Oleh :
Aris Mohamad Ghaffar Binol
e-mail : arisbinol@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menegetahui apa itu illegal logging,penyebab illegal
logging,mengetahui bagaimana penanggulangan illegal logging. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian secara yuridis normative sekaligus dengan sosiologis empiris, sumber
pengumpulan data berasal dari primer dan data sekunder. Disamping itu data yang diambil
penulis berasal dari dokumen-dokumen penting maupun dari peraturan perundang-undangan.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Penebangan kayu secara liar (illegal logging)
merupakan gejala yang muncul akibat berbagai permasalahan yang sangat kompleks melibatkan
banyak pihak dari berbagai lapisan. Ditambah lagi, bila praktek ini tetap dilakukan dengan
itensitas yang tinggi, akan mengancam kehidupan anak cucu kita di masa mendatang. Oleh
karena itu, perlu adanya perhatian yang intensif dan kooperasi yang solid antar pihak. Penerapan
sanksi terhadap Illegal Logging menurut undang-undang yaitu bedasarkan Pasal 18 Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 Undang undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan.
I. PENDAHULUAN
Selama sepuluh tahun terahkir, laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai dua juta
hektar/tahun. Selain kebakaran hutan, penebangan liar (Illegal Logging) adalah penyebab
terbesar kerusakan hutan. Illegal Logging telah menjadi penyebab utama kerusakan hutan yang
sangat parah. Bahkan lebih dari itu, penebangan liar ini telah melibatkan banyak pihak dan
dilakukan secara terorganisir serta sistemmatis. Kejahatan ini bukan hanya terjadi dikawasan
hutan produksi melainnkan juga merambah ke kawasan Hutan Lindung dan Taman Nasional.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 2
Persoalan Illegal Logging ini sudah menjadi fenomenal umum yang belangsung dimana –
mana. Ilegal logging bukan merupakan tindakan haram yang dilakukan secara sembunyi –
sembunyi, tetapi sudah menjadi pekerjaan keseharian. Fenomenal Illegal Logging kini bukan
lagi merupakan masalah kehutanan saja, melainkan persoalan multipihak yang penyelesaiannya
pun membutuhkan banyak pihak terkait.
Praktik penebangan liar atau pencurian kayu yang lebih populer dikenal denganistilah
Illegal Logging saat ini telah menjadi perhatian Pemerintah. MeskipunPemerintah telah
menargetkan praktik ini dapat diatasi pada tahun 2006 lalu namunmasih saja ditemukan adanya
peredaran kayu yang diperdagangkan atau akandiselundupkan ke luar yang tanpa disertai
dokumen legal yang mengindikasikan praktikini masih dilakukan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab. Illegal Logging merupakan suatu bentuk kejahatan lingkungan yang juga
menyebabkan kerugiaannegara.
1.3 TUJUAN
a. Untuk dapat mengetahui apa itu illegal logging
b. Untuk dapat mengetahui siapa saja yang melakukan Illegal Logging
c. Untuk dapat mengetahui apa saja penyebab Illegal Logging
d. Untuk dapat mengetahui Permasalahan dan Dampak Illegal Logging
e. Untuk dapat mengetahui bagaimana mengatasi Illegal Logging
Menurut Nurdjana, Teguh Prasetyo dan Sukardi, Pengertian Illegal Logging adalah
rangkaian kegiatan dalam bidang kehutanan dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan hasil
hutan kayu yang bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku dan berpotensi merusak hutan.
Menurut Haba, Illegal Logging adalah suatu rangkaian kegiatan yang saling terkait, mulai
dari produsen kayu illegal yang melakukan penebangan kayu secara illegal hingga ke pengguna
atau konsumen bahan baku kayu. Kayu tersebut kemudian melalui proses penyaringan yang
illegal, pengangkutan illegal dan melalui proses penjualan yang illegal.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 3
Menurut LSM Indonesia Telapak tahun 2002, Illegal Logging adalah operasi atau
kegiatan yang belum mendapat izin dan yang merusak.
Menurut Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch, Illegal Logging adalah semua
kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan dan pengelolaan, serta perdagangan kayu
yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia. Lebih lanjut Global Forest Watch mengemukakan
bahwa illegal logging terbagi atas dua, yang pertama dilakukan oleh operator yang sah yang
melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya dan yang kedua melibatkan pencuri
kayu, pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang
pohon.
Menurut Tacconi, Illegal Logging merupakan semua tidakan illegal yang berhubungan
dengan ekosistem hutan, demikian juga industri yang berhubungan dengan hutan dan hasil hutan
kayu serta non kayu.
III. PEMBAHASAN
Illegal Logging atau dengan kata lain pembalakan liar merupakan istilah yang tidak
pernah disebutkan dalam peraturan perundang – undangan manapun. Biasanya istilah ini
mengacu untuk serangkaian perbuatan pidana yang ada dalam pasal 50 UU KehutananKetentuan
padaPasal 50 menyatakan bahwa, ayat (1) “Setiap orang dilarang merusak prasarana dan sarana
perlindungan hutan dan ayat (2) Setiap orang yang diberikan izin usaha pemanfaatan kawasan,
izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan
kayu, serta izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu, dilarang melakukan kegiatan yang
menimbulkan kerusakan hutan”.
Ketentuan tersebut mulai dari penebangan liar, penguasaan, transportasi, hingga
penjualan kayu. Namun demikian pasal 50 tidak menyatakan kejahatan tersebut. Kejahatan
diatur terpisah dengan sanksi yang berbeda pula. Penebangan liar misalnya diatur dalam huruf E
pasal 50 tentang “ menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan didalam hutan
tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang.” Huruf H pasal 50 tentang “
mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi bersama – sama
dengan surat keterangan sahnya hasil hutan”. Huruf F Pasal 50 tentang “ menerima, membeli
atau menjual, menerima tukar, menerima titipan , menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang
diketahui atau patut diduga berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secarah tidak
sah.”
Istilah Illegal Logging tampaknya cenderung kepada masalah penebangan liar atau
penebangan tanpa izin,sedangkan perambahan luput dari kategori ilegal loging. Akibatnya,
kegiatan perambahan dilakukan secara terbuka atau terang-terangan tanpa takut sedikit pun
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 4
dengan petugas, sedangkan Illegal Logging dilakukan secara sembunyi-sembunyi, baik pada
waktu siang hari atau pun malam hari.
Istilah kehutanan, Logging adalah suatu aktivitas atau kegiatan penebangan kayu dalam
kawasan hutan yang dilakukan oleh seseorang,keompok ataupun atas nama perusahaan,
berdasarkan izin yang dikeluarkan oleh pemerintah atau istansi yang berwenang (kehutana)
sesuai dengan prosedur dan tata cara penebangan yang diatur dalam peraturran perundang-
undangan kehutanan. Dengan demikian, loging atau penebangan dapat di benarkan sepanjang
mempunyai izin, mengikuti prosedur penebangan yang benar berdasarkan aspek kelestarian
lingkungan, dan mengikuti prosedur pemanfaatan dan peran hasil hutan berdasarkan ketentuan
yang berlaku. (Keputusan Menteri Kehutanan No.127/KPTS-II/2003 tentang penataan hasil
hutan;sebagaii pengganti kep.menteri kehutanan No. 316/KPTS-II/1999).
Sebaliknya ada peristilhan Illegal Logging yang merupakan antitesa dari istilah loging.
Ilegal berarti tidak didasari denagan peraturan perundanga-undangan atau dasar hukum positif
yang telah ditentikan pemerintah, dan berkonotasi ‘liar’ serta mengandung konsekuensi
melanggar hukum, karena mengambil atau memiliki sesuatu milik pihak lain, yang bukan
haknya. Kepada pelnggar atau peaku dapat dikenakan sanksi hukum berdasarkan kitab undang-
undang hukum acara pidana (kuhap) dan kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Dengan
demikian llegal loging adalah penebangan liar atau penebangan tanpa izin yang termasuk
kejahatan ekonomi dan lingkungan kareana menimbukan kejahatan material bagi negara serta
kerusakan lingkungan atau ekosistem hutan dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman
paling kurang 10-15 tahun dan denda paling banyak Rp 5-10 milyar (undang-undang no. 41 1999
tentang kehutanan, pasal 78 ).
Contoh Kasus – Kasus Illegal Logging
a) Aksi Bos Perambah Kuasai Ratusan Hektare Hutan Jambi
Lelaki 40 tahun, warga Bangko, Kabupaten Merangin, itu ditangkap polisi pada
Sabtu, 16 September 2017, sekitar pukul 00.30 WIB, di Kecamatan VII Koto,
Kabupaten Tebo. Selain sebagai perambah, BS diketahui adalah pemodal atas aksi
perambahan hutan hingga illegal logging.
Pekanbaru - Lagi-lagi aktivitas illegal logging ditemukan aparat Polres Pelalawan, Riau,
di kawasan hutan suaka margasatwa Kerumutan. Kayu-kayu pembalakan liar ditemukan di aliran
sungai. Kapolres Pelalawan AKBP Ari Wibowo kepada wartawan, Jumat (10/2/2017)
menjelaskan pihaknya melakukan patroli bersama Polsek Kerumutan. Razia di lokasi kawasan
hutan tersebut dipimpin Kapolsek Kerumutan Iptu Soehermansyah.
1. Masyarakat biasa
Masyarakat biasa kerap menjadi pelaku Illegal Logging. Masyarakat biasa yang dimaksud
di sini ialah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Biasanya, mereka akan memanfaatkan
hutan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, terutama kayu. Tidak hanya itu, terkadang
mereka juga melakukan Illegal Logging untuk membuka lahan sebagai tempat tinggal. Selain
itu, masyarakat biasa juga dapat sebagai pekerja ataupun buruh di suatu perusahaan/organisasi.
2. Kalangan Pejabat
Pejabat dapat menjadi salah satu pelaku utama dan terpenting dalam kasus Illegal Logging .
Karena apa? Karena mereka memiliki kekuasaan. Dengan adanya kekuasaan yang
disalahgunakan, mereka dapat memberi izin kepada para pelaku pembalakan liar untuk
menjalankan aksinya. Tidak hanya itu, kalangan pejabat kerap menjadi “protector” para cukong
kayu untuk memuluskan aksinya. Hal inilah yang terkadang dapat membuat para cukong kayu
terbebas dari jeratan hukum. Dari pemberian izin yang illegal ini, tentunya para pejabat terkait
akan mendapatkan profit materi dari para cukong kayu ataupun perusahaan terkait.
3. Industri/Perusahaan
Satu lagi subjek yang tak kalah krusialnya dari praktek Illegal Logging ialah para industri dan
perusahaan. Mereka biasanya bergerak dalam bidang manufaktur. Pada umumnya, alasan para
industri/perusahaan melakukan Illegal Logging ialah untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
industry/perusahaannya. Mereka biasanya akan mengadakan kerja sama dengan kalangan
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 6
tertentu untuk melancarkan aksinya. Tidak hanya perusahaan/industri skala kecil saja yang
terlibat, bahkan beberapa perusahaan/industri skala besar juga turut melakukan Illegal Logging
.
teknologi untuk menebang pohon tidak memerlukan waktu yang lama sebab alat-alatnya
semakin canggih.
d). Budaya
Yang dimaksud di sini adalah kebiasaan – kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di
dalam memperlakukan hutan yang berkonsekuensi pada terancamnya eksistensi hutan. Misalnya
saja, ada keyakinan pada masyarakat tertentu bahwa jika membangun masjid atau tempat-tempat
umum lainya bahan – bahan kayunya harus diambilkan dari hutan yang disertai dengan ritual-
rutual tertentu. Ada pula kebiasaan-kebiasaan secara turun-temurun yang sudah tertanam pada
masyarakat tertentu yang kemudian menjadi kebiasaan yang sangat sulit untuk dihentikan.
Misalnya kebiasaan mengambil kayu dihutan yang dilakukan mulai dari orang tua kemudian
diikuti oleh anak-anaknya secara turun-temurun. Dalam prakteknya, para pelaku kadangkala
menggunakan cara-cara licik. Agar terhindar dari hukum, biasanyapohon kayu terlebih dahulu
dibuka kulitnya agar cepat mati. Ada pula disuntikkan racun pada pohon kayu.
