Anda di halaman 1dari 13

Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 1

PERLINDUNGAN HUTAN DARI PERSOALAN ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA

Oleh :
Aris Mohamad Ghaffar Binol

Dosen : Dr. Cornelius Tangkere, S.H., M.H.

Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado

Jl. Kampus Unsrat Bahu, Malalayang, Manado, 95115

e-mail : arisbinol@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menegetahui apa itu illegal logging,penyebab illegal
logging,mengetahui bagaimana penanggulangan illegal logging. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian secara yuridis normative sekaligus dengan sosiologis empiris, sumber
pengumpulan data berasal dari primer dan data sekunder. Disamping itu data yang diambil
penulis berasal dari dokumen-dokumen penting maupun dari peraturan perundang-undangan.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Penebangan kayu secara liar (illegal logging)
merupakan gejala yang muncul akibat berbagai permasalahan yang sangat kompleks melibatkan
banyak pihak dari berbagai lapisan. Ditambah lagi, bila praktek ini tetap dilakukan dengan
itensitas yang tinggi, akan mengancam kehidupan anak cucu kita di masa mendatang. Oleh
karena itu, perlu adanya perhatian yang intensif dan kooperasi yang solid antar pihak. Penerapan
sanksi terhadap Illegal Logging menurut undang-undang yaitu bedasarkan Pasal 18 Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 Undang undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Selama sepuluh tahun terahkir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta
hektar/tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (Illegal Logging) adalah penyebab
terbesar kerusakan hutan. Illegal Logging telah menjadi penyebab utama kerusakan hutan yang
sangat parah. Bahkan lebih dari itu, penebangan liar ini telah melibatkan banyak pihak dan
dilakukan secara terorganisir serta sistemmatis. Kejahatan ini bukan hanya terjadi dikawasan
hutan produksi melainnkan juga merambah ke kawasan Hutan Lindung dan Taman Nasional.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 2

Persoalan Illegal Logging ini sudah menjadi fenomenal umum yang belangsung dimana –
mana. Ilegal logging bukan merupakan tindakan haram yang dilakukan secara sembunyi –
sembunyi, tetapi sudah menjadi pekerjaan keseharian. Fenomenal Illegal Logging kini bukan
lagi merupakan masalah kehutanan saja, melainkan persoalan multipihak yang penyelesaiannya
pun membutuhkan banyak pihak terkait.

Praktik penebangan liar atau pencurian kayu yang lebih populer dikenal denganistilah
Illegal Logging saat ini telah menjadi perhatian Pemerintah. MeskipunPemerintah telah
menargetkan praktik ini dapat diatasi pada tahun 2006 lalu namunmasih saja ditemukan adanya
peredaran kayu yang diperdagangkan atau akandiselundupkan ke luar yang tanpa disertai
dokumen legal yang mengindikasikan praktikini masih dilakukan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab. Illegal Logging merupakan suatu bentuk kejahatan lingkungan yang juga
menyebabkan kerugiaannegara.

1.2 RUMUSAN MASALAH


a. Apa itu Illegal Logging?
b. Siapa saja Pelaku Illegal Logging di Indonesia ?
c. Apa saja Penyebab Illegal Logging ?
d. Apa saja Permasalahan danDampak dari Illegal Logging?
e. Bagaimanacara mengatasiIllegal Logging ?

1.3 TUJUAN
a. Untuk dapat mengetahui apa itu illegal logging
b. Untuk dapat mengetahui siapa saja yang melakukan Illegal Logging
c. Untuk dapat mengetahui apa saja penyebab Illegal Logging
d. Untuk dapat mengetahui Permasalahan dan Dampak Illegal Logging
e. Untuk dapat mengetahui bagaimana mengatasi Illegal Logging

II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Nurdjana, Teguh Prasetyo dan Sukardi, Pengertian Illegal Logging adalah
rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan hasil
hutan kayu yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan berpotensi merusak hutan.
Menurut Haba, Illegal Logging adalah suatu rangkaian kegiatan yang saling terkait, mulai
dari produsen kayu illegal yang melakukan penebangan kayu secara illegal hingga ke pengguna
atau konsumen bahan baku kayu. Kayu tersebut kemudian melalui proses penyaringan yang
illegal, pengangkutan illegal dan melalui proses penjualan yang illegal.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 3

Menurut LSM Indonesia Telapak tahun 2002, Illegal Logging adalah operasi atau
kegiatan yang belum mendapat izin dan yang merusak.
Menurut Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch, Illegal Logging adalah semua
kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan dan pengelolaan, serta perdagangan kayu
yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia. Lebih lanjut Global Forest Watch mengemukakan
bahwa illegal logging terbagi atas dua, yang pertama dilakukan oleh operator yang sah yang
melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya dan yang kedua melibatkan pencuri
kayu, pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang
pohon.
Menurut Tacconi, Illegal Logging merupakan semua tidakan illegal yang berhubungan
dengan ekosistem hutan, demikian juga industri yang berhubungan dengan hutan dan hasil hutan
kayu serta non kayu.

III. PEMBAHASAN

3.1 DEFINISI ILLEGAL LOGGING

Illegal Logging atau dengan kata lain pembalakan liar merupakan istilah yang tidak
pernah disebutkan dalam peraturan perundang – undangan manapun. Biasanya istilah ini
mengacu untuk serangkaian perbuatan pidana yang ada dalam pasal 50 UU KehutananKetentuan
padaPasal 50 menyatakan bahwa, ayat (1) “Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana
perlindungan hutan dan ayat (2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan,
izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan
kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang
menimbulkan kerusakan hutan”.
Ketentuan tersebut mulai dari penebangan liar, penguasaan, transportasi, hingga
penjualan kayu. Namun demikian pasal 50 tidak menyatakan kejahatan tersebut. Kejahatan
diatur terpisah dengan sanksi yang berbeda pula. Penebangan liar misalnya diatur dalam huruf E
pasal 50 tentang “ menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan
tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.” Huruf H pasal 50 tentang “
mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama – sama
dengan surat keterangan sahnya hasil hutan”. Huruf F Pasal 50 tentang “ menerima, membeli
atau menjual, menerima tukar, menerima titipan , menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang
diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secarah tidak
sah.”
Istilah Illegal Logging tampaknya cenderung kepada masalah penebangan liar atau
penebangan tanpa izin,sedangkan perambahan luput dari kategori ilegal loging. Akibatnya,
kegiatan perambahan dilakukan secara terbuka atau terang-terangan tanpa takut sedikit pun
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 4

dengan petugas, sedangkan Illegal Logging dilakukan secara sembunyi-sembunyi, baik pada
waktu siang hari atau pun malam hari.
Istilah kehutanan, Logging adalah suatu aktivitas atau kegiatan penebangan kayu dalam
kawasan hutan yang dilakukan oleh seseorang,keompok ataupun atas nama perusahaan,
berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah atau istansi yang berwenang (kehutana)
sesuai dengan prosedur dan tata cara penebangan yang diatur dalam peraturran perundang-
undangan kehutanan. Dengan demikian, loging atau penebangan dapat di benarkan sepanjang
mempunyai izin, mengikuti prosedur penebangan yang benar berdasarkan aspek kelestarian
lingkungan, dan mengikuti prosedur pemanfaatan dan peran hasil hutan berdasarkan ketentuan
yang berlaku. (Keputusan Menteri Kehutanan No.127/KPTS-II/2003 tentang penataan hasil
hutan;sebagaii pengganti kep.menteri kehutanan No. 316/KPTS-II/1999).
Sebaliknya ada peristilhan Illegal Logging yang merupakan antitesa dari istilah loging.
Ilegal berarti tidak didasari denagan peraturan perundanga-undangan atau dasar hukum positif
yang telah ditentikan pemerintah, dan berkonotasi ‘liar’ serta mengandung konsekuensi
melanggar hukum, karena mengambil atau memiliki sesuatu milik pihak lain, yang bukan
haknya. Kepada pelnggar atau peaku dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan kitab undang-
undang hukum acara pidana (kuhap) dan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Dengan
demikian llegal loging adalah penebangan liar atau penebangan tanpa izin yang termasuk
kejahatan ekonomi dan lingkungan kareana menimbukan kejahatan material bagi negara serta
kerusakan lingkungan atau ekosistem hutan dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman
paling kurang 10-15 tahun dan denda paling banyak Rp 5-10 milyar (undang-undang no. 41 1999
tentang kehutanan, pasal 78 ).
 Contoh Kasus – Kasus Illegal Logging
a) Aksi Bos Perambah Kuasai Ratusan Hektare Hutan Jambi
Lelaki 40 tahun, warga Bangko, Kabupaten Merangin, itu ditangkap polisi pada
Sabtu, 16 September 2017, sekitar pukul 00.30 WIB, di Kecamatan VII Koto,
Kabupaten Tebo. Selain sebagai perambah, BS diketahui adalah pemodal atas aksi
perambahan hutan hingga illegal logging.

Gambar 3.1 Pelaku Illegal Logging di Jambi. (Sumber Liputan6)


b) Polisi Temukan Aktivitas Illegal Logging di Hutan Kerumutan.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 5

Pekanbaru - Lagi-lagi aktivitas illegal logging ditemukan aparat Polres Pelalawan, Riau,
di kawasan hutan suaka margasatwa Kerumutan. Kayu-kayu pembalakan liar ditemukan di aliran
sungai. Kapolres Pelalawan AKBP Ari Wibowo kepada wartawan, Jumat (10/2/2017)
menjelaskan pihaknya melakukan patroli bersama Polsek Kerumutan. Razia di lokasi kawasan
hutan tersebut dipimpin Kapolsek Kerumutan Iptu Soehermansyah.

Gambar 3.2 Aktivitas Illegal Logging di Pekanbaru (Sumber: Detik.com)

3.2 PELAKU ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA

1. Masyarakat biasa
Masyarakat biasa kerap menjadi pelaku Illegal Logging. Masyarakat biasa yang dimaksud
di sini ialah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Biasanya, mereka akan memanfaatkan
hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu. Tidak hanya itu, terkadang
mereka juga melakukan Illegal Logging untuk membuka lahan sebagai tempat tinggal. Selain
itu, masyarakat biasa juga dapat sebagai pekerja ataupun buruh di suatu perusahaan/organisasi.

2. Kalangan Pejabat
Pejabat dapat menjadi salah satu pelaku utama dan terpenting dalam kasus Illegal Logging .
Karena apa? Karena mereka memiliki kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan yang
disalahgunakan, mereka dapat memberi izin kepada para pelaku pembalakan liar untuk
menjalankan aksinya. Tidak hanya itu, kalangan pejabat kerap menjadi “protector” para cukong
kayu untuk memuluskan aksinya. Hal inilah yang terkadang dapat membuat para cukong kayu
terbebas dari jeratan hukum. Dari pemberian izin yang illegal ini, tentunya para pejabat terkait
akan mendapatkan profit materi dari para cukong kayu ataupun perusahaan terkait.

3. Industri/Perusahaan
Satu lagi subjek yang tak kalah krusialnya dari praktek Illegal Logging ialah para industri dan
perusahaan. Mereka biasanya bergerak dalam bidang manufaktur. Pada umumnya, alasan para
industri/perusahaan melakukan Illegal Logging ialah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
industry/perusahaannya. Mereka biasanya akan mengadakan kerja sama dengan kalangan
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 6

tertentu untuk melancarkan aksinya. Tidak hanya perusahaan/industri skala kecil saja yang
terlibat, bahkan beberapa perusahaan/industri skala besar juga turut melakukan Illegal Logging
.

3.3 PENYEBAB YANG MESTIMULASI PRAKTEK ILLEGAL LOGGING DI INDONESIA


Isu “Illegal Logging” saat ini sudah menjadi isu global yang selalu menjadi objek
pembicaraan dan kajian oleh berbagai kalangan, baik itu pemerintah, akademisi, NGO dan
organisasi masyarakat sipil. Kasus ini tidak pernah selesai dibicarakan. Dari tahun ke tahun isu
tersebut justru semakin memanas, karena penyelesaiannya tak kunjung mencapai titik temu.
Berikut merupakan beberapa penyebab yang pendorong maraknya praktek Illegal Logging di
Indonesia:

a). Masalah Ekonomi


Pada umumnya mata pencarian masyarakat kawasan hutan adalah bertani dan berkebun.
Namun, seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk, banyak lahan pertanian dan
perkebunan beralih fungsi menjadi permukiman. Hal ini berkonsekuensi pada semakin
berkurangnya lapangan pekerjaan yang kemudian berdampak pada rendahnya tingkat
perekonomian masyarakat. Sudah menjadi tabiat manusia, kadangkala dalam kondisi terhimpit
ekonomi, akal sehat menjadi tidak berfungsi. Sehingga memiliki tendensi menghalalkan sesuatu
walaupun bertentangan dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. Bagi mereka yang berdekatan
dengan hutan memiliki tendensi untuk nekat menjual kayu hutan. Mengapa demikian? Karena
hal ini yang paling cepat bagi mereka untuk bisa memenuhi kepulan asap di rumah. Beberapa
kasus yang ditemukan oleh petugas kehutanan ternyata memang masyarakat yang melakukan
penebangan kayu mengaku terpaksa karena tidak ada pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan
sehari – hari mereka. Ada pula awalnya adalah hanya mengambil kayu bakar yang dilakukan
oleh ibu-ibu. Namun kemudian menjadi usaha setelah adanya para cukong kayu sebagai pembeli.
Selain itu, banyak juga ditemukan pelakunya ternyata dari kalangan orang kaya secara materi.
Mereka ini biasanya melakukanya karena
faktor Keserakahan.
b). Pola kemitraan yang dibangun pemerintah dengan masyarakat.
Selama ini masyarakat hanya diarahkan untuk menjaga dan memelihara hutan tanpa
memikirkan bagaimana agar keberadaan hutan juga memiliki kontribusi dalam meningkatkan
kesejahteraan mereka. Bahkan lebih ekstrim lagi masyarakat bukanya diberdayakan tetapi
diperdaya. Banyak pula program-program pengembangan ekonomi yang dilakukan, namun
sayangnya tidak didasarkan pada potensi yang dimiliki masyarakat. Sehingga program-program
yang dicanangkan menjadi sia-sia.
c). Perkembangan Teknologi
Evolusi teknologi yang pesat mendorong kemampuan orang untuk mengeksploitasi hutan
khususnya untuk Illegal Logging semakin mudah dilakukan, karena dengan berkembangnya
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 7

teknologi untuk menebang pohon tidak memerlukan waktu yang lama sebab alat-alatnya
semakin canggih.
d). Budaya
Yang dimaksud di sini adalah kebiasaan – kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di
dalam memperlakukan hutan yang berkonsekuensi pada terancamnya eksistensi hutan. Misalnya
saja, ada keyakinan pada masyarakat tertentu bahwa jika membangun masjid atau tempat-tempat
umum lainya bahan – bahan kayunya harus diambilkan dari hutan yang disertai dengan ritual-
rutual tertentu. Ada pula kebiasaan-kebiasaan secara turun-temurun yang sudah tertanam pada
masyarakat tertentu yang kemudian menjadi kebiasaan yang sangat sulit untuk dihentikan.
Misalnya kebiasaan mengambil kayu dihutan yang dilakukan mulai dari orang tua kemudian
diikuti oleh anak-anaknya secara turun-temurun. Dalam prakteknya, para pelaku kadangkala
menggunakan cara-cara licik. Agar terhindar dari hukum, biasanyapohon kayu terlebih dahulu
dibuka kulitnya agar cepat mati. Ada pula disuntikkan racun pada pohon kayu.
Sebenarnya faktor budaya ini berkaitan dengan memudarnya nilai – nilai “kearifan
lokal”. Dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat kawasan hutan sebagai mahluk berbudaya
berkebutuhan untuk mengekpresikan budayanya. Bagi mereka, hutan merupakn tempat sekaligus
sebagai sarana terbaik penyelenggaraan ritual. Oleh karenanya, banyak ritual-ritual keselamatan
yang penyelenggaraanya dikaitkan dengan keberadaan hutan. Kondisi ini kemudian akan
mendorong masyarakat untuk menjaga dan memelihara hutan. Namun, kondisi saat ini nilai-nilai
lokal sudah hampir hilang, tidak lagi diterapkan. Sehingga orang masuk hutan secara
serampangan tanpa tata krama dan merusaknya.
e). Penegakan Hukum
Disinyalir bahwa masih terjadi konspirasi antara pelaku Illegal Logging dengan aparat.
Hal ini dibuktikan dengan masih berkeliaranya para pelaku Illegal Logging . Masih ada
ditemukan Saw Mill yang tidak berizin tetap beroperasi. Pengakuan oknum pemilik Saw Mill,
leluasanya dia mengoperasikan mesinnya karena aparat juga mendapatkan jatah dari hasilnya.
f). Penjagaan dan pengawasan aparatur masih belum berjalan dengan baik
Hal ini di karenakan tidak seimbangnya jumlah personil aparat dengan jumlah hutan di
Indonesia. Penyebab lain adalah adanya pengawas yang masih melakukan kerja sama dengan
pelaku Illegal Logging yang hasilnya pasti akan semakin parah dari kondisi sebelumnya.
g). Kesenjangan ketersediaan bahan baku
Terdapat kesenjangan penyediaan bahan baku kayu bulat untuk kepentingan industri dan
kebutuhan domestik yang mencapai sekitar 37 juta m3 per tahun telah mendorong terjadinya
penebangan kayu secara liar. Disamping itu terdapat permintaan kayu dari luar negeri, yang
mengakibatkan terjadinya penyelundupan kayu daam jumlah besar. Dibukanya kran ekspor kayu
bulat menyebabkan sulinya mendeteksi aliran kayu illegal lintas batas.
h). Kelembagaan
Sistem pengusahaan melalui HPH telah membuka celah-celah dilakukannya penebangan liar,
disamping lemahnya pengawasan instansi kehutanan. Selain itu penebangan hutan melalui
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 8

pemberian hak penebangan hutan skala kecil oleh daerah telah menimbulkan peningkatan
fragmentasi hutan.

3.4 PERMASALAHAN DAN DAMPAK ILLEGAL LOGGING


 Permasalahan Illegal Logging
Pada dasarnya masalah Illegal Logging tidak terlepas dari masalah kajian publik, yang
sebenarnya berintikan masalah kebijakan (Policy Problem) , sehingga pemecahan masalahnya
(problem solving) juga harus dimulai dengan kebijakan publik (Public Policy) itu sendiri. Perlu
kita kaji akar permasalahan Illegal Logging tersebut secara saksama berdasarkan konsep kajian
publik. Dari kajian ini kita bisa mengetahui dan memahami bahwa akar permasalahan Illegal
Logging sebenarnya adalah masalah kebijakan dan pemecahan masalah.
Masalah kebijakan dalam menangani Illegal Logging sanagat kompleks, mencakup
masalah kebijkan internal kehutanan dan masalah kebijakan ekstrenal (diluar hutan). Kedua
sumber masalah ini berinteraksi satu sama lain. Akibatnya, hasil dari keduanya membuat suatu
vektor permasalahan. Makin kuat vektor permasalahannya maka makin sulit Illegal Logging
diatasi. Indikator tersebut tampak dari semakin maraknya ilegal loging, baik dalam skala
nasional maupun regional atau provinsi, sehingga apabiala kondisi ini tidak segera diatasi dengan
komitmen bersama maka dapat dipastikan kehancuran hutan semakin besar.
Masalah – Masalah Kebijakan Internal :
1. Banyak lembaga kehutanan yang menangani hutan, lebih-lebih dengan adanya era
otonomi daerah mulai dari pemerintah pusat yaitu Departemen Kehutanan dengan unit-
unit pelaksana teknis (UPT)-nya di daerah, sampai tingkat daerah (provinsi dan
kabupaten/kotamadya) dengan unit pelaksana teknis daerah (UPTD)-nya. Adanya
lembaga atau instansi kehutanan ini tidak jelas tugas pokok dan fungsinya masing-
masing. Kadang terjadi tumpang tindih kewenangan, serta dalam operasional tidak jelas
tata hubungan kerjanya. Dengan kata lain, tidak ada platform atau satuan pandang yang
sama satu sama lain mengenai sistem pengelolaan hutan yang lestari, meskipun untuk itu
telah ada banyak panduan tentang bagaimana konsep sistem pengelolaan hutan lestari itu
dari Departemen Kehutanan.
2. Ironisnya, kebijakan kelembagaan kehutanan antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota
tidak merupakan kebijakan yang saling mendukung, bahkan terkesan pusat (Departemen
Kehutanan) menjaga jarak dengan daerah dalam hal kewenangan, sehingga tidak lagi
terlihat arah pembangunan kehutanan yang jelas. Begitu kompleksnya masalah ilegal
loggging sehingga apa sebenarnya akar permasalahan hingga penanganan ilegal loggging
menjadi begitu sulit dan bahkan Departemen Kehutanan telah mengeluarkan 5 (lima)
kebijakan pokok, di mana masalah pemberantasan penebangan liar atau Illegal Logging
menjadi kebijakan pokok yang pertama, di samping kebijakan pokok yang lain, yaitu
penanggulangan kebakaran hutan, restrukturisasi sektor kehutanan, rehabilitasi dan
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 9

konservasi alam, dan desentralisasi sektor kehutanan (Kep. Menhut. no. 7501/ Kpts-
II/2002).
3. Masalah lain, kebijakan pemerintah selama ini dengan menetapkan kawasan hutan
berdasarkan Keputusan Menhut, ternyata tidak banyak mendukung prakondisi dalam
pemantapan kawasan hutan. Sampai saat ini hampir 80% kawasan hutan belum selesai
penetapan/pengukuhannya oleh Menteri Kehutanan, meskipun barangkali secara fisik
sudah 100% kawasan hutan di tata bebas. Belum mantapnya status kawasan hutan ini,
juga mengundang permasalahan sengketa, di mana dalam setiap penyelesaian masalah
sengketa batas atau kawasan hutan di pengadilan, pihak kehutanan selalu terpojok apabila
sudah menyangkut masalah bukti hukum status kawasan.

Masalah Kebijakan Eksternal :


Izin pendirian atau izin penetapan kapasitas industri terpasang (industri perkayuan)
selama ini, ada pada kewenangan Depperindag, yang sebelumnya di Dephut. Dengan izin
tersebut berada di Depperindag maka seringkali timbul kesenjangan antara sumber bahan baku
yang ada di hutan dengan kapasitas industri terpasang yang ada di industri perkayuan, sehingga
akibatnya industri mengalami kekurangan bahan baku. Untuk itu tidak jarang terjadi industri
perkayuan cenderung “menampung” kayu-kayu yang bermasalah; hal tersebut jelas mempunyai
andil yang cukup kuat timbulnya penebangan liar atau ilegal loggging.

 Dampak Illegal Logging


a). Kepunahan berbagai varietas hayati
Illegal logging yang kian marak tentunya akan merusak bahkan menghilangkan habitat
asli dari berbagai flora dan fauna. Dengan rusaknya habitat mereka, maka mereka akan kesulitan
untuk melangsungkan kehidupannya, seperti kesulitan mencari makan akibat sumber makanan
mereka yang ditebang, tidak adanya tempat untuk berkembang biak dan sebagainya. Contoh
nyata ialah populasi orang hutan yang terancam punah, khususnya di Pulau Kalimantan yang
diakibatkan illegal logging dan pengalih fungsian hutan menjadi perkebunan sawit. Selain itu,
populasi gajah Sumatra juga terancam punah akibat pembalakan hutan. Para ahli
mengestimasikan apabila hal ini tidak ditangani dengan serius, generasi mendatang hanya akan
mengetahui flora dan fauna tersebut melalui fosil ataupun foto-foto saja.
b). Menimbulkan Bencana Alam
Pohon-pohon ditebangi hingga jumlahnya semakin hari semakin berkurang menyebabkan
hutan tidak mampu lagi menyerap air hujan yang turun dalam jumlah yang besar,sehingga air
tidak dapat meresap ke dalam tanah. Tentunya, ini bisa menyebabkan banjir,seperti yang terjadi
belum lama ini yaitu bencana banjir bandang di Wasior, Papua yang menewaskan hampir 110
orang. Contoh lainnya ialah banjir yang setiap tahunnya menjadi langganan di Jakarta. Banjir di
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 10

ibu kota Indonesia terjadi karena kurangnya daerah serapan air akibat adanya pengalih fungsian
hutan menjadi pemukiman. Dengan pengalih fungsian ini, fungsi hutan juga akan menurun.
c). Menipisnya Cadangan Air
Seperti yang kita ketahui, salah satu fungsi hutan ialah tempat cadangan air. Dengan
semakin maraknya illegal logging akan mengurangi eksistensi hutan, maka cadangan air bersih
juga akan berkurang. Itulah sebabnya, di Indonesia sering terjadi kekeringan air khususnya pada
musim kemarau.
d). Merusak Lapisan Tanah
Ketika eksistensi hutan menurun, maka hutan akan tidak optimal untuk menjalankan
fungsinya menjaga lapisan tanah sehingga akan memperbesar probabilitas terjadi erosi yang
nantinya dapat mengakibatkan lapisan tanah hilang dan rusak.

e). Penyebab Global Warming


Isu global warming pastilah tidak asing di telinga kita. Isu ini tidak hanya menyedot
perhatian sebagian masyarakat tertentu, tetapi telah menjadi masalah global.
Global warming membawa dampak berupa bencana alam yang sering terjadi di
Indonesia, seperti angin puyuh, seringnya terjadi ombak yang tinggi, dan sulitnya memprediksi
cuaca yang mengakibatkan para petani yang merupakan mayoritas penduduk di Indonesia sering
mengalami gagal panen. Global warming juga mengakibatkan semakin tingginya suhu dunia,
sehingga es di kutub mencair yang mengakibatkan pulau-pulau di dunia akan semakin hilang
terendan air laut yang semakin tinggi volumenya. Global warming terjadi oleh efek rumah kaca
dan kurangnya daerah resapan CO2 seperi hutan. Hutan di Indonesia yang menjadi paru- paru
dunia telah hancur oleh ulah para pembalak liar.
f). Berkurangnya Pendapatan Negara
Dari perspektif ekonomi kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa
negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara yang
diakibatkan oleh illegal logging mencapai Rp 30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi yang
muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon, tidak
terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti
hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost).
h). Dilihat dari aspek sosial, illegal logging menimbulkan berbagai konflik hak atas
hutan, konflik kewenangan mengelola hutan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah
serta masyarakat adat setempat.
i). Dilihat dari aspek budaya seperti illegal logging dapat memicu ketergantungan
masyarakat terhadap hutan yang pada khirnya akan dapat merubah perspektif dan perilaku
masyarakat adat setempat terhadap hutan.

3.5 MENGATASI ILLEGAL LOGGING


Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 11

1. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai
pengelolaan hutan. Misalkan dengan upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan di TKP
(tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana tempat dilakukannya
penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan hutan yang ada cukup luas dan tidak
sebanding dengan jumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit dapat diandalkan, kecuali
menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Ini pun akan mendapat kesulitan jika anggota
masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan materiil dari tindakan illegal logging.
Penerapan sanksi menurut undang-undang yaitu bedasarkan Pasal 18 Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 Undangundang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, yakni Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Dengan kata
lain, barang siapa dengan sengaja memanen, menebang pohon, memungut, menerima, membeli,
menjual, menerima tukar, menerima titipan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut
diduga berasal dari kawasan hutan, diancam dengan hukuman penjara paling lama sepuluh tahun
dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
2. Upaya lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan pos-pos tempat
penarikan retribusi yang banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan luar kota. Petugas pos retribusi
hanya melakukan pekerjaan menarik uang dari truk yang membawa kayu, hanya sekedar itu.
Seharusnya di samping melakukan penarikan uang retribusi juga sekaligus melakukan
pengecekan terhadap dokumen yang melegalkan pengangkutan kayu. Dengan tindakan
pengecekan seperti ini, secara psikologis diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shock
therapy bagi para sopir truk dan pemodal. Selain dari itu, juga harus dilakukan patroli rutin di
daerah aliran sungai yang dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk menuju terminal akhir,
tempat penampungan kayu.
3. Upaya ketiga adalah menelusuri terminal/tujuan akhir dari pengangkutan kayu illegal,
dan biasanya tujuan itu adalah perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku dari
kayu. Upaya ini dirasa cukup efektif untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan illegal
logging. Perusahaan atau industri seperti ini dapat dituding telah melakukan “penadahan”.
Perbuatan menampung terhadap kayu-kayu illegal oleh perusahaan, yang dalam bahasa hukum
konvensional KUHP disebut sebagai penadahan tersebut, dapat dikategorikan sebagai kejahatan
korporasi (corporate crime).
4. Dalam era otonomi daerah pemerintah mendorong dan memperkuat peran pemda
provinsi maupun kabupaten/kota serta sektor lainnya secara maksimal dalam
menanggulangi illegal logging melalui peningkatan keterpaduan sinergisitas pembangunan
kehutanan dan pembangunan wilayah, penggalangan dana pengamanan hutan dan pembangunan
jaringan kerja dan informasi.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 12

5. Untuk menanggulangi illegal logging di daerah perbatasan antara lain mengupayakan


diterbitkannya peraturan pemerintah pengganti undang-undang (PERPU) sehingga dapat
menyentuh aktor intelektual dan para pemodal yang selama ini belum tersentuh.
6. Hal lain yang diupayakan adalah memobilisasi berbagai sektor pembangunan untuk
mengarahkan pembangunan pada daerah-daerah rawan illegal logging dan gangguan hutan
lainnya, agar dapat meredam atau merealisasikan gejolak kebutuhan lapangan kerja dan usaha.
Dilakukan pula pelibatan masyarakat sipil dalam pemberantasan illegal logging dengan
pendekatan kesejahteraan masyarakat melalui program social forestry dan collaborative
management, yang diharapkan dapat menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat setempat.

Data Illegal Logging

Grafik 3.1. Kasus Illegal Logging di Indonesia. (Sumber illegal-logging.info)


Dari data di atas, kasus Illegal Logging terbesar terjadi pada tahun 2006 dan selanjutnya
di tahun-tahun berikutnya Kasus Illegal Logging tidak stabil.

IV. PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Illegal logging merupakan salah satu kasus di sektor kehutanan Indonesia yang tidak
bisa diremehkan, mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya baik secara langsung maupun
tidak langsung cukup bersifat signifikan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Penebangan kayu
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 13

secara liar (illegal logging) merupakan gejala yang muncul akibat berbagai permasalahan yang
sangat kompleks melibatkan banyak pihak dari berbagai lapisan. Ditambah lagi, bila praktek ini
tetap dilakukan dengan itensitas yang tinggi, akan mengancam kehidupan anak cucu kita di masa
mendatang. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang intensif dan kooperasi yang solid antar
pihak. Penerapan sanksi terhadap Illegal Logging menurut undang-undang yaitu bedasarkan
Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 Undang undang No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan.

DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kehutanan. 2010. Statistik Kehutanan Indonesia (Foresty Statistics of Indonesia)


2009. Jakarta
Makalah Illegal Logging. Diakses dari www.laniliani.blogspot.co.id/ pada tanggal 15 Nov 2017
Makalah Illegal Logging. Diakses dari https://candlesinmyheart.wordpress.com pada tanggal 15
Nov 2017
Problematika Penanganan Illegal Logging di Indonesia. Diakses dari
https://www.kompasiana.com pada tanggal 15 Nov 2017
Pembabat Hutan Bernama Illegal Logging. Diakses dari www.zenithsca1999.blogspot.co.id pada
tanggal 15 Nov 2017
UPAYA NON PENAL DALAM PENANGGULANGAN ILLEGAL LOGGING DI WILAYAH
KABUPATEN GROBOGAN. Diakses dari www.eprints.undip.ac.id Pada tanggal 15 Nov
2017
Illegal Logging. Diakses melalui laman www.zongker.blogspot.co.id Pada tanggal 27 Nov 2017
DEFINISI ILLEGAL LOGGING. Diakses dari www.muh-sunusi.blogspot.co.id Pada tanggal 27
Nov 2017
Pengertian Illegal Logging. Diakses dari www.pengertianpakar.com/ Pada tanggal 27 Nov 2017
27th Illegal Logging Update and Stakeholder Consultation Meeting. Diakses dari
https://www.illegal-logging.info pada tanggal 27 Nov 2017

Anda mungkin juga menyukai