Anda di halaman 1dari 19

KEBIJAKAN NASIONAL HUKUM LINGKUNGAN DI INDONESIA

(THE NATIONAL ENVIRONMENTAL LEGAL POLICY IN INDONESIA)

Abdul Hamid, Fendy Oktavianto, Muhammad Fahrudin


Mahasiswa Magister Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta (UPNVJ)
e-mail:
mr.abdhamid92@gmail.com, fendyoktavianto@gmail.com, mfahrudin80@yahoo.co.id

Irwan Triadi
Program Studi Magister Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
e-mail: irwantriadi1@yahoo.com

ABSTRAK
Bila diartikan menurut istilah dari bahasa asing seperti bahasa Inggris, lingkungan
dikenal dengan sebutan environment, dalam bahasa Belanda disebut dengan millieu,
sedangkan dalam bahasa Melayu umumnya disebut dengan alam sekitar. Setelah
diamati bahwa lingkungan hidup ialah jadi bagian dasar dalam kehidupan manusia.
Artikel ini akan membahas antara lain bagaimana kebijakan nasional hukum lingkungan
di Indonesia dan implementasinya. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif,
dengan sumber data sekunder dan teknik analisis data dengan menganalisis peraturan
hukum yang terkait dengan kebijakan nasional hukum lingkungan di Indonesia. Terdapat
beberapa kebijakan nasional yang mengatur mengenai hukum lingkungan di Indonesia
seperti UUD 1945, UUPPLH, PP Nomor 22 Tahun 2021, dan sebagainya. Implementasi
kebijakan nasional hukum lingkungan telah terbukti secara nyata pada suatu kasus yang
mengakibatkan para pelaku dijatuhi hukuman pidana. masalah lingkungan tidak dapat
dikatakan masalah yang bersifat alami karena manusia memberikan faktor penyebab
yang sangat signifikan secara variabel bagi peristiwa-peristiwa lingkungan. Maka dari itu,
perlu adanya peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk pengelolaan
lingkungan hidup demi pelestarian lingkungan dengan melakukan konversi, rehabilitasi,
dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan.
Kata kunci: Hukum Lingkungan, Kebijakan Nasional, Lingkungan Hidup
Abstract
The term "lingkungan" is known as "environment," in Dutch it is called "millieu," while in
Malay it is commonly referred to as "alam sekitar." It has been observed that the
environment is a fundamental part of human life. This article will discuss, among other
things, the national environmental legal policy in Indonesia and its implementation. This
research adopts a normative approach, utilizing secondary data sources and data
analysis techniques to analyze legal regulations related to the national environmental
legal policy in Indonesia. There are several national policies governing environmental
law in Indonesia, such as the 1945 Constitution, the Environmental Protection and
Management Law (UUPPLH), Government Regulation Number 22 of 2021, and so on.
The implementation of the national environmental legal policy has been demonstrated
in a case where the perpetrators were sentenced to criminal penalties. Environmental
issues cannot be considered purely natural problems because humans contribute
significantly as variable factors to environmental events. Therefore, there is a need to
increase the utilization of natural resources for environmental management in order to
preserve the environment through conversion, rehabilitation, and conservation efforts
by implementing environmentally friendly technologies.
Keywords: Environmental Law, National Policy, Environment

2
A. PENDAHULUAN
Bila diartikan menurut istilah dari bahasa asing seperti bahasa Inggris,
lingkungan dikenal dengan sebutan environment, dalam bahasa Belanda disebut
dengan millieu, sedangkan dalam bahasa Melayu umumnya disebut dengan alam
sekitar. Setelah diamati bahwa lingkungan hidup ialah jadi bagian dasar dalam
kehidupan manusia. Pada dasarnya manusia dapat bernafas dan mendapatkan
cahaya karena terdapat ruang udara dan matahari, selain itu juga kebutuhan
manusia dalam memenuhi kebutuhan lainnya seperti makan, minum, bercocok
tanam, membuat rumah, mandi, dan berteduh merupakan bagian dari hakikat
lingkungan. Manusia dan makhluk hidup lainnya tentu tidak berdiri sendiri dalam
proses kehidupan, saling berinteraksi, dan membutuhkan satu sama lainnya.
Kehidupan yang ditandai dengan interaksi dan saling ketergantungan secara
teratur merupakan tatanan ekosistem yang di dalamnya mengandung esensi
penting, dimana lingkungan hidup sebagai satu kesatuan yang tidak dapat
dibicarakan secara terpisah.1
Lingkungan hidup menurut Munadjat Danusaputro, merupakan semua
benda dan kondisi termasuk manusia dan perbuatannya yang terdapat dalam
ruang tempat manusia berada dan memengaruhi serta berkaitan dengan
kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.2 Ketentuan yang ada pada
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH), menjelaskan yang dimaksud dengan lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, dan keadaan dan makhluk
hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang memengaruhi
kelangsungan kehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lainnya.3
Pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup terkait erat dengan
kesejahteraan rakyat di suatu negara. Melalui pengendalian dan pengelolaan
1
So Woong Kim. (2009). Kebijakan hukum pidana dalam upaya penegakan hukum lingkungan
hidup. Doctoral dissertation, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, hlm. 2.
2
Moh. Fadli, Mukhlish. (2016). Mustafa Lutfi, Hukum & Kebijakan Lingkungan. Malang : UB Press,
hlm. 3.
3
Lihat dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

1
lingkungan hidup maka kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pencegahan
serta penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan memerlukan
kerjasama para ahli lingkungan dari berbagai disiplin ilmu untuk meneliti bersama
faktor-faktor yang menghambat maupun mendorong pengembangan lingkungan
negara kita. Pada awalnya masalah lingkungan hidup merupakan masalah alami,
yaitu peristiwa-peristiwa yang terjadi sebagai bagian dari proses natural. Proses
ini terjadi tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan itu sendiri
dan dapat pulih secara alami. Akan tetapi, sekarang masalah lingkungan tidak
dapat dikatakan masalah yang bersifat alami, karena manusia memberikan faktor
penyebab yang sangat signifikan secara variabel bagi peristiwa-peristiwa
lingkungan.4
Sebagai jaminan dari adanya kepastian hukum agar masyarakat memiliki
kesadaran untuk turut serta dalam melestarikan lingkungan mereka, pemerintah
telah menyiapkan perangkat hukum khususnya hukum lingkungan untuk
menjerat para pencemar dan perusak lingkungan hidup. Pada tahun 1982
Indonesia mengeluarkan undang-undang yang sangat penting mengenai
pengelolaan lingkungan hidup Undang-Undang yang dimaksud ialah
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Lingkungan Hidup (UULH)
(filosofinya bertumpu pada “hukum lingkungan sebagai payung”) yang kemudian
telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) (filosofinya bertumpu pada “pengelolaan”) Kemudian
setelah itu telah disempurnakan dengan Undang-Undang yang terbaru yaitu
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH).5
Keberadaan regulasi ini besar harapannya dapat menjadi bahan acuan
bagi aparat penegak hukum untuk menindak pihak-pihak yang telah sengaja atau
tidak sengaja telah melakukan pencemaran lingkungan. Para penegak hukum
dapat menyelesaikan kasus-kasus tindak pidana lingkungan yang terjadi.
4
N.H.T. Siahaan. (2004). Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta: Erlangga, hlm.2.
5
Dani Amran Hakim. (2015). Politik Hukum Lingkungan Hidup di Indonesia Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 9(2), 114-132, hlm. 117

2
Menyadari perlunya dilakukan pengelolaan lingkungan hidup demi pelestarian
kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan, maka perlu meningkatkan pemanfaatan
potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konversi,
rehabilitasi, dan penghematan penggunaan dengan menerapkan teknologi ramah
lingkungan, serta mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan
ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta, penataan ruang, yang
pengusahaannya diatur dengan undang-undang.6
Tidak sedikit implementasi kebijakan mengenai pengelolaan sumber daya
hutan yang diprogramkan oleh pemerintah menemui kegagalan dalam
melindungi hutan maupun menekan jumlah masyarakat miskin di sekitar hutan.
Fakta adanya kerusakan hutan dan degradasi lingkungan adalah masalah besar
yang harus ditangani oleh pemerintah Indonesia. Selama sekitar 50 tahun, hutan
alam di Indonesia mengalami penyusutan secara drastis.
Persoalan yang menghinggapi kegagalan kebijakan yang dilaksanakan oleh
pemerintah bukan hanya karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum
atas eksploitasi hutan dan lingkungan yang destruktif, tetapi lebih pada
ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya hutan secara bijak
dan memperhatikan asas keberlanjutan. Hal ini juga dampak dari terbatasnya
sumber daya alam lainnya, sehingga banyak diantara pemilik kepentingan tetap
terpaku pada kondisi yang sama tanpa memperdulikan akibat yang terjadi
selanjutnya.7 Artikel ini akan membahas antara lain bagaimana kebijakan nasional
hukum lingkungan di Indonesia? Bagaimana implementasi kebijakan nasional
hukum lingkungan di Indonesia?

6
Lusiana Tijow. (1972). Kebijakan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Indonesia. In
Conference on the Human Environment,Vol. 5, hlm. 1
7
Robby Firmah Syah. (2017). Analisa Kebijakan Sektor Lingkungan: Permasalahan Implementasi
Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan di Indonesia. Jurnal of Governance, Vol.2 (1),1-17, hlm. 3

3
B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah penelitian
normatif. Penelitian normatif merupakan suatu penelitian kepustakaan yang
dilakukan dengan meneliti data sekunder. Penelitian ini dilakukan dengan
meneliti ketentuan-ketentuan yang ada di dalam peraturan perundang-undangan
dan literatur terkait.8
Penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder. Data sekunder
yang dimaksud terdiri bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun
bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah bahan yang isinya mengikat
karena dikeluarkan oleh pemerintah atau negara, meliputi antara lain, yaitu
perundang-undangan. Sedangkan bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan
yang isinya membahas bahan primer, seperti artikel, laporan penelitian, dan
berbagai karya tulis ilmiah lainnya. Termasuk yang dapat diakses melalui internet.
Baham hukum tersier adalah bahan-bahan yang bersifat menunjang bahan
primer dan sekunder, seperti kamus yang dapat dijadikan referensi atau bahan
acuan atau rujukan.9
Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan
(statute approach) untuk menganalisis pengaturan mengenai kebijakan
lingkungan hidup di Indonesia.10

C. PEMBAHASAN
1. Kebijakan Nasional Hukum Lingkungan Di Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau
besar maupun kecil yang berjumlah kurang lebih 17.504 pulau.11 Tentunya untuk
menjaga kelestarian kekayaan lingkungan hidup, Pemerintah Indonesia membuat

8
Soerjono Soekanto dan Sri Marmuji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat,
Kencana Prenada Group, Jakarta, 2007, hlm. 14.
9
Jhony Ibrahim, Teori dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hlm.
84.
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
2010, hlm. 39.
11
Ridwan Lasabuda. (2013). Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam Perspektif Negara
Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal Ilmiah Platax, Vol 1(2), 92-101, hlm. 93.

4
kebijakan hukum lingkungan di indonesia yang sejatinya berguna untuk menjaga
kelestarian lingkungan hidup. Kebijakan tersebut biasanya berisi tentang
peraturan terkait apa saja hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan
terkait dengan lingkungan di Indonesia. Berikut adalah beberapa dasar hukum
kebijakan nasional hukum lingkungan di Indonesia:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
1945)
Dasar hukum atas kebijakan nasional hukum lingkungan di Indonesia
yang paling utama terdapat pada ketentuan UUD 1945, tepatnya dalam
Pasal 33 ayat (3) yang berbunyi “Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”12 Makna atas pasal tersebut
berarti bahwa Negara memiliki kewajiban untuk memberikan
kemakmuran serta kesejahteraan kepada rakyatnya melalui
pemberdayaan sumber daya alam yang ada dengan sebaik-baiknya.
Dengan begitu, lingkungan yang di dalamnya mencakup sumber daya
alam13 juga termasuk kedalam prioritas negara untuk dilestarikan UU dan
dimanfaatkan bagi kehidupan masyarakat luas dan bukan untuk
kepentingan perorangan saja, karena prinsip yang terkandung dalam pasal
tersebut mengutamakan kebersamaan.14

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
Pada awalnya, dasar hukum mengenai pengelolaan lingkungan
hidup diatur pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan
tersebut merupakan langkah awal kebijakan untuk penegakan hukum
lingkungan hidup. UUPPLH Tahun 1992 memuat prinsip-prinsip
12
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
13
Rahayu Effendi, dkk. (2018). Pemahaman Tentang Lingkungan Berkelanjutan. MODUL Vol. 18(
2), 75-88, hlm. 77.
14
Elli Ruslina. (2012). Makna Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 Dalam Pembangunan Hukum
Ekonomi Indonesia. Jurnal Konstitusi, Vol. 9(1), 49-82, hlm. 61.

5
pengelolaan lingkungan hidup yang berfungsi memberikan arahan
(direction) bagi sistem hukum lingkungan nasional, dan setelah 15 tahun
akhirnya undang-undang ini pun dicabut karena dianggap kurang sesuai.
Agar terwujud pembangunan berkelanjutan seperti apa yang
dicita-citakan, undang-undang tersebut diganti yaitu dengan
Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 dan kemudian diganti lagi oleh Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 dengan alasan agar lebih menjamin kepastian
hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak setiap orang untuk
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.15 Secara garis besar,
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup berisikan tentang upaya sistematis dan
terpadu untuk melestarikan lingkungan serta sebagai upaya pencegahan
terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. Hal tersebut
terdapat pada Pasal 1 angka 2 UU Nomor 32 Tahun 2009 yang berbunyi
“Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya
sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,
pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.”
c. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan.16 Hutan merupakan salah satu kekayaan sumber daya alam
bangsa Indonesia yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu, hutan harus dijaga kelestariannya agar dapat diwariskan

15
Baginda Parsaulian. (2020). Analisis Kebijakan Dalam Upaya Penegakan Hukum Lingkungan Di
Indonesia. Jurnal Reformasi Administrasi, Vol. 7 (1), 56-62, hlm. 58.
16
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

6
dari generasi ke generasi.17 Mengingat hal tersebut, Pemerintah Indonesia
meluncurkan suatu produk hukum berupa Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan yang secara garis besar mengatur tentang
pengoptimalan dan peningkatan terkait kehutanan serta penjaminan
keberadaan hutan demi kepentingan masyarakat. Dalam undang-undang
tersebut juga mengatur berbagai ketentuan pidana antara lain ketentuan
pidana untuk merusak prasarana dan sarana perlindungan hutan,
membakar hutan, menebang pohon dalam kawasan hutan di luar
ketentuan, dan sebagainya.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 merupakan regulasi
pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Cipta
Kerja. PP ini mengatur mengenai persetujuan lingkungan; perlindungan
dan pengelolaan mutu air; perlindungan dan pengelolaan mutu udara;
perlindungan dan pengelolaan mutu laut; pengendalian kerusakan
lingkungan hidup; pengelolaan limbah B3 dan pengelolaan limbah non B3;
data penjamin untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup; sistem informasi
lingkungan hidup; pembinaan dan pengawasan; dan pengenaan sanksi
administratif. Pengawasan dan penegakan hukum Lingkungan Hidup
dilakukan untuk menjamin ketentuan yang telah ditetapkan dalam tahap
perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan dan akan mendapatkan konsekuensi apabila terjadi
penyimpangan dalam pelaksanaan Usaha dan/atau Kegiatan terhadap
kewajiban pada Persetujuan Lingkungan dalam Perizinan Berusaha atau
Persetujuan Pemerintah. Penerapan terhadap penegakan hukum

17
Andrew Shandy Utama dan Rizana. (2020). Penegakan Hukum Terhadap Kebakaran Hutan di
Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan. Jurnal Selat, Vol. 8 (1),108-120, hlm. 114.

7
dilakukan dengan prinsip ultimum remedium dan melalui tahapan
penerapan Sanksi Administratif.18
Pada PP Nomor 22 Tahun 2021 diperkenalkan beberapa
nomenklatur baru diantaranya adalah: Persetujuan Lingkungan adalah
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup/SKKLH (diterbitkan melalui
penyusunan AMDAL atau adendum ANDAL, RKL-RPL) atau Pernyataan
Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup/PKPLH (diterbitkan melalui
penyusunan UKL-UPL) yang menjadi prasyarat Perizinan Berusaha atau
Persetujuan Pemerintah.19
e. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Lingkungan
Pembentukan peraturan pemerintah ini dilatarbelakangi oleh
ketentuan Pasal 163 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan yang membahas mengenai akan dibuatnya peraturan
pelaksana untuk membahas mengenai standar baku mutu kesehatan
lingkungan dan proses pengolahan limbah yang sebelumnya dituliskan
terkait pemerintah, pemerintah daerah, serta peran serta masyarakat
untuk menjamin keadaan lingkungan sehat yang tidak buruk bagi
kesehatan, cakupan lingkungan sehat tersebut, serta unsur-unsur dari
lingkungan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan.20
Pengaturan terkait kesehatan lingkungan ini berkaitan erat dengan
salah satu tujuan dari pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan
yang menjaga kualitas lingkungan hidup. Kesehatan lingkungan
merupakan elemen yang sangatlah krusial, sehingga perlu dijaga agar
kualitas lingkungan yang sehat dan bebas dari unsur yang membahayakan
serta dapat membuat masyarakat tetap sehat.

18
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, terdapat pada
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/161852/pp-no-22-tahun-2021
19
H. Effendi, Mursalin, R. Sonaji. (2021). Dinamika Persetujuan Lingkungan dalam Perspektif
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan Turunannya. Jurnal Pengelolaan
Lingkungan Berkelanjutan, Vol.5 (3), 759-787, hlm. 761-762.
20
Pasal 163 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Lingkungan

8
2. Implementasi Kebijakan Nasional Hukum Lingkungan di Indonesia
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti
mengimplementasikan. Sementara kebijakan dapat didefinisikan sebagai suatu
ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum tentang penetapan ruang
lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada seseorang untuk bergerak.
Dari pengertian ini maka dapat disimpulkan bahwa, implementasi kebijakan yaitu
suatu tindakan yang dilakukan oleh individu/pejabat atau kelompok pemerintah
atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan yang telah digariskan dalam
keputusan yang mempunyai tujuan, yang dilakukan secara tertib dan berisikan
ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman guna mewujudkan sasaran
yang diinginkan.21
Persoalan Lingkungan merupakan persoalan yang sangat kompleks,
sehingga penyelesaiannya pun harus melakukan berbagai disiplin. Pada tingkat
Nasional, ada hal penting dimana Perjanjian Internasional yang telah diratifikasi
harus diimplementasikan melalui ketentuan-ketentuan yang bersifat tindak
lanjutan atas perjanjian Internasional tersebut. Tindak lanjut tersebut sangatlah
penting guna memberitahu bahwa perjanjian Internasional memang sudah
diimplementasikan atau dilaksanakan di Indonesia. Implementasi Hukum
Lingkungan Internasional kedalam Hukum Nasional Indonesia telah dilakukan
dengan adanya mengatur Hukum Nasional Indonesia, contohnya seperti terdapat
pada Undang-Undang Konservasi Sumber Daya Hayati. Undang-Undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, lalu ada
Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Undang-Undang tersebut
mencangkup berbagai macam prinsip-prinsip Hukum Lingkungan Internasional
yang ada di dalam berbagai perjanjian Internasional.

21
Siti Chotijah, Dewi Tuti Muryati, Tri Mulyani. (2017). Implementasi Kebijakan Pengelolaan
Limbah Rumah Sakit Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Kota Semarang, Jurnal Humani Vol.7(3),
223-236, hlm. 226.

9
a. Contoh Kasus
Pada Oktober 2019, Polisi mengungkap kasus pencemaran sludge
atau lumpur beracun yang dikubur dalam tanah perumahan di Desa
Darawolong, Kecamatan Purwasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Limbah sludge termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang
pengelolaan B3, sludge termasuk limbah B3 dengan kode limbah B351-4,
sehingga sludge, harus dikelola secara khusus dan tidak boleh dibuang
sembarangan. Berdasarkan pantauan di TKP, lumpur beracun ini
menimbulkan bau tidak sedap dan menyengat.22
Kasat Reskrim Polres Karawang, AKP Bimantoro Kurniawan
mengungkapkan bahwa limbah sludge berasal dari tiga perusahaan tekstil
di Bandung, yaitu PT. FJ, PT. BCP, dan PT. TB. Limbah seharusnya diantar
ke PT. WI di Tangerang untuk dimusnahkan. Namun, demi meraup
keuntungan, PT. RPW dan PT. LSA selaku pihak ketiga yang mengantar
limbah, justru menyelundupkan limbah tersebut.
Sebanyak puluhan ton lumpur beracun diangkut menggunakan 5
dump truk dari Bandung ke Karawang. Agar tidak mengundang perhatian,
truk-truk tersebut tiba pada malam hari. Namun, pada 29 Oktober 2019
aksi mereka diketahui oleh warga.23 Selanjutnya, dua orang ditetapkan
sebagai tersangka dalam kasus ini yakni SI, yang merupakan koordinator
lapangan pembuangan limbah dan NH, direktur PT. RPW dan PT. LSA. SI
dan NH dijerat Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman
hukuman tiga tahun penjara atau denda sebanyak Rp 3 miliar.

22
Farida Farhan,
https://regional.kompas.com/read/2019/10/31/05335221/lumpur-beracun-dikubur-di-tanah-pro
yek-perumahan-di-karawang?page=all, diakses pada tanggal 14 Maret 2024 pukul 19.30 WIB.
23
Luthfiana Awaluddin,
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4830829/lumpur-beracun-yang-dikubur-di-karawang
-milik-pabrik-tekstil-area-bandung, diakses pada tanggal 14 Maret 2024 pukul 19.35 WIB.

10
b. Analisis Kasus
Menurut pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bahwa “Untuk
menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup, ditetapkan
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.” Menurut Pasal 1 angka 1
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 150 Tahun 2000 Tentang
Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa bahwa Kriteria
baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah ukuran batas
perubahan sifat dasar tanah yang dapat ditenggang, berkaitan dengan
kegiatan produksi biomassa. Kasus yang sudah dijelaskan di atas
memenuhi kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa yang
dimana dapat dilihat bahwa pembuangan limbah beracun yang dilakukan
dengan mengubur limbah yang dilakukan di lahan pemukiman dan dekat
dengan persawahan yang dimana dengan adanya pembuangan limbah
yang tidak bertanggung jawab ini akan merubah sifat tanah dan akan
mengganggu kegiatan produksi biomassa.
Maka, dengan adanya pembuangan limbah dengan tidak
bertanggung jawab itu berlaku Pasal 60 Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
yang menyebutkan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan dumping
limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin” Pasal ini
berlaku pada pembuangan limbah beracun tersebut karena memang
sudah jelas bahwa pembuang limbah yang dilakukan oleh perusahaan
tekstil tersebut tidak memiliki izin untuk melakukan pembuangan limbah.
Oleh karena itu, dengan adanya pelanggaran itu akan menimbulkan akibat
hukum yang dimana dapat dijatuhkan sanksi yang tercantum dalam Pasal
104 Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyebutkan “Setiap orang yang
melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan

11
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”
Bahwa peristiwa pembuangan limbah beracun ini dilakukan oleh
perusahaan, maka pertanggungjawaban pidana, tuntutan pidana, dan
sanksi pidana akan dilimpahkan kepada orang yang telah melakukan
perintah ataupun orang yang bertindak sebagai orang yang memimpin
pembuangan limbah beracun tersebut. Hal ini juga disebutkan dalam
Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

c. Opini
Pelaku tindak pidana kerusakan lingkungan haruslah bertanggung
jawab dan diberikan sanksi tegas, baik itu individu atau perusahaan. Tidak
sedikit orang yang menyepelekan perlindungan terhadap lingkungan
hidup padahal pada nyatanya hal ini adalah masalah genting yang terjadi.
Jika dilihat dari kasus di atas, bentuk kerusakan lingkungan yang dilakukan
adalah sludge yang dibuang sembarangan. Tindakan ini menimbulkan
dampak yang merugikan terhadap lingkungan hidup, terutama sekitar
tempat pembuangan limbah sludge karena termasuk ke dalam limbah B3,
yaitu bahan beracun dan berbahaya.
Selain memiliki dampak terhadap lingkungan, limbah B3 juga
merugikan bagi kesehatan manusia. Pengaruh limbah B3 pada manusia
memiliki dua kategori, yaitu efek akut dan efek kronis. Efek akut mampu
memunculkan kerusakan susunan saraf, sistem pencernaan,
kardiovaskuler, dan pernafasan, serta penyakit kulit bahkan kematian.
Efek kronis mampu memunculkan efek pemicu kanker, mutasi sel tubuh,
cacat bawaan, serta kerusakan sistem reproduksi.
Oleh karena itu, pelaku tindak sludge haruslah dijatuhkan sanksi
yang tercantum dalam Pasal 104 Undang-Undang No. 39 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

12
menyebutkan “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau
bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).”

D. PENUTUP
1. Kesimpulan
Kekayaan alam yang terdapat dan dikuasai dalam suatu negara haruslah
digunakan untuk kemakmuran serta kesejahteraan kepada rakyatnya dengan
sebaik-baiknya. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) yang
didukung oleh Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Lingkungan.

Dewasa ini, masalah lingkungan tidak dapat dikatakan masalah yang


bersifat alami karena manusia memberikan faktor penyebab yang sangat
signifikan secara variabel bagi peristiwa-peristiwa lingkungan. Maka dari itu,
perlu adanya peningkatan pemanfaatan potensi sumber daya alam untuk
pengelolaan lingkungan hidup demi pelestarian lingkungan dengan melakukan
konversi, rehabilitasi, dan penghematan penggunaan dengan menerapkan
teknologi ramah lingkungan.

2. Saran
Pemerintah diharapkan untuk mengimplementasikan aturan dan sanksi
tegas yang terdapat dalam undang-undang bagi pihak yang melanggar.
Pemerintah dapat membuat program-program di bidang lingkungan yang
bertujuan untuk membuka kesadaran masyarakat dalam pentingnya
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Masyarakat haruslah memiliki
kesadaran dalam ikut serta menjaga dan melestarikan lingkungan hidup.

13
Kesadaran ini bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti tidak membuang sampah
sembarangan, melakukan kegiatan kerja bakti, dan membuat ruang terbuka
hijau.

14
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH).
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Lingkungan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Buku
Fadli, Moh, Mukhlish. (2016). Mustafa Lutfi, Hukum & Kebijakan Lingkungan.
Malang : UB Press.
Ibrahim, Jhony, (2004) Teori dan Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Publishing, Malang.
Marzuki, Peter Mahmud, (2010) Penelitian Hukum Edisi Revisi, Kencana Prenada
Media Group, Jakarta.
Siahaan, N.H.T. (2004). Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta:
Erlangga.
Soekanto, Soerjono dan Sri Marmuji, (2007), Penelitian Hukum Normatif: Suatu
Tinjauan Singkat, Kencana Prenada Group, Jakarta.

Jurnal
Chotijah, Siti, Dewi Tuti Muryati, Tri Mulyani. (2017). “Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Kota
Semarang”. Jurnal Humani Vol.7 (3), 223-236.
Effendi, H., Mursalin, R. Sonaji. (2021). “Dinamika Persetujuan Lingkungan dalam
Perspektif Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan
Turunannya”. Jurnal Pengelolaan Lingkungan Berkelanjutan, Vol. 5 (3),
759-787.

15
Effendi, Rahayu, dkk. (2018). “Pemahaman Tentang Lingkungan Berkelanjutan”.
MODUL Vol. 18( 2), 75-88.
Hakim, Dani Amran. (2015). “Politik Hukum Lingkungan Hidup di Indonesia
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”. Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 9(2), 114-132.
Lasabuda, Ridwan. (2013). “Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan Dalam
Perspektif Negara Kepulauan Republik Indonesia”. Jurnal Ilmiah Platax,
Vol 1(2), 92-101.
Parsaulian, Baginda. (2020). “Analisis Kebijakan Dalam Upaya Penegakan Hukum
Lingkungan Di Indonesia”. Jurnal Reformasi Administrasi, Vol. 7 (1), 56-62.
Ruslina, Elli. (2012). “Makna Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 Dalam
Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia”. Jurnal Konstitusi, Vol. 9(1),
49-82.
Syah, Robby Firmah. (2017). “Analisa Kebijakan Sektor Lingkungan: Permasalahan
Implementasi Kebijakan Pengelolaan Kawasan Hutan di Indonesia”. Jurnal
of Governance, Vol.2 (1), 1-17.
Tijow, Lusiana. (1972). “Kebijakan Hukum Pengelolaan Lingkungan Hidup Di
Indonesia”. In Conference on the Human Environment, Vol. 5.
Utama, Andrew Shandy, Rizana. (2020). “Penegakan Hukum Terhadap Kebakaran
Hutan di Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan”. Jurnal Selat, Vol. 8 (1),
108-120.

Website
Awaluddin, Luthfiana. "Lumpur Beracun yang Dikubur di Karawang Milik Pabrik
Tekstil Area Bandung"
https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-4830829/lumpur-beracun-ya
ng-dikubur-di-karawang-milik-pabrik-tekstil-area-bandung, diakses pada
tanggal 1 September 2022 pukul 19.35 WIB.

16
Farhan, Farida. "Lumpur Beracun Dikubur di Tanah Proyek Perumahan di
Karawang",
https://regional.kompas.com/read/2019/10/31/05335221/lumpur-berac
un-dikubur-di-tanah-proyek-perumahan-di-karawang?page=all, diakses
pada tanggal 1 September 2022 pukul 19.30 WIB.

17

Anda mungkin juga menyukai