Anda di halaman 1dari 114

ENGAWASAN DAN KEAMANAN

MUTU PANGAN ASAL HEWAN, SERTA


ADMINISTRASI DAN KARANTINA
HEWAN
Oleh :
1. Riski Margareta 6411416004
2. Faiqotunnuriyah 6411416005
3. Fetty Nur Hidayati 6411416044
4. Anisa Fitri 6411416125
Kelompok 2
PENGAWASAN MUTU
PANGAN ASAL HEWAN
Tujuan Pengaturan, Pembinaan, dan
Pengawasan Pangan (pasal 3) UU RI No 7 Tahun
1996 tentang Pangan
a. Tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan
keamanan, mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan
manusia
b. Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan
bertanggungjawab
c. Terwujudnya tingkat kecukupan pangan dengan harga
wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Jaminan mutu dan keamanan


pangan
Pembinaan dan pengawasan kesmavet telah diatur
dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan serta
dalam Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1983
tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 1967 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Peternakan Dan Kesehatan Hewan
Untuk kepentingan pemeliharaan kesehatan manusia maka dengan
Peraturan Pemerintah ditetapkan ketentuan-ketentuan tentang:
1. a. pengawasan pemotongan hewan;
b. pengawasan perusahaan susu, perusahaan unggas, perusahaan babi;
c. pengawasan dan pengujian daging, susu dan telur;
d. pengawasan pengolahan bahan makanan yang berasal dari hewan;
e. pengawasan dan pengujian bahan makanan yang berasal dari hewan
yang diolah;
f. pengawasan terhadap "Bahan-bahan Hayati" yang ada sangkut-pautnya
dengan hewan, bahan-bahan pengawetan makanan dan lain-lain.
2. a. pemberantasan rabies pada anjing, kucing dan
kera dan lain-lain anthropozoonosa yang penting;
b. pengawasan terhadap bahan-bahan berasal dari
hewan yaitu: kulit, bulu, tulang, kuku, tanduk dan
lain-lain;
c. dalam pengendalian anthropozoonosis diadakan
kerja-sama yang baik antara instansi-instansi yang
langsung atau tidak langsung berkepentingan
dengan kesehatan umum.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 1983 Tentang Kesehatan Masyarakat
Veteriner Pengawasan Kesehatan Masyarakat
Veteriner
Pasal 2

1) Setiap hewan potong yang akan dipotong harus Sehat dan telah
diperiksa kesehatannya oleh petugas pemeriksa yang
berwenang.
2) Jenis-jenis hewan potong ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.
3) Pemotongan hewan potong harus dilaksanakan di rumah
pemotongan hewan atau tempat pemotongan hewan lainnya
yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
22 Tahun 1983 Tentang Kesehatan Masyarakat
Veteriner Pengawasan Kesehatan Masyarakat
Veteriner
Pasal 2

3) Pemotongan hewan potong untuk keperluan keluarga, upacara


adat dan keagamaan serta penyembelihan hewan potong secara
darurat dapat dilaksanakan menyimpang dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Pasal ini, dengan mendapat
izin terlebih dahulu dari Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah
Tingkat II yang bersangkutan atau pejabat yang ditunjuknya.
4) Syarat-syarat rumah pemotongan hewan, pekerja, pelaksanaan
pemotongan, dan cara pemeriksaan kesehatan dan pemotongan
harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 3

(1) Setiap orang atau badan yang melaksanakan:


a. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan antar
Propinsi dan ekspor harus memperoleh surat izin usaha pemotongan
hewan dari Menteri atau pejabat yang ditunjuknya;
b. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan antar
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam suatu Daerah Tingkat I
harus memperoleh surat izin pemotongan hewan dari Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I yang bersangkutan;
c. Usaha pemotongan hewan untuk penyediaan daging kebutuhan
wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II harus memperoleh
surat izin usaha pemotongan hewan dari Bupati atau Walikotamadya
Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
(2) Tatacara untuk memperoleh surat izin usaha
pemotongan hewan ditetapkan oleh:
a. Menteri sepanjang mengenai usaha pemotongan hewan
untuk penyediaan daging kebutuhan antar Propinsi dan
ekspor;
b. Gubernur Daerah Tingkat I, sepanjang mengenai usaha
pemotongan hewan untuk penyediaan daging
kebutuhan antar Kabupaten atau Kotamadya Daerah
Tingkat II, dalam suatu Daerah Tingkat I yang
bersangkutan;
c. Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II
sepanjang mengenai usaha pemotongan hewan untuk
penyediaan daging kebutuhan suatu
Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang
bersangkutan.
Pasal 4

1) Daging hewan yang telah selesai dipotong harus segera


diperiksa kesehatannya oleh petugas pemeriksa yang
berwenang.
2) Daging yang lulus dalam pemeriksaan baru dapat
diedarkan setelah terlebih dahulu dibubuhi cap atau
stempel oleh petugas pemeriksa yang berwenang.
3) Ketentuan-ketentuan dan cara penanganan serta syarat
kelayakan tempat penjualan daging diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
Pasal 4

4) Setiap orang atau badan dilarang mengedarkan daging


yang tidak berasal dari pemotongan hewan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Pemerintah ini,
kecuali daging yang berasal dari pemotongan hewan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan
Pemerintah ini.
5) Setiap orang atau badan dilarang menjual daging yang
tidak sehat.
Pasal 5

Pasal 5
(1) Setiap perusahaan susu harus memenuhi persyaratan
tentang kesehatan sapi perah, perkandangan,kesehatan
lingkungan, kamar susu, tempat penampungan susu, dan
alat-alat serta keadaan air yang dipergunakan dalam
kaitannya dengan produksi susu.
(2) Persyaratan usaha peternakan susu rakyat diatur
tersendiri oleh Menteri.
Pasal 5

(3) Tenaga kerja yang menangani produksi susu, harus


memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. berbadan sehat;
b. berpakaian bersih;
c. diperiksa kesehatannya secara berkala oleh Dinas Kesehatan
setempat;
d. tidak berbuat hal-hal yang dapat mencemarkan susu;
e. syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 6

Pemerahan dan penanganan susu harus:


a. dilakukan secara higienis;
b. mengikuti cara-cara pemerahan yang baik;
c. memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 7

(1) Setiap orang atau badan dilarang mengedarkan susu


yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh
Menteri.
(2) Setiap orang atau badan yang mengedarkan susu
harus mengikuti cara penanganan, penyimpanan,
pengangkutan, dan penjualan susu yang ditetapkan oleh
Menteri.
(3) Menteri menerapkan syarat kelayakan tempat usaha
dan tempat penjualan susu.
Pasal 8 Pasal 9

