Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ITP POTONG
PROSES PEMOTONGAN TERNAK DI RUMAH POTONG
HEWAN NIPAH KUNING

Disusun Oleh :

Yuvensius Welly (C1071141041)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
BAB I
PENDAHULUAN

I.I Latar belakang


Praktikum adalah subsistem dari perkuliah yang merupakan kegiatan
terstruktur dan terjadwal yang memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk
mendapatkan pengalaman yang nyata dalam rangka meningkatkan pemahaman
mahasiswa tentang teori atau agar mahasiswa menguasai keterampilan tertentu
yang berkaitan dengan suatu pengetahuan atau suatu mata kuliah. Metode
praktikum adalah cara penyampaian bahan pelajaran dengan memberikan
kesempatan berlatih kepada mahasiswa untuk keterampilan sebagai penerapan
bahan/pengetahuan yang telah mereka pelajari sebelumnya mencapai tujuan
pengajaran.
Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan suatu bangunan atau
kompleks bangunan dengan desain tertentu yang digunakan sebagai tempat
pemotongan hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat umum (Peraturan
Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2010). Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
memiliki peranan penting sebagai mata rantai untuk memperoleh kualitas daging
yang baik. Pemotongan atau penyembelihan ternak yang dilakukan di RPH harus
dapat memenuhi beberapa syarat yang sesuai dengan peraturan yang berlaku dan
juga untuk memenuhi daging yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) agar
dapat memenuhi kebutuhan, keamanan dan kesehatan pangan masyarakat
veteriner. Teknik pemotongan ternak dibagi menjadi dua bagian, yaitu
pemotongan secara langsung (halal method) dan tidak langsung (western method).
Pemotongan secara langsung, dilaksanakan apabila ternak telah dinyatakan sehat,
kemudian disembelih pada bagian leher dengan memotongarteria carotis, vena
jugularis, oesophagus dan tenggorokan. Pemotongan ternak secara tidak
langsung, artinya ternak dipotong setelah dilakukan pemingsanan dan setelah
ternak benar-benar pingsan.
I.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana proses pemotongan ternak dari pemotongan sampai dengan hasil
pemotongan di Rumah Potong Hewan Nipah kuning.
1.3 Tujuan
untuk mengetahui proses pemotongan ternak mulai dari pemotongan sampai
dengan hasil pemotongan. Praktikum yang dilaksanakan adalah pengamatan
proses pemotongan ternak ruminansia besar seperti sapi di Rumah Potong Hewan
nipah kuning.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Metode pelaksanaan pemotongan ternak yang berlaku di Indonesia ada


dua cara yaitu dengan pemingsanan dan tanpa pemingsanan. Metode dengan
pemingsanan biasanya dilakukan oleh RPH modern dan besar dan sebelum
dilakukan pemotongan terlebih dahulu diadakan pemingsanan agar ternak tidak
stress dan aman bagi pemotong. Untuk metode tanpa pemingsanan biasanya
dilakukan di rumah potong tradisional, penyembelihan dengan cara ini ternak
direbahkan dengan paksa dengan tali yang diikatkan pada kaki-kaki ternak yang
dihubungkan dengan ring-ring besi pada rumah potong tradisional, dengan
menarik tali-tali ternak akan roboh. Perlakuan ini akan menyebabkan ternak
merasa sakit karena masih sadar (Kartasudjana, 2001). 

Semua sapi yang akan dipersiapkan untuk dipotong harus diperlakukan


dengan baik. Sapi ditempatkan di tempat tertentu yang cukup tenang. Sapi harus
diberi kesempatan beristirahat yang cukup. Sapi yang datang dari luar daerah yang
jauh harus diistirahatkan terlebih dahulu agar tidak tertekan. Sapi yang mengalami
perlakuan kasar akan mengakibatkan goncangan yang berat. Sapi juga harus
memperoleh jaminan makanan dan minuman (Sugeng, 2003). Ternak harus
diistirahatkan 12 sampai 24 jam sebelum dilakukan pemotongan agar pada saat
disembelih darah dapat keluar sebanyak mungkin dan cukup tersedia energi
sehingga proses kekakuan otot (rigormortis) berlangsung secara sempurna
(Soeparno, 1998).
Ternak disembelih oleh “kaum” atau “modin” yang juga menghadap
kiblat, sehingga kepala ternak ada disebelah selatan dan ekor di sebelah utara.
Selama proses penyembelihan, setelah bagian kulit, arteri karotis, vena jugularis,
trakhea dan esofagus terpotong, dilakukan pengeluaran darah dengan pisau yang
lazim disebut proses “bleeding” yaitu menusuk leher ke arah jantung,
pengeluaran darah yang tidak sempurna selama proses penyembelihan
menyebabkan lebih banyak residu darah yang tertinggal di dalam karkas sebingga
daging yang dihasilkan lebih gelap dan lemak daging dapat tercemar oleh darah
(Swatland, 1984).
Menurut Soeparno (1998), ada tiga macam teknik pengulitan yaitu : (1)
pengulitan di lantai, (2) pengulitan dengan digantung, dan (3) pengulitan dengan
menggunakan mesin.
Pengulitan diawali dengan membuat irisan panjang pada kulit sepanjang
garis tengah dada dan bagian perut (abdomen). Kemudian irisan dilanjutkan
sepanjang permukaan dalam (medial) kaku. Kulit dipidahkan mulai dari ventral ke
arah punggung tubuh ternak (Setiyono, 2000).
Menurut Soeparno (1994), setelah pengulitan, rongga dada dibuka dengan
gergaji, tepat melalui ventral tenah tulang dada atau sternum. Rongga abdomen
dibuka dengan irisan sepanjang ventral tengah, kemudian pemisahan penis atau
jaringan ambing dan lemak ruang abdominal yang sudah lepas. Bonggol pelvik
dibelah dan pisahkan kedua bagian tulang pelvik. Dibuat irisan sekitar anus dan
tutup dengan kantong plastik. Kuliti ekor jika belum dilakukan. Dipisahkan
oesophagus dari trakhea. Dikeluarkan kandung kencing dan uterus jika ada,
intestinum dan mesenterium, rumen dan bagian lain dari lambung serta hati.
Setelah memotong diafragma, pisahkan pluck, yaitu jantung paru-paru dan
trakhea. Dipisahkan karkas menjadi bagian kiri dan kanan dengan gergaji, tepat
melalui garis punggung. Karkas dirapikan dengan memotong bagian-bagian
karkas yang dianggap kurang bermanfaat. Karkas ditimbang untuk memperoleh
berat segar. Karkas yang telah siap, setelah dicuci dapat dibungkus dengan kain
putih untuk merapikan lemak subkutan.
Pemeriksaan daging meliputi : (1) pemeriksaan sebelum ternak dipotong,
lazim disebut pemeriksaan antemortem, dan (2) pemeriksaan setelah pemotongan
atau yang azim disebut postmortem, yaitu pemeriksaan karkas dam alat-alat dalam
(viscera), serta produk akhir (Soeparno, 1994).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan tempat pelaksanaan praktikum


Praktikum dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2018 bertempat di Desa
Nipah kuning

3.2 Metode Pelaksanaan praktikum


Cara atau metode yang digunakan pada pelaksanaan praktikum adalah :
1. Observasi
Observasi adalah salah satu cara untuk mendapatkan data yaitu dengan
cara melakukan pengamatan secara langsung tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan permasalahan yang diangkat.
2. Wawancara
Metode ini merupakan pengumpulan data dan informasi dengan cara
melakukan tanya jawab secara langsung dengan karyawan, staf, serta kepala
bagian unit RPH maupun pihak-pihak yang sekiranya perlu diwawancarai guna
memperoleh informasi yang diperlukan.
3. Dokumentasi
Melakukan pendokumentasian (foto, catatan, dan informasi) yang ada
pada saat pelaksanaan praktikum berlangsung.
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 proses pemotongan ternak dari pemotongan sampai dengan hasil pemotongan
Setelah ternak datang, dilakukan pemeriksaan antemortem. Tujuan dari
pemeriksaan antemortem adalah untuk mengetahui ada ternak yang cedera,
sehingga ternak harus dipotong sebelum ternak yang lain dan untuk mengetahui
ternak-ternak yang sakit dan harus dipotong secara terpisah dengan ternak yang
sehat (Soeparno, 2005). Di RPH Nipah kuning, dilakukan pengistirahatan ternak
dengan pemuasaan ternak tanpa diberi pakan. Lama pengistirahatan 12 jam.
Maksud dari pemuasaan ternak sebelum dipotong adalah untuk memeperoleh
bobot tubuh kosong, yaitu bobot tubuh setelah dikurangi isi saluran pencernaan,
isi kandung kencing dan isi saluran empedu dan untuk mempermudah proses
pemotongan karena dengan dipuasakan ternak menjadi lebih tenang (Soeparno,
1998). Setelah pemuasaan, ternak digiring dari kandang penampung, ternak
disiram dengan air, air digunakan agar ternak bersih dan mempermudah
pengulitan.
Pada Rumah Potong Hewan (RPH) nipah kuning ini tidak dilakukan
dengan cara tanpa pemingsannan.Cara ini banyak dilakukan di rumah-rumah
potong tradisional. Penyembelihan dengan cara ini ternak direbahkan secara paksa
dengan menggunakkan tali temali yang diikatkan pada kaki-kaki ternak yang
dihubungkan dengan ring-ring besi yang tertanam pada lantai Rumah Potong,
dengan menarik tali-tali ini ternak akan rebah. Pada penyembelihan dengan sistem
ini diperlukan waktu kurang lebih 3 menit untuk mengikat dan merobohkan
ternak. Pada saat ternak roboh akan menimbulkan rasa sakit karena ternak masih
dalam keadaan sadar.
 Pemotongan
Pemotongan dilakukan pada ternak dalam keadaan posisi rebah, ternak
tersebut dipotong dengan menggunakan pisau yang tajam. Pemotongan
dilakukan pada leher bagian bawah, sehingga tenggorokan, vena yugularis dan
arteri carotis terpotong. Menurut Ressang (1962) hewan yang dipotong baru
dianggap mati bila pergerakan-pergerakan anggota tubuhnya dan lain-lain bagian
berhenti. Juru sembelih menguji ternak sudah mati atau belum dengan cara
menepuk pelupuk mata sapi, jika reflek kedip mata tidak terjadi, maka sapi sudah
bisa dikatakan mati. Menurut Soeparno (1994), matinya reflek kedipan mata
menuunjukkan bahwa hewan sudah mengalami mati otak. Tiga saluran yang
harup putus saat penyembelihan adalah saluran nafas (trachea) dan pembuluh
darah (arteri jugularis, dan vena karotis). Cara penjatuhan sapi berpengaruh pada
kwalitas karkas. Sapi yang tidak dijatuhkan dengan benar bisa terjadi memar-
memar pada bebarapa bagian tubuh sehingga menurunkan kualitas karkas.
Sapi yang sudah mati dapat langsung dipisahkan antara kepala dengan
tubuh. Penalian saluran makanan perlu dilakukan agar makanan yang sudah di
rumen tidak keluar kembali dan mengotori karkas. Oleh karena itu setelah ternak
tidak bergerak lagi leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan pada sendi
Occipitoatlantis. Proses berikutnya adalah pengulitan proses pengulitan berjalan
selama 3 menit. setelah pengulitan, rongga perut dibuka, dikeluarkan jerohannya.
Pengeluaran ini memakan waktu 50 detik. Jerohan lalu dimasukkan dalam
ruangan yang berbeda, yaitu ruang jerohan hijau untuk saluran pencernaan dan
ruang jerohan merah untuk jantung, paru-paru, hati, limpa dan ginjal, dalam
ruangan tersebut organ-organ dibersihkan dan diperiksa secara postmortem,
seperti adanya cacing pada hati atau batu ginjal pada ginjal.
Pembelahan karkas di RPH nipah kuning dilakukan dengan menggunakan
pisau tajam dan kapak kecil khusus untuk pemotongan daging, mulai dari tulang
leher, karkas dibelah menjadi dua, sebelah kiri dan kanan. Setelah itu karkas
ditimbang secara sensoris, beratnya mencapai 136,2 kg. Presentase karkas dari
satu tubuh sapi mencapai 40-50%. Karkas lalu masuk ke ruang lain untuk
dipotong-potong sesuai keinginan konsumen. Sebelum dipotong-potong,
seharusnya karkas dilayukan dahulu kurang lebih 8 jam, namun karena konsumen
ingin mendapatkan segera karkasnya, maka proses pelayuan tidak dilakukan.
Pengangkutan biasanya diambil sendiri oleh konsumen atau diantar ke kios-kios.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kunjungan yang telah dilakukan di Rumah Potongan
Hewan (RPH)  Pakuning maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Proses pemotongan ternak di Rumah Potong Hewan (RPH) nipah kuning
masih menggunakan cara tradisional.
2. Proses pemotongan dimulai dari pemeriksaan ternak secara antemortem,
pengistirahatan, pemuasaan, penyiraman air, penyembelihan selama
pengulitan, pengeluaran jerohan, pemeriksaan postmortem, pembelahan
karkas, penimbangan karkas, pemotongan karkas dan pengangkutan
karkas.
3. Pengulitan dan pengeluaran jeroan dilakukan secara manual dengan
menggunakan pisau dan kapak.
4. Ternak yang disembelih merupakan ternak yang sehat dan bebas dari
penyakit.  
5. Manfaat Rumah Potong Hewan (RPH) nipah kuning ini bagi masyarakat
adalah menyediakan daging yang ASUH, mampu menyerap tenaga kerja,
serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Pontianak.
DAFTAR PUSTAKA

Narasumber : Pimpinan atau ketua RPH bapak Herlan rusdi.


Ressang, A. A., 1984, Pathologi Khusus Veteriner, Fad Project Khusus
Investigasi Unit Bali.
Soedarto.  2003.  Zoonosisi Kedokteran. Airlangga press. Surabaya.
Moelyono, H.J. 1996. Struktur dan Development Daging Ternak. Liberty.
Yogyakarta
Murtidjo, B.A. 1990. Ternak Sapi Potong. Kanisius. Yogyakarta
Setiyono. 2000. Abatoir dan Tehnik Pemotongan. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan 2. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging, cetakan 3, Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, cetakan 4. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Swatland, H., J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice Hall
Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.
Williamson, G dan W, J, A, Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Penerjemah : S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai