Anda di halaman 1dari 19

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Lingkungan hidup sebagai karunia dan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa
kepada masyarakat merupakan ruang bagi kehidupan dalam segala aspek .
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. Jadi, manusia hanya salah satu unsur dari lingkungan hidup,
dimana perilakunya akan mempengaruhi kehidupan manusia itu sendiri.

Saat ini selalu menjadi perdebatan antara perlunya pembangunan di satu sisi
dan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup yang lainnya.
Pembangunan disini adalah pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan
berkelanjutan harus diletakkan sebagai kebutuhan dan aspirasi manusia kini dan
masa depan. Karena itu HAM seperti, hak-hak ekonomi, sosial, budaya, dan ha
katas pembangunan dapat memperjelas arah dan orientasi perumusan konsep
pembangunan yang berkelanjutan.

Akibat pembangunan yang tidak terkontrol seperti pertumbuhan industri di


banyak negara telah menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, yang
menyebabkan berbagai macam petaka lingkungan, seperti hujan asam, suhu bumi
yang semakin panas akibat efek rumah kaca yang menimbulkan pemanasan
global.

Untuk mengatasi berbagai permasalahan lingkungan tersebut perlu dicari


jalan penyelesaiannya. Salah satunya dengan menegakkan hukum lingkungan.
Hukum lingkungan ini adalah hukum yang mendasari penyelenggaraan
perlindungan dan tata pengelolaan serta peningkatan ketahanan lingkungan. Jadi
tujuan diciptakan hukum lingkungan adalah agar lingkungan tetap terjaga
walaupun terus di eksploitasi manusia dan hukum lingkungan itu tidak hanya
berkaitan dengan lingkungan fisik melainkan berkaitan dengan hal-hal lainnya.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia?
b. Apa saja Permasalahan penegakan Hukum Lingkungan di
Indonesia?
c. Apa saja Peran masyarakat dalam penegakan Hukum lingkungan?
d. Apa saja Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup?
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan maksud untuk membahas tentang
Penegakan hukum lingkungan dan agar mengetahui permasalahan
yang menghambat penegakan hukum lingkungan pada saat ini di
Indonesia serta peran masyarakat dalam penegakan hukum lingkungan
ini.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang
terkait dengan pembahasan yang ada dalam makalah ini:
a. Penegakan hukum lingkungan di Indonesia
b. Permasalahan dalam penegakan hukum lingkungan di
Indonesia
c. Peran masyarakat dalam penegakan hukum lingkungan.

2
BAB II

Pembahasan

2.1 Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia


Hukum lingkungan adalah sebuah bidang atau cabang hukum yang memiliki
kekhasan atau disebut sebagai bidang hukum fungsional,yaitu didalamnya
terdapat unsur-unsur hukum administrasi, pidana, perdata. Oleh sebab itu,
penegakan hukum lingkungan dapat dimaknai sebagai penggunaan atau penerapan
instrument-instrumen dan sanksi-sanksi dalam lapangan hukum administrasi,
hukum pidana, hukum perdata dengan tujuan memaksa subjek hukum yang
menjadi sasaran mematuhi peraturan perundang-undangan lingkungan hidup.
Penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk ini
pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak.1
Penegakan hukum lingkungan hidup adalah satu elemen penting dalam
upaya mencapai tujuan mengapa negara Indonesia lahir. Tujuan Negara yang
tertuang dalam pembukaan UUD 194, tujuan itu adalah:
 Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
 Memajukan kesejahteraan umum;
 mencerdaskan kehidupan bangsa;
 Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Adapun tujuan penegakan hukum lingkungan menurut santoso adalah


penataan terhadap nilai-nilai perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi
lingkungan hidup yang pada umumnya diformalkan ke dalam peraturan
perundang-undangan, termasuk ketentuan yang mengatur baku mutu limbah atau
emisi. Nilai-nilai perlindungan daya dukung lingkungan ekosistem dan fungsi
lingkungan hidup tidak selamanya terwujud dalam bentuk peraturan perundang-
undangan sebagai binding principles atau binding norms. Tidak sedikit nilai-nilai
tersebut hanya berwujud prinsip-prinsip yang terdapat pada sebuah deklarasi

1
Koesnadi Haedjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta,
2006, hlm 399

3
internasional seperti halnya prinsip kehati-hatian yang terdapat dalam deklarasi
Rio. Pelakasanaan secara efektif prinsip secara ideal harus didahului dengan
penerjemahnya kedalam norma-norma operasional yang bersifat binding. Namun
upaya penerjemahan prinsip-prinsip non binding tersebut tidak selamanya mudah.
Oleh karenanya, pengendalian diharapkan mampu untuk secara pro aktif
menerjemahkan atau menafsirkan prinsip tersebut dalam putusan pengadilan.

Dalam batang tubuh UUD 1945 setelah amandemen, penegakan hukum


lingkungan hidup diletakkan dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan hak asasi
manusia. Salah satu pasal itu adalah pasal 28 H ayat 1 UUD 1945, bunyi pasal itu
adalah:

“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal,
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”2

Pasal diatas menjadi landasan bahwa lingkungan hidup harus menjadi hal
penting dalam konteks perlingungan hak asasi manusia di Indonesia dan
penegakan hukum menjadi elemen perlindungan hak asasi manusia itu.

Penegakan hukum sendiri menurut Prof Dr. Jimly Asshiddiqie, SH adalah


proses dilakukannya upayauntuk tegaknya atau berfungsinya norma norma hukum
secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan
hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Ketika dikaitkan denga lingkungan hidup, maka proses penegakan hukum


berarti tegaknya norma-norma hukum dalam upaya perlindungan lingkungan
hidup. Dalam upaya tegaknya hukum itu, maka regulasi hukum lingkungan hidup
tidak bisa dilupakan dalam upaya penegakan hukum lingkungan itu.

Di Indonesia, regulasi yang mengatur tentang perlindungan hidup diatur


dalam Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Didalam regulasi tersebut, ada tiga cara penegakan hukum
yang bisa dilakukan dalam upaya perlidungan lingkungan hidup.

2
Undang Undang Dasar Tahun 1945,Pasal 28 H ayat 1

4
Menurut Daud Silalahi program penegakan hukum lingkungan nasinonal
mencakup:

a. Pengembangan sistem penegakan hukum.


b. Penentuan, kasus-kasus prioritas yang perlu diselesaikan secara hukum.
c. Peningkatan kemampuan aparat penegak hukum.
d. Peninjauan kembali undang-undang gangguan.

Tiga penegakan hukum itu adalah:

 Penegakan hukum administrasi


 Penegakan hukum pidana
 Penegakan hukum perdata

 Penegakan hukum administrasi Lingkungan Hidup

Penegakan hukum administrasi menurut J Ten Merge melalui dua cara yaitu
cara pengawasan dan sanksi administrasi. Pengawasan jika dilihat dalam UU
pengelolaan Lingkungan hidup pengawasan dilakukan oleh 2 pihak, yaitu
pemerintah dan masyarakat. Peran pengawasan pemerintah dalam pasal 71
disebutkan dilakukan oleh Gubernur, Walikota, atau Bupati. Dalam pasal 71
angka 2 disebutkan , peran itu dapat didelegasikan kepada pejabat berwenang.
Adapun peran pejabat yang diberikan wewenang itu adalah:
 Melakukan pemantauan;
 Meminta keterangan;
 Membuat salinan dari dokumen dan/atau;
 Membuat catatan yang diperlukan;
 Memasuki tempat tertentu;
 Memotret;
 Membuat rekaman audio visual;
 Mengambil sampel;
 Memeriksa Peralatan;
 Memeriksa instalasi dan/atau

5
 Alat transportasi dan/atau
 Menghentikan pelanggaran tertentu3

Sedangkan peran masyarakat menurut pasal 70 adalah:

 Pengawasan Sosial;
 Pemberian saran, pendapat,usul, keberatan, pengaduan, dan/atau laporan4

Sedangkan sanksi administrasi adalah sanksi-sanksi hukum yang dapat


dijatuhkan oleh pejabat pemerintah tanpa melalui proses pengadilan terhadap
seorang atau kegiatan usaha yang melanggar ketentuan hukum lingkungan
administrasi.5Beberapa contoh dari pelanggaran hukum lingkungan administrasi
adalah menjalankan tempat usaha tanpa memiliki izin-izin yang diperlukan,
kegiatan usaha misalkan industri, hotel dan rumah sakit, membuang air limbah
tanpa izin pembuangan air limbah, kegiatan usaha telah memiliki isin
pembuangan air limbah, tetapi jumlah buagan air limbahnya melebihi baku mutu
air limbah yang dituangkan dalam pembuangan izin air limbahnya, serta
menjalankan kegiatan usaha wajib Amdal, tetapi tidak atau belum menyelesaikan
dokumen amdalnya. sanksi administrasi menurut pasal 76, Kepala daerah
(gubernur, walikota, bupati) dapat memberikan sanksi administrasi kepada pihak
yang melakukan pelanggaran. Sanksi yang diberikan menurut pasal 76 ayat 2
adalah:

 Teguran tertulis;
 Paksaan pemeritah;
 Pembekuan izin lingkungan;
 Pencabutan izin lingkungan6

3
UUPPLH, pasal 71
4
Ibid , pasal 70
5
Prof. Dr. Takdir Rahmadi SH, LLM , Hukum Lingkungan di Indonesia,PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2012,
hlm 212
6
UUPPLH,Op,cit,. pasal 76 ayat 2

6
Menurut Santosa terdapat 10 mekanisme penegakan hukum lingkungan
administrasi yakni:
a. Permohonan ijin harus disertai ini formasi lingkungan sebagai alat
pengambilan keputusan studi AMDAL, Rencana pengeloalaan
lingkungan dan Rencana pemantauan lingkungan dan Upaya pemantauan
lingkungan atau informasi-informasi lingkungan lainnya.
b. Konsultasi publik dalam rangka mengundang berbagai masukan dari
masyarakat sebelum ijin ditebitkan.
c. Keberadaan mekanisme pengelolaan masukan publik untuk mencegah
konsultasi publik yang bersifat basa-basi.
d. Atas dasar informasi-informasi yang disampaikan dan masukan publik,
pengambilan keputusan berdasarkan kelayakan lingkungan, disamping
kelayakan dari sudut teknis dan ekonomis dilakukan. Ijin kemudian harus
mencantumkan persyaratan-persyaratan pencegahan dan penanggulangan
dampak lingkungan yang bersifat terukur, realistis dan mudah dipahami
oleh pemegang ijin maupun publik.
e. Apabila ijin telah dikeluarkan maka ijin dimaksud harus diumumkan dan
bersifat terbuka untuk umum.
f. Laporan status penataan yang dibuat secara berkala oleh pemegang ijin
dan disampaikan kepada regulator.
g. Mekanisme inspeksi lapangan secara berkala dan impromptu sesuai
dengan kebutuhan.
h. Tersediannya hak dan kewajiban pengawas/inspektur, dan hak serta
kewajiban objek yang di awasi, yang dijamin oleh undang-undang.
i. Pemberlakuan sanksi administrasi yang diberikan secara sistematis dan
berharap.
j. mekanisme koordinasi antar pejabat yang bertanggung jawab di bidang
pengakan hukum administrasi dengan penyidik pidana apabila pelanggar
telah memenuhi unsur pidana.
pengadilan.

7
 Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Hidup

Regulasi pidana yang bisa menjadi dasar hukum penegakan hukum


lingkungan adalah Undang-undang No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
pengeolaan lingkungan hidup. Menurut ketentuan dalam regulasi tersebut, ada
perbuatan yang dapat dipidana oleh aparat penegak hukum.
Penggunaan instrumen penegakan hukum pidana lingkungan hidup baru
dilakukan bila memenuhi sala satu persyaratan berikut:
a. Sanksi administasi, sanksi perdata, penyelesaian sengketa secara
alternative melalui negoisasi, mediasi, musyawarah di luar pengadilan
setelah diupayakan tidak efektif atau diperkirakan tidak akan efektif.
b. Tingkat kesalahan pelaku relatif berat.
c. Akibat perbuatan pelaku relatif besar.
d. Perbuatan pelaku menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
Perbuatan hukum yang dimaksud berupa pelanggaran-pelanggaran atas
ketentuanyang diatur di UUPPLH. sedikitnya ada 7 ketentuan yang dapat menjadi
dipidana jika ketentuan dilanggar oleh pihak yang berkepentingan. Ketentuan
yang dimaksud ialah:
 Ketentuan tentang baku mutu
 Ketentuan tentang rekayasa genetika
 Ketentuan tentang limbah
 Ketentuan tentang lahan
 Ketentuan tentang izin lingkungan
 Ketentuan tentang informasi lingkungan hidup
Menurut Muladi didalam skala nasional, secara yuridis persoalan kejahatan
lingkungan dikategorikan sebagai tindak pidana administrasi atau tindak pidana
yang mengganggu kesejahteraan masyarakat. Tindak pidana tersebut telah diatur
dalam undang-undang lingkungan hidup. Asas-asas tindak pidana lingkungan
hidup meliputi:
a. Asas Legalitas
Artinya dalam rumusan peraturan hukum pidana harus terkandung adanya
kejelasan yang berkaitan dengan apa yang dikatakan sebagai perbuatan pidana di

8
lingkungan hidup dalam hukum lingkungan, tentang peradilan pidana dan tentang
sanksi yang perlu dijatuhkan agar dapat kepastian hukum untuk memelihara
lingkungan hidup dan sumber kekayaan alam hingga dapat dinikmati generasi
selanjutnya.
b. Asas Pembangunan Berkelanjutan
Menegaskan bahwa pembangunan ekonomi jangan sampai mengorbankan
hak generasi yang akan datang untuk menikmati lingkungan hidup yang sehat.
Pembangunan berkelanjutan memerlukan pula adanya suatu sistem yang
menjamin penataan yang efektif dan mempunyai kredebilitas. Untuk menjamin
penataan dan penegakan hukum, tanggung jawab untuk melindungi kelestarian
kemampuan lingkungan harus dirumuskan dengan jelas dan dipahami. Setiap
aparat harus memahami dan menyadari tugasnya menurut hukum. Sekali tugasnya
telah ditetapkan secara hukum, maka setiap aparat wajib melaksanakan tugasnya
itu. Kewajiban hukum setiap aparat adalah melaksanakan tugasnya menurut
hukum dan melaksanakn secara konsisten
C. Asas Pencegahan
Asas ini menegaskan bahwa penindakan yang dilakukan terhadap
pelanggaran delik formil pada UUPLH diupayakan tidak langsung menjatuhkan
penindakan yang berat, tetapi harus dilakukan secara bertahap dan menyeluruh
dari yang teringan, sampai yang terberat.
D. Asas Pengendalian
Asas ini merupakan salah satu syarat kriminalisasi yang menyatakan bahwa
sanksi pidana hendaknya baru dimanfaatkan terhadap tindak pidana lingkungan
apabila terdapat ketidakefektifan sanksi hukum administrative, hukum perdata dan
alternative penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan.
Untuk kesempurnaan dalam melakukan penyidikan tindak pidana perusakan
lingkungan hidup diperlukan adanya: saksi, laporan, dan tempat terjadinya perkara
(TKP). Hal ini akan memudahkan untuk melakukan pemeriksaan, meminta
keterangan saksi, dan keterangan ahli, serta penyelesaian dan penyerahan berkas
perkara ke penuntut umum untuk diajukan proses selanjutnya.7
 Penegakan Hukum Perdata Hukum Lingkungan
7
Dr. Siswanto Sunarso , SH, Mhum, 2005. Hukum Pidana lingkungan hidup.Penerbit Rineka Cipta:
Jakarta hlm 215

9
Penegakan hukum lingkungan dalam perdata dapat dilakukan dengan 3 cara
yaitu :
 Class Action atau Gugatan Masyarakat
 Hak Gugat Organisasi
 Hak Gugat Pemerintah
Class Action dalam UUPPLH diatur dalam pasal 90. masyarakat berhak
mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri atau
kepentingan masyarakat apabila mengalami kerugian akibat pencemaran atau
kerusakan lingkungan hidup. Namun dalam bidang lingkungan hidup dapat terjadi
sebuah keadaan dimana suatu organisasi atau sekelompok orang mengajukan
gugatan dengan mendasarkan kepentingan yang tidak bersifat diri pribadi mereka
atau kelompok mereka, tetapi mengatas namakan kepentingan umum atau
kepentingan orang banyak, atau sering disebut “algemeen belang”.8
Hak gugat oraganisasi dalam UUPPLH diatur dalam pasal 92, hak ini dapat
diberikan dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan
gugatan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Hak gugat pemerintah dalam UUPPLH diatur dalam pasal 90, Instansi
pemerintah yang bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang
mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu terhadap usaha dan atau
kegiatan pencemaran lingkungan dan atau kerusakan lingkungan hidup yang
mengakibatkan kerugian lingkungan hidup. Dalam Interimwet Bodemsanering
(IBS), Gugatan atas dasar pasal 21 IBS tersebut oleh Negara terhadap individu,
adalah bentuk khusus dari kemungkinan negara untuk mengajukan gugatan ganti
rugi atas dasar perbuatan melawan hukum.9

2.2 Permasalahan penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia

8
Dr. Paulus Effendie Lotulung, SH , Penegakan Hukum lingkungan oleh hakim perdata,PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1993, hlm 52
9
Ibid hlm 71

10
Berbagai kasus penyelesaian sengketa lingkungan hidup dari pertama kali
diundangkan undang-undang lingkungan hidup hingga kini belum menunjukkan
hasil yang menggembirakan. Beberapa faktor yang menjadi kendala penegakan
hukum lingkungan hidup di Indonesia menurut Koesnadi adalah:
a. Pemasyarakatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup kurang memadai sehingga selama ini masyarakat
kurang mengetahui hak dan kewajibannya.
b. Aparat penegak hukum, yaitu meliputi, pertama, pejabat yang
berwenang memberi ijin, kedua, polisi, ketiga, jaksa, keempat, hakim,
kelima, pengacara/konsultan hukum kurang tanggap terhadap hukum
lingkungan.
c. Beberapa ketentuan undang-undang lingkungan hidup, terutama yang
berkaitan dengan penegakan hukum kurang ada penjabaran secara luas.

Menurut penelitian Arifin banyak gugatan lingkungan hidup yang tidak


dapat diselesaikan dikarenakan faktor peraturan perundang-undangan yang masih
bermasalah, sumber daya manusia dari aparat hukum yang masih sangat terbatas
dan juga faktor dari masyarakat.

Selanjutnya menurut penelitian beliau hambatan yang dihadapi antara lain:

a. Hambatan Yuridis
Materi bidang lingkungan hidup sangat luas, mencakup dari segi-segi ruang
angkasa sampai ke perut bumi dan dasar laut, dan meliputi sumber daya manusia,
sumber daya alam hayati, sumber daya alam non hayati dan sumber daya buatan,
materi seperti ini tidak mungkin di atur secara lengkap dalam undang-undang,
tetapi memerlukan seperangkat peraturan perundang-undangan dengan arah dan
ciri-ciri serupa.
b. Hambatan Psikologis dan Sosiologis
1. Masih dirasakan sangat kurang pengetahuan dan kepedulian masyarakat
tentang lingkungan hidup.
2. Kesadaran masyarakat masih sangat kurang untuk melaporkan kepada
aparat hukum apabila terjadi pengrusakan atau pencemaran lingkungan.

11
3. Masyarakat cenderung melakukan unjuk rasa bila terjadi permasalahan
lingkungan hidup bukan melalui jalur hukum.
C. Hambatan Praktis
Dalam penerapan hukum lingkungan, penyidik mengalami hambatan
sebagai berikut:
1. Kurangnya sarana yang mendukung pembuktian dalam penyelidikan
kasus lingkungan hidup.
2. Kurangnya koordinasi antara penegak hukum.
3. Pengambilan sampel pencemaran untuk dijadikan barang bukti sangat
rumit.
4. Adanya anggapan bahwa laboratorium forensik belum mempunyai sarana
untuk menyelidiki sampel pencemaran.

Menurut Stepen Trudgil, faktor penghambat terakhir dalam mengatasi


masalah lingkungan adalah faktor politik, setelah faktor hambatan sosial,
ekonomi, teknologi, pengetahuan dan kesepakatan. Faktor kesepakatan berkisar
pada ketidaksepahaman dalam masalah benar-benar ada dan seberapa pentingnya
masalah tersebut bagi para pihak, bahkan ketika kasus tersebut telah disepakati
sebagai masalah yang harus dipecahkan, consensus tentang cakupan dan cara-cara
pencapaian penyelesaian serta tujuan akhir yang harus dicapai.

2.3 Peran masyarakat dalam penegakan Hukum lingkungan

Dalam penegakan hukum lingkungan haruslah dilakukan oleh segenap


pihak yang terkait dengan lingkungan hidup tersebut. Membicarakan peran serta
masyarakat dalam berbagai bentuk, akan terkait dengan tradisi masyarakat
setempat, pemahaman norma/aturan dan kondisi sosio politik. Dalam pengelolaan
lingkungan hidup, peran serta masyarakat dapat dilakukan dalam berbagai bentuk,
baik dalam tingkat pengambilan keputusan, pelaksanaan program-program dan
pembelaan atau advokasi lingkungan hidup, yang dilakukan di pengadilan atau di
luar pengadilan.

12
Pentingnya peran serta masyarakat menurut Absori dapat dikemukakan
sebagai berikut:

a. Memberikan informasi kepada pemerintah. Peran serta masyarakat


sangat dipelukan untuk memberi masukan kepada pemerintah tentang
yang dapat ditimbulkan oleh suatu rencana tindakan pemerintah dengan
berbagai konsekuensi. Dengan demikian pemerintah akan mengetahui
adanya berbagai kepentingan yang dapat terkena tindakan tersebut yang
perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh.
b. Meningkatkan Kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.
Seseorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan untuk
berperan serta dalam proses pengambilan keputusan dan tidak
dihadapkan pada suatu masalah, akan cenderung untuk memperlihatkan
kemauan dan kesediaan yang lebih besar guna menerima dan
menyesuaikan diri dengan keputusan yang telah diambil tersebut.
c. Membantu perlindungan hukum. Apabila sebuah keputusan akhir di
ambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan oleh
masyarakat selama proses pengambilan keputusan berlangsung maka
dalam banyak hal tidak akan ada keperluan untuk mengajukan perkara ke
pengadilan.
d. Mendemokrasikan pengambilan keputusan.

2.4 Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup

Sengketa lingkungan hidup dapat dirumuskan dalam arti luas dan sempit.
Dalam pengertian luas sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan kepentingan
antara dua pihak atau lebih yang timbul sehubungan dengan pemanfaatan sumber
daya alam. Pemanfaatan sumber daya alam disamping memberikan manfaat
kepada sekelompok orang, juga dapat menimbulkan kerugian kepada kelompok
lain, atau setidaknya meletakkan resiko kerugian kepada kelompok lain.

Pada UULH 1997 dan UUPPLH menganut rumusan sengketa lingkungan


hidup dalam arti sempit. Sengketa lingkungan hidup dalam arti sempit dalam
UUPPLH dirumuskan dalam pasal 1 butir 25 sebagai “perselisihan antara dua

13
pihak atau lebih yang timbul dari kegiatan berpotensi dan atau telah berdampak
pada lingkungan hidup.” Jadi, fokusnya masih pada kegiatan, belum mencakup
kebijakan atau program pemerintah yang berkaitan dengan masalah-masalah
lingkungan hidup.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup berdasarkan UU Nomor 32


Tahun 2009 diatur dalam pasal 87 hingga pasal 93. Menurut UUPPLH
penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh secara sukarela melalui
dua pilihan mekanisme, yaitu mekanisme proses pengadilan dan mekanisme di
luar pengadilan.

 Penyelesaian sengketa melalui pengadilan10

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan bermula dari


adanya gugatan dari pihak yang merasa dirugikan terhadap pihak lain yang
dianggap penyebab kerugian tersebut. UUPPLH menyediakan dua bentuk
tuntutan yang dapat diajukan oleh penggugat, yaitu meminta ganti kerugian dan
meminta tergugat untuk melakukan tindakan tertentu.

Tanggung gugat berdasarkan kesalahan ditentukan dalam rumusan pasal


1365 KUH perdata. Bahwa ketentuan pasal 1365 menganut tanggung gugat
berdasarkan kesalahan dapat dilihat dari unsur-unsur rumusan pasal tersebut ,
yaitu:

a. Perbuatan tergugat harus bersifat melawan hukum;


b. Pelaku harus bersalah;
c. Ada kerugian;
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian.

Penggugat yang mengajukan gugatan berdasarkan pasal 1365 BW harus


membuktikan terpenuhinya unsur-unsur tersebut agar gugatannya dapat
dikabulkan oleh hakim.

Pada dasarnya pembuktian yang paling sulit adalah bukan membuktikan


ada tidaknya unsur kesalahan dari pelaku, tetapi membuktikan unsur hubungan
10
Rahmadi, Op. Cit., 268.

14
sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian penderita. Jika dikaitkan dengan
kasus pencemaran lingkungan hidup, maka si penggugat harus dapat
membuktikan bahwa kerugian yang dideritanya disebabkan oleh aktivitas industri
atau pabrik yang menjadi tergugat. Pembuktian hal ini akan sulit karena
kompleknya sifat-sifat zat kimiawi dan reaksinya satu sama lain maupun
reaksinya dengan komponen abiotic dan biotik didalam suatu ekosistem yang
akhirnya berpengaruh pada kesehatan manusia.

 Gugatan Perwakilan11

Gugatan perwakilan merupakan penyerapan dari konsep class action yang


dikenal dalam sistem hukum Anglosaxon. UULH1997 memuat pengertian dari
gugatan perwakilan, sebagaimana dirumuskan dalam penjelasan pasal 37 ayat (1),
adalah : hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat
dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permaslahan fakta,
hukum dan tuntutan. Jadi, menurut konsep gugatan perwakilan kelompokterdapat
dua unsur penggugat, yaitu: (1) wakil kelompok yang jumlahnya kecil, mungkin
satu atau beberapa orang dan (2) anggota kelompok yang mungkin jumlahnya
puluhan, ratusan atau ribuan. Sebaliknya, UUPPLH tidak memuat pengertian
gugatan perwakilan kelompok baik dalam batang tubuh maupun penjelasan pasal.

 Peran Saksi Ahli Dalam Pembuktian Perkara Lingkungan Hidup12

Saksi ahli dalam proses pengadilan kasus-kasus lingkungan diperlukan


untuk memperjelas hal-hal berikut:

a. Hubungan sebab akibat aktivitas dengan peristiwa pencemaran dan


perusakan lingkungan hidup.
b. Teknologi pengendali pencemaran
c. Pelanggaran baku mutu, kritera baku perusakan lingkungan
d. Kerugian
e. Ganti Kerugian

11
Rahmadi, Op. Cit,. 270.
12
Rahmadi, Op. Cit., 285

15
Upaya menemukan, mengungkapakan dan memperjelas hubungan antara
suatu kegiatan yang diduga sebagai sumber pencemaran lingkungan dengan
tercemarnya media lingkungan tertentu seringkali melibatkan masalah teknis
ilmiah. Oleh sebab itu, tugas saksi ahli adalah memberi kejelasan tentang apakah
memang terdapat hubungan sebab akibat antara suatu kegiatan tertentu dengan
pencemaran lingkungan.

 Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup13

Bentuk –bentuk ADR adalah Negoisasi, Konsiliasi, Mediasi, Arbitrasi dan


Pencari fakta. Terdapat dalam defenisi defenisi berikut:

a. Negoisasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa di mana para pihak


yang berbeda kepentingan mengadakan perundingan langsung, tanpa
bantuan pihak lain.
b. Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak
meminta bantuan dari pihak lain yang netral guna membantu para
pihak yang bersengketa dalam mencarikan bentuk penyelesaian
sengketa.
c. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak
meminta bantuan dari pihak lain yang netral guna membantu para
pihak yang bersengketa dalam mencari bentuk penyelesaian sengketa.
d. Arbitrasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang
bersengketa menyerahkan pertikaian mereka itu kepada pihak lain
yang netral guna mendapatkan keputusan yang menyelesaikan
sengketa.
e. Pencari fakta adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak
menyerahakan pertikaian mereka kepada pihak lain yang biasanya
terdiri dari para pakar untuk mencari fakta yang berkaitan dengan
sengketa.

13
Rahmadi, Op. Cit., 286

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
 Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia
Penegakan hukum lingkungan hidup adalah satu elemen penting dalam
upaya mencapai tujuan mengapa negara Indonesia lahir. Tujuan Negara yang
tertuang dalam pembukaan UUD 194, tujuan itu adalah:
 Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia;
 Memajukan kesejahteraan umum;
 mencerdaskan kehidupan bangsa;
 Ikut serta melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Tiga penegakan hukum lingkungan itu adalah:

 Penegakan hukum administrasi


 Penegakan hukum pidana
 Penegakan hukum perdata
 Permasalahan penegakan Lingkungan hidup di Indonesia
Beberapa faktor yang menjadi kendala penegakan hukum lingkungan
hidup di Indonesia menurut Koesnadi adalah:
a. Pemasyarakatan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup kurang memadai sehingga selama ini masyarakat
kurang mengetahui hak dan kewajibannya.
b. Aparat penegak hukum, yaitu meliputi, pertama, pejabat yang
berwenang memberi ijin, kedua, polisi, ketiga, jaksa, keempat, hakim,
kelima, pengacara/konsultan hukum kurang tanggap terhadap hukum
lingkungan.
c. Beberapa ketentuan undang-undang lingkungan hidup, terutama yang
berkaitan dengan penegakan hukum kurang ada penjabaran secara luas.

17
 Peran masyarakat dalam penegakan hukum Lingkungan
Pentingnya peran serta masyarakat menurut Absori dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Memberikan informasi kepada pemerintah. Peran serta masyarakat
sangat dipelukan untuk memberi masukan kepada pemerintah tentang
yang dapat ditimbulkan oleh suatu rencana tindakan pemerintah
dengan berbagai konsekuensi. Dengan demikian pemerintah akan
mengetahui adanya berbagai kepentingan yang dapat terkena tindakan
tersebut yang perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh.
b. Meningkatkan Kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan.
Seseorang warga masyarakat yang telah memperoleh kesempatan
untuk berperan serta dalam proses pengambilan keputusan dan tidak
dihadapkan pada suatu masalah, akan cenderung untuk
memperlihatkan kemauan dan kesediaan yang lebih besar guna
menerima dan menyesuaikan diri dengan keputusan yang telah
diambil tersebut.
c. Membantu perlindungan hukum. Apabila sebuah keputusan akhir di
ambil dengan memperhatikan keberatan-keberatan yang diajukan oleh
masyarakat selama proses pengambilan keputusan berlangsung maka
dalam banyak hal tidak akan ada keperluan untuk mengajukan perkara
ke pengadilan.
d. Mendemokrasikan pengambilan keputusan.
 Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup berdasarkan UU Nomor 32
Tahun 2009 diatur dalam pasal 87 hingga pasal 93. Menurut UUPPLH
penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh secara sukarela
melalui dua pilihan mekanisme, yaitu mekanisme proses pengadilan dan
mekanisme di luar pengadilan.

18
3.2 Saran
Makalah ini disajikan agar pembaca dapat mengetahui tentang
Penegakan Hukum Lingkungan didalam Lingkungan hidup. Oleh karena itu ,
jika ada kesalahan dalam penulisan dan penyajian bahan, kami
mengharapkan kritik dari para pembaca agar dapat terwujudnya kebenaran
yang kita hendaki semua dan demi penyempurnaan makalah ini.

19

Anda mungkin juga menyukai