Setiap usaha peternakan Setiap usaha peternakan


babi harus memenuhi unggas harus memenuhi
ketentuan tentang ketentuan tentang
kesehatan masyarakat kesehatan masyarakat
veteriner dari ternak veteriner dari ternak
babi,syarat-syarat unggas, syarat-syarat
kesehatan lingkungan dan kesehatan lingkungan dan
perkandangan yang perkandangan yang
ditetapkan oleh Menteri ditetapkan oleh Menteri
atau pejabat yang atau pejabat yang
ditunjuknya. ditunjuknya.
Pasal 10 Pasal 11

(1) Setiap orang atau Setiap usaha atau


badan dilarang mengedarkan kegiatan pengawetan
telur yang tidak memenuhi bahan makanan asal
persyaratan yang ditetapkan hewan dan hasil usaha
oleh Menteri.
atau kegiatan tersebut
(2) Setiap orang atau harus memenuhi syarat-
badan yang mengedarkan syarat kesehatan
telur harus mengikuti cara masyarakat veteriner yang
penyimpanan dan
ditetapkan oleh Menteri.
pengangkutan telur yang
ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12 Pasal 13

Menteri menetapkan batas Setiap usaha


maksimum kandungan pengumpulan,
residu bahan hayati, anti penampungan,
biotik,dan obat lainnya di penyimpanan, dan
dalam bahan makanan pengawetan bahan asal
asal hewan. hewan harus memenuhi
ketentuan-ketentuan
kesehatan masyarakat
veteriner yang ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 14

(1) Pelaksanaan pengawasan kesehatan masyarakat


veteriner atas pemotongan hewan, perusahaan susu,
perusahaan unggas, perusahaan babi, daging, susu dan
telur, pengawetan bahan makanan asal hewan, bahan
makanan asal hewan yang diawetkan dan bahan asal
hewan dilakukan oleh Bupati/ Walikotamadya Kepala
Daerah Tingkat II, kecuali usaha pemotongan hewan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a
dan huruf b Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 14

(2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II


menetapkan tata cara pelaksanaan pengawasan kesehatan
masyarakat veteriner dengan memperhatikan ketentuan
Menteri.
(3) Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner yang
menyangkut bidang teknis Hygiene dan sanitasi dilakukan oleh
Dokter Hewan Pemerintah.
(4) Dokter Hewan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) Pasal ini ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 15

(1) Pengawasan atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan


kesehatan masyarakat veteriner yang menyangkut
kepentingan suatu Daerah Tingkat II dan antar Daerah Tingkat II
dalam suatu Daerah Tingkat I, dilakukan oleh Gubernur Kepala
Daerah Tingkat I yang bersangkutan atau pejabat yang
ditunjuk olehnya.
(2) Pengawasan pelaksanaan ketentuan-ketentuan kesehatan
masyarakat veteriner yang menyangkut kepentingan antar
Propinsi atau Daerah Tingkat I dan keperluan ekspor dilakukan
oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya.
Pasal 16
(1) Dalam rangka pengawasan daging, telur, bahan makanan
asal hewan yang diawetkan, dan bahan asal hewan apabila
dipandang perlu dapat dilakukan pengujian.
(2) Dalam rangka pengawasan terhadap kesehatan susu,
pengujiannya dapat dilakukan setiap waktu.

Pasal 17
Menteri atau pejabat yang ditunjuk olehnya menetapkan
petunjuk teknis pengujian.
Pasal 18

(1) Pengujian daging, susu, dan telur serta bahan asal hewan
lainnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II.
(2) Pemerintah Daerah Tingkat II mengatur lebih lanjut
pelaksanaan pengujian bahan makanan asal hewan dan
bahan asal hewan yang beredar di daerah kewenangannya
masing-masing.
(3) Dalam melakukan kewenangan tersebut Pemerintah
Daerah harus mengindahkan petunjuk teknis pengujian yang
dikeluarkan oleh Menteri.
Pasal 19
Menteri mengatur pengujian bahan makanan yang berasal
dari hewan yang diawetkan.

Pasal 20
(1) Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal, 18 ayat (1)
Peraturan Pemerintah ini,dilakukan di laboratorium yang
merupakan kelengkapan Dinas Peternakan Daerah Tingkat II
setempat.
(2) Apabila pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal ini, tidak dapat dilaksanakan oleh laboratorium yang
merupakan kelengkapan Dinas Peternakan Daerah Tingkat II
setempat, Menteri menunjuk lembaga atau laboratorium yang
berwenang melakukan pengujian.
Dengan dibentuknya Direktorat Kesmavet,
sasaran pembinaan dan pengawasan bidang
Kesmavet di Indonesia difokuskan kepada:
1) pengediaan pangan asal hewan yang aman, sehat, utuh dan halal
(ASUH),
2) pengawasan pemasukan pangan asal hewan dan produk hewan
lainnya dari luar negeri,
3) pengendalian kesehatan lingkungan produksi pangan asal hewan
sebagai upaya pengendalian penyakit zoonosa, cemaran mikroba,
residu dan kontaminan lainnya pada pangan asal hewan,
4) peningkatan daya saing pangan asal hewan dan produk hewan
lainnya di pasar domestik maupun pasar internasional,
5) kesejahteraan hewan.
KEAMANAN MUTU
PANGAN ASAL HEWAN
Mutu Pangan
 Berdasarkan ISO/DIS 8402-1992, mutu didefinsikan sebagai karakteristik
menyeluruh dari suatu wujud apakah itu produk, kegiatan, proses,
organisasi atau manusia, yang menunjukkan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.
Kramer dan Twigg (1983) telah mengklasifikasikan karakteristik mutu
bahan pangan menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan yaitu
warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur,
kekentalan dan konsistensi, flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau
dan cicip
b. Karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Penurunan Mutu Bahan Pangan Asal
Hewan
Proses perombakan yang terjadi pada ikan dan ternak dapat
dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pre rigor, rigor dan post rigor
mortis.
 Pre rigor adalah tahap dimana mutu dan kesegaran bahan
pangan sama seperti ketika masih hidup.
 Rigor mortis adalah tahap dimana bahan pangan memiliki
kesegaran dan mutu seperti ketika masih hidup, namun kondisi
tubuhnya secara bertahap menjadi kaku.
 Hingga tahap rigor mortis, ikan dan ternak dapat dikatakan masih
segar. Namun memasuki tahap post rigor mortis, proses
pembusukan daging ikan telah dimulai.
Tiga faktor yang mempengaruhi
penurunan mutu bahan pangan

Kerusakan Fisik Kerusakan Kimia

Kerusakan
Biologis
Kerusakan Fisik
1. Memar
Memar dialami oleh bahan pangan yang disebabkan
karena dipukul terbanting atau tergencet.

Pada ikan, bagian yang memar


cenderung menjadi lunak dan kemerahan.
Pada bagian daging ikan yang
mengalami memar aktivitas enzim
proteolitik meningkat sehingga akan
mempercepat proses pembusukan.
Enzim akan merombak karbohidrat,
protein dan lemak menjadi alkohol,
amonia, dan keton.
2. Luka

Bahan pangan dapat mengalami luka


yang diakibatkan tusukan atau sayatan
oleh benda tajam.