Sebenarnya faktor budaya ini berkaitan dengan memudarnya nilai – nilai “kearifan
lokal”. Dalam kehidupan sehari-harinya, masyarakat kawasan hutan sebagai mahluk berbudaya
berkebutuhan untuk mengekpresikan budayanya. Bagi mereka, hutan merupakn tempat sekaligus
sebagai sarana terbaik penyelenggaraan ritual. Oleh karenanya, banyak ritual-ritual keselamatan
yang penyelenggaraanya dikaitkan dengan keberadaan hutan. Kondisi ini kemudian akan
mendorong masyarakat untuk menjaga dan memelihara hutan. Namun, kondisi saat ini nilai-nilai
lokal sudah hampir hilang, tidak lagi diterapkan. Sehingga orang masuk hutan secara
serampangan tanpa tata krama dan merusaknya.
e). Penegakan Hukum
Disinyalir bahwa masih terjadi konspirasi antara pelaku Illegal Logging dengan aparat.
Hal ini dibuktikan dengan masih berkeliaranya para pelaku Illegal Logging . Masih ada
ditemukan Saw Mill yang tidak berizin tetap beroperasi. Pengakuan oknum pemilik Saw Mill,
leluasanya dia mengoperasikan mesinnya karena aparat juga mendapatkan jatah dari hasilnya.
f). Penjagaan dan pengawasan aparatur masih belum berjalan dengan baik
Hal ini di karenakan tidak seimbangnya jumlah personil aparat dengan jumlah hutan di
Indonesia. Penyebab lain adalah adanya pengawas yang masih melakukan kerja sama dengan
pelaku Illegal Logging yang hasilnya pasti akan semakin parah dari kondisi sebelumnya.
g). Kesenjangan ketersediaan bahan baku
Terdapat kesenjangan penyediaan bahan baku kayu bulat untuk kepentingan industri dan
kebutuhan domestik yang mencapai sekitar 37 juta m3 per tahun telah mendorong terjadinya
penebangan kayu secara liar. Disamping itu terdapat permintaan kayu dari luar negeri, yang
mengakibatkan terjadinya penyelundupan kayu daam jumlah besar. Dibukanya kran ekspor kayu
bulat menyebabkan sulinya mendeteksi aliran kayu illegal lintas batas.
h). Kelembagaan
Sistem pengusahaan melalui HPH telah membuka celah-celah dilakukannya penebangan liar,
disamping lemahnya pengawasan instansi kehutanan. Selain itu penebangan hutan melalui
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 8
pemberian hak penebangan hutan skala kecil oleh daerah telah menimbulkan peningkatan
fragmentasi hutan.
konservasi alam, dan desentralisasi sektor kehutanan (Kep. Menhut. no. 7501/ Kpts-
II/2002).
3. Masalah lain, kebijakan pemerintah selama ini dengan menetapkan kawasan hutan
berdasarkan Keputusan Menhut, ternyata tidak banyak mendukung prakondisi dalam
pemantapan kawasan hutan. Sampai saat ini hampir 80% kawasan hutan belum selesai
penetapan/pengukuhannya oleh Menteri Kehutanan, meskipun barangkali secara fisik
sudah 100% kawasan hutan di tata bebas. Belum mantapnya status kawasan hutan ini,
juga mengundang permasalahan sengketa, di mana dalam setiap penyelesaian masalah
sengketa batas atau kawasan hutan di pengadilan, pihak kehutanan selalu terpojok apabila
sudah menyangkut masalah bukti hukum status kawasan.
ibu kota Indonesia terjadi karena kurangnya daerah serapan air akibat adanya pengalih fungsian
hutan menjadi pemukiman. Dengan pengalih fungsian ini, fungsi hutan juga akan menurun.
c). Menipisnya Cadangan Air
Seperti yang kita ketahui, salah satu fungsi hutan ialah tempat cadangan air. Dengan
semakin maraknya illegal logging akan mengurangi eksistensi hutan, maka cadangan air bersih
juga akan berkurang. Itulah sebabnya, di Indonesia sering terjadi kekeringan air khususnya pada
musim kemarau.
d). Merusak Lapisan Tanah
Ketika eksistensi hutan menurun, maka hutan akan tidak optimal untuk menjalankan
fungsinya menjaga lapisan tanah sehingga akan memperbesar probabilitas terjadi erosi yang
nantinya dapat mengakibatkan lapisan tanah hilang dan rusak.
1. Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang melanggar ketentuan mengenai
pengelolaan hutan. Misalkan dengan upaya pengawasan dan penindakan yang dilakukan di TKP
(tempat kejadian perkara), yaitu di lokasi kawasan hutan dimana tempat dilakukannya
penembangan kayu secara illegal. Mengingat kawasan hutan yang ada cukup luas dan tidak
sebanding dengan jumlah aparat yang ada, sehingga upaya ini sulit dapat diandalkan, kecuali
menjalin kerjasama dengan masyarakat setempat. Ini pun akan mendapat kesulitan jika anggota
masyarakat itu justru mendapatkan keuntungan materiil dari tindakan illegal logging.
Penerapan sanksi menurut undang-undang yaitu bedasarkan Pasal 18 Peraturan
Pemerintah No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 Undangundang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, yakni Barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, diancam dengan pidana penjara paling lama
sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). Dengan kata
lain, barang siapa dengan sengaja memanen, menebang pohon, memungut, menerima, membeli,
menjual, menerima tukar, menerima titipan, atau memiliki hasil hutan yang diketahui atau patut
diduga berasal dari kawasan hutan, diancam dengan hukuman penjara paling lama sepuluh tahun
dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
2. Upaya lain yang juga dapat dilakukan adalah dengan mengoptimalkan pos-pos tempat
penarikan retribusi yang banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan luar kota. Petugas pos retribusi
hanya melakukan pekerjaan menarik uang dari truk yang membawa kayu, hanya sekedar itu.
Seharusnya di samping melakukan penarikan uang retribusi juga sekaligus melakukan
pengecekan terhadap dokumen yang melegalkan pengangkutan kayu. Dengan tindakan
pengecekan seperti ini, secara psikologis diharapkan dapat dijadikan sebagai upaya shock
therapy bagi para sopir truk dan pemodal. Selain dari itu, juga harus dilakukan patroli rutin di
daerah aliran sungai yang dijadikan jalur pengangkutan kayu untuk menuju terminal akhir,
tempat penampungan kayu.
3. Upaya ketiga adalah menelusuri terminal/tujuan akhir dari pengangkutan kayu illegal,
dan biasanya tujuan itu adalah perusahaan atau industri yang membutuhkan bahan baku dari
kayu. Upaya ini dirasa cukup efektif untuk menanggulangi perbuatan-perbuatan illegal
logging. Perusahaan atau industri seperti ini dapat dituding telah melakukan “penadahan”.
Perbuatan menampung terhadap kayu-kayu illegal oleh perusahaan, yang dalam bahasa hukum
konvensional KUHP disebut sebagai penadahan tersebut, dapat dikategorikan sebagai kejahatan
korporasi (corporate crime).
4. Dalam era otonomi daerah pemerintah mendorong dan memperkuat peran pemda
provinsi maupun kabupaten/kota serta sektor lainnya secara maksimal dalam
menanggulangi illegal logging melalui peningkatan keterpaduan sinergisitas pembangunan
kehutanan dan pembangunan wilayah, penggalangan dana pengamanan hutan dan pembangunan
jaringan kerja dan informasi.
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 12
IV. PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Illegal logging merupakan salah satu kasus di sektor kehutanan Indonesia yang tidak
bisa diremehkan, mengingat dampak negatif yang ditimbulkannya baik secara langsung maupun
tidak langsung cukup bersifat signifikan di kehidupan masyarakat sehari-hari. Penebangan kayu
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 13
secara liar (illegal logging) merupakan gejala yang muncul akibat berbagai permasalahan yang
sangat kompleks melibatkan banyak pihak dari berbagai lapisan. Ditambah lagi, bila praktek ini
tetap dilakukan dengan itensitas yang tinggi, akan mengancam kehidupan anak cucu kita di masa
mendatang. Oleh karena itu, perlu adanya perhatian yang intensif dan kooperasi yang solid antar
pihak. Penerapan sanksi terhadap Illegal Logging menurut undang-undang yaitu bedasarkan
Pasal 18 Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1985 dan Pasal 78 Undang undang No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan.
DAFTAR PUSTAKA