1309012009
INDAH SULISTYANI
1309012016
BERGITHA SOGE
1309012019
NINA I. WELNDY
1309012025
HILARIUS LANGOBELEN
1309012035
ERVIN ELMAKVUDZ
1309012039
YOHANES N. KOLI
1309011040
DIAN NOVITASARI
1209017032
HENDRIK JACOB CAVIL FRANS 1209011038
Etiologi
Epidemiologi
Transmisi
Highly contagious (Sangat tinggi penularan)
- Darah, air liur, urin, feses, jaringan
Transmisi
- Mengkonsumsi sampah atau produk
daging yang terkontaminasi
Kontak langsung atau tidak langsung
(fomites)
Kurang umum: aerosol, semen, vektor
Peralatan pertanian, personel, burung,
serangga
Patogenesis
Oronasal
Jaringan dan
organ target
Limpa
Peredaran darah
(viremia) -> 24
jam
Gejala Klinis
Kematian
Gejala Klinis
CSFV hanya menginfeksi babi
Masa inkubasi 2 4 hari
Sebabkan penyakit yang bervariasi
Viremia persisten
Bersifat kongenital pd anak babi yg
terinfeksi
Gejala Klinis
Akut
Gejala Klinis
Sub akut
Mirip dengan gejala akut, tetapi gejala yang lebih
ringan
Babi dapat bertahan hidup
Kronis
Anoreksia, depresi, demam, diare
Lesi Post-Mortem
Lesi Akut
Sangat bervariasi
Hemoragi
Foci necrotik pd tonsil
Petechiae / ekimosis pada
serosa dan permukaan mukosa,
ginjal, laring, trakea, Usus,
limpa, paru-paru
Lesi Post-Mortem
Lesi kronis
Foki nekrotik (button ulcer"), pada
mukosa usus
Epiglotis
Pangkal tenggorokan (laring)
Infeksi kongenital
Hipoplasia cerebellum
thymus atrofi
Hemoragi
kelainan bentuk
Diagnosis
Diagnostik Test
distal)
Isolasi virus dlm kultur sel dan identifikasi
antigen antibodi
Darah
ELISA atau imunofluoresensi langsung
Serologi
ELISA atau virus netralisasi
Uji netralisasi Perbandingan
Differential Diagnosis
Actinobacillosis
Glassers disease
Aujeszkys disease
(pseudorabies)
Thrombocytopenic
purpura
Warfarin poisoning
Heavy metal toxicity
Pencegahan
Vaksinasi :
strain c : titer antibodi protektif (>32 nd50) terbentuk hari ke 2-16 dpv
induk telah
Pengobatan
Tidak ada pengobatan yg efektif. Antibiotik
hanya mencegah infeksi sekunder
Babi yang terkena harus dipotong dan
bangkai bangkai dikubur atau dibakar.
Kontrol Penyakit
Peternak
Melakukan
vaksinasi
ketat
terhadap
babi
peliharaannya
Mengawasi kebersihan kandang lingkungan sekitar
kandang agar selalu bersih
Tidak memberikan sisa makanan restaurant yang
mengandung babi kepada ternak piaraannya.
Melaporkan dengan segera kepada klinik
hewan
atau dokter hewan terdekat bila dijumpai terjadi
kematian hewan mendadak.
Kontrol Penyakit
Pemerintah Pusat (Dirjen Peternakan) :
Balai Veteriner:
Nina Welndy
Bergitha Soge
Feny M. Daris
Yohanes Koli
Indah Sulistyani
Ervin Elmakvudz
Hilarius Langobelen
Dian Novitasari
Hendrik Jacob Cavil Frans
ETIOLOGI
Golongan dsDNA
Beramplop
Replikasi di Sitoplasma
Family: Asfaviridae
Genus : Asfavirus
Lebih dari 20 genotypes telah
diidentifikasi dari hewan liar di Afrika.
Perbedaan
PATOGENESIS
Infeksi primer
berawal dari
tonsil dan Gl.
Mandibularis
Virus menyebar di
glandula dan
darah untuk
replikasi
Viremia
Hemoragi,edema dan
adanya transudat
GEJALA KLINIS
Per Akut
Sudden death
Akut
Inkubasi 1 7 hari.
Demam diatas 42 C;
Hyperemia atau cyanosis pada telinga dan moncong;
Kehilangan napsu makan
Inkoordinasi;
Batuk dan susah bernapas
Diare berdarah
Konjungtivitis
Leleran mucopurulant pada nasal;
Vomitus
Mortalitas sampai 100%;
Sub Akut
Tanda klinis seperti pada akut
tapi umumnya lebih lama (34 minggu);
Demam berfluktuasi (>40. 5 C );
Mortalitas lebih rendah (Rentan pada babi muda)
PATOLOGI ANATOMI
HISTOPATOLOGI
DIAGNOSA
Diagnosa ASF dapat dilakukan dengan:
Gejala klinis
Lesi post mortem
Uji laboratorium dengan :
Isolasi Virus
Deteksi Antibodi Virus
PCR : Deteksi DNA antigen
PENANGANAN
Tidak ada penanganan atau vaksin
yang efektif untuk infeksi ASF.
Yang dapat dilakukan yaitu dengan
pemberian agen suportif seperti vitamin
Isolasi dan eradikasi (Hewan yang telah
terinfeksi)
Nina Welndy
Bergitha Soge
Feny M. Daris
Yohanes Koli
Indah Sulistyani
Ervin Elmakvudz
Hilarius Langobelen
Dian Novitasari
Hendrik Jacob Cavil Frans
ETIOLOGI
Gejala klinis
Diare dengan warna feses kuning-kehijauan
bercampur dengan mukuz dan darah
TZIPORI (1980) melaporkan bahwa
berdasarkan penelitan pada hewan coba,
maka gejala klinis yang ditimbulkan
akibat infeksi rotavirus yaitu terjadi
setelah 1 4 hari masa inkubasi dan
antibodi
terhadap
rotavirus
akan
terdeteksi antara 4 7 hari setelah
timbulnya gejala klinis seperti depresi,
diare, muntah (pada babi), dehidrasi,
tampak kurus, dan kematian.
Patogenesis
Rotavirus masuk secara oral,replikasi di
dalam sitoplasma sel-sel yang terinfeksi;
yaitu enterosit. Proses selama 10-12 jam
(Brooks dkk. 2005).
protein VP4 berikatan dengan reseptor
spesifik,Virus masuk ke dalam sel dan masuk
ke lisosom. Di dalam lisosom, terjadi
pemotongan VP4 oleh tripsin terjadi aktivasi
RNA polymerase (transcriptase) virus (Brooks
dkk. 2005; Kobayashi dkk. 2007).
pada
usus
pada
dan
Partikel virus
morfogenesis untuk
menghasilkan virus
yang utuh dan
infektif. Sel-sel
terinfeksi lalu
mengalami lisis dan
virus-virus baru
keluar dari sel
Patologi anatomi
Pada usus halus dan besar mengalami
atropi terjadi hemoragi, dan fusi pada vili
Limfonodus mesentericum mengalami dilatasi
dan kebengkakan
Histopatologi
Pemotongan jejunum
terlihat adanya
pseoudocystic pada
daerah mucosa dan
infiltrasi sel radang
Pemotongan ileum terlihat
pada bagian propia
terdapat limphosit, dan
bagian submucosa terjadi
oedema dan hiperemi
Diagnosa
directed
Latex agglutination and polyacrylamide gel
electrophoresis
Uji ELISA
TERIMA KASIH
N I N A W E L N D Y
B E R G I T H A S O G E
F E N Y M . D A R I S
Y O H A N E S K O L I
I N D A H S U L I S T YA N I
E RV I N E L M A K V U D Z
H I L A R I U S L A N G O B E L E N
D I A N N O V I TA S A R I
H E N D R I K J C F R A N S
PENDAHULUAN
PCV Porcine Circo Virus merupakan DNA virus nonenveloped, pertama kali diisolasi dari ginjal babi pada
1974. Waktu itu PCV belum menimbulkan penyakit
pada babi. Kemudian pada akhir 1990 merebak
penyakit PMWS (Postweaning Multisystemic Wasting
Syndrome) yang kemudian ditemukan korelasinya
dengan virus PCV. Untuk membedakan virus ini
dengan virus temuan pertama yang tidak
menyebabkan penyakit, virus ini kemudian diberi
nama PCV tipe 2 atau PCV2. Sedangkan yang non
patogenik atau virus yang ditemukan pertama kali
diberi nama PCV1.
ETIOLOGI
GEJALA KLINIS
TRANSMISI
Penularan PCV2 diduga terjadi melalui
kontak langsung melalui
Oronasal
Feses
rute saluran kencing
Darah
PATOGENESIS
PCV2
PCV2
Infeksi
pada
jaringan
limphoid
Low viremia
seroconversi
high viremia
+/- serokonversi
Penyebaran sistemik
Infection cleared
SUBCLINIC
CLINICAL
70-80%
mortality
PATOLOGI ANATOMI
Lanjutan P. A
carcass pucat atau kuning
pembesaran kelenjar getah bening dan
limpa. Kelenjar getah bening berwarna
putih di permukaan
ginjal bengkak, bintik-bintik putih dapat
terlihat pada permukaan potongan
paru belang-belang karet
saluran Usus - Perubahan pada perut
termasuk ulser di pars oesophagea.
Pembesaran limphonodus
mesenterika
Interstitial pneumonia
Pembesaran limphonodus
mesenterika
DIAGNOSA
Isolasi virus:
Tes bisa dilakukan hanya pada jaringan babi
PCR
IHC
Serologi: ELISA
Sindrom klinis (stunting, pucat, sesak, sakit
kuning, diare dan kematian) menunjukkan
PCVD, tetapi konfirmasi didasarkan pada
temuan patologis dan demonstrasi virus di
jaringan.
Virologi : antibodi
Fluorescent pada bagian
jaringan (LEMAK),
mikroskop elektron (EM)
dan isolasi virus dari
jaringan yang terinfeksi
(VI). Sampel terbaik untuk
tes virologi adalah
jaringan segar (paru-paru,
tonsil, pembesaran
kelenjar getah bening,
ginjal, limpa) dikirim pada
paket es.
NINA WELNDY
BERGITHA SOGE
FENY M. DARIS
YOHANES KOLI
I N D A H S U L I S T YA N I
E RV I N E L M A K V U D Z
HILARIUS LANGOBELEN
D I A N N O V I TA S A R I
H E N D R I K J A C O B C AV I L F R A N S
Etiologi
Ordo : Nidovirales
Famili
: Coronaviridae
Genus
: Alphacoronavirus
Spesies
: Porcine epidemic diarrhea virus (PEDV)
Struktur PEDV dan genom:
virus beramplop dan pleomorfik dengan kisaran
diameter dari 95-190 nm.
Single-stranded RNA genome sekitar 28 KB.
Gambar 1. vakuola
Intracytoplasmic dalam enterocyte
usus halus babi, yang
mengandung partikel PEDV
pleomorfik diameter dari 95-190
nm diameter .
Patogenesis
Gejala Klinis
Beratnya penyakit klinis yang disebabkan oleh PEDV
sangat bervariasi, tergantung status imunologi atau
enzootic dari peternakan babi.
Gejala:
diare berair, memiliki bau busuk.
hewan terkena umumnya muntah.
Dehidrasi.
Asidosis metabolik yang menyebabkan kematian 50
sampai 80% pada anak babi yang menyusui.
infeksi pada babi feeder dan grower: diare, anoreksia,
depresi, dan morbiditas tinggi tetapi kematian rendah (1
sampai 3%).
Patologi Anatomi
Gambar 3. potongan melintang
usus halus dari babi yang
terinfeksi porcine epidemic
diarrhea virus. Note: vili
memendek, dinding usus menipis
karena atropi mukosa
Histopatologi
Gambar 6: pewarnaan
imunohistokimia. Antigen PEDV
(terwarna coklat) dalam enterosit
usus halus babi ( 200).
Cara Mendiagnosa
Porcine epidemic diarrhe tidak dapat didiagnosis
berdasarkan temuan klinis saja, metode laboratorium
diperlukan untuk mendiagnosis etiologi.
Metode diagnostik yang paling umum digunakan adalah
tes langsung immunofluorescence (IFT) untuk
deteksi antigen virus.
dan enzim-linked tes immunosorbent (ELISA) untuk
menunjukkan antigen PEDV dalam tinja atau
antibodi dalam serum.
Virus dapat juga terdeteksi oleh imunohistokimia
(IHC), reaksi berantai polimerase (PCR), dan
mikroskop elektron (EM).
Nina Welndy
Bergitha Soge
Feny M. Daris
Yohanes Koli
Indah Sulistyani
Ervin Elmakvudz
Hilarius Langobelen
Dian Novitasari
Hendrik Jacob Cavil Frans
Etiologi
Agen etiologi dari PRRS merupakan virus RNA dari urutan
Nidovirales, keluarga Arteriviridae, genus arterivirus.
Terdapat 2 antigen dan genetik strain yang dapat dibedakan,
antara lain : genotipe 1, dengan prototipe virus Lelystad,
virus ini mendominasi di Eropa dan genotipe 2, yaitu VR
2332, prototipe strain awalnya sebagian besar ditemukan di
Amerika Utara. Sebuah varian genotipe 2 adalah penyebab
penyakit yang parah di Asia.
Gejala Klinis
Kasus Reproduksi :
Kelahiran prematur
Keguguran terutama pada masa kebuntingan trimester ketiga, yang
ditandai oleh kelahiran dini ("stilborn pig"),
Janin yang lembek dan kelemahan anak babi yang baru dilahir kan
Kematian babi yang baru dilahirkan maupun mumifikasi
Kasus Respirasi / Gangguan Pernapasan
Pada babi yang baru dilahirkan dapat ditandai dengan gejala klinik yang
sangat menonjol yaitu sesak napas. Kasus gangguan pernapasan ini
umumnya menyerang babi umur 3 minggu dan gejala klinis yang
ditimbulkan akan terlihat lebih parah pada anak babi yang baru lahir.