Penggunaan pengait pada saat


akan mengangkat ikan hasil
tangkapan dapat menyebabkan luka
pada ikan. Apabila tidak segera
ditangani dengan benar, luka
tersebut dapat menjadi jalan bagi
mikroba pembusuk untuk memasuki
bagian tubuh ikan dan merombak
komponen di dalamnya.
3. Pemberian Perlakuan
Perlakuan yang diberikan, baik selama penanganan dan
pengolahan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisik
bahan pangan.
 Perlakuan pemanasan yang diberikan dapat menyebabkan
terjadinya dehidrasi, yaitu menguapnya cairan dari bahan
pangan. Pemanasan juga dapat menyebabkan komponen
protein mengalami denaturasi yaitu berubahnya struktur fisik
dan struktur dimensi dari protein.
 Suhu pemanasan yang dapat menyebabkan denaturasi
protein adalah lebih besar dari 700°C.
4. Adanya Benda Asing
Kerusakan Kimia

1. Autolisis

Autolisis adalah proses perombakan jaringan oleh enzim yang berasal dari
bahan pangan itu tersebut. Proses autolisis terjadi pada saat bahan pangan
memasuki fase post rigor mortis.

Ikan yang mengalami autolisis memiliki tekstur tubuh yang tidak elastis,
sehingga apabila daging tubuhnya ditekan dengan jari akan membutuhkan
waktu relatif lama untuk kembali ke keadaan semula. Bila proses autolisis
sudah berlangsung lebih lanjut, maka daging yang ditekan tidak pernah
kembali ke posisi semula. Proses autolisis dapat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan di sekelilingnya. Suhu yang tinggi akan mempercepat proses
autolisis ikan yang tidak diberi es.
2. Oksidasi

Ikan termasuk salah satu bahan pangan yang banyak mengandung


lemak, terutama lemak tidak jenuh. Lemak tidak jenuh adalah lemak
yang mengandung ikatan rangkap pada rantai utamanya. Lemak
demikian bersifat tidak stabil dan cenderung mudah bereaksi.

Pada ternak, kandungan lemak dapat diketahui dari banyaknya gajih pada
daging. Selama penyimpanan, lemak tidak jenuh akan mengalami proses
oksidasi sehingga terbentuk senyawa peroksida. Peristiwa yang sama dapat
terjadi pada bahan pangan yang mengandung susu atau santan.
3. Browning

Kandungan karbohidrat pada produk perikanan sekitar 1 persen,


kecuali pada jenis kerang-kerangan yang dapat mencapai 10%.
Selama proses pengolahan, karbohidrat akan mengalami proses
perubahan warna.

Karbohidrat yang semula berwarna keputihan cenderung berubah


menjadi kecoklatan. Proses perubahan ini lebih dikenal sebagai reaksi
browning.
4. Senyawa Kimia Pencemar

Pengertian senyawa kimia pencemar adalah senyawa kimia yang terkandung


dalam bahan pangan, baik secara alami maupun pangan sengaja
ditambahkan. Keberadaan senyawa kimia pencarem dalam bahan dapat
mempengaruhi rasa dan kenampakan.

Jenis kerangkerangan yang memiliki kemampuan sebagai filter biologis


terhadap logam berat, daging-nya cenderung memiliki kenampakan merah
kehitaman dan memiliki tubuh relatif lebih besar.
Kerusakan Biologis

1. Burst belly Peristiwa pecahnya dinding perut ikan


yang disebabkan aktivitas enzim
dikenal dengan sebutan burstbelly.

Ikan yang tertangkap dalam keadaan perutnya


kenyang, maka disaluran pencernaan banyak
mengandung enzim pencernaan. Enzim tersebut
merupakan gabungan dari enzim yang berasal
dari bahan pangan atau mikroba yang hidup
disekelilingnya. Apabila tidak segera disiangi,
enzim ini akan mencerna dan merusak jaringan
daging yang ada disekitarnya, terutama di
bagian dinding perut.
2. Aktivitas mikroba merugikan

Kerusakan biologis yang dialami bahan pangan dapat


disebabkan oleh adanya mikroba merugikan, bahan
pangan sudah beracun, atau bahan pangan yang menjadi
beracun.

Mikroba pembusuk merupakan mikroba yang dapat


menimbulkan kerusakan pada bahan pangan.

Kerusakan biologis yang ditimbulkan oleh aktivitas mikroba


merugikan adalah meningkatnya kandungan senyawa
racun atau penyakit yang disebabkan oleh aktivitas
mikroba patogen.
Mencegah Penurunan Mutu Pangan
Asal Hewan
Beberapa upaya dapat dilakukan untuk menghambat
penurunan mutu. Upaya tersebut dapat dilakukan sejak bahan
pangan ditangkap, maupun selama pengolahan.
a. Selama Penanganan
b. Selama Pengawetan
c. Selama Pengolahan
a. Selama Penanganan
Upaya kegiatan untuk menghambat penurunan mutu bahan
pangan selama penanganan antara lain :
1) Precooling, yaitu proses penurunan temperatur bahan pangan
dengan tujuan untuk memperkecil perbedaan antara temperatur
bahan pangan dan ruang penyimpanan. Makin kecil perbedaan
temperatur tersebut, akan mengurangi beban panas yang akan
diterima oleh ruang penyimpanan dingin.
2) Penanganan steril, yaitu penanganan yang ditujukan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya kontaminasi silang atau
kontaminasi ulang (recontamination). Penanganan steril dicirikan
dengan penggunaan peralatan, lingkungan, dan karyawan yang
steril.
a. Selama Penanganan

