merupakan kelainan yang biasa didapatkan di
daerah beriklim sedang, bahkan lebih sering lagi terdapat di daerah beriklim
tropis. Alasan mengapa multipikasi ragi tersebut sampai terjadi dan dapat
menimbulkan lesi kulit pada orang-orang tertentu belum diketahui. (Graham-
Brown, 2005)
b. Tanda dan Gejala
Gambaran Klinis
Kelainan pitiriasis versikolor sering ditemukan di bagian atas dada dan
meluas ke lengan atas, leher, punggung, dan tungkai atas atau bawah.
Penderita pada umumnya. Keluhan yang dirasakan penderita umumnya gatal
ringan saat berkeringat. Makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi,
berbentuk teratur sampai tidak teratur, berbatas tegas maupun difus.
Beberapa bentuk yang tersering yaitu:

a) Berupa bercak-bercak yang melebar dengan skuama halus diatasnya


dengan tepi tidak meninggi, ini merupakan jenis makuler.
b) Berupa bercak seperti tetesan air yang sering timbul disekitar folikel
rambut, ini merupakan jenis folikuler.
Pitiriasis versikolor pada umumya tidak memberikan keluhan pada
penderita atau sering disebut asimtomatis. Penderita lebih sering merasakan
gatal-gatal ringan tetapi biasanya penderita berobat karena alasan kosmetik
yang disebabkan oleh bercak hipopigmentasi. Hipopigmentasi pada lesi
tersebut terjadi karena asam dekarboksilat yang diproduksi oleh malassezia
yang bersifat sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim tirosinase dan
mempunyai efek sitotoksik terhadap melanosit, sedangkan pada lesi
hiperpigmentasi belum bisa dijelaskan.
c. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya Pityriasis versicolor dapat disarankan
pemakaian 50% propilen glikol dalam air untuk pencegahan kekambuhan.
Pada daerah endemik dapat disarankan pemakaian ketokonazol 200
mg/hari selama 3 bulan atau itrakonazol 200 mg sekali sebulan atau
pemakaian sampo selenium sulfid sekali seminggu. (Radiono, 2001)
Untuk mencegah timbulnya kekambuhan, perlu diberikan
pengobatan pencegahan, misalnya sekali dalam seminggu, sebulan dan
seterusnya. Warna kulit akan pulih kembali bila tidak terjadi reinfeksi.
Pajanan terhadap sinar matahari dan kalau perlu obat fototoksik dapat
dipakai dengan hati-hati, misalnya oleum bergamot atau metoksalen untuk
memulihkan warna kulit tersebut. (Madani A, 2000)
2. Tinea korporis
a. Definisi

Tinea korporis adalah suatu infeksi dermatofita dangkal yang ditandai


oleh tanda radang maupun luka pada kulit glabrous. Trichophyton rubrum
adalah salah satu dermatofita penyebab yang paling umum menyebabkan tinea
korporis. Tinea korporis terjadi pada laki-laki dan perempuan, terjadi pada
semua kelompok umur, tetapi angka kejadian paling tinggi pada remaja. Pada
tinea korporis terlihat reaksi peradangan yang berbentuk seperti gelang
eritema yang ditepinya terlihat meninggi dan adanya scaling. Tinea korporis
dapat juga disebut dengan kurap, yang ditandai sebagai papul eritema atau
suatu rangkaian vesikel.
b. Tanda dan Gejala
Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong
dengan tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-
bercak bisa melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis,
arsiner, atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda
eritema, adanya papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi
relatif lebih tenang. Bila tinea korporis ini menahun tanda-tanda aktif jadi
menghilang selanjutnya hanya meningggalkan daerah-daerah yang
hiperpigmentasi saja. Kelainan-kelainan ini dapat teIjadi bersama-sama
dengan Tinea kruris.
c. Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah
terjadi tinea korporis antara lain: mengurangi kelembaban tubuh penderita
dengan menghindari pakainan yang panas, menghindari sumber penularan
yaitu binatang, kuda, sapi kucing, anjing atau kontak dengan penderita lain,
menghilangkan fokal infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau di kaki,
meningkatkan higienitas dan mengatasi faktor predisposisi lain seperti
diabetes mellitus, kelianan endokrin yang lain, leukimia harus terkontrol
dengan baik.1 Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada
tinea korporis harus dihindari atau dihilangkan antara lain: temperatur
lingkungan yang tinggi, keringat berlebihan, pakaian dari bahan karet atau
nilon, kegiatan yang banyak berhubungan dengan air, misalnya berenang,
kegemukan, selain faktor kelembaban, gesekan kronis dan keringat yang
berlebihan disertai higienitas yang kurang, memudahkan timbulnya infeksi
jamur.
3. Tinea pedis

