Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Babi adalah salah satu hewan ternak yang diminati untuk dipelihara oleh

masyarakat. Hal tersebut disebabkan babi dapat dimanfaatkan daging, kulit dan

rambutnya (Sumarsongko, 2009). Usaha peternakan babi merupakan bagian

kebudayaan dalam kehidupan masyarakat di beberapa daerah di Indonesia

khususnya Bali. Secara tradisional ternak babi memiliki peran penting di dalam

kegiatan keagamaan, adat dan sosial. Disamping itu, ternak babi juga merupakan

sumber protein utama yang memiliki kandungan asam amino lebih lengkap dan

salah satu usaha rumah tangga yang penting sebagai sumber penghasilan

(Ratundima et al., 2012). Hal tersebut menjadi faktor utama meningkatnya

peternakan babi di masyarakat.

Ternak babi dan produk olahannya cukup potensial sebagai komoditas ekspor

nasional. Berdasarkan data statistik peternakan tahun 2010, populasi ternak babi

tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (1.637.351 ekor), Bali (930.465

ekor), Sumatera Utara (734.222 ekor), Sulawesi Selatan (549.083 ekor), Papua

(546.696 ekor), Kalimantan Barat (484.299 ekor), Sulawesi Utara (332.942 ekor),

Bangka Belitung (268.220 ekor), Sulawesi Tengah (215.973 ekor), Kepri (185.663

ekor) (Luthan, 2011).

Setiap tahunnya, pemotongan babi juga meningkat rata-rata 5,4%

(anneahira.com tahun 2013). Di Bali, peternakan babi sangat berperan sebagai


sumber bahan pakan asal hewan. Modal yang digunakan untuk beternak babi relatif

lebih murah dibandingan dengan modal yang diperlukan untuk beternak hewan

potong besar lainnya. Selain itu, babi merupakan ternak yang cepat berkembang

biak karena menghasilkan banyak anak yang lahir dari satu kelahiran dan dalam

satu tahun dapat terjadi dua kali beranak (Parakkasi,1990), sehingga masyarakat

cenderung memilih untuk beternak babi.

Umumnya masyarakat yang beternak babi secara tradisional memiliki

pengetahuan yang masih kurang mengenai masalah manajemen, kesehatan, pakan,

serta perkandangan. Hal tersebut menyebabkan sering dijumpai masyarakat yang

mengalami kegagalan dalam beternak babi, terutama terkait dengan masalah

kesehatan atau penyakit ternaknya (Dharmawan, 2013). Memiliki pengetahuan

tentang penyakit yang sering muncul akan sangat membantu dalam mengambil

tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit (Sihombing, 2006). Adapun

penyakit yang dapat menyerang babi diantaranya: hog cholera, streptococcosis,

salmonellosis, maupun kolibasilosis (Doyle dan Dolares, 2006).

Hog cholera adalah penyakit viral pada babi yang bersifat menular dan

berakibat fatal serta memiliki tingkat kematian 100% pada daerah wabah baru

(Ratundima et al., 2012). Penyakit ini disebabkan oleh virus dari genus Pestivirus,

familia Flaviviridae, yang menyerang babi dari segala umur (Sarosa et al., 2004).

Babi liar atau babi hutan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai hospes

yang aman bagi virus untuk tetap bertahan dalam suatu lokasi dan merupakan

sumber penularan bagi babi piaraan (Tarigan et al., 1997). Hog cholera merupakan

penyakit yang menjadi prioritas utama secara nasional dalam pengendalian dan
pemberantasan, disamping penyakit Rabies, Avian Influenza, Brucellosis dan

Anthrax (Dirjen Peternakan, 2007).

Hog cholera dapat ditemukan di negara-negara Afrika Timur, Afrika Tengah,

Cina, Asia Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, Mexico dan Amerika Selatan

(Edward et al., 2000). Di Indonesia, hog cholera dilaporkan pertama kali pada tahun

1994 terjadi di pulau Sumatra dan secara bertahap menyebar ke Jawa awal tahun

1995, Bali dan Kalimantan pada akhir tahun 1995 dan Papua tahun 2004 (Daff,

2008).

Kasus kematian ternak babi yang terjadi pada tahun 1994 sampai dengan

tahun 1996, merupakan pukulan berat bagi para peternak babi. Penyebab utama

kematian babi pada saat itu adalah infeksi virus hog cholera (Supar, 1997). Penyakit

ini cepat menyebar dan sulit dikendalikan karena virus persistensi di dalam limfosit

dalam periode yang sangat lama. Di samping itu, hog cholera menyebabkan

imunosupresif (Dunne, 1975) yaitu kondisi di mana sistem kekebalan tubuh

terdepres sehingga memudahkan masuknya agen-agen patogen lainnya.

Hog cholera merupakan penyakit menular terpenting dan berdampak

ekonomi tinggi di seluruh dunia (Fenner et al., 1993). Program pengendalian

penyakit melalui program vaksinasi dan pemusnahan memerlukan biaya yang

besar. Pengendalian wabah membutuhkan biaya sampai 2,3 miliyar USD (CFSPH,

2007).

Pencegahan yang efektif untuk mengatasi penyakit hog cholera adalah

vaksinasi dan stamping out (Subronto, 2003). Selain itu, pencegahan dan
pemberantasan penyakit dapat pula disertai dengan tindakan zoo sanitasi dan

penerapan tindakan polisi veteriner (Terpstra, 1991). Vaksinasi dilakukan untuk

mengurangi jumlah wabah pada daerah enzootik dan vaksinasi dilarang pada daerah

yang bebas dari penyakit hog cholera. Vaksinasi yang telah dilakukan perlu dikaji

dan dievaluasi melalui pemeriksaan titer antibodi dari babi yang telah divaksin

(Ratundima et al., 2012). Titer antibodi ditentukan oleh beberapa faktor yaitu jenis

antigen vaksin yang digunakan dan maternal antibodi pra-vaksinasi.

Penelitian ini menggunakan dua vaksin hog cholera aktif yaitu strain C tipe

A dan strain C tipe B. Vaksin hog cholera diinjeksikan kepada babi umur 3 minggu

dan titer antibodi dari babi yang divaksinasi dengan strain C tipe A dibandingkan

dengan titer antibodi dari babi yang divaksinasi dengan strain C tipe B.

Perbandingan titer antibodi dari babi tersebut bertujuan untuk mengetahui

protektivitas dari vaksin hog cholera yang telah diberikan.

1.2. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan

Tujuan praktik lapang ini adalah untuk mengetahui tatalaksana

penanggulangan penyakit pada ternak babi di Desa Guntungmanggis, Landasan

Ulin Kota Banjarbaru.

Kegunaan

Dapat memberikan informasi berbagai jenis penyakit yang terserang pada

ternak babi serta bagaimana cara menanggulanginya (pencegahan dan pengobatan).


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Pada Ternak Babi

Penyakit pada ternak babi umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, dan

parasit. Selain dari organism pembawa penyakit, manajemen pemeliharaan yang

kurang baik turut berpengaruh pada kesehatan ternak babi.

Memiliki pengetahuan tentang penyakit yang lazim atau penyakit yang sering

muncul pada ternak babi akan sangat membantu dalam mengambil tindakan

pencegahan dan pengendalian penyakit (Sihombing, 2006).

Penyakit ternak babi ada bermacam-macam jenisnya baik itu penyakit

menular maupun penyakit tidak menular. Penyakit- penyakit tersebut bisa

disebabkan oleh berbagai hal, dari dalam babi itu sendiri ataupun faktor dari luar

seperti serangan virus dan bakteri.

Untuk dapat berhasil dalam ternak babi, perlu untuk mengendalikan berbagai

penyakit yang sering muncul dalam peternakan (Subronto dan Tjahajati, 2001).