3) Pencucian bahan pangan, ditujukan untuk mengurangi populasi


mikroba alami (flora alami) yang terdapat dalam bahan pangan,
sehingga populasinya tidak berpengaruh pada proses selanjutnya.
4) Penyiangan, yaitu proses membersihkan. Pada produk perikanan
penyiangan berarti pembersihan sisik, pembuangan kepala
(headless), pembuangan isi perut (gutting), atau pembuangan kulit
(skinning atau skinless).
5) Blansing, yaitu penggunaan suhu tinggi dalam waktu singkat
untuk tujuan tertentu. Pada produk hewani, blansing dilakukan
pada bagian yang dipotong untuk menghambat aktivitas mikroba
dan enzim proteolitik.
6) Fillet (Filleting) yaitu pemotongan daging sedemikian rupa
sehingga tidak menyertakan bagian yang keras, seperti duri,
tulang, atau kulit. Fillet banyak dilakukan pada produk perikanan
dan unggas.
7) Pemisahan daging dari tulang atau kulit (meat bone separation)
banyak dilakukan untuk mempermudah proses penanganan atau
pengolahan lebih lanjut. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan
menggunakan tangan (manual) atau menggunakan mesin
pemisah tulang (meat bone eparator). Produk yang dihasilkan
adalah berupa daging cincang atau surimi. Surimi adalah ikan
cincang yang telah ditambah zat anti denaturasi untuk
mempertahankan kekenyalannya.
8) Sortasi, yaitu Pemisahan komoditi selama dalam aliran
komoditas, misalnya sortasi di lokasi pemanenan yang
didasarkan pada jenis, ukuran yang diminta pasar.
9) Grading, yaitu proses pemisahan bahan pangan berdasarkan
mutu, misalnya ukuran, bobot, kualitas
b. Selama Pengawetan
Upaya yang dapat dilakukan untuk menghambat penurunan
mutu selama pengawetan bahan pangan adalah :
1) Penggunaan suhu rendah, dalam bentuk pendinginan dan
pembekuan. Pendinginan adalah penggunaan temperatur di
bawah temperatur kamar tapi belum mencapai temperatur beku,
biasanya berkisar pada 0-15°C. Pembekuan adalah penggunaan
temperatur di bawah temperatur beku, biasanya berkisar pada 0°C
hingga -60°C.
2) Iradiasi, misalnya sinar gamma,untuk menghambat atau
membunuh mikroba sehingga dapat memperpanjang masa
simpan produk pangan.
b. Selama Pengawetan
3) Penggunaan bakteri antagonis yang ditujukan untuk
menghambat atau membunuh bakteri pembusuk, sehingga masa
simpan bahan pangan dapat diperpanjang. Penggunaan
Lactobacillus plantarum dan bakteri lainnya sebagai bakteri
antagonis telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri
pembusuk sehingga dapat memperpanjang masa simpan bahan
pangan.
b. Selama Pengolahan
1) Suhu tinggi, yaitu penggunaan suhu tinggi untuk menghambat
mikroba pembusuk atau mendenaturasi enzim.
2) Penurunan kadar air sehingga mikroba pembusuk akan
mengalami kesulitan untuk tumbuh dan berkembang.
3) Penambahan senyawa kimia, ditujukan untuk menghambat
aktivitas mikroba pembusuk atau mendenaturasi enzim.
4) Fermentasi adalah proses perombakan senyawa kompleks
menjadi senyawa lebih sederhana yang dilakukan oleh enzim
dalam lingkungan terkendali. Enzim yang berperan dalam proses
fermentasi dapat berasal dari bahan pangan itu sendiri, mikroba
fermentasi, bahan nabati, dan enzim murni.
Keamanan Pangan
 Pangan asal hewan memiliki potensi mengandung bahaya
biologis, kimia dan atau fisik yang dapat mengganggu
kesehatan manusia. Selain itu, pangan asal hewan juga
dapat membawa agen penyakit hewan (bakteri, cacing,
protozoa, prion) yang dapat menular ke manusia atau yang
dikenal dengan zoonosis, antara lain antraks, salmonelosis,
bruselosis, toksoplasmosis, sistiserkosis, bovine spongioform
encephalopathie). Oleh sebab itu, aspek keamanan pangan
asal hewan perlu mendapat perhatian khusus.
Keamanan Pangan
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang
diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan
tiga cemaran, yaitu cemaran biologis, kimia, dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Mengapa Keamanan Pangan
Penting ?
 Melindungi konsumen
 Mempertahankan kenampakan, flavor, tekstur, dan nilai
gizi produk pangan
 Mengurangi risiko kesehatan

 Mempertahankan pekerja dan konsumen


Bagaimana pangan menjadi tidak
aman?

Cemaran Biologi

Cemaran Kimia

Cemaran Fisik
Cemaran Penyebab Penyakit Karena
Pangan
CEMARAN BIOLOGI CEMARAN KIMIA

(1) (2)

(3)

Pangan Aman
CEMARAN FISIK BEBAS CEMARAN
CEMARAN BIOLOGI
•Mikroba (Bakteri, kapang, kamir, virus)
•Binatang pengerat (tikus)
•Serangga (lalat, dan lain-lain)
•Dan lain-lain
BAHAYA MIKROBA

Mikroba berbahaya yang mencemari bahan


pangan dapat dibawa oleh :

Air tercemar
Debu
Lalat
Hewan peliharaan
Peralatan yang kotor dan tangan yang kotor
Penjual makanan yang tidak sehat
Pangan mentah dll.
Faktor yang membuat bakteri tumbuh

 pangan berprotein tinggi


 kondisi hangat (suhu 40°- 60°C)
 kadar air
 tingkat keasaman
 waktu penyimpanan.
BINATANG PENGERAT

• Langsung : Kotoran
yang dibawa
• Kerusakan Fisik
(dimakan dan dirusak)
SERANGGA

• Langsung : Kotoran
yang dibawa
• Kerusakan Fisik seperti
kutu beras yang
dapat melubangi
beras
Bagaimana pencegahan cemaran
biologi?
 Beli bahan mentah dan pangan di tempat yang bersih.
 Beli dari penjual yang sehat dan bersih.
 Pilih makanan yang telah dimasak.
 Beli pangan yang dipajang, disimpan dan disajikan dengan baik.
 Konsumsi pangan secara benar.
 Kemasan tidak rusak.
 Tidak basi (tekstur lunak, bau tidak menyimpang seperti bau asam
atau busuk).
 Jangan sayang membuang pangan dengan rasa menyimpang.
CEMARAN KIMIA

KERACUNAN DARI BAHAN ALAM


• racun ikan buntal

CEMARAN BAHAN KIMIA DARI


LINGKUNGAN:
 limbah industri, asap kendaraan
bermotor, deterjen, cat pada
peralatan masak, dan logam berat.
Penggunaan bahan berbahaya yang dilarang pada pangan

Metanil Yellow
Bagaimana cara pencegahan
cemaran Kimia?
• Selalu memilih bahan pangan yang baik untuk dimasak atau
dikonsumsi langsung.
• Menggunakan air bersih (tidak tercemar) untuk menangani
dan mengolah pangan.
• Tidak menggunakan bahan tambahan (pewarna, pengawet,
dan lain-lain) yang dilarang digunakan untuk pangan.
• Menggunakan Bahan Tambahan Pangan yang dibutuhkan
seperlunya dan tidak melebihi takaran yang diijinkan.
• Tidak menggunakan alat masak atau wadah yang dilapisi
logam berat.
• Tidak menggunakan peralatan/pengemas yang bukan untuk
pangan.
• Tidak menggunakan pengemas bekas, kertas koran untuk
membungkus pangan.
• Jangan menggunakan wadah styrofoam atau plastik kresek
(non food grade) untuk mewadahi pangan terutama pangan
siap santap yang panas, berlemak, dan asam karena
berpeluang terjadi perpindahan komponen kimia dari wadah
ke pangan (migrasi).
CEMARAN FISIK

 Cemaran benda asing


 Rambut, kuku, staples, serangga mati, batu atau kerikil,
pecahan gelas atau kaca, logam dan lain-lain.
*jika termakan dapat menyebabkan luka, seperti gigi patah,
melukai kerongkongan dan perut. Benda tersebut berbahaya
karena dapat melukai dan atau menutup jalan nafas dan
pencernaan.
 Cara pencegahan cemaran Fisik: Perhatikan dengan seksama
kondisi pangan yang akan dikonsumsi.
5 Kunci Keamanan Pangan

1 . Jagalah kebersihan.
2 . Pisahkan pangan mentah dari pangan matang.
3 . Masaklah dengan benar.
4 . Jagalah pangan pada suhu aman.
5 . Gunakan air dan bahan baku yang aman.
Ciri Kemasan Pangan yang baik:
1. Kemasan dalam kondisi baik tidak rusak, penyok atau
menggembung.
2. Pangan tidak kedaluwarsa atau rusak.
3. Sudah memiliki nomor izin edar:
 MD (Pangan yang diproduksi dalam negeri)
 ML (pangan yang diimpor dari luar negeri)
 PIRT (pangan yang diproduksi oleh rumah tangga)
Bagaimana Mengenali Susu Palsu, Susu
Campuran Atau Susu Yang Sudah
Terkontaminasi Bakteri?
1.Warna Susu

Warna alami susu adalah putih dan tidak bening. Hal


ini disebabkan oleh pantulan cahaya yang mengenai
bagian-bagian terkecil yang tersebar dalam susu,
seperti butiran-butiran lemak. Berdasarkan hal
tersebut, jika ditemukan warna yang tidak biasa pada
susu, seperti warna biru, merah, atau kuning, maka
hal itu menunjukan adanya sesuatu yang tidak alami
dalam susu. Susu semacam ini tidak boleh langsung di
minum begitu saja atau dijadikan sebagai bahan
membuat makanan.
2. Aroma Susu

Susu alami memiliki aroma khusus yang tidak menusuk hidung,


tapi mudah sekali menyerap aroma. Oleh karena itu terkadang
susu memunculkan bau aneh yang menunjukkan bahwa susu itu
sudah terkontaminasi. Bahkan terkadang bau makanan yang
dikonsumsi hewan penghasil susu, misalnya, bawang putih atau
bawang merah. Terkadang, bau tidak alami ini disebabkan
tempat atau wadah yang digunakan untuk susu tidak bersih.
3. Rasa Susu

Rasa susu berpulang pada pengaruh campuran antara manis dan


asin, sehingga rasanya pun merupakan perpaduan manis dan asin.
Di antara rasa susu yang tidak alami adalah;

a. Pahit. Hal ini disebabkan karena adanya sampah yang


membusuk atau karena diakibatkan oleh tumbuhnya beberapa
jenis mikroba.

b. Asin. Rasa asin biasanya ada pada susu yang diambil dari hewan
yang sudah tua, atau yang diambil dari hewan yang terkena infeksi.
Oleh karena itu, susu semacam ini tidak boleh dikonsumsi langsung
atau langsung digunakan sebagai campuran makanan.
Di antara rasa aneh lainnya pada susu adalah rasa lemak, rasa
basi, dan rasa amis.
Disarankan untuk tidak mencicipi susu yang berbau busuk, karena
dikhawatirkan sudah tercemari penyakit yang bisa pindah ke tubuh
manusia. Tetapi, cukup hanya dengan menguji aromanya.
Pengujian ini bisa dengan cara membuka tutup lalu dicium
langsung di permukaan wadah tersebut, karena aroma ini akan
mudah sekali menguap dari susu, sehingga akan mudah diketahui
kualitasnya.
4. Kekentalan

Susu memiliki kadar kekentalan yang lebih tinggi daripada air.


Umumnya kohesitas ini akan berkurang apabila ditambah
dengan air, atau kekurangan unsur minyak di dalamnya.
Kohesitas pada susu juga berfungsi untuk mengetahui
pemalsuan atau pencampuran pada susu dengan cara yang
sederhana.
Komponen-komponen Air Susu
1. Air :
Air susu mengandung air 87.90%, yang berfungsi sebagai bahan
pelarut bahan kering. Air didalam air susu sebagian besar
dihasilkan dari air yang diminum ternak sapi.
2. Lemak :
Air susu merupakan suspensi alam antara air dan bahan terlarut
didalamnya. Salah satu diantaranya adalah lemak. Kadar lemak
didalam air susu adalah 3.45%. Kadar lemak sangat berarti dalam
penentuan nilai gizi air susu. Bahan makanan hasil olahan dari
bahan baku air susu seperti mentega, keju, krim, susu kental dan
susu bubuk banyak mengandung lemak.
Komponen-komponen Air Susu

Susunan lemak susu terdiri dari lemak majemuk, merupakan lemak


murni dan terdiri dari 3 molekul asam lemak terikat pada suatu
molekul glycerine. Lemak asam susu terdiri dari campuran
beberapa asam lemak antara lain :
a. Lemak sederhana yang memiliki asam lemak sama
b. Lemak campuran yang terdiri dari beberapa macam lemak
terikat pada glyserine
Air susu yang baru diperah mempunyai temperatur sama
dengan temperatur badan sapi yaitu 37°C , dalam hal ini lemak
terdapat dalam bentuk cair. Beberapa jam setelah pemerahan
temperatur air susu menurun menjadi 33°C dan pada saat ini
pembekuan lemak dimulai, dan akan membeku seluruhnya pada
temperatur 23°C. Titik beku dan titik cair lemak air susu berkisar
antara 33°C sampai 23°C. Warna putih air susu ditentukan oleh
lemak air susu.
Lemak susu mempunyai alat refleksi terhadap sinar matahari.
Bentuk lemak di dalam air susu merupakan butir yang disebut
globuler.
3. Protein :
Kadar protein didalam air susu rata-rata 3.20% yang terdiri dari :
2.70% casein (bahan keju), dan 0.50% albumen. Berarti 26.50% dari
bahan kering air susu adalah protein. Didalam air susu juga terdapat
globulin dalam jumlah sedikit. Protein didalam air susu juga merupakan
penentu kualitas air susu sebagai bahan konsumsi.
Albumin ditemukan 5 gram per kg air susu, dalam keadaan larut.
Didalam pembentukan keju, albumin memisah dalam bentuk whey.
Beberapa hari setelah induk sapi melahirkan, kandungan albumin sangat
tinggi pada air susu dan normal setelah 7 hari.
Pada suhu 64°C albumin mulai menjadi padat, sifat ini identik
dengan sifat protein pada telur. Akan tetapi karena kadar albumin yang
sedikit maka pada pasteurisasi tidak dapat ditemukan, bahkan pada
pemasakan yang dapat dilihat hanya merupakan titik-titik halus pada
dinding dan dasar panci.
4. Laktosa :
Laktosa adalah bentuk karbohidrat yang terdapat didalam
air susu. Bentuk ini tidak terdapat dalam bahan-bahan makanan
yang lain. Kadar laktosa di dalam air susu adalah 4.60% dan
ditemukan dalam keadaan larut.
Laktosa terbentuk dari dua komponen gula yaitu glukosa
dan galaktosa. Sifat air susu yang sedikit manis ditentukan oleh
laktosa. Kadar laktosa dalam air susu dapat dirusak oleh
beberapa jenis kuman pembentuk asam susu.
Pemberian laktosa atau susu dapat menyebabkan mencret
atau gangguan-gangguan perut bagi orang yang tidak tahan
terhadap laktosa. Hal ini disebabkan kurangnya enzim laktase
dalam mukosa usus.
5. Vitamin dan enzim :
Kadar vitamin di dalam air susu tergantung dari jenis makanan
yang diperoleh ternak sapi dan waktu laktasinya. Vitamin diukur
dengan satuan International Units (IU) dan mg.
Vitamin yang terdapat didalam lemak disebut ADEK, dan vitamin
yang larut didalam air susu, tergolong vitamin B komplek, vitamin C,
Vitamin A, provitamin A dan vitamin D. Vitamin yang larut didalam air
susu yang terpenting ialah vitamin B1, B2, asam nikotinat dan asam
pantotenat. Bila air susu dipanaskan/dimasak, dipasteurisasi atau
disterilisasi maka 10 – 30 % vitamin B1 akan hilang, vitamin C akan
hilang 20 – 60 %.
Enzim berfungsi untuk mengolah suatu bahan menjadi bahan lain
dengan jalan autolyse. Enzim yang terkenal adalah peroxydase,
reductase, katalase dan phospatase. Dengan adanya pemanasan,
enzim tidak akan berfungsi lagi.
ADMINISTRASI DAN
KARANTINA HEWAN
KARANTINA HEWAN

Karantina adalah tempat pengasingan dan/atau


tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan
tersebarnya hama dan penyakit dari luar negeri dan
dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau
keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik
Indonesia.
KARANTINA HEWAN

Tindakan Karantina Hewan adalah kegiatan yang dilakukan


untuk mencegah masuknya hama dan penyakit hewan
karantina dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik
Indonesia, mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan
karantina dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara
Republik Indonesia dan mencegah keluarnya hama dan
penyakit hewan karantina dari wilayah Negara Republik
Indonesia.
Fungsi-Fungsi Karantina Hewan
 Tindakan karantina terhadap media pembawa hama dan
penyakit hewan karantina di tempat pemasukan dan
pengeluaran
 Pengembangan teknik dan metode tindakan karantina hewan
 Pemetaan daerah sebar hama dan penyakit hewan karantina
 Pembuatan koleksi hama dan penyakit hewan karantina
 Pengumpulan dan pengolahan data tindakan karantian hewan
 Urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Besar Karantina
Hewan
 Pengawasan dan pemeriksaan lalu lintas hewan dan produk
hewan.
Tindakan Karantina
Media pembawa yang dimasukkan ke dalam, dibawa,
atau dikirim dari suatu area ke area lain, transit di
dalam, dan atau dikeluarkan dari wilayah negara
Republik Indonesia dikenakan tindakan karantina.
Tindakan karantina berupa pemeriksaan, pengasingan,
pengamatan, perlakuan, penahanan, penolakan,
pemusnahan dan pembebasan.
Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui
kelengkapan dan kebenaran isi dokumen
dan mendeteksi hama penyakit hewan
karantina, status kesehatan dan sanitasi
media pembawa, atau kelayakan sarana
prasarana karantina dan alat angkut.
Pemeriksaan kesehatan atau sanitasi media
pembawa dilakukan secara fisik dengan
cara pemeriksaan klinis pada hewan atau
pemeriksaan kemurnian atau keutuhan
secara organoleptik pada bahan asal
hewan, hasil bahan asal hewan dan benda
lain.
Pengasingan
Pengasingan dilakukan terhadap sebagian atau seluruh media
pembawa untuk diadakan pengamatan, pemeriksaan dan
perlakuan dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan
penularan hama penyakit hewan karantina.
Lamanya waktu pengasingan sangat tergantung pada lamanya
waktu yang dibutuhkan bagi pengamatan, pemeriksaan, dan
atau perlakuan terhadap media pembawa.
Pengamatan dilakukan untuk mendeteksi lebih lanjut hama
penyakit hewan karantina dengan cara mengamati timbulnya
gejala hama penyakit hewan karantina pada media pembawa
selama diasingkan dengan mempergunakan sistem semua
masuk-semua keluar.
Pengamatan
Pengamatan juga dapat dilakukan untuk mengamati
situasi hama penyakit hewan karantina pada suatu
negara, area, atau tempat.
Lamanya waktu pengamatan atau masa pengamatan
terhitung sejak dimulai sampai dengan selesainya
pelaksanaan tindakan pengamatan.
Masa pengamatan ditetapkan berdasarkan lamanya
masa inkubasi, dan sifat subklinis penyakit serta sifat
pembawa dari suatu jenis media pembawa.
Perlakuan
Perlakuan merupakan tindakan untuk membebaskan dan
menyuci hamakan media pembawa dari hama penyakit
hewan karantina, atau tindakan lain yang bersifat preventif,
kuratif dan promotif.
Perlakuan sekurang-kurangnya hanya dapat dilakukan
setelah media pembawa terlebih dahulu diperiksa secara fisik
dan dinilai tidak mengganggu proses pengamatan dan
pemeriksaan selanjutnya.
Penahanan
Penahanan dilakukan terhadap media pembawa yang
belum memenuhi persyaratan karantina yang berlaku.
Penahanan dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan
pemeriksaan fisik terhadap media pembawa dan diduga
tidak berpotensi membawa dan menyebarkan hama
penyakit hewan karantina.
Selama masa penahanan dapat dilakukan tindakan
karantina lain yang bertujuan untuk mendeteksi
kemungkinan adanya hama penyakit hewan karantina dan
penyakit hewan lainnya dan atau mencegah kemungkinan
penularannya, menurut pertimbangan dokter hewan
karantina.
Penolakan
Penolakan dilakukan terhadap media pembawa yang dimasukkan ke
dalam atau dimasukkan dari suatu area ke area lain di dalam wilayah
negara Republik Indonesia, apabila ternyata:
 setelah dilakukan pemeriksaan di atas alat angkut, tertular hama
penyakit hewan karantina tertentu yang berlaku, busuk, rusak, atau
merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya.
 persyaratan yang berlaku tidak seluruhnya dipenuhi
 setelah dilakukan penahanan dan keseluruhan persyaratan yang harus
dilengkapi dalam batas waktu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi
 setelah diberikan perlakuan di atas alat angkut, tidak dapat
disembuhkan dan atau disucihamakan dari hama penyakit hewan
karantina.
Pemusnahan

Pemusnahan dilakukan terhadap media pembawa yang


dimasukkan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dan
atau dari suatu area ke area lain di dalam wilayah negara
Republik Indonesia, apabila ternyata:
setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat
angkut dan dilakukan pemeriksaan, tertular hama
penyakit hewan karantina tertentu, busuk, rusak, atau
merupakan jenis-jenis yang dilarang pemasukannya;
Pemusnahan
media pembawa yang ditolak tidak segera dibawa ke luar
dari wilayah negara Republik Indonesia atau dari area tujuan
oleh pemiliknya dalam batas waktu yang ditetapkan;
setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan, tertular
hama penyakit hewan karantina tertentu yang telah
ditetapkan.
setelah media pembawa tersebut diturunkan dari alat angkut
dan diberi perlakuan, tidak dapat disembuhkan dan atau
disucihamakan dari hama penyakit hewan karantina.
Pembebasan
Pembebasan dilakukan terhadap media pembawa yang dimasukkan
ke dalam wilayah negara Republik Indonesia dan atau dari suatu area ke
area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia, dan diberikan
sertifikat pelepasan apabila ternyata:
setelah dilakukan pemeriksaan tidak tertular hama penyakit hewan
karantina
setelah dilakukan pengamatan dalam pengasingan tidak
tertularhama penyakit hewan karantina.
setelah dilakukan perlakuan dapat disembuhkan dari hama penyakit
hewan karantina.
setelah dilakukan penahanan seluruh persyaratan yang diwajibkan
dapat dipenuhi.
Persyaratan dan Prosedur Lain
Lintas Hewan dan Produknya
Persyaratan dan Prosedur Impor
Berasal dari negara yang tidak dilarang pemasukannya
Dilengkapi surat Persetujuan Impor / pemasukan dari Dirjen
Bina Produksi Peternaka
Surat keterangan Kesehatan Hewan ( Health Certificate) dari
negara asal
Sertifikat halal untuk produk hewan yang akan dikonsumsi
manusia
Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) dari negara asal;
Bill of loading dari bea cukai negara asal
Persyaratan dan Prosedur Lain
Lintas Hewan dan Produknya
Persyaratan dan Prosedur Impor
Surat Ijin Pengeluaran (CITES) dari pemerintah negara asal
(CITES Authority) untuk satwa liar
Melalui tempat - tempat yang ditetapkan
Dilaporkan 2 hari sebelum pemasukan dan diserahkan kepada
petugas karantina di tempat pemasukan untuk keperluan
tindakan karantina hewan
Untuk barang tentengan dilaporkan pada saat pemasukan
Keterangan mutasi muatan untuk hewan, bahan asal hewan
dan hasil bahan asal hewan
Persyaratan dan Prosedur ekspor

 Memenuhi persyaratan yang diminta oleh Negara penerima


 Dilengkapi Surat Persetujuan Ekspor atau pengeluaran dari Dirjen
Bina Produksi Peternakan
 Surat Ijin Pengeluaran (CITES) dari Dirjen PHKA khusus satwa liar
 Melalui tempat-tempat pengeluaran yang telah ditetapkan
 Dilaporkan 2 hari sebelum pengeluaran dan diserahkan kepada
petugas karantina di tempat pengeluaran untuk keperluan
tindakan karantina hewan
 Untuk barang tentengan dilaporkan pada saat pengeluaran
Persyaratan dan prosedur Persyaratan dan prosedur
pengeluaran domestic pemasukan domestic

- Berasal dari daerah yang - Berasal dari daerah yang


sedang tidak terjangkit sedang tidak terjangkit
penyakit hewan karantina penyakit hewan
berdasarkan rekomendasi
karantina
dari dinas peternakan
setempat
- Dilengkapi sertifikat
- Surat ljin pemasukan dari kesehatan dari karantina
daerah penerima jika hewan daerah asa
dipersyaratkan
Persyaratan transit

 Transit biasanya dilakukan untuk keperluan perbaikan karena


adanya kerusakan, kehabisan bahan baker atau karena
incidental cases, persyaratannya adalah persetujuan transit
pada tempat-tempat yang telah ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Dilengkapi sertifikat kesehatan hewan dan harus berada
di bawah pengawasan dokter hewan karantina selama transit.
INSTALASI KARANTINA HEWAN
Tindakan Karantina dilakukan untuk mencegah masuk,
tersebar, dan keluarnya Hama Penyakit Hewan Karantina
(HPHK).

Tindakan Karantina dapat dilakukan di Instalasi Karantina di


dalam atau di luar Tempat Pemasukan atau Tempat
Pengeluaran.

Instalasi Karantina dapat disediakan oleh Pemerintah atau Pihak


Lain. Instalasi Karantina terdiri atas:
 Instalasi Karantina Sementara
Instalasi Karantina Sementara sebagai tempat untuk melakukan
Tindakan Karantina terhadap Hewan, Bahan Asal Hewan (BAH),
atau Hasil Bahan Asal Hewan (HBAH). Instalasi ini dipergunakan
untuk satu atau beberapa kali pengiriman dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
 Instalasi Karantina Permanen
Instalasi Karantina Permanen sebagai tempat untuk melakukan
Tindakan Karantina terhadap Hewan, BAH, atau HBAH. Instalasi ini
dipergunakan dalam jangka waktu 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga)
tahun dan dapat diperpanjang sampai dengan 5 (lima) tahun.
 Instalasi Karantina Pasca Masuk
Instalasi Karantina Pasca Masuk sebagai tempat untuk melakukan
Tindakan Karantina terhadap Hewan yang berpotensi menularkan HPHK
dan mempunyai sifat penularan serta cara mendeteksinya memerlukan
masa pengamatan relatif lebih lama. Instalasi Karantina ini dipergunakan
dalam jangka waktu 5 (lima) sampai dengan 10 (sepuluh) tahun dan
dapat dipergunakan kembali selama masih memenuhi persyaratan teknis
dan kajian risiko penyebaran penyakit hewan.
 Instalasi Karantina Pasca Masuk Permanen
Instalasi Karantina Pasca Masuk Permanen sebagai tempat untuk
melakukan Tindakan Karantina terhadap satwa liar yang dipelihara atau
ditangkarkan secara in-situ dan/atau ex-situ. Instalasi Karantina ini
dipergunakan selama masih memenuhi persyaratan teknis dan kajian
risiko penyebaran penyakit hewan.
 Instalasi Karantina Pengamanan Maksimum
Instalasi Karantina Pengamanan Maksimum sebagai tempat
untuk melakukan Tindakan Karantina bagi pemasukan hewan yang
rentan dari negara, area atau tempat yang masih tertular HPHK
golongan I. Instalasi Karantina ini harus berada di tempat atau
lokasi yang terisolasi dari wilayah pengembangan budi daya ternak
dan dipergunakan selama masih memenuhi persyaratan teknis dan
kajian risiko penyebaran penyakit hewan.
 Instalasi Karantina di Negara Asal dan/atau di Negara Transit
Instalasi Karantina di Negara Asal dan/atau di Negara sebagai
tempat untuk melakukan Tindakan Karantina bagi Media
Pembawa yang berasal dari suatu negara dan/atau negara transit.
Instalasi Karantina ini dipergunakan untuk Media Pembawa yang
memiliki risiko tinggi bagi masuknya HPHK ke dalam wilayah Negara
Republik Indonesia dan hanya dapat dipergunakan berdasarkan
pertimbangan dokter hewan karantina.
Persyaratan Penetapan Instalasi
Karantina
 Instalasi Karantina terdiri atas lahan, bangunan, peralatan, dan
sarana pendukung.
 Lahan, bangunan, peralatan, dan sarana pendukung dapat
ditetapkan sebagai Instalasi Karantina milik Pihak Lain setelah
memenuhi persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.
 Sedangkan untuk Instalasi Karantina milik Pemerintah ditetapkan
setelah memenuhi persyaratan teknis yang berlaku.
Persyaratan Administrasi, meliputi:
Akta pendirian perusahaan dan perubahannya untuk badan
usaha, atau kartu identitas untuk perorangan;
Izin Gangguan Lingkungan (Hinder Ordonantie/HO), kecuali
yang berlokasi di kawasan berikat, dan kawasan industri;
Rekomendasi lokasi dari dinas kabupaten/kota yang
membidangi fungsi kesehatan hewan; dan
Surat pernyataan penguasaan lahan dan bangunan serta
tidak berstatus sengketa, sesuai format-1.
Persyaratan Teknis
 Persyaratan teknis terdiri atas persyaratan lahan, bangunan,
peralatan, dan sarana pendukung yang disesuaikan dengan jenis
media pembawa; risiko penyebaran HPHK, kesejahteraan hewan,
atau keamanan produk melalui kajian risiko; dan sosial budaya dan
lingkungan.

