Anda di halaman 1dari 93

FENY MUTIARA DARIS

1309012009
INDAH SULISTYANI
1309012016
BERGITHA SOGE
1309012019
NINA I. WELNDY
1309012025
HILARIUS LANGOBELEN
1309012035
ERVIN ELMAKVUDZ
1309012039
YOHANES N. KOLI
1309011040
DIAN NOVITASARI
1209017032
HENDRIK JACOB CAVIL FRANS 1209011038

Classical Swine Fever

Etiologi

Kelompok pestivirus Family Togaviridae


Menyebabkan Hog cholera
Tahan terhadap pengaruh lingkungan, jaringan
(daging) dan suhu yg dingin
Virulensi tinggi -> Morbiditas & Mortalitas
mencapai 100%
Virulensi moderat -> sub akut atau infeksi
kronis
Virulensi rendah -> infeksi ringan, gagal
reproduksi, kerugian neonatal

Epidemiologi

CSFV pertama kali dilaporkan terjadi di Ohio,


Amerika Serikat pada tahun 1833
Menyebar ke Inggris :1864
Sampai kini, 36 negara endemik CSFV,
sebagian besar negara Asia, Karibia, Afrika,
Amerika Selatan dan Tengah
Australia,Belanda, Inggris dan Jerman, Perancis
serta sebagian besar negara eropa barat telah
dinyatakan bebas
Masuk ke Indonesia tahun 1995 hingga kini

Transmisi
Highly contagious (Sangat tinggi penularan)
- Darah, air liur, urin, feses, jaringan
Transmisi
- Mengkonsumsi sampah atau produk
daging yang terkontaminasi
Kontak langsung atau tidak langsung
(fomites)
Kurang umum: aerosol, semen, vektor
Peralatan pertanian, personel, burung,
serangga

Patogenesis
Oronasal

Jaringan dan
organ target

Multiplikasi virus terjadi viremia


yang berlebihan

Virus bertahan, menginvasi


limfoglandula, sumsum tulang,
jaringan limfoid di mukosa usus

limfoglandula mandibula, retrofaringeal,


parotid dan cervical

Limpa

Virus menetap dan


menginvasi seluruh
organ

Peredaran darah
(viremia) -> 24
jam

Gejala Klinis

Kematian

Gejala Klinis
CSFV hanya menginfeksi babi
Masa inkubasi 2 4 hari
Sebabkan penyakit yang bervariasi
Viremia persisten
Bersifat kongenital pd anak babi yg
terinfeksi

Gejala Klinis

Akut

Demam tinggi (105F)


Lemah
Anoreksia
Konjungtivitis
Babi berbaring dan berkumpul
Diare
Sianosis
Hemoragi kulit
Kematian

Gejala Klinis

Sub akut
Mirip dengan gejala akut, tetapi gejala yang lebih

ringan
Babi dapat bertahan hidup

Kronis
Anoreksia, depresi, demam, diare

Kinerja reproduksi yang buruk termasuk aborsi,

lahir mati, dan cacat


Babi terus-menerus terinfeksi

Lesi Post-Mortem
Lesi Akut
Sangat bervariasi
Hemoragi
Foci necrotik pd tonsil
Petechiae / ekimosis pada
serosa dan permukaan mukosa,
ginjal, laring, trakea, Usus,
limpa, paru-paru

Lesi Post-Mortem

Lesi kronis
Foki nekrotik (button ulcer"), pada
mukosa usus
Epiglotis
Pangkal tenggorokan (laring)
Infeksi kongenital
Hipoplasia cerebellum
thymus atrofi
Hemoragi
kelainan bentuk

Diagnosis

CSF dpt dicurigai pd babi dengan


Septikemia dan demam tinggi (suhu tubuh)
Sejarah babi makan sampah / makanan setengah

matang -> produk daging


Tanda klinis
Diagnosis tdk dapat dilakukan tanpa konfirmasi
laboratorium

Diagnostik Test

Mendeteksi virus, antigen, asam nukleat


Sampel jaringan (tonsil, limpa, ginjal, ileum

distal)
Isolasi virus dlm kultur sel dan identifikasi
antigen antibodi
Darah
ELISA atau imunofluoresensi langsung

Serologi
ELISA atau virus netralisasi
Uji netralisasi Perbandingan

Differential Diagnosis

African swine fever


Acute PRRS
Porcine dermatitis and
nephropathy syndrome
Erysipelas
Salmonellosis
Eperythrozoonosis

Actinobacillosis
Glassers disease
Aujeszkys disease
(pseudorabies)
Thrombocytopenic
purpura
Warfarin poisoning
Heavy metal toxicity

Pencegahan

Vaksinasi :
strain c : titer antibodi protektif (>32 nd50) terbentuk hari ke 2-16 dpv

dan bertahan seumur hidup

Di indonesia hanya vaksin strain C yang beredar yaitu hogsivet


(pusvetma), pest-vac (fort dodge) dan pestiffa (merrial)

Dosis & cara pemakaian: IM 2 ml/ ekor.


Anak babi dr induk yg belum vaksin : 14 hari . jika

induk telah

divaksinasi sebaiknya divaksinasi pada umur 60 hari


Babi induk dan babi dara : babi induk dan babi dara yang sehat

divaksinasi antara hari ke 70 - 90 setiap kebuntingan.


Vaksinasi pada induk atau dara bunting sebaiknya dilakukan apabila

vaksinasi sangat dibutuhkan.


Babi jantan : babi pejantan divaksinasi setiap tahun.

Pengobatan
Tidak ada pengobatan yg efektif. Antibiotik
hanya mencegah infeksi sekunder
Babi yang terkena harus dipotong dan
bangkai bangkai dikubur atau dibakar.

Kontrol Penyakit
Peternak

dan masyarakat awam:

Melakukan

vaksinasi

ketat

terhadap

babi

peliharaannya
Mengawasi kebersihan kandang lingkungan sekitar
kandang agar selalu bersih
Tidak memberikan sisa makanan restaurant yang
mengandung babi kepada ternak piaraannya.
Melaporkan dengan segera kepada klinik
hewan
atau dokter hewan terdekat bila dijumpai terjadi
kematian hewan mendadak.

Kontrol Penyakit
Pemerintah Pusat (Dirjen Peternakan) :

- Menetapkan status kondisi wabah


Menyiapkan skala prioritas dalam penanggulangan CSFV di 5
Provinsi endemik CSFV yaitu Sulawesi Utara, Bali, Sulawesi
Selatan, Sumatra Utara dan NTT lewat alokasi dana
Melarang dan mengendalikan impor babi hidup, daging babi
segar dan produk babi lainnya (semen, embrio)

Balai Veteriner:

Melakukan surveillans secara periodik untuk penentuan


status daerah
Melakukan monitoring dan evaluasi bersama Dinas
Peternakan daerah tertular.

Nina Welndy
Bergitha Soge
Feny M. Daris
Yohanes Koli
Indah Sulistyani
Ervin Elmakvudz
Hilarius Langobelen
Dian Novitasari
Hendrik Jacob Cavil Frans

ETIOLOGI
Golongan dsDNA
Beramplop
Replikasi di Sitoplasma
Family: Asfaviridae
Genus : Asfavirus
Lebih dari 20 genotypes telah
diidentifikasi dari hewan liar di Afrika.

Perbedaan

isolat ASFV tergantung pada


tingkat virulensi.

PATOGENESIS
Infeksi primer
berawal dari
tonsil dan Gl.
Mandibularis

Virus menyebar di
glandula dan
darah untuk
replikasi

Formasi protektif Antibodi


merusak antigen

Sel endotel dan PD


hancur

Viremia

Virus menyerang sel


target (monosit,
makrofag, sel endotel
dan platelet)

Hemoragi,edema dan
adanya transudat

GEJALA KLINIS

Per Akut
Sudden death

Akut

Inkubasi 1 7 hari.
Demam diatas 42 C;
Hyperemia atau cyanosis pada telinga dan moncong;
Kehilangan napsu makan
Inkoordinasi;
Batuk dan susah bernapas
Diare berdarah
Konjungtivitis
Leleran mucopurulant pada nasal;
Vomitus
Mortalitas sampai 100%;

Sub Akut
Tanda klinis seperti pada akut
tapi umumnya lebih lama (34 minggu);
Demam berfluktuasi (>40. 5 C );
Mortalitas lebih rendah (Rentan pada babi muda)

Kronis (babi survive)


Pneumonia dan sesak nafas
Arthritis;
Ulcer cutaneous;
Babi semakin kurus
Kurang bergerak

PATOLOGI ANATOMI

HISTOPATOLOGI

DIAGNOSA
Diagnosa ASF dapat dilakukan dengan:
Gejala klinis
Lesi post mortem
Uji laboratorium dengan :
Isolasi Virus
Deteksi Antibodi Virus
PCR : Deteksi DNA antigen

PENANGANAN
Tidak ada penanganan atau vaksin
yang efektif untuk infeksi ASF.
Yang dapat dilakukan yaitu dengan
pemberian agen suportif seperti vitamin
Isolasi dan eradikasi (Hewan yang telah
terinfeksi)

Nina Welndy
Bergitha Soge
Feny M. Daris
Yohanes Koli
Indah Sulistyani
Ervin Elmakvudz
Hilarius Langobelen
Dian Novitasari
Hendrik Jacob Cavil Frans

ETIOLOGI

Virus ini memiliki ukuran diameter


virion 65 nm 75 nm, berbentuk
ikosahedral, tidak memiliki envelop,
dan terdiri dari 3 lapisan protein
yaitu protein kapsid bagian luar
(VP4 dan VP7), kapsid bagian
dalam (VP6) dan core (VP2).
Berdasarkan susunan proteinnya,
virus ini memiliki 11 segmen RNA
utas ganda (dsRNA) terdiri dari
VP1, VP2, VP3, VP4, NS53, VP6,
NS34, NS35, VP7, NS28 dan NS26
(Tabel 1) (LUDER et al., 1986).

Gejala klinis
Diare dengan warna feses kuning-kehijauan
bercampur dengan mukuz dan darah
TZIPORI (1980) melaporkan bahwa
berdasarkan penelitan pada hewan coba,
maka gejala klinis yang ditimbulkan
akibat infeksi rotavirus yaitu terjadi
setelah 1 4 hari masa inkubasi dan
antibodi
terhadap
rotavirus
akan
terdeteksi antara 4 7 hari setelah
timbulnya gejala klinis seperti depresi,
diare, muntah (pada babi), dehidrasi,
tampak kurus, dan kematian.

Patogenesis
Rotavirus masuk secara oral,replikasi di
dalam sitoplasma sel-sel yang terinfeksi;
yaitu enterosit. Proses selama 10-12 jam
(Brooks dkk. 2005).
protein VP4 berikatan dengan reseptor
spesifik,Virus masuk ke dalam sel dan masuk
ke lisosom. Di dalam lisosom, terjadi
pemotongan VP4 oleh tripsin terjadi aktivasi
RNA polymerase (transcriptase) virus (Brooks
dkk. 2005; Kobayashi dkk. 2007).

RNA ditranskripsi menjadi messenger


RNA (mRNA). Di sitoplasma, mRNA
ditranslasikan menjadi protein.
Penyempurnaan kapsid lapisan tengah
meliputi penambahan VP6 selama proses
replikasi (Ramig, 1997)

Virus rota menetap


vili sel epitel di
kecil,
terutama
bagian
jejunum
ileum.

pada
usus
pada
dan

Partikel virus
morfogenesis untuk
menghasilkan virus
yang utuh dan
infektif. Sel-sel
terinfeksi lalu
mengalami lisis dan
virus-virus baru
keluar dari sel

Patologi anatomi
Pada usus halus dan besar mengalami
atropi terjadi hemoragi, dan fusi pada vili
Limfonodus mesentericum mengalami dilatasi
dan kebengkakan

Histopatologi
Pemotongan jejunum
terlihat adanya
pseoudocystic pada
daerah mucosa dan
infiltrasi sel radang
Pemotongan ileum terlihat
pada bagian propia
terdapat limphosit, dan
bagian submucosa terjadi
oedema dan hiperemi

Diagnosa

Deteksi antigen dan antibody


Dengan uji enzyme immunoassay (EIA)

directed
Latex agglutination and polyacrylamide gel
electrophoresis
Uji ELISA

TERIMA KASIH

N I N A W E L N D Y
B E R G I T H A S O G E
F E N Y M . D A R I S
Y O H A N E S K O L I
I N D A H S U L I S T YA N I
E RV I N E L M A K V U D Z
H I L A R I U S L A N G O B E L E N
D I A N N O V I TA S A R I
H E N D R I K J C F R A N S

PENDAHULUAN

PCV Porcine Circo Virus merupakan DNA virus nonenveloped, pertama kali diisolasi dari ginjal babi pada
1974. Waktu itu PCV belum menimbulkan penyakit
pada babi. Kemudian pada akhir 1990 merebak
penyakit PMWS (Postweaning Multisystemic Wasting
Syndrome) yang kemudian ditemukan korelasinya
dengan virus PCV. Untuk membedakan virus ini
dengan virus temuan pertama yang tidak
menyebabkan penyakit, virus ini kemudian diberi
nama PCV tipe 2 atau PCV2. Sedangkan yang non
patogenik atau virus yang ditemukan pertama kali
diberi nama PCV1.

ETIOLOGI

PCV2 pertama kali diduga hanya


menyebabkan PMWS. Tapi pada
pengamatan dan infeksi lebih lanjut
ditemukan beberapa jenis infeksi yang
berkaitan dengan virus ini. Untuk itu
kemudian dikemukakan istilah Porcine
Circo Virus Disease (PCVD) di Eropa
dan Porcine Circo Virus Associated
Disease (PCVAD) di Amerika.

Di Amerika ditemukan beberapa


penampakan dari PCV2 ini yaitu yang
termasuk infeksi sistemik (PMWS), PCV2associated pneumonia, PCV2-associated
enteritis, PCV2-associated reproductive
failure, dan PCV2-associated PDNS
(Porcine Dermatitis Nephropathy
Syndrome). Virus ini sangat ganas
dan menyerang hampir semua organ
penting pada tubuh babi seperti paru-paru,
usus, saluran reproduksi, ginjal dan kulit.

GEJALA KLINIS

gejala klinis yang bervariasi diantaranya lesu,


lemah, dipsnea, limpadenopati, diare, dan
kepucatan atau ikterus pada mukosa (Allan dan
Ellis, 2000)
Pembesaran limphonodus perifer - limphonodus
inguinal sering kali sangat mencolok
Mungkin menunjukkan gangguan pernapasan
yang disebabkan oleh pneumonia interstitial
babi disapih menurunkan berat badan dan secara
bertahap menjadi kurus
Kematian mendadak
Jarang gangguan koordinasi.

TRANSMISI
Penularan PCV2 diduga terjadi melalui
kontak langsung melalui
Oronasal
Feses
rute saluran kencing
Darah

PATOGENESIS
PCV2
PCV2

Infeksi
pada
jaringan
limphoid

deplesi limfoid pada beberapa


tempat, lymphohistiocytic kronis
inflamasi granulomatosa, dan
bronchiolitis erosif dengan fibrosis

Low viremia
seroconversi

high viremia
+/- serokonversi
Penyebaran sistemik

Infection cleared

SUBCLINIC

CLINICAL

70-80%
mortality

PATOLOGI ANATOMI

Patologi bruto PCVAD dapat sangat


bervariasi tergantung pada tingkat
keparahan
penyakit, mulai dari tidak ada lesi yang
jelas melalui spektrum lesi dilihat di PCVAD
yang parah. Lesi juga bisa berkonsentrasi
dalam satu atau lebih sistem organ,
tergantung pada apakah pernapasan,
enterik atau sistemik PCVAD ditemui

Lanjutan P. A
carcass pucat atau kuning
pembesaran kelenjar getah bening dan
limpa. Kelenjar getah bening berwarna
putih di permukaan
ginjal bengkak, bintik-bintik putih dapat
terlihat pada permukaan potongan
paru belang-belang karet
saluran Usus - Perubahan pada perut
termasuk ulser di pars oesophagea.

keterlambatan pertumbuhan dan atrofi pasca


sapih (kira-kira usia 2 bulan). catatan
vertebra tulang belakang menonjol

Pembesaran inguinal lymph nodes.

Pembesaran limphonodus
mesenterika

Interstitial pneumonia

keterlambatan pertumbuhan di babi


penggemukan
(Kira-kira usia 4bulan) semua babi di
gambar adalah usia yang sama.

Pembesaran limphonodus
mesenterika

tanda-tanda Parah PDNs pada


babi penggemukan

Pembesaran kelenjar inguinal


bening

edema pada ginjal


dengan bintik-bintik putih
yang terlihat pada
permukaan

lambung mukosa PMWS


Perdarahan di mukosa
lambung

kasus lapangan : Kelenjar getah bening, babi,. Porcine


circovirus tipe 2 (PCV2) - terkait deplesi limfoid dan
histiocytic untuk granulomatosa penggantian folikel dengan
giant sel berinti di tengah

DIAGNOSA

Isolasi virus:
Tes bisa dilakukan hanya pada jaringan babi
PCR
IHC
Serologi: ELISA
Sindrom klinis (stunting, pucat, sesak, sakit
kuning, diare dan kematian) menunjukkan
PCVD, tetapi konfirmasi didasarkan pada
temuan patologis dan demonstrasi virus di
jaringan.

Detection of porcine circovirus types1 dan 2,


serta mendeteksi antibodi terhadap PCV, dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa
metode pengujian

Virologi : antibodi
Fluorescent pada bagian
jaringan (LEMAK),
mikroskop elektron (EM)
dan isolasi virus dari
jaringan yang terinfeksi
(VI). Sampel terbaik untuk
tes virologi adalah
jaringan segar (paru-paru,
tonsil, pembesaran
kelenjar getah bening,
ginjal, limpa) dikirim pada
paket es.

Serologi Bagian: Antibodi


untuk porcine circovirus
dapat dideteksi di Bagian
serologi oleh IFA.
Diagnostik Molekuler:
circovirus Porcine dapat
dideteksi dan tipe pada
jaringan yang terinfeksi atau
sampel serum dengan PCR.
Bagian Histopatologi: virus
PCV dapat dideteksi dengan
Imunohistokimia (IHC) di
jaringan yang terinfeksi.

NINA WELNDY
BERGITHA SOGE
FENY M. DARIS
YOHANES KOLI
I N D A H S U L I S T YA N I
E RV I N E L M A K V U D Z
HILARIUS LANGOBELEN
D I A N N O V I TA S A R I
H E N D R I K J A C O B C AV I L F R A N S

Etiologi
Ordo : Nidovirales
Famili
: Coronaviridae
Genus
: Alphacoronavirus
Spesies
: Porcine epidemic diarrhea virus (PEDV)
Struktur PEDV dan genom:
virus beramplop dan pleomorfik dengan kisaran
diameter dari 95-190 nm.
Single-stranded RNA genome sekitar 28 KB.

Gambar 1. vakuola
Intracytoplasmic dalam enterocyte
usus halus babi, yang
mengandung partikel PEDV
pleomorfik diameter dari 95-190
nm diameter .

Gambar 2. Replikasi PEDV dalam


vakuola sitoplasma (panah) dari
enterocyte usus halus babi.
INSERT: perbesaran dari vakuola
sitoplasma yang mengandung
partikel virus pleomorfik dari 90190 nm diameter ( 10.000).

Patogenesis

Rute: fecal-oral (tinja dan/atau muntah


dan bahan terkontaminasi lainnya,
seperti pakan)

PEDV bereplikasi dalam sitoplasma


enterosit vili seluruh usus kecil,
menyebabkan degenerasi sel epitel
dengan villus memendek (atropi vili
usus), hal ini ditemukan pula pada sel
epitel usus besar.

Gejala Klinis
Beratnya penyakit klinis yang disebabkan oleh PEDV
sangat bervariasi, tergantung status imunologi atau
enzootic dari peternakan babi.
Gejala:
diare berair, memiliki bau busuk.
hewan terkena umumnya muntah.
Dehidrasi.
Asidosis metabolik yang menyebabkan kematian 50
sampai 80% pada anak babi yang menyusui.
infeksi pada babi feeder dan grower: diare, anoreksia,
depresi, dan morbiditas tinggi tetapi kematian rendah (1
sampai 3%).

Gambaran klinis babi terinfeksi PEDV dari peternakan babi di


Republik Rakyat Cina, 2011. A) Litter babi terinfeksi virus ini,
menunjukkan diare berair dan badan kurus. B) babi kurus
dengan tinja berwarna kuning, konsistensi seperti air.

C) Muntahan babi berwarna kuning dan putih.


D) Struktur usus berdinding tipis terisi dengan
cairan kekuningan.

Patologi Anatomi
Gambar 3. potongan melintang
usus halus dari babi yang
terinfeksi porcine epidemic
diarrhea virus. Note: vili
memendek, dinding usus menipis
karena atropi mukosa

Gambar 4. potongan melintang


usus kecil dari babi yang tidak
terinfeksi porcine epidemic
diarrhea virus.

Histopatologi

Secara mikroskopis, ditandai dengan vacuolisasi


sitoplasma dan eksfoliasi/pengelupasan enterosit
dengan pemendekan dan fusi dari vili.
Lesi mikroskopik telah diamati di usus besar.
Terdapat partikel virus intracytoplasmic dan terjadi
perubahan sel pada sel epitel dari usus halus dan
colon.
perubahan ultrastruktur awalnya ditandai dengan
hilangnya organel sel, mikrovili, dan protusi bagian
dari sitoplasma ke dalam lumen.
sel-sel usus menjadi rata/memipih, ikatan/junction
antara sel hilang, dan sel-sel terlepaskan ke dalam
lumen usus.

Gambar 5: potongan usus halus


dari babi yang terinfeksi PEDV.
Note: vili memendek dan terjadi
vakuolisasi (H&E, 200).

Gambar 6: pewarnaan
imunohistokimia. Antigen PEDV
(terwarna coklat) dalam enterosit
usus halus babi ( 200).

Cara Mendiagnosa
Porcine epidemic diarrhe tidak dapat didiagnosis
berdasarkan temuan klinis saja, metode laboratorium
diperlukan untuk mendiagnosis etiologi.
Metode diagnostik yang paling umum digunakan adalah
tes langsung immunofluorescence (IFT) untuk
deteksi antigen virus.
dan enzim-linked tes immunosorbent (ELISA) untuk
menunjukkan antigen PEDV dalam tinja atau
antibodi dalam serum.
Virus dapat juga terdeteksi oleh imunohistokimia
(IHC), reaksi berantai polimerase (PCR), dan
mikroskop elektron (EM).

Nina Welndy
Bergitha Soge
Feny M. Daris
Yohanes Koli
Indah Sulistyani
Ervin Elmakvudz
Hilarius Langobelen
Dian Novitasari
Hendrik Jacob Cavil Frans

Etiologi
Agen etiologi dari PRRS merupakan virus RNA dari urutan
Nidovirales, keluarga Arteriviridae, genus arterivirus.
Terdapat 2 antigen dan genetik strain yang dapat dibedakan,
antara lain : genotipe 1, dengan prototipe virus Lelystad,
virus ini mendominasi di Eropa dan genotipe 2, yaitu VR
2332, prototipe strain awalnya sebagian besar ditemukan di
Amerika Utara. Sebuah varian genotipe 2 adalah penyebab
penyakit yang parah di Asia.

Gejala Klinis

Kasus Reproduksi :
Kelahiran prematur
Keguguran terutama pada masa kebuntingan trimester ketiga, yang
ditandai oleh kelahiran dini ("stilborn pig"),
Janin yang lembek dan kelemahan anak babi yang baru dilahir kan
Kematian babi yang baru dilahirkan maupun mumifikasi
Kasus Respirasi / Gangguan Pernapasan
Pada babi yang baru dilahirkan dapat ditandai dengan gejala klinik yang
sangat menonjol yaitu sesak napas. Kasus gangguan pernapasan ini
umumnya menyerang babi umur 3 minggu dan gejala klinis yang
ditimbulkan akan terlihat lebih parah pada anak babi yang baru lahir.
Akan tetapi penyakit PRRS dapat juga menyerang babi dewasa yang
juga dapat menyebabkan kematian

Gejala klinis secara umum antara lain :


Menurunnya nafsu makan
Demam
Pilek serta Bersin
Bercak merah hingga kebiruan pada kuku, vulva,
dan telinga
Gejala pertumbuhan berat badan yang terhambat,
konjungtivitis, oedema periorbital, oedema pada
skrotum, gemetaran, kekakuan pada kaki atau
kelemahan

Patogenesis
Virus masuk
melalui udara =
Respirasi
Virus PRRS memiliki tropisme
serta bereplikasi pada jaringan
linfoid (limpa, thymus,
limfoglandula, peyerpatches)
Adanya respon
imun pada
permukaan
mukosa dari sel
hospes

Infeksi akut akan


berlanjut di tonsil dan
paru-paru makrofag

Menginfeksi pada
jaringan limfoid dan
paru-paru
Merusak sel

Langsung ke
plasenta

Diagnosa
melihat gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan
serologik, isolasi virus, patologi anatomi, dan histopatologi.

Diagnosa penyakit PRRS dapat dilakukan dengan

Pemeriksaan serologi, dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya antibodi


dan antigen dari ternak yang diduga. Uji ini meliputi uji imunoperoxidase monolayer, imunofluoresens tidak langsung, "Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay"
(ELISA), dan uji serum netralisasi dengan menggunakan mikroskop elektron.

Pemeriksaan virologis dilakukan dengan mengisolasi virus penyebab penyakit.


Virus PRRS dapat diisolasi dari jaringan paru-paru, tonsil, limpa, timus,
limphoglandula, serum dan cairan thorax
Namun virus ini tidak berhasil diisolasi dari jaringan thiroid, jantung, kelenjar ludah, hati,
ginjal, otot daging, dan otak

Diagnosa secara patologis, agak sulit untuk ditemukan, dikarenakan


sebagian besar virus PRRS babi yang terinfeksi adalah koinfeksi dengan satu atau
lebih patogen, sehingga diagnosanya akan sulit untuk melihat secara patologi.

Diagnosa Banding
Penyakit PRRS sering dikacaukan dengan penyakit viral
lainnya seperti virus influenza babi, virus
encephalonyocarditis, Porcine parvovirus, virus Aujersky
dan infeksi klamidia.
Beberapa infeksi sekunder yang sering menyertai penyakit
PRRS terutama yang menyebabkan gangguan pernapasan
di antaranya adalah Pasteurella multocida, Salmonella spp.,
Haemophilus parasuis dan Streptococcus suis, Bordete!la
bronchiseptica, Mycoplasma hyop- neumoniae,
Actinobaci!!us pleuro- pneumoniae, dan Actinomyces
pyogenes

PATOLOGI ANATOMI
Adanya bercak berwarna coklat pada paru-paru
Edema kelopak mata serta kista yang berwarna coklat
hemoragika pulmonari

Gambar 1. gejala klinis kekurusan (A) dan kebengkakan limponodus superfisialis


inguinalis (B), nekrosis multifokal pada ginjal (C) dan konsolidasi paru (D)
Jurnal : Survey Penyakit Porcine Reproductive and Respiratory Sindrome pada Peternakan Babi di
Bali (2013)

HISTOPATOLOGI

Edema

Rhinitis

Pneumonia Interstitial

Miokarditis

Penebalan septa alveoli paru

Nephritis dan pembentukan thrombi

Gambar 2. A: Penebalan septa alveoli paru (pembesaran 100x), B: Limpoid nekrosis


dan hemorrhagia limpa (pembesaran 100x), C: Nephritis dan pembentukan thrombi
(pembesaran 500x)

crypt tonsil dengan makrofag, neutrofil, lymphosit dan sel epitel crypt di lumen.
(A) hematoxylin dan pewarnaan eosin. (B) PRRS dengan perbesaran
tinggi, akan terlihat asam nukleat yang terdeteksi dalam sitoplasma sel
menyerupai makrofag di tonsil

PRRSV asam nukleat berwarna cokelat dan lisosom berwarna merah.


sel ganda menunjukkan campuran pewarnaan merah dan coklat
dalam sitoplasma.

TERIMAKASIH

NINA WELNDY
BERGITHA SOGE
FENY M. DARIS
YOHANES KOLI
INDAH SULISTYANI
ERVIN ELMAKVUDZ
HILARIUS LANGOBELEN
DIAN NOVITASARI
HENDRIK JACOB CAVIL FRANS

Etiologi
Swine influenza virus merupakan
genus dari ordo paramyxoviridae. Swine
influenza virus atau virus influensa babi
disebabkan oleh virus influensa A yang
sangat infeksius pada babi, burung dan
manusia. Terbagi dalam beberapa tipe
yaitu H1N1 yang menyerang babi, bebek,
kalkun dan manusia. Sedangkan H1N1,
H1N2, dan H3N2 mewabah di Amerika
Utara

Patogenesis
Swine influensa masuk lewat saluran
pernapasan atas(udara) manifestasi di
epitel trakea dan bronchi berkembang
(2-24 jam) lesi dan eksudat pada
bronchiol menghilang pada hari ke-9.
jika ada infeksi sekunder (akibat lesi) pada
paru-paru
pneumonia
karena
P.multosida kematian
Infeksi sekunder juga dapat menghilang
tanpa adanya nekrosis.

Gejala Klinis
Apatis
Sangat lemas
Tidak mau bergerak dan bangun karena
kekakuan dan nyeri otot
Eritrema pada kulit
Anoreksia
Demam (suhu mencapai 41,8 C)

Bila penyakit sudah parah


Sering batuk
Muntah eksudat berlendir
Bersin
Dispnea
Kemrahan dan adanya cairan pada mata

Biasanya sembuh 5-7 hari pasca-infeksi

Patologi Anatomi
Lesi pada saluran pernapasan atas dan
juga adanya kongesti pada mukosa faring,
laring, trakea dan bronkus.
Terlihat
juga adanya cairan bening,
berbusa, dengan eksudat kental pada
bronchi yang sangat banyak, juga diikuti
kolaps pada paru-paru
Lesi pada paru ditandai warna merahkeunguan pada lobus apikal dan lobus
jantung
Daerah sekitar akteletase paru sering
terjadi emphysema dan hemoragi ptechiae.

Gambar lesi anatomi paru yang disebabkan oleh virus H1N1, H1N2,
dan H3N2 dan kontrol post-inoculation day (PID) pada hari ke-2 dan
ke-14

Keterangan :

Gambar A : infeksi H1N1 terlihat tidak adanya lesi


Gambar B : infeksi H1N2 terlihat bagian berwarna
ungu
pada lobus sinister caudal
pulmonalis
Gambar C : adanya lesi berwarna ungu kemerahan
pada lobus cranial pulmonalis
Gambar D dan H : pulmo kontrol (tidak ada lesi
Gambar E : bagian yang berwarna ungu membesar
pada lobus sinister caudal pulmonalis
Gambar F : bronchopneumonia pada kedua lobus
pulmonalis
Gambar G : lesi tidak terlihat

Histopatologi
Adanya necroziting bronchitis dam
bronchiolitis dengan eksudat yang
dipenuhi sel neutrofil
Penebalan septa alveolar
Perubahan epitel bronchial
Bronkus dipenuhi sel neutrofil dan sel
mononukleal yang berakhir pada
pneumonia interstitial hiperplasia
epitel bronchial

Gambar histopatologi paru yang disebabkan oleh virus H1N1, H1N2,


dan H3N2 dan kontrol post-inoculation day (PID) pada hari ke-2 dan ke14

Keterangan :

Gambar A : radang pada bronchiolus dan


adanya hemoragi
Gambar B : interstitial pneumonia
Gambar C : nekrosis pada epitel bronchiolus dan
infiltrasi sel radang (sel neutrofil dan sel
mononuklear)
Gambar D dan H : tidak terliht lesi histopatologi
Gambar E : radang kronis dengan infiltrasi sel
limfosit dan proliferasi epitel
Gambar F : lesi yang telah hilang
Gambar G : sebagian lesi telah hilang

Diagnosa
Diagnosa sementara
Dengan melihat gejala klinis dan
patologi
Diagnosa laboratorium

perubahan

Isolasi virus pada alantois TAB (hemaglutinasi alantois).

Spesimen dari cairan hidung dan organ paru pada bedah


bangkai dan tonsil
Imunohistokimia menggunakan antibodi poliklonal dan
monokloal
Uji serologi pada kasus kronis (terlihat peningkatan
antibodi serum ganda)
Uji HI
ISR dan virus neutralization (kenaikan titer 4x dianggap
terinfeksi swine influenza virus)
Deteksi antigen dengan uji FAT (sampel segar)

Daftar Pustaka
Syafriati, Tatty. Mengenal Penyakit
Influensa Babi. Bogor : Balai Penelitian
Veteriner
Virologyj.biomedcentral.vom

Anda mungkin juga menyukai