Anda di halaman 1dari 40

I.

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut ayam hasil
budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi yang dapat
dijangkau dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat, sebagai penghasil daging
dengan konversi pakan rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda
(Rasidi, 2000). Pada umumnya broiler ini siap panen pada usia 28 sampai 45 hari
dengan bobot badan 1,2 sampai 1,9 kg/ekor (Azis dkk. 2010). Broiler dipelihara
untuk dimanfaatkan produksi dagingnya sebangai sumber protein hewani
(Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Menurut Badan Pusat Statistik kebutuhan
daging ayam tahun 2018 mencapai 90 942,85 ton/tahun, tahun 2019 mencapai
106 817,03 ton/tahun dan tahun 2020 mencapai 100 100,57 ton/tahun, sedangkan
menurut Data Dinas Ketahanan Pangan Kota Pekanbaru jumlah ketersediaan
pangan daging ayam mencapai 13,514.00 ton/tahun dan kebutuhannya 12,6
kg/hari dengan populasi 7088500 ekor/tahun pada tahun 2019. Jadi, dari data di
atas terlihat bahwa terjadi peningkatan kebutuhan daging ayam setiap tahunnya.
Faktor penentu dalam keberhasilan pengembangan peternakan broiler adalah
faktor lingkungan, nutrisi dan genetik (Yuwanta, 2004). Faktor lingkungan
memiliki peran seperti pakan dan perkandangan (Wahju, 2004), sedangkan
intensitas cahaya, suhu dan kelembaban (Umam dkk., 2015). Menurut Choeronisa
dkk., 2016) menyatakan bahwa ketersediaan bahan pakan jumlah dan kualitas
harus harus memadai, namun kenyataan menunjukkan bahwa bahan pakan yang
tersedia masih bersaing dengan kebutuhan manusia, sehingga membuat peternak
lokal harus mencari bahan pakan fungsional lainnya seperti tumbuhan duckweed
yaitu Lemna minor.
Tumbuhan air Lemna minor yang mudah dibudidaya dan melimpah karena
Lemna minor dapat melipat menggandakan biomasanya dalam 16 jam sampai 4
hari (Reid, 2004). Lemna minor merupakan tanaman air kecil yang ditemukan
tumbuh diatas air dengan tingkat penyebaran yang sangat luas diseluruh
Indonesia. Berdasarkan penelitiaan yang dilakukan Prihanroto dkk, (2015) Lemna
minor memiliki potensi produksi bahan segar sekitar 35,73-87,03 ton/ha/tahun

1
setara dengan bahan kering yang mencapai 1,45-2,66 ton/ha/tahun. Kandungan
nutrisi yang terdapat pada Lemna minor protein kasar 20,17%-23,07%, serat kasar
tertinggi sebesar 10,35%, lemak kasar 4,73% dan BETN 34.54% (Donatus dkk.
2018).
Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sulaiman dan Irawan
(2020) tentang pemanfaatan Lemna minor sebagai bahan pakan tambahan dapat
meningkatkan nilai warna kuning telur dan menurunkan kadar kolestrol pada itik
alabio. Hasil penelitian Anjani (2018) menyatakan bahwa pemberian Lemna
minor dalam pakan dapat meningkatkan bobot karkas ayam broiler. Hasil
penelitian Putra dan Ritonga (2018) menyatakan bahwa penggunaan Lemna minor
sebagai alternatif pakan Ayam kampung dapat mengurangi biaya produksi pakan.
Berdasarkan dari penelitian diatas yang telah dilakukan masih belum ada yang
melakukan penelitian menggunakan Lemna minor untuk performa ayam broiler.
Pertumbuhan merupakan proses bertambah banyak atau besar massa sel
maupun organ yang terjadi secara berangsur-angsur seiring dengan pertambahan
usia. Pertumbuhan pada ternak sangat penting untuk menentukan produktivitas.
Salah satu kriteria pengukuran pertumbuhan adalah dengan mengukur
pertambahan bobot badan. Pakan merupakan faktor lingkungan yang memberikan
pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan pada ayam broiler salah satu unsur
yang berpengaruh penting terhadap performa produksi broiler. Pakan juga
memberikan andil terbesar dalam biaya produksi broiler sekitar 70%. Untuk itu,
dalam menentukan keberhasilan broiler adalah Feed Convertion Ratio (FCR) atau
konversi pakan. Menurut National Research Council (NRC) (1994) menyatakan
bahwa kebutuhan untuk broiler periode starter yaitu energi metabolis 3200
kkal/kg, protein kasar 23%, lemak kasar 4%, serat kasar 3-5%, calcium 1%,
phosphor 0,45% sedangkan periode finisher yaitu energi metabolis 3200 kkal/kg,
protein kasar 20%, serat kasar 3-6%, lemak kasar 3-4%, calcium 0,9% dan
phosphor 0,4% untuk nutrisi ternak umur 0-6 minggu.
Berdasarkan kondisi di atas, maka penulis telah melakukan penelitian tentang
pengaruh penambahan tepung Lemna minor dalam ransum terhadap performa
broiler yang meliputi pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan konversi
ransum pada broiler yang dipelihara pada jangka waktu tertentu.

2
I.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung
Lemna minor dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum
dan konversi ransum.

I.3. Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini diharapkan sebagai :
1) Informasi untuk peternak lokal tentang penggunaan tepung Lemna
minor dalam ransum sebagai salah satu bahan pakan tambahan.
2) Informasi untuk peternak tentang manfaat tepung lemna minor sebagai
bahan pakan tambahan terhadap perfoma broiler.

I.4. Hipotesis
Pemanfaatan tepung Lemna minor dalam ransum hingga level 9% dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan, konsumsi pakan dan menurunkan
konversi ransum pada broiler.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Broiler
Ayam ras atau broiler adalah jenis ayam unggul yang telah
dikembangbiakan untuk tujuan memproduksi daging dan dipelihara dengan waktu
singkat (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Ayam broiler merupakan salah satu
jenis ayam yang bersayap dan bagian dari kelas aves yang dipelihara dengan
tujuan untuk memberiakan nilai ekonomis dalam masa produksi dagingnya
(Yuwanta, 2004). Taksonomi ayam menurut Al-Nasser et al., (2007) sebagai
berikut: Kingdom: Animalia; Phylum: Chordata; Subphylum: Vertebrata; Class:
Aves; Ordo: Galliformes; Family: Phasianidae; Genus: Gallus; Species: Gallus
gallus; Subspecies: Gallus gallus domesticus. Ayam ras pedaging dapat dilihat
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Ayam Ras Pedaging( asal foto mana dari mana) ?

Program pemeliharaan ayam broiler terdiri dari 2 fase yaitu fase starter (0-3
minggu) dan fase finisher (>3 minggu), broiler merupakan sebutan pada ayam
pedaging yang menghasilkan daging dalam jumlah banyak. Broiler memiliki masa
hidup cukup singkat dalam pertumbuhanya yang bergantung pada pakan sekitaran
60-70% dari total produksi (Tamalludin, 2012). Pakan yang diberikan baik
(kualitas maupun kuantitas) maka akan menghasilkan hasil yang baik (Amrullah,
2004). Pertambahan bobot badan broiler yang tinggi ditunjang dengan ransum
yang cukup kandungan gizinya (Jaelani, 2011). Ciri–ciri adalah sebagai berikut:
Ukuran badan ayam pedaging relatif besar, padat, kompak, dan berdaging penuh,
sehingga disebut tipe berat; Jumlah telur relatif sedikit; Bergerak lambat dan

4
tenang; Biasanya lebih lambat mengalami dewasa kelamin; Beberapa jenis ayam
pedaging mempunyai bulu kaki dan masih suka mengeram (Rahayu dkk, 2011).
Ayam broiler yang mempunyai pertumbuhan sangat cepat dan mempunyai
kelemahan yaitu mudah mengalami stres dan rentan terhadap penyakit (Susanto
dan Sudaryani, 2009). Pertumbuhan yang cepat dapat memaksa organ pencernaan
dan organ dalam pada ternak melakukan metabolisme secara cepat sehingga
sering terjadi kegagalan jantung yang ditandai dengan ditemukan cairan pada
bagian rongga abdominal (ascites) (Murwani, 2010). Tujuan pemeliharaan ayam
broiler adalah untuk memproduksi daging, beberapa sifat yang harus diperhatikan
dalam pemeliharaan ayam broiler yaktu sifat dan kualitas daging baik (meatness)
ternak, laju pertumbuhan dan bobot badan (rate of gain) ayam yang tinggi, warna
kulit kuning, warna bulu putih, konversi pakan rendah, bebas dari sifat
kanibalisme, sehat dan kuat, kaki tidak mudah bengkok, tidak temperamental dan
cenderung malas dengan gerakan lamban, serta daya hidup tinggi (95%) tetapi
tingkat temperatur yang ideal untuk ayam broiler adalah 23-26° C (Fadilah, 2006),
tapi broiler mampu mempertahankan suhu tubuh (homeothermic) pada kisaran 40
sampai 43oC (Lopes et al., 2014).

2.2 Lemna minor


Lemna minor adalah salah satu spesies duckweed dari family Lemnaceae
yang terdiri dari lima generasi yaitu Landoltia, Lemna, Spirodela, Wolffia dan
Wolffiella dengan empat puluh lebih yag diidentifikasi (Les et al., 2002). Lemna
minor dapat dilihat pada Gambar 2.2.

2.2. Gambar Lemna minor ????

5
Menurut Said (2006) Lemna minor merupakan gulma air yang
keberadaannya termasuk sulit untuk dikendalikan. Menurut Landesman et al.
(2005) biomassa Lemna minor dapat bertambah dua kali lipat dalam waktu 16
sampai dengan 2 hari pada kondisi suhu dan pH ideal serta cahaya dan nutrisi
yang cukup. Tumbuhan dari famili Lemnaceae dikenal memiliki kadar protein
tinggi dan sudah lama dijadikan bahan makanan di beberapa negara di Asia.
Lemna minor memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik yaitu Protein
Kasar 25-35%, Serat Kasar 4,4% dan Lemak Kasar 8-10% (Leng et al., 1995).
Menurut Men et al.(2001) kandungan nutrisi Lemna minor Berat Kering 4,7%,
Protein Kasar 38,6%, Serat Kasar 8,7%, Lemak Kasar 9,8%, Ca 0,71% Dan
Fosfor 0,62%. Menurut Nopriani et al. (2014) Berat Kering 6,24%, Protein
Kasar 22,4%, Serat Kasar 10,16%, Lemak Kasar 2,21%. Menurut Appenroth et
al. (2016) Kandungan protein berkisar antara 20% hingga 35%, lemak4%
hingga7%, dan karbohidrat dari 4% hingga 10% dari berat kering.

2.3 Ransum
Ransum merupakan campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak
semalam umur hidup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tubuh. Ransum
yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang seimbang, disukai oleh
ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan
(Ensminger et al., 1990). Penyusunan ransum pada broiler didasarkan pada
kandungan energi dan protein, broiler pada periode starter (umur 0-3 minggu)
menggunakan ransum yang mengandung 23% protein dan 3.200 kkal/kg energi
metabolisme dan pada periode finisher (3-6 minggu) kondisi pertumbuhan ayam
broiler mulai menurun, sehingga protein dalam ransum diturunkan menjadi 20%
dan energi metabolisme 3.000-3.200 kkal/kg (National Research Council,1994).
Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum antara lain : Kandungan nutrisi
Lemna minor Berat Kering 6,24%, Protein Kasar 22,4%, Serat Kasar 10,16%,
Lemak Kasar 2,21% (Nopriani dkk., 2014). Kandungan nutrisi Bungkil Kedelai
Protein Kasar 42,7%, Serat Kasar 10,4%, Lemak Kasar 9%, Abu 9%, BETN
28,5% (Hartadi dkk., 1997) dan 40-50% Protein dan 2850 kcal/kg Enargi
Metabolisme (Sudarmono, 2003); Kandungan nutrisi Dedak Padi yaitu 11.9-

6
13,4% Protein, 10-16% Serat Kasar, 70,5-80,5% TDN, 2730 kg/Kkal
Karbohidrat, 0,1% Ca Dan 1,51% P (Rasyaf, 2003); Kandungan Nutrisi Jagung
yaitu Bahan Kering 75 – 90%, Serat Kasar 2,0%, Protein Kasar 8,9%, Lemak
Kasar 3,5%, Energi 3.370–3.918 kkal/kg, TDN 82%, Calcium 0,02%, Fosfor
3,0% (United State Departement of Agriculture, 2016).
Protein adalah persenyawaan organik kompleks yang mengandung unsur
karbon 50%, hydrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 15%, belerang 0-3% dan
fosfor 0-3%, protein tersusun atas lebih dari 20 persenyawaan organic yang
disebut asam amino (Suprijatna, 2008). Asam amino yang dapat disintesis dalam
tubuh meliputi alanin, asam aspartat, asam glutamat, glutamin, hidroksiprolin,
glisin, prolin dan serin dan yang tidak dapat disintesis dalam tubuh meliputi
metionin, arginin, treonin, triptofan, histidin, isoleusin, leusin, lisin, valin dan
fenilalanin, fungsi utama protein adalah untuk pembentukan sel, jaringan,
mengganti sel-sel yang rusak, sumber enzim tubuh, serta diperlukan sebagai
material pembentukan jaringan dan produk (telur) (Widodo, 2002).

2.4 Konsumsi Ransum


Konsumsi ransum adalah ransum yang dimakan dengan jumlah dan waktu
tertentu dan digunakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup. Konsumsi
ransum akan meningkat setiap minggunya jadi bila pertambahan bobot badan
semakin laju maka konsumsi pakannya semakin tinggi (Fadillah, 2006).
Konsumsi ransum pada ayam pedaging tergantung pada strain, umur, aktivitas
serta temperatur lingkungan (Wahju, 2004). Menurut Anggitasari dkk. (2016)
faktor yang dapat mempengaruhi konsumsi ransum adalah kandungan energi
dalam pakan, kualitas pakan dan keadaan suhu lingkungan yang tinggi. Pemberian
pakan yang mengndung protein yang tinggi dapat memberikanpertambahan bobot
badan yang lebih cepat dari pada pakan yang mengandung protein yang rendah
(Sugiarto, 2008).
Banyaknya konsumsi pakan bukan jaminan mutlak, tetapi keserasian nutrien
dalam ransum yang sesuai kebutuhan nutrian ayam dan kualitas bahan pakan
merupakan faktor terpenting untuk mencapai puncak produksi (Wahju, 2004).
Pemberian ransum bertujuan untuk menjamin pertumbuhan berat badan dan
menjamin produksi daging agar menguntungkan (Sudarso dan Siriwa, 2007).

7
Gultom (2014) menyatakan konsumsi protein yang tinggi akan mempengaruhi
asupan protein pula ke dalam daging dan asam-asam amino tercukupi di dalam
tubuhnya sehingga metabolisme sel-sel dalam tubuh berlangsung secara normal.
Tampubolon dan Bintang (2012) menyatakan asupan protein dipengaruhi oleh
jumlah konsumsi ransum. Jumlah konsumsi ransum broiler dapat dilihat pada
Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kebutuhan Konsumsi Pakan pada Broiler per Ekor/Minggu


Konsumsi Ransum (g/ekor)
Umur Broiler
Jantan (g) Betina (g)
1 minggu 135 131
2 minggu 290 273
3 minggu 487 444
4 minggu 704 642
5 minggu 960 738
Sumber : National Research Council (NRC), 1994

2.5 Pertambahan Bobot Badan


Pertumbuhan adalah proses peningkatan ukuran tulang, otot, organ dalam
dan bagian tubuh yang terjadi sebelum lahir (prenatal) dan setelah lahir (postnatal)
sampai mencapai dewasa. Pertumbuhan yang cepat biasanya diikuti oleh
konsumsi pakan yang banyak pula. Jika pakan diberikan tidak terbatas atau
adlibitum, ayam akan makan sepuasnya hingga kenyang (Rasyaf, 2003).
Kartasudjana dan Suprijatna (2010) menyatakan bahwa pertumbuhan pada ayam
broiler dimulai dengan perlahan kemudian berlangsung cepat sampai dicapai
pertumbuhan maksimum setelah itu menurun kembali hingga akhirnya terhenti.
Ayam ras pedaging memperlihatkan pertambahan bobot badan yang baik
apabila ransum memiliki kandungan nutrisi yang baik pula (Hasan, 2013).
Pertambahan bobot badan dipengaruhi juga oleh kandungan protein tercerna
dalam ransum dimana kandungan protein memiliki proporsi yang lebih tinggi
untuk pertambahan bobot badan (Saleh dan Jefrienda, 2005). Ayam ras pedaging
sudah dapat dipasarkan pada umur empat minggu dengan bobot badan sekitar 0,9–
1,3 kg bahkan lebih, ayam ras pedaging jantan dan betina dipasarkan dengan

8
bobot 1,8–2,1 kg dalam bentuk karkas atau potongan komersial karkas dan juga
dijual hidup (Cobbvantress, 2008).
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah jenis ayam, jenis kelamin,
faktor lingkungan, energi metabolis dan kandungan protein ransum (Wahju,
2004). Secara garis besar, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecepatan
pertumbuhan, yaitu interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan.
Pertambahan bobot badan merupakan tolak ukur yang lebih mudah untuk
memberi gambaran yang jelas mengenai pertumbuhan (Yunilas, 2005). Standar
pertambahan bobot badan broiler dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Standar Bobot Badan Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1
sampai 5 Minggu
Bobot Badan (g/ekor)
Umur Broiler
Jantan (g) Betina (g)
1 minggu 152 144
2 minggu 376 344
3 minggu 686 617
4 minggu 1085 965
5 minggu 1576 1344
Sumber : National Research Council (NRC), 1994 contoh sumber gambar/tabel nya

2.6 Konversi Ransum


Nilai konversi pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain genetik,
tipe pakan yang digunakan, feed additive yang digunakan dalam pakan,
manajemen pemeliharaan, dan suhu lingkungan (James, 2004). Jumlah pakan
yang digunakan mempengaruhi perhitungan konversi ransum atau Feed
Converstion Ratio (FCR). FCR merupakan perbandingan antara jumlah ransum
yang dikonsumsi dengan pertumbuhan bobot badan. Angka konversi ransum yang
kecil berarti jumlah ransum yang digunakan untuk menghasilkan satu kilogram
daging semakin sedikit (Suprijatna dan Kartasudjana, 2010). Semakin tinggi
konversi ransum berarti semakin boros ransum yang digunakan (Fadilah, 2006).
Nilai konversi ransum berhubungan dengan biaya produksi, biaya ransum jadi
untuk menghasilkan bobot badan yang baik ada tiga faktor yang mempengaruhi
yaitu kualitas ransum, teknik pemberian ransum dan angka mortalitas (Amirullah,
2004).

9
Lacy dan Vest (2000) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi
konversi pakan adalah genetik, ventilasi, sanitasi, kulitas pakan, jenis pakan,
penggunaan zat aditif, kualitas air, penyakit dan pengobatan serta manajemen
pemeliharaan, selain itu meliputi faktor penerangan, pemberian pakan, dan faktor
sosial. Nilai konversi pakan yang semakin rendah menunjukkan penggunaan
pakan yang lebih efisien, konversi pakan dapat digunakan untuk menilai tingkat
efisiensi dalam suatu penggunaan pakan yang dikonsumsi (Perry, 2005). Angka
konversi ransum minimal dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kualitas ransum,
teknik pemberian ransum dan angka mortalitas (Amrullah, 2004).

10
III. MATERI DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini telah dilakukan selama 1 bulan mulai bulan Mei-Juni 2022 di
kandang percobaan ternak unggas, UIN Agriculture Research and Development
Station (UARDS) Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim Riau.

III.2. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut :


Penelitian ini menggunakan ayam Days Old Chick (DOC) Strain Cobb 707
sebanyak 100 ekor tanpa pemisahan jenis kelamin. Bahan penyusun ransum yang
digunakan pada penelitian ini terdiri dari jagung halus, dedak halus, tepung ikan,
bungkil kedelai, topmix dan lemna minor yang diperoleh dari budidaya sendiri.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian adalah kandang ayam sebanyak
20 kandang dengan ukuran 35cm x 25cm x 35cm dan masing-masing kandang
ayam diisi 5 ekor, timbangan analitik, bola lampu 5 watt, thermometer, pisau,
kabel, alas kandang, tirai (terpal), semprotan desinfeksi, tempat pakan dan
minum, koran untuk alas ternak baru, ember, lampu, kamera dan alat tulis.
Peralatan yang digunakan pada pembuatan Lemna minor yaitu grinder,
timbangan analitik dan plastik.

III.3. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri


dari 4 perlakuan dan 5 ulangan dengan setiap ulangan terdiri dari 5 ekor ayam
broiler. Ransum disusun berdasarkan National Research Council (NRC) (1994)
sesuai dengan kebutuhan ayam pada periode Starter dan Finisher. Metode yang
digunakan dalam pengolahan formulasi ransum ini adalah metode trial and eror
(coba-coba). Dengan masing-masing perlakuan yaitu sebagai berikut :

11
P0 : 100% ransum basal + 0% tepung Lemna minor (kontrol)
P1 : 97% ransum basal + 3% tepung Lemna minor
P2 : 94% ransum basal + 6% tepung Lemna minor
P3 : 91% ransum basal + 9% tepung Lemna minor

III.4. Prosedur Penelitian


III.4.1. Pembuatan Tepung Lemna minor
Lemna minor yang sudah siap panen dibersihkan kemudian ditiriskan
dan selanjutnya dikeringkan terlebih dahulu di bawah sinar matahari selama 2 hari
di bawah sinar matahari antara pukul 08.00-16.30 wib, kemudian dihaluskan
menggunakan grinder. Tepung Lemna minor yang sudah siap digunakan akan
dibawa ke Laboratorium Nutrisi dan teknologi pakan Fakultas Pertanian dan
Peternakan UIN Suska Riau untuk dianalisis kandungan nutrisinya.

Lemna minor

Ditiriskan

Dikeringkan Sinar matahari

Dihaluskan Menggunakan grinder

Uji Proksimat  Bahan Kering (%)


 Protein Kasar (%)
 Serat Kasar (%)
 Lemak Kasar (%)
Analisis Data
 BETN (%)
 Abu (%)

Gambar 3.1 Bagan alur Penelitian

12
3.4.2. Pembuatan Ransum
Lemna minor yang sudah dianalisis kandungan nutrisisnya dan
kemudian dicampurkan ke dalam bahan penyusun ransum pakan ternak. Adapun
kebutuhan, kandungan nutrisi ransum perlakuan dan formulasi ransum dapat
dilihat pada Tabel 3.1, 3.2, 3.3 dan 3.4 berikut ini:

Tabel 3.1.Kebutuhan Nutrisi Ayam broiler Fase Starter dan Fase Finisher
Kandungan Nutrisi (%) Fase Pemeliharaan
Starter Finisher
Energi Metabolis (kkal/kg) 3.200 3.200
Protein Kasar (%) 23 20
Lemak Kasar (%) maks. 7 maks. 8
Serat Kasar (%) 6 6
Kalsium (Ca) 0,90-1,20 0,90-1,20
Fosfor (P) 0,4 0,4
Sumber : National Research Council (1994)

Tabel 3.2. Kandungan Nutrisi Bahan Penyusun Ransum (%)

Bahan Pakan (%) PK SK LK ME


Jagung Halusa 9,61 2,45 4,47 3182c
Dedak Halusa 15,78 8,34 9,11 3231,41c
Bungkil Kedelaia 45,67 8,32 14,58 3111c
Tepung Ikana 48,45 5,26 4,47 3468c
Tepung Lemna minorb 1,21 1 7,35 3907,55c
Sumber:
a. Analisis Laboratorium Hasil Pertanian UNRI (2022)
b. Analisis Laboratorium Nutrisi dan Teknologi pakan UIN Suska Riau (2022)
c. Hasil Perhitungan dengan Rumus Balton
Energi Metabolisme = 40,81 (0,87[Protein Kasar+2,25 Lemak Kasar+ Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen] + 4,2)

13
Tabel 3.3 Formulasi Ransum Starter (%)
Perlakuan
Bahan Pakan (%)
P0 P1 P2 P3
Jagung Halus 49 45,75 42,5 39,25
Dedak Halus 17 16 15,5 15
Bungkil Kedelai 6 7 7 7
Tepung Ikan 27 27,25 28 28,75
Top Mix 1 1 1 1
Tepung Lemna minor 0 3 6 9
Jumlah 100 100 100 100
Kandungan Nutrisi
Energi Metabolisme
(Kkal/kg) 3244,84 3253,18 3253,64 3254,0
Protein Kasar (%) 23,21 23,35 23,36 23,37
Serat Kasar (%) 4,53 4,50 4,44 4,39
Lemak Kasar (%) 5,90 6,03 6,09 6,15

Tabel 3.4 Formulasi Ransum Finisher (%)


Perlakuan
Bahan Pakan (%)
P0 P1 P2 P3
Jagung Halus 50,25 46 43,5 40,25
Dedak Halus 22,75 23,5 22 21,5
Bungkil Kedelai 1 1 1 1
Tepung Ikan 24 24,5 25,5 26,25
Top Mix 2 2 2 2
Tepung Lemna minor 0 3 6 9
Jumlah 100 100 100 100
Kandungan Nutrisi
Energi Metabolisme
(Kkal/kg) 3227,26 3227,99 3227,63 3228,09
Protein Kasar (%) 20,50 20,49 20,53 20,54
Serat Kasar (%) 4,44 4,48 4,38 4,33
Lemak Kasar (%) 5,62 5,73 5,74 5,0

III.4.2. Persiapan Kandang


Sebelum DOC datang, kandang dilakukan pembersihan dengan cara
membuang feses ayam sebelumnya, menyapu lantai, mengepel lantai,
membersihkan dinding kandang dari kotoran yang menempel untuk membunuh
bibit penyakit, pengapuran dan pengosongan kandang dilakukan selama 1-2
minggu untuk memotong siklus hidup bibit penyakit yang tertinggal. Semua
peralatan dicuci dan dicelupkan pada desinfektan seperti tempat ransum dan

14
tempat air minum.

Metode penempatan DOC pada unit kandang dilakukan secara acak


dan tanpa pemisahan jenis kelamin, dengan cara memasukkan DOC satu persatu
kedalam unit kandang diawali dari DOC dengan bobot badan terendah sampai
bobot badan tertinggi. Penempatan DOC kedalam unit kandang yang telah diberi
nomor dimulai dari unit kandang nomor 1 sampai 20, kemudian unit kandang
nomor 20 sampai nomor 1 dan seterusnya sampai DOC habis. Penempatan
perlakuan dan ulangan pada unit kandang dilakukan dengan cara pengundian lotre
sebanyak 20 gulungan, mulai dari perlakuan 1 ulangan 1 sampai perlakuan 4
ulangan 5. Pengambilan nomor undian dilakukan secara acak ditempatkan sesuai
urutan nomor unit kandang yang telah diberi nomor dan begitu selanjutnya.

P1U1 P3U5 P1U3 P3U4

P2U1 P1U4 P0U3 P3U3

P0U2 P0U1 P2U5 P1U5 P3U1 P2U4

P2U3 P0U4 P0U5 P1U2 P2U2 P3U2

Gambar 3.2 Pengacakan Kandang dan perlakuan

III.4.3. Pemeliharaan Ternak


Ayam dipelihara dalam kandang dengan ukuran 35cm x 25cm x 35cm
yang telah disekat-sekat sesuai dengan perlakuan, dengan keadaan dan kebutuhan
kandang sesuai dengan pemeliharaan ayam secara umum. Lengkapi dengan
tempat pakan dan tempat minum serta perlakuan pemberian pakan secara
adlibitum sebanyak 2 kali sehari pagi dan sore serta pemberian minum secara
adlibitum.

III.5. Parameter yang Diamati


1) Konsumsi Ransum (g)
Konsumsi ransum adalah kemampuan ternak dalam mengkonsumsi
sejumlah ransum yang digunakan dalam proses metabolisme tubuh (Rudi,

15
2013). Menurut Jaelani (2011) menyatakan bahwa rumus yang digunakan
dalam konsumsi ransum sebagai berikut:
Konsumsi Ransum = Ransum yang diberi (g) – Ransum Sisa (g)

2) Pertambahan bobot badan (g)


Pertumbuhan mencakup pertambahan dalam bentuk jaringan pembangun
seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua jaringan tubuh lainnya
(dalam hal ini tidak termasuk penggemukan karena penggemukan
merupakan pertambahan dalam bentuk lemak (Jaelani, 2011). Menurut
Jaelani (2011) menyatakan bahwa rumus yang digunakan dalam konsumsi
ransum sebagai berikut :
Pertambahan Bobot Badan = Bobot Badan Akhir (g) –Bobot Badan Awal
(g)

3) Konversi ransum
Konversi ransum adalah perbandingan jumlah konsumsi ransum pada satu
minggu dengan pertumbuhan bobot badan yang dicapai pada minggu itu,
bila rasio kecil berarti pertambahan bobot badan ayam memuaskan atau
ayam makan dengan efisien (Jaelani, 2011). Menurut Jaelani (2011)
menyatakan bahwa rumus yang digunakan dalam konsumsi ransum
sebagai berikut:

Konsumsi Ransum (g)


Konversi Ransum =
Pertambahan bobot badan (g)

III.6. Analisis Data


Data penelitian yang dihasilkan kemudian diolah secara statistik dengan
menggunkan analisis ragam Rancangan Acak Lengkap (RAL). Model matematis
rancangan menurut Steel dan Torrie (1995) adalah :
Yij = μ+τ i + εij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan dari hasil perlakuan ke-i ulangan ke-j
µ = nilai tengah umum (population mean)

16
i = pengaruh taraf perlakuan ke-i
ij = pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

Tabel 3.3 Analisis Sidik Ragam


Sumber Derajat Jumlah Kuadrat F hitung F tabel
Keragaman Bebas Kuadrat Tengah 5% 1%
Perlakuan t-1 JKP KTP KTP/KTG
Galat t(r-1) JKG KTG
Total tr-1 JKT

Keterangan :
2
(Y …)
FK =
r .t

= ∑ (Y ijk ) −FK
2
JKT

JKP

= ❑
(Yij)
2

-FK
r

JKG = JKT – JKP

JKP
KTP =
dbP

JKG
KTP =
dbG

KTP
F Hit =
KTG

Apabila hasil menunjukkan signifikan, maka dilanjutkan dengan uji lanjut, yaitu
dengan menggunakan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α 5
%.

17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Konsumsi Ransum


Rataan konsumsi ransum (gram/ekor/minggu) ayam broiler yang diberi
tepung Lemna Minor dalam ransum selama penelitian disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Rataan Konsumsi Ransum Ayam Broiler (g/ekor/minggu) Umur 1-35
Hari yang Diberi Tepung Lemna Minor dalam Ransum
Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor)
RB + TLM 0% 1788,24 ± 332,11
RB + TLM 3% 1666,62 ± 498,92
RB + TLM 6% 1840,22 ± 273,53
RB + TLM 9% 2013,67 ± 192,12
Keterangan : RB = Ransum Basal
TLM = Tepung Lemna Minor
Data yang ditampilkan adalah rataan ± standar deviasi

Hasil sidik ragam (tabel titik berpaa ) menunjukkan bahwa rataan konsumsi
ransum ayam broiler yang diberi tepung Lemna minor dalam ransum
memperlihatkan nilai yang tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini
memperlihatkan bahwa pemberian ransum basal dengan penambahan TLB
hingga 9% memberikan hasil yang relatif sama dalam setiap perlakuan. ( Hal ini
sesuai dengan penelitian......... Tahun .....)
Penggunaan tepung Lemna minor di dalam ransum tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap konsumsi ransum, hal ini diduga terjadi karena kandungan
nutrisi ransum terutama energi metabolisme dan protein di dalam tepung Lemna
minor relatif sama dimana energi metabolisme 3244,84 – 3254,00 kkal/kg dan
protein 23,21 - 23,37% untuk fase starter dan energi metabolisme 3227,26 –
3228,09 kkal/kg dan protein 20,49 -20,54% untuk fase finisher yang dapat dilihat
pada Tabel 3.3. dan 3.4. Kandungan energi metabolisme yang diberikan tersebut
hampir sama dengan yang direkomendasikan NRC (1994) yakni 3,200 kkal/kg

untuk energi metabolisme dan 20 – 23% untuk protein. Hal ini sesuai menurut
Negoro dkk. (2009) menyatakan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi protein dan
energi metabolisme pakan yang relatif sama mengakibatkan tingkat konsumsi
pakan yang cenderung sama. Sejalan dengan penelitian Amrullah (2004)
menyatakan bahwa kandungan energi ransum sangat mempengaruhi jumlah

18
konsumsi ransum karena nilai energi ransum yang sama pada semua perlakuan
mengakibatkan nilai yang dihasilkan relatif sama.
Faktor lain yang menjadi penyebab tidak berpengaruh nyata konsumsi
ransum adalah palatabilitas pakan pada disetiap perlakuan sama, sehingga
konsumsi ransum yang dihasilkan juga relatif sama. Sejalan dengan pendapat
Heldini (2015) menyatakan bahwa hubungan ransum terhadap palatabilitas
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu rasa, bau, bentuk
dan warna dari bahan ransum.
Konsumsi ransum ayam broiler pada penelitian ini berkisar antara 1666,62
gram/ekor – 2013,67 gram/ekor nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan
penelitian Harahap (2019) yang melaporkan bahwa konsumsi ransum pada ayam
broiler berkisar 2220,50 gram/ekor – 2295,63 gram/ekor dan lebih rendah dari
standar Japra Comfeed Indonesia (2012) yang melaporkan bahwa konsumsi
ransum ayam broiler umur 5 minggu sebesar 3670 gram/ekor.

4.2. Pertambahan Bobot Badan


Rataan pertambahan bobot badan (gram/ekor/minggu) ayam broiler yang
diberi tepung Lemna minor dalam ransum selama penelitian disajikan pada Tabel
4.2.
Tabel 4.2. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler (g/ekor/minggu)
Umur 1-35 Hari yang Diberi Tepung Lemna Minor dalam Ransum
Perlakuan Pertambahan Bobot Total Bobot Badan Akhir
Badan (g/ekor) (g/ekor)
RB + TLM 0% 192,12 ± 21,86 960,59
RB + TLM 3% 198,04 ± 16,57 990,19
RB + TLM 6% 161,08 ± 93,61 805,39
RB + TLM 9% 182,68 ± 15,11 913,38
Keterangan : RB = Ransum Basal
TLM = Tepung Lemna Minor
Data yang ditampilkan adalah rataan ± standar deviasi

Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa rataan pertambahan


bobot badan ayam broiler yang diberi tepung Lemna minor dalam ransum
memperlihatkan nilai yang tidak berpengaruh nyata (P> 0,05). Hal ini karena
konsumsi ransum yang diberi tepung Lemna minor hingga 9% pada (Tabel 4.1)

19
menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh nyata sehingga pertambahan bobot
badan juga meperlihatkan hasil yang relatif sama seperti konsumsi ransum.
Penggunaan tepung Lemna minor di dalam ransum tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap pertambahan bobot badan, hal ini diduga terjadi karena ransum
yang diberikan harus memiliki kualitas nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan
ayam. Apabila kualitas nutrisi dan konsumsi relatif sama, maka akan
mengakibatkan pertambahan bobot badan juga relatif sama. Sulistyani (2015)
menyatakan bahwa pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan saling
berkaitan sehingga untuk mencapai pertumbuhan yang baik dibutuhkan pakan
dengan kualitas dan kuantitas baik.
Faktor lain yang menjadi penyebab tidak berpengaruh nyata pertambahan
bobot badan adalah faktor genetik karena jenis strain ayam broiler yang
digunakan pada penelitian ini adalah sama yaitu ayam broiler strain CP 707.
Penelitian Talan (2018) menyatakan bahwa perbedaan mutu genetik yang terdapat
pada setiap strain menyebabkan perbedaan kemampuan dalam merespon
lingkungan sehingga terdapat perbedaan dalam kecepatan pertumbuhan tiap
strain.
Pertambahan bobot badan ayam broiler pada penelitian yang dilakukan
berkisar 161,08 – 198,04 gram/ekor nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Harahap (2019) yang melaporkan bahwa
pertambahan bobot badan pada penelitian ini berkisar 634,15 – 904,55 gram/ekor
dan lebih rendah dari pendapat Cobbavantress (2008) yang melaporkan bahwa
ayam broiler sudah dapat dipasarkan pada umur empat minggu dengan bobot
badan 0,9-1,3 kg.

4.3. Konversi Ransum


Rataan konversi ransum ayam broiler yang diberi tepung Lemna minor dalam
ransum selama penelitian disajikan pada Tabel 4.3.

20
Tabel 4.3. Rataan Konversi Ransum Ayam Broiler Umur 1- 35 Hari yang Diberi
Tepung Lemna Minor dalam Ransum
Perlakuan Konversi Ransum
RB + TLM 0% 12,26 ± 2,59
RB + TLM 3% 10,93 ± 2,09
RB + TLM 6% 12,05 ± 2,12
RB + TLM 9% 13,63 ± 2,13
Keterangan : RB = Ransum Basal
TLM = Tepung Lemna Minor
Data yang ditampilkan adalah rataan ± standar deviasi

Rataan konversi ransum ayam broiler pada perlakuan P0, P1, P2, dan P3
dengan rataan 10,93 – 13,63. Hasil analisis ragam pada (Lampiran 3)
menunjukkan bahwa pemberian tepung Lemna minor 0% - 9% dalam ransum
tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan oleh jenis ransum yang
digunakan pada setiap perlakuan memiliki kandungan nutrisi yang hampir sama
sehingga berpengaruh pada konsumsi ransum dan berdampak pada pertambahan
bobot badan ayam pada setiap perlakuannya.
Penggunaan tepung Lemna minor di dalam ransum tidak berpengaruh nyata
(P>0,05) terhadap konversi ransum, hal ini disebabkan karena konsumsi ransum
disetiap perlakuan memiliki nilai yang relatif sama dan juga pertambahan bobot
badan disetiap perlakuan memiliki nilai yang relatif sama, sehingga akan
menghasilkan konversi ransum dengan nilai yang relatif sama pula. Hal ini sejalan
dengan pendapat Fadilah (2006) menyatakan bahwa konversi ransum memiliki
hubungan yang erat dengan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan
ayam.
Faktor lain yang menjadi penyebab tidak berpengaruh nyata konversi ransum
dalam penelitian ini karena sumber energi dan protein dalam ransum yang
dikonsumsi tidak memenuhi kebutuhan ayam broiler sehingga pertambahan berat
badan semakin menurun. Hal ini sejalan dengan pendapat Zulfaidha (2012)
menyatakan bahwa tinggi rendahnya konversi pakan sangat ditentukan oleh
keseimbangan antara energi metabolisme dengan zat-zat nutrisi terutama protein
dan asam-asam amino dalam pakan.
Konversi ransum ayam broiler pada penelitian yang dilakukan berkisar
10,93 – 13,63 gram/ekor nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Harahap (2019) yang melaporkan bahwa konversi ransum

21
pada penelitian ini berkisar 2,49 – 3,62 gram/ekor dan lebih tinggi dari standar
Charoend Pokphand yang melaporkan bahwa strain ayam broiler yaitu sebesar
1,43.

22
V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung
Lemna minor sampai level 9% dalam ransum tidak dapat meningkatkan
pertambahan bobot badan, konsumsi ransum dan tidak dapat menurunkan
konversi ransum pada ayam broiler.

5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan untuk pemberian tepung
Lemna minor melakukan penambahan level pada penelitian selanjutnya supaya
mendapatkan hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Al-Nasser, H., Al-Khalaifa, A., Al-Saffar, F., Khalil, M.m, AlBahouh, G.,
Ragheba, A., Al-Hadad, and M. Mashaly. 2007. Overview of Chicken
Taxonomy and Domestication. World's Poultry Science Journal. 63(2): 285-
300

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Broiler. Cetakan ke-II. Penebar Swadaya.


Bogor

Anggitasari. S., O. Sjofjan dan I. H. Djunaidi. 2016. Pengaruh Beberapa Jenis


Pakan Komersial Terhadap Kinerja Produksi Kuantitatif dan Kualitatif
Ayam Pedaging. Buletin Peternakan. Vol. 40 (3): 187-196

Anjani. 2018. Pengaruh Pemberian Duckweed dalam Ransum terhadap Komposisi


Karkas dan Organ dalam lainnya pada Ayam Broiler. Publikasi Ilmiah.

Anwar, P., Jiyanto, dan M.A Santi. 2020. Performa pertumbuhan broiler dengan
suplementasi adaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) sebagai zat aditif
dalam ransum. Jurnal Ternak Tropika. 21 (2): 246-252

Appenroth, K. J., Crawford D. J., Les D. H. 2016. Nutritional Value of


Duckweeds (Lemnaceae) as Human Food. Food Chemistry. Vol 217. Hal
266-273

Astuti, D.A. 2009. Petunjuk Praktis Beternak Ayam Ras Petelur, Itik, dan Puyuh.
PT Agro Media Pustaka. Jakarta.

Azis, A., F. Manin., dan Afriani. 2010. Penampilan Produksi Ayam Broiler yang
diberi Bacillus circulans dan Bacillus sp. Selama Periode Pemulihan setelah
Pembatasan Ransum. Media Peternakan. Vol 33. Hal 12-17

Azizi, B., G. Sadeghi, A. Karimi, F. Abed. 2011. Effects of dietary energy and
protein dilution and time of feed replacement from starter to grower on
broiler chickens performance. Jurnal of Central European Agriculture.
12(1): 44-52.

Bolon., dan Bintang, P.P. 2012. Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum
terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler. Students e-
Journal. 1(1):2-5.

Choeronisa, S., Sujana, E., dan Widjastuti, T. 2016. Perfoma Produksi Telur
Puyuh (Coturnix coturnix japonica) yang Dipelihara pada Flock Size yang
Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, 1–7.

Cobbvantres. 2008. Broiler Performance And Nutrition Supplement. Cobb 500.


Coobvantress Inc, Arkansas.

24
Data Statistik Sektoral. 2019. Bidang Statistik dan Persandian. Seksi Survei dan
Akuisisi Data. Pekanbaru Riau

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2020. Produksi Daging


Ayam Ras Pedaging. Badan Pusat Statistik.

Donatus, K., dan A. Jehemat. 2018. Produksi dan Kandungan Nutrisi Duckweed
sebagai Alternatif Suplemen Pakan Ternak dan Pupuk Organik pada
berbagai Tingkat Intensitas Cahaya. Laporan Hasil Penelitian Kerjasama
Hivos dengan Jurusan Manajemen Pertanian Lahan Kering Politeknik
Pertanian Negeri Kupang. Hal 745 – 757

Ensminger, M. E., J. E. Oldfield, and W. W. Heinemann. 1990. Feed and


Nutrition. 2 Ed. The Ensminger Publishing Company, Cali-fornia, USA.

Ensminger, M.E., J.E. Oldfield nd W.W. Heinemann. 1990. Feed and Nutrition.
The Ensminger Publishing Company. California.

Fadilah, R. 2006. Panduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial.


Agromedia Pustaka. Jakarta

Hartadi H., S. Reksohadiprojo, AD. Tilman. 1997. Tabel Komposisi


Pakan Untuk Indonesia. Cetakan Keempat. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.

Hasan, N. F., U. Atmomarsono, dan E. Suprijatna. 2013. Pengaruh Frekuensi


Pemberian Pakan pada Pembatasan Pakan Terhadap Bobot Akhir, Lemak
Abdominal, dan Kadar Lemak Hati Ayam Broiler. Animal Agriculture
Journal. Vol 2. No 1. P 336-343

Haustein, A. T., R. H. Gillman., P. W. Skillicorn., V. Vergara., V. Guevara and A.


Gastanaduy. 1990. Duckweed ausefulstrategy for feeding chickens:
Performance of layers feed with sewage-grown Lemanceae species. Journal
of Poultry Science. Vol 69: 1835-1844

Harahap, K.M.N. Harahap, Edi Erwan, dan R. Misrianti. 2019. Pemanfaatan


Tepung Biji Alpukat (Persea americana Mill.) dalam Ransum terhadap
Performa Ayam Ras Pedaging. Jurnal Peternakan Sriwijaya. Vol. 8, No. 2

Heldini, A.P. 2015. Pengaruh Penambahan Minyak Ikan Tuna Dalam Ransum
Basal Terhadap Performa Ayam Broiler. Journal of Rural and Development.
VI No.1.

Indarsih I and Tamsil MH. 2012. Feeding diets containing different forms of
duckweed on productive performance and egg quality of ducks. Med.
Journal of Poultry Science. Vol. 35 No.2 pp. 128-132

25
Jaelani, A. 2011. Performans Ayam Pedaging yang diberi Enzim Beta Mannanase
dalam Ransum yang Berbasis Bungkil Inti Sawit. Skripsi. Jurusan
Peternakan. Fakultas Peternakan. Universitas Islam Kalimantan. Kalimantan

James, R. G. 2004. Modern Livestock and Poultry. Edition. Thomson Delmar


Learning Inc., FFA Activities. London

Kabir, S. M. L., M. M. Rahman, M. B. Rahman, and S. U. Ahmed. 2004. The


dinamics of probiotics on growth performance and Immune Response in
Broilers. Journal of Poultry Science. 3 (5) : 361 – 364

Kamaludin, P. W. Dzikrillah, M. F. Azhoheru, Suhendrian, W. Hardiansyah. D.


D. Putri, dan G. G. Maradon. 2019. Manajemen Usaha Ayam Pedaging
Jantan dan Betina dengan Penambahan Suplemen Organik Cair. Jurnal
Peternakan Terapan. 1(1): 21-25.

Kartasudjana, R dan E. Suprijatna. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta. 81-94

Lacy M, Vest LR. 2000. Improving Feed in Broiler: A Guide for Growers.
http://www.ces.edu.uga.edu. diakses pada 29 juni 2020

Landesman L., Nick C.P., Clifford B.F. dan Mark Konikoff. 2005. Modeling
Duckweed Growth In Wastewater Treatment Systems. Livestock Research
For Rural Development. 17(6): 1-8

Leng, R. A., Stambolie, J. H., Bell, R. E., 1995. Duckweed a potential high
protein feed resource for domestic animals and fish. Improving animal
production systems based on local feed resources. Animal Science Congress.
Hal 100–117

Les, D. H., D. J. Crawford., E. Landolt., J. D. Gabel and R. T. Kimball. 2002.


Phylogeny and systematics of Lemnaceae the duckweed family. Systematic
Botany. Vol 27. Hal 221-240.

Lopes. A. Z., T. Y. Junior., W. S. Lacerda., and G. Rabelo. 2014. Predicting


Rectal Temperature of Broiler Chickens with Artificial Neural Network.
International Journal of Engineering and Technology. Vol 14. No 05

Manurung, J. E. 2011. Performa Ayam Broiler pada Frekuensi dan Waktu


Pemberian Pakan yang Berbeda. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan. Institut Pertanian.
Bogor.

Men, B.X., B. Ogle, and J.E. Linberg. 2001. Use of Duckweed as a Protein
Supplement for Growing Ducks. Asian-Aust. Animal Science Congress. 14
(12) : 1741 – 1746

26
Murwani, R. 2010. Broiler Modern. Widya Karya. Semarang

Mulyatini NG.A. 2010. Ilmu manajemen ternakunggas. Gadjah Mada University


Press,Yogyakarta.

National Research Council, (NRC). 1994. Nutrient Requirement of Poultry. 8th


Revised Ed. Washington, DC: National Academy Press

Negoro, A.S.P., Achmanu dan Muharlien. 2009. Pengaruh Penggunaan Tepung


Kemang dalam Pakan terhadap Penampilan Prodksi Ayam Pedaging.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang

Nopriani U, Karti PDMH, Prihantoro I. 2014. Produktivitas Duckweed (Lemna


minor) sebagai Hijauan Pakan Alternatif Ternak pada Intensitas Cahaya
yang Berbeda. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. JITV. 19 (4).

Perry. 2005. Fundamental Keperawantan Konsep, Proses dan Praktik, Edisi IV.
Jakarta.

Prihantoro. I., A. Risnawati, P. D. Karti, M. A. Setiana. 2015. Potensi dan


Karakteristik Produksi Lemna minor pada Berbagai Media Tanam. Pastura.
4 (2) : 70-77

PT. Japfa comfeed Indonesia Tbk, 2012. MB (Pedaging). Poultry breeding


division.

Putra, A. dan M. Z. Ritonga. 2018. Effectiveness Duckweed (Lemna Minor) as an


Alternative Native Chicken feed (Gallus domesticus). Publikasi Ilmiah.

Rahayu, Iman, Sudaryani, Titik, Santosadan Hari. 2011. Panduan Lengkap Ayam.
Penebar Swadaya. Jakarta

Rasidi, 2000. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Penebar.
Swadaya, Jakarta.

Rasyaf, M. 2003. Bahan Makanan Unggas di Indonesia. Kanisius.Yogyakarta

Rasyaf, M. 2006. Manjemen Peternakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya. Jakarta


Reid, D.W.S. 2004. Exploring duckweed (Lemna gibba) as a protein supplement
for ruminants us-ing the Boer goat (Capra hircus) as a model. A thesis
submitted to the Graduate Faculty of North Carolina State University.

Rudi. 2013. Kebutuhan Nutrisi pada Ayam Broiler.http : //rudinunhalu. blogspot.


com/2013/10/ kebutuhan-nutrisi-pada-ayam-broiler. html. Diakses 31
Agustus 2022.
.

27
Said, A. 2006. Pengaruh Kombinasi Pakan Alternatif Lemna minor dengan Pakan
Komersial terhadap Laju Pertumbuhan dan FCR Ikan Mas Punten sebagai
Sumber Belajar. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang

Saleh, E. dan Jeffrienda, D. N. S. Y. P. 2005. Pengaruh Pemberian Tepung Daun


Katuk terhadap Peforma Ayam Broiler. Jurnal Agribisnis Peternakan.
(1): 14-16.

Santoso, H., dan Sudaryani, T. 2009. Pembesaran Ayam Pedaging di Kandang


Panggung Terbuka. Penebar Swadaya. Jakarta

Sartika. 2017. Pengaruh Pemberian Probiotik terhadap Performa Broiler. Skripsi.


Jurusan Ilmu Peternakan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Alauddin. Makassar.

Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-
4. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. (Diterjemahkan oleh B.
Sumantri).

Sudarmono, AS. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Kanisius.


Yogyakarta.

Sudaro, Yani dan Anita Siriwa. 2007. Ransum Ayam dan Itik. Cetakan IX.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugiarto, B. 2008. Performa Ayam Broiler dengan Pakan Komersial yang


Mengandung Tepung Kemangi (Ocimum basilicum). Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Sulaiman, A., dan B. Irawan. 2020. Pemanfaatan Duckweed (Lemna minor minor)
dalam Ransum untuk Meningkatkan Warna Yolk Telur dan Menurunkan
Kadar Kolestrol Telur Itik Alabio. Prosiding Seminar. 5 (2):56-62

Sulistyani. 2015. Pengaruh penggunaan tepung kulit buah pepaya (Carica papaya
L) dalam pakan terhadap penampilan produksi ayam pedaging. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Suprijatna, E., E. Umiyati dan K. Ruhayat. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Cet.2. Penebar Swadaya. Jakarta.

Talan, C.M.B. 2018. Prayogi, dan V.M.A. Nurgiartiningsih. 2015. Penampilan


Produksi Ayam Pedaging yang Dipelihara pada Sistem Lantai Kandang
Panggung dan Kandang Bertingkat. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan.
24(3):79-87.

Tamalludin, F. 2012. Ayam Broiler 22 Hari Panen Lebih Untung. Penebar


Swadaya. Jakarta

28
Tamalludin,F. 2014. Panduan Lengkap Ayam Pedaging. Penerbit Swadaya.
Jakarta

Umam, M. K., H. S. Prayogi dan V. M. A. Nurgiartiningsih. 2015. Penampilan


produksi ayam pedaging yang dipelihara pada sistem lantai kandang
panggung dan kandang bertingkat. Skipsi. Jurusan Produksi Ternak.
Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya, Malang.

United State Departement of Agriculture. (2016). Glycine soja Redbean


http://www.plants.usda.gov/profile?symbol=PHVU. Diakses pada tanggal
26 Oktober 2021

Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Widodo. W. 2002. Nutrisi dan Pakan Unggas Kontekstual. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang

Yunilas, 2005. Performans ayam broiler yang diberi berbagai tingkat protein
hewani dalam ransum. Jurnal Agribisnis Peternakan. Vol 1(1)

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius. Yogyakarta

29
LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Statistik Konsumsi Ransum Ayam Pedaging yang diberi


Pakan Perlakuan Tepung Lemna minor dari Umur 1-35 Hari
(gram/ekor)

Perlakuan
Ulangan Total
P0 P1 P2 P3
U1 1906,12 2354,06 1515,82 1751,94 7527,94
U2 2036,06 1535,68 2135,12 1878,44 7585,30
U3 2033,20 976,08 - 2145,14 5154,42
U4 1238,54 1721,90 1732,12 2081,92 6774,48
U5 1727,30 1745,38 1977,60 2210,92 7661,40
Jumlah 8941,22 8333,10 7360,86 10068,36 34703,54
Rata-rata 1788,24 1666,62 1840,22 2013,67
Stdev 332,11 498,92 273,53 192,12

FK = (Y..)2
(t.r-1)
= (34703,54)2 : (4 (5-1))
= 1204335410,90 : 19
= 63386074,26
JKT = ∑ (Yij2) – FK
= (1906,12)2 + (2036,06)2 + ...+ (2210,92)2 – 63386074,26
= 65484596,11 – 63386074,26
= 2098521,85
JKP = Σ (Yijk)2 – FK
= ((8941,22)2 +(8333,10)2 +(7360,86)2 +(10068,36)2) – 2098521,85
5 5 4 5
= 63697119,44 – 2098521,85
= 311045,18

JKG = JKT – JKP


= 2098521,85 – 311045,18
= 2098521,85
KTP = JKP
DBP
= 311045,18
3
= 103681,73

KTG = JKG

30
DBG
= 2098521,85
15
= 139901,46
F. hitung = KTP
KTG
= 103681,73
139901,46
= 0,74
Tabel Analisis Sidik Ragam Konsumsi Ransum Ayam Broiler

F
Sumber tabel
Keragaman dB JK KT F hit 0,05 0,01
0,74
Perlakuan 3 311045,18 103681,73 ns 3,29 5,42
Galat 15 2098521,85 139901,46
Total 18 394462,11
Keterangan: ns artinya non signifikan dimana F hit < Ftabel 0,05 berarti perlakuan
penambahan tepung Lemna minor dalam ransum pada level 0%, 3%,
6%, dan 9% menunjukan pengaruh tidak berbeda nyata pada ayam
broiler (P>0,05).
Koefisien Keragaman =
√ KTG ×100%
X̅ ij

=
√139901,46 ×100%
1826,50

374,03
= ×100%
1826,50

=20,48%

31
Lampiran 2. Analisis Statistik Pertambahan Bobot Badan Ayam Pedaging yang
diberi Pakan Perlakuan Tepung Lemna minor dari Umur 1-35 Hari
(gram/ekor)
Perlakuan
Ulangan Total
P0 P1 P2 P3
U1 200,06 210,87 164,44 194,12 769,49
U2 162,76 201,89 229,48 183,32 777,45
U3 216,75 170,89 - 165,58 553,31
U4 176,84 195,07 120,35 169,72 761,99
U5 204,18 211,38 191,12 200,63 807,32
Jumlah 960,59 990,19 805,39 913,38 3669,55
Rata-rata 192,12 198,04 161,08 182,68
Stdev 21,86 16,57 93,61 15,11

FK = (Y..)2
(r.t-1)
= (3669,55)2 : ((4 x 5)-1)
= 13465560,507 : 19
= 708713,71
JKT = ∑ (Yij2) – FK
= (200,06)2 + (162,76)2 + ...+ (200,63)2 - 708713,71
= 716198,2951 – 708713,71
= 7484,58
JKP = Σ (Yijk)2 – FK
= ((960,59)2 + (990,19)2 + (805,39)2 + (913,38)2) – 708713,71
5 5 4 5
= 709655,889 – 708713,71
= 942,18

JKG = JKT - JKP


= 7484,58 – 942,1
= 6542,41
KTP = JKP
DBP
= 942,18
3
= 314,06

KTG = JKG
DBG
= 6542,41

32
15
= 436,16
F. hitung = KTP
KTG
= 314,06
436,16
= 0,72
Tabel Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Ayam Broiler
Sumber F tabel 0,
Keragaman dB JK KT F hit 0,05 01
Perlakuan 3 942,18 314,06 0,72 ns 3,29 5,42
Galat 15 6542,41 436,16
Total 18 7484,58
Keterangan: ns artinya non signifikan dimana F hit < Ftabel 0,05 berarti perlakuan
penambahan tepung Lemna minor dalam ransum pada level 0%, 3%,
6%, dan 9% menunjukan pengaruh tidak berbeda nyata pada ayam
broiler (P>0,05).
Koefisien Keragaman =
√ KTG ×100%
X̅ ij

=
√ 436,16 ×100%
193,13

20,88
= ×100%
193,13

= 10,81%

33
Lampiran 3. Analisis Statistik Konversi Ransum Ayam Pedaging yang diberi
Pakan Perlakuan Tepung Lemna minor dari Umur 1-35 Hari.

Perlakuan
Ulangan Total
P0 P1 P2 P3
U1 11,86 14,59 14,69 11,82 52,96
U2 16,79 9,40 11,71 13,53 51,43
U3 11,35 10,43 - 17,04 38,82
U4 10,43 10,39 9,54 13,87 44,23
U5 10,87 9,86 12,27 11,87 44,88
Jumlah 61,30 54,67 48,21 68,13 232,31
Rata-rata 12,26 10,93 12,05 13,63
Stdev 2,59 2,09 2,12 2,13

FK = (Y..)2
(r.t-1)
= (232,31)2 : ((4 x 5)-1)
= 53967,40 : 19
= 2840,39
JKT = ∑ (Yij2) – FK
= (11,86)2 + (16,79)2 + ...+ (11,87)2 – 2840,39
= 2934,42 – 2840,39
= 94,03
JKP = ∑(Yij)2– FK
r
= ((61,30)2 + (54,67)2 + (48,21)2 + (68,13)2) – 2840,39
5 5 4 5
= 2858,68 – 2840,39
= 18,29

JKG = JKT – JKP


= 94,03 – 18,29
= 75,74
KTP = JKP
DBP
= 18,29
3
= 6,10

KTG = JKG
DBG

34
= 75,74
15
= 5,05

F. hitung = KTP
KTG
= 6,10
5,05
= 1,21
Tabel Analisis Sidik Ragam Konversi Ransum Ayam Broiler

Sumber F tabel
Keragaman dB JK KT F hit 0,05 0,01
Perlakuan 3 18,29 6,10 1,21 ns 3,29 5,42
Galat 15 75,74 5,05
Total 18 94,03
Keterangan: ns artinya non signifikan dimana F hit < Ftabel 0,05 berarti perlakuan
penambahan tepung Lemna minor dalam ransum pada level 0%, 3%,
6%, dan 9% menunjukan pengaruh tidak berbeda nyata pada ayam
broiler (P>0,05).
Koefisien Keragaman =
√ KTG ×100%
X̅ ij

=
√ 5,05 ×100%
12,23

2,25
= ×100%
12,23

= 18,38%

35
Lampiran 4. Tabel Suhu Udara di Dalam Kandang
TANGGA PAGI SIANG MALAM
NO HARI L (°C) (°C) (°C)
1 SABTU 21 33 34 34
MINGG
2 U 22 30 37 35
3 SENIN 23 33 34 33
4 SELASA 24 32 35 34
5 RABU 25 28 29 30
6 KAMIS 26 28 33 32
7 JUMAT 27 29 34 32
8 SABTU 28 27 35 28
MINGG
9 U 29 28 36 31
10 SENIN 30 28 33 31
11 SELASA 31 29 33 35
12 RABU 1 29 33 32
13 KAMIS 2 30 33 32
14 JUMAT 3 28 32 31
15 SABTU 4 29 32 31
MINGG
16 U 5 28 31 31
17 SENIN 6 28 30 30
18 SELASA 7 27 32 32
19 RABU 8 28 33 32
20 KAMIS 9 29 33 33
21 JUMAT 10 26 31 30
22 SABTU 11 27 32 31
MINGG
23 U 12 25 30 30
24 SENIN 13 26 32 31
25 SELASA 14 27 33 32
26 RABU 15 28 33 31
27 KAMIS 16 27 30 29
28 JUMAT 17 26 30 29
29 SABTU 18 25 29 29
MINGG
30 U 19 27 31 31
31 SENIN 20 28 31 31
32 SELASA 21 30 32 31
33 RABU 22 28 30 30
34 KAMIS 23 29 31 30
35 JUMAT 24 30 31 30
36 SABTU 25 30 31 31
37 MINGG 26 31 32 32

36
U
38 SENIN 27 30 32 32

37
Lampiran 5. Dokumentasi Selama Penelitian

Kolam budidaya Lemna minor Penjemuran Lemna minor

Penggilingan Lemna minor ` Tepung Lemna minor

Desinfektan Tempat Pakan dan Minum

38
Persiapan Kandang Sebelum DOC masuk Penangan Pertama DOC

Penimbangan DOC untuk Perlakuan

Penimbangan DOC

39
Proses Pengadukan Ransum Penimbangan Ransum

Jagung Halus Dedak Halus

Tepung Ikan Bungkil Kedelai

Penimbanga Bobot Badan Ayam

40

Anda mungkin juga menyukai