Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN KUNJUNGAN KULIAH LAPANGAN

WORKSHOP PERSAMPAHAN

DI BALAI TEKNIK AIR MINUM DAN SANITASI BEKASI

Dosen:

Pramiati Purwaningrum,S.T, M.T

Dr. Ir. Dwi Indrawati, M.S

Oleh:

Cathalia Grimaldi 082001600028

Jurusan Teknik Lingkungan

Fakultas Arsitektur Lanskap dan Teknologi Lingkungan

Universitas Trisakti

2019
I. Tujuan Kunjungan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, dapat diuraikan pula beberapa


tujuan dari kegiatan kunjungan kuliah lapangan. Adapun beberapa tujuan tersebut
adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui prosedur percobaan dalam menentukan nilai kalor sampah


2. Memberikan gambaran mengenai proses pembuatan kompos yang terbuat dari
sampah-sampah rumah tangga.
3. Mempelajari pembuatan dekomposer yang digunakan untuk pembuatan
kompos sampah.

II. Dasar Teori

a.) Sampah

Sampah adalah barang-barang atau benda-benda yang sudah tidak berguna


lagi dan harus di buang. Sampah kadang-kadang harus dimusnahkan dengan
dibakar, karena dianggap mengotori dan menjadi sarang penyakit (Ismun, 1998).
Istilah sampah diberikan kepada barangbarang atau bahan-bahan buangan rumah
tangga atau pabrik yang tidak digunakan lagi atau tidak terpakai dalam bentuk
padat. Sampah merupakan campuran dari berbagai bahan baik yang tidak berbahaya
seperti sampah dapur (organik) maupun bahan- bahan berbahaya yang dibuang oleh
pabrik dan rumah tangga yang dapat digunakankembali atau didaur ulang maupun
yang tidak dapat didaur ulang (Rukaesih Achmad,2004).

Sudarso (1985) menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah


bahan buangan sebagai akibat aktifitas manusia dan binatang, yang merupakan
bahan yang sudah tidak penting lagi sehingga dibuang sebagai barang yang sudah
tidak berguna lagi. Sedangkan menurut Murtadho (1988), sampah organik meliputi
sampah semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor
pertanian dan makanan misalnya sisa dapur, sisa makanan, sampah sayuran dan
kulit buah yang kesemuanya mudah membusuk.

Jenis sampah dapat digolongkan sebagai berikut: Di lihat dari asal zat-zat
yang dikandungnya yaitu sampah organik (sisa sayur, sisa buah) dan sampah
nonorganik (kaca, plastik); Sumber sampah yaitu sampah rumah tangga (sisa
makanan), sampah industri (limbah industri), dan sampah mahluk hidup
(tinja).Sifat sampah beraneka ragam tergantung jenisnya yaitu antara lain: Sampah
lapuk (sisa makanan); Sampah tak mudah lapuk (kayu, kaleng) yang terdiri dari
sampah lapuk yang mudah terbakar (kayu, kertas) dan sampah lapuk yang sulit
terbakar (besi, kaleng); Sampah sulit lapuk (plastik, kaca).

b.) Nilai Kalor Sampah

Wahyudi (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan nilai kalor (Heating


Value) merupakan nilai atau panas yang dihasilkan dari pembakaran suatu bahan
bakar. Kadar nilai kalor dipengaruhi oleh elemen penyusun bahan bakar (Carbon,
Hidrogen, Oksigen, Nitrogen dan Sulfur). Menggunakan Kalorimeter Bom ( Bomb
Calorimeter) yang bertujuan mengetahui nilai kalor biomassa. Dengan
menggunakan analisis ultimate dan proksimate hal yang diamati adalah kenaikan
suhu air dalam tabung dan membandingkan hasil penelitian sebelumnya dengan
nilai kalor yang diperoleh dari pengujian.

Pengertian nilai kalor bahan bakar menurut Eddy dan Budi (1990) adalah
jumlah energi panas maksimum yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar melalui
reaksi pembakaran sempurna persatuan massa atau volume bahan bakar dengan
satuan kJ/kg, kJ/m3 , kkal/kg, kkal/m3, Btu/lb dan Btu/ft3. M. El-Wakil (1992)
mendefinisikan nilai kalor adalah kalor yang berpindah bila hasil pembakaran
sempurna.

Menurut (Budiman, 2005) menyatakan untuk mendapatkan energi maka


sampah harus mempunyai kalor atau nilai panas yang tinggi. Kalor tinggi itu
berasaldari sampah kertas dan plastik. sampah plastik mempunyai nilai kalor sekitar
6.000 kalori. Sementara itu kertas memiliki nilai kalor 4.000 - 5.000 kalori.
Sedangkan sampah lainnyaseperti daun hanya 500 kalori.Sarofim (Henry, 1989)
menjelaskan bahwa kandungan energisampah perkotaan mengandung sekitar 50%
zat yang mudah menguap (combustible).
c.) Pengomposan

Kompos merupakan jenis pupuk yang berasal dari hasil akhir penguraian
sisa-sisa hewan maupun tumbuhan yang berfungsi sebagai penyuplai unsur hara
tanah sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki tanah secara fisik, kimiawi,
maupun biologis (Sutanto, 2002). Secara fisik, kompos mampu menstabilkan
agregat tanah, memperbaiki aerasi dan drainase tanah, serta mampu meningkatkan
kemampuan tanah menahan air. Secara kimiawi, kompos dapat meningkatkan unsur
hara tanah makro maupun mikro dan meningkatkan efisiensi pengambilan unsur
hara tanah. Sedangkan secara biologis, kompos dapat menjadi sumber energi bagi
mikroorganisme tanah yang mampu melepaskan hara bagi tanaman.
Kompos dapat dibuat dari berbagai bahan organik yang berasal dari limbah
hasil pertanian dan non pertanian (Harizena, 2012). Limbah hasil pertanian yang
dapat dijadikan sebagai kompos antara lain berupa jerami, dedak padi, kulit kacang
tanah, dan ampas tebu. Sedangkan, limbah hasil non pertanian yang dapat diolah
menjadi kompos berasal dari sampah organik yang dikumpulkan dari pasar maupun
sampah rumah tangga. Bahan-bahan organik tersebut selanjutnya mengalami
proses pengomposan dengan bantuan mikroorganisme pengurai sehingga dapat
dimanfaatkan secara optimal ke lahan pertanian. Pada lingkungan terbuka, proses
pengomposan dapat berlangsung secara alami. Melalui proses pengomposan secara
alami, bahan-bahan organik tersebut dalam waktu yang lama akan membusuk
karena adanya kerja sama antara mikroorganisme dengan cuaca. Proses tersebut
dapat dipercepat dengan menambahkan mikroorganisme pengurai sehingga dalam
waktu singkat akan diperoleh kompos yang berkualitas baik.

Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) bahan organik


oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan yang terkontrol dengan hasil akhir
berupa humus dan kompos (Murbandono, 2008). Pengomposan bertujuan untuk
mengaktifkan kegiatan mikroba agar mampu mempercepat proses dekomposisi
bahan organik. Selain itu, pengomposan juga digunakan untuk menurunkan nisbah
C/N bahan organik agar menjadi sama dengan nisbah C/N 6 tanah (10-12) sehingga
dapat diserap dengan mudah oleh tanaman. Agar proses pengomposan berlangsung
optimum, maka kondisi saat proses harus dikontrol.
Kualitas kompos ditentukan oleh tingkat kematangan kompos seperti :
warna, tekstur, bau, suhu, pH, serta kualitas bahan organik kompos. Bahan organik
yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang
merugikan bagi pertumbuhan tanaman. Penambahan kompos yang belum matang
ke dalam tanah dapat menyebabkan terjadinya persaingan penyerapan bahan
nutrient antara tanaman dan mikroorganisme tanah. Menurut Sutanto (2002),
keadaan tersebut dapat mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman.
Kompos yang berkualitas baik diperoleh dari bahan baku yang bermutu baik.
Kompos yang berkualitas baik secara visual dicirikan dengan warna yang cokelat
kehitaman menyerupai tanah, bertekstur remah, dan tidak menimbulkan bau busuk.

III. Alat dan Bahan

a.) Alat - Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Alat alat analisi nilai kalor

No Alat Jumlah
1 Calorimeter 1
2 Alat timbang 1
3 Kawat nikel 1
4 Kertas gumpi 1
5 Tabung oksigen 1

Tabel 3.2 Alat alat pembuatan kompos takakura

No Alat Jumlah
1 Keranjang 1
2 Pisau 1
Tabel 3.3 Alat alat pembuatan dekomposer

No Alat Jumlah
1 Pisau 1
2 Talenan 1
3 Parutan 1
4 Botol kosong 1

b.) Bahan - Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan kali ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4 Bahan bahan analisis nilai kalor

No Bahan Jumlah
1 Sampel pakan 1 gr
yang telah dipelet

Tabel 3.5 Bahan bahan pembuatan kompos takakura

No Bahan Jumlah
1 Sampah sisa Seperlunya
makanan
2 Gabah 2
3 Kompos Secukupnya

Tabel 3.6 Bahan bahan pembuatan dekomposer

No Bahan Jumlah
1 Buah buahan 0,5 kg
2 Air 1 liter
3 Gula merah 2 ons
IV. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada pecobaan kali ini adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Prosedur kerja analisis nilai kalor

