Anda di halaman 1dari 19

Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum Pidana Lingkungan Terhadap

Pelaku Pencemaran Lingkungan

Disusun Oleh:

Wifika Sintari

NIM : 02011282025283

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2022

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam serta keanekaragaman

hayati yang melimpah meliputi kekayaan sumberdaya alam daratan, lautan, serta

kompleks ekologi terkait. Berdasarkan data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(LIPI), Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan biodiversitas terestrial

urutan kedua di dunia dan apabila disertakan keanekaragaman Hayati di laut, maka

Indonesia merupakan urutan pertama. Dengan kekayaan alam yang melimpah

tentunya menjaga keseimbangan ekosistem merupakan poin krusial dalam hal

memelihara konsistensi kekayaan alam Indonesia, adapun ekosistem merupakan

kesatuan unsur lingkungan hidup yakni merupakan suatu susunan utuh, menyeluruh

dan saling mempengaruhi dengan untuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas

lingkungan hidup.1 Dengan demikian lingkungan hidup memiliki kedudukan penting

dan merupakan objek utama dalam keseimbangan dan pemeliharaan ekosistem.

Menurut Otto Soemarwoto lingkungan hidup diartikan sebagai ruang yang ditempati

suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup didalamnya. 2

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dijelaskan bahwasanya Lingkungan

hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk

hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri,

kelangsungan peri kehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwasanya manusia dengan

1
UU Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 1 angka 5
2
Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup (Depok: Prenadamedia Group, 2018), Hal.66.
perilakunya merupakan center3 terhadap hal yang terjadi pada lingkungan hidup baik

dalam aspek pengelolaan ataupun sebaliknya yakni perusakan dan pencemaran

lingkungan hidup. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh

kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah

ditetapkan.4 Permasalahan terkait pencemaran lingkungan hidup dewasa ini, telah

menjadi permasalahan di berbagai negara, yakni telah menjadi permasalahan global

yang melibatkan hampir semua negara termasuk Indonesia. Kerusakan lingkungan

hidup atau pencemaran dan dampak yang ditimbulkan disuatu negara, tidak hanya

akan dirasakan oleh negara di mana pencemaran atau kerusakan lingkungan terjadi,

akan tetapi juga akan dirasakan oleh negara lain. Pencemaran ataupun kerusakan

lingkungan, seringkali timbul sebagai hasil pengaruh negatif dari dari pemanfaatan

teknologi dalam kegiatan industri, serta akibat kurangnya kesadaran masyarakat, yang

tentunya mempengaruhi dan mengakibatkan munculnya permasalahan lain terhadap

kehidupan serta menjadi salah satu bentuk faktor penghambat terwujudnya

pembangunan berkesinambungan dan berkelanjutan. 5 Berdasarkan data Badan Pusat

Statistika terdapat masalah pencemaran lingkungan yang meningkat 46% dari tahun

sebelumnya di sepanjang 2021, hal tersebut membuktikan bahwasanya permasalahan

terkait pencemaran lingkungan menjadi salah satu masalah krusial yang harus

mendapat penyelesaian dengan tujuan mengurangi potensi kerusakan dan pencemaran

akibat permasalahan lingkungan tersebut. Berdasarkan fakta bahwasanya pencemaran

dan kerusakan lingkungan makin marak terjadi maka dapat dikatakan perlunya suatu

perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan yang lebih efektif dan efisien.

3
Oksfriani Jufri S dana Yennu Risjani, Indikator Pencemaran Lingkungan (Yogyakarta, Deepublish, 2019), Hal.
10
4
UU Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 1 angka 14
5
Adanya penerapan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup tentunya

berorientasi terhadap terwujudnya suatu kedinamisan dan harmonisasi antara manusia

dengan lingkungannya, dalam mencegah serta menghindari tindakan serta perilaku

manusia yang sifatnya bertolak belakang terhadap hal-hal tersebut. Adapun terkait

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah diatur dalam Undang-undang

Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

yang mendefinisikan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai upaya

sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup

dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang

meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan

penegakan hukum. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwasanya penegakan

hukum merupakan salah satu aspek penting dalam perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup. Menurut Soerjono Soekanto6 , penegakan hukum adalah kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-

kaidah/pandangan nilai yang mantap dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai

rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.Penegakan hukum secara konkret

adalah berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut

dipatuhi. Adapun penegakan hukum dalam hal ini yakni penegakan hukum

lingkungan, dalam salah satu aspek yakni secara substansi pada dasarnya hukum

lingkungan sudah lama tumbuh serta berkembang dalam berabad-abad yang lampau

yang bertolak ukur pada meningkatnya kesadaran terkait hal tersebut. Munculnya

suatu kesadaran dan kepekaan terkait lingkungan tentunya tidak dapat dilepaskan dari

eksistensi kontribusi dunia internasional, dimana hal tersebut diawali dengan

diadakannya konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yakni Deklarasi Stockholm


6
Aditia Syaprillah, Hukum Lingkungan 2018, Hal. 108
terkait lingkungan hidup pada tahun 1972, adapun Deklarasi Stockholm tersebut

dapat dikatakan latar belakang dari perkembangan pengelolaan lingkungan guna

urgensi pengembangan hukum. Gatot P. Soemartono,7 berpendapat bahwasanya

dengan terlaksananya Deklarasi Stockholm telah berdampak pada adanya pengarahan

yang konkret terkait penanganan permasalahan lingkungan hidup serta pengaturannya

berdasarkan pada perundang- undangan.8 Tidak hanya Deklarasi Stockholm, terdapat

pula Deklarasi Rio yang sejalan dengan deklarasi sebelumnya yakni ikut memuat

kaidah yang digunakan sebagai acuan terkait sumber pengembangan hukum

lingkungan nasional maupun internasional, hal tersebut sejalan dengan adanya

eksistensi dari beberapa peraturan perundang-undangan. Pada umumnya

pengklasifikasian dari peraturan perundang-undangan lingkungan nasional, terdiri atas

dua kelompok, yakni peraturan perundan-undangan yang sifatnya sektoral yang

memiliki kaitan dengan pengelolaan lingkungan, seperti sektor kehutanan, pengairan,

pertambangan. Kemudian, peraturan perundang- undangan yang konsentrasi terkait

pada pola dalam mengatur pengelolaan serta perlindungan lingkungan. Adapun

peraturan yang mengatur konsentrasi terkait pengelolaan serta perlindungan

lingkungan yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup. Terdapat beberapa aspek yang memiliki kaitan

terhadap Hukum Lingkungan, yakni seperti hukum pidana, dimana berdasarkan fakta

yang ada hukum pidana merupakan sejumlah peraturan yang memuat dua bentuk atau

jenis perbuatan yakni pelanggaran serta kejahatan. Adapun istilah terkait hukum

pidana lingkungan hingga saat ini masih belum terdapat pengertian yang sifatnya

formal, dimana para ahli hukum masih belum dapat membuat kesepakatan terkait

pengertian hukum pidana lingkungan, selain itu diikuti gaya dan perspektif tersendiri
7
Muhammad Natsir, Membangun Hukum Pidana Lingkungan Berbasis Syariah di Aceh (Yogyakarta:
Deepublish,, 2018), Hal. 2
8
dalam memberikan penjelasan terkait hukum pidana lingkungan. Perbedaan tersebut

yaitu,diikuti gaya dan perspektif tersendiri dalam memberikan pemahaman terkait

hukum pidana lingkungan. Istilah tersebut dibedakan atas dua bagian yakni, dengan

pengistilahan sebagai “hukum pidana lingkungan” kemudian terdapat pula

istilah“Hukum lingkungan kepidanaan”. Adapun terminologi hukum lingkungan

kepidanaan menurut Muhammad Akib yakni dapat dikatakan bahwasanya hukum

lingkungaan mengandung aspek serta prinsip pidana, serta tidak hanya membahas

konteks ilmu hukum pidana pada dasarnya, dimana fakta tersebut didasari bahwa

hukum lingkungan telah menjadi suatu bagian dari ilmu hukum yang independen dan

baru serta terdapat banyak aspek maupun segi di dalamnya, yang diantaranya adalah

aspek atau segi kepidanaan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungang Hidup telah memuat aturan

terkait pidana yakni termuat dalam Pasal 97 hingga Pasal 120, dimana berdasarkan

ketentuan tersebut pada dasarnya rumusan delik lingkungan terdiri atas delik formal

serta delik material. Adapun bentuk rumusan dan konsep delik formal termuat pada

pasal 100 sampai 111, 113 sampai 115.9 Pengaturan terkait permasalahan pengelolaan

lingkungan hidup tersebut telah beberapa kali dilakukan perubahan serta

pembaharuan yang dimana hal tersebut didasari oleh perkembangan zaman dan dunia,

dimana faktor pendorong munculnya suatu pencemaran lingkungan bukan hanya

disebabkan oleh peristiwa alami alam serta eksploitasi sumber daya alam dalam

kategori melebihi standar yang dilakukan sebagian masyarakat namun dapat pula

terjadi dengan didorong oleh beberapa faktor lainnya. Adapun penerapan serta

implikasi hukum lingkungan dalam melindungi lingkungan hidup termasuk segala

aspek yang terkandung, dewasa ini bukan hanya dipandang terkait fungsinya sebagai

9
Rochmani, Safik Faozi, Wenny Megawati, Instrumen Hukum Pidana Dalam Penyelesaian Perkara Lingkungan
Hidup Di Pengadilan, Prosiding SENDI_UI, Jakarta, 2018, halaman. 386
perlindungan dan kepastian bagi masyarakat (agent of stability) tapi yang lebih

menonjol lagi sebagai sarana pembangunan (a tool of social engineering) dengan

peran sebagai (agen of development) atau (agent of change).10 Menurut pandangan

politik hukum pidana dapat dikatakan bahwasanya adanya peningkatan suatu

kriminalitas dalam bidang lingkungan didorong oleh beberapa penyebab yakni,

terdapat berbagai pelaksanaan serta rencana pembangunan yang dibuat serta

dilaksanakan dalam lingkup lokal, regional, maupun nasional yang mengesampingkan

serta tidak berorientasi terhadap aspek lingkungan hidup, bukan mengacu pada

observasi dengan sifat akurat serta kemungkinan terkait kemajuan maupun

kecenderungan kejahatan yang seringkali terjadi dewasa ini ataupun yang

kemungkinan terjadi pada masa yang akan datang.

Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun penelitian ini dirasa memiliki urgensi

untuk dilakukan karena:

a) Adanya perkembangan motif kejahatan lingkungan hidup yang berpotensi

membahayakan serta merusak lingkungan hidup.

b) Maraknya kasus pencemaran dan perusakan lingkungan yang disebabkan oleh

kemajuan pada bidang teknologi industri, dimana terkait hal tersebut dibutuhkan

suatu penegakan hukum lingkungan terkait pelaku pencemaran dan perusakan

lingkungan hidup;

c) Terdapat kelemahan pada sistem penegakan hukum pidana lingkungan hidup

terhadap pelaku pencemaran serta perusakan lingkungan di Indonesia;

d) Lemahnya pengaturan terkait sistem penegakan hukum lingkungan terkait

pencermaran dan perusakan lingkungan hidup.

10
Siti Sundari, dalam Achamad Faisal, Hukum Lingkungan : Pengaturan Limbah dan Paradigma Industri Hijau,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2016, halaman. 57
Adapun berdasarkan pada identifikasi masalah yang telah dipaparkan, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dengan judul, “Tinjauan Yuridis Penegakan Hukum

Pidana Lingkungan Terhadap Pelaku Pencemaran Lingkungan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, penuhi telah memperoleh

dua rumusan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini, adapun

rumusan masalah tersebut, yakni:

1.) Bagaimana pengaturan terkait tindak pidana pencemaran lingkungan menurut

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup?

2.) Apa saja kendala serta faktor-faktor yang menghambat penegakan hukum pidana

lingkungan hidup?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan maka tujuan penelitian yang

hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.) Untuk mengetahui pengaturan terkait tindak pidana pencemaran lingkungan

menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2.) Untuk mengetahui kendala serta faktor-faktor yang menghambat penegakan

hukum pidana lingkungan hidup.

D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dipaparkan sehingga penelitian ini

diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoritis maupun praktis. Kemudian, dapat

menjadi sumber referensi terkait penelitian terhadap isu ini. Adapun manfaat yang

diperoleh dalam penelitian ini yakni sebagai berikut :

a) Manfaat Teoritis

Adapun penelitian ini secara teoritis diharapkan bermanfaat dalam memberikan

masukan dalam hukum pidana yang terkait dengan tindak pidana lingkungan

hidup serta dapat menemukan hal-hal baru terkait permasalahan hukum dalam

aspek Lingkungan hidup

b) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada para penegak hukum,

pemerintah dan masyarakat dalam menangani dan menyelesaikan permasalahan

praktik tindak pidana lingkungan hidup di tengah masyarakat.

E. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian ini yakni berfokus pada penegakan hukum

lingkungan terhadap pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan serta terkait

faktor-faktor yang menghambat serta menjadi penyebab terkendalanya penegakan

hukum tersebut.

F. Kerangka Teori dan Konseptual

Adapun kerangka teori serta kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian

ini, yakni :

1. Kerangka Teori
Satjipto Rahardjo,11berpendapat bahwasanya suatu Landasan teori terkait

penelitian hukum merupakan salah satu hal penting yang diperlukan dalam

menyusun suatu jenis aspek serta nilai terkait postulat hukum hingga landasan

filosofisnya yang tertinggi.12Adapun lebih spesifik dinyatakan bahwasanya suatu

teori hukum dapat dikatakan sebagai kelanjutan dari menganalisis dan memahami

hukum positif, adapun terkait urutan dapat direkonstruksikan terkait dengan

eksistensi teori hukum secara konkret.13 Terkait pemaparan terhadap hal tersebut,

adapun Soerjono Soekanto berpendapat bahwasanya suatu kerangka teori terhadap

suatu penelitian memuat beberapa fungsi, yakni :

a.) Teori memiliki fungsi guna mempertajam serta menjelaskan fakta yang tengah

diselidiki serta diuji kebenarannya.

b.) Teori berfungsi guna memperluas klasifikasi fakta, menyusun stuktur serta

konsep-konsep dan menganalisis definisi- definisi.

c.) Teori dapat pula dijadikan sebagai suatu ikhtisar terhadap fakta-faktayang

telah diketahui dan diuji kebenarannya terkait objek yang diteliti.

Adapun teori sangat berpengaruh terhadap hipotesis terkait fakta dari penelitian

yang dikaji, hal tersebut didasari atas telah diketahuinya penyebab terjadinya fakta

serta faktor yang akan timbul terkait hal tersebut. Adanya kerangka teori memiliki

tujuan guna memberikan pemahaman maupun batasan terhadap teori yang

digunakan sebagai landasan penelitian. Adapun pada penelitian ini, teori hukum

yang digunakan sebagai landasan analisis permasalahan yakni teori penegakan

hukum.

a) Teori Penegakan Hukum

11
Ibid
12
Syahrin Alvi, 2019. Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, Medan: Sofmedia.
13
Ibid
Penegakan hukum (law enforcement) disusun berdasarkan pada kesadaran

hukum (law awareness) masyarakat. Adapun terkait kesadaran hukum

tersebut, Ewick dan Silbey berpendapat bahwasanya kesadaran hukum terbagi

atas tiga bentuk, yang antara lain :14

1. consciousness as attitude (kesadaran sebagai sikap),

2. consciousness as epiphenomenon (kesadaran sebagai epiphenomenon) dan

3. consciousness as cultural practice (kesadaran sebagai praktik kultural).

Adapun Konsep dari kesadaran sebagai sikap memperlihatkan bahwasanya

golongan sosial dengan semua ukuran serta jenis timbul akibat perilaku

bersama individu-individu.15 Konsep consciousness as epiphenomenon

(kesadaran sebagai epiphenomenon) berpandangan bahwa suatu kesadaran

yang merupakan suatu hasil dari operasi struktur-struktur sosial, daripada

posis formatif guna membentuk struktur- struktur. Adapun konsep

consciousness as cultural practice (kesadaran sebagai praktik kultural) timbul

sebagai akibat hubungan timbal balik dalam suatu proses sosial. Kesadaran

hukum dipengaruhi oleh suatu perbuatan sosial masyarakat, sehingga dapat

dikatakan bahwasanya kesadaran hukum adalah modalitas fundamental

penegakan hukum. Chaeruddin16berpendapat bahwasanya Penegakan hukum

yang dalam terminologi Belanda yakni rechtstoepassing atau

rechtshandhaving dan dalam terminologi inggris biasa disebut dengan law

enforcement, memuat definis dengan sifat yang makro dan mikro. Bersifat

makro yakni memuat seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan

bernegara, sementara terkait definisi mikro yakni terbatas dengan proses

14
Siahaan N.H.T. 2018. Hukum Lingkungan, (dilengkapi UU PLH 1997, PP AMDAL 1999). Pancuran Alam,
Jakarta.
15
Rahmadi, Takdir. Hukum Lingkungan di Indonesia, Ed. Ke-2, Cet. 5, (Jakarta: Rajawalipers, 2018
16
Ibid
pemeriksaan di pengadilan termasuk proses penyelidikan, penyidikan,

penuntutan hingga pelaksanaan putusan pidana yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap.

Soerjono Soekanto 17 Berpandangan bahwasanya terdapat 5 faktor yang

memiliki pengaruh terhadap efektifitas keberlakukan suatu hukum, yakni:18

1. Faktor hukumnya sendiri

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk serta

menerapkan hukum

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum itu berlaku atau

diterapkan

5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada

karsamanusia didalam pergaulan hidup

Adapun Barda Nawawi berpandangan bahwasanya penegakan hukum pidana,

teridiri dari empat aspek, yakni :

a) Masyarakat membutuhkan suatu perlindungan terkait pertolongan anti sosial

yang dalam kaitannya merugikan serta membahayakan masyarakat. Adapun

tujuan dari penegakan hukum yakni menanggulangi kejahatan.

b) Masyarakat membutuhkan perlindungan terkait sifat bahaya seseorang.

Adapun dalam hal tersebut penegakan hukum pidana memiliki tujuan guna

melakukan perbaikan terhadap tingkah laku sehingga dapat kembali patuh

terhadap hukum serta dapat menjadi warga masyarakat yang baik dan

berguna.

17
Siti Sundari, dalam Achamad Faisal, Hukum Lingkungan : Pengaturan Limbah dan Paradigma Industri Hijau,
Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2016, halaman. 62
18
K. and Christiawan, P. I. (2018) ‘Etika Lingkungan Masyarakat Pesisir Di Kota Singaraja’, Jurnal Pendidikan
Geografi Undiksha, 6(3), pp. 154–162. doi: 10.23887/jjpg.v6i3.20702.
c) Masyarakat membutuhkan suatu perlindungan terkait penyalahgunaan sanksi

terhadap penegak hukum maupun warga masyarakat pada umumnya.

Pada dasarnya masyarakat membutuhkan perlindungan terkait keselarasan

pelbagai kebutuhan dan aspek yang terganggu yang merupakan hasil

dari terdapatnya kejahatan. Adapun penegakan hukum pidana seharusnya dapat

melakukan penyelesaian terhadap konflik yang muncul akibat suatu tindak pidana,

mampu mengembalikan kestabilan serta menjamin kedamaian masyarakat.

Adapun terkait sistem penegakan hukum pidana ataupun sistem peradilan pidana,

tentunya tidak dapat dipisahkan dari aspek kebenaran serta keadilan, karena pada

dasarnya esensi dari peradilan pidana yakni dengan tujuan menegakkan keadilan,

kebenaran, dan ketertiban. M. Faal berpendapat bahwa yang diartikan sebagai

sistem peradilan pidana (Criminal Justice System) yakni suatu sistem yang dimana

menjadi media dari suatu proses suatu peradilan pidana, yang setiap bagian fungsi

tersusun dari kepolisian sebagai penyidik, kejaksaan sebagai penuntun umum,

pengadilan sebagai sebagai pihak yang mengadili dan lembaga pemasyarakatan

yang berfungsi untuk memasyarakatkan kembali para terhukum, yang bekerja

secara bersama sama, terpadu di mana usaha untuk mencapai tujuan bersama yaitu

untuk menanggulangi kejahatan.19

2. Kerangka Konseptual

a. Optimalisasi merupakan sebuah tindakan, kegiatan, maupun metode untuk

menyusun sesuatu guna mencapai sesuatu lebih/sepenuhnya sempurna,

berfungsi, sera keefektifan maksimal20

19
Rochmani, Safik Faozi, Wenny Megawati, Instrumen Hukum Pidana Dalam Penyelesaian Perkara
Lingkungan Hidup Di Pengadilan, Prosiding SENDI_UI, Jakarta, 2018, halaman. 386

20
Syahrin Alvi, 2019. Beberapa Isu Hukum Lingkungan Kepidanaan, Medan: Sofmedia.
b. Penegakan hukum yakni suatu kegiatan menyelaraskan keterkaitan aspek-

aspek yang dikaitakan didalam prinsip dan aspek nilai yang tetap dan berupa

perilaku yang merupakan susunan pemaparan nilai guna menciptakan,

memelihara serta menjaga eksistensi kedamaian pergaulan hidup;

c. Hukum Pidana merupakan semua aspek dari peraturan-peraturan yang menjadi

tolak ukur tindakan seharusnya, dilarang dan termasuk ke dalam tindak

pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap yang

melakukannya.

d. Pidana merupakan suatu nestapa sifatnya khusus, yang diberikan kekuasaan

yang berwenang guna memberikan pidana terhadap nama negara yang

merupakan penanggung jawab terhadap ketertiban hukum umum bagi seorang

pelanggar, yang semata-mata karena orang tersebut melanggar suatu peraturan

hukum yang seharusnya ditegakkan oleh negara.

e. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup merupakan usaha tersistem

seta terpadu yang dilakukan guna melestarikan kegunaan lingkungan hidup

serta menghindari terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan

hidup yang termasuk perencanaan, penggunaan, pengendalian, pemeliharaan,

pengawasan, dan penegakan hukum.

f. Pencemaran Lingkungan Hidup merupakan termuatnya makhluk hidup, zat

energi, dan/atau komponen lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan

manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah

ditetapkan.

g. Perusakan lingkungan hidup merupakan tindakan yang menghasilkan

perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau
hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan

lingkungan hidup.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan sebuah prosedur guna mendapatkan pengetahuan

ilmiah serta ilmu terkait penelitian. Adapun metode penelitian merupakan cara

sistematis dalam penyusunan ilmu pengetahuan.

1. Jenis Penelitian

Adapun Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah

yuridis normatif (legal research), yakni penelitian yang terfokus pada pengkajian

penerapan-penerapan kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang

berlaku.

2. Pendekatan Penelitian

Metode pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian hukum ini yakni

deskriptif analitis. Adapun penelitian deskriptif analitis yakni penelitian dengan

tujuan guna menciptakan gambaran serta analisis yang sifatnya sistematis, faktual

seta akurat terkait fakta – fakta, termasuk hubungan fenomena yang diteliti.

3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang merupakan sumber data

utama, yang termasuk pada sumber data primer sebagai pendukung. Pada

umumnya suatu penelitian hukum normatif, sumber data sekunder diperoleh dari

studi kepustakaan (library research), yang dalam bentuk bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder serta bahan hukum tertier yang merupakan data utama

ataupun data pokok penelitian. Adapun bahan-bahan hukum terkait diperoleh dari

perpustakaan, yang terdiri dari :


a. Bahan hukum primer

Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-

undangan terkait obyek penelitian antara lain :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-undang RI Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan

Daerah;

b. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Buku Hukum Lingkungan Hidup

2. Jurnal Hukum Lingkungan

3. Hasil-hasil penelitian terdahulu

4. Akses internet

5. Karya tulis kalangan akademisi yang berhubungan dengan judul penelitian

yang diangkat

c. Bahan hukum tersier, merupakan bahan yang terdirii kamus-kamus hukum dan

kamus bahasa Indonesia, kamus bahasa inggris.

4. Teknik Pengumpulan Data


Adapun penelitian ini menggunakan teknis alat pengumpulan data dengan metode

pengumpulan data yakni :

Studi Dokumen (Library research) yaitu, teknik pengumpulan data diperoleh dari

bahan-bahan hukum yang sumbernya dari peraturan perundang-undangan, buku-

buku, dokumen resmi, publikasi, arsip pada Kementrian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan serta hasil penelitian yang relevan dengan permasalahan penelitian.

Bahan hukum yang telah dilakukan pengkajian serta telah dilakukan analisis

dalam penelitian hukum normatif, termasuk bahan hukum primer, sekunder dan

tersier. Teknik untuk mengkaji dan mengumpulkan bahan hukum itu, yakni

menggunakan studi dokumenter.

H. Sistematika Penulisan

BAB I  : PENDAHULUAN

a.) Latar Belakang

b.) Rumusan Masalah

c.) Tujuan Penelitian

d.) Manfaat Penelitian

e.) Ruang Lingkup

f.) Kerangka Teori

g.) Metode Penelitian

h.) Sistematika Penulisan

BAB II : Pembahasan

a.) Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

b.) Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pelaku Pencemaran Lingkungan


c.) Pengaturan Hukum Pidana Lingkungan Berdasarkan Undang-undang Nomor 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

d.)  Kendala dan Hambatan dalam Penegakan Hukum Pidana Lingkungan

BAB III : PENUTUP

a.) Kesimpulan 

b.) Saran

Daftar Pustaka

Buku

Manik, Pengelolaan Lingkungan Hidup (Depok: Prenadamedia Group, 2018), Hal.66.


Muhammad Natsir, Membangun Hukum Pidana Lingkungan Berbasis Syariah di

Aceh (Yogyakarta: Deepublish,, 2018), Hal. 2

Siahaan N.H.T. 2018. Hukum Lingkungan, (dilengkapi UU PLH 1997, PP

AMDAL 1999). Pancuran Alam, Jakarta.

Siti Sundari, dalam Achamad Faisal, Hukum Lingkungan : Pengaturan Limbah

dan Paradigma Industri Hijau, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2016, halaman. 62

Jurnal

Rochmani, Safik Faozi, Wenny Megawati, Instrumen Hukum Pidana Dalam

Penyelesaian Perkara Lingkungan Hidup Di Pengadilan, Prosiding SENDI_UI,

Jakarta, 2018, halaman. 386

K. and Christiawan, P. I. (2018) ‘Etika Lingkungan Masyarakat Pesisir Di

Kota Singaraja’, Jurnal Pendidikan Geografi Undiksha, 6(3), pp. 154–162. doi:

10.23887/jjpg.v6i3.20702.

Aditia Syaprillah, (2018) Hukum Lingkungan,Hal. 108

Oksfriani Jufri S dana Yennu Risjani, (2019) Indikator Pencemaran

Lingkungan, Hal. 10

Mustaqim (2018) ‘Analisis Perubahan Ekosistem Kawasan Pesisir Pulau

Sabang’, Jurnal Analisa Sosiologi Oktober, 7(2), pp. 224–242.

Anda mungkin juga menyukai