Anda di halaman 1dari 4

ISBD Ahmad Z 17 2D

Senin, 20 Juni 2011


HUBUNGAN HUKUM DAN MORAL

Hubungan Hukum dan Moral


Antara hukum dan moral terdapat hubungan yang erat sekali. Ada pepatah roma yang
mengatakan “quid leges sine moribus?” (apa artinya undang-undang jika tidak disertai
moralitas?). Dengan demikian hukum tidak akan berarti tanpa disertai moralitas. Oleh karena
itu kualitas hukum harus selalu diukur dengan norma moral, perundang-undangan yang
immoral harus diganti. Disisi lain moral juga membutuhkan hukum, sebab moral tanpa
hukum hanya angan-angan saja kalau tidak di undangkan atau di lembagakan dalam
masyarakat.
Meskipun hubungan hukum dan moral begitu erat, namun hukum dan moral tetap berbeda,
sebab dalam kenyataannya ‘mungkin’ ada hukum yang bertentangan dengan moral atau ada
undang-undang yang immoral, yang berarti terdapat ketidakcocokan antara hukum dan moral.
Untuk itu dalam konteks ketatanegaraan indonesia dewasa ini. Apalagi dalam konteks
membutuhkan hukum.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya. Tanpa moralitas hukum
tampak kosong dan hampa (Dahlan Thaib,h.6). Namun demikian perbedaan antara hukum
dan moral sangat jelas.
Perbedaan antara hukum dan moral menurut K.Berten :
1. Hukum lebih dikodifikasikan daripada moralitas, artinya dibukukan secara sistematis
dalam kitab perundang-undangan. Oleh karena itu norma hukum lebih memiliki kepastian
dan objektif dibanding dengan norma moral. Sedangkan norma moral lebih subjektif dan
akibatnya lebih banyak ‘diganggu’ oleh diskusi yang yang mencari kejelasan tentang yang
harus dianggap utis dan tidak etis.
2. Meski moral dan hukum mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri
sebatas lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berbeda dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat dipaksakan,pelanggar akan terkena hukuman.
Tapi norma etis tidak bisa dipaksakan, sebab paksaan hanya menyentuh bagian luar,
sedangkan perbuatan etis justru berasal dari dalam. Satu-satunya sanksi dibidang moralitas
hanya hati yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara.
Meskipun hukum tidak langsung berasal dari negara seperti hukum adat, namun hukum itu
harus di akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum.moralitas berdasarkan atas norma-
norma moral yang melebihi pada individu dan masyarakat. Dengan cara demokratis atau
dengan cara lain masyarakat dapat mengubah hukum, tapi masyarakat tidak dapat mengubah
atau membatalkan suatu norma moral. Moral menilai hukum dan tidak sebaliknya.
Sedangkan Gunawan Setiardja membedakan hukum dan moral :
1. Dilihat dari dasarnya, hukum memiliki dasar yuridis, konsesus dan hukum alam sedangkan
moral berdasarkan hukum alam.
2. Dilihat dari otonominya hukum bersifat heteronom (datang dari luar diri manusia),
sedangkan moral bersifat otonom (datang dari diri sendiri).
3. Dilihat dari pelaksanaanya hukum secara lahiriah dapat dipaksakan,
4. Dilihat dari sanksinya hukum bersifat yuridis. moral berbentuk sanksi kodrati, batiniah,
menyesal, malu terhadap diri sendiri.
5. Dilihat dari tujuannya, hukum mengatur kehidupan manusia dalam kehidupan bernegara,
sedangkan moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6. Dilihat dari waktu dan tempat, hukum tergantung pada waktu dan tempat, sedangkan moral
secara objektif tidak tergantung pada tempat dan waktu (1990,119).
2.2.4 Problematika Hukum
Problema paling mendasar dari hokum di Indonesia adalah manipulasi atas fungsi hokum
oleh pengemban kekuasaan. Problem akut dan mendapat sorotan lain adalah:
a. Aparatur penegak hukum ditengarai kurang banyak diisi oleh sumber daya manusia yang
berkualitas. Padahal SDM yang sangat ahli serta memiliki integritas dalam jumlah yang
banyak sangat dibutuhkan.
b. Peneggakkan hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sering mengalami
intervensi kekuasaan dan uang. Uang menjadi permasalahan karena negara belum mampu
mensejahterakan aparatur penegak hukum.
c. Kepercayaan masyarakat terhadap aparatur penegak hukum semakin surut. Hal ini
berakibat pada tindakan anarkis masyarakat untuk menentukan sendiri siapa yang dianggap
adil.
d. Para pembentuk peraturan perundang-undangan sering tidak memerhatikan keterbatasan
aparatur. Peraturan perundang-undangan yang dibuat sebenarnya sulit untuk dijalankan.
e. Kurang diperhatikannya kebutuhan waktu untuk mengubah paradigma dan pemahaman
aparatur. Bila aparatur penegak hukum tidak paham betul isi peraturan perundang-undangan
tidak mungkin ada efektivitas peraturan di tingkat masyarakat.
Problem berikutnya adalah hukum di Indonesia hidup di dalam masyarakat yang tidak
berorientasi kepada hukum. Akibatnya hukum hanya dianggap sebagai representasi dan
simbol negara yang ditakuti. Keadilan kerap berpihak pada mereka yang memiliki status
sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat. Contoh kasus adalah kasus ibu Prita Mulyasari.
Pekerjaan besar menghadang bangsa Indonesia di bidang hukum. Berbagai upaya perlu
dilakukan agar bangsa dan rakyat Indonesia sebagai pemegang kedaulatan dapat merasakan
apa yang dijanjikan dalam hukum.
Diposkan oleh ISBD Ahmad Z 17 2D di 04.44
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

6.

Ads not by this Site

HOME  
TENT SAVE
DONESIA SaveFOREST >>>
 
FOREST Custom Search
   
TENT SAVE "Penerapan AMDAL
DONESIA pada Pembangunan di Bidang Kehutanan"
FOREST
Irwanto, 2006
  
 
EE BOOKS 1. Pendahuluan
 
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri
dari 17.504 pulau, tersebar dari Sabang hingga ke Merauke. Sejumlah besar
(lebih dari 10.000 buah) dari pulau-pulau tersebut adalah merupakan pulau-
pulau berukuran kecil. memiliki keanekaragaman tumbuhan, hewan jasad
renik yang tinggi. Hal ini terjadi karena keadaan alam yang berbeda dari satu
pulau ke pulau lainnya, bahkan dari satu tempat ke tempat lainnya dalam
pulau yang sama. Sistem perpaduan antara sumber daya hayati dan tempat
hidupnya yang khas itu, menumbuhkan berbagai ekosistem, yang masing-
masing menampilkan kekhususan pula dalam kehidupan jenis-jenis yang
terdapat didalamnya.
ilkan Uang Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan suatu koleksi
ri blog atau yang unik dan mempunyai potensi genetik yang besar pula. Namun hutan
bsite anda yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan
dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber devisa
negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil
kayunya. Ekploitasi ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan dengan
sangat cepat. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan
hutan secara besar-besaran untuk lahan pemukiman, perindustrian,
pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu
terjadi di sepanjang tahun.
Dampak dari eksploitasi ini adalah terjadinya banjir pada musim
penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Dengan demikian jelas
terlihat bahwa fungsi hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan
telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada
didalamnya.
Hutan sebagai ekosistem harus dapat dipertahankan kualitas dan
kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan
ekosistem. Pemanfaatan ekosistem hutan akan tetap dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kehadiran keseluruhan fungsinya. Pengelolaan hutan
yang hanya mempertimbangkan salah satu fungsi saja akan menyebabkan
kerusakan hutan.
Laju kerusakan hutan di Indonesia diperkirakan mencapai 1,6 - 2 juta
ha per tahun, sedangkan kemampuan Pemerintah dengan Program Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan hanya mampu merehabilitasi sekitar 3 juta ha
dalam jangka waktu 5 tahun (2003-2007). Apabila kegiatan Gerhan ini berhasil
seluruhnya berarti masih tersisa sekitar 5 – 7 juta ha yang perlu direhabilitasi
untuk mengimbangi kerusakan hutan yang mencapai 8 - 10 juta ha dalam
jangka waktu 5 tahun.
Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2002-
2003, khusus di dalam kawasan hutan yaitu seluas 133,57 juta ha, kondisi
penutupan lahannya adalah Hutan  85,96  juta ha (64 %),  Non hutan 39,09 
juta ha (29 %) dan tidak ada data 8,52 juta ha (7 %) (BAPLAN, 2005). Ini berarti
sebenarnya hanya sekitar 85,96 juta ha yang dapat dikatakan hutan dari
kawasan hutan yang telah ditetapkan..
Pelaksanaan pembangunan kehutanan yang semakin meningkat dapat
menimbulkan dampak lingkungan yang mengandung resiko perubahan
3Pengertian Interkultural

didalam buku “Intercultural Communication: A Reader” dinyatakan bahwa komunikasi antar


budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan (message) yang harus
dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu untuk konsumsi anggota dari budaya
yang lain (Samovar & Porter, 1994, p. 19).

Komunikasi antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang


memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan
dari semua perbedaan ini. Menurut Stewart L. Tubbs,komunikasi antarbudaya adalah
komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras, etnik, atau
perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).Kebudayaan adalah cara hidup yang berkembang dan
dianut oleh sekelompok orang serta berlangsung dari generasi ke generasi.

Hamid Mowlana juga menyebutkan bahwa interkultural sebagaihuman flow across national
boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-
bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.

Sedangkan menurut Fred E. Jandt mengartikan interkultural sebagai interaksi tatap muka di
antara orang-orang yang berbeda budayanya.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa juga menambahkan bahwa interkultural adalah
proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan
membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.

Anda mungkin juga menyukai