Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH KEBIJAKAN DAN PENGAWASAN MUTU PAKAN

KUNJUNGAN LAPANG KE PETERNAKAN AYAM LAYER GLOBAL


BUANA FARM SERTA UJI FISIK DAN UJI KIMIA PAKAN COMFEED
PAR G DAN PAKAN COMFEED PAR L 1

Oleh :
Kelompok 3
Riska Febri Wulandari (D24150006)
Riyan Eko Purwanto (D24150023)
Putri Desmarestia Dantes (D24150031)
Nova Dwi Mentari (D24150061)
Adri Rahmad (D24150062)
Ricky Arzul Fandalay (D24150111)

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang tinggi jika


dibandingkan dengan negara lain yang menjadi tetangga. Akan tetapi jumlah
penduduk yang tinggi tersebut masih belum didukung dengan konsumsi protein
yang tinggi terlebih protein hewani yang masih kecil. Menurut standar nasional
bahwa konsumsi protein per hari per kapita ditetapkan 55 g yang terdiri dari 80%
protein nabati dan 20% protein hewani. Hal itu berarti target konsumsi protein
hewani sekitar 11 g/hari/perkapita (Setiawan 2006). Namun yang terjadi, konsumsi
protein hewani penduduk Indonesia baru memenuhi 4,7 g/hari/perkapita, jauh lebih
rendah dibanding Malaysia, Thailand dan Filipina. Oleh sebab itu peternakan ayam
ras petelur masih memilki potensi yang luar biasa untuk dikembangkan, terutama
untuk memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat.
Ayam petelur adalah salah satu jenis ternak unggas yang sangat populer
dikembangkan di kalangan masyarakat, baik dalam skala kecil yang dikelola oleh
keluarga atau sekelompok masyarakat peternak maupun dalam bentuk industri
peternakan dalam skala usaha yang cukup besar. Produksi telur ayam sangat
dipengaruhi oleh faktor pemberian ransum (feeding), pembibitan (breeding), dan
sistem pemeliharaan ayam ras petelur (manajemen). Ayam ras petelur yang
dipelihara dengan manajemen pemeliharaan yang baik, maka ayam akan mulai
berproduksi pada umur 20-72 minggu. Manajemen pemeliharaan yang baik dimulai
dari pemeliharaan fase awal (starter), pembesaran (grower/pullet), dan fase petelur
(layer) sampai afkir.
Kunjungan lapang yang lakukan adalah untuk melihat bagaiman kondisi
pengawasan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin bahwa proses yang terjadi
akan menghasilkan produk sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pengawasan
mutu ditujukan untuk mencapai sasaran dikembangkannya peraturan di bidang
proses sehingga produk yang dihasilkan aman dan sesuai dengan keinginan
masyarakat dan konsumen (Puspitasari 2004). Oleh karena itu langkah awal yang
dapat dilakukan dalam penjaminan mutu produk peternakan adalah dengan
memperhatikan proses yang terjadi dalam peternakan itu sendiri. Mahasiswa
melakukan kegiatan pengawasan mutu terutama dalam bidang pakan. Hal ini karena
pakan dapat berpengaruh pada proses produksi peternakan dan hasil ternak yang
akan didistribusikan kepada konsumen.

Tujuan

Mengamati dan menilai kondisi peternakan ayam layer yang ada dilapangan
dalam pengawasan mutu pakan untuk menjamin kualitas produk peternakan yang
akan didistribusikan pada konsumen serta mengetahui kualitas uji fisik dan uji
kimia dari pakan yang diberikan pada peternakan tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA

Pakan Comfeed Par G

PT Japfa Comfeed memproduksi berbagai macam jenis pakan peternakan.


Beberapa diantaranya adalah pakan untuk ayam layer yang terdiri dari beberapa
macam disesuaikan dengan kondisi fisiologis ayam itu sendiri. Pakan comfeed par
G merupakan pakan untuk ayam umur 13 – 17 minggu. Bentuk pakan par G
berbentuk mash. Pakan ini memiliki kelebihan seperti membantu produksi
hormonal, memacu kematangan seksual sesuai dengan target periode pertumbuhan,
dan mendukung perkembangan kapasitas tembolok. Tempat penyimpanan pakan
Par G adalah ditempatkan di atas pallet kayu yang kering, dingin, dan berventilasi
baik. Penyimpanan pakan diusahakan tidak bercampur dengan bahan baku pakan
lain dan bahan kimia yang dapat mempengaruhi kualitas pakan (Japfa 2015).

Pakan Comfeed Par L

Pakan Comfeed Par L merupakan pakan produksi PT Japfa Comfeed tbk.


Jenis pakan Par L terdiri dari L 1 dan L 2, yang disesuikan dengan umur untuk
ayam. Pakan Comfeed Par L 1 pemakaian untuk ayam layer umur 18-50 minggu.
Bentuk pakan adalah pakan mash. Tujuan pakan Par L 1 adalah untuk puncak
produksi umur 24 minggu serta untuk menjaga produksi stabil hingga umur 50
minggu selain itu untuk menghasilkan FCR terbaik pada ayam. Pakan sebaiknya
disimpan pada tempat pakan di atas pallet kayu yang kering, dingin, dan
berventilasi baik. Hindari penyimpanan pakan yang bercampur dengan bahan baku
pakan lain dan bahan kimia yang dapat mengganggu kualitas pakan (Japfa 2015).

Uji Fisik
Berat Jenis
Berat jenis adalah perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya,
satuannya adalah kg/m3. Berat jenis (BJ) memegang peranan penting dalam
berbagai proses pengolahan, penanganan, dan penyimpanan. Berat jenis
memberikan pengaruh berat terhadap daya ambang dari partikel. Selain itu berat
jenis merupakan faktor penentu dari densitas curah. Berat jenis dan ukuran partikel
bertanggung jawab terhadap homogenitas penyampuran partikel dan stabilitasnya
dalam pencampuran pakan. Pakan atau ransum yang terdiri atas partikel yang
perbedaan berat jenisnya cukup besar, maka campuran ini tidak stabil dan
cenderung terpisah kembali. Oleh karena itu, keadaan ini tidak dikehendaki dalam
proses pembuatan pakan campuran (ransum). Berat jenis sangat mempengaruhi
tingkat ketelitian dalam proses penakaran secara otomatis pada pabrik pakan,
seperti dalam proses pengemasan dan pengeluaran dari dalam silo untuk dicampur
atau digiling ( khalil 1999 dalam Jafarali 2006).
Kerapatan Tumpukan (KT)
Kerapatan tumpukan merupakan perbandingan antara berat bahan dengan
volume ruang yang ditempati, dengan satuan kg/m3 (Khalil 1999 dalam Jafarali
2006 ). Kerapatan tumpukan berpengaruh terhadap daya campur dan ketelitian
penakaran secara otomatis, begitu juga dengan berat jenis (Khalil 1999 dalam
Jafarali 2006). Sifat ini juga berperan penting dalam perhitungan volume ruang
yang dibutuhkan oleh suatu bahan dengan berat tertentu seperti dalam pengisian
alat pencampur, elevator dan juga silo. Menurut Khalil(1999) dalam Jafarali (2006)
pencampuran bahan dengan ukuran partikel yang sama tetapi mempunyai
perbedaan kerapatan tumpukan yang besar (lebih dari 500 kg/m3) akan sulit
dicampur dan campurannya akan mudah terpisah kembali. Pakan yang memiliki
KT yang rendah (kurang dari 450 kg/m3) waktu jatuh atau waktu mengalir lebih
lama dan dapat ditimbang lebih teliti dengan alat penakar otomatis, baik volumetrik
maupun gravimetrik. Pakan yang mempunyai nilai KT lebih dari 1000 kg/m3
bersifat sebaliknya.

Kerapata Pemadatan Tumpukan (KPT)


Densitas berwadah merupakan perbandingan berat bahan terhadap volume
ruang yang ditempati setelah melalui proses pemadatan seperti digoncangkan
dengan satuan kg/m3 (Khalil 1999 dalam Jafarali 2006 ). Kerapatan pemadatan
tumpukan (KPT) adalah perbandingan antara berat bahan terhadap volume ruang
yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan seperti penggoyangan.
Kapasitas silo, kontainer dan kemasan seperti karung terletak antara kerapatan
tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan. Komposisi kimia bahan turut
mempengaruhi sifat fisik, terutama terhadap nilai kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan dan berat jenis. Kerapatan pemadatan tumpukan dan
kerapatan tumpukan mempunyai hubungan sangat erat dan sangat berperan pada
penentuan kapasitas silo, dan pencampuran bahan. Nilai kerapatan pemadatan
tumpukan secara umum menurun dengan semakin tingginya kandungan air
(Suadnyana 1998 dalam Jafarali 2006).

Sudut Tumpukan (ST)


Sudut tumpukan merupakan sudut yang dibentuk jika bahan dicurahkan dari
suatu tempat pada bidang datar yang akan bertumpukan dan terbentuk suatu
gundukan menyerupai kerucut antara bidang datar dan kemiringan tumpukan yang
terbentuk jika bahan dicurahkan serta menunjukkan kebebasan bergerak suatu
partikel dari suatu tumpukan bahan (Pratomo 1976 dalam Jafarali 2006). Bentuk
kerucut itu akan menandakan mudah tidaknya bahan meluncur pada bidang masing-
masing karena pengaruh gaya gravitasi. Sudut lancip yang terbentuk oleh lereng
gundukan dengan bidang datar disebut sudut tumpukan. Tanget sudut tersebut
adalah koefisien gesekan antara butir yang satu dengan butir yang lainnya dalam
bahan tersebut. Pratomo (1976) dalam Jafarali (2006) menambahkan bahwa
kegunaan praktis dari sifat sudut tumpukan ini adalah di dalam pemindahan dan
pengangkutan bahan karena akan mempengaruhi kapasitas belt conveyor dan alat
material handling lainnya. Sifat tersebut juga penting untuk menentukan derajat
kemiringan dari dasar suatu gudang penyimpanan bahan untuk keperluan
pengosongannya oleh gaya gravitasi. Khalil (1999) dalam Jafarali (2006)
menyatakan bahwa kemampuan mengalir (Flowability) bahan sangat
mempengaruhi penanganan, misalnya kecepatan dan efisiensi pengosongan silo
untuk memindahkan barang menuju unit pemindahan atau pencampuran.

Uji Kimia

Kadar Air
Air yang tekandung dalam bahan pangan ataupun pakan dapat menjadi
penentu apakah produk tersebut dapat dijual dan telah memenuhi standar produksi.
Kandungan air tersebut dapat mempengaruhi daya simpan, kecepatan
penggumpalan produk bubuk, kestabilan terhadap kontaminan mikrobiologi,
kemampuan daya alir atau curah produk, total padatan kering, konsentrasi atau
kemurnian, kesesuaian dengan perjanjian, nilai nutrisi dan kesesuaian dengan
peraturan pemerintah. Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam
bahan pangan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu parameter
penting dalam menentukan kualitas bahan pangan karena air dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur dan cita rasa pada bahan pakan. Kadar air dalam bahan pakan
ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pakan tersebut. Kadar air yang
tinggi menyebabkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang
biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pakan (Dwijoseputro 2005).

Protein Kasar
Kebutuhan ternak akan protein biasanya disebutkan dalam bentuk protein
kasar (PK). Kebutuhan protein ternak dipengaruhi oleh masa pertumbuhan, umur
fisiologis, ukuran dewasa, kebuntingan, laktasi, kondisi tubuh dan rasio energy
protein. Kondisi tubuh yang normal membutuhkan protein dalam jumlah yang
cukup, defisiensi protein dalam ransum akan memperlambat pengosongan perut
sehingga menurunkan konsumsi (Rangkuti 2011). Protein merupakan zat organik
yang tersusun dari unsur karbon, nitrogen, oksigen dan hidrogen. Fungsi protein
untuk hidup pokok, pertumbuhan jaringan baru, memperbaiki jaringan rusak,
metabolisme untuk energi dan produksi (Anggorodi 1994). Molekul protein adalah
sebuah polimer dari asam-asam amino yang digabung dalam ikatan peptida
(Tillman et al. 2005). Kecernaan protein kasar tergantung pada kandungan protein
di dalam ransum. Ransum yang kandungan proteinnya rendah, umumnya
mempunyai kecernaan yang rendah pula dan sebaliknya. Tinggi rendahnya
kecernaan protein tergantung pada kandungan protein bahan pakan dan banyaknya
protein yang masuk dalam saluran pencernaan.

MATERI DAN METODE

Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah alat tulis, gelas ukur,
pengaduk, corong, sendok, timbangan, penggaris, dan kertas manila. Sedangkan
bahan yang digunakan adalah ransum komersil PAR G, PAR L 1 dan aquadest.
Metode
Tahapan yang dilakukan pada praktikum adalah wawancara pemilik farm,
pengujian fisik (kerapatan tumpukan, kerapatan padatan tumpukan, berat jenis,
sudut tumpukan), dan pengujian kimia (kadar air, protein kasar).

Wawancara Pemilik Farm


Kegiatan wawancara dilakukan dengan narasumber seorang pemilik farm
unggas “Global Buana Farm”, yang bernama Gerry Buwana dan beralamat di
Cihedeung Udik RT: 1 RW: 09

Kerapatan Tumpukan
Pengujian kerapatan tumpukan dilakukan pada ransum komersil PAR G dan
PAR L 1. Tahapan yang dilakukan memasukan bahan kedalam gelas ukur sebanyak
100 ml. Kemudian gelas ukur yang telah terisi ditimbang. Setelah itu dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

Kerapatan Tumpukan (KT) = bobot bahan (g)


Volume bahan yang ditempati (L)

Kerapatan Padatan Tumpukan


Pengujian kerapatan padatan tumpukan dilakukan pada ransum komersil
PAR G dan PAR L 1. Tahapan yang dilakukan memasukan bahan kedalam gelas
ukur sebanyak 100 ml. Kemudian gelas ukur yang telah terisi ditimbang. Volume
dibaca setelah bahan digoyang-goyang selama 10 menit. Setelah itu dihitung
dengan rumus sebagai berikut:

Kerapatan Pedatan Tumpukan (KPT) = bobot bahan (g)


Volume bahan yang ditempati (L)

Berat Jenis
Pengujian berat jenis dilakukan pada ransum komersil PAR G dan PAR L
1. Tahapan yang dilakukan memasukan bahan kedalam gelas ukur sebanyak 30 ml.
Kemudian gelas ukur yang telah terisi ditimbang. Bahan diaduk dengan pengaduk
sampai ruang udara antar partikel hilang. Setelah itu volume dihitung setelah sudah
konstan dan dikurang volume sebelum dilakukan pengadukan. Kemudian berat
jenis dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Berat Jenis (BJ) = bobot bahan (g)


Volume bahan yang ditempati (L)

Sudut Tumpukan
Bahan yang digunakan berupa ransum komersil PAR G dan PAR L 1.
Langkah awal adalah mengukur bahan sebanyak 100 ml. Kemudian bahan
ditungkan pada dinding corong secara perlahan, dengan ketinggian corong 15 cm.
Ukur diameter dasar (d), dan tinggi tumpukan (t). Setelah itu hitung sudut tumpukan
dengan rumus sebagai berikut:
Tgα = t
0,5 x d

Kadar Air
Langkah yang dilakukan adalah timbang cawan yang akan digunakan
sebagai wadah. Kemudian sampel dimasukan dalam cawan sebanyak 2 gram,
selanjutnya ditimbang kembali. Cawan yang telah diisi sample dimasukan kedalam
oven 105°C selama 2 jam. Terakhir timbang cawan berisi sample yang telah dioven.
Hitung hasil pengukuran yang telah didapatkan.

Protein Kasar
Pengukuran dilakukan pada ransum komersil PAR G dan PAR L 1 . Bahan
ditimbang dan ditambahkan asam sulfat pekat serta dipanaskan. Selenium
ditambahkan sebagai katalisator dan untuk meningkatkan titik didih. Kemudian
setelah dilakukan pemanasan dilanjutkan dengan titirasi sampai berwarna merah
muda, yang sebelumnya ditambahkan indikator PP.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berikut ini adalah tabel kandungan nutrient bahan pakan/ransum yang


diperoleh dari hasil kunjungan ke peternakan ayam layer “Global Buana Farm”
yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Kandungan nutrien pakan komersil PAR G dan PAR L1


No. Bahan Kode Nutrient
pakan/ransum (Label)
KA Abu PK LK SK Ca P
(%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
maks maks min min maks Min
1. Pakan Ayam PAR 12.0 8.0 15.0 3.0 8.0 0.8- 0.36
Petelur Muda G 1.2
(13-17
Minggu)
2 Pakan Ayam PAR 12.0 14.0 17.0 3.0 6.0 3.5- 0.45
Petelur umur L I 4.0
18 minggu-
dst
Berikut ini adalah tabel hasil uji fisik dan uji kimia bahan pakan/ransum
yang diperoleh dari hasil kunjungan ke peternakan ayam layer “Global Buana
Farm” yang dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Hasil uji fisik dan uji kimia pakan komersil PAR G dan PAR L1
No. Pakan Uji Fisik Uji Kimia
BJ KT KPT ST PK KA BK
(gr/ml) (gr/ml) (gr/ml) (gr/ml) (%) (%) (%)
1. PAR 1.47 0.50 0.56 11.43 9.80 11.07 88.93
G
2. PAR 1.39 0.60 0.65 9.45 14.51 9.72 90.28
LI

Pembahasan

Sifat pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting untuk diketahui
(Jaelani 2007) . Penentuan kualitas bahan pakan dapat dilakukan dengan tiga
metode, yaitu secara fisik, kimia, dan biologis. Sifat fisik berkaitan dengan efesiensi
penanganan, pengolahan, dan penyimpangan dalam industri pakan. Bahan pakan
mempunyai sifat fisik , yaitu sudut tumpukan, berat jenis, daya ambang, luas
permukaaan spesifik, kerapatan tumpukan dan kerapatan pemadatan tumpukan
(Khalil 1997). Metode pengujian pakan dapat dilakukan secara fisik, kimiawi, dan
biologis. Metode secara fisik berupa pengamatan terhadap struktur, bau dan kondisi
dari pakan yang dapat diamati secara langsung, metode secara kimiawi dilakukan
dengan menguji kandungan nutrien atau zat gizi yang terkandung dalam pakan di
laboratorium, sedangkan metode secara biologis dengan melakukan percobaan
pakan yang diberikan ke ternak dan diamati pertumbuhan dan produksi dari ternak
(Tillman 1982). Namun sebelum melakukan pengujian secara biologis, pengujian
secara fisik dan kimia harus dilakukan terlebih dahulu mengingat begitu
panjangnya proses yang dialami oleh pakan mulai dari sumber bahan baku, proses
di pabrik, penyimpanan di gudang, hingga perjalanan pakan sampai ke peternak.
Berbagai hal dapat terjadi yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pakan,
antara lain: faktor temperatur, kelembaban, kebersihan, lama penyimpanan, dan
kerusakan pakan dapat juga disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang
merusak bahan (Winarno 1983).
Jenis pakan yang digunakan oleh peternakan “Global Buana Farm” adalah
pakan komersial buatan beberapa perusahaan pakan unggas besar di Indonesia yang
tentu saja sesuai dengan SNI, umumnya telah melalui proses sertifikasi dengan
dilengkapi etiket/label yang mencantumkan nama dagang atau merk, nama dan
alamat perusahaan, jenis dan kode pakan, kandungan zat gizi, imbuhan pakan yang
digunakan, bahan pakan penyusunnya, berat bersih, tanggal dan kode produksi,
nomor pendaftaram pakan serta warna dasar etiket selain itu pakan dikemas dengan
menggunakan bahan yang tidak termasuk yang dapat menurunkan mutu dan daya
simpan pakan.
Secara keseluruhan, hasil pengujian kimia berupa PK, KA, dan BK pada
pakan ayam petelur muda secara berturut-turut adalah 9.80%, 11.07%, dan 88.93%.
Nutrien hasil pengujian tersebut tidak memenuhi syarat sesuai dengan SNI, yakni
PK min. 15.0%, KA maks. 12.0%. Sedangkan hasil pengujian kimia pada pakan
ayam petelur dewasa secara berturut-turut adalah 14.51%, 9.72%, dan 90.28%.
Nutrien hasil pengujian tersebut juga tidak memenuhi syarat sesuai dengan SNI,
yakni PK min. 17.0%, KA maks. 12.0%. Kebutuhan protein kasar (PK) pakan
menurut standar SNI adalah minimal 16%. Protein pada ayam ras petelur
berpengaruh bagi kesehatan ayam, seperti diketahui sebelumnya bahwa protein
bermanfaat untuk pertumbuhan, produksi telur dan energinya, akan tetapi
pemberian protein berlebih akan mengakibatkan berat badan bertambah dan hal ini
yang menyebabkan ayam mengalami prolaps. Prolaps dapat terjadi ketika saluran
telur tidak menarik kembali setelah bertelur, maka diperlukan keseimbangan nutrisi
pakan dan konsumsinya untuk mencegah hal ini terjadi (Fadilah et al. 2012).
Salah satu penyebab penurunan nilai nutrsi pakan tersebut disebabkan oleh
kerusakan selama penyimpanan akibat kondsi yang buruk ataupun disribusi selama
perjalanan. Penurunan ini disebabkan pengaruh suhu selama proses perjalanan
pakan mulai dari pabrik hingga ke poultry shop/usaha pemeliharaan peternakan
dan proses penyimpanan serta lama penyimpanan, namun pakan dengan kadar air
yang lebih rendah akan lebih tinggi daya simpannya dibandingkan pakan dengan
kadar air yang lebih tinggi (Hall 1980). Ada empat tipe kerusakan bahan pakan yang
disimpan pada kondisi yang buruk yaitu : a) kerusakan fisik dan mekanik, yaitu
kerusakan yang terjadi jika bahan tidak ditangani secara hati-hati waktu kegiatan
panen, transportasi, pengolahan dan penyimpanan; b) kerusakan kimiawi, yaitu
meliputi kerusakan bahan akibat reaksi kimia atau reaksi pencoklatan non
enzimatik yang merusak partikel karbohidrat, penurunankandungan vitamin dan
asam nukleat; c) kerusakan enzimatik, yaitu terjadi akibat kerja beberapa enzim
seperti protease, amilase dan lipase, misalnya pemecahan molekul lemak menjadi
asam lemak bebas dan glyserol oleh enzim lipolitik dan aktivitas enzim proteolitik
memecah protein menjadi polipeptida dan asam amino (Syarief dan Haryadi, 1984),
dan d) kerusakan biologis, terjadi akibat serangan serangga, binatang pengerat,
burung, mikroorganisme selama penyimpanan (Williams 1991).
Berat jenis (BJ) merupakan perbandingan antara masa bahan terhadap
volumenya, satuannya adalah gr/ml. Berat jenis diukur dengan menggunakan
hukum Archimedes (Mujnisa 2008). Berat jenis memegang peranan penting dalam
berbagai proses pengolahan, penanganan, dan pemyimpanan (Jaelani 2007). Serta
berat jenis berpengaruh terhadap hemoginitas penyebaran partikel dan stabilitas
suatu campuaran pakan. Ransum yang tersusun dari bahan pakan yang memiliki
perbedaan BJ cukup besar akan menghasilkan campuran tidak stabil dan mudah
terpisah kembali (Chung and Lee 1995). Hasil pengujian berat jenis (BJ) terhadap
pakan komersial ayam petelur muda dan ayam petelur dewasa (umur diatas 18
minggu) berturut-turut, yaitu 1.47 g/ml dan 1.39 g/ml. Berdasarkan hasil tersebut
menunjukan bahwa nilai berat jenis bahan pakan lebih dari berat jenis air. Pakan
yang baik adalah nilai densitasnya lebih besar sehingga intake pakan meningkat
(Sudarmadji 1997). Jika berat jenis < 1 maka pakan akan mengapung di dalam
rumen, sedangkan berat jenis > 1 maka pakan tersebut akan berada di dalam rumen
bagian bawah. Variasi berat jenis dipengaruhi oleh kandungan nutrisi bahan pakan,
distribusi ukuran partikel dan karakteristik permukaan partikel (Saudjana 1998).
Kerapatan tumpukan (KT) merupakan perbandingan antara berat bahan
dengan volume ruang yang ditempatinya dan satuannya adalah kg/m3 (Khalil
1999). Kerapatan tumpukan penting untuk memperhitungkan volume ruang yang
dibutuhkan suatu bahan dengan berat jenis tertentu seperti pada pengisian alat
pencampur, elevator, dan silo. Nilai kerapatan tumpukan menunjukkan porositas
dari bahan, yaitu jumlah rongga udara yang terdapat diantara partikel- partikel
bahan. Hasil pengujian kerapatan tumpukan terhadap pakan komersial ayam petelur
muda dan ayam petelur dewasa (umur diatas 18 minggu) berturut-turut, yaitu 0.50
g/ml dan 0.60 g/ml. Bahan pakan yang memiliki kerapatan tumpukan rendah maka
membutuhkan waktu mengalir lebih lama serta dapat ditimbang lebih teliti dan
sebaliknya. Nilai kerapatan tumpukan berbanding lurus dengan laju alir pakan,
semakin tinggi kerapatan tumpukan maka laju alir pakan semakin meningkat (Sing
dan Heldman 1984).
Kerapatan pemadatan tumpukan (KPT) adalah perbandingan antara berat
bahan terhadap volume ruang yang ditempatinya setelah melalui proses pemadatan
seperti penggoyangan. Hasil pengujian kerapatan pemadatan tumpukan terhadap
pakan komersial ayam petelur muda dan ayam petelur dewasa (umur diatas 18
minggu) berturut-turut yaitu 0.56 g/ml dan 0.65 g/ml. Kerapatan pemadatan
tumpukan dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran partikel bahan pakan (Gautama
1998). Kerapatan pemadatan tumpukan yang tinggi maka memiliki kemampuan
memadat yang tinggi. Semakin rendah kerapatan pemadatan tumpukan yang
dihasilkan maka laju alir semakin menurun (Rikmawati 2005).
Menurut Mujnisa (2008) sudut tumpukan (ST), yaitu sudut yang terbentuk
jika suatu bahan dicurahkan pada bidang datar melalui sebuah corong. Tampak
pada tabel kedua (2) sudut tumpukan (ST) pakan komersial ayam petelur muda dan
ayam petelur dewasa (umur diatas 18 minggu) berturut-turut sebesar 11.43o dan
9.45o. Hasil tersebut tidak sesuai dengan Mujnisa (2008) bahwa pakan bentuk padat
mempunyai sudut tumpukan berkisar antara 20° sampai 50°. Sudut ini merupakan
kriteria kebebasan bergerak suatu partikel dari suatu tumpukan bahan. Besarnya
sudut tumpukan dipengaruhi oleh ukuran partikel bahan, tekstur, berat jenis,
kerapatan tumpukan dan kadar bahan air. Ukuran partikel kecil maka akan
membentuk sudut tumpukan yang semakin besar. Sudut tumpukan yang kecil
mudah dan lebih akurat dalam penakaran.
Hasil pengujian pakan PAR G dan PAR L didapatkan hasil bahwa kadar air
lebih rendah dari standar yang terdapat di label. Hal ini masih masuk dalam
katergori kadar air normal karena masih di bawah kadar air yang tercantum di label
yaitu maksimum 12%. Kerapatan Tumpukan (KT) berbanding lurus dengan
Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT) dan Protein Kasar (PK). PAR G memiliki
KPT 0.56 gr/ml dan PK 9.80% sedangkan PAR L memiliki KPT 0.65 gr/ml dan PK
14.51% yang berarti kedua uji ini saling berhubungan. Protein memiliki bobot
molekul lebih besar daripada molekul nutrient lainnya seperti karbohidrat hal
tersebut membuat kerapatan tumpukan maupun kerapatan pemadatan tumpukan
menjadi lebih besar. Perbedaan ukuran partikel pakan dapat membuat rongga-
rongga diantara pakan sehingga dapat dimasuki oleh oksigen dan terjadi respirasi
lalu pakan menjadi lembab dan mudah ditumbuhi jamur. Kualitas pakan pun
menurun akibat pakan dirusak oleh jamur. Kerusakan pakan dipengaruhi oleh kadar
air, ukuran partikel, oksigen, suhu, dan jamur.
Kandungan PK dan LK memiliki hubungan berbanding terbalik. Pada label
diketahui kedua pakan memiliki LK sebesar 3% dengan PK PAR G 15% dan PAR
L 17%. Sedangkan pada hasil uji didapatkan penurunan PK menjadi PK PAR G
sebesar 9.8% dan PAR L sebesar 14.51% hal ini berarti kandungan LK sudah
meningkat sehingga pakan akan mengalami ketengikan dan pakan mengalami
penurunan kualitas nutrient. Pengujian KA dan PK terhadap pakan PAR G dan PAR
L tidak dilakukan pada waktu yang bersamaan. Pengujian KA terhadap kedua
pakan dilakukan 2 minggu setelah pengambilan sampel pakan, sedangkan
pengujian PK dilakukan 3 minggu setelah pengambilan sampel. Penyimpanan
sampel kurang tepat dikarenakan hanya diletakkan di dalam kantong plastik hitam
dan diruangan yang panas sehingga nilai nutrient terutama PK menjadi menurun
akibat terdenaturasi oleh panas.

SIMPULAN

Hasil pengujian yang telah dilalukan, yakni pengujian fisik dan kimia dari
pakan komersial (PAR G dan PAR L 1) yang digunakan oleh peternakan ayam layer
“Global Buana Farm” dikategorikan kedalam kategori pakan yang kurang baik,
sebab masih dibawah standar SNI. Sebelum dilakukan pengujian secara secara fisik
maupun kimia perlu mengingat begitu panjangnya proses yang dialami oleh pakan
mulai dari sumber bahan baku, proses di pabrik, penyimpanan di gudang, hingga
perjalanan pakan sampai ke peternak, hingga berakibat terjadinya penurunan
kualitas pakan.
DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas. Jakarta(ID): Penerbit PT


Gramedia Pustaka Utama.
Chung, D.S and C.H.Lee. 1985. Grain physical and thermal properties related to
drying and aeratio. ACIAR Proceding No 71. Australia. Australian
Centre for Internasional Agriculture Research.
Dwidjoseputro. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta(ID): Djambatan.
Fadilah R dan Fatkhuroji. 2014. Memaksimalkan Produksi Ayam Ras
Petelur.Jakarta (ID): PT. Agro Medika Pustaka.
Gautama, P. 1998. Sifat fisik pakan lokal sumber energi, sumber mineral serta
hijaun pada kadar air dan ukuran partikel yang berbeda. [Skripsi].
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Gremmels J. 2012. Introduction to animal feed production. Di dalam: Animal Feed
Contamination: Effects on Livestock and Food safety. Cambridge (GB):
Woodhead Publishing.
Hall CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. The AVI Publishing
Co, Inc. Westport, Connecticut.
Jaelani, Achmad, DKK. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil
Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Trude Palm Oil
(CPO). Jurnal AL-Ulum. 33 (3).
Jafarali Ahmad. 2006. Karakteristik Sifat Fisik Bungkil Kedelai, Bungkil Kelapa
Dan Bungkil Sawit. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Jones FT. 2004. Quality Control in Feed Manufacturing . Feed Stuffs September,
2004; 56-60.
Khalil. 1997. Pengolahan Sumber Daya Bahan Makanan Ternak. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Puspitasari, D. 2004. Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu
Pada Industri Pengolahan Tahu. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
PT Japfa Comfeed tbk. 2015. Layer Grower Par G Mash [Internet]. [diunduh
tanggal 2018 Mei 17]: https://www.japfacomfeed.co.id/id/product-and-
services/product-detail/layer-growerpar-g-mash.
PT Japfa Comfeed tbk. 2015. Layer Feed I Par L I Mash [Internet]. [diunduh
tanggal 2018 Mei 17]: https://www.japfacomfeed.co.id/id/product-and-
services/product-detail/layer-growerpar-g-mash.
Rangkuti JH. 2011. Produksi dan kualitas susu kambing peranakan etawah (pe)
pada kondisi tatalaksana yang berbeda.departemen ilmu produksi dan
teknologi peternakan. Fakultas Peternakan. Jurnal Ilmiah. Institut Pertanian
Bogor.Vol.3 :7-10.
Rasyaf M. 2003. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta (ID): Penebar Swadaya Utama.
Setiawan N. 2006. Perkembangan Konsumsi Protein Hewani di Indonesia: Analisis
Hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional 2002-2005. Jurnal Ilmu Ternak.
6(1): 68 – 74.
Tillman AD, H Hartadi, S Reksohadiprodjo, S Prawirokusumo dan S
Lebdosoekojo. 2005. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta(ID):
Gadjah Mada University Press.
Williams PEV, Tait CAG, Immes GM, and Newbold CJ. 1991. Effects of the
inclusion of yeast cultures (S.c. plus growth medium) in the diet of dairy
cows on milk yield and forage degradation and fermentation patterns in the
rumen of steers. J. Anim. Sci. 69:3016-3020.
Winarno FG. 1983. Gizi Pangan, Teknologi dan Konsumsi. Jakarta (ID): Penerbit
Erlangga.
LAMPIRAN

Berat Jenis (BJ)

PAR G

Berat sampel = 25.0990 gram/ml


Volume Awal = 55 ml
Volume Akhir = 73 ml
∆ Volume = 18 ml
𝑚 25.0990
𝜌= = = 1.3943 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 18

PAR L

Berat sampel = 25.0074 gram/ml


Volume Awal = 45 ml
Volume Akhir = 62 ml
∆ Volume = 17 ml
𝑚 25.0074
𝜌= = = 1.4710 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 17

Kerapatan Tumpukan (KT) dan Kerapatan Pemadatan Tumpukan (KPT)

PAR G

Berat gelas ukur = 112.84.82 gram


Berat g. ukur+sampel = 137.8517 gram
Bobot sampel = 25.0035 gram

𝑚 25.0035
𝐾𝑇 = = = 0.50007 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 50

𝑚 25.0035
𝐾𝑃𝑇 = = = 0.5556 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 45

PAR L

Berat gelas ukur = 129.1183 gram


Berat g. ukur+sampel = 159.0671 gram
Bobot sampel = 29.9488 gram

𝑚 29.9488
𝐾𝑇 = = = 0.5989 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 50
𝑚 29.9488
𝐾𝑃𝑇 = = = 0.6510 𝑔𝑟𝑎𝑚⁄𝑚𝑙
𝑉 46

Sudut Tumpukan (0)

PAR G

Tinggi = 4.5 cm
Diameter = 44.5 cm

𝑡
tan 𝛼 =
0.5 𝑥 𝑑
4.5
=
0.5 𝑥 44.5
= 0.2022 𝑐𝑚
𝑎 = 11.4310
PAR L

Tinggi = 4 cm
Diameter = 48 cm

𝑡
tan 𝛼 =
0.5 𝑥 𝑑
4
=
0.5 𝑥 48
= 0.1666 𝐶𝑀
𝑎 = 9.4586

Kadar Air (%)

PAR G

Berat sampel (X) = 2.0723 gram


Berat cawan kosong (Y) = 3.5145 gram
X+Y = 5.5868 gram
Berat cawan setelah oven (Z) = 5.3574 gram
𝑋+𝑌−𝑍
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = 𝑥 100%
𝑋
5.5868 − 5.3574
= 𝑥 100
2.0723
= 11.07 %
𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 = 100 − 𝐾𝐴
= 100 − 11.07
= 88.93 %
PAR L

Berat sampel (X) = 2.0917 gram


Berat cawan kosong (Y) = 3.5702 gram
X+Y = 5.6619 gram
Berat cawan setelah oven (Z) = 5.4585 gram
𝑋+𝑌−𝑍
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 (%) = 𝑥 100%
𝑋
5.6619 − 5.4585
= 𝑥 100
2.0917
= 9.72 %
𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 = 100 − 𝐾𝐴
= 100 − 9.72%
= 90.28 %

Protein Kasar (%)

PAR G

Berat sampel (A) = 0.1664 gram = 166.4 mg


Volume Titrasi (B) = 13.90 ml
Volume Blanko (C) = 15.60 ml
N. NaOH (D) = 0.1097 ml

(𝐶 − 𝐵)𝑥 𝐷 𝑥14 𝑥 6.25


%𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑥 100 %
𝐴 (𝑚𝑔)
(15.60 − 13.90)𝑥 0.1097𝑥14𝑥6.25
= 𝑥 100%
166.4
= 9.80 %

PAR L

Berat sampel (A) = 0.1620 gram = 162 mg


Volume Titrasi (B) = 13.15 ml
Volume Blanko (C) = 15.60 ml
N. NaOH (D) = 0.1097 ml

(𝐶 − 𝐵)𝑥 𝐷 𝑥 14 𝑥 6.25
%𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑘𝑎𝑠𝑎𝑟 = 𝑥 100 %
𝐴 (𝑚𝑔)
(15.60 − 13.15)𝑥 0.1097𝑥14𝑥6.25
= 𝑥 100%
162
= 14.51 %

Anda mungkin juga menyukai