Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/354682235

PENYELESAIAN SENGKETA PERTAMBANGAN DI KAWASAN HUTAN INDONESIA


MELALUI NON LITIGASI

Article · September 2021

CITATIONS READS

0 42

1 author:

Risty Sekar Yuhana


Universitas Sebelas Maret
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

PENYELESAIAN SENGKETA PERTAMBANGAN DI KAWASAN HUTAN INDONESIA MELALUI NON LITIGASI View project

All content following this page was uploaded by Risty Sekar Yuhana on 18 September 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PENYELESAIAN SENGKETA PERTAMBANGAN DI KAWASAN HUTAN

INDONESIA MELALUI NON LITIGASI

Risty Sekar Yuhana /E0019370


Alternatif Penyelesaian sengketa (L)
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2021

I. LATAR BELAKANG

Hutan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan dan memiliki peran penting
dalam keberlangsungan kehidupan makhluk hidup lainya . seiring berkembangnya kehidupan
semakin berkembangnya juga aktivitas dan kebutuhan manusia dalam memenuhi kebutuhan dan
keberlangsungan hidup nya , Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber
kesejahteraan rakyat yang semakin menurun keadaannya, oleh sebab itu eksistensi hutan harus
dijaga secara terus menerus agar keberlangsungan hutan tidak rusak dan tetap abadi1. Hutan
indonesia merupakan jenis hutan yang sangat kaya akan kekeayaan alamnya , termasuk batubara
dan mineral (bahan pertambangan ). Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan
atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dpertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
Kawasan hutan perlu ditetapkan untuk menjamin kepastian hukum mengenai status kawasan
hutan, letak batas dan luas wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi
kawasan tetap.2

Sudah sejak lama kawasan-kawasan hutan lindung dan konservasi di Indonesia banyak
menyimpan bahan tambang yang menjadi incaran para investor. Fenomena yang terjadi dan tidak
bisa terelakan lagi adalah munculnya beberapa perusahaan yang melakukan aktifitas
pertambangan di dalam kawasan hutan lindung3 , berdasarkan Undang-Undang Kehutanan yang
diperjelas dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan lindung Untuk Penambangan Bawah Tanah Pasal 2 ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa di
dalam kawasan hutan lindung dapat dilakukan kegiatan penambangan dengan metode
penambangan bawah tanah, penggunaan kawasan ini dilakukan tanpa mengubah peruntukan dan
fungsi pokok kawasan hutan lindung. Namun dalam mekanisme pelaksanaan nya terdapat
permasalahan terutama mengenai kemampuan dn tanggung jawab perusahaan pertambangan
dalam mengembalikan objek pinjam kawasan hutan lindung tersebut sesuai semula . sehingga
menyebabkan masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar tambang tersebut mengalami
ketimpangan ekonomi dan sosial. Sebagai contoh Perusahaan batubara, PT Buana Tambang Jaya
1
Intan Sekar Arum dkk, ―Pertanggungjawaban Indonesia Terhadap Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan dalam Hukum
Internasional‖. Jurnal Justitia Jurnal Hukum ,Volume 1 No 6 http://103.114.35.30/index.php/Justitia/article/view/6426 ,
September 2021
2
Ibid.
3
Fatma Ulfatun Najicha,‖ Dampak Kebijakan Alih Fungsi Kawasan Hutan Lindung Menjadi Areal Pertambangan Berakibat
Pada Degradasi Hutan ‖. Proceeding of Conference on Law and Social Studies,September 2021
di Riau Operasi tambang akan menimbulkan konflik sosial dan kerusakan lingkungan. (Najicha,
2021) munculnya sengketa/konflik antar pihak yang terlibat dan terdampak dari kegiatan
pertambangan sangat lah mungkin terjadi , oleh karena itu dalah makalah ini penulis hendak
membahas mengenai bagaimana penyelesaian sengketa pertambangan di kawasan hutan
indonesia melalui non litigasi . sehingga diharapkan dengan makalah ini dapat memberi
informasi kepada pembaca mengenai penyelesaian sengketa melalui non litigasi khusus nya
dalam sengketa pertambangan .

II. PEMBAHASAN

Undang-Undang Kehutanan yang diperjelas dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun


2011 tentang Penggunaan Kawasan Hutan lindung Untuk Penambangan Bawah Tanah Pasal 2
ayat (1) dan (2) disebutkan bahwa di dalam kawasan hutan lindung dapat dilakukan kegiatan
penambangan dengan metode penambangan bawah tanah, penggunaan kawasan ini dilakukan
tanpa mengubah peruntukan dan fungsi pokok kawasan hutan lindung. Sehingga dengan adanya
izin tersebut menyebabkan banyaknya pembukaan pertambangan di hutan lindung , Pembukaan
izin pertambangan yang besar menyebabkan degradasi hutan dan telah dimulai selama 32 tahun
regenerasi hutan rezim Orde Baru, menunjukkan secara jelas bagaimana sektor kehutanan
memegang peran penting dalam perekonomian Indonesia. Saat ini tutupan hutan di kawasan
hutan Provinsi Jawa Timur masih kurang dari 30% (28,47%), sedangkan kegiatan pertambangan
dalam kawasan hutan tentu meningkatkan angka deforestasi. Sehingga penerbitan Izin Pinjam
Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999
tentang Kehutanan yang mengamanatkan luas kawasan hutan minimal 30%, dari luas DAS atau
Pulau dengan sebaran secara proporsional. Sebagai contoh pada tanggal 25 Juli 2014, setelah
penurunan status hutan lindung, maka keluarlah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) No.
812/Menhut –II/ 2014, serta pada tanggal 29 Februari 2016 dengan surat nomor
18/1/IPPKH/PMDN/2016. (Najicha, 2021)

Namun, dalam Buku Basis Data Spasial Kehutanan 2016 yang dipublikasikan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menyebutkan bahwa Izin Pinjam Pakai Kawasan
Hutan (IPPKH) dengan nomor SK.812/Menhut-II/2014 yang dimiliki PT Bumi Suksesindo (anak
perusahaan PT Merdeka Cooper Gold), ada di kategori: Non Tambang. Hal ini jelas tidak sesuai
dengan aktivitas PT Bumi Suksesindo yang jelas-jelas melakukan kegiatan ekstraksi Sumber
Daya Alam, dalam hal ini adalah pertambangan emas (Walhi Jatim, 2018). Sehingga perbedaan
pendapat tersebut dapat menyebabkan adanya sengketa antar pihak yang berbeda kepentingan
atau dengan pihak yang dirugikan . rusaknya wilayah hutan juga dapat disebabkan karena tidak
adanya kesinkronan atau keselarasan antar peraturan-peraturan, lemahnya kapasitas dan peran
instansi pemerintah pusat dan daerah sehingga tidak tertanganinya konflik sosial dan mudahnya
kawasan hutan negara memiliki akses terbuka, serta besarnya hambatan dalam melakukan
sinkronisasi kebijakan akibat perbedaan persepsi dan tingginya konflik kepentingan. (Johanna
Griselda Joy Saputro, 2021)
Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sudah diatur dalam Undang –
Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
bertujuan untuk mengelola dan melindungi lingkungan hidup dengan berbagai macam upaya
yang terpadu untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum.4 Dan terkait dengan a terkait penambangan pada kawasan
hutan juga diatur pada Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2011 tentang Penggunaan Kawasan
Hutan Lindung. untuk meminimalisir segala kerusakan yang timbul juga telah dibuat beberapa
ketentuan seperti pada Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 , Peraturan Presiden Nomor
45 tahun 2004, Peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 2010, dan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 27 Tahun 2018. Terdapat dualisme kebijakan pemerintah, dimana di satu sisi
berupaya untuk melindungi kawasan lindung dan menetapkan aturan-aturan untuk
melestarikannya, tapi di sisi lain membuka peluang kawasan hutan lindung tersebut untuk
dieksploitasi.Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelaku perusak kawasan
hutan lindung. (Najicha, Politik Hukum Perundang-Undangan Kehutanan Dalam pemberian izin
kegiatan Pertambangan Dikawasn Hutan Ditinjau Dari Strategi Pengelolaan Lingkungan Hidup
Yang Berkeadilan , 2017)

Upaya Penegakan dan penyelesaian hukum mengenai lingkungan hidup yang diatur
dalam UU 32 Tahun 2009 tentang PPLH merupakan ultimum remidium ,asas ultimum remidium
menjelaskan bahwa hukum pidana merupakan upaya alternatif terakhir yang dapat dilakukan
oleh penegak hukum5 . hukum pidana dalam lingkungan hidup dilakukan apabila sanksi dan
denda administratif gagal memberi efek jera kepada pelaku , penyelesaian sengketa lingkungan
hidup dapat diajukan secara perdata ke Pengadilan Negeri. Namun dalam praktik seringkali
perkara tersebut memerlukan waktu yang relatif lama untuk sampai pada tahap putusan dan
seringkali dirasakan tidak adil oleh salah satu pihak. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup
dapat ditempuh di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela dari pihak yang
bersengketa. Penyelesaian sengketa lingkungan ini disebut sebagai ADR (Alternative Dispute
Resolution) , yang merupakan respon terhadap keterbatasan pengadilan dalam menangani
sengketa lingkungan hidup. Dalam kasus-kasus yang terjadi, jalur tuntutan ke pengadilan sering
tidak memuaskan pihak-pihak yang bersengketa. Sistem penyelesaian sengketa di luar
pengadilan pada dasarnya mencerminkan kehendak masyarakat yang lebih menyukai
penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan (extra judicial settlement dispute).6 Adapun

5
Isya Anung Wicaksono dan Fatma Ulfatun Najicha. “Penerapan Asas Ultimum Remedium Dalam Penegakan Hukum Di
Bidang Lingkungan Hidup”. PAGARUYUNG Law Jurnal. Vol 5 No 1 .
http://jurnal.umsb.ac.id/index.php/pagaruyuang/article/view/2828. September 2021

6
Ahmad Husni dan Bambang Sugiono, Strategi Pendekatan Hukum Dalam Penyelesaian MasalahLingkungan. yang dirangkum
dalam Hukum dan Lingkungan Hidup di Indonesia, hlm. 507
mengenai bentuk-bentuk alternatve dispute Resolution (ADR) yang digemari dan populer di
Amerika Serikat (Fitriani):

1. Arbitrase

2. Compulsory arbitrase system

3. Mediasi (Mediation)

4. Konsiliasi (concilliation)

5. Summary jury trial

6. Settlement conference

Dalam UUPLH diatur dan diberikan kesempatan menyelesaikan sengketa lingkungan di luar
pengadilan, sebagaimana dinyatakan dalam padal 30 UUPLH yakni:

(1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar
pengadilan berasaskan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa;

(2) penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
terhadap tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini;

(3) apabila telah dipilih upaya penyelesian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan,
gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersangkutan. 7

penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup diluar pengadilan,dikatakan bahwa :8


Penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilakukan untuk mencapai
kesepakatan mengenai :

1. Bentuk dan besar nya ganti rugi;

2. Tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau peruskan;

3. Tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya pencemaran dan/atau perusakan;
dan/atau

4. Tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

7
Elvie Wahyuni. ―Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan‖. Jurnal al-ihkam. Vol.IV No 2 . 2009 .
https://core.ac.uk/display/229881717?utm_source=pdf&utm_medium=banner&utm_campaign=pdf-decoration-v1di akses pada
september 2021
8
Pasal 85 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
Dalam kegiatan pertambangan dikawasan hutan lindung yang menjadi sengketa adalah
mengenai pemulihan kerusakan hutan setelah kegiatan pertambangan, sehingga berdasarkan
uraian di atas penyelesaian sengketa dapat di tempuh melalui luar pengadilan /nonlitigasi .
Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat dilakukan dengan
mediasi atau arbritasi sengan mengunakan jasa mediator dan atau arbitrer yang berfungsi untuk
membantu menyelesaikan sengketa lingkungan hidup itu sendiri .9 Polri dapat masuk dan ikut
serta menjadi seorang mediator dalam pelaksanaan mediasi.Bentuk penyelesaian sengketa
mediasi atau arbritasi memerlukan hadirnya orang ketiga sebagai penengah dan bukan penentu
kebijakan. Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan
(selanjutnya disebut dengan KPH) yaitu organisasi yang bekerja di tingkat tapak dan diasakan
menjadi litimasi untuk terlaksananya sistem pengelolaan hutan yang lestari dari fungsi ekonomi,
fungsi sosial, dan fungsi lingkungan, berkeadilan serta mewujudkan kelestarian dari hutan dapat
berjalan secara efisien dan optimal. Pembentukan KPH merupakan entitas pengaturan yang baru
dan permanen, dimana secara langsung menangani permasalahan yang ada dan memberikan
dasar untuk tata kelola hutan yang lebih baik, perencanaan, co-manajemen sumber daya hutan,
pemantauan dan keterlibatan pemangku kepentingan. peran KPH adalah melakukan kegiatan
pengelolaan hutan salah satunya yaitu Penyelesaian masalah dan menghindari masalah baru serta
meningkatkan kapasitas pengelolaan hutan konservasi dan hutan lindung. 10 berdasrkan uraian
tersebut KPH dapat hadir sebagai lembaga/pihak ketiga yang dapat menjadi mediator dalam
penyelesaian sengketa dalam sengketa pertambangan .

III. KESIMPULAN

Hutan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan dan memiliki peran penting dalam
keberlangsungan kehidupan makhluk hidup lainya. kawasan hutan lindung dapat dilakukan
kegiatan penambangan dengan metode penambangan bawah tanah, penggunaan kawasan ini
dilakukan tanpa mengubah peruntukan dan fungsi pokok kawasan hutan lindung. Namun dalam
mekanisme pelaksanaan nya terdapat permasalahan terutama mengenai kemampuan dn
tanggung jawab perusahaan pertambangan dalam mengembalikan objek pinjam kawasan hutan
lindung tersebut sesuai semula. Hal tersebut memicu terjadinya permasalahan dan sengketa
antar pihak yan g berkepentingan . Upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sudah diatur dalam Undang – Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang bertujuan untuk mengelola dan melindungi lingkungan hidup dengan
berbagai macam upaya yang terpadu untuk menciptakan lingkungan yang bebas dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum ,dalam penegakand an penyelesaian sengketa

9
Pasal 85 ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
10
Atika Rahmadanty,dkk. ―kebijakan pembangunan kesatuan pengelolaan hutan di indonesia: suatu terobosan dalam
menciptakan pengelolaan hutan lestari‖. Al’Adl Jurnal Hukum . Vol 13 No 2 ,2021 .
https://scholar.google.co.id/scholar?oi=bibs&cluster=4735441249455146729&btnI=1&hl=id . diakses September 2021
jmengenai lingkungan hidup juga telah diatur dalam undang—undang tersebut . upaya
penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui 2 cara yaitu di pengadilan dan diluar pengadilan ,
namun terdapat kekurangan dan kenadala yang ditemui ketika penyelesaian sengketa dilakukan
melalui pengadilan ,sehingga upaya penyelesaian dapat dilakukan memalui luar pengadilan
yaitu seperti mediasi dan arbritasi dengan menghadirkar pihak ketiga sebagai mediator .
mengenai sengketa di bidang lingkungan hidup seharusnya terdapat integrasi dan kerja sama dari
semua pihak baik , masyarakat,pemerintah dan perusahaan yang harusnya sepakat untuk sama
sama melindungi hutan lindung , karena mengingat pentingnya hutan lindung di indonesa untu
sekarang dan masa yang akan datang
REFERENSI

Ahmad Husni dan Bambang Sugiono, Strategi Pendekatan Hukum Dalam Penyelesaian
MasalahLingkungan. yang dirangkum dalam Hukum dan Lingkungan Hidup di Indonesia, hlm.
507

Elvie Wahyuni. ―Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan‖. Jurnal al-
ihkam. Vol.IV No 2 . 2009.

Najicha. F. U.(2021).Dampak Kebijakan Alih Fungsi Kawasan Hutan Lindung Menjadi Areal
Pertambangan Berakibat Pada Degradasi Hutan ‖. Proceeding of Conference on Law and Social
Studies. e-ISSN: 2798-0103.

Fitriani, R. (n.d.). PENYELESAIAN SENGKETA LAHAN HUTAN MELALUI. JURNAL


ILMU HUKUM, VOLUME 3 NO. 1.

Arum.S.A, Handayani I.G.A.K.R, Najicha.F.U.(2021).Pertanggungjawaban Indonesia Terhadap


Pencemaran Udara Akibat Kebakaran Hutan dalam Hukum Internasional. Jurnal Justitia Jurnal
Hukum ,Volume 1 No 6

Wicaksono.I.A dan Najicha.F.U. (2021) Penerapan Asas Ultimum Remedium Dalam Penegakan
Hukum Di Bidang Lingkungan Hidup. PAGARUYUNG Law Jurnal.Vol 5 No 1 . Juli 2021

Najicha, F. U. dan Handayani.I.G.A.K.R (2017). Politik Hukum Perundang-Undangan


Kehutanan Dalam pemberian izin kegiatan Pertambangan Dikawasn Hutan Ditinjau Dari Strategi
Pengelolaan Lingkungan Hidup Yang Berkeadilan . Jurnal Hukum dan Pembangunan
Ekonomi.VOL 5, No 1 .

Handayani.I.G.A.K.R ,dkk ,(2018).Environmental Management Strategy In Mining Activities In


Forest Area Accordance With The Based Justice In Indonesia. Journal of Legal, Ethical and
Regulatory Issues. Volume 21, Issue 2, 2018.

Pasal 85 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Saputrol.J.G.J, Handayani.I.G.A.K.R. dan , Najicha1.F.U (2021). Analisis Upaya Penegakan


Hukum Dan Pegawasan Mengenai Kebakaran Hutan Di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
Manajemen Bencana. Vol. 7, No. 1, Mei 2021, p. 27-36

Rahmadanty.A. Handayani.I.G.A.K.R . Najicha.F.U.(2021). Kebijakan Pembangunan Kesatuan


Pengelolaan Hutan Di Indonesia: Suatu Terobosan Dalam Menciptakan Pengelolaan Hutan
Lestari. Al-Adl: Jurnal Hukum.Volume 13 Nomor 2, Juli 2021

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai