Anda di halaman 1dari 49

Tata Cara Penyelesaian Sengketa

Lingkungan Lintas Sektor Perkebunan,


Pertambangan, Pembangkit LIstrik, Maupun
Industri Lainnya Baik Di Dalam Maupun Di
Luar Pengadilan

DR. Ismail Rumadan


1. Peneliti Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI
2. Dekan Fakultas Hukum Univ. Nasional
Jalan. A.Yani Kav. 58 Jakarta Pusat
e-mail: ismailrdhan@gamail.com
Definisi Penyelesaian Sengketa Lingkungan
Hidup

 Pasal 1 angka 19 UUPLH, adalah perselisihan antara dua pihak


atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
 Sengketa lingkungan hidup dapat dikategorikan menjadi tiga;
a. Sengketa yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan;
b. Sengketa yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya
alam;
c. Sengketa yang muncul akibat pencemaran atau perusakan
lingkungan
Sengketa yg berkaitan
dgn Perlindungan Sengketa yg berkaitan Sengketa yg berkaitan
lingkungan Pemanfaatan SDA pencemaran/perusakan
lingkungan
 Terjadi anata pihak
 Terjadi karena Terjadi antara
yang ingin 
memanfaatakan ada pihak pihak pencemar
SDA untuk yang merasa atau perusak
memenuhi akses akses dengan pihak
kepentingan mereka
Ekonomi di satu sisi yang menjadi
terhadap korban
dan pihak yang
sumber daya pencemaran/per
berkepentingan
atau berkewajiban alam tersebut usak
untuk melindungi terhalangi
lingkungan dan SDA
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup

 Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh


melalui pengadilan atau di luar pengadilan
 Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan
secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa
 Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa
BENTUK-BENTUK PILIHAN PENYELESAIAN SENGKETA
Psl. 84 (1) UU No. 32 tahun 2009
“Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat
1 ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan”
2

MELALUI PENGADILAN (IN COURT) DI LUAR PENGADILAN (OUT COURT)


Melakukan pengawasan penaatan
terhadap persyaratan dalam izin &
Administratif
kewajiban per-uuan (prevention/before
A.PRIMARY:
the fact) 1. AJUDIKASI :
Memulihkan hak-hak seseorang yang - ARBITRASI
dilanggar sehingga mengakibatkan kerugian 2. NON AJUDIKASI:
Perdata
melalui pemberian ganti kerugian a. NEGOSIASI
(kompensasi), mengembalikan keadaan
seperti semula seperti sebelum terjadinya
b. M EDIASI
kerugian, atau meminta agar peraturan B. HYBRID:
dipatuhi dan dilaksanakan 1. MINI TRIAL
Memberikan pesan efek penjeraan (general 2. MED-ARB
Pidana atau specific deterrent) melalui hukuman 3. OMBUDSMAN
badan atau denda (orang dan korporasi)
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar
melalui pengadilan dijelaskan dalam pasal pengadilan dilakukan untuk mencapai
87-93 UUPPLH kesepakatan mengenai:

Penyelesaian sengketa LH melalui 1. Bentuk dan besarnya ganti rugi


pengadilan :
2. Tindakan pemulihan akibat
1. Dengan gugatan biasa pencemaran dan/atau perusakan
2. Class Action 3. Tindakan tertentu untuk menjamin
tidak akan terulangnya pencemaran
3. Legal Standing
dan/atau perusakan
4. Actio Popularis
4. Tindakan untuk mencegah timbulnya
5. Citizen Law Suit dampak negatif terhadap lingkungan
hidup
1 Litigasi

Penegakan Hukum Administrasi

Sanksi Administratif:
 Teguran Tertulis (Pasal 76 ayat (2a) UU PPLH)
 Paksaan Pemerintah (Pasal 76 ayat (2b) dan 80 UU PPLH)
 Pembekuan Izin (Pasal 76 ayat (2c) UU PPLH)
 Pencabutan Izin (Pasal 76 ayat (2d) dan 79 UU PPLH)
 Denda Administratif (Pasal 81 UU PPLH)
 Serta sanksi lain yang dapat diatur dalam peraturan turunan maupun
peraturan di tingkat daerah
Jenis-Jenis Sanksi Administrasi 5
Melindungi LH dari pencemaran dan
perusakan LH

Menanggulangi pencemaran dan/atau


Tujuan Sanksi perusakan LH
Administratif
(Permen 2/2013) Memulihkan kualitas LH akibat
pencemaran dan/atau perusakan LH

Memberi efek jera (deterrent) bagi


penanggung jawab usaha

Pembekuan Pencabutan
Teguran Paksaan
Izin Izin
Tertulis Pemerintah
Lingkungan Lingkungan
Teguran Tertulis
(Warning Letter) [Ps. 76 ayat (2a) UU 32/2009]
Definisi
 Sanksi yang diterapkan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
telah melakukan pelanggaran per-uuan dan persyaratan & kewajiban yang
tercantum dalam izin lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan LH
 Namun pelanggaran tersebut baik secara tata kelola LH yang baik maupun secara
teknis masih dapat dilakukan perbaikan dan juga belum menimbulkan dampak
negatif terhadap LH

Diterapkan terhadap Pelanggaran


 Bersifat administratif:
 Tidak menyampaikan laporan, tidak memiliki log book dan neraca limbah B3, dan tidak memiliki
label dan simbol limbah B3
 Bersifat teknis, tetapi perbaikannya bersifat ringan (perbaikan yang dapat dilakukan
secara langsung tidak memerlukan: waktu yang lama, penggunaan teknologi tinggi,
penanganan oleh ahli, ataupun biaya tinggi):
 Belum menunjukkan pelanggaran terhadap kriteria baku kerusakan LH
 Terjadinya kerusakan/gangguan pada instalasi pengolahan air limbah dan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melaporkan kepada pejabat yang berwenang
Paksaan Pemerintah
(Coercive Action) [Ps. 76 ayat (2b) dan 80 UU 32/2009]

Definisi
 Sanksi administratif berupa tindakan nyata untuk menghentikan
dan/atau memulihkan keadaan sebagaimana kondisi semula
 Penerapan sanksi paksaan pemerintah dapat dilakukan terhadap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dengan terlebih dahulu
diberikan teguran tertulis, atau tanpa didahului teguran tertulis khusus
bagi pelanggaran yang menimbulkan:
 Ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
 Dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dan lebih
luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya;
dan/atau
 Kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera
dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Paksaan Pemerintah
(Coercive Action) [Ps. 76 ayat (2b) dan 80 UU 32/2009]
Bentuk Paksaan Pemerintah
 Penghentian sementara kegiatan produksi
 Pemindahan sarana produksi
 Penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
 Pembongkaran
 Penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran
 Penghentian sementara seluruh kegiatan
 Tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan
memulihkan fungsi lingkungan hidup

Diterapkan terhadap Pelanggaran


 Pelanggaran terhadap persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam izin
lingkungan dan per-uuan LH, misalnya:
 Tidak membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
 Tidak memiliki Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) limbah B3
 Tidak memiliki alat pengukur laju alir air limbah (flow meter)
1 Litigasi

Penegakan Hukum Perdata (1)

Merupakan upaya untuk memulihkan hak-hak pihak


yang dirugikan atau mengembalikan keadaan
lingkungan akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup

 Bentuk pertanggungjawaban dapat berupa:


1. Kompensasi/ganti rugi; atau
2. Tindakan tertentu untuk memulihkan
kondisi lingkungan.
Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability)
Keputusan Ketua Mahkamah Agung
No.36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan
Pasal 88 UU PPLH “Setiap orang yang tindakannya, Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup
usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, (“KMA 36/13”)
menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, “ancaman serius adalah terjadinya pencemaran dan/
dan/atau yang menimbulkan ancaman serius atau kerusakan lingkungan hidup yang dampaknya
terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab berpotensi tidak dapat dipulihkan kembali dan/atau
mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu komponen-komponen lingkungan hidup yang terkena
dampak sangat luas, seperti kesehatan manusia, air
pembuktian unsur kesalahan”
permukaan, air bawah tanah, udara, tumbuhan, dan
hewan.

Poin Penting dari Tanggung Jawab Mutlak:


 Tidak perlu membuktikan adanya pelanggaran hukum, cukup membuktikan adanya
kerugian dan kausalitas antara tindakan pelaku usaha dengan kerugian yang dialami
 Hanya berlaku apabila akibat yang ditimbulkan oleh kegiatan pelaku usaha terkait
dengan B3 atau menimbulkan ancaman serius sebagaimana dijelaskan dalam KMA
36/13
 BUKAN pembuktian terbalik, sehingga pelaku usaha tidak memiliki beban untuk
membuktikan bahwa tindakannya tidak merugikan lingkungan
Penegakan Hukum Perdata
Tanggung jawab dalam Hukum Perdata dapat timbul baik dari
pelanggaran administratif maupun tindak pidana, selama
pelanggaran tersebut menimbulkan kerugian terhadap suatu
pihak.

Tanggung jawab dapat timbul atas dasar gugatan oleh:


perorangan;
 perwakilan (class action);
 pemerintah;
 lembaga swadaya masyarakat; atau
 atas nama rakyat (citizen lawsuit). Dengan mendasarkan pada
Perbuatan Melawan Hukum (Liability based on Fault) maupun
Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability/Liability without Fault)
Penegakan Hukum Perdata
Definisi Class Action: PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan
Perwakilan Kelompok

 Di Indonesia terminologi class action diubah menjadi Gugatan Perwakilan


Kelompok.
 PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class
Action) sebagai berikut:
“Suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili
kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili
sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau
kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya”.
Unsur-unsur Class Action

 Gugatan secara perdata


 Wakil kelompok (class representative)
 Anggota Kelompok (class members)
 Adanya Kerugian class representative & class member benar2
mengalami kerugian
 Kesamaan peristiwa/fakta dan dasar hukum
Class Action dalam UUPPLH

 Pasal 91
Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk
kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat
apabila mengalami kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup
Syarat-syarat gugatan dapat diajukan apabila :
a. Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa
b. Kesamaan dasar hukum
c. Kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya
Legal Standing dalam UUPPLH

Pasal 92
 Dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, organisasi lingkungan hidup berhak mengajukan gugatan
untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup

Organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi


persyaratan :
1. Berbentuk badan hukum;
2. Menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut
didirikan untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup
3. Telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya
paling singkat 2 tahun
 Mekanisme Class actions (Perma No. 1 tahun
2002)
1. Wakil kelas tidak perlu memperoleh surat kuasa dari
anggota kelas untuk bertindak atas nama mereka
2. Untuk tampil sebagai penggugat, wakil kelas
biasanya kemudian memberikan kuasa kepada
pengacara (misalnya lembaga bantuan hukum)
3. Gugatan harus menyertakan:
 Identitas wakil kelas secara jelas dan lengkap
 Definisi kelompok secara rinci (tapi tidak perlu
menyebutkan nama anggota kelompok satu per satu)
 Duduk perkara (posita) kelompok (penggugat) secara rinci
 Tuntutan dan model pembagian ganti rugi
Kelompok bisa dibagi ke dalam beberapa sub-kelompok, sesuai
dengan ganti rugi yang diminta
19
19
4. Setelah gugatan masuk, hakim akan memeriksa
kriteria untuk menentukan layak-tidaknya
gugatan tersebut diajukan secara gugatan
perwakilan
5. Layak-tidaknya gugatan perwakilan diputuskan
oleh hakim melalui ketetapan
6. Apabila dianggap layak, maka hakim akan
memerintahkan penggugat untuk membuat
model pemberitahuan (pemberitahuan kepada
anggota kelas bahwa sedang ada sidang
gugatan atas nama mereka)

20
20
7. Model pemberitahuan memuat:
– Uraian singkat tentang kasus dan kelompok
– Tata cara pemberitahuan (di mana dan dengan cara
apa)
– Tata cara “pernyataan keluar” bagi korban (anggota
kelas) yang tidak mau diwakili
Tata cara ini meliputi kapan dan bagaimana
pernyataan keluar dapat dilakukan
– Pemberitahuan dilakukan:
a. pada waktu gugatan dinyatakan sah
b. pada waktu pendistribusian ganti rugi
 Pemeriksaan pokok perkara

21
21
Wakil Kelompok
(Penggugat aktif)
KORBAN/ 1,2 or 5 Kuasa
Penderita kerugian Hk/Lawyer

Anggota Kelompok
(Penggugat Pasif)

identifiedunidentified Tdk ada Surat Kuasa Pengadilan


surat kuasa khusus

Harus memenuhi syarat


Adequacy of Representation
(kelayakan wakil)

Perkiraan jumlah korban


(yg akan dikonfirmasi setelah putusan) Opt Out 22

Setelah Notifikasi oleh pengadilan


ICEL 2002
B. Hak Gugat Pemerintah
 Pasal 37(2) UU No. 23/1997
 Apabila
masyarakat menderita kerugian yang
“mempengaruhi perikehidupan pokok” mereka
 Diatur oleh PP
 Pasal 90 UUPPLH
• (1) Instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang
bertanggung jawab di bidang lingkungan hidup berwenang
mengajukan gugatan ganti rugi dan tindakan tertentu
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang menyebabkan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
mengakibatkan kerugian lingkungan hidup.
23
 Penjelasan pasal 90(1) UUPPLH:
Yang dimaksud dengan “kerugian lingkungan hidup”
adalah kerugian yang timbul akibat pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang bukan
merupakan hak milik privat.

Tindakan tertentu merupakan tindakan pencegahan


dan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
serta pemulihan fungsi lingkungan hidup guna
menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya
dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

24
C. Hak Gugat LSM
 Pasal 38 UU No. 23/1997
 Mengapa?
Untuk mewakili lingkungan karena selama ini
kepentingan lingkungan tidak ada yang mewakili
LSM sebagai penjaga kepentingan lingkungan hidup
 Syarat:
 LSM berbentuk badan hukum atau yayasan
 Dalam AD/ART-nya tercantum bahwa tujuan dari LSM
tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian
fungsi lingkungan
 LSM telah melakukan kegiatan sesuai AD/ART-nya
25
 Yang boleh dituntut (petitum):
 Tindakan tertentuyang boleh diminta dalam
gugatan, antara lain meminta:
 Pengadilan memerintahkan tergugat untuk melakukan
tindakan hukum tertentu yang bertujuan melestarikan
fungsi lingkungan
 Pengadilan menyatakan tergugat telah melakukan PMH
 Pengadilan
memerintahkan tergugat memperbaiki instalasi
pengolahan limbah
 Biaya riil yang telah dikeluarkan oleh LSM
misalnya apabila LSM tersebut telah melakukan pemulihan
atau pembersihan terhadap pencemaran yang dilakukan
tergugat
Jadi, jika LSM yang menggugat atas nama lingkungan hidup,
tidak boleh ada permintaan tentang ganti rugi

26
Citizen Law Suit

 Citizen Lawsuit pada intinya adalah mekanisme bagi Warga


Negara untuk menggugat tanggung jawab Penyelenggara Negara
atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga Negara.
 Kelalaian tersebut didalilkan sebagai Perbuatan Melawan
Hukum, sehingga CLS diajukan pada lingkup peradilan umum
dalam hal ini perkara Perdata.
 Oleh karena itu atas kelalaiannya, dalam petitum gugatan,
Negara dihukum untuk mengeluarkan suatu kebijakan yang
bersifat mengatur umum (regeling) agar kelalaian tersebut
tidak terjadi lagi di kemudian hari.
Yang bisa digugat menurut UU No. 18 tahun 2008

 Orang-perorangan (implisit pasal 33-34)


 Pemerintah (pasal 25)
 Pasal 25 (1): Pemerintah dan pemerintah daerah
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat
memberikan kompensasi kepada orang sebagai
akibat dampak negatif yang ditimbulkan oleh
kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan
akhir sampah.
 Pasal 25 (2): Kompensasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
a. relokasi;
b. pemulihan lingkungan;
c. biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
d. kompensasi dalam bentuk lain. 28
Penegakan Hukum Pidana
Memberikan efek jera terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan dalam hukum
lingkungan melalui hukuman badan atau denda kepada individu maupun korporasi /
badan hukum yang usahanya mengakibatkan pencemaran dan / atau kerusakan
lingkungan hidup

Pelanggaran terhadap kriteria baku mutu ( pencemaran lingkungan


hidup )
 Pelanggaran terhadap ketentuan administrasi pengelolaan B 3
 Pelanggaran terhadap ketentuan administrasi izin lingkungan
 Pelanggaran terhadap kewajiban pengawasan
 Membuka l ahan dengan cara membakar
 Memberikan informasi palsu atau menghalangi pelaksanaan tugas
pejabat pemerintah
Ketentuan Ultimum Remidum
 Larangan yang diancam pidana umumnya juga diancam sanksi administratif .
Namun dijatuhkannya sanksi administratif tidaklah melepaskan pelaku usaha
dari tanggung jawab pidana
 Adanya ketentuan bahwa ancaman pidana hanya diberlakukan setelah
dijatuhkan sanksi administratif ( ultimum remedium ) tidak berlaku untuk
semua ketentuan pidana , melainkan hanya untuk tindak pidana berdasarkan
Pasal 100 UU PPLH

Pasal 100 UU PPLH


(1) Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah , baku mutu emisi , atau baku mutu
gangguan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 ( tiga ) tahun dan denda paling banyak
Rp 3 . 000 . 000 . 000 , 00 ( tiga miliar rupiah)

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1 ) hanya dapat dikenakan apabila sanksi
administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali .
Penerapan Tanggung Jawab Mutlak (Strict
Liability) Untuk Perkara Pidana

 Sesuai konsepnya hanya diberlakukan untuk perkara perdata sebagaimana


KMA 36 / 13 menjelaskan pembuktian tanggung jawab mutlak dalam konteks
pertanggungjawaban perdata
 Mahkamah Agung berpendapat bahwa penerapan tanggung jawab mutlak
dapat juga diberlakukan dalam perkara pidana

Putusan Mahkamah Agung No. 1363 K/Pid.Sus/2012


“ Selain itu dari segi tanggung jawab pidana masalah kerusakan lingkungan akibat kebakaran
yang terjadi atas lahan perkebunan PT . Kalimantan Hamparan Sawit memungkinkan diterapkan
tanggung jawab secara mutlak (Strict Liability) terlebih lagi asap kebakaran yang terjadi lebih
dari dua minggu , mengakibatkan polusi udara hingga mengganggu Negara tetangga Malaysia .

PENYELESAIAN SENGKETA
LINGKUNGAN DI LUAR PENGADILAN

PASAL 31 - PASAL 33
UU NO. 23 TAHUN 1997

32
PASAL 31
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN DI
LUAR PENGADILAN DILAKUKAN SECARA
SUKARELA MELALUI PERUNDINGAN OLEH
PARA PIHAK YANG BERKEPENTINGAN

33
TUJUAN

UNTUK MENCAPAI KESEPAKATAN TENTANG


BENTUK DAN BESARNYA GANTI KERUGIAN
DAN / ATAU TINDAKAN TERTENTU YANG
AKAN MENJAMIN TIDAK TERULANGNYA
DAMPAK NEGATIF TERHADAP LINGKUNGAN

34
PASAL 32
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN DI
LUAR PENGADILAN DAPAT MENGGUNAKAN
JASA PIHAK KETIGA:

A. PIHAK KETIGA YANG NETRAL YANG TIDAK


MEMILIKI KEWENGAN MENGAMBIL
KEPUTUSAN ( MEDIATOR)

B. PIHAK KETIGA NETRAL YANG MEMILIKI


KEWENANGAN MENGAMBIL KEPUTUSAN
(ARBITER) 35
PASAL 33

1) PEMERINTAH DAN/ATAU MASYARAKAT DAPAT


MEMBENTUK LEMBAGA PENYEDIA JASA PE
NYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN
2) KETENTUAN MENGENAI LEMBAGA PENYEDIA
JASA INI DIATUR DENGAN PERATURAN
PEMERINTAH

36
PASAL 33

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LEMBAGA


PENYEDIA JASA PENYELESAIAN SENGKETA
LINGKUNGAN HIDUP DI LUAR PENGADILAN (PP
NO. 54 TAHUN 2000)

37
UU No. 32 tahun 2009
 Pasal 84
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh
melalui pengadilan atau di luar pengadilan.
 Penjelasan: Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk
melindungi hak keperdataan para pihak yang bersengketa.
2) Pilihan penyelesaian sengketa lingkungan hidup dilakukan
secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa.
3) Gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang
bersengketa.
 Penjelasan: Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya putusan yang berbeda mengenai satu
sengketa lingkungan hidup untuk menjamin kepastian
hukum. 38
 Pasal 85
1) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dilakukan
untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau perusakan;
c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya
pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap
lingkungan hidup.
2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak
pidana lingkungan hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
3) Dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan dapat
digunakan jasa mediator dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan
sengketa lingkungan hidup. 39
 Pasal 86
1) Masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia
jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
bersifat bebas dan tidak berpihak.
2) Pemerintah dan pemerintah daerah dapat
memfasilitasi* pembentukan lembaga penyedia
jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang
bersifat bebas dan tidak berpihak.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai lembaga penyedia
jasa penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

*Bandingkan dengan UU No. 23/1997, PP No. 54/2000


40
LEMBAGA PENYEDIA JASA YANG
DIBENTUK MASYARAKAT
 DIBENTUK DENGAN AKTA NOTARIS

 BAIK DI PUSAT MAUPUN DI DAERAH WAJIB MEMBERITAHU INSTANSI YANG


BERTANGGUNG JAWAB DI BIDANG PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN

41
HAL-HAL POKOK YANG DIATUR DALAM
PP NO. 54 TAHUN 2000

 PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN


BERSIFAT SUKARELA

 PARA PIHAK BEBAS MENENTUKAN LEMBAGA PENYEDIA


JASA YANG MEMBANTU PENYELESAIAN SENGKETA

42
HAL-HAL POKOK YANG DIATUR DALAM
PP NO. 54 TAHUN 2000
 LEMBAGA PENYEDIA JASA DAPAT DIBENTUK OLEH
PEMERINTAH DAN/ATAU MASYARAKAT

 LEMBAGA PENYEDIA JASA DIBANTU OLEH


SEKRETARIAT DAN MENYEDIAKAN DAFTAR
PANGGIL

43
Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2000
tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian
Sengekata Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan

 Dibentuk di setiap bapedal atau lembaga pengelola lingkungan


hidup di daerah.
 Lembaga dibentuk oleh pemerintah pusat dan/atau daerah atau
oleh masyarakat.
 Mediator/arbiter dipilih oleh para pihak dari daftar yang diberikan.
 Biaya ditanggung oleh para pihak atau pihak ketiga yang bersedia
menjadi penyandang dana.
 Mediasi oleh lembaga penyedia jasa milik pemerintah dilaksanakan
dengan biaya murah atau pro bono.
 Lembar asli atau salinan kesepakatan hasil mediasi diserahkan dan
didaftarkan pada panitera pengadilan negeri dalam waktu paling
lama 30 hari sejak ditandatangani.
44
Mekanisme Penyelesaian Sengketa (ps.17-24)
Para pihak atau salah satu pihak yang bersengketa mengajukan
permohonan bantuan untuk penyelesaian sengketa kepada lembaga
penyedia jasa, dengan tembusan disampaikan kepada
KLH/Bapedalda

Dalam waktu 30 hari, KLH/Bapedalda wajib melakukan verifikasi
tentang kebenaran fakta-fakta yang diajukan

Hasil verifikasi dilaporkan oleh KLH/Bapedalda ke lembaga penyedia
jasa (menurut pasal 6(1) KepMenLH No. 78/2003, paling lambat 14
hari setelah verifikasi)

Dalam waktu tidak lebih dari 14 hari sejak menerima hasil verifikasi,
lembaga penyedia jasa wajib mengundang para pihak yang
bersengketa.

Penyelesaian sengketa melalui mediator atau pihak ketiga lainnya
tunduk pada kesepakatan yang dibuat para pihak yang bersengketa
dengan melibatkan mediator atau pihak ketiga lainnya 45


Kesepakatan yang dicapai melalui proses penyelesaian sengketa
dengan menggunakan mediator atau pihak ketiga lainnya
wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis di atas
kertas bermeterai yang memuat antara lain:
 nama lengkap dan tempat tinggal para pihak;
 nama lengkap dan tempat tinggal mediator atau pihak
ketigalainnya;
 uraian singkat sengketa;
 pendirian para pihak;
 pertimbangan dan kesimpulan mediator atau pihak ketiga lainnya;
 isi kesepakatan:
 bentuk dan besarnya ganti kerugian; dan/atau
 melakukan tindakan tertentu guna menjamin tidak terjadinya
atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup.
Pembiayaan atas tindakan tertentu ini dibebankan kepada
pelaku pencemaran
 batas waktu pelaksanaan isi kesepakatan;
 tempat pelaksanaan isi kesepakatan;
 pihak yang melaksanakan isi kesepakatan.
46


Kesepakatan ditandatangani oleh para pihak dan mediator atau
pihak ketiga lainnya.

Dalam waktu paling lama 30 hari sejak tanggal penandatanganan
kesepakatan, lembar asli atau salinan otentik kesepakatan
diserahkan dan didaftarkan kepada Panitera Pengadilan
Negeri.
Penyerahan/pendaftaran ini dapat dilakukan oleh mediator atau
pihak ketiga lainnya atau salah satu pihak atau para pihak
yang bersengketa

47
Biaya
 Penyedia jasanya Pemerintah:
 Kesepakatan para pihak
 Sumber lain yang tidak mengikat
 Dibebankan kepada pemerintah
 Penyedia jasanya masyarakat (swasta):
 Kesepakatan para pihak
 Sumber lain yang tidak mengikat

48
ADR pada UU 4/82; 23/97; 32/09
UU 4 Tahun 82 UU 23 Tahun 97 UU 32 Tahun 09

Bersifat Wajib Bersifat sukarela Bersifat sukarela

Dilakukan oleh Dilakukan oleh Dapat


Tim/Tri Partit Arbiter atau menggunakan jasa
(Penderita/korban; Mediator Arbiter atau
Pencemar; Mediator
Pemerintah)

Pasal 20 ayat (2) Pasal 31-33 Pasal 85-86

49

Anda mungkin juga menyukai