Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KESMAVET

MEAT BORNE DISEASE

Disusun Oleh

Devand ainur riza : 611.17.023

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN MANDALIKA

MATARAM

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas rahmat, taufik dan hidayah-
Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah mata kuliah kesehatan masyarakat
veteriner. Selanjutnya sholawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad
SAW. sebagai pimpinan umat dan perantara menuju kebenaran Ilahi.
Tak lupa kami ucapan terimakasih kepada dosen mata kuliah kesehatan masyarakat
veteriner,orang tua, serta teman-teman yang sudah memberi konstribusi baik langsung maupun
tidak langsung dalam pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dalam
waktu yang telah ditentukan.
Penyusunan makalah ini tidak lain bertujuan untuk memberitahukan tentang “meat borne
disease” Kami menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesmpurnaan.
Untuk itu, besar harapan kami jika ada kritik maupun saran dari dosen maupun teman-teman
sekalian yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah kami. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam mata kuliah kesehatan masyarakat
veteriner.

Lombok tengah, 8 Desember 2019


Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah .........................................................................4
1.3. Tujuan..........................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertin food borne disease……………….........................................5
2.2 Penyebab food borne disease.............................................................5
2.3 Mencegah food borne disease.............................................................9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…...............................................................................16
3.2 Saran ............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA….............................................................................................17
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan esensial untuk berbagai kegiatan tubuh manusia, oleh
karena itu pangan harus terjamin bebas dari berbagai cemaran biologis, kimiawi, fisik, dan bahan
berbahaya lainnya yang dapat mengganggu kesehatan. Adanya berbagai cemaran berbahaya pada
pangan dapat mengakibatkan munculnya meatborne disease, yaitu penyakit pada manusia yang
disebabkan oleh daging yang tercemar. Cemaran biologis pada daging dapat berupa bakteri,
virus, parasit, kapang, atau cendawan. Cemaran biologis yang paling berbahaya dan dapat
mengakibatkan wabah penyakit pada manusia ialah bakteri patogenik, antara lain Salmonella
spp., Escherichia coli, Bacillus anthracis, Clostridium spp., Listeria
monocytogenes,Campylobacter spp., Vibrio cholerae, Enterobacter sakazakii, Shigella, dll.
Bahan pangan yang terkontaminasi bakteri patogenik jika dikonsumsi oleh manusia akan
menimbulkan gejala klinis antara lain berupa sakit perut, mual, muntah, diare, kram (kejang)
perut, sakit kepala, tidak ada nafsu makan, demam, bahkan dapat mengakibatkan dehidrasi.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan meat borne disease?
2) Apa saja penyebab meat borne disease?
3) Bagaimana cara mencegah meat borne disease?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari meat borne disease
2. Untuk mengetahui penyebab meat borne disease
3. Untuk mengetahui cara mencegah meat borne disease
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian meat borne disease bersifat keracunan
Meat borne disease adalah penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi daging yang
tercemar. Meat borne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau mikroba
patogen yang mengkontaminasi daging. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya lain
dapat menyebabkan meatborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam makanan.
2.2 Penyebab food borne disease
1) Bakteri
Salmonella spp.
Infeksi Salmonella dapat bersifat fatal, terutama bagi bayi berumur kurang dari satu
tahun. Selain dipengaruhi umur, juga bergantung pada jumlah bakteri yang masuk. Salmonella
typhi dan S. paratyphi menyebabkan demam tifoid, lebih dikenal dengan penyakit tifus. Masa
inkubasinya 7 – 28 hari, rata-rata 14 hari. Gejala klinis berupa pusing, diare, mual, muntah,
konstipasi, pusing,demam tifoid/demam tinggi terus-menerus Adapun Salmonella nontifoid yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella lain.
Escherichia coli
Escherichia coli (E. coli) pertama kali ditemukan oleh Theobold Escherich tahun 1885
dari feses bayi. Bakteri ini bersifat komensal yang terdapat pada saluran pencernaan hewan dan
manusia. Bakteri E. coli masuk dalam salah satu bakteri indikator sanitasi. menjadi 5 kelompok:
kelompok E. coli patogen yaitu E. coli enteropatogenik (EPEC), E. coli enterotoksigenik
(ETEC), E. Coli enteroinvasif (EIEC), E. Coli hemoragik (EHEC), dan E. Coli enteroaggregatif
(BETTELHEIM, 1989). Infeksi bakteri tersebut diduga merupakan faktor utama penyebab
malnutrisi pada bayi dan anak-anak di negara berkembang. Gejala umum infeksi E. coli
diantaranya diare berdarah, muntah, nyeri abdomen, dan kram perut. Infeksi E. coli pada bayi,
anak-anak, lanjut usia, individu immunocompromised (system kekebalan tubuh rendah) seperti
penderita HIV/AIDS, dapat menimbulkan komplikasi yang menyebabkan kematian. Laporan
hasil monitoring dan surveilans yang dilakukan di beberapa lokasi di Indonesia menunjukkan
bahwa bakteri E. coli patogen telah mencemari beberapa produk asal ternak seperti daging sapi,
susu sapi, hati sapi, daging ayam, telur ayam, dan hati ayam. Kondisi ini sebenarnya telah
menyalahi aturan yang ditetapkan oleh pemerintah yang mensyaratkan bahwa E. coli pada bahan
pangan, terutama susu segar, harus nol/negative.
Bacillus anthracis
B. anthracis menyebabkan penyakit antraks pada hewan dan manusia. Bakteri ini sensitif
terhadap lingkungan, tidak tahan panas, dan mati dengan perebusan selama 2 – 5 menit.
Sporanya sangat tahan selama bertahun-tahun pada suhu pembekuan, di dalam tanah dan kotoran
hewan, Bahkan, spora tersebut tahan 25 – 30 tahun di dalam tanah kering, sehingga dapat
menjadi sumber penularan penyakit baik bagi manusia maupun ternak.
Penularan penyakit dapat diawali dari tanah yang mengandung spora B. anthracis
menginfeksi luka, terhirup pernafasan ataupun bersama makanan yang tercemar masuk saluran
pencernaan. Gejala penyakit antraks pada manusia dikenal 3 tipe/bentuk; yaitu tipe kulit
(kutaneus), pernafasan (respirasi), dan pencernaan (intestinal). Gejala yang dapat diamati pada
tipe kutaneus adalah bentuk kulit bersifat lokal, timbul bungkul merah pucat (karbungkel) yang
berkembang menjadi nekrotik dengan luka kehitaman (black center). Luka dapat sembuh
spontan dalam 2 – 3 minggu. Gejala klinis tipe pernafasan berupa sesak nafas di daerah dada,
batuk, dan demam. Penyakit antraks tipe ini umumnya ditemukan pada pekerja penyortir bulu
domba (wool sorter’s disease) dan penyamak kulit Gejala bentuk pencernaan berupa nyeri di
bagian perut, demam, mual, muntah, nafsu makan menurun, diare berdarah karena inflamasi
pada usus halus.
Clostridium spp.
Bakteri Clostridium perfringens dan C. Botulinum umum terdapat di alam, misalnya
tanah, sampah, debu,kotoran hewan dan manusia, serta bahan makanan yang berasal hewan.
Bakter ini menghasilkan 5-7 jenis enterotoksin tipe A, B, C, D, E, dan F, dan sebagai penyebab
keracunan makanan pada hewan dan manusia. C. Botulinum menghasilkan 7 jenis toksin tipe A,
B, C, D, E, F, dan G. Tipe A, B, E, dan F menghasilkan botulinum yang berbahaya bagi
manusia; tipe C menyebabkan botulinum pada burung, kura-kura, sapi, domba, dan kuda; tipe D
banyak menyerang sapi dan kambing di Australia dan Afrika Selatan; sedangkan tipe G jarang
dilaporkan Gejala botulisme biasanya timbul 12 jam sampai 1 minggu, dengan rata-rata 12 – 24
jam setelah mengkonsumsi makanan yang mengandung toksin botulinum. Gejala tersebut dapat
berupa perut mulas, muntah, diare, dan dilanjutkan dengan serangan syaraf (neurologis). Masa
inkubasi bisa lebih cepat antara 6 – 10 jam, terutama pada makanan yang mengandung toksin
tipe E. Kadang-kadang timbul gangguan badan seperti lemas,pusing, vertigo, dan penglihatan
berkunang-kunang.
Botulinum juga dapat menyebabkan kelumpuhan (paralisis) pada tenggorokan sehingga tidak
dapat menelan, selanjutnya diikuti oleh kelumpuhan otot yang menyebabkan lidah dan leher
tidak dapat digerakkan. C. perfingens juga umum ditemukan di alam,bahkan dapat ditemukan
pada permukaan tubuh orang sehat. Bakteri ini merupakan penyebab utama keracunan makanan
pada manusia. Enterotoksin perfringens tipe A sangat berbahaya dan banyak mencemari pangan,
serta dapat menyebabkan gangren. Gejala keracunan karena enterotoksin perfringens dapat
berupa sakit perut bagian bawah, diare dan pengeluaran gas serta jarang disertai dengan demam
dan pusing-pusing. Gejala keracunan enterotoksin perfringens timbul 8 – 24 jam, dengan rata-
rata 12 jam setelah mengonsumsi pangan yang mengandung toksin perfringens.
Listeria monocytogenes
Bakteri Listeria monocytogenes banyak ditemukan di alam seperti tanah, air dan
tumbuhan, serta dapat hidup dalam jangka lama dalam kondisi minimal dengan suhu -4°C.
Infeksi L. nomocytogenes pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1980-an, yaitu
dengan adanya wabah listeriosis di Jerman yang dikaitkan dengan konsumsi susu mentah. Masa
inkubasi penyakit antara 2 – 6 minggu. Gejala yang timbul pada listeriosis berupa mual, muntah,
diare, demam, dan gejala influensa. Bakteri ini banyak dijumpai dalam susu, daging sapi, daging
unggas, ikan laut dan produknya, serta makanan siap saji.
Campylobacter spp.
Campylobacter merupakan bakteri penyebab kampilobakteriosis. Bakteri ini ditemukan
dalam saluran pencernaan hewan. Ada 3 spesies yang telah diidentifikasi sangat berbahaya pada
hewan dan manusia, yaitu C. jejuni, C. coli, dan C. upsaliensis. C. jejuni dikenal sebagai
penyebab gastroenteritis dan keguguran pada domba.
Masa inkubasi kampilobakteriosis antara 1 – 10 hari setelah makan-makanan yang
terkontaminasi bakteri tersebut secara oral. Gejala sakit dapat bervariasi dari yang ringan sampai
parah. Kematian jarang terjadi akibat infeksi ini. Gejala klinis ditandai dengan diare encer
(kadang-kadang disertai darah), demam, sakit abdomen, mual, sakit kepala, dan ngilu/ sakit pada
otot.
Enterobacter sakazakii
Bakteri E. sakazakii termasuk ke dalam golongan bakteri yang hidup dalam saluran
pencernaan manusia dan hewan. Bakteri ini banyak menyerang bayi dengan gejala diare dan
meningitis, terutama pada bayi baru lahir dan prematur. Makanan yang serin tercemar adalah
makanan/susu bayi formula. infeksi E. sakazakii pada makanan/susu bayi formula disebabkan
oleh adanya kontaminasi yang terjadi setelah proses pembuatan makanan tersebut. Infeksi E.
sakazakii pada bayi dapat mengakibatkan meningitis, nekrotik enterokolitis, dan sepsis,
sedangkan pada beberapa kasus dapat pula mengalami kesembuhan. Disamping itu, E. sakazakii
dapat menghasilkan enterotoksin yang dapat mengakibatkan kelainan-kelainan pada syaraf
secara permanen (permanent neurological differencies)
Shigella spp.
Shigella spp. merupakan bakteri patogenik yang dapat mengakibatkan shigellosis
(disentri basiler) pada manusia dan hewan. Sejak tahun 1896 beberapa jenis Shigella lain
ditemukan; seperti S. dysenteriae,S. flexneri, S. boydii, dan S. sonnei. Gejala shigellosis
bervariasi dari yang ringan sampai yang parah; seperti nyeri abdomen, muntah, demam, diare
dari yang cair (S. sonnei) sampai sindrom disentri yang disertai dengan tinja yang mengandung
darah, mukus, dan pus. Pada keadaan tertentu dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan
elektrolit dalam darah hingga terjadi dehidrasi.
Virus
virus berkembang biak hanya pada inang yang sesuai dan tidak dapat tubih diluar inang
beberapa virus dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan ciri-cirinya hampir sama dengan
yang di timbulkan oleh bakteri. Sebagian virus juga dapat menginfeksi tanpa adanya simpton
sampai virus tersebut menyerang jaringan sel yang lain,misanya jaringan saraf,melalui aliran
darah. Transmisi virus yang dapat menyebabkan gangguan pencernaan dapat melalui aerosol
atau kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
parasit
Adapun parasit cacing kelas Trematoda yakni Fasciola hepatica dapat mengontaminasi
makanan. Telur cacing F. hepatica dari feses hospes definitif (hewan ternak), di lingkungan
berair akan matang dan berkembang menjadi mirasidium. Mirasidium menginvasi tubuh hospes
intermediet (siput) untuk berkembang menjadi serkaria, keluar dari tubuh siput dan menjadi
metaserkaria. Metaserkaria akan beredar pada berbagai tanaman, atau rumput-rumputan yang
dimakan hewan ternak. Metaserkaria yang menempel pada tanaman atau sayuran yang dimakan
mentah, atau hati hewan ternak yang dimasak tidak matang, akan berpenetrasi ke dalam dinding
saluran pencernaan dan semakin lama akan mencapai hati lalu memakan sel hati dan
menyebabkan anemia berat.
2.3 Cara mencegah meatborne disease
Dengan mengetahui penyebab dan bahaya dari meatborne disease, maka berikut adalah
beberapa langkah umum untuk mengurangi risiko terjadinya meatborne disease, diantaranya:

1. Peningkatan sanitasi
Air yang digunakan harus terjamin kebersihannya karena mikroba juga dapat terbawa
dari air yang digunakan untuk mencuci makanan. Tidak lupa memastikan kebersihan tangan
sebelum kontak dengan makanan atau minuman.

2. Pemanasan makanan mentah


Tujuan pemanasan atau pemasakan bahan makanan hingga benar-benar matang adalah
agar sel vegetatif dan spora mikroba patogen dan pembusuk dapat terbunuh. Dengan pemanasan,
toksin yang terdapat pada bahan makanan yang sensitif terhadap panas juga akan rusak sehingga
selain mencegah meatborne disease, pemanasan juga berguna untuk meningkatkan waktu
simpan.

3. Kondisi penyimpanan yang tepat


Mikroba patogen dapat berkembang biak dengan baik di suhu ruangan. Oleh karena itu,
menjaga makanan pada suhu dibawah 5oC atau diatas 60oC akan menyebabkan melambatnya
bahkan terhentinya pertumbuhan mikroba patogen tersebut. Untuk skala industri, terdapat
metode Modified Atmosphere Packaging yang dilakukan dengan menyimpan makanan dalam
wadah dengan konsentrasi CO2 lebih dari 10%. CO2 efektif mengurangi pembusukan buah oleh
fungi dengan mekanisme inhibitor kompetitif terhadap kerja gas etilen. Selain itu, saat hendak
disimpan, beberapa faktor intrinsik yang memengaruhi pertumbuhan mikroba dalam makanan
seperti aktifitas air, dan pH harus diperhatikan. Aktivitas air (Aw) menunjukkan jumlah air di
dalam makanan yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Mikroba
mempunyai kebutuhan Aw minimal yang berbeda-beda untuk pertumbuhannya. Di bawah Aw
minimal tersebut mikroba tidak dapat tumbuh atau berkembang biak. Oleh karena itu salah satu
cara untuk mengawetkan makanan adalah dengan menurunkan Aw bahan tersebut. Reduksi Aw
bertujuan mencegah perkecambahan spora mikroba, mencegah produksi toksin dari kapang dan
bakteri toksigenik. Sebagai contoh, nilai minimal Aw untuk bakteri Gram negatif adalah
0,97maka makanan yang diindikasikan mengandung bakteri Gram negatif harus memiliki Aw
yang lebih rendah dari 0,97. Prinsip reduksi Aw adalah dehidrasi, penghilangan air dengan
kristalisasi dan penambahan zat terlarut. Modifikasi pH diperlukan untuk mencegah tumbuhnya
berbagai mikroba. Secara umum, pH untuk pertumbuhan bakteri, ragi, dan fungi berfilamen
secara berturut-turut adalah 6.0-8.0, 4.5-6.0, dan 3.5-4.0, dengan pengecualian untuk jenis
bakteri laktobasilus dan bakteri asam asetat tumbuh optimum pada pH 5.0 dan 6.0. Penurunan
pH merupakan salah satu prinsip pengawetan pangan untuk mencegah pertumbuhan mikroba.
Prinsip ini dilakukan dengan cara menambahkan asam ke dalam makanan seperti dalam
pembuatan acar atau asinan. Cara lain adalah dengan fermentasi.

4. Pemberantasan hospes intermediet


Meat borne disease akibat parasit bergantung pada adanya hospes definitif, intermediet,
dan reservoir. Cara pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya dengan pengontrolan hospes
intermediate (siput) dengan moluskisida. Sehingga parasit tidak memiliki media untuk tumbuh
dan menginfeksi manusia.
5. Penyuluhan dan edukasi terhadap masyarakat
Pihak pemerintah seperti Dinas Kesehatan maupun LSM terkait dapat mengadakan
penyuluhan. Dalam UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 17 ayat 1 menyebutkan
bahwa pemerintah bertanggungjawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi dan
fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan setinggi-
tingginya. Penyuluhan dapat difokuskan pada daerah-daerah yang prevalensi foodborne disease-
nya terbilang tinggi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa beberapa mikroba patogenik dapat menginfeksi
tubuh dengan bertransmisi melalui pangan yaitu daging yang dikonsumsi oleh manusia. Di
Indonesia, mikroba patogenik tersebut antara lain Campylobacter jejuni, Salmonella sp.,
Escherichia coli, Rotavirus, Aspergillus flavus penghasil aflatoksin, dan parasit Fasciola
hepatica. Bahan pangan daging yang terkontaminasi mikroba atau toksin mikroba tersebut dapat
menimbulkan manifestasi klinik seperti mual, muntah, nyeri perut, diare, dehidrasi, hingga
kematian. Maka, sangat penting untuk melakukan peningkatan sanitasi, memanaskan makanan
mentah, menyimpan bahan pangan atau makanan dengan cara dan kondisi yang tepat,
memberantas hospes intermediet bagi parasit, serta diadakannya penyuluhan dari pemerintah
untuk masyarakat, agar prevalensi meatborne disease menurun dan derajat kesehatan masyarakat
dapat meningkat.

Penularan meatborne disease oleh makanan dapat bersifat infeksi


Artinya suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroorganisma yang hidup,
biasanya berkembangbiak pada tempat terjadinya peradangan. Pada kasus meatborne disease
mikro organisma masuk bersama makanan yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh
manusia. Kasus meatborne desease dapat terjadi dari tingkat yang tidak parah sampai tingkat
kematian. Sebagai contoh meaqtborne desease yang disebabkan oleh salmonella dapat
menyebabkan kematian selain yang disebabkan oleh Vibrio Cholerae dan Clostridium
botulinum. Kejadian dan wabah paling sering disebabkan oleh salmonella dibanding penyakit
lainnya.
Gejala meatborne disease yang umumnya terlihat adalah perut mual diikuti muntah-
muntah, diare, demam, kejang - kejang dan lain - lain. Dalam artikel ini dibahas kejadian infeksi
mikroorganisma yang berasal dari makanan yang hanya berasal dari hewan. Antara lain E. coli,
Salmonella, Campylobacter, Yersinia, Clostridium dan Listeria, virus dan parasit.
Penyakit yang disebabkan oleh E. coli
Escherichia coli merupakan bagian dari mikroflora yang secara normal ada dalam saluran
pencernaan manusia dan hewan berdarah panas. Penularan dapat terjadi melalui kontak dari
pekerja yang terinfeksi selama makanan diproses berlangsung. Air juga dapat terkontaminasi
kotoran manusia yang terinfeksi. Makanan yang berperan sebagai media penularan adalah ikan
salmon, unggas, susu dan keju camembert (keju perancis). Oleh karena itu pemanasan yang baik
pada makanan seperti daging dan susu mentah sangatlah penting. Gejala yang ditimbulkan pada
manusia jika terinfeksi E. coli adalah diare. E. Coli O157: H7 merupakan bakteri patogen yang
mempunyai reservoir pada hewan ternak dan hewan lain yang sejenis, misalnya sapi. Manusia
dapat terkena bakteri ini jika mengkonsumsi makanan atau minuman yang telah tercemar oleh
feses dari ternak ini. Penyakit ini menyebabkan diare berdarah dan kesakitan karena keram
perut, tanpa disertai demam. Pada 3-5 % dari kasus yang terjadi, beberapa minggu setelah gejala
awal tampak, terdapat komplikasi yang yang disebut hemolytic uremic syndrom (HUS).
Kompilasi ini menyebabkan anemia, perdarahan dan gagal ginjal. Pertengahan Maret 2011,
wabah bakteri Escherichia coli melanda Jerman. Bakteri yang pertama kali ditemukan oleh
dokter hewan asal Jerman bernama Theodor Escheric pada tahun 1885 ini telah menyebabkan
1.600 orang dirawat dan 18 orang meninggal dunia di Jerman. Menurut para peneliti di Beijing
Genomics Institute, wabah E. Coli yang melanda Jerman merupakan jenis E. coli strain baru.
Dari penelitian awal, bakteri E. Coli bakteri E. Coli yang menginfeksi timun-timun dari Spanyol
itu merupakan hasil mutasi dari dua jenis bakteri, yaitu jenis EAEC dan EHEC.
Salmonella
Salmonella juga merupakan bakteri yang terdapat pada usus unggas, reptilia dan
mamalia. Bakteri ini dapat menyebar ke manusia melalui berbagai macam pangan asal hewan.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini disebut salmonellosis, menyebabkan demam, diare
dan keram perut. Pada orang yang kondisi kesehatannya buruk atau sistem kekebalan tubuhnya
lemah, bakteri ini dapat menembus sistem peredaran darah dan menyebabkan infeksi yang serius
terhadap tubuh.
Penyakit yang disebabkan oleh Campylobacter jejuni
Campylobacter adalah bakteri patogen yang dapat menyebabkan demam, diare dan keram
perut. Merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan sakit diare di dunia. Bakteri ini hidup
di usus ayam sehat dan pada permukaan karkas unggas. Sumber infeksi sebagian besar karena
memakan daging ayam yang masih mentah, atau belum matang atau makanan lain yang telah
bersentuhan dengan karkas ayam selama dalam proses pengolahan sehingga tercemar oleh
bakteri ini.
Kuman ini umumnya ada dalam saluran pencernaan hewan berdarah panas dan sering ada
pada makanan yang berasal dari hewan karena terkontaminasi dengan kotoran hewan selama
prosesing (pengolahan). Kuman ini menyebabkan gastroenteritis akut (infeksi pada saluran
pencernaan) pada manusia. Gejala yang ditimbulkan antara lain diare, nyerin perut, demam, mual
dan muntah.
Sapi, babi, domba, kambing, ayam , kalkun, bebek, kucing dan anjing dianggap
sebagai pembawa kuman ini, tetapi yang paling sering adalah unggas. Kejadian infeksi yang
paling sering terjadi karena mengonsumsi makanan yang tidak dimasak, termasuk minum susu
mentah yang tidak dipasteurisasi. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara makanan
asal unggas sebaiknya dimasak dengan baik dan menghindari kontaminasi silang. Misalkan pisau
bekas memotong daging mentah sebaiknya dicuci bersih dahulu sebelum digunakan untuk
memotong makanan yang matang.

Penyakit disebabkan oleh Yersinia enterolitica


Gejala yang ditimbulkan adalah nyeri perut, demam, diare pusing dan muntah muntah.
Gejala yang lebih parah dapat terjadi pada anak-anak. Sumber utama kuman ini terdapat pada
babi yang terinfeksi (kuman ini hidup di daerah mulut dan saluran babi). Biasanya anak-anak dan
remaja peka terhadap penyakit ini. Kuman ini dapat berkembang biak pada suhu 0 derajat
Celcius sampai 44 °C.
Penyakit yang disebabkan oleh Clostridium perfringens
Gejala yang ditimbulkan adalah diare dan nyeri perut. Bakteri ini terdapat di saluran
pencernaan carnivora (serigala, anjing), herbivora (tikus, gajah, kalkun) dan babi.Media
penularan adalah daging babi dan kalkun. Makanan yang berasal dari hewan terkontaminasi oleh
kuman ini karena daging terkontaminasi oleh kotoran atau isi saluran pencernaan di rumah
potong hewan. Makanan yang sudah dimasak dibiarkan dalam beberapa jam pada suhu kamar,
disimpan didalam oven hangat atau disimpan dalam freezer dalam jumlah besar sehingga
temperatur tidak terlalu dingin atau tidak cukup untuk mencegah pertumbuhan bakteri ini.
Sehingga kasus penyakit ini dapat terjadi jika manusia mengonsumsi makanan masak yang sudah
mengandung kuman. Tindakan pencegahan dapat dilakukan sebagai berikut. Makanan matang
segera disimpan dan didinginkan dengan suhu dibawah 7 ° C. Jika ingin dimakan kembali harus
dipanaskan dahulu pada suhu 71 - 100 ° C. Jika mungkin makanansegera dimakan setelah
dimasak. Makanan sebaiknya dipanaskan diatas 60 ° C atau suhu yang lebih tinggi.
Penyakit yang disebabkan oleh Listeria monocytogenes
Makanan sebagai media penularan kuman ini adalah sayuran coleslaw (semacam salad
yang diberi mayonaise), susu yang dipasteurisasi, keju lunak, daging mentah, seafood, sayuran
dan buah-buahan (makanan mentah). Gejala yang ditimbulkan sepsis (infeksi yang meluas ke
dalam saluran darah), meningoencephalitis (infeksi di selaput otak dan di bagian otak), focal
infeksius (infeksi lokal, misalnya di kulit yg terkena,di sal.pencernaan yg dilewati makanan tsb),
pregnancy infectious (infeksi kehamilan), granuloma infantiseptica ( sepsis pada infant yg
berbentuk granuloma).
Penyakit yang disebabkan oleh parasit
Beberapa parasit ada dalam feses (kotoran) hewan dan dapat menyebabkan infeksi jika
makanan yang tercemar oleh kotoran yang mengandung parasit termakan ,dicerna dan diserap
oleh tubuh. Sementara beberapa jenis yang lain terdapat dalam otot/daging hewan. Parasit terbagi
dua yaitu protozoa dan cacing.
Toxoplasmosis yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii
Kejadian toxoplasmosis pada manusia ini termasuk tinggi. Sumber utama penularan
berasal dari kucing. Awalnya kucing memakan tikus atau burung yang mengandung
Toxoplasma. Dalam tubuh kucing mikroorganisma ini hidup dan berkembangbiak menjadi
bentuk yang infeksius bagi tubuh mannusia. Bentuk infeksius ini biasanya terdapat dalam
kotoran kucing. Daging domba, babi dan mungkin sapi dapat terinfeksi oleh spesies ini dan
menghasilkan kista (bersifat infeksius) yang dapat menginfeksi tubuh manusia. Pada kucing yang
menderita toxoplasmosis biasanya tidak menimbulkan gejala tetapi pada manusia tampak.
Terutama berbahaya pada wanita hamil. Jika wanita hamil terserang toxoplasmosis dapat
berakibat keguguran, melahirkan bayi yang sudah meninggal, juga cacat bentuk dan kegagalan
fungsi dari organ tubuh terutama yang melibatkan sistem syaraf pusat. Penularan melalui daging
dapat dicegah dengan makan daging yang benarbenar matang. Jika berkebun harus mencuci
tangan dengan baik (menggunakan sabun) setelah berkebun. Pada wanita hamil sebaiknya
menghindari tempat kotoran kucing Bagi pemelihara kucing sebaiknya tempat kotoran kucing
dibersihkan setiap hari.
Trichinellosis yang disebabkan oleh Trichinella spiralis
Parasit ini berkembang biak dalam tubuh babi. Infeksi terjadi jika makan daging babi
mentah atau setengah masak. Larva yang infeksius biasanya terdapat pada otot / daging babi.
Pada daerah yang penduduknya tidak makan daging atau tidak memperbolehkan makan daging
babi, kejadian Trichinellosis sangat rendah. Gejala trichinellosis pada manusia adalah udema
(pembengkakan) pada periorbital (bagian mata), demam dan sakit pada otot dan sendi.
Taenia saginata
Cacing ini hidup dan berkembang biak dalam tubuh sapi. Kejadian infeksi oleh cacing ini
jarang tetapi sering terjadi di daerah dimana penduduknya sering makan daging sapi mentah.
Tindakan pencegahan adalah pengontrolan yang ketat di rumah potong hewan, pembuangan
kotoran manusia yang aman (tidak di sembarang tempat). Pemasakan daging yang baik atau jika
daging dibekukan sebaiknya selama 5 hari pada suhu -10°C.
Cystiserkosis oleh Taenia solium
Cacing ini hidup dan berkembang biak didalam tubuh babi. Infeksi dapat terjadi jika
orang makan daging babi mentah atau yang dimasak setengah matang. Cacing ini dalam bentuk
cysticerci dapat menyerang organ mata, jantung, otak , sumsum tulang belakang selain saluran
pencernaan pada babi dan manusia.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa beberapa bakteri patogenik dapat
mencemari berbagai pangan asal ternak yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada
manusia. Bakteri patogenik tersebut antara lain Salmonella spp., Escherichia coli, Bacillus
anthracis, Clostridium spp., Listeria monocytogenes, Campylobacter spp., Vibrio spp.,
Enterobacter sakazakii, dan Shigella spp. Bahan pangan yang terkontaminasi bakteri patogenik
jika dikonsumsi oleh manusia akan menimbulkan gejala klinis berupa sakit perut, mual, muntah,
diare, kram (kejang) perut, sakit kepala, tidak ada nafsu makan, demam, bahkan dapat
mengakibatkan dehidrasi.
3.2 Saran
Semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami selaku penulis
memohon adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Lilik NK, Bodhi D, Rosmelat S. 2016 Cemaran Salmonella Pada Daging Ayam Dibeberapa
Rumah Potong Ayam Dan Pasar Tradisional Kota Samarinda Dengan Metode Compact
Dry, Prosiding Seminar Sains dan Teknologi FMIPA Unmul

Gifti Rosalina Ratnaningrum, Dana Meida, Andhini Mutiara Putri, Hardiyanti Dwi Pratiwi,
Hilda Syara Shita Devi, Dwi Priyowidodo, 2016, Studi Respon Imun Humoral Mencit,
Tikus, dan Ayam terhadap Infeksi Toxoplasma Gondii, Departemen Parasitologi,
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada

Intan Tolistiawaty,Junus Widjaja, Leonardo Taruk Lobo, Rina Isnawati, 2016, Parasit Gastrointestinal
Pada Hewan Ternak Di Tempat Pemotongan Hewan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan

Dea fitri aryandrie, purnama edy santosab dan sri suharyatib, 2015, tingkat infestasi cacing hati
pada sapi bali di kecamatan sukoharjo kabupaten pringsewu provinsi lampung,
department of animal husbandry, faculty of agriculture lampung university

Annida nizlah nadiya dan ilma asharina, 2017, beberapa mikroba patogenik penyebab foodborne
disease dan upaya untuk menurunkan prevalensi foodborne disease di indonesia, institut
teknologi bandung

Anda mungkin juga menyukai