Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/354688035

Makalah Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Lingkungan

Article · September 2021

CITATION
READS
1
315

1 author:

Pricia Indah Lintang Lestari


Universitas Sebelas Maret
3 PUBLICATIONS 1 CITATION

All content following this page was uploaded by Pricia Indah Lintang Lestari on 19 September 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Hukum Lingkungan
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Alternatif Sengketa Kelas
L
Dosen Pengampu: Fatma Ulfatun Najicha S.H.,M.H.

Disusun oleh :

Pricia Indah Lintang Lestari

E0019335

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemerintah telah mencanangkan program pembangunan berkelanjutan atau


sustainable development, yaitu pembangunan yang dilakukan dengan berwawasan
lingkungan. Dalam pembangunan berkelanjutan harus dipenuhi syarat-syarat yaitu pertama,
adanya kelestarian lingkungan dan kedua, dipenuhinya hak masyarakat akan lingkungan
yang bersih dan sehat1. Dalam rangka menjamin terlaksanya pembangunan tersebut maka
perlu adanya tanggung jawab terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut
tercantum di dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi “bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat”. Berdasarkan pasal tersebut maka dapat dipahami bahwa
negara memiliki hak untuk mengatur dan mengelola sumberdaya alam yang ada di Indonesia
demi meningkatkan kemakmuran rakyat. Pembangunan yang dilakukan ini tidak hanya
membawa dampak positif bagi kelangsungan hidup manusia tetapi juga membawa beberapa
dampak negatif bagi lingkungan hidup misalnya pada kasus kerusakan hutan akibat adanya
kegiatan pertambangan. Munculnya dampak negatif terhadap kualitas lingkungan hidup
adalah suatu realitas bahwa pembangunan yang dilaksanakan tidak memperhatikan aspek
lingkungan hidup. Dalam pelaksanaannya seringkali pemanfaatan sumber daya ini
mendatangkan konflik kepentingan antara pencemar dan korban yang dicemari. Dalam
rangka mengatasi munculnya konflik tersebut maka diperlukan suatu aturan hukum yang
pada saat ini adalah UU No. 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.

Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber kesejahteraan
rakyat semakin menurun keadaannya, oleh sebab itu eksistensi hutan harus dijaga secara
terus menerus agar keberlangsungan hutan tidak rusak dan tetap abadi. Ketentuan Pasal 2
huruf (a) Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan

1
S. Andi Sutrasno, Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (Studi kasus
sengketa Antara PT. Indo Acidatama Chemical Industry dengan Petani Desa Kemiri Kecamatan
Kebakkramat Kabupaten Karanganyar)
Lingkungan Hidup disebutkan bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan berdasarkan asas tanggungjawab Negara. Namun didalam praktiknya
Indonesia gagal dalam mengelola lingkungan hidup. Sektor pertambangan sebagai salah satu
sektor utama dalam perekonomian seringkali dalam praktiknya usaha pertambangan yang
dilakukan dalam kawasan hutan berakibat pada rusaknya hutan hal ini terjadi karena dalam
pelaksanaannya kegiatan pertambangan seringkali tidak memperhatikan prinsip lingkungan
hidup, transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pengoperasiannya. Problematika dalam
pengelolaan sumber daya alam dalam sektor pertambangan ini akhirnya menimbulkan
konflik antara pengusaha dengan masyarakat yang merasa dirugikan. Dalam rangka
menyelesaikan konflik tersebut maka diperlukan suatu mekanisme penyelesaian sengketa
baik melalui jalur litigasi maupun jalur non litigasi. Alternatif penyelesaian sengketa sebagai
salah satu mekanisme penyelesaian sengketa diminati para pihak karena dinilai lebih
fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan pihak yang bersengketa dibandingan dengan
proses penyelesaian sengketa melalui litigasi (pengadilan).

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sitem penegakan hukum lingkungan dalam sengketa pertambangan?
2. Bagaimana alternatif penyelesaian sengketa diatur dalam hukum lingkungan?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui sistem penegakan hukum lingkungan dalam sengketa pertambangan
2. Mengetahui Alternatif Penyelesaian Sengketa yang diatur dalam hukum lingkungan
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Sistem Penegakan Hukum Lingkungan

Permasalahan yang kerap terjadi berkaitan dengan aktifitas pertambangan adalah


berkaitan dengan masalah perizinan, dimana pemerintah dalam hal ini memiliki andil dalam
memberikan perizinan dalam aktivitas pertambangan, terlalu banyak izin pertambangan
yang menyebabkan degradasi di Indonesia sebenarnya berasal dari warisan korup dari sistem
politik dan ekonomi dan asumsi bahwa sumber daya alam, khususnya hutan merupakan
sumber pendapatan yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam mengejar keuntungan
pribadi, terlepas dari pengaruhnya terhadap kelestarian ekosistem hutan (Asmeri, Alvionita
& Gunardi, 2017; Rokhmawati, Gunardi & Rossi, 2017; Gunardi, Febrian &
Herwany,2016). Pengoperasian kawasan hutan berdampak pada banyaknya izin
pertambangan yang dibuka dan menyebabkan degradasi hutan yang cukup mengejutkan.2.
Faktor terbesar yang memegang peranan utama atau kunci utama dalam kerusakan hutan di
Indonesia adalah sistem politik, hukum dan ekonomi di Indonesia yang sangat lemah,
sehingga masih banyak yang menganggap bahwa sumber daya hutan merupakan sumber
pendapatan yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi3.

Penegakan hukum lingkungan bersifat represif dan bersifat preventif. Penegakan


hukum lingkungan yang bersifat represif ditujukan untuk menanggulangi perusakan
lingkungan dengan menjatuhkan atau memberikan sanksi berupa sanksi pidana (penjara dan
denda), sanksi perdata (ganti kerugian atau tindakan tertentu), dan sanksi administrasi
(paksaan pemerintahan, uang paksa, dan pencabutan izin). Sedangkan penegakan hukum
lingkungan yang bersifat preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau
tindakan yang dapat menimbulkan perusakan atau pencemaran lingkungan. Pada saat ini
instrumen hukum yang ditujukan untuk penegakan hukum lingkungan yang bersifat

2
I Gusti Ketut Rachmi Handayani, Adi Sulistiyo, Tommy Leonard, Ardi Gunardi, Fatma Ulfatun Najicha,
Environmetal Management Strategy in Mining Activities in Forest Area Accordance With The Based
Justice in Indonesia, dalam Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues Volume 21, Issue 2, 2018
3
Griselda Joy Sputro, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Fatma Ulfatun Najicha, Analisis Upaya
Penegakan Hukum dan Pengawasan Mengenai Kebakaran Hutan di Provinsi Kalimantan Barat, dalam
Jurnal Manajemen Bencana (JMB) Vol. 7, No. 1, Mei 2021, p 27-36
preventif adalah AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan Perizinan.
Penegakan hukum lingkungan yang bersifat represif dilakukan setelah adanya perbuatan
atau tindakan yang mengakibatkan terjadinya perusakan lingkungan4

Penegakan Hukum Lingkungan administratif di bidang pertambangan berupa


peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau
operasi produksi, dan pencabutan Izin. Penegakan hukum lingkungan kepidanaan di bidang
pertambangan berupa pidana penjara dan denda atas tidak memiliki izin, pemberian
informasi palsu dan penerapan pidana tambahan yang berupa perampasan barang yang
digunakan dalam melakukan tindak pidana, perampasan keuntungan yang diperoleh dari
tindak pidana, dan kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana5.

Upaya Penegakan Hukum mengenai lingkungan hidup ini dijelaskan dalam Undang
– Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH yang menjelaskan bahwa penegakan hukum
pidana mempertimbangkan sanksi pidana minimum daripada sanksi pidana maksimum,
pengembangan alat bukti, aturan pidana bagi pelanggaran baku mutu, menyelaraskan
penegakan hukum pidana, dan memberi aturan mengenai tindak pidana korporasi. Dalam
penegakan hukum di bidang lingkungan ini tetap memperhatikan asas ultimum remedium,
akan tetapi penerapan asas ultimum remedium ini dilaksanakan sebagai upaya hukum
alternatif atau upaya hukum terakhir yang dilakukan apabila penerapan sanksi administartif
gagal memberikan efek jera kepada para pelaku. Namun, terdapat beberapa pelanggaran
yang dapat dilakukan upaya penegakan hukum pidana, yaitu pemidanaan terhadap
pelanggaran baku mutu air limbah, baku mutu emisi, dan baku mutu gangguan.6

2.2. Alternatif Penyelesaian Sengketa


Kegiatan pertambangan telah sangat meluas meliputi seluruh hutan Indonesia yang
berakibat kerusakan lingkungan alam dan menciptakan lingkungan buruk bagi kesehatan,
penurunan kualitas SDM, rusaknya infrastruktur, hilangnya hak ulayat, rusaknya

4
Zairin Harahap, Penegakan Hukum Lingkungan Menurut UUPLH, dalam Jurnal Hukum. No.27 Vol. 11
September 2004: 7 -22
5
Franky Butar-Butar, Penegakan Hukum Lingkungan di Bidang Pertambangan, dalam Yuridika Vol. 25
Bo. 2, Mei-Agustus 2010: 151-168
6
Isya Anung Wicaksono, Fatma Ulfatun Najicha, Penerapan Asas Ultimum Remedium Dalam Penegakan
Hukum di Bidang Lingkungan Hidup, dalam Pagaruyan Law Journal Volume 5 No. 1. Juli 2021
perkebunan rakyat, kemiskinan, penyebab utama banjir dan problema lingkungan yang
buruk yang berkesinambungan. Kegiatan penambangan di Indonesia tidak mencerminkan
penerapan hukum lingkungan yang berbasis progresif tetapi hanya mengambil aspek yang
menguntungkan daerah terhadap UU No.4 Tahun 2009 tentang Minerba tanpa mengaitkan
dengan UU yang berbasis Pengelolaan Lingkungan seperti UU No. 32 Tahun 2009, UU
N0. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 41 tahun 1999 tentang
kehutanan.7 Problematika dalam pengelolaan sumber daya alam dalam sektor
pertambangan ini akhirnya menimbulkan sengketa lingkungan hidup yang mengakibatkan
perlu adanya suatu mekanisme penyelesaian sengketa.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur dalam Pasal 84 Undang-Undang


Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) yang
menyatakan bahwa “Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui
pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang
bersengketa. Penyelesaian sengketa non litigasi pada dasarnya muncul karena adanya
ketidakpuasan terhadap penyelesaian sengketa secara litigasi. Penyelesaian non litigasi
dibedakan menjadi dua yaitu ADR (Alternative Dispute Resolution) dan Arbitrase.
Alternatif Dispute Resolution (ADR) sering diartikan sebagai alternative to litigation dan
alternative to adjudication. Pilihan terhadap salah satu dari dua pengertian tersebut
menimbulkan implikasi yang berbeda. sebagai alternative to litigation maka ADR adalah
salah satu mekanisme penyelesaian sengketa non litigasi dengan mempertimbangkan
segala bentuk efisiensinya dan untuk tujuan masa yang akan datang sekaligus
menguntungkan bagi pihak yang bersengketa. Sedangkan apabila ADR dimaknai sebagai
alternative to adjudication dapat meliputi mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat
konsensus seperti halnya negoisasi, mediasi dan konsiliasi.8. Mekanisme penyelesaian di
luar pengadilan pada dasarnya memiliki tujuan finansial dan non finansial. Tujuan

7
Fatma Ulfatun Najicha, Albertus Sentot Sudarwanto, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Politik
Hukum Perundang-Undangan Kehutanan Dalam Pemberian Izin Kegiatan Pertambangan di Kawasan
Hutan Ditinjau dari Strategi Pengelolaan Lingkungan Hidup, dalam Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS
Vol V No. 1 Januari-Juni 2017
8
Rachmad Safa’at, Indah Dwi Qurbani, Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertambangan (Studi di
Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur, dalam Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 1, Maret 2017
finansial menekankan aspek monetery settlement atau ganti rugi, sedangkan non
finansial lebih mengarah pada tindakan tertentu seperti memasang atau memperbaiki
Unit Pengelolaan Limbah (UPL) sehingga menghasilkan limbah dengan standarisasi Baku
Mutu Lingkungan Hidup (BMLH).

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan yang diatur dalam Pasal 85
menyatakan bahwa Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan
untuk mencapai kesepakatan tentang; Bentuk dan besaran ganti rugi, tindakan pemulihan
akibat pencemaran atau kerusakan, tindakan khusus untuk menjamin bahwa pencemaran
atau pemusnahan, tindakan khusus untuk menjamin bahwa pencemaran atau pemusnahan
tidak akan terulang kembali, tindakan untuk mencegah dampak negatif terhadap
lingkungan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku untuk kejahatan
lingkungan sebagaimana diatur dalam Hukum. Dalam penyelesaian sengketa lingkungan
hidup di luar pengadilan, jasa mediator atau arbiter dapat digunakan untuk membantu
menyelesaikan sengketa lingkungan.9.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh Pemerintah dalam penerapannya


seringkali menimbulkan konflik karena membawa dampak negatif terhadap kualitas
lingkungan hidup. Munculnya dampak negatif ini adalah suatu realitas bahwa pembangunan
yang dilaksanakan tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup. Salah satu contohnya
dalam sektor pertambangan dimana dalam pelaksanaannya kegiatan pertambangan
seringkali tidak memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi dan partisipasi
masyarakat dalam pengoperasiannya. Problematika dalam pengelolaan sumber daya alam
dalam sektor pertambangan ini akhirnya menimbulkan konflik antara pengusaha, pemerintah
dan masyarakat yang merasa dirugikan. Upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini
dapat dilaksanakan melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Penyelesaian sengketa melalui

9
Fatma Ulfatun Najicha, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Lego Karjoko, Handling of Fire Forest
in Environmental Hazards, Medico-legal Update, January-March 2021, Vol. 21, No. 1
ADR dapat dijadikan solusi berkaitan dengan penyelesaian sengketa lingkungan hidup
karena diniliai lebih efisien dan fleksibel karena tidak memerlukan waktu yang lama dan
lebih melibatkan peran masyarakat dalam penyelesaiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Fatma Ulfatun Najicha, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Lego Karjoko. (2021) (Handling of Fire
Forest in Environmental Hazards, Medico-legal Update, January-March 2021, Vol. 21, No. 1

Franky Butar-Butar, (2010). Penegakan Hukum Lingkungan di Bidang Pertambangan, dalam Yuridika
Vol. 25 Bo. 2, Mei-Agustus 2010: 151-168

Griselda Joy Sputro, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Fatma Ulfatun Najicha, (2021) Analisis
Upaya Penegakan Hukum dan Pengawasan Mengenai Kebakaran Hutan di Provinsi Kalimantan
Barat, dalam Jurnal Manajemen Bencana (JMB) Vol. 7, No. 1, Mei 2021, p 27-36

I Gusti Ketut Rachmi Handayani, Adi Sulistiyo, Tommy Leonard, Ardi Gunardi, Fatma Ulfatun Najicha,
(2018). Environmetal Management Strategy in Mining Activities in Forest Area Accordance With
The Based Justice in Indonesia, dalam Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues Volume
21, Issue 2, 2018

Isya Anung Wicaksono, Fatma Ulfatun Najicha, (2021). Penerapan Asas Ultimum Remedium Dalam
Penegakan Hukum di Bidang Lingkungan Hidup, dalam Pagaruyan Law Journal Volume 5 No. 1.
Juli 2021

Rachmad Safa’at, Indah Dwi Qurbani. (2017). Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertambangan (Studi di
Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa Timur, dalam Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 1,
Maret 2017

S. Andi Sutrasno, Model Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (Studi kasus
sengketa Antara PT. Indo Acidatama Chemical Industry dengan Petani Desa Kemiri Kecamatan
Kebakkramat Kabupaten Karanganyar)

Zairin Harahap. (2004). Penegakan Hukum Lingkungan Menurut UUPLH, dalam Jurnal Hukum. No.27
Vol. 11 September 2004: 7 -22

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai