Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PENAMBAHAN KOTORAN KAMBING DAN

KOTORAN AYAM TERHADAP PRODUKSI BIOGAS MENGGUNAKAN


BAHAN BAKU SAMPAH ORGANIK CAMPURAN SAYUR DAN DAGING

DIANA KUSUMA WARDANI, ISNA APRIANI, AINI SULASTRI


Jurusan Teknik Lngkungan, Fakultas Teknik, Unversitas Tanjungpura, Pontianak
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi 78124, Telp. (0561) 739630, 739636, 736033 Fax. (0561) 739637
Kota Pontianak, Pontianak Selatan, Kalimantan Barat, Indonesia
Email : dianakusumawardanii@gmail.com

ABSTRAK
Salah satu sumber sampah adalah pasar yang didominasi oleh sampah organik. Sampah organik berpotensi
menghasilkan metan (CH 4 ) yang dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif dengan proses biogas.
Secara alami pembentukan biogas memerlukan waktu yang cukup lama karena selama proses fermentasi
mikroorganisme hanya berasal dari substrat, sehingga dibutuhkan penambahan starter agar dapat
mempercepat proses pembentukan biogas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
penambahan kotoran kambing dan kotoran ayam terhadap volume biogas, kecepatan pembentukan biogas,
perubahan suhu, pH, tekanan, dan uji bakar. Penelitian ini menggunakan proses anaerob sistem curah
dengan 3 perlakuan yaitu kontrol (sampah sayur dan sampah daging), penambahan kotoran kambing, dan
penambahan kotoran ayam masing-masing 3 kali pengulangan. Waktu tinggal perlakuan awal 10 hari dan
fermentasi selama 30 hari. Hasil yang didapat volume tertinggi pada perlakuan penambahan kotoran
kambing yaitu 30.150 ml, kemudian penambahan kotoran ayam 27.367 ml, kontrol yang berisi sampah
sayur dan sampah daging sebesar 9.223 ml. Kecepatan proses pembentukan gas yang paling cepat
mencapai produksi gas tertinggi terjadi pada penambahan kotoran ayam pada hari ke-1, kontrol hari ke-3,
serta penambahan kotoran kambing pada hari ke-24. Perubahan suhu selama proses pembentukan biogas
berkisar antara 27.7℃‒34℃, pH berkisar antara 6.2‒7.1, tekanan berkisar antara 101.357.7 N /m 2‒
102.129.4 N / m 2, dan uji bakar yang paling cepat menghasilkan api pada perlakuan penambahan kotoran
kambing yaitu hari ke-17 dan penambahan kotoran ayam pada hari ke-24 sedangkan pada kontrol tidak
menghasilkan nyala api.

Kata Kunci : anaerob, biogas, kotoran kambing, kotoran ayam, sampah organik

ABSTRACT
One of the sources of waste is the market which is dominated by organic waste. Organic waste has the
potential to produce methane (CH 4) which can be used as an alternative fuel with the biogas process.
Naturally the formation of biogas takes quite a long time because during the fermentation process
microorganisms only come from the substrate, so it is necessary to add a starter in order to accelerate the
process of biogas formation. This study aims to determine the effect of adding goat manure and chicken
manure to the volume of biogas, the speed of biogas formation, changes in temperature, pH, pressure, and
burn test. This study used an anaerobic bulk system with 3 treatments, namely control (vegetable waste and
meat waste), the addition of goat manure, and the addition of chicken manure with 3 repetitions each. The
residence time of the initial treatment was 10 days and the fermentation was 30 days. The results obtained
the highest volume in the treatment of adding goat manure was 30.150 ml, then the addition of chicken
manure was 27.367 ml, control containing vegetable waste and meat waste was 9.223 ml. The fastest rate
of gas formation process to achieve the highest gas production occurred in the addition of chicken manure
on the 1st day, control on the 3rd day, and the addition of goat manure on the 24th day. Changes in
temperature during the biogas formation process ranged from 27,7 ℃‒34 ℃, pH ranged from 6,2‒7,1,
pressure ranged from 101.357,7 N /m 2‒102.129,4 N / m2 and the burn test was the fastest producing fire
on the addition of goat manure is the 17th day and the addition of chicken manure on the 24th day while
the control does not produce a flame.
Keywords : anaerobic, biogas, goat manure, chicken manure, organic waste

PENDAHULUAN kotoran ayam sebagai starter kedalam sampah


organik untuk mengetahui pengaruh volume
Sumber-sumber sampah perkotaan yaitu
biogas, kecepatan proses pembentukan gas,
sampah rumah tangga, industri, kantor, sampah
perubahan suhu, pH, tekanan, dan uji bakar pada
pemotongan hewan, sampah jalan, pertamanan,
proses pembuatan biogas secara anaerob.
dan salah satu sumber sampah terbesar adalah
pasar. Pasar Flamboyan merupakan pasar yang
paling besar di Kalimantan Barat dengan luas ± METODOLOGI

2,3 hektar dan pedagang sekitar 1.700. Alat dan Bahan


Banyaknya pedagang yang berjualan di Pasar Alat yang digunakan berupa 9 buah
Flamboyan membuat banyaknya sampah yang jeriken plastik 20 L, 9 buah wadah 16 L dan 3 L,
ditimbulkan. Terdapat tempat pembuangan 1 1
1 pipa PVC inchi, 9 DOP inchi, selotip pipa,
sampah sementara dan tempat sampah komunal, 2 2
tetapi masih tidak cukup menampung banyaknya 3
9 keran, pipa alumunium, selang plastik
sampah. Timbulan sampah setiap harinya 16

didominasi oleh sampah organik yaitu 9,0370 1


inchi, selang plastik inchi, lem campur hitam
2
m3 /hari, anorganik yaitu 1,0503 m3 /hari, dan
dan putih, lem tembak, meteran, gergaji pipa,
total keseluruhan sebesar 10,0873 m 3 /hari [1].
solder, botol plastik, korek api, timbangan,
Sampah yang semakin menumpuk dapat
pewarna, papan, pH meter, dan termometer.
menimbulkan dampak yaitu timbulnya berbagai
Bahan yang digunakan berupa sampah
penyakit, pencemaran lingkungan, dan
sayur (berbagai jenis sayuran) sebanyak 27,3 kg,
pembentukan gas metan. Gas metan merupakan
sampah daging (jeroan ikan, kulit, sirip ikan,
gas yang sangat berbahaya karena bila terlepas
ikan yang tidak layak dijual, dan usus ayam)
keudara memiliki daya rusak lapisan ozon
sebanyak 27,3 kg, air hujan 81,9 kg, kotoran
(global warming potential) lebih besar 25 kali
kambing 13,65 kg, dan kotoran ayam 13,65 kg.
lipat dari gas CO 2 . Pengolahan yang dapat
memanfaatkan gas metan adalah biogas. Tetapi Prosedur Penelitian
proses pembentukan biogas secara alami Penelitian dilaksanakan selama 40 hari.
membutuhkan waktu cukup lama, sehingga mulai 3 September sampai 13 Oktober 2021 di
perlunya penambahan mikroorganisme untuk Workshop Teknik Lingkungan Universitas
mempercepat proses pembusukan. Melihat Tanjungpura. Pengambilan sampah organik
kondisi tersebut maka dilakukan penelitian ini dilakukan di Pasar Flamboyan Pontianak.
yaitu menambahkan kotoran kambing dan
Pengambilan kotoran kambing di Jl. Karya Bakti  Perlakuan A sebagai kontrol 100% = sampah
dan kotoran ayam di Wajok Hilir. organik 100% (4,5 kg sampah sayur, 4,5 kg
1) Uji Kebocoran sampah daging, dan 9 kg air).
Pengecekan kebocoran pada alat dilakukan  Perlakuan B 50% : 50% = sampah organik
dengan mengisi alat menggunakan air, kemudian 50% (2,25 kg sampah sayur, 2,25 kg sampah
di letakkan dalam posisi terbalik selama 24 jam. daging, dan 4,5 kg air) dan 50% kotoran
2) Persiapan Bahan kambing (4,5 kg kotoran kambing dan 4,5 kg
Perlakuan awal bahan sampah organik air)
dilakukan dengan cara blender fermentasi [2].  Perlakuan C 50% : 50% = sampah organik
Sampah sayur dan daging yang baru diambil 50% (2,25 kg sampah sayur, 2,25 kg sampah
dihaluskan menggunakan blender dengan daging dan 4,5 kg air) dan 50% kotoran ayam
perbandingan sampah organik dan air 1:1, (4,5 kg kotoran ayam dan 4,5 kg air).
kemudian bahan dimasukkan kedalam digester 4) Pengukuran Parameter
dan difermentasi selama 10 hari dalam keadaan Waktu pengukuran seluruh parameter
tertutup. Indikator berakhirnya massa fermentasi disetarakan satu kali 24 jam selama 30 hari
dapat dilihat dari pH. Running dimulai saat pH (waktu tinggal) pada pukul 13.00 - 15.00 WIB.
telah pada kondisi stabil, pH optimal untuk a. Pengujian C/N awal diuji di Laboratorium
bakteri anaerob berkisar antara 6,5 – 7,5. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Pembuatan starter dilakukan dengan cara Universitas Tanjungpura Pontianak.
menghaluskan terlebih dahulu kotoran kambing b. pH diukur dengan cara mengeluarkan substart
menggunakan parang agar mudah difermentasi, dan diukur menggunakan alat pH meter,
dan ditambah air menggunakan perbandingan c. Pengukuran suhu dilakukan langsung didalam
1:1. Kotoran ayam tidak dilakukan penghalusan reaktor menggunakan alat thermometer.
dan langsung ditambah air perbandingan 1:1. d. Pengukuran tekanan dilakukan dengan
Starter kotoran ternak kemudian dicampurkan menggunakan manometer. Manometer dibuat
dengan sampah organik yang telah dilakukan dengan air yang diberi pewarna dengan
perlakuan awal kedalam reaktor. Kotoran ternak prinsip pipa U. Hasil yang didapat kemudian
tersebut merupakan kotoran baru/segar yang dihitung menggunakan rumus Hukum Boyle
dikumpulkan selama 1 hari dan masih dalam sebagai berikut :
keadaan basah. P = ρ.g.h + tekanan atmosfer….....………..(1)
3) Running Keterangan :
Tahap ini dilakukan dengan cara P = Tekanan absolut ( N / m 2)
menyiapkan reaktor 20 L dan bahan isian yang
ρ = Densitas zat cair (kg /m3)= 1000 kg / m3
digunakan sebanyak 18 L. Dengan 3 perlakuan
g = Percepatan gravitasi (9,81 m/ s 2)
yang digunakan, yaitu :
h = Perbedaan ketinggian zat cair (m)
1 atm = 101.325 N /m2 pada grafik menunjukan pada hari ke-7 sudah
e. Pengukuran uji bakar dilakukan dengan cara mengalami kenaikan dan stabil menuju kondisi
menyulutkan gas yang telah ditampung pada optimum dan dihari ke-10 telah tercapainya
sumber api. kondisi pH optimum dimana mikroorganisme
f. Pengukuran volume gas dilakukan dengan sudah siap untuk dilakukan penambahan kotoran
cara mencatat jumlah air yang keluar dari ternak. Nilai pH hari ke-10 pada reaktor A =
penampung gas menggunakan asumsi volume 6,53; B = 6,5; dan C = 6,5.
gas yang dihasilkan sama dengan volume air Rasio C/N
yang keluar, dimana gas yang dihasilkan akan Tabel 1. Hasil Rasio C/N Awal Bahan
Parameter Analisis
menekan air keluar dari penampung gas. No Kode Sampel C-Organik N-Total
C/N
% %
Analisis Data
A : Sampah sayur + sampah
1 46,4 2,74 16,93
daging
Penelitian ini menggunakan analisa data uji B : Sampah sayur, sampah
2 43,79 3,46 12,66
daging + kotoran kambing
statistik non parametrik jenis metode uji beda C : Sampah sayur, sampah
3 44,37 2,89 15,35
daging + kotoran ayam
Mann Whitney dengan software SPSS versi 26. Hasil rasio C/N ketiga perlakuan berada
dibawah nilai optimum. Rasio C/N untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN digester anaerobik optimum pada rentang 20-30
[4]. C/N yang rendah akan membuat nitrogen
Hasil Perlakuan Awal
dibebaskan dan dapat berakumulasi menjadi
Perlakuan awal bertujuan agar
mikroorganisme beradaptasi terlebih dahulu amonia ( NH 4) sehingga pH meningkat [5]. Hasil

dengan bahan baku sebelum dilakukan C/N diatas juga berbeda jauh dengan hasil

penambahan kotoran ternak, sehingga volume biogas, dimana C/N paling rendah tetapi

mikroorganisme dapat bekerja secara maksimal. volume gas yang dihasilkan paling tinggi begitu
6.8 pula sebaliknya. Hasil volume perlakuan A
6.2 menghasilkan volume yang paling kecil yaitu
pH

5.6 9.223 ml, tetapi hasil C/N yang didapat adalah


5.0 yang paling tinggi. C/N yang tinggi disebabkan
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
penyusun umum semua bahan organik adalah
A Waktu (Hari)
B C
karbon. Jaringan tubuh tanaman dibentuk oleh
Gambar 1. Perubahan pH Perlakuan Awal
bahan baku berupa bahan organik, dalam bentuk
Hasil pengukuran pH awal saat substrat CO 2 diudara, H 2 O diair, dan H 2 CO 3 pada asam
dimasukan diperoleh sebesar 5,8 yang dapat arang. Selanjutnya perlakuan B dimana volume
dikatakan asam. Hasil pH tersebut terus biogas yang dihasilkan paling tinggi yaitu 30.150
meningkat karena adanya aktivitas dari ml, sedangkan nilai C/N paling rendah. Kotoran
mikroorganisme. Rentang pH optimum untuk ternak mengandung nitrogen yang tinggi
kehidupan mikroorganisme pembentukan biogas sehingga nilai C/N rendah. Sebagian besar
adalah pH 6,5‒7,5 [3]. Hasil pengukuran pH
nitrogen pada kotoran berasal dari protein dalam Hasil yang didapat pada ketiga perlakuan
bagian-bagian tumbuhan yang dimakan [6]. pH mendominasi semakin naik hingga mencapai
Kandungan tersebut bergantung pada tingkat pH optimum. Rentang pH yang tidak sesuai akan
kelarutan nitrogen pakan, kemampuan ternak menghambat pertumbuhan mikroba bahkan
untuk mencerna ransum, dan bahan penyusun menyebabkan kematian sehingga volume gas
ransum. Perlakuan C juga mengalami hal yang metan akan menurun. Rentang pH optimum
sama dimana pada perlakuan memiliki rasio C/N untuk kehidupan mikroorganisme pembentukan
diatas perlakuan B tetapi memiliki volume biogas adalah pH 6,5 - 7,5 [3]. Hasil pH yang
biogas dibawah perlakuan B yaitu 27.367 ml. didapat sejalan dengan hasil C/N, dimana pada
Faktor yang menyebabkan kotoran ternak perlakuan B menghasilkan pH yang paling tinggi
menghasilkan C/N rasio yang kecil adalah jenis yaitu 7,1 sedangkan hasil C/N yang didapat
pakannya [4]. Hasil penelitian menunjukan merupakan yang terendah. Perlakuan C
dengan rasio C/N 13,80 menghasilkan volume menghasilkan pH dibawah perlakuan B yaitu 6,9,
biogas tertinggi yaitu 35.690 ml, sedangkan rasio tetapi menghasilkan C/N lebih tinggi dari
C/N tertinggi yaitu 26,50 hanya menghasilkan perlakuan B. Sedangkan perlakuan A memiliki
volume biogas sebanyak 11.360 ml [4]. rentang pH yang tidak terlalu mengalami
peningkatan dan merupakan pH terrendah yaitu
Produksi Biogas dengan Parameternya 6,8, tetapi menghasilkan C/N yang paling tinggi.
pH Rendah nilai C/N akan membuat dibebaskannya
Hasil pengukuran pH awal setelah nitrogen dan dapat berakumulasi menjadi amonia
penambahan kotoran ternak mengalami ( NH 4) sehingga pH meningkat [5]. pH dapat
penurunan nilai pH yaitu 6,3 untuk perlakuan B, memberi pengaruh negatif bagi bakteri
dan 6,2 untuk perlakuan C. Penurunan pH awal metanogenik apabila pH lebih tinggi dari 8,5.
ini dapat dikarenakan perlunya mikroorganisme
beradaptasi pada kondisi yang baru setelah Suhu
dilakukannya penambahan kotoran ternak.
Suhu (˚C)

35.0
Penurunan pH menunjukkan adanya proses 32.5

pengasaman dan perombakan bahan organik. 30.0

7.3 27.5

7.0 25.0
pH

6.8
Waktu (Hari)
6.5 A B C

6.3 Gambar 3. Perubahan Suhu


6.0
Hasil rentang suhu pada perlakuan A yaitu
Waktu (Hari)
A B C
28℃–34℃, perlakuan B = 28℃‒34℃, dan
Gambar 2. Perubahan pH perlakuan C = 27℃‒33℃. Rentang suhu ketiga
perlakuan tersebut masuk kedalam suhu
mesofilik. Mikroorganisme mesofilik dapat dan perlakuan C hari ke-1 sebesar 102.129 N / m 2
tumbuh pada rentang suhu antara 26℃‒39℃ . Tekanan tertinggi yang didapat sejalan dengan
[7]. Suhu Mesofilik telah masuk kedalam kisaran volume gas tertinggi yang dihasilkan. Naik
temperature optimum untuk dekomposisi turunnya tekanan sejalan dengan naik turunnya
anaerob. Rata-rata suhu harian pada ketiga gas yang dihasilkan. Biogas yang semakin
reaktor ± 30℃, tidak terlalu jauh perbedaan nilai banyak akan membuat tekanan biogas yang
suhu pada ketiga perlakuan. Hasil tersebut dapat semakin besar [8]. Gas yang dihasilkan akan
dikatakan bahwa penambahan kotoran kambing menekan tekanan sehingga meningkatnya gas
dan kotoran ayam kedalam kontrol tidak akan membuat meningkatnya tekanan gas.
berpengaruh terhadap suhu. Tekanan yang paling cepat mencapai tekanan
Penurunan suhu yang signifikan terjadi tertinggi terjadi pada perlakuan A dan B, dimana
pada hari ke-10 yaitu lebih dari 3℃. Sangat bahan baku pada perlakuan ini mudah terurai
sensitifnya bakteri metanogenik terhadap dibanding perlakuan B. Kemudian terjadi
perubahan suhu mengakibatkan turunnya volume penurunan tekanan karena jumlah nutrisi
biogas dihari tersebut. Penurunan terjadi karena semakin sedikit untuk memenuhi kebutuhan
hujan terus menerus sehingga suhu udara hidup mikroorganisme.
menjadi dingin, setelah itu suhu tidak mengalami
perubahan yang signifikan. Suhu didalam Uji Bakar
masing-masing reaktor berubah-ubah. Perubahan Uji bakar dilakukan untuk mengetahui
suhu yang terjadi dikarenakan reaktor diletakan biogas yang dihasilkan terdapat gas metan atau
diluar ruangan, sehingga suhu reaktor tidak sehingga dapat menjadi alternatif pengganti
dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitar dimana bahan bakar elpiji dan minyak tanah.
kondisi cuaca dan intensitas penyinaran matahari
selama proses anaerob setiap hari berbeda-beda.

Tekanan A B C
Gambar 5. Uji Nyala Api Biogas
102400
Tekanan Gas

(N /m¿¿ 2)¿
102100 Ketiga perlakuan menghasilkan gas
101800 selama proses fermentasi. Tetapi gas perlakuan
101500 A tidak menghasilkan nyala api. Hal tersebut
101200
dikarenakan gas didominasi gas CO 2 atau
Waktu (Hari)
kandungan gas metan dalam jumlah yang kecil
Gambar 4. Perubahan Tekanan sehingga tidak dapat menghasilkan nyala api.
Hasil perlakuan A mencapai tekanan Kemungkinan hasil gas dengan kandungan gas

tertinggi pada hari ke-3 sebesar 101.717 N /m 2, metan sebanyak 45% pada proses anaerob, akan

perlakuan B hari ke-24 sebesar 102.071 N /m 2 membuat gas dapat terbakar [9]. Perlakuan B
V o lu m e B io g a s ( m l)
pertama kalinya menghasilkan nyala api pada
hari ke-17 dengan api berwarna biru, hingga hari
16 00
ke-30 lama kelamaan warna api bercampur 12 00

80 0
antara warna biru dan merah, hal tersebut
40 0

menyatakan perlakuan B termasuk kedalam 0

Waktu (Hari)
kategori warna biru. Warna api biru menandakan A B C

gas yang dihasilkan didominasi oleh gas metan. Gambar 6. Hasil Volume Biogas Harian
Hasil nyala api yang pertama kali dihasilkan Hasil yang didapat perlakuan A dan C
berwarna biru sampai berubah berwarna merah mencapai hasil maksimum pada awal proses
atau biru kemerahan maka termasuk kekategori anaerob yaitu perlakuan A hari ke-3 sebesar 707
nyala api berwarna biru dan api biru ml dan hari ke-1 perlakuan C sebesar 1.450 ml.
menghasilkan suhu mendekati 2000℃ [10]. Peningkatan diawal dapat dikarenakan bahan
Hasil perlakuan C pada hari ke-24 hingga ke-30 masih melakukan respirasi. Respirasi bahan
gas dapat terbakar dengan nyala api berwarna terjadi karena oksigen masuk saat menutup
biru kemerahan dan semakin lama berubah reaktor sehingga menghasilkan gas yang
menjadi merah, hal tersebut menyatakan
didominasi oleh CO 2 [12] .
perlakuan C termasuk kedalam kategori warna
C 6 H 12 O6 + O2 → 6 CO 2 + H 2 O + energi .........
biru kemerahan. Hasil nyala api yang pertama
(2)
kali dihasilkan berwarna merah kebiruan atau
Volume biogas perlakuan B mencapai
biru kemerahan sampai berubah berwarna merah,
hasil maksimum pada hari ke-24 sebanyak 1350
maka termasuk kekategori nyala api berwarna
ml. Hal tersebut terjadi karena kondisi
merah kebiruan atau biru kemerahan [10]. Warna
lingkungan pada reaktor B semakin lama
biru kemerahan menandakan CO 2 yang ada
mencapai kondisi optimum untuk hidupnya
didalam biogas cukup tinggi. Gas metan (CH 4)
mikroorganisme dari suhu dan pH, sehingga
yang ditambahkan CO 2 sebesar 10%, 20% dan
dapat meningkatkan volume biogas. Selain itu
30% membuat nyala api berubah warna dari biru bahan masukan perlakuan A dan perlakuan C
menjadi kuning kemerahan yang menandakan lebih homogen dari pada perlakuan B yang
terjadinya pembakaran tidak sempurna [11]. berupa kotoran kambing, dimana kotoran
kambing memiliki bentuk yang lebih susah
Volume Gas yang Dihasilkan terurai oleh air sehingga membutuhkan waktu
cukup lama bagi mikroorganisme untuk
menguraikannya. Setelah mencapai volume
maksimum volume biogas yang dihasilkan
berangsur-angsur turun. Penurunan volume
biogas dikarenakan menurunnya nutrient sebagai
bahan baku biogas dan semakin meningkatnya karena serat selulosa dan sisa pakan yang tidak
jumlah mikroba akibat dari meningkatnya waktu dicerna pada kotoran ayam.
fermentasi, sehingga menyebabkan semakin hari Hasil perlakuan A menunjukan volume
semakin menurunnya produksi biogas [13]. gas yang paling rendah, hal tersebut dikarenakan
V o lu m e B io g a s ( m l)

tedapat buih pada permukaan substrat.

40000
30150
30000 27367
20000
9223
10000
0
A B C Gambar 8. Buih pada Perlakuan A
Perlakuan
Gambar 7. Hasil Produksi Total Volume Biogas Buih dapat menghambat gas untuk naik
ke permukaan sehingga gas terperangkap
Total volume yang berbeda-beda pada tiap
didalamnya. Buih dapat menyumbatan pipa yang
perlakuan dikarenakan perbedaan substrat yang
membuat gas tidak dapat keluar, kehilangan
digunakan. Ketersediaan nutrisi yang berbeda-
inokulum, luas permukaan berkurang, dan
beda untuk mikroorganisme dari masing-masing
menghambat terbentuknya bakteri metanogenik
perlakuan menyebabkan perbedaan produksi
[18]. Hasil dari ketiga perlakuan tersebut dapat
biogas yang dihasilkan, karena nutrisi yang
ditarik kesimpulan bahwa dengan menambahkan
tinggi akan membuat mikroba lebih aktif dan
kotoran ayam dan kotoran kambing akan
menghasilkan gas yang tinggi [14]. Tingginya
meningkatkan biogas yang dihasilkan dan dapat
volume gas pada perlakuan B dapat dikarenakan
menghilangkan buih.
kondisi lingkungan yang paling optimum. Selain
itu kandungan selulosa yang tinggi didalam
Analisis Data Statistik
kotoran kambing, sehingga dengan mudah
Analisis statistik bertujuan agar
diuraikan oleh bakteri dalam proses pembentuk
mengetahui penambahan kotoran ternak yang
gas metan (CH 4) [15]. Penelitian dengan 20 kg
paling efesien dalam menghasilkan biogas.
kotoran kambing yang difermentasi dalam
Berikut ini metode pengambilan keputusan dari
digester selama 60 hari dapat berpotensi
kriteria hasil yang didapat, yaitu :
menghasilkan biogas sebesar 0,56 m3 atau 560
• Jika probabilitas Asymp. (Sig.) > 0.05, maka
liter [16]. Perlakuan C memiliki hasil total perbedaan yang terjadi tidak signifikan.
volume biogas tidak jauh berbeda dengan • Jika probabilitas Asymp. (Sig.) < 0.05, maka
perlakuan B. Penelitian dengan menggunakan terjadi perbedaan signifikan.
kotoran ayam sebanyak 12 liter dengan waktu
Tabel 2. Hasil Uji Beda Mann Whitney
fermentasi 20 hari dapat berpotensi
Asymp.si
No Uji Beda Hasil Analisis
g
menghasilkan rata-rata biogas sebesar 1,063 liter
Kontrol (Sampah Sayur dan
Terjadi perbedaan
1 Sampah Daging) dengan 0,000
[17]. Tingginya volume biogas yang dihasilkan Penambahan Kotoran Kambing
signifikan
Kontrol (Sampah Sayur dan
Terjadi perbedaan kemudian diikuti oleh perlakuan A yaitu hari ke-
2 Sampah Daging) dengan 0,000
signifikan
Penambahan Kotoran Ayam
3, dan terakhir pada perlakuan B yaitu hari ke-
Penambahan Kotoran Kambing Tidak terjadi
3 dengan Penambahan Kotoran
Ayam
0,271 perbedaan
singnifikan
24. Perubahan suhu selama proses pembentukan
Hasil perlakuan A dengan B sama dengan biogas berkisar antara 27,7℃‒34℃, perubahan
perlakuan A dengan perlakuan C, diperoleh pH berkisar antara 6,2‒7,1, perubahan tekanan
Asymp.(Sig.)<0,05 Ho ditolak sehingga H1 yang berkisar antara 101.357,7 2
N /m ‒102.129,4
digunakan. Hipotesis alternatif (H1) yaitu 2
N /m , dan uji bakar yang paling cepat
volume biogas yang dihasilkan dari perlakuan A menghasilkan api yaitu perlakuan B pada hari
dengan perlakuan B memiliki perbedaan yang ke-17, perlakuan C pada hari ke-24, dan
signifikan. Hasil perlakuan A dengan perlakuan perlakuan A tidak menghasilkan nyala api.
C juga memiliki hasil yang sama. Selanjutnya
hasil yang didapat untuk perlakuan B dengan Saran
perlakuan C diperoleh Asymp.(Sig.)>0,05 Saran yang dapat diberikan dari hasil
sehingga Ho yang digunakan. Hipotesis awal penelitian yang dilakukan yaitu, penambahan
(Ho) yaitu volume biogas yang dihasilkan dari waktu tinggal hingga gas yang dihasilkan benar-
perlakuan B dengan perlakuan C menghasilkan benar habis, sehingga dapat diketahui total gas
perbedaan yang tidak signifikan. Uji Mann yang dihasilkan dan perlunya dilakukan
Whitney juga dapat melihat perlakuan mana pengadukan secara berkala dengan bantuan alat
yang memberikan pengaruh yang lebih besar pengaduk agar sampel lebih homogen, tidak
dilihat dari nilai mean rank. Mean rank perlakuan terjadinya pengendapan, dan tidak terbentuknya
B yaitu 32,98 dan perlakuan C yaitu 28,02. buih dipermukaan.
Dapat disimpulkan bahwa perlakuan B lebih
besar memberikan pengaruh dalam menghasilkan
UCAPAN TERIMA KASIH
volume biogas dibandingkan perlakuan C.
Penulis menyampaikan terima kasih
kepada Ibu Isna Apriani, ST, M.Si dan Ibu Aini
KESIMPULAN DAN SARAN
Sulastri, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing
Kesimpulan skripsi, serta Bapak Dr. Arifin, ST, M. Eng. Sc
Kesimpulan dari hasil penelitian dan dan Ibu Govira Christiadora Asbanu, S.Pd.Si,
analisis yang didapat yaitu perlakuan B M.Sc selaku dosen penguji skripsi, serta semua
menghasilkan volume biogas tertinggi yaitu pihak yang telah membantu selama proses
30.150 ml, kemudian perlakuan C yaitu 27.367 penelitian dan pengerjaan skripsi yang tidak
ml, dan perlakuan A sebesar 9.223 ml. dapat penulis ucapkan satu persatu.
Kecepatan proses pembentukan gas ketiga
perlakuan sudah terbentuk pada hari pertama, DAFTAR PUSTAKA
dimana yang paling cepat mencapai produksi gas
[1]. Azmiyah, N.; Rizki, P., & M. Indrayadi.
tertinggi yaitu perlakuan C pada hari ke-1,
2014. Perencanaan Sistem Pengelolaan Rumen Sapi Dengan Limbah Cair Tempe.
Sampah Terpadu Di Kawasan Pasar Online Jurnal of Natural Science, Vol. 2
Flamboyan Kota Pontianak. Program Studi (2): ISSN: 2338-0950
Teknik Lingkungan Universitas [10].Nitbani, Y. B., Ben V.T., & Jahirwan Ut. J.
Tanjungpura Pontianak 2016. Pengaruh Perbandingan Komposisi
[2]. Dhaniswara, T.K., & Medya A.F. 2017. Campuran Perut Ikan, Kangkung dan Feses
Pengaruh Perlakuan Awal Sampah Organik Babi terhadap Ph, Kuantitas dan Kualitas
Terhadapproduksi Biogas Secara Anaerobic Biogas. LONTAR Jurnal Teknik Mesin
Digestion. Journal of Research and Undana, Vol. 03, No. 02 .ISSN-p: 2356-
Technology, Vol. 3 No. 2 P-ISSN: 2460 – 3222
5972 E-ISSN: 2477 – 6165 [11].Uwar, N. A., ING.Wardana., & Denny W.
[3]. Agusman, D., Rifky., & Ario K.B. 2017. 2012. Karakteristik Pembakaran CH 4
Pengaruh Starter Ragi dalam Proses Dengan Penambahan CO 2 Pada Model
Pembentukan Biogas Limbah Buah. HelleShaw Cell Pada Penyalaan Bawah.
Seminar Nasional TEKNOKA ke - 2, Vol. 2, Jurnal Rekayasa Mesin Vol.3, No. 1 .ISSN
ISSN No. 2502-8782 0216-468X
[4]. Sanjaya, D.; Agus H., & Tamrin. 2015. [12].Afrian, C., Agus H., Udin H., & Iskandar Z.
Produksi Biogas Dari Campuran Kotoran 2017. Produksi Biogas Dari Campuran
Sapi Dengan Kotoran Ayam. Jurnal Teknik Kotoran Sapi Dengan Rumput Gajah
Pertanian Lampung Vol. 4 No. 2 (Pennisetum purpureum). Jurnal Teknik
[5]. Haryati. T. 2006. Biogas : Limbah Pertanian Lampung–Vol. 6, No. 1
Peternakan Yang Menjadi Sumber Energi [13].Sikanna., & Rismawaty. 2013. Kajian
Alternatif. Wartazoa. Vol. 16 No. 3 teknologi Produksi Biogas Dari Sampah
[6]. Ekawandani, N & Alvianingsih. 2018. Basah Rumah Tangga. Online Jurnal of
Efektifitas Kompos Daun Menggunakan Natural Science, Vol. 2 (1): ISSN: 2338-
Em4 Dan Kotoran Sapi. Tedc Vol. 1 2 No. 2 0950
[7]. Kamal, Netty. 2019. Kajian Pengaruh Media [14].Dewi, G.S., Sutaryo., & A. Purnomoadi.
Penambat Pada Reaktor Biogas Fluidized 2014. Produksi Dan Laju Produksi Gas
Bed. Jurnal Teknik, Vol. 20, No1 Methan Pada Biogas Dari Feses Sapi
[8]. Insani, Metri Dian. 2013. Degradasi Madura Jantan Yang Mendapatkan Pakan
Anaerob Sampah Organik dengan Untuk Produksi Yang Berbeda. Animal
Bioaktivator Effective Microorganism-5 Agriculture Journal 3(4)
(EM-5) untuk Menghasilkan Biogas. Jurnal [15].Arwindah, Dhini., Umrah., & Kasman.
Pendidikan Sains, Vol. 1, No.3 2018. Formulasi Substrat Dasar Kotoran
[9]. Ihsan, A.; Syaiful, B., & Musafira. 2013. Kambing Dan Limbah Cair Tempe Dengan
Produksi Biogas Menggunakan Cairan Isi Inokulum Rumen Sapi Untuk Studi Awal
Produksi Biogas. Biocelebes. Vol 12 Nomor
3 .ISSN-p:1978-6417 ISSN-e: 25805991
[16].Dharma, U.S., & Kms. Ridhuan. 2013.
Kajian Potensi Sumber Energi Biogas Dari
Kotoran Ternak Untuk Bahan Bakar
Alternatif Di Kecamatan Kalirejo
Kabupaten Lampung Tengah. TURBO ISSN
2301-6663 Vol. 3 N0. 2
[17].Putri, A.A.I.K; I Wayan S.A; & I Ketut A.
2014. Pengaruh Jenis Kotoran Ternak
Terhadap Kualitas Biogas. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol. 4 no 1
[18].Thakur, S.V & Rahul B.B. 2019. Effect of
Canola Oil to Reduce the Scum Formations.
International Journal of Engineering and
Advanced Technology (IJEAT) ISSN:
2249-8958 (Online), Volume-9 Issue-1.

Anda mungkin juga menyukai