Menurut Dharma dan Putra (1997), terjadinya suatu penyakit dipengaruhi

oleh berbagai faktor yang sangat kompleks. Secara umum terdapat tiga faktor yang

saling berkaitan, yaitu agen penyakit, hospes dan lingkungan, yang sering disebut

sebagai segitiga epidemiologi.


2.2. Pencegahan Dan Penanggulangan

Melaksanakan upaya pencegahan penyakit adalah lebih baik daripada

membiarkan ternak sakit baru mengobatinya, karena apabila sampai babi yang

dipelihara mengalami sakit, peternak akan rugi tenaga, waktu dan biaya (Atiyah,

2001).

Pengendalian penyakit pada ternak babi didasarkan pada pengujian dan

pemisahan serta pengafkiran ternak yang terinfeksi (Sihombing, 2006).

Menurut Tarmudji dkk (1988), upaya-upaya pencegahan penyakit secara

umum adalah sebagai berikut:

a. Babi yang dipelihara hendaknya berasal dari kelompok babi yang sehat, tidak

pernah terjangkit suatu penyakit.

b. Kandang selalu dibersihkan setiap pagi, sebaiknya sebelum makan diberikan.

c. Kandang tidak becek; Jumlah ternak babi dalam kandang harus sesuai dengan

luas kandang.

d. Ransum setiap hari diberikan dalam jumlah dan mutu yang sesuai dengan

kebutuhan ternak babi.

e. Berikan obat cacing dan pencegahan penyakit/vaksin secara teratur.

f. Bila ada kelainan segera hubungi petugas peternakan.


Pada prinsipnya penyakit yang menyerang babi bisa digolongkan menjadi

dua:

1. Penyakit Tak Menular

Misalnya penyakit akibat kekurangan zat-zat makanan tertentu (deficiency)

seperti anemia, bulu rontok, rachitis, keracunan, dan lain – lain.

2. Penyakit Menular

Yakni penyakit yang disebabkan oleh gangguan dari suatu organisme

(bakteri, virus dan parasit) seperti cacing, kutu, lalat dan lain - lain.

Dibawah ini akan diutarakan beberapa penyakit, baik penyakit menular

maupun tak menular yang biasa menimpa dan merugikan usaha ternak babi :

Anemia (Penyakit Kekurangan Darah)

Penyakit ini banyak dialami oleh babi babi kecil, sekitar umur 3 minggu.

Penyebab:

a. Biasanya kekurangan zat besi dan tembaga, dimana babi tak ada kesempatan

mendapatkan tambahan mineral dari dalam tanah.

b. Babi induk air susunya hanya sedikit mengandung zat besi.

Gejala:

a. Pucat

b. Diare (mencret)

c. Pertumbuhan terganggu dan kekurangan berat badan


d. Babi banyak berbaring dan buang kotoran disekitar tempat mereka berbaring.

Pencegahan dan Pengobatan:

a. Babi bunting diberi makanan tambahan mineral yang bnayak mengandung zat

besi dan tembaga.

b. Anak babi bisa diberi zat besi dan tembaga dengan jalan injeksi: misalnya

pigdex, dengan dosis: untuk anak babi umur 2 - 4 hari 1cc / ekor (tindakan

pencegahan), umur 5 - 28 hari 1-2 cc / ekor dengan cara injeksi intramuscular

dibagian pantat (untuk tindakan penyembuhan).

Catatan:

a. Anemia yang akut dapat menimbulkan kematian dengan tiba-tiba.

b. Sedangkan yang kronis bisa mengakibatkan babi menderita scours (mencret).

Agalactia

Penyakit ini adalah penyakit babi induk yang habis melahirkan dimana

mengalami kegagalan didalam mengeluarkan atau memproduksi air susu.

Penyebab:

a. Oleh Eshericho coli.

b. Karena keracunan didalam usus akibat kontaminasi (tak biasa buang kotoran),

yang kemudian terus diikuti dengan hilangnya nabsu makan dan kadang-kadang

panas guna mengatasi konstipasi bisa diberi obat peluncur, misalnya: garam

inggris.
c. Akibat peradangan pada uterus (metritis). Ternak yang bersangkutan sakit

kehilangan nabsu makan temperatur tubuh naik: 106° F yang normal 102° F –

103°F. Dari vulva keluar cairan yang berwarna kemerahan atau kekuningan.

Peradangan uterus ini biasanya diikuti peradangan ambing (mastitis)

mengakibatkan kegagalan air susu (Agalactia), maka penyakit ini juga disebut

MMA Complek (Mastitis Metritis Agalactia Complek).

Gejala Umum:

a. Gejala pertama biasanya nampak 3 hari sesudah melahirkan, walaupun sering

dapat terlihat belum melahirkan atau sebelum anak-anak disapih.

b. Temperatur 103°F – 106°F ; Babi tak mau makan, air susu sedikit atau gagal

sama sekali

c. Dari vagina keluar nanah (pus) berwarna keputihan atau kekuning-kuningan.

d. Anak babi mencret.

e. Kadang-kadang tidak diketahui sampai anak babi kelaparan

Pencegahan dan Pengobatan:

a. Makanan baik, dan kebersihan harus terjamin.

b. Untuk menghindarkan konstipasi, babi bisa diberi obat peluncur, atau cairan gula

(gula tebu) 6-10%, pada ransum, garam inggris.

c. Pengobatan dengan injeksi antibiotik (penicilin, penstrep, terramycin, sulmet)


Catatan:

a. Untuk menstimulir air susu bisa diberi suntikan dengan Oxytocin 5-10 I.U dan

25 mg stillbestrol.

b. Peristiwa ini akan menimpa semua anak babi yang melahirkan . oleh karena itu

anak babi harus diberi susu extra.

Rheumatik

Penyebab:

a. Babi kurang mendapat sinar matahari, adanya udara lembab, dan ventilasi yang

kurang sempurna merupakan penyebab faktor yang penting.

b. Makanan serba kurang baik.

c. Ternak sering menderita Erysipelas.

Gejala:

a. Napsu makan berkurang dan kehilangan berat badan.

b. Konstipasi, dan air kencing agak menjadi keruh.

c. Sering menunjukkan gejala dimana babi selalu berbaring dan berteriak bila

ditekan urat-urat sepanjang tulang belakang.

Pencegahan dan Pengobatan:

a. Ransum harus baik, lebih-lebih vitamin A dan D haris cukup.

b. Kandang bersih, hangat dan kering.

c. Pengobatan dengan penicilin injeksi dan sulfa.


Scours (Mencret)

Scours adalah suatu gejala penyakit enteritis yang ditandai adanya

peradangan usus, scours banyak menyerang anak babi atau babi-babi muda.

Penyebab:

Untuk mengetahui penyebab dan gejalanya secara khusus sangat sulit, karena

sebenarnya scour itu ada berbagai tipe yang masing - masing penyebabnya tak

sama. Akan tetapi perlu diketahui bahwa yang mempercepat scours atau enteritis

ini adalah karena sanitasi kurang diperhatikan, kelembaban udara, kedinginan, alas

kandang kurang, makanan yang tak memenuhi syarat, kurang zat besi (anemia),

stress.

Tipe-Tipe Scours atau Enteritis:

1. Non Infectious Enteritis, jenis penyakit ini pertama-tama timbul akibat makanan

yang tak menjamin, terutama kekurangan vitamin B, yang mengakibatkan

scours. Walaupun scours ini tak berinfeksi (Non Infectious Scours) tetapi sangat

mengurangi daya tahan tubuh yang akhirnya mudah kena infeksi enteritis dan

penyakit lain.

2. Infectious Enteritis

- Nonspectious Enteritis disebabkan oleh berbagai jenis bakteri (tak khusus

oleh salah satu bakteri), yang sudah berjangkit akibat stress.

- Necrotic Enteritissering disebut necro yang disebabkan oleh bakteri

Salmonella.

a) Banyak menyerang babi umur 2-6 bulan.


b) Kotoran berbau busuk, dan berwarna agak hitam keabuan.

c) Kotoran sering bercampur jaringan2 usus yang telah lepas.

3. Desentri yakni scours yang berinfeksi parah. Kadang - kadang penyakit ini

disebut bloody atau black scours, yang disebabkan oleh bakteri vibrio dan bisa

dari bakteri lain (salmonella bakteri). Bakteri ini mengakibatkan mencret

berdarah yang sangat membahayakan atau menimbulkan kematian.

4. Transmisible Gastro Enteritis (T.G.E) yakni penyakit Enteritis yang disebabkan

oleh virus. Babi disegala umur bisa diserang TGE pada babi muda kematian

akibat TGE bisa mencapai 100%.

Pencegahan dan pengobatan:

a. Menjaga kebersihan kandang dengan menggunakan desinfektan (lysol, creolin)

untuk menyemprot dan kandang selalu kering.

b. Terhadap anak babi, hendaknya selalu diberi alas lantai dari rumput, brambut,

serbuk gergaji, dsb, yang selalu diganti agar mereka tetap hangat dan bersih.

c. Makanan diberi TM 10 dengan dosis 5-10 gram per 100 kg ransum, atau

Aureomycin.

d. Pengobatan dengan:

- Sulmet injeksi; Aureomycin Soluble Powder pada air minum.

- Aureomycin selama 15 hari ( dosis biasanya ada petunjuk dari perusahaan).

- Antibiotic lainnya (Penstrep, Penisilin, Terramycin, Sul-Q-Nox, Noxal)


Catatan:

a. Stress: ialah tekanan jiwa pada diri ternak yang sangat merugikan akibat terkejut

diperjalanan (transport), kedinginan, penyapihan, kastrasi, vaksinasi, pergantian

udara, atau pergantian makanan yang mendadak.

b. Dosis Aureomycin:

- Pencegahan: 1 sendok teh Aureomycin Soluble Powder dalam 8 liter air

minum.

- Penyembuhan: 2 sendok teh Aureomycin Soluble Powder dalam 4 liter air

minum.

White Scours (Mencret Putih)

Penyebab:

Bakteri Escherichia Coli. Bakteri ini bisa masuk lewat tali pusat yang sakit

(infeksi). Dan biasanya babi kecil mudah menderita mencret putih akibat mereka

kedinginan, lantai lembab, makanan induk jelek, dsb. Atau anak babi terlampau

banyak menyusu.

Gejala:

a. Kotoran merupakan cairan yang berwarna putih seperti kapur.

b. Tak mau menyusui terhadap induk dan nampak sangat lemah.

c. Kepala ditundukkan.
Pencegahan dan Pengobatan:

a. Kandang diusahakan selalu kering dan hangat, lantai diberi alas dan sering ganti,

tidak sampai menjadi kotor ataupun basah akibat air kencing.

b. Makanan diberi tambahan aureomycin, TM 10.

Catatan:

White Scours biasanya diikuti penyakit Anemia, TGE, Necro, Desentri dan

penyakit lainnya.

Cholera

Penyebab: Virus Gejala:

a. Temperatur tubuh naik 104-1080F.

b. Napsu makan hilang dan lemah, sehingga tak mau makan tetapi minum cukup

banyak.

c. Terhuyung-huyung.

d. Pada tubuh bagian bawah (sekitar perut) berwarna merah keunguan seperti

Erysipelas.

e. Kadang- kadang seperti kedinginan yang menyebabkan babi berjejal-jejal atau

saling berimpitan.

Pencegahan dan pengobatan:

Vaksinasi dengan Serum Anti Cholera Babi atau Rovac Hog Cholera.

Sesudah babi berumur 6 minggu, diulangi setahun sekali. Babi-babi dara atau induk

sebaiknya 3 minggu sebelum dikawinkan, sedangkan pejantan bisa sewaktu-waktu.


Brucellosis (Keguguran Menular)

Pada babi, penyakit ini bisa kronis atau subkronis. Yang diserang alat

reproduksi (uterus, ambing, testis).

Penyebab : Bakteri Brusella Suis Gejala:

a. Keguguran, anak mati didalam kandungan atau sangat lemah.

b. Pada jantan atau induk bisa steril yang sifatnya bisa sementara atau permanen,

kadang2 lumpuh pada kaki belakang, jantan ada gejala radang testis.

Pencegahan dan Pengobatan:

a. Sanitasi.

b. Belilah bibit yang bebas dari penyakit Brucellosis.

c. Vaksinasi.

d. Obat belum diketemukan.

Pneumonia (Penyakit Radang Paru-Paru)

Suatu penyakit yang bisa menyerang segala binatang, termasuk ternak babi.

Bila tanpa pengobatan, 50-70% ternak babi akan mati.

Penyebab:Mikroorganisme, Virus, cacing paru-paru (lungworms) Gejala:

a. Batuk-batuk, pernapasan berbunyi dan terengah-engah, pernapasan cepat dan

dangkal.

b. Kaki nampak terbuka lebar.

c. Konstipasi.

d. Nafsu makan hilang.


e. Temperatur tubuh tinggi, moncong dan hidung panas serta kering.

f. Kulit dan bulu kasar, kering.

Pencegahan dan pengobatan:

a. Pemeliharaan yang baik terutama kebersihan didalam kandang dan

sekelilingnya.

b. Ternak babi yang sakit ditempatkan di tempat yang bersih, dan tak berangin.

c. Makanan yang mudah dicerna dan diberi Aureomycin atau TM 10, guna

mencegah infeksi pada saat stress.

d. Pengobatan dengan terramycin atau sulmet injeksi; agribon (mengandung

sulfadimethoxine, vitamin A dan K).

Catatan :

Dosis Agribon: 1 gr agribon per 10 kg berat badan, setelah 24 jam 0,5 per 50

kg berat badan setiap hari selama 3 hari berturut-turut atau sampai sembuh.

Erysipelas

Penyebab: Erysipelothrix insidiosa, bakteri ini sering terdapat pada usus

kelenjar leher, radang empedu.

Gejala:

Gejala penyakit ini ada 3 fase.

1. Akut

a. Menyerupai babi yang menderita cholera.

b. Temperatur tubuh tinggi (40oC) c).


c. Ternak babi menyendiri dan selalu berbaring tetapi ada yang masih gesit

dan bila didekati merasa terganggu, lalu pindah tempat sambil teriak

kesakitan.

d. Bila berjalan, kaki menunjukkan kekakuan, terhuyung-huyung atau jatuh

atau kadang – kadang lumpuh.

e. Nafsu makan turun atau tak makan sama sekali.

f. Kotoran keras, dan bagi babi muda encer.

g. Kulit (diamond skin) nampak pada hari ke 2-3 sesudah inkubasi, yakni

kulit luka kecil, berwarna merah muda, kemudian menjadi ungu tua, bila

diraba keras. Biasanya pada bahu, samping tubuh dan perut.

h. Sering mendengkur, karena hidung bengkak.

i. Diikuti dengan kematian yang tiba-tiba.

2. Sub Akut

a. Tanda-tandanya seperti pada yang akut, tetapi tidak begitu ganas bila

dibandingkan dengan yang akut.

b. Temperatur tubuh tak begitu tinggi, dan nafsu makan masih normal.

c. Beberapa luka nampak seperti segi empat, apabila mengering, pada telinga,

ekor, bisa mengelupas.

d. Bila tak berkomplikasi, biasanya sembuh.

3. Kronis

Yang kronis biasanya mendapat serangan lokal seperti pada jantung atau

persendian lutut, tumit kaki belakang dan kuku, sehingga mengakibatkan

kelumpuhan.
Pencegahan dan Pengobatan:

a. Karena organisme itu dapat menyebar didalam tanah ataupun pada ternak, maka
agak sulit dilakukan pencegahan.

b. Bila ada ternak babi yang menderita serangan penyakit tersebut, harus segera di
isolasi.

c. Obati dengan Serum Erysipelas (Susserin), injeksi subcutaneous atau


intrapenous. Dosis tergantung berat badan, 10-40 cc atau lebih.

d. Bisa diberi sulfa, penicilin, streptomycin.

Penyakit Mulut dan Kuku (Apthae Epizootticae)

Penyebab : Virus (cepat menular)

Gejala:

a. Nampak perubahan pada mulut dan kuku.

b. Selaput lendir dalam mulut, bibir, langit-langit, lidah dan pada gusi timbul lepuh

merah yang berisi cairan kuning sesudah 2-3 hari.

c. Sering keluar ludah seperti benang bercampur lendir atau berbuih.

d. Timbul luka-luka diantara kuku dan kulit-kulit kaki, akibatnya pincang dan

berbaring saja.

e. Kadang - kadang pada ambing timbul luka dan lepuh juga.

f. Temperatur tubuh naik dan napsu makan hilang.


Pencegahan dan pengobatan:

a. Semua kandang beserta peralatannya harus selalu bersih, didesinfektir (cairan

caustic soda 2%).

b. Ternak yang mati akibat AE harus ditanam.

c. Vaksinasi setahun sekali.

d. Obat antibiotic (penicilin powder), obat khusus belum diketahui.

Penyakit Cacin Bulat (Ascarids)

Banyak menyerang babi-babi muda hingga mengakibatkan kematian.

Gejala:

a. Timbul gejala pneumonia, bila mendapat serangan larva hebat.

b. Pertumbuhan sangat lambat.

c. Anak babi menjadi kurus dan perut buncit.

d. Mencret dan napsu makan berkurang.

e. Selaput mata pucat.

Pencegahan dan Pengobatan :

a. Kandang harus bersih, dengan disemprot desinfektan (lysol, kreolin, yodofoor).

b. Kalau anak babi hendak dilepas, jangan dilepas ditempat yang biasa untuk

mengumbar babi-babi dewasa.

c. Pengobatan dengan piperazine yang dilarutkan air. Dosis tergantung berat

badan: biasanya ada keterangan dari perusahaan.


Scabies (Kudis)

Penyakit ini mudah berjangkit atau menular pada babi muda ataupun babi

yang kekurangan zat-zat makanan yang diperlukan.

Penyebab: Semacam kutu kecil, yang tak terlihat oleh mata.

Gejala:

a. Nafsu makan ternak babi menurun, sehingga pertumbuhan kurang normal.

b. Timbul suatu goresan yang gatal, karena kutu menembus kulit.

c. Permukaan kulit yang sakit timbul keruping yang tebal, keras, kencang dan kulit

berkerut (melipat).

Pencegahan dan Pengobatan:

a. Ternak yang sakit harus diisolasi, supaya tak menular kepada yang lain.

b. Kandang harus dibersihkan, disemprot atau didesinfektan dengan lysol, kreolin,

dan lain - lain. Sebab walaupun babi yang sakit diobati, apabila kandang masih

kotor atau pada dinding masih banyak kutu-kutunya, maka pengobatan tersebut

kurang menguntungkan.

c. Pengobatan dengan Scabisix, dilumaskan pada kulit dan diulangi sampai

sembuh. Dosis 10cc Scabisix dicampur 1 liter air (30 hari sebelum dipotong tak

boleh dipakai).

Anda mungkin juga menyukai