No Cara Kerja
1 Haluskan sampah degan
pulverizer 1 mm. Timbang
kertas gumpi dan kawat nikel
2 Bungkus 5-1 gr sampel
dengan kertas gumpi dan
diikat dengan kawat nikel
3 Timbang sampel dan
pembungkusnya
4 Masukkan dalam bomb dan
tambahkan oksigen
5 Siapkan calorimeter
6 Masukkan dalam silinder,
start calorimeter. Catat angka
kalor

Tabel 4.2 Prosedur kerja pembuatan kompos takakura

No Cara Kejra
1 Tiriskan sampah rumah
tangga sisa makanan dan
dapur agar tidak berair.
Potong sampah hingga
menjadi kecil bila sampah
berukuran besar
2 Masukkan sampah ke dalam
keranjang takakura, aduk
dengan kompos.
No Cara Kejra
3 Letakkan kantung kain yang
berisi gabah dan tutup
kembali keranjang takakura
4 Sampah sisa makanan
dibuang setiap hari kedalam
keranjang takakura. Setelah
keranjang penuh, kompos
yang sudah matang
dikeluarkan dan dijemur
hingga kering. Kemudian
diayak agar kompos yang
dihasilkan halus

Tabel 4.3 Prosedur kerja pembuatan dekomposer

No Cara Kerja
1 Potong bagian buah lalu
haluskan
2 Masukkan potongan buah
kedalam air lalu tambahkan
gula merah secukupnya.
setelah itu aduk hingga
merata.
3 Masukkan larutan tersebut
kedalam botol. Lalu
fermentasi selama 1-2 minggu
V. Analisis Data

Untuk melakukan analisis data nilai klor menggunakan rumus :


!"#$" &$#'( )$*+,# - (/"#$" &$#'( &,(0$) 12*+" 3 &$4$0
Nilai kalor sampah kering =
5,($0 )$*+,#

677 - &$8$( $"(


Nilai kalor sampah basah = 𝑥 𝑁𝐾 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
677

VI. Kesimpulan

Berdasarkan hasil kunjungan kuliah lapangan ini dapat disimpulkan:

1.) Panas yang dihasilkan pada saat pembakaran dinyatakan (kilo


kalor/kilogram) yang penting dalam perancangan insenerator.

2.) Semakin panjang kawat penghantar yang digunakan untuk mengukur nilai
kalor semakin besar nilai hambatannya

3.) Dekomposer digunakan untuk mempercepat proses pengomposan pada


pembuatan kompos.

4.) Semakin kecil ukuran sampah yang digunakan untuk membuat kompos,
semakin cepat proses terjadinya pengomposan.

VII. Daftar Pustaka


Budiman, 2005, Mengelola Sampah Tak Perlu Teknologi Mahal,
www.bppt.go.id/berita/news2php?id=69 8
Eddy dan Budi., 1990, Teknik Pembakaran Dasar dan Bahan Bakar , Jurusan
Teknik Mesin,Fakultas Teknologi Industri -ITS, Surabaya.

Harizena, I. N. D. 2012. Pengaruh Jenis dan Dosis MOL terhadap Kualitas Kompos
Sampah Rumah Tangga.Skripsi. Konsentrasi Ilmu Tanah dan Lingkungan
Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas
Udayana.Denpasar.
Henry, J Glynn., 1989, Environmental Science and Engineering, Prentice Hall,
EngleWood, Cliffs, New Jersey.

Ismun Uti. 1998. Membuat Briket Bioarang. Penerbit Kanisius : Yogyakarta.

M. El-Wakil., 1992, Instalasi Pembangkit Daya Jilid 1, Erlangga, Jakarta.Sitompul,


Darwin., 1989, Prinsip-Prinsip Konversi Energi, Erlangga Jakarta.

Murbandono L, 2008, Membuat Kompos, Penebar Swadaya, Jakarta.

Murtadho, D. dan Sa’id, E. G. 1988. Penanganan Pemanfaatan Limbah Padat.


Sarana Perkasan. Jakarta.

Rukaesih M.Si. (2004). Kimia Lingkungan. Yogyakarta: Andi Offsett. Hal 92, 93,
110-113

Sudarso, 1985, Pembuangan Sampah, CV. Tiga Serangkai, Surabaya.

Sutanto, R. 2002. Penerapan pertanian organik, Pemasyarakatan dan


Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Wahyudi. 2006. Penelitian Nilai Kalor Biomassa : Perbandingan Antara Hasil


Pengujian Dengan Hasil Penelitian. Fakultas Teknik. Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai