Anda di halaman 1dari 6

Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 1

INSTRUMEN HUKUM HAM INTERNASIONAL YANG MENGATUR TENTANG HAM


DAN LINGKUNGAN HIDUP

Oleh :
Aris Mohamad Ghaffar Binol

Dosen : Dr. Cornelius Tangkere, S.H., M.H.

Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado

Jl. Kampus Unsrat Bahu, Malalayang, Manado, 95115

e-mail : arisbinol@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk ha katas sumber-sumber kehidupan dalam
ham,ha katas lingkungan hidup yang bersih dalam ham, dan refoemasi pengelolaan lingkungan
hidup dalam ham. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research),
data yang diperoleh dari berbagai sumber yang berhubungan dengan hal-hal yang diteliti, berupa
buku dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu data yang
diambil penulis berasal dari dokumen-dokumen penting maupun dari peraturan perundang-
undangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pelanggaran hak-hak yang
seharunya dijamin oleh negara peserta konvensi hak tersebut adalah hak untuk diperlakukan
secara sama yaitu hak sipil, hak politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya.
Kata Kunci : Ham, Lingkungan Hidup, Penglolaan Lingkungan Hidup

I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Pada tahun 1972 di Swedia diselenggarakan KTT lingkungan yang pertama di
Stockholm. Negara-negara dunia pertama dan dunia ketiga hadir dalam KTT yang difasilitasi
PBB itu. Pada bulan April 2001 Komisi Hak Asasi Manusia PBB menyimpulkan bahwa setiap
orang memiliki hak hidup di dunia yang bebas dari polusi bahan-bahan beracun dan degradasi
lingkungan hidup. Menanggapi momen bersejarah tersebut Klaus Toepfer, Direktur Eksekutif
UNEP (United Nation Environment Program) menyatakan keadaan lingkungan hidup secara
nyata membantu untuk menentukan sejauh mana orang dapat menikmati hak-hak dasarnya untuk
hidup, kesehatan, makanan dan perumahan yang layak serta atas penghidupan dan budaya
tradisionalnya. Hak dasar untuk hidup terancam oleh degradasi dan deforestasi, paparan bahan
kimia beracun, limbah berbahaya dan pencemaran air minum.1[1] Untuk lebih jelasnya tentang
Instrumen Internasional dan nasional tentang lingkungan hidup sebagai Hak Asasi Manusia ini
akan dibahas dalam bab selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Hak atas sumber-sumber kehidupan dalam HAM?

1[1]Byin Thibyan, http://byantibyan.wordpress.com/2012/11/24/makalah-pkn-ham/ diakses Selasa, 13


november 2019, Jam 16.30 Wita.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 2

2. Bagaimana Hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih dalam HAM?
3. Bagaimana reformasi pengelolaan lingkungan hidup dalam HAM?

II. PEMBAHASAN

A. Hak Atas Sumber-Sumber Kehidupan


Bila Klaus Toepfer (Direktur Eksekutif UNEP) menyatakan hak dasar untuk hidup
terancam oleh degradasi dan deforestasi, paparan bahan kimia beracun, limbah berbahaya dan
pencemaran air minum. Sesungguhnya ia luput untuk mensoalkan perampasan sumber-sumber
kehidupan rakyat (agraria dan sumberdaya alam) sebagai ancaman terbesar yang dihadapi rakyat
menyangkut hak dasar untuk hidup. Walaupun belum ada deklarasi traktak atau konvenan
khusus tentang hak lingkungan hidup sebagai hak asasi sesungguhnya berbagai dimensi yang
menyangkut hak-hak dasar atas sumber-sumber kehidupan dan lingkungan hidup telah tercakup
dalam berbagai Hak-Hak Ekonomi-Sosial-Budaya (EKOSOB), dalam UU HAM dan Kovenan
Internasional tentang EKOSOB.2[2]
Dalam perundang-undangan Indonesia hak atas sumber-sumber kehidupan, yaitu:3[3]
1. Hak atas penentuan nasib sendiri (Pasal 1 ayat 1 : Semua rakyat mempunyai hak menentukan
nasib sendiri. Atas kekuatan hak itu, mereka dengan bebas mengejar perkembangan ekonomi,
sosial dan budaya mereka sendiri) Keterangan : Kedaulatan rakyat dan otonomi komunitas
2. Hak atas Pekerjaan (Setiap negara peserta kovenan ini mengakui hak atas pekerjaan, termasuk
hak setiap orang atas kesempatan untuk mencari nafkah dengan pekerjaan yang dipilihnya atau
diterimanya sendiri secara bebas, dan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna
menjamin hak ini) Keterangan : Perampasan atas sumber-sumber agraria dan sumber daya alam
hakekatnya adalah merampas hak atas pekerjaan
3. Hak atas taraf kehidupan yang layak (Pasal 11 ayat 1 negara-negara peserta konvenan ini
mengakui hak setiap orang atas taraf kehidupan yang layak baginya dan keluarganya, termasuk
sandang, pangan dan tempat tinggal, dan perbaikan yang terus menerus dari lingkungannya.
4. Hak atas kekayaan alam (Pasal 1 ayat 2 : Semua rakyat dapat secara bebas mengatur segala
kekayaan dan sumberdaya mereka sendiri. Tidak dapat dibenarkan suatu bangsa merampas
penghidupan rakyatnya sendiri.)

B. Hak Atas Lingkungan Hidup yang Sehat dan Bersih


Adapun hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih yaitu:
1. Hak atas Kehidupan Pasal 6 ayat 1 Setiap umat manusia mempunyai hak hidup yang melekat
pada dirinya. (UU No. 23 tahun 1997).
2. Hak Atas Kesehatan. (UU No. 23 tahun 1997) Pasal 12 ayat 1 Mengakui hak setiap orang
untuk menikmati kegiatan fisik dan mental pada taraf yang tertinggi yang dapat dicapai Pasal 12
ayat 2 b .memperbaiki semua aspek kesehatan lingkungan dan industri.

C. Mengembangkan Kemandirian Ekonomi

2[2]Walhi Jabar, http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/perspektif-ham-dalam-advokasi.html diakses


Selasa, 13 nov 2019, Jam 19:30 Wita.

3[3]Ibid
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 3

Saat ini beban utang luar negeri atau ketergantungan terhadap utang luar negeri telah
memasuki stadium kritis karena telah menyebabkan defisit kedaulatan. Utang luar negeri telah
dijadikan alat oleh negara-negara kreditor dan lembaga-lembaga keuangan internasional, untuk
mendiktekan kebijakan-kebijakan di bidang perekonomian yang menguntungkan perusahaan-
perusahaan transnasional. Melalui tema-tema deregulasi, liberalisasi dan privatisasi, negara
memberikan atau dipaksa memberikan akses yang sangat besar kepada kepentingan modal
internasional untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak, serta atas bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Tidak saja akses rakyat yang semakin marginal, tetapi juga pemerintah ditekan untuk
menurunkan standar keaamanan dan regulasi lingkungan hidup.4[4]
Untuk itu pemerintah harus segera melepaskan ketergantungan terhadap utang luar negeri
dan mengutamakan penyiapan prasarana bagi potensi entreprnuer lokal potensi ekonomi rakyat.
Pertama-tama pemerintah harus berani menuntut pihak kreditor untuk menghapuskan utang-
utang lama yang dikorup oleh Rezim Orba serta proyek utang luar negeri yang telah merampas
hak-hak rakyat dan menghancurkan lingkungan hidup. Rakyat Indonesia dn pemerintah berhak
menolak pembayaran utang luar negeri yang sama sekali tidak memberikan manfaat kepada
rakyat, atau dinikmati oleh kontraktor, konsultan, para pemasok dari kreditor sebagai prasyarat
pencairan utang demi pembangunan proyek utang.
Secara moral penghapusan utang luar negeri adalah tindakan yang dapat dibenarkan.
Bahkan kini telah muncul wacana tentang utang sosial-ekologis negara-negara maju terhadap
negara-negara didunia ketiga. Tesisnya adalah bahwa kemakmuran dan gaya hidup konsumen di
negara-negara maju, diperoleh melalui eksploitasi terhadap kekayaan alam di dunia ketiga yang
dihisap sejak jaman kolonialisme hingga hari ini. Tesis kedua, kemakmuran dan gaya hidup
konsumen di dunia maju harus dibayar dengan kerusakan lingkungan yang ditanggung rakyat
dunia ketiga. Diantaranya pemanasan global, penipisan lapisan ozon kontributor utamanya
adalah konsumsi di negara maju.

D. Reformasi Pengelolaan Lingkungan Hidup


Reformasi pengelolaan lingkungan hidup harus mengacu kepada upaya penguatan
ketahanan dan keberlanjutan ekologi dan sosial di antaranya melalui reformasi kebijakan yang
berkaitan dengan perundang-undangan dan reformasi kebijakan yang berkaitan dengan
perundang-undangan dan reformasi kelembagaan. Namun demikian proses ini sama sekali tidak
boleh mengabaikan fakta bahwa selama ini ada hak-hak rakyat yang telah dilanggar serta
konflik-konflik yang sangat intens dan meluas menjadi bom waktu bagi keberlanjutan ekologi
dan sosial. Selain itu hanya melalui penyelesaian konflik sebagai upaya menyeimbangkan neraca
kedaulatan dan keadilan ini, negara akan memperoleh legitimasi dan dukungan untuk melakukan
pembaharuan pengelolaan lingkungan hidup.5[5]
Adapun reformasi ini akan mencakup reformasi di bidang perundang-undangan dan
reformasi kelembagaan negara, yaitu:

4[4]Irsan Fernando, http://treasnada.blogspot.com/2011/11/bab-i-pendahuluan-11-latar-belakang.html


diakses Selasa, 13 nov 2019, Jam 15:30 Wita.

5[5]Bang Hanif, http://celotehbanghanif.blogspot.com/2012/01/dimensi-ham-dalam-kasus-lingkungan-


di.html diakses Selasa 13 nov 2019, Jam 16:00 Wita.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 4

1. Pembaharuan Kelembagaan
Kelembagaan pemerintah pengelola lingkungan hidup yang ada saat ini tidak mampu
berfungsi secara efektif karena sifat kewenangan yang terbatas mengkoordinasikan kebijakan
sektor dalam bidang lingkungan hidup selalu dimarjinalkan di bawah kepentingan sektor yang
berorientasi eksploitasi dan skala besar. Selain itu kepengurusan lembaga lingkungan hidup yang
sentralistis, menambah kompleksitas penanganan masalah penurunan kualitas lingkungan hidup
tidak memiliki fungsi perencanaan, pelaksanaan dan monitoring kebijakan dalam rangka
menjamin daya dukung lingkungan, menjamin keadilan dan keberlanjutan bagi generasi
sekarang dan mendatang.
Selain itu, efektivitas kelembagaan pengelolaan sumber daya alam di dukung oleh
keberadaan peran masyarakat. Peran masyarakat adalah sumber dari tiga hak dasar masyarakat
dalam penyelenggaraan pemerintahan yaitu hak masyarakat untuk mengakses informasi, hak
masyarakat untuk berpartisipasi, dan hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan. Dalam
Konteks pengelolaan sumber daya alam ketiga hak dasar masyarakat tersebut mutlak harus
dijamin pelaksanaannya.6[6]
Dengan demikian, dalam hal penataan kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup,
reformasi kelembagaan yang harus dilakukan:
a. Kelembagaan yang terkait dengan kebijakan makro pengelolaan lingkungan hidup harus
dijadikan landasan bagi penyangga dan penjamin keberlanjutan kehidupan Indonesia dimasa
yang akan datang dan tidak lagi sebagai penyangga ekonomi.
b. Menetapkan kelembagaan yang memiliki fungsi perlindungan dan konservasi lingkungan, yang
kewenangannya meliputi perencanaan, penetapan baku mutu dan standar pengelolaan lingkungan
hidup, mitigasi dampak penurunan kualitas lingkungan dan rehabilitasi akibat pencemaran.
Lembaga ini juga harus mengintegrasikan fungsi pengawasan dan penegakan hukum lingkungan
dan memiliki kewenangan penundaan ijin operasi sementara jika diduga terjadi pelanggaran
hukum di bidang lingkungan.
c. Mengintegrasikan kelembagaan yang memiliki fungsi menjamin akses terhadap pemanfaatan
lingkungan secara adil dan berkelanjutan. Sebagai konsekuensinya, perlu dilakukan kaji ulang
dan perampingan kelembagaan sektoral yang ada saat ini. Idealnya seluruh kelembagaan sektoral
berada pada satu atap dari mulai perijinan, perencanaan, pelaksanaan, monitoring.
Di tingkat daerah kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup hendaknya menganut
prinsip desentralisasi kewenangan berdasarkan fungsi, yang diharapkan dapat mendekatkan
proses pengambilan keputusan dari pengambil keputusan kepada kelompok penerima dampak.
Bentuk kelembagaan yang diusulkan adalah kepemerintahan rakyat (community govermance),
dimana kelembagaan ini sifatnya ad-hoc, informal, multistakeholder, pendekatan berdasarkan isu
dan kepentingan dan dikelola dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Kelembagaan formal
pemerintah dalam bidang pengelolaan lingkungan menjadi bagian dari kepemerintahan rakyat
ini.

2. Pembaharuan Perundang-Undangan
Reformasi perundang-undangan diperlukan karena tidak adanya kesamaan cara pandang
terhadap lingkungan hidup sebagai penyangga kehidupan, yang berakar pada persoalan
pemahaman yang parsial sehingga menimbulkan pendekatan sektoral dan jangka pendek dalam

6[6]Chandra Muzaffar, Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, (Bandung: Mizan Pustaka, 1993), h.
64
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 5

pengelolaannya. Dari sisi proses penyusunan perundang-undangan juga tidak memenuhi


prasyarat dan prinsip seperti telah disebutkan diatas. Akhirnya terjadi ketimpangan antara
peraturan yang dibuat, implementasi dan proses penegakan undang-undang yang bersangkutan.
Ada kecenderungan eskalasi kerusakan lingkungan akibat lingkungan tidak dimaknai sebagai
satu kesatuan yang utuh. Lingkungan hidup dimaknai sebagai satu obyek statis yang hampa dari
interaksi dengan manusia. Hak rakyat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat serta
kewajiban negara untuk menjamin hak konstitusional warga negaranya tidak dapat dijabarkan
secara baik keterkaitannya.
Reformasi dalam bidang ini membutuhkan tiga undang-undang ”payung” bagi
terlaksananya reformasi lingkungan hidup, dalam rangka menjamin pemenuhan kewajiban
negara terhadap hak konstitusional warga negaranya. Pertama, kita memerlukan undang-undang
untuk melaksanakan reforma agraria/landreform. Undang-undang ini mutlak diperlukan untuk
menghilangkan dan mengatasi ketimpangan dan ketidakadilan akses, kontrol dan kepemilikan
sumberdaya agraria yang bersifat struktural. Jika reforma pertanahan telah selesai dilaksanakan
maka undang-undang ini dapat dicabut.
Yang kedua, adalah undang-undang yang mengatur pengelolaan agraria atau sumberdaya
alam dengan mengacu kepada asas-asas kehati-hatian (precauntionary principle) keadilan antar
dan intragenerasi, kepastian hukum (termasuk kepastian usaha), perlindungan masyarakat adat,
keterbukaan keterpaduan antarsektor, dan keberlanjutan. Selain itu juga memuat hal-hal yang
berkenaan dengan aspek-aspek demokrasi pengelolaan SDA (sumberdaya alam) yang tercermin
dalam pengaturan tentang hak dan peran serta masyarakat yang lebih hakiki (genuene) dan
terinci dengan menyebarkan prinsip akses informasi, partisipasi publik, dan akses keadilan,
kemudian bagaimana pengakuan dan perlindungan secara utuh hak-hak tradisional, wilayah
ulayat hukum adat dan sistem nilai masyarakat aat dalam pengelolaan SDA. Selain itu pula
diatur bagaimana pengawasan dan akuntabilitas publik, serta transparasi dan keterbukaan
manajemen pengelolaan SDA. Ketiga, undang-undang yang memilki wewenang untuk
perlindungan lingkungan dan sumber-sumber kehidupan rakyat. Undang-undang ini mengatur
upaya pencegahan kerusakan, penanganan kerusakan, penegakan hukum/sanksi dan upaya
rehabilitasi atau pemulihan lingkungan.
Adapun pengaturan sektoral tetap diperlukan mengingat karakteristik khusus yang
dimiliki oleh masing-masing sektor. Namun demikian pengaturan tersebut harus mengacu pada
ketiga rambu peraturan perundang-undangan tersebut. Hal ini untuk mencegah tumpang tindih
kewenangan seperti yang ada pada saat ini. Peraturan sektoral hendaknya hanya mengatur urusan
teknis pengelolaan sumberdaya yang bersangkutan.7[7]

III. PENUTUP

Simpulan:
1. Hak atas sumber-sumber kehidupan terbagi empat yaitu :
a. Hak atas penentuan nasib sendiri.
b. Hak atas Pekerjaan.
c. Hak atas taraf kehidupan yang layak.
d. Hak atas kekayaan alam

7[7] Walhi Jabar, http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/perspektif-ham-dalam-advokasi.html diakses


Selasa, 13 nov 2019, Jam 19:30 Wita.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 6

2. Hak atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih terbagi dua, yaitu:
a. Hak atas Kehidupan.
b. Hak Atas Kesehatan.
3. Reformasi pengelolaan lingkungan hidup harus mengacu kepada upaya penguatan ketahanan
dan keberlanjutan ekologi dan sosial di antaranya melalui reformasi kebijakan yang berkaitan
dengan perundang-undangan dan reformasi kebijakan yang berkaitan dengan perundang-
undangan dan reformasi kelembagaan. Adapun reformasi ini akan mencakup reformasi di
bidang perundang-undangan dan reformasi kelembagaan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Fernando, Irsan, http://treasnada.blogspot.com/2011/11/bab-i-pendahuluan-11-latar-


belakang.html diakses Rabu, 13 november 2019.

Hanif, Bang, http://celotehbanghanif.blogspot.com/2012/01/dimensi-ham-dalam-kasus-


lingkungan-di.html diakses Rabu, 13 november 2019.

Jabar, Walhi, http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/perspektif-ham-dalam-advokasi.html


diakses Rabu, 13 november 2019.

Jabar, Walhi, http://uwadadang.blogspot.com/2007/12/perspektif-ham-dalam-advokasi.html


diakses Rabu, 13 november 2019.

Muzaffar, Chandra, Hak Asasi Manusia Dalam Tata Dunia Baru, (Bandung: Mizan Pustaka,
1993.

Thibyan, Byin, http://byantibyan.wordpress.com/2012/11/24/makalah-pkn-ham/ diakses Rabu,


13 november 2019.

Anda mungkin juga menyukai