Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KERUSAKAN

HUTAN BAKAU ATAU MANGROVE DI NTT

Nama : Ave Maria Stela Mali


Nim : 2002010063
Kelas/Semester : B/4
Mata Kuliah : Hukum Lingkungan
Dosen Wali : Dr. Dhey Wego Tadeus S.H, M.Hum

UNIVERSITAS NUSA CENDANA


FAKULTAS HUKUM
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Hukum Lingkungan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para
pembaca dan juga bagi penulis. Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.

Kupang, 12 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….....ii
BAB I.PENDAHULUAN…………………………………………………………..
1.1 LATAR BELAKANMASALAH……………………………………………
1.2 PERUMUSANMASALAH……………………………………………………
1.3 TUJUAN………………………………………………………………………

BAB II.
PEMBAHASAN………………………………………………………………..
2.1 PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERUSAKKAN HUTAN BAKAU
ATAU MANGROVE DI NTT ………………….……………………………….
2.2PENERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUSAKAN HUTAN
BAKAU ATAU MANGROVE DI NTT
………………………………………………………

BAB III.
PENUTUP………………………………………………………………………
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………
….
B. SARAN……………………………………………………………………………
….

DAFTAR
PUSTAKA…………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lingkungan hidup sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan
makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya begitu mempengaruhi alam itu sendiri.
Alam dapat di lihat sebagai satu jalinan sistem kehidupan yang saling kait mengait atau saling
berhubungan satu dengan yang lainnya lainnya. Pada pasal 28H Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah di atur bahwa lingkungan hidup yang baik dan
sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia. Senyatanya kualitas lingkungan
hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan prikehidupan manusia dan
makhluk hidup lainnya, sehingga perlu
dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan
konsisten oleh semua pemangku kepentingan. Masalah lingkungan hidup pada intinya adalah
menemukan cara-cara yang harus dijalankan untuk menjamin dan menjadikan bumi dan alam
sekitar sebagai ruang yang layak dihuni bagi kehidupan yang tentram, damai dan sejahtera.
Karena itu tindakan yang mencemari lingkungan hidup sama artinya dengan mematikan
hidup itu sendiri. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk kebutuhan manusia terhadap
sumberdaya alam secara otomatis juga bertambah yang dapat menyebabkan terjadinya
penurunan atau kelangkaan sumberdaya di sebabkan oleh pertambahan penduduk.
Salah satu kekayaan alam yang ada di darat yang paling banyak di buru oleh manusia
adalah hutan. Hutan merupakan satu wilayah yang menjadi tempat tumbuhnya pohon pohon
dan jenis tanaman lain. Hutan juga dapat di kategorikan sebagai ekosistem yang menjadi
tempat hidup
dan berinteraksi bagi hewan maupun tumbu tumbuhan. Salah satunya hutan bakau atau hutan
mangrove.
Salah satu potensi hutan mangrove adalah sebagai pencegah abrasi pantai. Dengan
adanya hutan mangrove maka pengikisan areal pantai pada saat musim penghujan dapat
diminimalisir selain itu mangrove juga dapat menjadi ekosistem bagi kepiting dan berbagai
jenis ikan lainnya. Namun dalam perkembangan pembangunan, banyak sekali hutan
mangrove di alih fungsikan dan juga di hancurkan karena kepentingan pembangunan oleh
orang perorangan maupun perusahaan pengembang.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penegakkan hukum terhadap kerusakan hutan bakau atau
mangrove di NTT ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap hutan bakau atau mangrove di
NTT ?
1.3 TUJUAN
Agar para pembaca dapat mengetahui pentingnya perlindungan hukum terhadap
hutan mangrove dan tidak merusak hutan mangrove.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PERUSAKKAN HUTAN BAKAU ATAU
MANGROVE DI NTT
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa
ekosistem mangrove termasuk Kawasan Lindung Lainnya, yaitu kawasan pesisir berhutan
bakau berupa kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau bakau
(mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan
lautan.
Mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung, maka dasar penetapan sasaran RHL mangrove dan sempadan pantai
adalah sebagai berikut :
● Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi
ke arah darat (Pasal 14, Keppres No. 32 Tahun 1990)
● Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan
hutan bakau sebagai pembentuk ekosisitem hutan bakau dan tempat
berkembangbiaknya berbagai biota laut , disamping sebagai perlindungan pantai dari
pengikisan air laut serta
perlindungan usaha budidaya dibelakangnya (Pasal 26, Keppres No.32 Tahun 1990)
● Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata
perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut
terendah ke arah darat (Pasal 27, Keppres No. 32 Tahun 1990).

Pengaturan Hukum Dalam Tindak Pidana Pengrusakan Hutan terdapat dalam


Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor
18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan, KUHP. Upaya
penegakan hukum terhadap pelaku pengrusakan perambahan hutan bakau (mangrove)
di NTT di lakukan dengan cara melakukan pemeriksaan kepada pelaku, dan
melakukan operasi terpadu fungsi kawasan hutan yang melibatkan Kepolisian, TNI,
Kejaksaan, BPN, Gakkum, Pemerintahan Kabupaten Langkat, Pihak Pemerintah
Kecamatan, Pihak Pemerintah Desa dan Pemerintahan Provinsi. Serta Kendala Dalam
Upaya Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Pengrusakan Hutan Bakau (Mangrove),
selain karena luasnya hutan yang harus dijaga dan kurangnya personil polisi hutan,
kendala lainnya adalah minimnya fasilitas yang dimiliki.
Hasil penelitian ditemukan bahwa pengaturan terkait dengan pengelolaan
wilayah pesisir diatur dalam UU No 1 Tahun 2014 dan dalam implemenasinya di
lapangan masih adanya pengrusakan hutan mangrove terkhususnya pada kawasan
pesisir pantai Desa Piru Kabupaten Seram Bagian Barat dan merugikan masyarakat
pesisir karena wilayah pesisir tersebut merupakan daerah yang seharusnya dilindungi
karena mempunyai penting bagi keberlangsungan masyarakat di daerah tersebut.
Pasal 33 ayat 3 Undang-undang 1945 menyebutkan bahwa bumi air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa
dan di kuasai oleh negara untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Pasal ini
bermaksud bahwa pendayagunaan kekayaan alam di maksudkan untuk sebesar
besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian dan
keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan kepentingan ekonomi
dan budaya masyarakat lokal setempat, serta penataan ruang yang pengusahaannya di
atur lewat ketentuan perundang undangan.
2.2 PENERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KERUSAKAN HUTAN BAKAU
ATAU MANGROVE DI NTT
Perlindungan hutan di jelaskan melalui Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan dan dibagi berdasarkan fungsi kawasan yaitu kawasan hutan lindung,
hutan produksi dan hutan konservasi. Perlindungan hutan termasuk di dalamnya adalah
perlindungan ekosistem hutan mangrove. Ekosistem hutan mangrove yang sangat khas,
unik dan kompleks kemudian menyediakan sumberdaya alam yang melimpah sekaligus
permasalahan yang kompleks melibatkan berbagai sektor. Contohnya Hutan di Lifuleo,
Kupang Barat, Kupang, Nusa Tenggara Timur adalah salah satu desa di selatan Pulau
Timor yang memiliki kawasan hutan mangrove. Wilayah hutan mangrove ini dikelola
oleh Balai Kawasan Sumber Daya Alam (BKSDA) NTT bekerjasama dengan Balai
Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang. Dulunya kawasan hutan
mangrove di Lifuleo tumbuh cukup lebat melindungi wilayah pesisir selatan Kabupaten
Kupang, namun sejak tahun 2016 pohon mangrove di kawasan ini mulai mengalami
kekeringan dan mati. Berdasarkan kajian dari penulis hingga tahun 2018, dari total luas
mangrove kurang lebih 126 ha terhitung 54% wilayah telah mengalami kekeringan dan
kerusakan yang cukup hebat. yang berdasarkan Berdasarkan kajian dari penulis hingga
tahun 2018, dari total luas mangrove kurang lebih 126 ha terhitung 54% wilayah telah
mengalami kekeringan dan kerusakan yang cukup hebat.

Untuk mengembalikan fungsi hutan mangrove sebagai pelindung kawasan pesisir maka
diperlukan perencanaan program rehabilitasi berkelanjutan mangrove yang menyeluruh
dan melibatkan seluruh elemen penting kawasan konservasi yaitu masyarakat, pengelola
kawasan dan pemerintah daerah. Upaya rehabilitasi berkelanjutan hutan mangrove di
Lifuleo dapat dilaksanakan dalam beberapa program utama yaitu program rehabilitasi,
program pengawasan dan monitoring, program eduwisata, dan program pemberdayaan
masyarakat. Program rehabilitasi disusun dengan mempertimbangkan faktor utama
kerusakan hutan mangrove di Desa Lifuleo yaitu karena sedimentasi pasir di bibir pantai.
Rehabilitasi kawasan diawali dengan membuat kembali jalur air laut agar air dapat masuk
kembali ke kawasan. Jalur air dibuat dengan bantuan alat berat. Langkah selanjutnya
adalah pembuatan gorong-gorong dari wilayah mangrove ke wilayah laut lepas pantai.
Fungsi gorong-gorong adalah untuk mengalirkan air laut ke kawasan hutan mangrove.
Untuk langkah jangka panjang rehabilitasi dapat dilakukan dengan membuat bangunan
penangkal sedimentasi. Bangunan ini dapat berupa bangunan Groin atau Jetty.
Kedepannya bangunan ini tidak hanya sebagai penangkal sedimentasi namun juga bisa
dikembangkan sebagai salah satu lokasi wisata pantai dan mangrove. Untuk memudahkan
program rehabilitasi dalam mendapatkan bibit mangrove maka perlu dikembangkan lahan
pembibitan mangrove disekitar Desa Lifuleo.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hutan juga dapat di kategorikan sebagai ekosistem yang menjadi tempat hidup
dan berinteraksi bagi hewan maupun tumbu-tumbuhan. Hutan terbagi menjadi tiga
bagian yakni bagian atas, bagian permukaan tanah dan bagian di bawah tanah. Di
bagian atas hutan terdapat kanopi alami yakni dedaunan pohon yang tumbuh lembat.
Di permukaan tanah hutan terdapat guguran daun- daun kering serta ditumbuhi
semak- semak dan rerumhutan. Sedangkan di bagian bawah tanah hutan terdapat
unsur hara, akar tanaman, sumber mata air dan juga dihuni mikro organisme.
Salah satu potensi hutan mangrove adalah sebagai pencegah abrasi pantai.
Dengan adanya hutan mangrove maka pengikisan areal pantai pada saat musim
penghujan dapat di minimalisir selain itu mangrove juga dapat menjadi ekosistem
bagi kepiting dan berbagai jenis ikan lainnya. Namun dalam perkembangan
pembangunan, banyak kali hutan mangrove di alih fungsikan dan juga di hancurkan
karena kepentingan pembangunan oleh orang perorangan maupun perusahan.
Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa
ekosistem mangrove termasuk Kawasan Lindung Lainnya, yaitu kawasan pesisir
berhutan bakau berupa kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan
bakau bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan
pantai dan lautan. Perlindungan hutan di jelaskan melalui Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 Tentang Kehutanan dan dibagi berdasarkan fungsi kawasan yaitu
kawasan hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi. Perlindungan hutan
termasuk di dalamnya adalah perlindungan ekosistem hutan mangrove. Ekosistem
hutan mangrove yang sangat khas, unik dan kompleks kemudian menyediakan
sumberdaya alam yang melimpah sekaligus permasalahan yang kompleks melibatkan
berbagai sektor.
B. SARAN
Oleh karena itu kedepan diperlukan keseriusan dari pemerintah setempat dan
pengelola kawasan untuk melestarikan kembali hutan mangrove yang telah rusak agar
dapat memberikan manfaat bagi lingkungan dan masyarakat disekitar kawasan
mangrove
DAFTAR PUSTAKA
https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/balobe/article/download/652/400
http://menlhk.co.id/simppuh/public/uploads/files/P.35%20(8).pdf
http://repository.umsu.ac.id/handle/123456789/1889?mode=full
https://kkp.go.id/djprl/bkkpnkupang/artikel/11439-upaya-rehabilitasi-
berkelanjutan-kawasan-hutan-mangrove-di-desa-lifuleo-kupang
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/9309

Anda mungkin juga menyukai