Persyaratan lahan sebagai berikut:


 Memiliki sumber air yang cukup sesuai dengan peruntukannya;
 Berada di lokasi bebas banjir dan berdrainase baik;
 Tersedia akses jalan yang dapat dilalui kendaraan roda empat atau
lebih;
 Tersedia fasilitas bongkar muat; dan
 Tidak berada dekat dengan sentra peternakan dan perusahaan
peternakan, untuk instalasi karantina bagi hewan.
Persyaratan bangunan sebagai berikut:
Berpagar keliling yang kuat dan rapat;
Tersedia tempat untuk melakukan tindakan karantina;
Mempunyai sirkulasi udara yang sehat;
Atap bangunan terbuat dari asbes, genteng atau sejenisnya;
Konstruksi bangunan harus memperhatikan keselamatan dan
keamanan petugas;
Mempunyai papan nama instalasi karantina sesuai dengan
spesifikasi, sesuai format-2; dan
Mudah dibersihkan atau disucihamakan.
Instalasi Karantina untuk Hewan harus:
 Menyediakan kandang isolasi, gudang pakan, dan tempat untuk
melakukan tindakan pemeriksaan, pengamatan, perlakuan, dan
pemusnahan;
 Mempunyai lantai kandang yang kuat, tidak licin dan dengan
kemiringan 20 sampai dengan 40;
 Mempunyai konstruksi bangunan kandang yang memperhatikan
keselamatan hewan;
 Aman dari gangguan lingkungan yang dapat menimbulkan stres;
dan
 Memenuhi kebutuhan dasar fisik, psikologis hewan dan
lingkungan yang memberikan rasa aman, nyaman, bebas dari
rasa sakit, ketakutan, dan tertekan.
Instalasi Karantina untuk BAH dan HBAH harus:
 Tersedia fasilitas pemeriksaan dan gudang atau tempat
penyimpanan; dan
 Dapat menjamin produk di dalamnya tidak mengalami
perubahan fisik, mutu, serta memperhatikan aspek keamanan
pangan dan kehalalan bagi yang dipersyaratkan.
Persyaratan peralatan
 Memiliki alat komunikasi dan penerangan listrik;
 Tersedia sarana untuk melakukan tindakan karantina;
 Sarana terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah korosif, mudah
dibersihkan, dan disucihamakan; dan
 Bagi hewan, harus tersedia tempat pakan dan minum yang cukup
sesuai kapasitas kandang.
Persyaratan sarana pendukung
 Memiliki fasilitas pengolahan limbah;
 Konstruksi dan sarana pendukung lain terbuat dari bahan yang kuat,
tidak korosif, mudah dibersihkan dan disucihamakan; dan
 Bagi BAH dan HBAH harus tersedia tempat pemeriksaan
organoleptik
Sedangkan untuk melaksanakan Tindakan Karantina, pemilik
Instalasi Karantina harus menyediakan:
 Dokter hewan dan paramedik kesehatan hewan
 Penanggung jawab pemeliharaan kandang dan hewan dan
petugas penatausahaan/pencatatan kegiatan instalasi
karantina
 Bahan dan peralatan diagnostik.
DOKUMEN KARANTINA HEWAN
 Dalam melaksanakan tindakan karantina hewan dibuthkan
dokumen karantina dan beberapa dokumen lain yang
diterbitkan oleh Petugas Karantina; Kepala UPT atau pejabat
yang ditunjuk; Pemilik Media Pembawa; dan Penanggung Jawab
Alat Angkut.
 Dokumen ini merupakan dokumen dalam rangka tertib
administrasi pelaksanaan tindakan karantina.
 Jenis dan bentuk Dokumen Karantina telah ditetapkan oleh
undang-undang yang berlaku
DAFTAR PUSTAKA
 Afrianto, E. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan. Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
 Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2015. Pedoman Gerakan Nasional
Peduli Obat dan Pangan Aman untuk Dewasa. Badan POM, Jakarta.
 Dasar Pengendalian Mutu Hasil Pertanian dan Perikanan, Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Kementerian Pendidikan dan
Budaya, 2014.
 FEBRI, A. (2015, Mei 27). Cara membedakan susu sapi murni dan campuran.
Diambil kembali dari Blogger:
http://semuainformasimyadress.blogspot.com/2015/05/cara-membedakan-
susu-sapi-murni-dan.html
 Indonesia, P. R., Presiden, P., & Indonesia, R. (1967). Undang Undang No . 6
Tahun 1967 Tentang : Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan Dan Kesehatan
Hewan, (6).
DAFTAR PUSTAKA

 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017


tentang Dokumen Karantina Hewan
 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2015
tentang Instalasi Karantina Hewan
 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1983 tentang
Kesehatan Masyarakat Veteriner. www.hukumonline.com
 SALEH, E. (2004). DASAR PENGOLAHAN SUSU DAN HASIL IKUTAN TERNAK.
Diambil kembali dari USU Digital Library :
http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza2.pdf
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.
bphn.go.id
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai