B. Uraian Materi.
Dari sisi lain, dengan adanya ketentuan Pasal 28H Ayat 1 UUD 1945 tersebut, Jimly
Asshiddiqie berpandangan bahwa norma lingkungan hidup telah mengalami
konstitusionalisasi menjadi materi muatan konstitusi sebagai hukum tertinggi. Dengan
demikian, segala kebijakan dan tindakan pemerintahan dan pembangunan haruslah
tunduk kepada ketentuan mengenai hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat. Tidak boleh ada lagi kebijakan yang tertuang dalam bentuk undang-
undang ataupun peraturan di bawah undang-undang yang bertentangan dengan
ketentuan konstitusional yang prolingkungan ini.
Penegasan hak atas lingkungan hidup menemukan momentum pentingnya ketika lahir
Deklarasi Stockholm tentang lingkungan hidup pada tanggal 5 Juni 1972.5 Prinsip
pertama deklarasi ini menyebutkan: “Man has the fundamental right to freedom,
equality and adequate conditions of life, in an environment of a quality that permits a
life of dignity and well-being.”
Selanjutnya, pesan yang mengemuka dari prinsip pertama Deklarasi Stockholm ini
dipertegas kemudian dalam prinsip keempat Deklarasi Rio, yang menyatakan: “In
order to achieve sustainable development, environmental protections shall constitute
an integral part of the development process and cannot be considered in isolation from
it.” Prinsip keempat ini mempertegas keberadaan pemerintah untuk berkomitmen pada
terjaminnya pemenuhan HAM atas lingkungan hidup yang sehat dan bersih.
Gagasan hak asasi manusia dalam masalah lingkungan dalam Deklarasi Stockholm
1972, mengaitkan antara right to development and the right to the environment.6
Gagasan tersebut menegaskan keterkaitan yang kuat antara hak-hak terhadap
lingkungan dan hak-hak pembangunan, seperti hak untuk hidup dalam kondisi yang
layak (right to under adequate conditions) dan hak hidup dalam suatu lingkungan yang
memiliki kualitas yang memungkinkan manusia hidup sejahtera dan bermartabat (right
to live in an environment of a quality that permits a life of well being and dignity).
Hak asasi inilah yang kemudian dimuat dalam resolusi PBB Nomor 41/128 tanggal 4
Desember 1986 (Declaration on the right to development).
Dapat pula ditelusuri gagasan tersebut dalam Declaration on the Human Environment
yang dilahirkan pada Konferensi PBB tentang lingkungan hidup di Stockholm Swedia
5-16 Juni 1972. Deklarasi tersebut mengakui hak asasi manusia untuk menikmati
lingkungan yang baik dan sehat, atau hak perlindungan setiap orang atas pencemaran
lingkungan atau environmental protection. Secara implisit, perlindungan fungsi
lingkungan hidup telah dinyatakan dalam instrumen hak asasi manusia. Sedangkan
pengakuan secara eksplisit hak atas lingkungan hidup yang sehat (right to healthy
environment), selain telah dinyatakan dalam Deklarasi Stockholm 1972, juga dapat
ditelusuri lebih lanjut dalam Deklarasi Rio sebagai nonbinding principles. Dalam
berbagai konstitusi tingkat nasional, hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik
telah diakui, seperti halnya Konstitusi Afrika Selatan, Korea Selatan, Equador,
Hungary, Peru, Portugal dan Filipina.8 Hak manusia atas lingkungan dikualifikasi
sebagai fundamental rights. Hak ini, secara prinsipil dapat diidentifikasi dengan
menggunakan indikator argumentasi teoretis dan otoritatif-historis (lembaga
internasional dan negara).
1. Argumentasi Teoretis
Hak manusia atas lingkungan secara prinsip dikategorikan sebagai fundamental
rights. Teori argumentasinya bisa ditemukan dalam pendapat ahli hukum Robert
Alexy berikut: Human rights are institutionalized by means of their transformation
into positive law. If this takes place at level in the hierarchy of the legal system
than can be called constitutional, human rights become fundamental rights.10
Berdasarkan asumsi tersebut di atas, maka untuk mengualifikasi suatu hak asasi
manusia, termasuk hak manusia atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai salah
satu fundamental rights manakala hak tersebut telah diinstitusionalisasi melalui
proses transformasi ke dalam hukum positif dalam hierarki tata hukum.
a. Argumentasi Otoritatif-Historis (Negara dan Lembaga Internasional), Hak
manusia atas lingkungan yang baik dan sehat dikategorikan sebagai salah satu
fundamental rights secara otoritatif dan historis pada level lembaga
internasional dengan merujuk pada isi Deklarasi Stockholm 1972, seperti
termuat pada Prinsip 1 deklarasi tersebut. Menurut Tim Hayward, ruang
lingkup hak manusia atas lingkungan yang baik dan sehat, didasarkan pada
United Nation Subcommision on Human Rights and the Environment. Elemen
prinsipil hak untuk semua orang yang berkaitan dengan hak manusia atas
lingkungan yang baik dan sehat menyatakan bahwa semua orang berhak atas:
1) bebas dari polusi, degradasi lingkungan dan aktivitas yang dapat berakibat
buruk terhadap lingkungan atau mengancam kehidupan, kesehatan,
keberlangsungan kehidupan makhluk hidup lain atau pembangunan
berkelanjutan.
2) perlindungan dan preservasi udara, minyak, air, lautan es, flora dan fauna
dan proses, serta wilayah esensial yang dibutuhkan untuk memelihara
keanekaragaman biologi dan ekosistem.
3) standar kesehatan yang tertinggi yang bebas dari bahaya lingkungan.
4) keselamatan dan makanan yang sehat, serta air yang cukup untuk semua
makhluk, e. keamanan dan lingkungan bekerja yang sehat, f. perumahan
yang memadai.
5) tanah dan kondisi kehidupan, terjamin lingkungannya secara sehat dan
ekologis.
6) tidak dicemari rumah atau tanahnya dari akibat keputusan atau tindakan
yang merusak lingkungan, kecuali dalam kondisi darurat yang bertujuan
untuk memberi keuntungan masyarakat secara keseluruhan yang tidak
dapat dilakukan atau dicapai dengan cara lain.
7) memberi bantuan sewaktu-waktu jika terjadi peristiwa alam atau teknologi
dan atau yang lain, yang menyebabkan bencana alam yang berefek
langsung kepada manusia.
8) mendapatkan keuntungan yang setara dari observasi dan penggunaan
sumber daya alam yang berkelanjutan untuk tujuan budaya, ekologi,
pendidikan, kesehatan, keberlangsungan kehidupan, rekreasi, spiritual dan
tujuan lainnya. Hal ini meliputi juga akses ekologis terhadap alam.
9) memelihara tempat-tempat yang unik, tetapi konsisten dengan hak-hak
konstitusional orang-orang dan kelompok yang hidup di area tersebut.
Selain itu, terdapat pula prinsip lain yang relevan dengan konteks ini, yakni
hak semua orang:
Di Indonesia, hak atas lingkungan yang sehat dan baik, pertama kalinya
disebutkan dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1982 tentang Lingkungan
Hidup (UULH), yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH), dan pada
tahun 2009 disempurnakan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH). Dari ketiga UU
tersebut, UUPPLH 2009 memuat lebih banyak hak yang berkaitan dengan
lingkungan hidup ketimbang kedua undang-undang sebelumnya.
Patut digarisbawahi bahwa sebelum diatur dalam UUPPLH 2009, UUD 1945
telah memuat pengaturan hak atas lingkungan sebagai bagian dari HAM. Pada
tahun 1998 secara eksplisit hak atas lingkungan yang sehat dan baik sudah
mendapat pengakuan secara formal sebagai hak asasi manusia melalui
Ketetapan MPR RI Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM).
Pada Deklarasi Nasional tentang HAM dalam ketetapan MPR itu menyebutkan
bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik (right to
a healthful and decent environment). Dalam perkembangannya, pada tanggal
23 September 1999, Presiden mengesahkan Undang-Undang No 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Undang-undang tersebut
menempatkan hak atas lingkungan hidup yang sehat dan baik dalam bab hak
asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, di bawah bagian Hak untuk
Hidup (right to life).
Menurut UUPPLH 2009, ada delapan hak dan diantara hak tersebut, terdapat
hak yang bersifat substantif (substantive right to environmental quality) dan
ada hak yang bersifat hak prosedural (procedural rights).15 Yang termasuk
hak substantif adalah hak atas lingkungan yang baik dan sehat. Sedangkan
yang tujuh lainnya termasuk kategori hak-hak yang prosedural. Heinhard
Steiger c.s menyatakan, bahwa apa yang dinamakan hak-hak subjektif
(subjective rights) adalah bentuk paling luas dari perlindungan seseorang.16
Hak tersebut memberikan kepada yang mempunyai suatu tuntutan yang sah
untuk meminta agar kepentingannya terhadap lingkungan hidup yang baik dan
sehat dihormati. Tuntutan dimaksud adalah tuntutan yang dapat didukung oleh
prosedur hukum, dengan perlindungan hukum oleh pengadilan dan perangkat-
perangkatnya.
Berbagai hak subjektif yang berkaitan dengan hak atas lingkungan hidup yang
baik dan sehat, serta hak-hak lainnya, tercantum pula dalam Piagam Hak Asasi
Manusia, yang merupakan bagian tak terpisahkan oleh Sidang Istimewa MPR
tahun 1998.
Sifat dan syarat prinsipil ADS (atur diri sendiri), sebagai salah satu bentuk
pendekatan dalam pengelolaan lingkungan, ialah ikut berperan sertanya
masyarakat dalam pengambilan keputusan pengaturan dan pengawasan
pengelolaan lingkungan hidup untuk menyadarkan masyarakat akan hak dan
kewajibannya ikut serta dalam pengambilan keputusan.
Menurut Siti Sundari Rangkuti, dengan hak atas lingkungan yang baik dan
sehat, perlu dimengerti secara yuridis dan diwujudkan melalui saluran sarana
hukum, sebagai upaya perlindungan hukum bagi warga masyarakat di bidang
lingkungan hidup.20 Perlindungan hak asasi ini, misalnya, dapat dilaksanakan
dalam bentuk hak untuk mengambil bagian dalam prosedur hukum
administrasi, seperti peran serta (inspraak, public hearing) atau hak banding
(beroep) terhadap penetapan administratif (keputusan tata usaha negara).
UUPPLH juga memuat ketentuan yang memberi hak kepada masyarakat untuk
mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingannya sendiri
dan/atau masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup. Selain hak gugat masyarakat, UUPPLH juga
memberi hak gugat kepada organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan
gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Tetapi, hak
gugat dibatasi hanya pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu, tanpa
adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
Dilihat dari sudut bentuk dan isinya, formulasi hak atas lngkungan bersifat hak
asasi klasik karena menghendaki penguasa tidak campur tangan terhadap
kebebasan individu untuk menikmati lingkungan hidupnya. Ditinjau dari
bekerjanya, hak itu mengandung tuntutan yang bersifat hak asasi sosial, karena
sekaligus diimbangi dengan kewajiban kepada pemerintah untuk menggariskan
kebijaksanaan dan melakukan tindakan yang mendorong peningkatan upaya
pelestarian kemampuan lingkungan hidup. Di samping itu, hak atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat harus pula diimbangi dengan kewajiban memelihara
lingkungan hidup dan mencegah, serta menanggulangi kerusakan dan/atau
pencemarannya.
Untuk menjamin terlaksananya hak asasi setiap orang, negara harus menjamin
terpenuhinya hak setiap orang untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik
dan sehat. Sebagai hak setiap orang, tentunya secara bertimbal-balik pula
mewajibkan semua orang untuk menghormati hak orang lain untuk memperoleh
lingkungan yang baik dan sehat itu. Jadi, di satu sisi setiap orang berhak atas
lingkungan yang baik dan sehat. Tetapi di sisi lain setiap orang juga wajib
menjaga dan menghormati hak orang lain untuk mendapatkan dan menikmati
lingkungan hdup yang baik dan sehat itu. Demikian pula bagi negara. Di satu
sisi dibebani kewajiban tanggung jawab untuk menjamin lingkungan hidup
yang baik dan sehat. Di sisi lain negara juga berhak menuntut setiap orang
untuk menghormati hak orang lain. Apabila perlu, memaksa setiap orang untuk
tidak merusak dan mencemari lingkungan hidup yang menjadi kepentingan
bersama.
Hak atas lingkungan hidup merupakan hak fundamental manusia. Hak itu
melekat sebagai yang memperkuat konstruk kehidupan manusia. Hak atas
lingkungan hidup yang bersih, menurut Tomuschat dalam bukunya Human
Rights Between Idealism and Realism, termasuk dalam kategori generasi
ketiga. Ada tiga jenis hak dalam kategori ini, yakni: hak atas pembangunan
(right to development), hak atas perdamaian (rights to peace), dan hak atas
lingkungan hidup yang bersih (rights to a clean environment).
Ketiga hak-hak tersebut di atas tergolong dalam generasi ketiga HAM dan
disebutnya sebagai hak solidaritas (solidarity rights). Kelebihan pengaturan
HAM (termasuk hak atas lingkungan) dalam konstitusi memberikan jaminan
yang sangat kuat,. Perubahan dan atau penghapusan satu pasal dalam konstitusi,
seperti dalam ketatanegaraan Indonesia, mengalami proses yang sangat berat
dan panjang. Proses-proses itu antara lain melalui amandemen dan referendum,
sedangkan kelemahannya karena sesuatu yang diatur dalam konstitusi hanya
memuat aturan yang bersifat global. Lebih dari itu, keterjaminan HAM dalam
konstitusi dan peraturan perundang-undangan secara baik akan menjadi peluang
besar bagi terwujudnya penegakan hukum dan HAM secara bertanggung jawab
dan berkeadilan.
D. Pustaka
Mukhlis. Buku Ajar Hukum Lingkungan, (Jakarta: Scopindo Media Pustaka, 2019.
Wibisana Andri G. Hukum Lingkungan Teori, Legislasi dan Studi Kasus, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, Tahun 2010)