Anda di halaman 1dari 4

TUGAS TUTORIAL 3

SABTU 21 NOVEMBER 2020

MATA KULIAH HUKUM LINGKUNGAN-2020.2

HKUM4210

UNIVERSITAS TERBUKA POKJAR TEMANGGUNG

TUTOR : ENDRATI NURWIYANI, S.H.,M.H.

NAMA : LELI UJI LESTARI

NIM : 042487053

PRODI : ILMU HUKUM

KELAS : HUKUM 3B

SOAL :

1. Menurut pendapat saudara, bagaimana peran masyarakat adat terhadap upaya pelestarian
lingkungan ?
2. Bagaimana pendapat anda tentang kondisi dan situasi lingkungan di negara kita saat ini ?
Bagaimana kita mensikapi ? Kaitkan dengan materi modul Hukum Lingkungan ?

JAWABAN

1. PERAN MASYARAKAT ADAT DALAM UPAYA PERLINDUNGAN KELESTARIAN


LINGKUNGAN :
 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menurut Undang Undang Nomor 32
Tahun 2009 adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan
fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum. Upaya sistematis tersebut dilandaskan pada konsep
pembangunan berkelanjutan, suatu konsep yang mendasari hukum lingkungan
sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009.
 Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep pengelolaan lingkungan hidup yang
didefinisikan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan
lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan kesejahteraan dan mutu hidup generasi
masa kini dan generasi masa depan. Konsep ini mengandung dua unsur
a. Kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan masyarakat yang kurang
beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara.
b. Keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus memperhatikan
keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat
ini dan di masa depan.
 Secara terpisah dalam kajian teoretik terdapat 3 (tiga) landasan utama perlunya pengakuan
dan penghargaan terhadap peran masyarakat hukum adat dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yaitu:
1. Landasan Filosofis
Sebagai bagian dari manusia pada umumnya masyarakat hukum adat merupakan
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas pengelola dan
memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan tanggung jawab untuk
kesejahteraan umat manusia. Masyarakat hukum adat juga memiliki hak usul untuk
menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan
lingkungannya. Hak ini tidak dapat dialihkan. Dalam konteks lingkungan hidup setiap
manusia berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Selain
memiliki hak asasi, setiap orang juga memiliki kewajiban untuk memelihara lingkungan
untuk kepentingan generasi kini dan mendatang. Hal itu sudah disepakati secara
internasional melalui Deklarasi Stockholm 1972.

2. Landasan Yuridis
Secara tersebar, sebenarnya hukum nasional Indonesia telah memberi pengakuan
eksistensi masyarakat hukum adat Beberapa peraturan perundangan tersebut di antaranya
dipaparkan dalam bentuk matrik sebagai berikut (modul 6.13-6.21)
3. Landasan Sosiologis
Masyarakat hukum adat merupakan masyarakat dengan bentuk komunal,dimana segala
bidang kehidupan selalu dilandasi oleh kebersamaan. Masyarakat hukum adat
menunjukkan hubungan yang erat dalam hubungan antar personal dan proses interaksi
sosial yang terjadi antarmanusia tersebut menimbulkan pola-pola tertentu yang disebut
dengan adat (a uniform or customary of behaving within a social group). Manusia pada
dasarnya ingin hidup teratur dan kemudian setiap kelompok dalam masyarakat tersebut
memiliki pengertian yang berbeda terhadap pengertian teratur. Keteraturan tersebut
diperlukan untuk mengatur perilaku manusia dalam kelompok manusia, dan hal inilah
yang menguatkan konsep-konsep dan nilai-nilai komunal dalam masyarakat tersebut.
4. Tantangan Pelibutan Masyarakat Adat
Di dalam kenyataannya masyarakat hukum adat sangat rentan terhadap berbagai konflik
sosial. Pada tahun 2009, diperkirakan terjadi sekitar 5.900 konflik dan 20% diantaranya
menyangkut konflik tanah atau hutan adat Terdapat sekitar 5 juta hektar wilayah kearifan
lokal yang tumpang tindih
 Sebuah masyarakat hukum adat dengan kearifan lokalnya masih menjadi salah satu
potensi dalam upaya pelestarian lingkungan. Masyarakat hukum adat selalu
berpartisipasi dalam perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam khususnya
hutan kerena merupakan suatu bentuk penerapan hak asasi secara kolektif untuk
menentukan prioritas kebutuhan dan kepentingan mereka. Tetapi kesalahan kebijakan
pemerintah atas pengelolaan sumber daya alam khususnya hutan, menyebabkan
hutan sebagai aset pembangunan nasional dieksploitasi secara berlebihan. Maka
akibatnya masyarakat di sekitar dan di dalam hutan, khususnya masyarakat hukum
adat dirugikan dalam pemanfaatan hutan karena hutan adat dianggap “milik”
nasional. Adapun metode penelitian yang dipakai dalam melakukan penelitian ini
adalah metode Social Legal. Dimana dalam melakukan penelitian ini, selain sesuai
dengan kekhasan dari ilmu hukum, tetapi juga akan membahas dampak sosial yang
muncul akibat pelanggaran terhadap hukum tersebut.

2. Kondisi Dan Situasi Lingkungan Di Negara Kita Saat Ini


 Sejak pandemi COVID-19 merebak, beberapa negara di dunia menerapkan karantina wilayah
untuk mengurangi risiko penularan. Kebijakan ini memaksa warga untuk tetap tinggal di
rumah dan menghindari berkumpul dengan banyak orang. Sekolah-sekolah dan tempat
hiburan ditutup, beberapa perusahaan menerapkan Bekerja Dari Rumah atau dikenal WFH
(work From Home), dan transportasi umum pun dibatasi jumlah dan waktu operasionalnya.
Banyak yang mengatakan, langkah-langkah ini membuat kondisi Bumi menjadi lebih baik
dan sehat. Pencemaran udara di Tiongkok dan Italia dilaporkan berkurang, bahkan menurut
laporan terbaru, emisi karbon dunia mengalami penurunan terbesar sejak Perang Dunia II.
 Membaiknya kualitas udara dan lingkungan global, merupakan dampak tak terduga dari
melemahnya ekonomi akibat pandemi Virus Corona COVID-19. Virus ini telah mendorong
roda ekonomi global hingga hampir berhenti ketika pandemi melanda dunia.
Banyaknya pabrik-pabrik tutup dan mobil-mobil yang terparkir di garasi, membuat polusi
udara mereda di sejumlah kota dunia. Seperti di Ibu Indonesia,Jakarta yang dikenal karena
tingkat polusi beracun yang mencekik paru-paru, memiliki pemandangan langit cerah yang
tidak biasa karena pabrik-pabrik di kawasan itu menghentikan produksinya.
 Perkembangan hukum lingkungan modern di Indonesia lahir sejak diundangkannya Undang-
Undang No. 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan
Hidup, tanggal 11 Maret 1982 yang biasa disingkat dengan sebutan UULH 1982. UULH
1982 pada tanggal 19 September 1997 digantikan oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997
dan kemudian UU No. 23 Tahun 1997 (UULH 1997) juga dinyatakan tidak berlaku oleh UU
No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN tahun 209
No. 140, disingkat dengan UUPPLH).
 Menurut para akdemisi, hukum lingkungan merupakan bidang hukum yang disebut dengan
bidang hukum fungsional, yaitu sebuah bidang hukum yang mengandung ketentuan-
ketentuan hukum administrasi negara, pidana dan perdata. Jika kita cermat ketiga baik UULH
1982, UULH 1997 maupun UUPPLH 2009 menandung norma-norma undang-undang yang
masuk ke dalam bidang hukum administrasi negara, pidana dan perdata.
a. Pertama, UUPPLH telah secara tegas mengadopsi asas-asas yang terkandung dalam
“Delarasi Rio 1992, yaitu asas-asas tanggungjawab negara, keterpaduan, kehati-
hatian, keadilan, pencemar membayar, partisipatif dan kearifan lokal.
Pengadopsian ini merupakan politik hukum yang penting karena dapat
memperkuat kepentingan pengelolaan lingkungan hidup mmanakala berhadapan
dengan kepentingan ekonomi jangka pendek “
b. Kedua, UUPPLH, khususnya dengan Pasal 66 UUPPLH sangat maju dalam
memberikan perlindungan hukum kepada orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup dari kemungkinan tuntutan pidana dan perdata. Perlindungan
hukum ini sangat penting karena pada masa lalu telah ada kasus-kasus di mana para
aktivis lingkungan hidup yang melaporkan dugaan terjadinya pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup telah digugat secara perdata atau dituntut secara pidana
atas dasar pencemaran nama baik perusahaan-perusahaan yang diduga telah
menimbulkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup.
c. Ketiga, UUPPLH telah menimbulkan perubahan dalam bidang kewenangan
penyidikan dalam perkara-perkara lingkungan. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik adalah pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia (seterusnya disingkat dengan Polri) dan pejabat Pegawai
Negeri Sipil (seterusnya disingkat dengan PPNS) tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang. UUPPLH merupakan salah satu undang-undang
sebagaimana dimaksud Pasal 6 ayat (1) yang menjadi dasar bagi keberadaan PPNS
sebagaimana dirumuskan dalam Pasal Kewenangan Polri selain sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP, antara lain, melakukan penangkapan,
penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, pemeriksaan dan penyitaan surat dan
wewenang koordinasi atas pelaksanaan tugas PPNS (Pasal 7 ayat (2), Polri sebagai
institusi yang berwenang menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum (Pasal
8 ayat (2).Perubahan ini terjadi melalui Pasal 94 ayat (6) UUPPLH yang menyatakan:
”hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik pegawai negeri sipil
disampaikan kepada penuntut umum.” Dengan demikian, Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) lingkungan hidup dapat dan berwenang untuk menyerahkan berkas
hasil penyidikan secara langsung kepada penuntut umum tanpa melalui Polri lagi.
Pemberian kewenangan ini memang masih harus dibuktikan secara empiris pada
masa depan apakah akan membawa perkembangan positif bagi upaya penegakan
hukum lingkungan pidana atau tidak membawa perubahan apapun.
d. Keempat, dalam UUPPLH pendekatan hukum pidana tidak sebagai upaya terakhir –
yang lazim disebut dengan istilah ”ultimum remedium” - untuk menghukum perilaku
usaha yang menimbulkan masalah lingkungan hidup. Dalam UULH 1997 sanksi
pidana menjadi upaya terakhir setelah penegakan hukum administrasi negara tidak
efektif. Dalam UUPPLH, ”ultimum remedium” hanya berlaku untuk satu Pasal saja,
yaitu Pasal 100 UUPPLH yang menyatakan:
 Jika ditilik rumusan Pasal 116 UUPPLH, pertanggungjawaban badan usaha
timbul dalam salah satu kondisi berikut yaitu (1) tindak pidana lingkungan
hidup dilakukan oleh badan usaha, atau atas nama badan usaha atau (2) oleh
orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain
yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha. Karena badan usaha tidak
dapat bekerja tanpa digerakkan oleh manusia, maka pelaku fisik tetaplah
manusia, yaitu orang atas nama badan usaha atau orang yang berdasarkan
perjanjian kerja, misalkan seorang karyawan atau hubungan lain, misalkan
perjanjian pemborongan kerja.

Anda mungkin juga menyukai