Oleh :
Kelompok 3
Riska Febri Wulandari (D24150006)
Riyan Eko Purwanto (D24150023)
Putri Desmarestia Dantes (D24150031)
Nova Dwi Mentari (D24150061)
Adri Rahmad (D24150062)
Ricky Arzul Fandalay (D24150111)
Latar Belakang
Tujuan
Mengamati dan menilai kondisi peternakan ayam layer yang ada dilapangan
dalam pengawasan mutu pakan untuk menjamin kualitas produk peternakan yang
akan didistribusikan pada konsumen serta mengetahui kualitas uji fisik dan uji
kimia dari pakan yang diberikan pada peternakan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Uji Fisik
Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya,
satuannya adalah kg/m3. Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam
berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis
memberikan pengaruh berat terhadap daya ambang dari partikel. Selain itu berat
jenis merupakan faktor penentu dari densitas curah. Berat jenis dan ukuran partikel
bertanggung jawab terhadap homogenitas penyampuran partikel dan stabilitasnya
dalam pencampuran pakan. Pakan atau ransum yang terdiri atas partikel yang
perbedaan berat jenisnya cukup besar, maka campuran ini tidak stabil dan
cenderung terpisah kembali. Oleh karena itu, keadaan ini tidak dikehendaki dalam
proses pembuatan pakan campuran (ransum). Berat jenis sangat mempengaruhi
tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan,
seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran dari dalam silo untuk dicampur
atau digiling ( khalil 1999 dalam Jafarali 2006).
Kerapatan Tumpukan (KT)
Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan
volume ruang yang ditempati, dengan satuan kg/m3 (Khalil 1999 dalam Jafarali
2006 ). Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian
penakaran secara otomatis, begitu juga dengan berat jenis (Khalil 1999 dalam
Jafarali 2006). Sifat ini juga berperan penting dalam perhitungan volume ruang
yang dibutuhkan oleh suatu bahan dengan berat tertentu seperti dalam pengisian
alat pencampur, elevator dan juga silo. Menurut Khalil(1999) dalam Jafarali (2006)
pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai
perbedaan kerapatan tumpukan yang besar (lebih dari 500 kg/m3) akan sulit
dicampur dan campurannya akan mudah terpisah kembali. Pakan yang memiliki
KT yang rendah (kurang dari 450 kg/m3) waktu jatuh atau waktu mengalir lebih
lama dan dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetrik
maupun gravimetrik. Pakan yang mempunyai nilai KT lebih dari 1000 kg/m3
bersifat sebaliknya.
Uji Kimia
Kadar Air
Air yang tekandung dalam bahan pangan ataupun pakan dapat menjadi
penentu apakah produk tersebut dapat dijual dan telah memenuhi standar produksi.
Kandungan air tersebut dapat mempengaruhi daya simpan, kecepatan
penggumpalan produk bubuk, kestabilan terhadap kontaminan mikrobiologi,
kemampuan daya alir atau curah produk, total padatan kering, konsentrasi atau
kemurnian, kesesuaian dengan perjanjian, nilai nutrisi dan kesesuaian dengan
peraturan pemerintah. Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam
bahan pangan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu parameter
penting dalam menentukan kualitas bahan pangan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur dan cita rasa pada bahan pakan. Kadar air dalam bahan pakan
ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pakan tersebut. Kadar air yang
tinggi menyebabkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang
biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pakan (Dwijoseputro 2005).
Protein Kasar
Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam bentuk protein
kasar (PK). Kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur
fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energy
protein. Kondisi tubuh yang normal membutuhkan protein dalam jumlah yang
cukup, defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut
sehingga menurunkan konsumsi (Rangkuti 2011). Protein merupakan zat organik
yang tersusun dari unsur karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen. Fungsi protein
untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan baru, memperbaiki jaringan rusak,
metabolisme untuk energi dan produksi (Anggorodi 1994). Molekul protein adalah
sebuah polimer dari asam-asam amino yang digabung dalam ikatan peptida
(Tillman et al. 2005). Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein
di dalam ransum. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya
mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya
kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya
protein yang masuk dalam saluran pencernaan.
Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat tulis, gelas ukur,
pengaduk, corong, sendok, timbangan, penggaris, dan kertas manila. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah ransum komersil PAR G, PAR L 1 dan aquadest.
Metode
Tahapan yang dilakukan pada praktikum adalah wawancara pemilik farm,
pengujian fisik (kerapatan tumpukan, kerapatan padatan tumpukan, berat jenis,
sudut tumpukan), dan pengujian kimia (kadar air, protein kasar).
Kerapatan Tumpukan
Pengujian kerapatan tumpukan dilakukan pada ransum komersil PAR G dan
PAR L 1. Tahapan yang dilakukan memasukan bahan kedalam gelas ukur sebanyak
100 ml. Kemudian gelas ukur yang telah terisi ditimbang. Setelah itu dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Berat Jenis
Pengujian berat jenis dilakukan pada ransum komersil PAR G dan PAR L
1. Tahapan yang dilakukan memasukan bahan kedalam gelas ukur sebanyak 30 ml.
Kemudian gelas ukur yang telah terisi ditimbang. Bahan diaduk dengan pengaduk
sampai ruang udara antar partikel hilang. Setelah itu volume dihitung setelah sudah
konstan dan dikurang volume sebelum dilakukan pengadukan. Kemudian berat
jenis dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Sudut Tumpukan
Bahan yang digunakan berupa ransum komersil PAR G dan PAR L 1.
Langkah awal adalah mengukur bahan sebanyak 100 ml. Kemudian bahan
ditungkan pada dinding corong secara perlahan, dengan ketinggian corong 15 cm.
Ukur diameter dasar (d), dan tinggi tumpukan (t). Setelah itu hitung sudut tumpukan
dengan rumus sebagai berikut:
Tgα = t
0,5 x d
Kadar Air
Langkah yang dilakukan adalah timbang cawan yang akan digunakan
sebagai wadah. Kemudian sampel dimasukan dalam cawan sebanyak 2 gram,
selanjutnya ditimbang kembali. Cawan yang telah diisi sample dimasukan kedalam
oven 105°C selama 2 jam. Terakhir timbang cawan berisi sample yang telah dioven.
Hitung hasil pengukuran yang telah didapatkan.
Protein Kasar
Pengukuran dilakukan pada ransum komersil PAR G dan PAR L 1 . Bahan
ditimbang dan ditambahkan asam sulfat pekat serta dipanaskan. Selenium
ditambahkan sebagai katalisator dan untuk meningkatkan titik didih. Kemudian
setelah dilakukan pemanasan dilanjutkan dengan titirasi sampai berwarna merah
muda, yang sebelumnya ditambahkan indikator PP.
Hasil
Tabel 2 Hasil uji fisik dan uji kimia pakan komersil PAR G dan PAR L1
No. Pakan Uji Fisik Uji Kimia
BJ KT KPT ST PK KA BK
(gr/ml) (gr/ml) (gr/ml) (gr/ml) (%) (%) (%)
1. PAR 1.47 0.50 0.56 11.43 9.80 11.07 88.93
G
2. PAR 1.39 0.60 0.65 9.45 14.51 9.72 90.28
LI
Pembahasan
Sifat pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui
(Jaelani 2007) . Penentuan kualitas bahan pakan dapat dilakukan dengan tiga
metode, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Sifat fisik berkaitan dengan efesiensi
penanganan, pengolahan, dan penyimpangan dalam industri pakan. Bahan pakan
mempunyai sifat fisik , yaitu sudut tumpukan, berat jenis, daya ambang, luas
permukaaan spesifik, kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan
(Khalil 1997). Metode pengujian pakan dapat dilakukan secara fisik, kimiawi, dan
biologis. Metode secara fisik berupa pengamatan terhadap struktur, bau dan kondisi
dari pakan yang dapat diamati secara langsung, metode secara kimiawi dilakukan
dengan menguji kandungan nutrien atau zat gizi yang terkandung dalam pakan di
laboratorium, sedangkan metode secara biologis dengan melakukan percobaan
pakan yang diberikan ke ternak dan diamati pertumbuhan dan produksi dari ternak
(Tillman 1982). Namun sebelum melakukan pengujian secara biologis, pengujian
secara fisik dan kimia harus dilakukan terlebih dahulu mengingat begitu
panjangnya proses yang dialami oleh pakan mulai dari sumber bahan baku, proses
di pabrik, penyimpanan di gudang, hingga perjalanan pakan sampai ke peternak.
Berbagai hal dapat terjadi yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pakan,
antara lain: faktor temperatur, kelembaban, kebersihan, lama penyimpanan, dan
kerusakan pakan dapat juga disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang
merusak bahan (Winarno 1983).
Jenis pakan yang digunakan oleh peternakan “Global Buana Farm” adalah
pakan komersial buatan beberapa perusahaan pakan unggas besar di Indonesia yang
tentu saja sesuai dengan SNI, umumnya telah melalui proses sertifikasi dengan
dilengkapi etiket/label yang mencantumkan nama dagang atau merk, nama dan
alamat perusahaan, jenis dan kode pakan, kandungan zat gizi, imbuhan pakan yang
digunakan, bahan pakan penyusunnya, berat bersih, tanggal dan kode produksi,
nomor pendaftaram pakan serta warna dasar etiket selain itu pakan dikemas dengan
menggunakan bahan yang tidak termasuk yang dapat menurunkan mutu dan daya
simpan pakan.
Secara keseluruhan, hasil pengujian kimia berupa PK, KA, dan BK pada
pakan ayam petelur muda secara berturut-turut adalah 9.80%, 11.07%, dan 88.93%.
Nutrien hasil pengujian tersebut tidak memenuhi syarat sesuai dengan SNI, yakni
PK min. 15.0%, KA maks. 12.0%. Sedangkan hasil pengujian kimia pada pakan
ayam petelur dewasa secara berturut-turut adalah 14.51%, 9.72%, dan 90.28%.
Nutrien hasil pengujian tersebut juga tidak memenuhi syarat sesuai dengan SNI,
yakni PK min. 17.0%, KA maks. 12.0%. Kebutuhan protein kasar (PK) pakan
menurut standar SNI adalah minimal 16%. Protein pada ayam ras petelur
berpengaruh bagi kesehatan ayam, seperti diketahui sebelumnya bahwa protein
bermanfaat untuk pertumbuhan, produksi telur dan energinya, akan tetapi
pemberian protein berlebih akan mengakibatkan berat badan bertambah dan hal ini
yang menyebabkan ayam mengalami prolaps. Prolaps dapat terjadi ketika saluran
telur tidak menarik kembali setelah bertelur, maka diperlukan keseimbangan nutrisi
pakan dan konsumsinya untuk mencegah hal ini terjadi (Fadilah et al. 2012).
Salah satu penyebab penurunan nilai nutrsi pakan tersebut disebabkan oleh
kerusakan selama penyimpanan akibat kondsi yang buruk ataupun disribusi selama
perjalanan. Penurunan ini disebabkan pengaruh suhu selama proses perjalanan
pakan mulai dari pabrik hingga ke poultry shop/usaha pemeliharaan peternakan
dan proses penyimpanan serta lama penyimpanan, namun pakan dengan kadar air
yang lebih rendah akan lebih tinggi daya simpannya dibandingkan pakan dengan
kadar air yang lebih tinggi (Hall 1980). Ada empat tipe kerusakan bahan pakan yang
disimpan pada kondisi yang buruk yaitu : a) kerusakan fisik dan mekanik, yaitu
kerusakan yang terjadi jika bahan tidak ditangani secara hati-hati waktu kegiatan
panen, transportasi, pengolahan dan penyimpanan; b) kerusakan kimiawi, yaitu
meliputi kerusakan bahan akibat reaksi kimia atau reaksi pencoklatan non
enzimatik yang merusak partikel karbohidrat, penurunankandungan vitamin dan
asam nukleat; c) kerusakan enzimatik, yaitu terjadi akibat kerja beberapa enzim
seperti protease, amilase dan lipase, misalnya pemecahan molekul lemak menjadi
asam lemak bebas dan glyserol oleh enzim lipolitik dan aktivitas enzim proteolitik
memecah protein menjadi polipeptida dan asam amino (Syarief dan Haryadi, 1984),
dan d) kerusakan biologis, terjadi akibat serangan serangga, binatang pengerat,
burung, mikroorganisme selama penyimpanan (Williams 1991).
Berat jenis (BJ) merupakan perbandingan antara masa bahan terhadap
volumenya, satuannya adalah gr/ml. Berat jenis diukur dengan menggunakan
hukum Archimedes (Mujnisa 2008). Berat jenis memegang peranan penting dalam
berbagai proses pengolahan, penanganan, dan pemyimpanan (Jaelani 2007). Serta
berat jenis berpengaruh terhadap hemoginitas penyebaran partikel dan stabilitas
suatu campuaran pakan. Ransum yang tersusun dari bahan pakan yang memiliki
perbedaan BJ cukup besar akan menghasilkan campuran tidak stabil dan mudah
terpisah kembali (Chung and Lee 1995). Hasil pengujian berat jenis (BJ) terhadap
pakan komersial ayam petelur muda dan ayam petelur dewasa (umur diatas 18
minggu) berturut-turut, yaitu 1.47 g/ml dan 1.39 g/ml. Berdasarkan hasil tersebut
menunjukan bahwa nilai berat jenis bahan pakan lebih dari berat jenis air. Pakan
yang baik adalah nilai densitasnya lebih besar sehingga intake pakan meningkat
(Sudarmadji 1997). Jika berat jenis < 1 maka pakan akan mengapung di dalam
rumen, sedangkan berat jenis > 1 maka pakan tersebut akan berada di dalam rumen
bagian bawah. Variasi berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan pakan,
distribusi ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel (Saudjana 1998).
Kerapatan tumpukan (KT) merupakan perbandingan antara berat bahan
dengan volume ruang yang ditempatinya dan satuannya adalah kg/m3 (Khalil
1999). Kerapatan tumpukan penting untuk memperhitungkan volume ruang yang
dibutuhkan suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti pada pengisian alat
pencampur, elevator, dan silo. Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas
dari bahan, yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel- partikel
bahan. Hasil pengujian kerapatan tumpukan terhadap pakan komersial ayam petelur
muda dan ayam petelur dewasa (umur diatas 18 minggu) berturut-turut, yaitu 0.50
g/ml dan 0.60 g/ml. Bahan pakan yang memiliki kerapatan tumpukan rendah maka
membutuhkan waktu mengalir lebih lama serta dapat ditimbang lebih teliti dan
sebaliknya. Nilai kerapatan tumpukan berbanding lurus dengan laju alir pakan,
semakin tinggi kerapatan tumpukan maka laju alir pakan semakin meningkat (Sing
dan Heldman 1984).
Kerapatan pemadatan tumpukan (KPT) adalah perbandingan antara berat
bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan
seperti penggoyangan. Hasil pengujian kerapatan pemadatan tumpukan terhadap
pakan komersial ayam petelur muda dan ayam petelur dewasa (umur diatas 18
minggu) berturut-turut yaitu 0.56 g/ml dan 0.65 g/ml. Kerapatan pemadatan
tumpukan dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran partikel bahan pakan (Gautama
1998). Kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi maka memiliki kemampuan
memadat yang tinggi. Semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan yang
dihasilkan maka laju alir semakin menurun (Rikmawati 2005).
Menurut Mujnisa (2008) sudut tumpukan (ST), yaitu sudut yang terbentuk
jika suatu bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong. Tampak
pada tabel kedua (2) sudut tumpukan (ST) pakan komersial ayam petelur muda dan
ayam petelur dewasa (umur diatas 18 minggu) berturut-turut sebesar 11.43o dan
9.45o. Hasil tersebut tidak sesuai dengan Mujnisa (2008) bahwa pakan bentuk padat
mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20° sampai 50°. Sudut ini merupakan
kriteria kebebasan bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan. Besarnya
sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan, tekstur, berat jenis,
kerapatan tumpukan dan kadar bahan air. Ukuran partikel kecil maka akan
membentuk sudut tumpukan yang semakin besar. Sudut tumpukan yang kecil
mudah dan lebih akurat dalam penakaran.
Hasil pengujian pakan PAR G dan PAR L didapatkan hasil bahwa kadar air
lebih rendah dari standar yang terdapat di label. Hal ini masih masuk dalam
katergori kadar air normal karena masih di bawah kadar air yang tercantum di label
yaitu maksimum 12%. Kerapatan Tumpukan (KT) berbanding lurus dengan
Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT) dan Protein Kasar (PK). PAR G memiliki
KPT 0.56 gr/ml dan PK 9.80% sedangkan PAR L memiliki KPT 0.65 gr/ml dan PK
14.51% yang berarti kedua uji ini saling berhubungan. Protein memiliki bobot
molekul lebih besar daripada molekul nutrient lainnya seperti karbohidrat hal
tersebut membuat kerapatan tumpukan maupun kerapatan pemadatan tumpukan
menjadi lebih besar. Perbedaan ukuran partikel pakan dapat membuat rongga-
rongga diantara pakan sehingga dapat dimasuki oleh oksigen dan terjadi respirasi
lalu pakan menjadi lembab dan mudah ditumbuhi jamur. Kualitas pakan pun
menurun akibat pakan dirusak oleh jamur. Kerusakan pakan dipengaruhi oleh kadar
air, ukuran partikel, oksigen, suhu, dan jamur.
Kandungan PK dan LK memiliki hubungan berbanding terbalik. Pada label
diketahui kedua pakan memiliki LK sebesar 3% dengan PK PAR G 15% dan PAR
L 17%. Sedangkan pada hasil uji didapatkan penurunan PK menjadi PK PAR G
sebesar 9.8% dan PAR L sebesar 14.51% hal ini berarti kandungan LK sudah
meningkat sehingga pakan akan mengalami ketengikan dan pakan mengalami
penurunan kualitas nutrient. Pengujian KA dan PK terhadap pakan PAR G dan PAR
L tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan. Pengujian KA terhadap kedua
pakan dilakukan 2 minggu setelah pengambilan sampel pakan, sedangkan
pengujian PK dilakukan 3 minggu setelah pengambilan sampel. Penyimpanan
sampel kurang tepat dikarenakan hanya diletakkan di dalam kantong plastik hitam
dan diruangan yang panas sehingga nilai nutrient terutama PK menjadi menurun
akibat terdenaturasi oleh panas.
SIMPULAN
Hasil pengujian yang telah dilalukan, yakni pengujian fisik dan kimia dari
pakan komersial (PAR G dan PAR L 1) yang digunakan oleh peternakan ayam layer
“Global Buana Farm” dikategorikan kedalam kategori pakan yang kurang baik,
sebab masih dibawah standar SNI. Sebelum dilakukan pengujian secara secara fisik
maupun kimia perlu mengingat begitu panjangnya proses yang dialami oleh pakan
mulai dari sumber bahan baku, proses di pabrik, penyimpanan di gudang, hingga
perjalanan pakan sampai ke peternak, hingga berakibat terjadinya penurunan
kualitas pakan.
DAFTAR PUSTAKA
PAR G
PAR L
PAR G
𝑚 25.0035
𝐾𝑇 = = = 0.50007 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 50
𝑚 25.0035
𝐾𝑃𝑇 = = = 0.5556 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 45
PAR L
𝑚 29.9488
𝐾𝑇 = = = 0.5989 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 50
𝑚 29.9488
𝐾𝑃𝑇 = = = 0.6510 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 46
PAR G
Tinggi = 4.5 cm
Diameter = 44.5 cm
𝑡
tan 𝛼 =
0.5 𝑥 𝑑
4.5
=
0.5 𝑥 44.5
= 0.2022 𝑐𝑚
𝑎 = 11.4310
PAR L
Tinggi = 4 cm
Diameter = 48 cm
𝑡
tan 𝛼 =
0.5 𝑥 𝑑
4
=
0.5 𝑥 48
= 0.1666 𝐶𝑀
𝑎 = 9.4586
PAR G
PAR G
PAR L
(𝐶 − 𝐵)𝑥 𝐷 𝑥 14 𝑥 6.25
%𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑥 100 %
𝐴 (𝑚𝑔)
(15.60 − 13.15)𝑥 0.1097𝑥14𝑥6.25
= 𝑥 100%
162
= 14.51 %