Anda di halaman 1dari 11

Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ......

Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan


(Studi Kasus Di Balai Taman Nasional Meru Betiri Kabupaten Jember)

Legal Study About Illegal Logging In Forest Areas


(Study Case Illegal Logging In Meru Betiri National Park Jember)

Zahrotun Nazia, Rizal Nugroho, Warah Atikah, Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum,
Universitas Jember (UNEJ)
Jln. Kalimantan 37, Jember 68121
E-mail: rosita.indrayati@yahoo.com

Abstrak

Masalah penebangan liar di Indonesia merupakan masalah serius yang mengancam kelestarian hutan. Di Jawa, faktor utama
yang sangat mempengaruhi kejadian illegal logging adalah konflik tenurial hutan, karena tingginya angka kemiskinan dan
rendahnya sumber daya manusia yang ada didaerah sekitar kawasan hutan. Maka akibat dari pembalakan liar di kawasan
hutan Konservasi Taman Nasional Meru Betiri mulai berkurangnya resapan air yang bisa menyebabkan banjir, dan
kurangnya ketersediaan air pada musim kemarau, dan terancamnya satwa-satwa langka akibat kerusakan lingkunngan
dikawasan Taman Nasional Meru Betiri. Diperlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasi masalah penebangan liar
yaitu melalui upaya preventif, dengan pendekatan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu perlu adanya sistem
deteksi dalam pengendalian illegal logging serta yang terpenting adalah upaya penegakan hukum. Dalam hal ini upaya untuk
mengatasi kerusakan hutan atau illegal logging yang sudah dilakukan Pemerintah khusunya Balai Taman Nasional Meru
Betiri sudah sesuai dengan apa yang sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, pada
Pasal 70 ayat (2) di tegaskan bahwa Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di
bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna. Antara lain mengikut sertakan masyarakat sekitar dalam mengatasi
permasalahan, dengan membentuk “ Masyarakat Mitra Polhut” tugas atau fungsi utama masyarakat mitra polhut sendiri
adalah sebagai ujung tombak dalam kegiatan pengamanan secara preventif.
Kata Kunci: Illegal Logging, Balai Taman Nasional Meru Betiri, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, Masyarakat Mitra Polhut.

Abstract

illegal logging in Indonesia is a serious problem that threatens the forests . In Java , the main factors that influence the
incidence of illegal logging is forest tenure conflict , because of the high rate of poverty and low human resources that exist
around the forest area . Then the result of illegal logging in the forests of Meru National Park Conservation Betiri began to
decrease water infiltration that can cause flooding , and lack of availability of water in the dry season , and threatened
animals endangered due to destruction lingkunngan Betiri Meru National Park region . Required painstaking efforts to
address the problem of illegal logging is through preventive measures , the approach and the awareness of the public
welfare . Besides the need for detection systems in the control of illegal logging and the most important is law enforcement
efforts . In this case an attempt to tackle deforestation or illegal logging that has been made by the government especially
Betiri Meru National Park Authority is in conformity with what is already regulated in Law Number 41 Year 1999 on
forestry , in Article 70 paragraph ( 2 ) and stressed that the Government shall encourage public participation through a
variety of activities in the field of forestry efficient and effective manner . Among others, to involve local communities in
addressing the problem , by establishing a " Community Partner Polhut " main tasks or functions polhut own community
partners are spearheading the preventive security measures .

Keywords: ulayat rights, indigenous people, state, legislation.

Pendahuluan dimanfaatkan sebaik baiknya. Indonesia memiliki hutan


tropis terbesar di dunia, yang luasnya menempati urutan
Kekayaan alam berupa hutan merupakan karunia dan ketiga setelah Brasil dan Republik Demokrasi Kongo. Di
amanah dari Tuhan Yang Maha Esa yang tidak ternilai dalamnya banyak terkandung kekayaan hayati yang beragam
harganya. Oleh karenanya, hutan wajib diurus dan dan unik. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 2

sumber daya hutan yang sangat besar. Di samping sebagai Metode Penelitian
penghasil devisa, sektor kehutanan juga menyerap banyak
tenaga kerja dan mampu mendorong terbentuknya sentral Berdasarkan isu hukum yang dihadapi oleh penulis maka
ekonomi. Namun bersamaan dengan itu pula sebagai metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitan
dampak negatif atas pengelolaan hutan yang eksploitatif dan yuridis normatif, dengan pendekatan undang-undang (statute
tidak berpihak pada kepentingan rakyat, pada akhirnya approach) dan pendekatan masalah (conceptual aprrroach).
menyisakan banyak persoalan, diantaranya tingkat kerusakan Untuk menganalisa isu hukum maka penulis menggunakan
hutan yang sangat mengkhawatirkan.[1] bahan hukum primer dan bahan hukum skunder serta bahan
Masalah lingkungan semakin lama semakin besar , non-hukum dan untuk menjawab isu hukum yang dihadapi
meluas dan semakin serius. Persoalannnya bukan hanya dalam menganalisa bahan hukum penulis menggunakan
bersifat lokal atau translokal, tetapi regional, nasional, metode deduksi, yaitu dengan menggunakan premis mayor
transnasional dan global. Dampak yang terjadi terhadap sebagai aturan hukum dan premis minor yang merupakan
lingkungan tidak hanya terkait pada satu atau dua segi saja, fakta hukum kemudian dari kedua premis tersebut ditarik
tetapi kait mengait sesuai dengan sifat lingkungan. Apabila kesimpulan.
satu aspek dari lingkungan terkena musibah, maka berbagai
aspek lainnya akan mengalami dampak atau akibatnya pula. Pembahasan
Pada mulanya masalah lingkungan merupakan
masalah alami, yakni peristiwa-peristiwa yang terjadi Akibat Penebangan atau Pembalakan Hutan Secara Liar
sebagai bagian dari proses natural. Proses natural ini terjadi (Illegal Logging) Terhadap Konservesi Hutan di Taman
tanpa menimbulkan akibat yang berarti bagi tata lingkungan Nasional Meru Betiri
itu sendiri dan dapat pulih kemudian secara alami.[2] Pengertian dan Latar Belakang Terjadinya Illegal
Lingkungan hidup sebagai sumber daya mempunyai Logging
regenerasi dan asimilasi yang terbatas, selama eksploitasi Illegal logging atau penebangan liar adalah segala
atau penggunaannya di bawah batas daya regenerasi dan aktivitas yang berkaitan dengan penebangan kayu yang
asimilasi, maka sumber daya terbaharui dapat digunakan dilakukan tanpa mengikuti ketentuan yang diatur dalam
secara lestari. Akan tetapi apabila batas itu dilampaui, peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kegiatan
sumber daya akan mengalami kerusakan dan fungsinya, pembalakan liar tidak berdiri sendiri, namun saling kait-
karena perubahan pola, dimana masalah lingkungan yang mengait dalam suatu jaringan bisnis kayu ilegal yang
timbul akibat dari ulah manusia yang mengakibatkan tata melibatkan para pemodal (cukong) pembalak kayu,
lingkungan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan pengusaha transportasi kayu, pedagang kayu, industri
peruntukannya.[3] Berbagai masalah lingkungan telah terjadi pengolahan kayu, dan oknum aparat penegak hukum.
di Indonesia, salah satunya kasus illegal logging yang terjadi Menurut Forres Watch Indonesia (FWI) illegal logging
di Taman Nasional Meru Betiri Kabupaten Jember. Masalah terdiri dari dua bentuk, yaitu pertama, dilakukan oleh
perusakan lingkungan akibat illegal logging menempati operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam ijin
urutan pertama setelah pencemaran sungai akibat PETI yang dimiliki, kedua melibatkan pencurian kayu, dimana
(Penambangan Emas Tanpa Izin).[4] pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak
Kerusakan hutan bukan hanya berdimensi kerusakan mempunyai hak legal untuk menebang pohon.
sumber daya ekologi dan ekonomi saja, tetapi sudah Esensi yang penting dalam praktik pembalakan liar
termasuk kerusakan moralitas, sosial, budaya di Indonesia. (illegal logging) ini adalah perusakan hutan yang akan
Dengan demikian jika kasus-kasus illegal logging ini terus berdampak pada kerugian baik dari aspek ekonomi, ekologi
menerus berlanjut sementara tidak ada penyelesaiannya, maupun sosial budaya. Oleh karena kegiatan itu tidak
maka upaya penanggulangan lingkungan sulit di wujudkan melalui proses perencanaan secara komprehenshif, maka
sebagai akibat perbuatan sekelompok orang yang berambisi pembalakan liar (illegal logging) mempunyai potensi
untuk merauk keuntungan tanpa mempertimbangkan dampak merusak hutan yang kemudian berdampak pada perusakan
kerusakan lingkungan yang akan timbul dari perbuatannya. lingkungan. Terkait dengan perusakan lingkungan hidup
Untuk mencegah kerusakan atau bahkan musnahnya hutan, secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang No.32
maka semua elemen masyarakat dan juga pemerintahan Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
harus siap menegakkan hukum tentang kehutanan, Lingkungan Hidup Pasal1 butir 16 yaitu bahwa :
lingkungan hidup dan peraturan illegal logging.[5] “Perusakan lingkungan hidup adalah tindakan
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menarik yang menimbulkan perubahan langsung terhadap
rumusan masalah, yaitu apakah penebangan atau sifat fisik dan/atau hayatinya yang
pembalakan hutan secara liar (illegal logging) berakibat mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi
terhadap konservasi hutan di Taman Nasional Meru Betiri, lagi dalam menunjang pembangunan
apakah peran serta pemerintah dalam menanggulangi berkelanjutan.”
penebangan atau pembalakan hutan secara liar (illegal Kerusakan hutan menurut Undang-Undang Nomor. 41
logging) di Taman Nasional Meru Betiri sudah dilakukan tahun 1999 dalam penjelasan Pasal 50 Ayat (2), yaitu
sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Nomor 41 Tahun bahwa:
1999 tentang Kehutanan. “Yang dimaksud dengan kerusakan adalah
terjadinya perubahan fisik, sifat fisik atau
hayatinya, yang menyebabkan hutan tersebut

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 3

terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dimanfaatkan sebagai sumber utama mata pencaharian
dengan fungsinya.” masyarakat setempat dan sebagian besar pendapatan
Analisis yuridis tentang pembalakan liar (illegal masyarakat juga masih tergantung dari hasil-hasil hutan.[7]
logging) yang merupakan kegiatan penebangan tanpa izin
dan/atau merusak hutan adalah bahwa kegiatan pembalakan Sejarah Masyarakat di Kawasan Taman Nasional Meru
liar (illegal logging) ini merupakan kegiatan yang Betiri
unpredictable terhadap kondisi hutan setelah penebangan, Kawasan hutan Meru Betiri pada awalnya berstatus
karena di luar dari perencanaan yang telah ada. Faktor-faktor sebagai hutan lindung yang penetapannya berdasarkan
terjadinya kegiatan penebangan liar juga beragam, mulai Besluit van den Directur van Landbouw Neverheiden
dari permintaan kebutuhan kayu yang semakin tahun Handel yaitu pada tanggal 29 Juli 1931 Nomor : 7347/ B
semakin meningkat, kebiasaan masyarakat sekitar hutan serta Besluit Directur van Economiche Zaken tanggal 28
yang sudah turun-temurun menebang pohon untuk April 1938 Nomor : 5751. Pada tahun 1967 kawasan ini
mencukupi kebutuhannya sehari-hari, sampai rendahnya ditunjuk sebagai calon Suaka Alam dan pada periode
keadaan ekonomi masyarakat sekitar hutan. Upaya berikutnya kawasan hutan lindung ini ditetapkan sebagai
pengamanan hutan pada dasarnya mempunyai tujuan untuk Suaka Margasatwa seluas 50.000 Ha. Penetapan ini
melestarikan sumber daya alam hutan dalam rangka usaha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
menjaga fungsi hutan. Oleh karena itu di lingkungan 276/Kpts/Um/6/1972 tanggal 6 Juni 1972 dengan tujuan
Departemen Kehutanan dan perkebunan dibentuk Polisi utama perlindungan terhadap jenis harimau jawa (Panthera
Khusus Kehutanan (polhut) atau Jagawana. Minimnya tigris sondaica).
jumlah polhut ini mengakibatkan kurangnya pengawasan Sedangkan pada tahun 1982 berdasarkan Keputusan
hutan secara menyeluruh sehingga hal ini dijadikan sebagai Menteri Pertanian Nomor : 529/Kpts/Um/6/1982 tanggal 21
peluang oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab Juni 1982 kawasan Suaka Margasatwa Meru Betiri diperluas
untuk melakukan pencurian kayu. Bahkan terlibatnya menjadi 58.000 Ha. Perluasan ini mencakup wilayah
sejumlah oknum aparat yang mencoba bertindak sebagai perkebunan PT. Bandealit dan PT. Sukamade Baru seluas
backing dari kasus illegal logging yang terjadi. Apabila 2.155 Ha, serta kawasan hutan lindung sebelah Utara dan
keadaan seperti ini terus berlangsung akan mengakibatkan kawasan perairan laut sepanjang pantai selatan seluas 845
kerugian di berbagai pihak baik masyarakat sendiri maupun Ha. Pada perkembangan berikutnya yaitu dengan
pemerintah.[6] diterbitkannya Surat Pernyataan Menteri Pertanian Nomor :
736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982 Suaka
Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Margasatwa Meru Betiri dinyatakan sebagai calon Taman
Taman Nasional Meru Betiri Nasional, pernyataan ini dikeluarkan bersamaan dengan
Menurut Alikodra (1976), perkembangan peradaban diselenggarakan nya Kongres Taman Nasional Sedunia III di
manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan Denpasar, Bali. Penunjukan status Taman Nasional kawasan
sumberdaya alam, dapat dibagi menjadi empat tahab. Tahap hutan Meru Betiri ditetapkan dengan keluarnya Keputusan
pertama adalah masyarakat nomaden yang hidupnya Menteri Kehutanan Nomor : 277/Kpts-VI/1997 tanggal 23
berpindah-pindah di hutan belantara, mereka berburu Mei 1997 seluas 58.000 Ha yang terletak pada dua wilayah
binatang, mengumpulkan bahan makanan dari tumbuhan dan kabupaten yaitu Kabupaten Jember seluas 37.585 Ha dan
bahan untuk menutup dan melindungi tubuhnya. Mereka Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 Ha.
mencoba menanam tumbuhan untuk bahan makanan dan Manusia sudah hampir hidup di seluruh ekosistem
obat-obatan serta memelihara anak binatang buruan di daratan yang ada di bumi, dan selama ribuan tahun hidup
sekitar tempat tinggalnya sehingga berbagai jenis binatang sebagai pemburu, penangkap ikan, petani dan pengumpul.[8]
dan tanaman dapat dibudidayakan. Mereka membangun Kegiatan yang dilakukan merupakan hasil dari suatu budaya
tempat tinggal dan membudidayakan komoditi pertanian dan yang terdapat dalam masyarakat. Menurut Sastraprateja[9]
ternak pada lahan yang mereka kuasai. Tahap keempat kebudayaan merupakan hasil dari kegatan manusia, tetapi
adalah masyarakat industri yang mengeksploitasi kebudayaan juga mengstrukturisasi tingkah laku manusia.
sumberdaya alam dengan menggunakakn berbagai peralatan Kebudayaan dari suatu pihak memungkingkan
modern. Tahap-tahap perkembangan masyarakat tersebut pengembangan lebih lanjut, tetapi dari lain pihak juga
tentunya berpengaruh terhadap perkembangan kelembagaan membatasi apa yang akan dicapai. Begitu pila kaitan antar
di masyarakat. Dalam hubungannya dengan pemanfaatan masyarakat dengn penggunaan sumber daya hutan dalam
sumber daya alam, masyarakat dipengaruhi oleh kebutuhan upaya konservasinya.
intrinsik dan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap Masyarakat umumnya mempunyai kaitan sejarah dan
kelangsungan hidupnya. Beberapa ahli Antropologi, seperti hubungan sosio-ekonomi-religius yang erat dengan kawasan-
Geertz, Berger, Meyer dan Zucker (Scott, 1995) kawasan konservasi, khususnya Taman Nasional. Hubungan
menekankan unsur kognitif dalam kelembagaannya. Dalam ini sudah terbangun selama puluhan atau ratusan tahun, jauh
perspektif kognitif, penduduk asli yang berada di dalam dan sebelum menunjukan kawasan, sehingga menjadi bagian dari
sekitar hutan menganggap hutan sebagai bagian dari makrokosmos kehidupan masyarakat.[10] Kaitan ini
hidupnya. Fenomina sosial ini tidak hanya terjadi di merupaka sumber pengetahuan yang berawal dari adanya
Indonesia tetapi juga terjadi pada suku-suku asli di beberapa pengalaman.
benua seperti Aborigin di Australia dan Indian di Amerika Selain dikelilingi desa, Meru Betiri juga dikelilingi
(Goldsmith, 1995). Sedangkan hutan dan Taman Nasional oleh perkebunan swasta, hutan perhutani dan samudra

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 4

Indonesia. Terdapat 6 perkebunan swasta yaitu: kebun tingkat diploma atau sarjana, akan tetapi kurang dari 1%.
Malang Sari, Sumber Jambe, Tebrasala, Kota Blater, Uraian diatas dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Kalisanen dan Sukamade. Sebenarnya masyarakat yang
menghuni desa-desa sekitar Meru Betiri telah datang sejak Tabel 2. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Daerah
lama sebelum kawasan itu menjadi Taman Nasional. Desa Penyangga
Sanenrejo misalnya, sejarah pemukimannya dimulai sejak
tahun 1922 tak jauh beda dengan sejarah pemukiman di desa No Pendidikan Prosentase Tingkat Pendidikan
Curahtakir, tetangganya. Masyarakat memliki sejarah Kebonrej Kandangan Sanenrejo Curahnongko Wonosari
interaksi yang panjang sejak masa penjajahan Belanda o
dengan kawasan hutan ini, sebelum kawasan ini berstatus 1 Tidak 20,9% 26,3% 23,5% 38,70% 12,4%
sebagai kawasan konservasi. Pada tahun 1950 masuklah tamat SD
perkebunan PT Bandealit di kawasan Jember, mereka 2 SD 32,3% 47,3% 38,0% 43,3% 52,6%
mengusahakan tanaman tahunan seperti jenis kopi dan karet 3 SMP 22,1 7,3% 8,5% 7,9% 4,8%
seluas 1.057 ha. Sepuluh tahun kemdian, di susul oleh 4 SMA 13,3% 8,4% 8,0% 3,8% 0,0%
masuknya PT Soekamade baru di daerah sukamade 5 D3 0,8% 0,8% 0,0% 0,0% 0,0%
Banyuwangi, mereka mengusahakan tanah seluas 1.097 ha.
6 Perguruan 0,4% 0,8% 0,0% 0,0% 0,0%
Terbukanya lapangan pekerjaan di perkebunan-perkebunan Tinggi
tersebut mengundang banyak pendatang masuk ke kawasan
7 Tanpa 10,3% 9,2% 22,0% 6,3% 30,1%
ini. Keterangan
8 Responden 263 262 200 318 209
Keadaan Sosial Ekonomi (orang)
A. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Sumber data : Laporan Kegiatan Penyusunan Baseline Data
Secara rinci jumlah dan penyabaran penduduk di Model Desa Konservasi Taman Nasional Meru Betiri 2011
desa penyangga dapat dilihat pada tabel 1, dari tabel tersebut
dapat diketahui bahwa di desa Wonoasri memiliki kepadatan Beberapa hal yang membuat rendahnya tingkat
penduduk tertinggi yaitu 1554,37 jiwa/km2, sebaliknya di pendidikan adalah akses menuju sekolah-sekolah tersebut,
desa Curahnongko hanya memiliki kepadatan penduduk jarak yang dibutuhkan untuk menuju tempat sekolah yang
rendah yaitu 20,17 jiwa/km2. Secara keseluruhan relatif jauh. Dampak yang disebabkan dari rendahnya tingkat
proporsional penduduk perempuan jauh lebih banyak yaitu pendidikan ini banyak sekali, masyarakat cenderung hanya
50,22% dibandingkan penduduk laki-laki yang hanya 49,88. berfikir untuk jangka pendek, hanya untuk satu hari, satu
Uraian diatas dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini. minggu atau satu bulan saja. Meraka tidak pernah berfikir
Tabel. 1 : Jumlah Penduduk, dan Rata-Rata Keluarga atau akan dampak pada tahun-tahun mendatang, pola pemikiran
kepadatan seperti inilah yang menyebabkan rendahnya pemahaman
No. Desa Jenis kelamin Jumlah Luas wilayah masyarakat desa penyangga akan pentingnya menjaga
Laki- Perempuan
Jiwa pelestarian hutan. maka tidak heran kalau disana banyak
laki sekali kerusakan hutan yang disebabkan pola mikir
1 Andongrejo 2.683 2.826 5.509
masyarakat yang hanya memikirkan bagaimana caranya
memenuhi kebutuhan hidup hari ini atau minggu ini saja
2 Curahnongk 2.883 2.833 5.716 dengan cara memanfaatkan hasil hutan baik kayu, bambu
o
dan yang lain-lain dari hutan. Hal tersebut dilakukan tanpa
3 Sanenrejo 2.889 2.981 5.870 memikirkan apa yang akan terjadi jika terjadi kerusakan
4 Wonoasri 4.841 4.765 9.606 hutan yang tinggi, tanpa memikirkan apa dampaknya
Sumber data : Laporan Kegiatan Penyusunan Baseline Data terhadap kondisi tanah, air dan ekosisitem hutan secara
Model Desa Konservasi Taman Nasional Meru Betiri 2011. keseluruhan.
Tingkat pendidikan yang rendah juga menyebabkan
B. Tingkat Pendidikan tidak adanya kreatifitas dalam memanfaatkan sumber daya
Dari keseluruhan responden dari 5 desa yaitu aalm dengan efektif dan efisien. Kegiatan-kegiatan dalam
Kebonrejo, Kandangan, Sanenrejo, Curahnongko dan hal wirausaha juga sangat sedikit dilakukan, padahal potensi
Wonoasri dapat diketahui bahwa sekitar 50 % - 80% sumber daya alam yang berlimpah dapat dimanfaatkan
responden hanya mengenyam pendidikan sampai dengan dengan lebih bijak. Oleh sebab itu, penting sekali adanya
tingkat SD (Sekolah Dasar). Sekitar 12% - 38% bahkan kegiatan penyuluhan yang bersifat rutin sekaligus
tidak tamat dari sekolah dasar, dan sekitar 32% -52% hanya pendampingan terhadap masyarakat di desa-desa penyangga
mendapatkan pendidikan sampai dengan taman SD. tersebut, penyuluhan yang rutin diharapkan akan
Selebihnya sekitar 5%-22% mendapatkan pendidikan sampai memberikan pemahaman kepada masyarakat desa akan
tingkat SMP dan sekitar 3%-13% sudah mendapat pentingnya hutan Taman Nasional, pentingnya menjaga
pendidikan sampai tingkat SMA. Dari hal ini dapat diketahui kelestarian dan tidak melakukan kegiatan yang mengganggu
bahwa program dari pemerintah yaitu wajib beajar 9 tahun kawasan Taman Nasional. Dengan adanya pemahaman
tidak berjalan di desa-desa sekitar hutan. hanya beberapa diharapkan akan tumbuh kesadaran dan akan mengurangi
orang saja yang bisa berdekolah tinggi sampai dengan sedikit aktifitas-aktifitas yang dapat menyababkan kerusakan
hutan.

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 5

C. Jenis Mata Pencaharian Kasus Penebangan Liar Yang Terjadi di Kawasan


Dari keseluruhan responden dari amsing-masing desa Taman Nasional Meru Betiri
penyangga diperoleh data persentase jenis pekerjaan Jember (ANTARA News) Sebanyak 20 kasus
masyarakat desa penyangga sebagaimana tabel 3 dibawah pembalakan liar terjadi di kawasan Taman Nasional Meru
ini: Betiri (TNMB) yang berada di Kabupaten Jember dan
Banyuwangi, Jawa Timur, selama lima bulan terakhir
Tabel 3. Jenis Mata Pencaharian di Desa Lokasi kajian (Januari-Mei) 2011.
Kepala Polisi Hutan (Polhut) TNMB, Musafa, Selasa,
Pekerjaan Presentase jenis pekerjaan mengatakan sebanyak 20 kasus pembalakan liar tersebut,
Kebonrejo Kandangan Sanenrejo Curahnongk Wonoasri hanya empat kasus yang diproses oleh petugas TNMB dan
o aparat kepolisian.Ia menjelaskan kasus penebangan kayu
Petani 11% 18% 36% 56% 35% secara ilegal terbanyak berada di kawasan Seksi Pengelolaan
Buruh tani 16% 10% 43% 19% 42% Taman Nasional (SPTN) Wilayah II Ambulu yang luasnya
Karyawan 24% 5% 0% 3% 10%
mencapai 28.370 hektare (ha). “Kawasan SPTN Wilayah II
kebun meliputi Desa Sanenrejo, Andongrejo, Wonoasri dan
Pedagang 14% 2% 7% 3% 3% Bandealit. Jumlah petugas yang memantau wilayah itu
Tukang 0% 1% 3% 3% 2%
sangat terbatas, sehingga pembalakan liar masih saja terjadi
di kawasan TNMB,” paparnya. Musafa mengemukakan jenis
Buruh kebun 5% 32% 0% 2% 4%
kayu yang paling banyak ditebang oleh pelaku biasanya jenis
Buruh lepas 10% 2% 0% 0% 0%
kayu sapen, kemuning dan garu karena kayu tersebut mudah
Pembuat 0% 3% 0% 0% 0% dijual untuk kebutuhan rumah seperti untuk pintu dan
gula
jendela. Selain pembalakan liar, lanjut dia, selama lima
Wiraswasta 0% 8% 8% 2% 0% bulan terakhir juga terjadi perburuan satwa liar sebanyak dua
lain-lain 21% 17% 5% 12% 5% kasus, perambahan hutan sebanyak satu kasus, dan gangguan
Responden 263 262 200 318 209 hutan di kawasan konservasi sebanyak empat kasus.
Sumber data : Laporan Kegiatan Penyusunan Baseline Data “Kemampuan petugas polhut sebanyak 33 orang untuk
Model Desa Konservasi Taman Nasional Meru Betiri Tahun mengawasi kawasan konservasi Meru Betiri seluas 58 ribu
2011. ha tidak seimbang, namun petugas akan mempersempit
ruang gerak pelaku pembalakan liar,” katanya menjelaskan.
Dari tabel 3, dapat diketahui bahwa sebagian besar Menurut dia, jumlah pembalakan liar tahun 2010 sebanyak
penduduk desa penyangga bermata pencarian sebai petani 43 kasus, tahun 2009 sebanyak 58 kasus, dan tahun 2008
sekitar (11%-56%) dan sebagai buruh tani sekitar (10%- sebanyak 65 kasus, sehingga ada kecenderungan kasus
42%). Petani disini diartikan sebagai seseorang yang pembalakan liar di kawasan Meru Betiri menurun. “Mudah-
mengelolah lahan miliknya sendiri untuk kegiatan pertanian, mudahan kasus pembalakan liar tahun ini menurun dengan
sedangkan buruh tani adalah seorang yang melakukan kerja keras yang dilakukan petugas polhut dalam mengawasi
kegiatan pertanian untuk membantu orang lain yang pelaku ilegal logging,” katanya. (KR-MSW*F002).[11]
memiliki lahan pertanian. Pertanian masih menjadi mata Pada bulan Februari POLHUT (Polisi Hutan) Taman
pencaharian utama sebagian besar masyarakat di desa Nasional Meru Betiri berhasil menangkap pelaku illegal
penyangga karena sudah menjadi kegiatan turun menurun logging, Bermula dari berbagai berita yang beredar di
dari pendahulu mereka. Sebagian kawasan Taman Nasional masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional Meru Betiri
juga berbatasan atau bersingguhan dengan perkebunan, khususnya Desa Curahnongko dan Desa Andongrejo,
perkebunan juga membutuhkan banyak tenaga untuk kemudian pihak petugas segera melakukan penyelidikan
mengawasi ataupun untuk mengerjakan lahan perkebunan. akan berita tersebut. Dari hasil penyelidikan dapat diketahui
Jenis pekerjaan lain yang dilakukan oleh penduduk desa memang betul telah terjadi kegiatan penebangan secara liar
penyangga adalah sebagai pedagang, baik sebagai pedagang yang dilakukan oknum masyarakat sekitar kawasan. Setelah
kebutuhan sehari-hari (mracang), sayuran (mlijo), dan juga diketahui keadaan tersebut, Polhut sebagai petugas
pedagang makanan (warung nasi, bakso dan lain-lain). pemangku kawasan melakukan tindakan yang antara lain
Jenis pekerjaan lain yang dengan persentase jumlah melakukan patroli rutin, patroli gabungan, dan beberapa kali
penduduk yang menekuni adalah sebagai tukang, bengkel, penyisiran disekitar kawasan, namun tindakan ini tidak
PNS, karyawan swasta, guru, pembuat gula aren, sopir dan membuat para pelaku menghentikan aktifitasnya disebabkan
lain-lain. Jenis-jenis pekerjaan tersebut memerlukan keahlian para pelaku merupakan jaringan yang cukup ulet untuk
khusus dan tidak semua orang bisa melakukannya, sehingga dihentikan. Baru pada bulan Februari dilakukan operasi
jumlah penduduk ataupun koresponden yang bermata gabungan secara tertutup dengan tujuan untuk memutus mata
pencarian dalam bidang pekerjaan tersebut juga sedikit yaitu rantai jaringan pelaku illegal logging tersebut sehingga pada
sekitar 0%-3%. Penghasialan yang masih belum mencukupi tanggal 15 Februari Polhut TNMB dapat mengamankan
dari pekerjaan yang sudah dilakukan, membuat beberapa sebuah truk dengan barang bukti kayu olahan yang diduga
penduduk desa masih mencari pekerjaan lain sebagai kuat berasal dari kawasan yaitu Resort Andongrejo SPTN
tambahan untuk mencukupi kebutuhan. Wilayah II Ambulu sebanyak 351 batang dengan berbagai
ukuran yaitu kayu jenis Suren, Sapen, Nyampu, Kempol
ketek dan Bayur serta mengamankan tersangka An. ABU

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 6

SAMSUDIN umur 49 tahun Alamat Dsn Krajan II Ds. logging di Taman Nasional Meru Betiri biasanya terdiri dari
Andongrejo Kec. Tempurejo Kab. Jember sebagai pemilik tiga bagian yang saling berkaitan satu sama lain, yaitu:
kayu-kayu tersebut.[12] 1. Masyarakat (Operator atau buruh)
2. Pemodal
Faktor Pendukung dan Pelaku Terjadinya Penebangan 3. Distributor
Liar (Illegal Logging) Dan ketiganya tersebut memiliki fungsi dan peran
Faktor Pendukung Illegal Logging masing- masing, masyarakat sebagai pelaku illegal logging
1. Lemahnya Supremasi Hukum[13] yang terjun langsung dihutan dalam proses penebang kayu,
2. Akibat Sistem HPH sedangkan memilik modal adalah orang yang mempunyai
3. Permintaan Log yang Tidak Dapat Dipenuhi modal untuk memperdayakan atau memepengaruhi
4. Keuntungan Besar yang Diperoleh Dari Kegiatan masyarakat sekitar agar mau menebang pohon secara liar,
Penebangan Liar pemodal yang menjamin semuanya dari peralatan yang
5. Adanya Jaringan Perdagangan Kayu Ilega dipake masyarakat sebagai operator illegal logging sampai
6. Kemiskinan dan Pengangguran menjamin keselamatan para operator apabila tertangkap oleh
7. Lemahnya Koordinasi pihak Pengamanan hutan (Polisi Hutan). Setelah kayu-kayu
hasil illegal logging tersebut sudah ada ditangan si pemilik
Pelaku Penebangan Liar modal maka barulah kayu-kayu tersebut didistributor kepada
Banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan illegal pihak-pihak yang membutuhkan.
logging. Pelaku utama yang terlibat dalam penebangan liar
adalah : [14] Dampak Illegal Logging Terhadap Konservasi Hutan
1. Sebagian pemilik pabrik pengolahan kayu (industri Kegiatan illegal logging tanpa mengindahkan
perkayuan), skala besar, sedang dan kecil : sebagai kaidah-kaidah manajemen hutan untuk menjamin kelestarian
pembeli kayu curian (penadah), termasuk sawmill ilegal sumber daya hutan telah menyebabkan berbagai dampak
yang marak terdapat di sekitar lokasi hutan. negatif dalam berbagai aspek. Sumber daya hutan kian
2. Pemegang HPH yang mengambil kayu diluar ketentuan menjadi rusak akibat maraknya penebangan liar dalam
jatah tebang dari blok tebangan yang sudah direncanakan jumlah yang sangat besar. Kerugian akibat penebangan liar
dan disetujui Departemen Kehutanan melalui mekanisme memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah
Rencana Karya Perusahaan (RKPH), Rencana Karya ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik
Lima Tahunan (RKL) dan Rencana Karya Tahunan dan lingkungan. Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal
(RKT). logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan
3. Pengusaha yang hanya mencari keuntungan cepat, pendapatan negara. Permasalahan ekonomi yang muncul
dimana aspek legal tidak menjadi perhatian. Pengusaha akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat
ini, baik domestik maupun mancanegara, berkolusi hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan
dalam perdagangan dan ekspor kayu ilegal lintas batas. tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti
4. Unsur-unsur dari instansi penegak hukum yang tidak hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman
jujur, yang mendukung dan melindungi mereka yang produk dimasa depan (opprotunity cost).
terlibat dalam penebangan liar. Illegal logging juga mengancam industri sektor
5. Cukong yaitu pemilik modal yang membiayai kegiatan kehutanan, karena ancaman kekurangan bahan baku dimasa
penebangan liar dan yang memperoleh keuntungan besar yang akan datang. Dinyatakan oleh (Suripto, 2005) bahwa
dari hasil penebangan liar. laporan dari Pengelolaaan Sumber Daya Alam (PSDA)
6. Sebagian masyarakat khususnya yang tinggal di sekitar Watch menemukan penebangan liar yang menyumbang 67
kawasan hutan maupun yang didatangkan, sebagai juta m3 kayu tiap tahunnya. Studi lain mengungkapkan
pelaku penebangan liar (penebang, penyarad, pengangkut bahwa illegal logging telah mengakibatkan kerugian
kayu curian). material sebesar paling tidak Rp. 30 triliun per tahun.
7. Pengusaha asing : penyelundupan kayu hasil curian ke Bahkan penelitian Greenpeace seperti dikutip Radius dan
Malaysia, Cina, dan lain-lain. Wadrianto (2011) melaporkan bahwa 88 persen kayu-kayu
8. Pelaku lain yang mendukung terjadinya penebangan liar yang masuk ke industri perkayuan di Indonesia disinyalir
termasuk: masyarakat miskin dan pengangguran yang ilegal. Kerugian dari segi lingkungan yang paling utama
mencari penghasilan, kelompok masyarakat yang adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak
dirugikan dan tertinggal, masyarakat yang kecewa dan terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya
tidak memiliki pekerjaan, tokoh masyarakat, buruh lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya
angkut, dan distributor kayu ilegal. produktivitas lahan, erosi dan banjir. Data Departemen
Kehutanan (2009), menunjukkan luas lahan kritis mencapai
Proses Terjadinya Illegal Logging di Taman Nasional 77,8 juta dengan luas lahan sangat kritis mencapai 47,6 juta
Meru Betiri ha. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat
Menurut keterangan dari pihak Taman Nasional menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk flora dan
Meru Betiri, Bapak Musafa Proses yang dilakukan pelaku fauna langka. Seluruh biodiversity dan kekayaan alam
illegal logging memang beragam tetapi proses yang sering (termasuk kayu) dapat punah, sehinggga generasi mendatang
terjadi atau yang sering digunakan oleh pelaku illegal tidak bisa menyaksikan langsung kekayaan mega-
biodiversity hutan tropika Indonesia. Selain dampak-dampak

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 7

diatas illegal logging juga berdampak langsung pada Regulasi tentang Peran Pemerintah dalam
kawasan Taman Nasional Meru Betiri, antara lain :[15] Menanggulangi Illegal Logging
1. Dampak terhadap REDD (Reducing Emission from Peran pemerintah dalam menanggulangi illegal
Deforestation and Degradation) logging tercantum dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Undang-
2. Dampak terhadap Satwa langka Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu :
3. Dampak terhadap Lingkungan 1. Semua hutan di wilayah Republik Indonesia termasuk
4. Dampak terhadap iklim kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Konservasi Taman Nasional Meru Betiri 2. Penguasaan hutan oleh Negara sebagaimana dimaksud
Dalam melaksanakan Tupoksinya Balai Taman pada ayat (1) memberi wewenang kepada pemerintah
Nasional Meru Betiri tidak lepas dari beberapa kendala yang untuk:
dapat menghambat pencapaian kinerja yang diharapkan. a. Mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan
Beberapa kendala, hambatan yang dihadapi dalam dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan;
perlindungan hutan dan konservasi alam salah satunya b. Menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan
adalah Konservasi kawasan. Kawasan konservasi pada saat hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan
ini umumnya mengalami beberapa tekanan yang luar biasa hutan, dan;
beratnya dari berbagai kegiatan ilegal. Baik penebangan liar, c. Mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan
perburuan liar, perambahan untuk perladangan dan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur
pemukiman. Pendorong terjadinya kegiatan ilegal tersebut perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan.
sebagian besar disebabkan oleh :[16]
a. Penataan dan pengukuhan kawasan belum seluruhnya Upaya Pengendalian Illegal Logging di Taman Nasional
tuntas, sehingga menyulitkan pengelolah apabila ada Meru Betiri
kasus atau pelanggaran di dalam kawasan. Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) merupakan
b. Kelemahan dalam menjamin kepastian hukum kawasan salah satu kawasan konservasi yang ada di Prov. Jawa Timur
dan kelestarian pemnfaatan sumber daya alam antara lain yang telah ditetapkan sebagai proyek percontohan
melalui penegakan hukum pendidikan dan penyuluhan. pengurangan emisi dari pencegahan deforestasi dan
c. Sebagian tanda kawasan telah rusak atau hilang. degradasi (REDD) yang dibiayai oleh ITTO. Sebagai satu
d. Prioritas terhadap upaya konservasi alam sangat rendah kesatuan ekosistem hutan pegunungan dan kawasan pantai
karena konservasi di pandang sebagai penghambat yang merupakan kawasan konservasi yang masih asli,
pembangunan dan dianggap tidak memberi keuntungan keberadaan TNMB harus dapat dijaga untuk kepentingan
finansial, bahkan daya kembali investasi untuk kegiatan lokal, nasional dan bahkan internasional. Pada
konservasi dan ekowisata dipandang sangat lambat kenyataannya, TNMB sering mengalami berbagai gangguan
dibanding dengan kegiatan eksploitasi hutan dan yang dapat mengancam kelestarian dan keanekaragaman
konservasi lahan. hayati hutan yang pada akhirnya akan mengurangi
e. Kendala ekologis terjadi terutama disebabkan perbedaan kemampuan hutan dalam mempertahankan stok karbon dan
persepsi dan ketidak pedulian terhadap ekologi dalam berpengaruh terhadap perubahan iklim. Berbagai
perncanaan alokasi dan pemanfaatan lahan, sehingga permasalahan yang sering terjadi adalah penebangan liar,
kawasan konservasi hanya merupakan kawasan sisa perambahan, kebakaran hutan, dan longsor yang terus
dalam prosedur alokasi lahan. mengancam kelestarian TNMB. Kekurang pedulian sebagian
Upaya yang ditempuh dalam mengatasi permasalahan di kecil masyarakat terhadap konservasi TNMB serta himpitan
Balai Taman Nasional Meru Betiri adalah : masalah ekonomi merupakan salah satu faktor kenapa
1. Perlindungan Hutan kegiatan illegal logging masih sering terjadi.
2. Penanggulangan Kebakaran Hutan Penebangan liar (illegal logging) merupakan kegiatan
3. Konservasi Kawasan penebangan kayu yang tidak sah atau tidak memiliki izin.
Praktek illegal logging yang tidak mengindahkan kelestarian
Peran Serta Pemerintah dalam Menanggulangi menyebabkan kerusakan sumber daya hutan. Beberapa
Penebangan atau Pembalakan Hutan Secara Liar dampak ekologi dapat dikaitkan dengan praktek illegal
(Illegal Logging) di Taman Nasional Meru Betiri logging ini termasuk degradasi, deforestasi, hilangnya
Pengertian Pemerintah keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Upaya-upaya
Pemerintah dalam arti sempit adalah organ atau alat perlindungan hutan di TNMB dilakukan mengingat TNMB
perlengkapan negara yang diserahi tugas pemerintahan atau merupakan salah satu ekosistem Hutan Hujan Tropis
melaksanakan Undang-Undang. Dalam pengertian ini Dataran Rendah yang tersisa di Propinsi Jawa Timur. Upaya
pemerintah hanya berfungsi sebagai badan eksekutif pemberdayaan masyarakat dilakukan untuk meningkatkan
(Bastuur). Sedangakan pemerintah dalam arti luas semua kinerja kelembagaan yang ada di masyarakat dalam
badan yang menyelenggarakan semua kekuasaan di dalam mencegah dan mengurangi tekanan terhadap hutan. Berbagai
negara, baik kekuasaan eksekutif maupun kekuasaan upaya yang terus dilakukan dalam mengurangi pembalakan
legislatif dan yudikatif. Jadi semua pemegang kekuasaan di liar di TNMB adalah meningkatkan peran serta dan
dalam negara (legislatif, eksekutif, yudikatif) seperti trias keterlibatan masyarakat di dalam pengelolaan TNMB.
politika dari Montesqieu adalah termasuk pemerintah dalam Pembentukan Masyarakat Mitra Polhut (MMP) dan
arti luas. pembentukan kelembagaan SPKP di masing-masing Seksi

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 8

Pengelolaan Taman Nasional merupakan salah satu upaya untuk dihentikan oleh pemerintah, yaitu, Penebangan liar
meningkatkan peran serta masyarakat di dalam pengelolaan didukung oleh penyokong dana, atau cukong, yang
TNMB. beroperasi layaknya institusi kejahatan yang terorganisir
Kegiatan Pemberdayaan masyarakat di sekitar (organized crimes). Para penegak hukum kehutanan
kawasan TNMB telah banyak dilakukan namun masih belum mempunyai keterbatasan sumber daya dalam menghadapi
memberikan hasil yang optimal. Pada tahun 2007, di desa cukong-cukong tersebut. Penegak hukum hanya
penyangga TNMB telah berdiri Sentra Penyuluhan memfokuskan pada penemuan bukti-bukti fisik dari adanya
Kehutanan Pedesaaan (SPKP) di desa Wonoasri dan kayu ilegal, seperti kepemilikan, penyimpanan dan
Sanenrejo yang kemudian dikembangkan di desa penyangga pengangkutan kayu dan produk hutan lainnya yang tanpa
lainnya, desa Kandangan, desa Sarongan, desa Kebonrejo, surat-surat dokumen yang sah. Oleh karena itu target mudah
desa Curahnongko dan desa Andongrejo pada tahun 2010. dalam usaha penegakan hukum kehutanan adalah di
Namun pengurus klembagaan SPKP terbentur masalah lapangan misalnya supir truk yang sedang mengangkut kayu
anggaran dan sumber daya manusia (SDM) yang belum ilegal, atau pekerja yang sedang melakukan penebangan liar.
mumpuni. Ke depan diharapkan dengan semakin Dengan tertangkapnya supir truk masih sulit dibuktikan
menguatnya kelembagaan SPKP akan menjadi wadah dalam keterlibatan penyokong dana dan aktor intelektual lainnya
merumuskan setiap kegiatan/program dan memecahkan dari pembalakan liar.
permasalahan yang ada di desa penyangga TNMB sehingga Pembalakan liar dan praktek-praktek terkait lainnya
ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan akan semakin marak karena adanya korupsi. Penyokong dana
semakin berkurang dan dapat meningkatkan partisipasi dan yang mengoperasikan pembalakan liar dan aktivitas
kesadaran masyarakat dalam upaya konservasi.[17] perdagangan kayu ilegal mengerti dengan siapa mereka
harus membayar untuk melindungi bisnis kayu ilegal.
Peran Pemerintah dalam Menanggulangi Illegal Logging Berbagai institusi atau oknum menjadi rawan terhadap
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 korupsi dan suap terkait penerbangan liar. Meskipun
menyatakan bahwa bumi air, dan kekayaan alam yang ada demikian, sesungguhnya masih banyak petugas atau aparat
didalamnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran yang bekerja baik dan bertanggung jawab dalam upaya
rakyat. Berdasarkan pasal tersebut, pemerintah sudah pemberantasan pembalakan liar serta masalah yang terkait
sewajibnya menyikapi dengan serius banyaknya kasus dengannya, walaupun mereka menghadapi resiko termasuk
illegal logging. Illegal logging merupakan tindakan perlawanan dari yang diuntungkan oleh adanya pembalakan
memanfaatkan sumber daya alam untuk kepentingan pribadi liar. Penanggulangan illegal logging tetap harus diupayakan
Dalam memberantas atau menaggulangi illegal logging hingga kegiatan ini berhenti sebelum habisnya sumber daya
Balai Taman Nasional Meru Betiri tidak hanya bekerja hutan. Penanggulangan illegal logging ini dapat dilakukan
sendiri, melainkan bekerjasama dengan Instansi-instansi melalui kombinasi dari upaya monitoring (deteksi), upaya
pemerintah lainya untuk manjalankan tugasnya melindungi pencegahan (preventif), dan upaya penanggulangan
kawasan hutan konservasi dan menaggulangi penebangan (represif). Berdasarkan 3 (tiga) komponen tersebut dapat di
atau pembalakan liar yang marak terjadi di kawasan Taman jelaskan sebagai berikut :
Naional Meru Betiri , antara lain Balai Tanam Nasional 1. Tindakan Prefentif untuk Mencegah Terjadinya
bekerjasama dengan: Illegal Logging
a. Kantor Kepala Desa daerah setempat; A. Peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan
b. Kantor Kecamatan daerah setempat; masyarakat
c. Polsek (Polisi Sektor) daerah setempat; B. Perbaikan manajemen kehutanan
d. Pemerintah daerah; C. Perbaikan sistem perundangan dan pendidikan
e. Polres (Polisi Resort); 2. Deteksi terhadap Adanya Kegiatan Penebangan Liar
f. Kejaksaan negeri, dan Deteksi sangat diperlukan untuk mengetahui secara dini
g. Pengadilan negeri. adanya illegal logging. Deteksi dapat dilakukan melalui
Berdasarkan wawancara dengan bapak Musafak kegiatan-kegiatan:
selaku Kepala Polisi Hutan Taman Nasiaonal Meru Betiri a) Deteksi makro, misalnya melalui potret udara untuk
diketahui bahwa, selain bekerjasama dengan instansi-instansi mengetahui adanya indikator penebangan liar seperti
pemerintah, Balai Taman Nasional Meru Betiri juga perambahan, jalur logging, base camp, sawmill dan
bekerjasama dengan masyarakat di desa-desa penyangga lainnya.
dengan membentuk masyarakat yang diberi nama Mitra b) Patroli rutin melalui jalur darat (ground checking).
Polhut yaitu masyarakat yang dibina oleh Balai Taman c) Pemeriksaan tempat-tempat yang diduga terjadi
Nasional Meru Betiri yang bertugas sebagai informan penebangan liar.
apabila terjadi kerusakan atau kejahatan hutan yang terjadi d) Pemeriksaan di sepanjang jalur-jalur pengangkutan.
disekitar kawasan hutan,sebagai ujung tombak dalam e) Inspeksi di lokasi penimbunan layu, log pond dan
kegiatan pereventif (sistem pengaman dari polhut) dengan lokasi Industri.
adanya masyarakat yang disebut mitra polhut tersebut sudah f) Melakukan lacak balak (timber tracking).
menunjukan bahwa pengamanan yang dilakukan oleh Balai g) Menerima dan menindaklanjuti adanya informasi
Taman Nasional Meru Betiri mencakup semua aspek, dari yang datang dari masyarakat.
peran serta pemerintah sampai peran serta masyarakat. Ada h) Pemeriksaan intensif dokumen (ijin, angkutan dan
beberapa alasan mengapa aktivitas penebangan liar sulit laporan) .

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 9

i) Mengefektifkan pengawasan, termasuk pemeriksaan menginstruksikan kepada para pejabat terkait untuk
melalui udara dan darat, penelusuran angkutan log. melakukan percepatan pemberantasan penebangan kayu
secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh
3. Tindakan Represif Melalui Penegakan Hukum wilayah Republik Indonesia, melalui penindakan terhadap
Upaya memberantas kegiatan illegal logging telah setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan:
dilakukan tetapi belum meperlihatkan hasil yang maksimal a) Menebang pohon atau memanen atau memungut hasil
karena masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia. hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan tanpa
Terdapat beberapa kasus penebangan liar dan korupsi yang memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.
berhasil dibawa ke pengadilan, namun hampir semuanya b) Menerima, membeli atau menjual, menerima tukar,
mendapat hukuman ringan atau bahkan bebas sama sekali. menerima titipan, menyimpan, atau memiliki dan
Tindakan represif merupakan tindakan penegakan hukum menggunakan hasil hutan kayu yang diketahui atau patut
mulai dari penyelidikan, penyidikan sampai ke pengadilan. diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau
Untuk itu harus ada kesamaan persepsi antara masing- dipungut secara tidak sah.
masing unsur penegak hukum yaitu penyidik (Polri dan c) Mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu
PNS), jaksa penuntut dan hakim. Karena besarnya yang tidak dilengkapi bersama-sama dengan surat
permasalahan illegal logging, tindakan represif harus keterangan sahnya hasil hutan kayu.
mampu menimbulkan efek jera sehingga pemberian sanksi d) Membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lainnya yang
hukum harus tepat. Tindakan yang perlu dilakukan lazim atau patut diduga akan digunakan untuk
diantaranya : mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa
a) Adanya komitmen politik untuk memberantas izin pejabat yang berwenang.
penebangan liar dimulai dari pimpinan tertinggi negara e) Membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk
karena pemberantasan penebangan liar dan peredaran menebang, memotong atau membelah pohon di dalam
hasil hutan ilegal memerlukan upaya yang sungguh- kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.
sungguh dengan penegakan supremasi hukum secara adil
dan konsisten. Peran Masyarakat dalam Mendukung Pemerintah untuk
b) Shock therapy dengan penutupan sawmill ilegal, dan Menanggulangi Illegal Logging
penggerebekan terorganisir ke tempat-tempat yang Peran Masyarakat dalam Mendukung Pemerintah
dicurigai. Adanya eksekusi, yaitu mereka yang terbukti untuk Menanggulangi Illegal Logging terdapat dalam Pasal
terlibat harus dieksekusi melalui proses pengadilan untuk 68, 69 dan 70 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
menghukum pelaku. tentang Kehutanan yaitu:
c) Meningkatkan hukuman (termasuk denda, kurungan, Pasal 68 Berbunyi:
penyitaan harta benda, pembatalan ijin terhadap para 1. Masyarakat berhak menikmati kualitas lingkungan hidup
pelaku kejahatan) dan meningkatkan kesadaran tentang yang dihasilkan hutan.
akibat penebangan liar. 2. Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Untuk mendukung penegakan hukum, sesungguhnya telah masyarakat dapat:
ada berbagai aturan, diantaranya: a. Memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan
a) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya peraturan perundang-undangan yang berlaku;
Alam Hayati dan Ekosistemnya. b. mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan
b) UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan dan hasil hutan, dan informasi kehutanan;
Tumbuhan. c. memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam
c) UU No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. pembangunan kehutanan; dan
d) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
e) PP No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan. pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak
f) PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru. langsung.
g) PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam 3. Masyarakat di dalam dan di sekitar hutan berhak
dan Kawasan Pelestarian Alam. memperoleh kompensasi karena hilangnya akses dengan
h) PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis hutan sekitarnya sebagai lapangan kerja untuk memenuhi
Tumbuhan dan Satwa. kebutuhan hidupnya akibat penetapan kawasan hutan,
i) PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
Tumbuhan dan Satwa Liar. berlaku.
j) Inpres Nomor 5 tahun 2001 Tentang Pemberantasan 4. Setiap orang berhak memperoleh kompensasi karena
penebangan kayu illegal (illegal logging) dan peredaran hilangnya hak atas tanah miliknya sebagai akibat dari
hasil hutan illegal di kawasan ekosistem Leuser dan adanya penetapan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan
taman nasional tanjung puting. peraturan perundang-undangan yang berlaku.
k) Inpres Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan Pasal 69 berbunyi :
Penebangan Kayu Secara Ilegal Di Kawasan Hutan Dan 1. Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta memelihara
Peredarannya Di Seluruh Wilayah Republik Indonesia. dan menjaga kawasan hutan dari gangguan dan
Inpres Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Pemberantasan perusakan.
Penebangan Kayu Secara Ilegal Di Kawasan Hutan Dan 2. Dalam melaksanakan rehabilitasi hutan, masyarakat dapat
Peredarannya Di Seluruh Wilayah Republik Indonesia meminta pendampingan, pelayanan, dan dukungan

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 10

kepada lembaga swadaya masyarakat, pihak lain, atau sekitar yang di sebut dengan “ Masyarakat Mitra Polhut”
Pemerintah. tugas atau fungsi utama masyarakat mitra polhut sendiri
Pasal 70 berbunyi : adalah sebagai ujung tombak dalam kegiatan
1. Masyarakat turut berperan serta dalam pembangunan di pengamanan secara preventif.
bidang kehutanan. 3. Saran dari penulis terkait dengan dampak yang di
2. Pemerintah wajib mendorong peran serta masyarakat timbulkan oleh adanya illegal logging di Taman
melalui berbagai kegiatan di bidang kehutanan yang Nasional Meru Betiri yang kebanyakan dilakukan oleh
berdaya guna dan berhasil guna. masyarakat sekitar yang diperdaya oleh para pemilik
3. Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat modal, sebaiknya perlu penyuluhan secara rutin yang
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat dibantu oleh dilakukan oleh Pemerintah khususnya Taman Nasional
forum pemerhati kehutanan. mengenai betapa pentingnya menjaga kelestarian hutan
4. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat karena apabila hutan rusak maka akan berdampak juga
(1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. pada keberlangsungan hidup masyarakat di daerah desa-
desa penyangga yang ada di kawasan hutan tersebut, dan
Kesimpulan dan Saran peningkatan Pendekatan terhadap kesejahteraan
masyarakat juga diperlukan agar tekanan masyarakat
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai terhadap hutan bisa berkurang.
berikut : 4. Upaya penanggulangan penebangan liar memerlukan
1. Masalah penebangan liar di Indonesia merupakan komitmen yang kuat dari Pemerintah, penegakkan
masalah serius yang mengancam kelestarian hutan. Hal supremasi hukum, perbaikan sistem pengelolaan hutan
ini sudah menjadi permasalahan nasional. Di Jawa, faktor dan kegiatan lain yang perlu diprogramkan untuk jangka
utama yang sangat mempengaruhi kejadian illegal pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Selain itu
logging adalah konflik tenurial hutan, karena tingginya diperlukannya juga kerjasama yang baik antara instansi-
angka kemiskinan dan rendahnya sumber daya manusia instansi Pemerintah, dan kerjasama Pemerintah dengan
yang ada didaerah sekitar kawasan hutan. Maka akibat masyarakat sekitar dalam menaggulangi kasus-kasus
dari pembalakan liar di kawasan hutan Konservasi illegal logging yang sudah terjadi.
Taman Nasional Meru Betiri mulai berkurangnya
resapan air yang bisa menyebabkan banjir, dan Ucapan Terima Kasih
kurangnya ketersediaan air pada musim kemarau
sehingga tidak jarang terjadi kekeringan di kawasan Penulis Zahrotun Nazia mengucapkan terimakasih kepada
hutan, dan terancamnya satwa-satwa langka akibat abah tercinta dan mami yang senantiasa selalu memberikan
kerusakan lingkunngan dikawasan Taman Nasional Meru nasihat, do'a, kasih sayang dan dukungannya serta Bapak
Betiri, Secara ekonomi kegiatan ini sangat merugikan, dan Ibu dosen dan seluruh civitas akademika Fakultas
dan kerugian lain yang besar juga terjadi karena rusaknya Hukum Universitas Jember yang telah membimbing dan
lingkungan dan moral masyarakat. memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
2. Upaya penanggulangan penebangan liar memang tidak
mudah, Pemerintah harus melakukan berbagai cara untuk Daftar Pustaka
mengatasi permaslahan illegal logging, Diperlukan
upaya yang sungguh-sungguh untuk mengatasi masalah [1]Abdul Hakim. 2005. Pengantar Hukum Kehutanan
penebangan liar yaitu melalui upaya preventif, dengan Indonesia. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. hlm. 1.
pendekatan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat, [2] Siahaan, NHT. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi
upaya perbaikan sistem pengelolaan kehutanan dan Pembangunan. Jakarta, Erlangga. hlm. 1.
perangkat perundang-undangan. Selain itu perlu adanya [3] Otto Soemarwoto. 1997. Ekologi, Lingkungan Hidup
sistem deteksi dalam pengendalian illegal logging serta Dan Pembangunan. Jakarta. Djambatan. hlm. 59.
yang terpenting adalah upaya penegakan hukum. Dalam [4] Mulida Hayati. 2011. Penegakan Hukum Bagi Pelaku
hal ini upaya untuk mengatasi kerusakan hutan atau Illegal Logging dan implementasinya terhadap Pelestarian
illegal logging yang sudah dilakukan Pemerintah Lingkungan Hidup, Jurnal Hukum Vol. 18 No. 1 Fakultas
khusunya Balai Taman Nasional Meru Betiri sudah Hukum Universitas Palangkaraya, Yogyakarta. hlm. 51.
sesuai dengan apa yang ada atau aturan-aturan yang [5] http://www.dephut.co.id/dataulanghutan.html. Diakses
sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun tanggal 22 februari 2013 pukul 19.32 WIB.
1999 tentang kehutanan, salah satunya pada Pasal 70 [6]I.G.M Nurdjana, Dkk. 2005. Korupsi dan Illegal
ayat (2) di tegaskan bahwa Pemerintah wajib mendorong Logging dalam Sistem Desentralisasi, Yogyakarta. Pustaka
peran serta masyarakat melalui berbagai kegiatan di Pelajar. Hlm. 71-72.
bidang kehutanan yang berdaya guna dan berhasil guna. [7]Http://www.merubetiri.com. Diakses pada tanggal 7 Mei
Antara lain yaitu peran serta dalam mengatasi 2013, pukul 18.45
permasalahan perusakan hutan, dan Polhut dari Balai [8] Primack, R.B., J.Supriatna , M.Indrawan dan
Taman Nasional Meru Betiri sudah mengikut sertakan P.Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor
masyarakat sekitar kawasan penyangga di Taman Indonesia. Jakarta.
Nasional Meru Betiri dalam mengatasi permasalahan [9]Sastrapratedja, M. 2004. Apa dan Siapakah Manusia?
yang ada, dengan membentuk serta membina masyarakat Pendidikan Manusia Indonesia. Kompas. Jakarta.

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013


Z. Nazia et al., Kajian Yuridis Mengenai Illegal Logging Di Kawasan Hutan (Studi Kasus Di Balai ...... 11

[10] Wiratno, D.Indriyo., A.Syarifudin dan A.Kartikasari.


2004. Berkaca di Cermin Retak Refleksi Konservasi dan
Implikasi bagi Pengelolaan Taman Nasional. Forest Press,
The Gibbon Foundation Indonesia, Departemen Kehutanan,
PILI-ngo Movement. Jakarta.
[11] http://m.antaranews.com diakses pada tanggal 23 Mei
2013, pukul 19.33 WIB.
[12] Http:// www.merubetiri.com. Diakses pada tanggal 7
Mei 2013, pukul 18.45.
[13] laporan teknis no.11 November 2011, Review tenteng
illegel logging sebagai ancaman terhadap sumber daya
hutan dan impelemntasi kegiatan pengurangan Emisi dan
Deforestasi dan Degradasi (REDD) di Indonesia. hlm. 13.
[14] http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id diakses pada
tanggal 23 Mei 2013, pukul 19.30 WIB.
[15] http://www.merubetiri.com. Diakses pada tanggal 7
Mei 2013, pukul 18.45.
[16]Laporan Tahunan Balai Taman Nasional Meru Betiri
Tahun 2010. Hlm 31.
[17] laporan teknis no.11 November 2011, Review tenteng
illegel logging sebagai ancaman terhadap sumber daya
hutan dan impelemntasi kegiatan pengurangan Emisi dan
Deforestasi dan Degradasi (REDD) di Indonesia.

Artikel Ilmiah Hasil Penelitian Mahasiswa 2013

Anda mungkin juga menyukai