Akan tetapi penyakit PRRS dapat juga menyerang babi dewasa yang
juga dapat menyebabkan kematian
Patogenesis
Virus masuk
melalui udara =
Respirasi
Virus PRRS memiliki tropisme
serta bereplikasi pada jaringan
linfoid (limpa, thymus,
limfoglandula, peyerpatches)
Adanya respon
imun pada
permukaan
mukosa dari sel
hospes
Menginfeksi pada
jaringan limfoid dan
paru-paru
Merusak sel
Langsung ke
plasenta
Diagnosa
melihat gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan
serologik, isolasi virus, patologi anatomi, dan histopatologi.
Diagnosa Banding
Penyakit PRRS sering dikacaukan dengan penyakit viral
lainnya seperti virus influenza babi, virus
encephalonyocarditis, Porcine parvovirus, virus Aujersky
dan infeksi klamidia.
Beberapa infeksi sekunder yang sering menyertai penyakit
PRRS terutama yang menyebabkan gangguan pernapasan
di antaranya adalah Pasteurella multocida, Salmonella spp.,
Haemophilus parasuis dan Streptococcus suis, Bordete!la
bronchiseptica, Mycoplasma hyop- neumoniae,
Actinobaci!!us pleuro- pneumoniae, dan Actinomyces
pyogenes
PATOLOGI ANATOMI
Adanya bercak berwarna coklat pada paru-paru
Edema kelopak mata serta kista yang berwarna coklat
hemoragika pulmonari
HISTOPATOLOGI
Edema
Rhinitis
Pneumonia Interstitial
Miokarditis
crypt tonsil dengan makrofag, neutrofil, lymphosit dan sel epitel crypt di lumen.
(A) hematoxylin dan pewarnaan eosin. (B) PRRS dengan perbesaran
tinggi, akan terlihat asam nukleat yang terdeteksi dalam sitoplasma sel
menyerupai makrofag di tonsil
TERIMAKASIH
NINA WELNDY
BERGITHA SOGE
FENY M. DARIS
YOHANES KOLI
INDAH SULISTYANI
ERVIN ELMAKVUDZ
HILARIUS LANGOBELEN
DIAN NOVITASARI
HENDRIK JACOB CAVIL FRANS
Etiologi
Swine influenza virus merupakan
genus dari ordo paramyxoviridae. Swine
influenza virus atau virus influensa babi
disebabkan oleh virus influensa A yang
sangat infeksius pada babi, burung dan
manusia. Terbagi dalam beberapa tipe
yaitu H1N1 yang menyerang babi, bebek,
kalkun dan manusia. Sedangkan H1N1,
H1N2, dan H3N2 mewabah di Amerika
Utara
Patogenesis
Swine influensa masuk lewat saluran
pernapasan atas(udara) manifestasi di
epitel trakea dan bronchi berkembang
(2-24 jam) lesi dan eksudat pada
bronchiol menghilang pada hari ke-9.
jika ada infeksi sekunder (akibat lesi) pada
paru-paru
pneumonia
karena
P.multosida kematian
Infeksi sekunder juga dapat menghilang
tanpa adanya nekrosis.
Gejala Klinis
Apatis
Sangat lemas
Tidak mau bergerak dan bangun karena
kekakuan dan nyeri otot
Eritrema pada kulit
Anoreksia
Demam (suhu mencapai 41,8 C)
Patologi Anatomi
Lesi pada saluran pernapasan atas dan
juga adanya kongesti pada mukosa faring,
laring, trakea dan bronkus.
Terlihat
juga adanya cairan bening,
berbusa, dengan eksudat kental pada
bronchi yang sangat banyak, juga diikuti
kolaps pada paru-paru
Lesi pada paru ditandai warna merahkeunguan pada lobus apikal dan lobus
jantung
Daerah sekitar akteletase paru sering
terjadi emphysema dan hemoragi ptechiae.
Gambar lesi anatomi paru yang disebabkan oleh virus H1N1, H1N2,
dan H3N2 dan kontrol post-inoculation day (PID) pada hari ke-2 dan
ke-14
Keterangan :
Histopatologi
Adanya necroziting bronchitis dam
bronchiolitis dengan eksudat yang
dipenuhi sel neutrofil
Penebalan septa alveolar
Perubahan epitel bronchial
Bronkus dipenuhi sel neutrofil dan sel
mononukleal yang berakhir pada
pneumonia interstitial hiperplasia
epitel bronchial
Keterangan :
Diagnosa
Diagnosa sementara
Dengan melihat gejala klinis dan
patologi
Diagnosa laboratorium
perubahan
Daftar Pustaka
Syafriati, Tatty. Mengenal Penyakit
Influensa Babi. Bogor : Balai Penelitian
Veteriner
Virologyj.biomedcentral.vom