Anda di halaman 1dari 10

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah Potong Hewan (RPH) merupakan suatu bangunan atau komplek


bangunan dengan desain dan kontruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis
dan higienis tertentu serta digunakan sebagai tempat pemotongan hewan. RPH
dirancang sesuai standar. RPH harus menghasilkan produk daging yang halal serta
sehat dan layak untuk dikonsumsi masyarakat. Penyembelihan hewan di RPH juga
wajib dilakukan sesuai dengan tata cara pemotongan hewan yang tepat. Lokasi RPH
memiliki syarat tertentu agar tidak memberikan dampak negatif terhadap
lingkungan. Pemilihan lokasi RPH sebaiknya di luar kota, jauh dari pemukiman,
serta memiliki saluran pembuangan dan pengolahan limbah yang sesuai dengan
AMDAL (Nurfifi, dkk., 2017). Hal tersebut juga merupakan salah satu upaya untuk
meminimalisir terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah pemotongan hewan sapi
dapat berupa feses, darah, isi rumen, isi lambung, air cucian, dan urine. Pada
makalah ini akan dibahas mengenai pengelolaan limbah RPH sapi, khususnya
adalah feces.

Feses tidak hanya dihasilkan di peternakan, namun juga di RPH sapi.


Apabila limbah tersebut tidak ditangani dengan tepat, akan mempengaruhi kondisi
lingkungan sekitar RPH. Dampak yang dapat ditimbulkan yaitu meningkatkan
pencemaran lingkungan, terutama udara karena feces mengandung NH3.
Keberadaan feses menyumbang emisi gas metan dari peternakan mencapai 20-35%
dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfer (Sukamta, dkk., 2017). Limbah juga
dapat menjadi agen bagi mikroba untuk tumbuh (Nurfifi, dkk., 2017).

Penanganan limbah yang tepat dapat memberikan dampak positif bagi


lingkungan, dan limbah menjadi memiliki nilai guna. Semakin banyak jumlah
ternak, tentu semakin banyak feces yang dihasilkan, sehingga sangat penting untuk
mengolah limbah feces secara tepat, dan pengelolahan tidak hanya berasal dari
peternakan, tetapi juga dari RPH. Pengelolahan limbah yang berasal dari RPH

1
menjadi salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Limbah feces
dapat diolah dengan dibuat menjadi kompos dan biogas. Pengolahan menjadi
kompos dilakukan dengan pembuatan stapel, secara aerob maupun anaerob, pupuk
cair, serta biogas.

1.2 Rumusan Masalah

A. Bagaimana metode pengelolahan limbah RPH yang berupa feces?


B. Bagaimana manfaat dari pengelolahan limbah feses?

1.3 Tujuan

A. Mengetahui metode pengelolahan limbah feces yang berasal dari RPH


B. Mengetahui manfaat pengelolahan limbah feses

1.4 Manfaat

A. Mengurangi pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah ternak


B. Memberi edukasi dan informasi mengenai metode pengelolahan limbah
terutama feses
C. Meningkatkan nilai guna limbah ternak

2
BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Limbah dan Limbah Ternak

Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomi.
Limbah telah menjadi masalah lingkungan yang sangat krusial, terutama di
daerah perkotaan. Limbah dapat dihasilkan dari bidang trasnportasi,
industry, pertanian, kehutanan, dan lain-lain. (Sunarsih, 2018)
Limbah ternak adalah semua kotoran yang dihasilkan dari ternak
baik berupa limbah padat, limbah cair atau limbah gas. Limbah ternak masih
mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk mendorong
kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. (Antaressa,
2011)

2.2 Macam-macam Limbah Ternah


Limbah peternakan dibagi menjadi dua yaitu dalam arti sempit dan
dalam arti luas. Dalam arti sempit, limbah ternak adalh feses dan urine,
sedangkan dalam arti luas, limbah ternak yaitu sisa dari produksi peternakan
setelah diambil hasil utamanya. Contohnya seperti tanduk, bulu, tulang da
nisi rumen. (Antaressa, 2011)
Menurut Antaressa (2011), Limbah ternak terbagi dua yaitu limbah
padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah padat merupakan semua imbah
yang berbentuk padat atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang
mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair merupakan limbah
yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urin, air dari
pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah yang
berbentuk gas atau dalam fase gas

2.3 Pengelolaan Limbah Ternak (Feses)


Penanganan atau pengelolaan limbah ternak akan spesifik pada jenis
ternak, jumlah ternak, tata pemeliharaan, areal tanah yang tersedia untuk
penanganan limbah dan target penggunaan limbah. (Antaressa, 2011)

Berikut beberapa cara pengelolaan limbah feses pada ternak:

2.3.1 Pengelolaan Feses Menjadi Biogas


Biogas merupakan renewemble energy yang dapat dijadikan bahan
bakar alternative untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil
seperti minyak tanah dan gas alam. (Antaressa, 2011)

3
Materi dan Metode:
A. Materi
1) Alat : drum bekas, pipa besi dan selang
2) Bahan : Feses
B. Metode
Cara kerja:
1) Bak Fermentasi (Digester) sebanyak 1 drum besar. Bak ini
terbuat dari 2 buah drum dengan posisi direbahkan yang
sisinya dilubangi dan kemudian disambung dengan cara di
las. Bak dilengkapi dengan pipa pemasukan isian (inlet) dan
pipa pengeluaran pembuangan (out let) yang dipasang
dengan sudut kemiringan 450. Bak ini diisi kotoran sapi
sebanyak lebih kurang ¾ drum. Bak fermentasi ini
merupakan bak penghasil gas yang selanjutnya dihubungkan
dengan plastik pengumpul gas.
2) Plastik Pengumpul Gas. Plastik ini dibuat terpisah dengan
bak fermentasi dan dihubungkan dengan selang dari bak
fermentasi/penghasil gas disatu sisi dan sisi lainnya ke
kompor. Plastik ini digunakan untuk memudahkan
pengamatan apabila gas sudah terbentuk.
3) Ujicoba instalasi biogas : Uji coba dilakukan dengan cara
membuka secara perlahan-lahan kran gas dari digester. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa ada gas yang terbentuk,
yang dicirikan adanya penggelembungan plastik dan bau gas
seperti bau khas kotoran sapi. Gas mulai terbentuk pada hari
ke -15, dan maksimum tercapai pada hari ke -20. Setelah gas
keluar (hari ke -15) selanjutnya digester diisi kembali dengan
kotoran sapi segar sebanyak 1 arco (3-4 ember)

2.3.2 Pengolahan Limbah Padat (Feses) RPH dengan Metode


Pengomposan Aerobik Dan Anerobik
Materi dan Metode
A. Materi
1) Alat
2) Bahan

B. Metode
Cara kerja:
1) Bahan baku limbah padat diambil dari RPH, dilakukan
pengkondisian kadar air pada bahan baku dengan nilai 50-

4
60%.Reaktor yang digunakan berbentuk standing drum
dengan kapasitas 60 L, dengan limbah padat RPH yang
digunakan 20 kg pada setiap reaktor.
2) Bagian bawah reaktor dibuat saluran untuk mengalirkan
lindi keluar dari reaktor yang kemudian ditampung pada
wadah kedap udara.
3) Bagian samping reaktor diberi lubang dilengkapi penyumbat
untuk memudahkan pengambilan sampel.
4) Bagian atas dilengkapi dengan filter penangkap emisi gas
NH3. Suplai udara diberikan melalui kompresor dengan laju
aerasi 0,76 L/menit secara kontinyu pada kondisi aerobik.
5) Untuk kondisi anaerobik, reaktor akan ditutup terlebih
dahulu selama 3 hari sebelum penelitian dimulai.

Hasil yang didapat adalah:


1) Kualitas Produk Akhir
Kematangan kompos dapat diukur dari nilai pH,
kadar air, C-organik, Ntotal, dan rasio C/N. Secara fisik,
produk akhir pada kedua reaktor baik aerobik maupun
anaerobik berwarna cokelat tua agak kehitaman. Pada
reaktor aerobik produk akhir yang dihasilkan berupa remah-
remah yang agak kering dan tidak ada jamur.
Sedangkan pada reaktor anaerobik berupa remah-
remah yang lembab dan masih dtemukan jamur yang
tumbuh, hal ini menandakan bahwa produk masih
memerlukan tahap maturasi untuk menuju kematangan.
Nilai pH produk akhir pada reaktor aerobik memenuhi baku
mutu yang dipersyaratkan untuk kompos matang. Sedangkan
nilai pH akhir pada reaktor anaerobik melebihi baku mutu
yang dipersyaratkan baik untuk kompos maupun pupuk
organik.
Kadar air produk akhir pada kedua reaktor masih
tinggi (56,70-60,06%) berdasarkan baku mutu kompos
maupun pupuk organik. Kadar C-organik akhir pada kedua
reaktor memenuhi baku mutu pupuk organik berkisar
40,8641,53%, sedangkan baku mutu yang dipersyaratkan
untuk pupuk organik bernilai minimal 12%. Kadar N-total
pada produk yang tinggi juga memenuhi baku mutu yang
dipersyaratkan oleh Permentan No. 28 Tahun 2009. Rasio

5
C/N produk akhir pada reaktor aerobik memenuhi baku mutu
kompos sesuai SNI 19-7030-2004.

Proses pengomposan yang paling sesuai untuk pengolahan


limbah padat adalah metode aerobik. Produk yang dihasilkan dari
metode aerobik mencapai tingkat kestabilan paling cepat
dibandingkan dengan metode anaerobik.

2.3.3. Pengelolaan Feses Menjadi Pupuk Cair


Sapi potong yang dipelihara oleh peternak biasanya lebih
sering diberi pakan hiijauan daripada konsentrat, sehingga feses
yang dihasilkan lebih banyak mengandung serat (Sumber C daripada
N). (Hidayati, dkk, 2011)
Pengolahan feses dapat dilakukan dengan berbagai cara,
salah satunya melalui pengolahan menjadi pupuk cair. Pupuk cair
mampu menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainnya yang
dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk cair lebih mudah terserap oleh
tanaman, dikarenakan senyawa kompleks yang terkandung
didalamnya sudah terurai dan dalam bentuk cair sehingga mudah
terserap oleh tanaman, baik melalui akar maupun daun. Pupuk cair
diperoleh dari proses fermentasi pupuk padat yang ditambah
mikroba berfungsi sebagai aktivator untuk membantu meningkatkan
proses degradasi bahan organik menjadi senyawa sederhana yang
siap diserap oleh tanaman, kemudian dilanjutkan dengan proses
ekstraksi dan proses fermentasi cair secara aerob.
Saccharaomyces cerevisiae merupakan salah satu mikroba
yang dapat bekerja sebagai aktivator dalam fermentasi. Mikroba ini
berasal dari spesies yang termasuk dalam kelompok khamir
berbentuk oval. Saccharomyces cerevisiae bersifat fermentatif, yaitu
mampu melakukan fermentasi, yang memecah glukosa menjadi
karbon dioksida dan alkohol

Prosedur Pembuatan Pupuk Cair :

Prosedur Pembuatan Pupuk Cair Dari Feses Sapi Potong


dengan penambahan Sacharomyces cerevisiae :

1) Feses sapi potong (substrat) diberi penambahan bakteri


Sacharomyces cerevisiae kemudian dilakukan pengomposan
selama 1 minggu

6
2) Selanjutnya substrat diekstrak menggunakan air panas
dengan perbandingan 1 kg substrat dalam 4 liter air
3) Kemudian hasil ekstraksi diinkubasi selama 2 bulan, sambil
dilakukan aerasi.
4) Setelah proses inkubasi selesai, dilakukan analisis
kandungan Nitrogen (N), Fosfor (P2O5) dan Kalium (K2O)
pada pupuk cair yang terbentuk

7
BAB III. PENUTUP

A. KESIMPULAN

Limbah ternak di Rumah Pemotongan Hewan ada bermacam-


macam, salah satunya yaitu feses. Feses sapi yang sebelumnya dianggap
tidak berguna dan mencemari lingkungan dapat bermanfaat jika dilakukan
pengelolaan yang baik seperti, dijadikan pupuk kompos, biogas, pupuk cair,
dan banyak lainnya.
Proses pengomposan yang paling sesuai untuk pengolahan limbah
padat RPH adalah metode aerobik. Produk yang dihasilkan dari metode
aerobik mencapai tingkat kestabilan paling cepat dibandingkan dengan
metode anaerobik.

B. KRITIK DAN SARAN


Menyadari bahwa penulis masih sangat jauh dari sempurna,
kedepannya pnulis akan lebih detail didalam menyebutkan perihal makalah
di atas bersama sumber-sumber yag lebih banyak yang tentunya mampu
dipertanggungjawabkan.
Untuk wejangan mampu berisi kritik atau saran kepada penulis
supaya mampu untuk menanggapi terhadap analisis yang berasal dari
bahasan makalh yang sudah dijelaskan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Antaressa, A. 2011. Pengelolaan Feses Kuda (Equus caballus) di Nusantara Polo


Club (NPC), Karanggan, Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor 2011.

Hidayati, Y. A., Kurnani, T. B. A., Marlina, E. T., dan Harlia, A. 2011. Kualitas
Pupuk Cair Hasil Pengolahan Feses Sapi Potong Menggunakan
Sacchromyces cerevicae. Jurnal Ilmu Ternak, Vol 111. No. 2

Ratnawaty, R. 2016. Pengolahan Limbah Padat Rumah Potong Hewan Dengan


Metode Pengomposan Aerobik Dan Anerobik. Prosiding Seminar
Lingkungan Hidup ISBN 978-979-99002-6-5

listyanto, Y., Sustiyah., Zubaidah, S., dan Satata, B. 2016. Pemanfaatan Kotoran
Sapi sebagai Sumber Biogas Rumah Tangga di Kabupaten Pulang
Pisau Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal UDAYANA Mengabdi, Vol.
15, No. 2, Mei 2016

Sunarsih, L. E. 2018. Penanggulangan Limbah. Jakarta: Deepublish Publihser.

9
LAMPIRAN

Metta Cindy Valentika Sabikis Wibi Afuwan


17/416503/SV/14241
17/416491/SV/14229
Sari Pangestuti
Muhammad Arif Nugroho
17/416493/SV/14231 17/416504/SV/14242

Muhammad Ihsannul T Septami Tri Rahayu


17/416505/SV/14243
17/416494/SV/14232
Siti Mukharomah
Nur F Diardadiantina
17/416496/SV/14234 (17/416506/SV/14244)

Nurman Sirat Al Nasir Theodora Devi Artika

17/416497/SV/14235 17/416508/SV/14246

Pradhanti Nur Azizah Tifa Restyka Maulina


17/416498/SV/14236 17/416509/SV/14247

Putri Aprilia Tsagilsha Nurindra


17/416510/SV/14248
17/416499/SV/14237
Ulfiyatul Khairiyah
Rachmady Madya Reforma
17/416511/SV/14249
17/416500/SV/14238
Wahyuni Nurul Puspitasari
Rizka Dwi Larasati
17/416512/SV/14250
17/416501/SV/14239
Willis Safitri
Rr. Adella Alayda P
17/416513/SV/14251
17/41651/ SV/14240
Zelin Febi Saputri
17//416514/SV/14252

10

Anda mungkin juga menyukai