a. Definisi
Tinea pedis disebut juga Athlete's foot = "Ring worm of the foot".
Penyakit ini sering menyerang orang-orang dewasa yang banyak bekerja di
tempat basah seperti tukang cuci, pekerja-pekerja di sawah atau orang-orang
yang setiap hari harus memakai sepatu yang tertutup seperti anggota tentara.
Keluhan subjektif bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai rasa gatal yang
hebat dan nyeri bila ada infeksi sekunder.
Ada 3 bentuk Tinea pedis
1) Bentuk intertriginosa keluhan yang tampak berupa maserasi, skuamasi
serta erosi, di celah-celah jari terutama jari IV dan jari V. Hal ini terjadi
disebabkan kelembaban di celah-ceIah jari tersebut membuat jamur-jamur
hidup lebih subur. Bila menahun dapat terjadi fisura yang nyeri bila kena
sentuh. Bila terjadi infeksi dapat menimbulkan selulitis atau erisipelas
disertai gejala-gejala umum.

2) Bentuk hiperkeratosis Disini lebih jelas tampak ialah terjadi penebalan


kulit disertai sisik terutama ditelapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki.
Bila hiperkeratosisnya hebat dapat terjadi fisurafisura yang dalam pada
bagian lateral telapak kaki.
3) Bentuk vesikuler subakut Kelainan-kelainan yang timbul di mulai pada
daerah sekitar antar jari, kemudian meluas ke punggung kaki atau telapak
kaki. Tampak ada vesikel dan bula yang terletak agak dalam di bawah
kulit, diserta perasaan gatal yang hebat. Bila vesikelvesikel ini memecah
akan meninggalkan skuama melingkar yang disebut Collorette. Bila terjadi
infeksi akan memperhebat dan memperberat keadaan sehingga dapat
terjadi erisipelas. Semua bentuk yang terdapat pada Tinea pedis, dapat
terjadi pada Tinea manus, yaitu dermatofitosis yang menyerang tangan.
Penyebab utamanya ialah : T.rubrum, T.mentagrofites, dan
Epidermofiton flokosum.
Tinea manus dan Tinea pedis harus dibedakan dengan :
1) Dermatitis kontak akut alergis
2) Skabiasis
3) Psoriasispustulosa
b. Tanda dan Gejala
Gejala klinis dari tinea pedis terdiri dari 4 jenis bentuk atau
kombinasinya(William, et al., 2016).
a) Tipe Interdigital (Intertriginous Kronik)
Merupakan bentuk tinea pedis yang paling umum. Terdapat
erosi dan eritema pada kulit interdigital dan subdigital, terutama di sisi
lateral jari ketiga, keempat dan kelima. Umumnya, infeksi menyebar
pada sekitar bagian dalam dari kaki, dan jarang menyebar ke
punggung kaki. Adanya oklusi dan ko-infeksi dari bakteri lain akan
menyebabkan maserasi interdigital, pruritus dan bau.

b) Tipe Kronik Hiperkeratotik (Moccasin)


Tinea pedis tipe kronik hiperkeratotik biasanya bilateral.
Terdapat lesi pada sebagian atau seluruh telapak kaki, bagian lateral
dan medial kaki. T. rubrum merupakan patogen utama. Ciri lain tinea
pedis kronik hiperkeratotik adalah adanya vesikel yang cepat sembuh
dengan diameter kurang dari 2 mm dan eritema yang bervariasi.
c) Tipe Vesikobulosa
Tinea pedis tipe vesikobulosa umumnya disebabkan oleh T.
interdigitale (T. mentagrophytes var. mentagrophytes), memiliki wujud
kelainan kulit seperti vesikel dengan diameter lebih dari 3 mm,
vesikopustula, atau bulla pada telapak kaki dan area periplantar. Tipe
ini jarang ditemukan.
d) Tipe Akut Ulseratif
Tinea pedis yang diakibatkan kombinasi T. interdigitale dan
koinfeksi bakteri gram negatif. Temuan klinis yang didapat adalah
vesikopustula dan ulserasi purulen pada telapak kaki. Sering juga
ditemukan sellulitis, limfangitis, limfadenopati, dan demam
c. Pencegahan
Jamur penyebab tinea pedis menyukai bagian kulit yang lembap dan
basah. Pemakaian sepatu yang sangat tertutup dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan keringat berlebih sehingga menambah kelembapan di daerah
sekitar kaki. Pemakaian kaus kaki berbahan tidak menyerap keringat juga
dapat menambah kelembapan kulit kaki (William et al., 2016).
Menjaga kaki agar tetap kering dan bersih merupakan metode terbaik
untuk pencegahan. Metode lain yang cukup baik adalah menggunakan sepatu
dengan aliran udara yang baik dan tidak ketat (William et al., 2016).
Penggunaan bedak antiseptik di kaki terutama sela – sela jari sangatlah
dianjurkan untuk mencegah terjadinya tinea pedis. Bedak Tolnaftate (Tinactin)
atau bedak Zeasorb, tepung beras, tepung maizena dapat diberikan di kaki,
kaos kaki, dan sepatu untuk menjaga agar kaki tetap kering (William et al.,
2016).

B. ALGAE
1. Definisi
Algae memiliki habitat mulai dari perairan, baik air tawar maupun air
laut, sampai dengan daratan yang lembab atau basah, Algae yang hidup di air
ada yang bergerak aktif ada yang tidak (Tjitrosoepomo, 2003; Lukitasari el al,
2015), dengan pertumbuhan dan reproduksi yang dipengaruhi kandungan
nutrien dalam perairan (Lukitasari el al, 2015). Kebutuhan kandungan dan
jenis nutrien Algae sangat tergantung pada kelas atau jenisnya pada habitat
tersebut. Nutrien yang paling penting untuk pertumbuhan Algae antara lain
adalah nitrogen dan fosfor (Tubalawony, 2007).
2. Ciri-ciri Algae
a. Bersel eukariotik (sudah mempunyai membrane sel yang sesungguhnya)
b. Uniseluler (bersel satu) dan multiseluler (bersel banyak)
c. Berhabitat di lingkungan air (air laut dan air tawar)
d. Autotrof (dapat menghasilkan makanan sendiri, karena memiliki klorofil).
e. Bereproduksi secara vegetative (aseksual) dan generative (seksual)
3. Klasifikasi Algae
Alga yang hidup melayang-layang di permukaan air disebut neuston,
sedangkan yang hidup di dasar perairan disebut bersifat bentik. Alga yang
bersifat bentik digolongkan menjadi :
a. Epilitik (hidup di atas batu)
b. Epipalik (melekat pada lumpur atau pasir)
c. Epipitik (melekat pada tanaman)
d. Epizoik (melekat pada hewan).
Berdasarkan habitatnva di perairan, alga dibedakan atas :
a. Alga subaerial, yaitu alga yang hidup di daerah permukaan
b. Alga intertidal, yaitu alga yang secara periodik muncul di permukaan
karena naik turunnya air akibat pasang surut
c. Alga sublitoral, yaitu alga yang hidup di bawah permukaan air
d. Alga edafik, yaitu alga yang hidup di dalam tanah.
Beberapa jenis alga dapat bersimbiosis dengan organisme lainnya.
Misalnya, Chlorella sp. hidup bersama Paramecium, Hydra, atau Mollusca;
alga Platymonas sp. hidup bersama cacing pipih Convoluta roscoffensis.
Alga memiliki pigmen hijau daun yang disebut klorofil sehingga dapat
melakukan fotosintesis. Selain itu, alga juga memiliki pigmen lain yang
dominan. Berdasarkan dominansi pigmennya, alga dapat dibedakan menjadi
alga biru hijau, alga keemasan, dan alga hijau (Ii & Pustaka, n.d.).
1. Cyanobacteria (alga biru hijau)
Cyanobacteria atau alga biru hijau adalah kelompok alga yang
paling primitif dan memiliki sifat-sifat bakterial dan alga. Kelompok ini
adalah organisme prokariotik yang tidak memiliki struktur-struktur sel
seperti yang ada pada alga lainnya, contohnya nukleus dan chloroplast.
Mereka hanya memiliki chlorophil a, namun mereka juga memiliki variasi
phycobilin seperti halnya carotenoid. Pigmen-pigmen ini memiliki
beragam variasi sehingga warnanya bisa bermacam-macam dari mulai
hijau sampai ungu bahkan merah.Alga biru hijau tidak pernah memiliki
flagella, namun beberapa filamen membuat mereka bergerak ketika
berhubungan dengan permukaan. Unicell, koloni, dan filamen-filamen
cyanobacteria adalah kelompok yang umum dalam budidaya, baik sebagai
makan maupun sebagai organisme pengganggu.
Gambar: Contoh Alga Biru Hijau
2. Chlorophyta (alga hijau)
Alga hijau adalah kelompok alga yang paling maju dan memiliki
banyak sifat-sifat tanaman tingkat tinggi. Kelompok ini adalah organisme
prokariotik dan memiliki struktur-struktur sel khusus yang dimiliki
sebagaian besar alga. Mereka memiliki kloroplast, DNA–nya berada
dalam sebuah nukleus, dan beberapa jenisnya memiliki flagella. Dinding
sel alga hijau sebagaian besar berupa sellulosa, meskipun ada beberapa
yang tidak mempunyai dinding sel. Mereka mempunyai klorophil a dan
beberapa karotenoid, dan biasanya mereka berwarna hijau rumput. Pada
saat kondisi budidaya menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan
memproduksi lebih banyak klorophil dan menjadi hijau gelap.
Kebanyakan alga hijau menyimpan zat tepung sebagai cadangan makanan
meskipun ada diantaranya menyimpan minyak atau lemak. Pada umumnya
unicel merupakan sumber makanan dalam budidaya dan filamen-
filamennya merupakan organisme pengganggu. Jenis-jenis alga hijau
adalah :
a. Tetraselmis
Hidup di air tawar dan air laut, berupa organisme hijau motil,
lebar 9-10mm, panjang 12-14 mm, dengan empat flagella yang
tumbuh dari sebuah alur pada bagian belakang anterior sel. Sel-selnya
bergerak dengan cepat di air dan tampak bergoncang pada saat
berenang. Ada empat cuping yang memanjang dan memiliki sebuah
titik mata yang kemerah-merahan. Pyramimonas adalah organisme
yang berkaitan dekat dengan alga hijau dan memiliki penampakan
serta sifat berenang yang identik dengan tetraselmis. Kedua organisme
ini adalah sumber makan yang populer untuk mengkultur rotifer,
kerang, dan larva udang.

Gambar: Tetraselmis
b. Chlamydomonas
Hidup di air tawar dan air laut, berwarna hijau dan motil, lebar
6,5-11 mm, panjang 7,5-14 mm, dengan dua flagella yang tumbuh
didekat sebuah benjolan pada bagian belakang sel. Sel-selnya bergerak
dengan cepat di air dan tampak bergoncang pada saat berenang. Selnya
berbentuk spiral sampai memanjang dan biasanya memiliki sebuah
titik mata merah. Pada saat sel betina terbentuk, sel induk akan
kehilangan flagellanya dan mengeluarkan sebuah kantong transparant
disekitar tubuhnya. Sel induk akan terbelah, dan membentuk 2-8 sel
anak betina. Organisme ini digunakan sebagai pakan untuk rotifer.

Gambar: Chlamydomonas

c. Chlorella
Hidup di air tawar dan air laut, berwarna hijau dan tidak motil
serta tidak memiliki flagella. Selnya berbentuk bola berukuran sedang
dengan diameter 2-10 mm, tergantung spesiesnya, dengan chloroplast
berbentuk cangkir. Selnya bereproduksi dengan membentuk dua
sampai delapan sel anak didalam sel induk.

Gambar: Chlorella
d. Scenedesmus
Hidup di air tawar, berwarna hijau dan tidak motil dan
biasanya tersusun atas 4 sel. Hidup berkoloni, berukuran lebar 12-14
mm, dan panjang 15-20 mm. Selnya berbentuk elips hingga lanceolate
(panjang dan ramping), beberapa spesies memiliki duri atau tanduk.
Setiap sel menghasilkan sebuah koloni bersel 4 setiap bereproduksi.
Seringnya bersifat sebagai pengganggu. Organisme ini tidak umum

dibudidayakan sebagai sumber pakan.


Gambar: Scenedesmus
e. Ankistrodesmus
Hidup di air tawar, organisme ini berwarna hijau dan biasa
bersel satu, panjang, selnya berbentuk cresent tipis. Biasanya
berkoloni empat hingga delapan dengan membentuk sudut satu dengan
lainnya. Organisme ini seringkali mengkontaminasi perairan dan dapat
hidup pada pipa saluran air, air dalam kendi, dan air tandon. Tidak
umum dikultur sebagai pakan.
Gambar:Ankistrodesmus
f. Selenastrum
Hidup di air tawar, organisme ini berwarna hijau, berukuran
lebar 2-4 mm dan panjang 8-24 mm. Kadang-kadang digunakan
sebagai pakan dapnia.

Gambar: Selenastrum

3. Chrysophyta (alga coklat-emas)


Alga coklat-emas dikaitkan dengan diatomae, namun mereka
memiliki dinding sel silika yang sedikit selama masa hidup mereka. Alga
ini memiliki sifat- sifat yang dapat ditemui pada sebagian besar alga.
Beberapa anggota kelompok alga ini memiliki flagella dan motil. Semua
memiliki kloroplas dan memilki DNA yang terdapat di dalam nukleusnya.
Alga ini hanya memiliki chlorophyl a dan c serta beberapa carotenoid
seperti fucoxanthin yang memberikan mereka warna kecokelatan. Alga ini
seringkali dibudidayakan dalam bentuk uniseluler pada usaha budidaya
sebagai sumber pakan.
Gambar: Chrysophyta
4. Morfologi Algae
Morfologi alga menurut sebagian ahli botani memasukkan alga ini
kedalam dunia tumbuh-tumbuhan dan secara morfologi tubuh alga tidak
memiliki akar, batang, dan daun yang sejati seperti layaknya tumbuhan tingkat
tinggi, tetapi hanya menyerupai saja bagian-bagian tersebut karena alga
hanyalah berbentuk talus belaka dan di masukkan ke dalam tumbuhan tingkat
rendah, tubuhnya tersusun dari banyak sel, didalam sel tubuhnya terdapat
pigmen penyerap cahaya yang berupa kloroplas atau kromatopor, bersifat
autortof yang dapat menghasilkan zat organik dan oksigen melalui proses
fotosintesis, dapat berkembangbiak secara seksual dan aseksual. Untuk dapat
tumbuh bagi alga yang berukuran besar (makro alga) memerlukan substrat
untuk tempat menempel/hidup. Alga epifit pada benda-benda lain seperti,
batu, batu berpasir, tanah berpasir, kayu, cangkang moluska dan epifit pada
tumbuhan lain atau alga jenis yang lain (Kumampung, 1984). Alga yang
berukuran kecil (mikro), hidup melayang atau menempati kolom-kolom air
yang ada di perairan disebut phytoplankton. Bentuknya bervariasi, satu sel
atau koloni (diatom, dinoflagelata dan lain-lain).
Makro alga umumnya epifit memiliki bagian talus yang khusus untuk
menempel pada subsrat bagian yang menyerupai akar ini di sebut holdfast.
Menurut Sze, (1986) tipe holdfast pada alga makro adalah sebagai berikut :
1) Talus benar-benar diluruskan /menyebar menempel pada substrat
(encrusting)
2) Rhizoids/ rhizoidal pada pangkal talus
3) Heterotrichy (lembaran /lampiran) Cabang dimodifikasi membentuk dasar
untuk lampiran, pertumbuhan kembali cepat dari dasar jika sistem hilang
4) Diskoid Pada jaringan (parenchymatous atau pseudoparenchymatous)
membentuk dasar makroalga yang lebih besar.
5) Haptera Cabang/batang membentuk seperti jari-jari.
5. Fisiologi Algae
Sebagian besar alga ditemukan di perairan, laut maupun air tawar dan
lokasinya tergantung pada keberadaan nutrisi, panjang gelombang cahaya dan
permukaan substrat untuk tumbuh. Namun ada juga alga yang ditemukan
ditanah. Beberapa spesies alga hidup di salju dan es didaerah kutub dan
puncaknya gunung. Beberapa alga hidup pada sumber air panas dengan
temperatur berkisar 70o C, meskipun temperatur optimal untuk alga termal ini
adalah diantara 50-54oC.
Alga mempunyai tiga macam pigmen fotosintetik yaitu klorofil,
karotenoid dan fikobilin. Semua pigmen fotosintesis ini terdapat pada
kloroplas. Seluruh alga memiliki klorofil a yang terdapat pada semua
organisme fotosintetik kecuali bakteri fotosintetik. Klorofil yang lain adalah
klorofil b,c,d dan e. Ada dua macam karotenoid, yaitu karoten dan xantofil.
Ada dua macam fikobilin yaitu fikosianin dan fikoeritrin. Adanya pigmen-
pigmen lain dapat menutupi klorofil. Contohnya, beberapa alga berwarna
cokelat karena memiliki pigmen xantofil dan karoten dalam jumlah besar
menutupi warna hijau yang dipantulkan oleh klorofil. Beberapa alga tidak
berwarna dan tidak melakukan proses fotosintesis sehingga dianggap sebagai
protozoa oleh beberapa ilmuwan. Hasil fotosintesis alga disimpan sebagai
produk cadangan makanan dalam bentuk granul atau globul dalam sel-selnya.
Misalnya, alga hijau biru menyimpan hasil fotosintesisnya dalam bentuk pati.
Beberapa alga lain menyimpan hasil fotosintesisnya dalam bentuk minyak
atau lemak.
6. Reproduksi Algae
Alga bereproduksi secara aseksual maupun seksual :
a. Aseksual (Vegetatif)
Reproduksi aseksual alga multiseluler adalah dengan jalan
fregmentasi thallus atau filamen yang menghasilkan thallus atau filamen
baru. Reproduksi aseksual alga uniseluler berlangsung dengan cara mitosis
(pembelahan inti), selanjutnya kedua inti pindah sebagian yang
berlawanan pada sel dan sel membelah menjadi dua sel (sitokinesis).
Banyak spora aseksual alga aquatik berflagela dan motil, dinamakan
zoospora. Spora nonmotil atau aplanospora dibentuk oleh alga yang hidup
didarat.
b. Seksual (Generatif)
Pada reproduksi seksual terdapat konjugasi gamet sel jantan dan
betina sehingga dihasilkan zigot. Jika gamet secara morfologi serupa,
proses konjugasi tersebut dinamakan isogami, jika gamet berbeda ukuran
maka proses konjugasi tersebut dinamakan heterogami. Ovum (sel telur
betina) berukuran besar dan nonmotil, sedangkan gamet jantan (sel
sperma) berukuran kecil dan motil dengan aktif. Proses seksual ini disebut
oogami. Isogami, perkembangbiakan secara kawin antara sel jantan
dengan sel betina yang berukuran sama. Anisogami, perkembangbiakan
secara generative yang jenis kelaminnya dapat dibedakan dari ukurannya
(sel kelamin jantan lebih kecil daripada sel kelamin betina). Oogami,
perkembangbiakan antarorganisme yang berbeda jenis kelaminnya dan
masing-masing jenis telah mempunyai gamet, yaitu gamet jantan
(spermatozoid) dan gamet betina (ovum).
7. Penyakit Yang Disebabkan Oleh Alga
Toksin Alga
Beragam toksin alam dari algae beracun menimbulkan gangguan
kesehatan secara akut maupun letal. Kebanyakan toksin alga bersifat
neurotoksik terhadap manusia dan binatang. Kehadirannya dalam
makanan mentah atau olahan tidak menimbulkan perubahan rasa dan bau.
Toksin alga bersifat tidak berasa, tidak berbau dan stabil dalam kondisi asam
atau pemanasan. Di alam dikenal beberapa toksin dari alga laut yaitu :
a) alkaloid, yaitu saxitoxin dan turunannya yang menyebabkan PSP serta
anatoxin
b) asam amino, yaitu domoic acid dan isomernya dan
c) polyether, termasuk diantaranya Okadaic Acid (OA) dan
Dinophysistoxin (DTX) penyebab DSP, ciguatoxin penyebab CFP,
brevetoxin, spirolid, azaspiracid.
Toksin ini khususnya bekerja aktif memblokir eksitasi dari Na+ pada
sistem persarafan otot sehingga menyebabkan paralisis atau kelumpuhan.
Asam amino penyebab ASP yaitu domoic acid dan isomernya. Toksin ini
adalah golongan kainoids, asam-asam amino yang berikatan dengan kainic
acid. Kebalikan dari saxitoxin, domoic acid bekerja sebagai “neuroexitant”,
terus menerus memproduksi dan merusak bagian saraf ingatan di otak.
(Panggabean, 2006).
a. Paralytic Shellfish Poisoning (PSP)
Telah diketahui banyak jenis dinoflagellata memproduksi racun PSP,
antara lain Alexandrium catenella, A. cohorticula, A.fundyense, A.fraterculus,
A. leei, A. minutum, A. temarense, Gymnodinium catenatum, dan
Pyrodinium bahamense var. Compressum.
Toksin PSP bekerja aktif memblokir terjadinya sodium bermuatan
(Na+) dari membran axon dan serabut-serabut saraf pada otot skeleton. Efek
PSP bisa terjadi pada ikan, burung dan mamalia. Mahluk paling sensitif
terhadap PSP adalah manusia. Racun PSP yang paling berbahaya yaitu
saxitoxin dapat mematikan pada dosis 1-4 mg sesuai dengan umur dan kondisi
kesehatan korban. Gejala PSP muncul 30 menit hingga 3 jam setelah makan
makanan dari laut yang terpapar racun PSP. Berat ringannya gejala
keracunan tergantung dosis dan tingkat absorbsi racun yang masuk.
Dibandingkan dengan orang dewasa anak-anak mengalami tingkat
keracunan lebih parah, karena mereka lebih sensitif terhadap saxitoxin dan
lebih cepat mengubah racun jenis sulfamat yang kurang poten (toksin C1,
C2, B1 dan B2) menjadi turunan karbamat yang lebih poten. Gejala PSP
dimulai dengan rasa kesemutan dan kebas (mati rasa) di sekitar bibir dan
mulut, kemudian menjalar sampai ke muka dan leher. Pasien bisa juga
mengalami mual dan muntah. Pada gejala ringan sampai sedang, kesemutan
bisa menjalar sampai kedua tangan dan kaki dan sulit digerakkan atau lemas.
Korban juga bisa pusing dan tidak bisa bicara dengan benar dan kehilangan
arah (light-headedness). Kesulitan bernapas diawali dengan rasa tercekik.
Pada keracunan berat, bisa melumpuhkan seluruh fungsi otot. Korban mati
bisa terjadi karena bernapas semakin sulit dan hypoxia semakin parah. Korban
tidak mengalami hipotensi atau kelainan detak jantung. Waktu paruh racun
PSP sangat pendek (90 menit). Korban akut dapat ditolong dengan tindakan
cepat di rumah sakit melalui bantuan respirasi.
b. Amnesic Shellfish Poisoning (ASP)
Gejala ASP termasuk gangguan pada gastrointestinal yaitu muntah,
kram perut dan diare, sedangkan pada saraf lainnya yaitu nyeri pada kepala
dan sering kehilangan daya ingat sementara (short term memory). Pada
kasus yang parah, ada 9 pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami
serangan jantung, koma, sekresi berlebihan pada pernapasan atau tekanan
darah tidak stabil. Tiga diantaranya meninggal. Kasus ASP juga menimpa
25 orang setelah makan kerang pisau (razor clam) di daerah Oregon pada
tahun 1994. Tidak hanya manusia, keracunan domoic acid juga menimpa
burung pelikan, burung camar dan singa laut di Kalifornia, setelah makan
ikan-ikan kecil (SCHOLIN et al., 2000).
c. Diarhetic shellfish poisoning (DSP)
Beberapa toksin penyebab DSP yaitu Okadaic acid dan
dinophysistoxin. Okadaic acid berasal dari alga bentik: Prorocentrum spp.
Sedangkan sumber dinophysistoxin adalah Dinophysis spp.
Gejala DSP adalah gangguan pada gastrointestinal yaitu diare, mual,
muntah dan sakit perut yang luar biasa (melilit), terjadi dalam waktu 30 menit
sampai 3 jam setelah makan kerang yang terkontaminasi racun tersebut.
Pasien DSP sembuh total dengan sendirinya setelah merasa sangat kesakitan
dalam beberapa hari. Penyakit ini tidak mematikan, namun mempunyai
bahaya laten akibat terakumulasinya toksin ikutan pada Prorocentrum spp.
dan Dinophysis spp.
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai