Oleh :
Aris Mohamad Ghaffar Binol
e-mail : arisbinol@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hak atas ruang lingkup ham
dan lingkungan hidup, atas lingkungan hidup yang bersih dalam ham, dan
refoemasi pengelolaan lingkungan hidup dalam ham. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kepustakaan (library research), data yang diperoleh dari
berbagai sumber yang berhubungan dengan hal-hal yang diteliti, berupa buku dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu Dalam
menganalisis permasalahan pencemaran sungai ini digunakan metode deskriptif
analisis yakni dengan mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data
yang ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung
lainnya serta mencari alternatif pemecahan masalah.Hasil dari penelitian ini yaitu
bentuk penanggulangan dari segi teknis dilakukan dengan pembuatan dan
penegakan aturan perundang-undangan dengan cara pemberian sanksi hukuman
tegas dan denda bagi yang melanggar, serta pemberlakuan pajak sebagai sumber
dana dalam kegiatan pemulihan lingkungan sungai Mahakam.
Kata Kunci : Ham, Lingkungan Hidup, Penglolaan Lingkungan Hidup
I. PENDAHULUAN
1
Anshari, I. 2013. Pengolahan Limbah. http://ans-
olahlimbah.blogspot.co.id/2013_03_05_archieve.html diakses pada tanggal 13 november 2019
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 2
II. METODE
III. PEMBAHASAN
3.1 Limbah B3
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 tahun 2014,
limbah bahan berbahaya dan beracun didefinisikan sebagai sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Sedangkan menurut Ratman dan Syafrudin (2010), limbah bahan berbahaya dan
beracun merupakan limbah atau campuran limbah memiliki karakteristik cepat
menyebar. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa limbah B3 tidak boleh
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 3
Ratman, C.R. dan Syafrudin. 2010. Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota Motor
2
IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sungai mahakam tercemar akibat tergulingnya kapal pengangkut limbah B3
pengeboran minyak yang diduga kelebihan muatan. Peristiwa ini menjadikan
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 5
warga sekitar sungai mahakam kekurangan pasokan air bersih untuk kebutuhan
sehari-hari. Adapun strategi penganggulangan yang dapat dilakukan untuk
pengatasi pencemaran yang terjadi adalah in-situ burning, penyisihan minyak,
secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent, dispersan kimiawi, serta
washing oil. Sementara itu penanggulangan dari segi teknis dilakukan dengan
pembuatan dan penegakan aturan perundang-undangan dengan cara pemberian
sanksi hukuman tegas dan denda bagi yang melanggar, serta pemberlakuan pajak
sebagai sumber dana dalam kegiatan pemulihan lingkungan sungai Mahakam.
Sedangkan penanggulangan non teknis dilakukan dengan cara menumbuhkan
kesadaran dan upaya penduduk dan pihak industri untuk tidak mencemari
lingkungan perairan.
4.2 Saran
Diperlukan monitoring atau pemantauan serta pemeriksaan pada muatan
kapal pengangkut limbah agar tidak sampai melebihi kapasitas dari kapal
sehingga kejadian kapal terguling karena kelebihan muatan tidak terjadi lagi.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Kasus 1
Awaluddin Jalil : Sungai Mahakam Tercemar Limbah B3 Pengeboran
Minyak
Selasa, 28 Oktober 2014 | 14:52 WIB
SAMARINDA - Sungai Mahakam, tercemar limbah kapal pengangkut
limbah berbahaya hasil pengeboran minyak. Akibat pencemaran itu,
warga di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sanga-sanga, Kutai
Kartanegara, kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. Jaringan
Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat, kapal
pengangkut limbah berbahaya hasil pengeboran minyak itu diangkut oleh
perusahaan kontraktor migas Haliburton, dan tenggelam, pada 25
September 2014. "Kapal mengangkut limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3). Tenggelam didekat dermaga yang berada di sekitar
pemukiman penduduk," kata Juru Bicara Jatam Kaltim Merah Johansyah,
kepada wartawan, Selasa (28/10/2014).
Dari hasil olah lapangan, dan wawancara warga di sekitar lokasi,
kapal tersebut terguling saat ingin bersandar di pelabuhan Haliburton,
yang ada di Kelurahan Pendingin. Dugaan awal, kapal terguling karena
kelebihan muatan. "Ada sekira 200 kepala keluarga di tiga RT yang
memanfaatkan air sungai untuk kehidupan sehari-hari. Warga mengakui,
pemerintah lamban menangani kasus ini," bebernya. Dijelaskan,
pertemuan antara warga, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dan
pihak perusahaan, baru dilangsungkan pada 13 Oktober 2014. Hasilnya,
warga sekitar bantaran sungai dapat kompensasi air bersih satu galon
untuk setiap kepala keluarga. "Kami mendesak Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) yang dimiliki KLH dan BLH yang memiliki wewenang
Penyidikan Pidana Lingkungan Hidup untuk melakukan investigasi secara
mendalam," tegasnya.
Penyidikan itu, termasuk dugaan Pidana Lingkungan Hidup sesuai
dengan Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). “Dalam UU ini terdapat sembilan
bentuk tindak Pidana Lingkungan Hidup. Salah satu di antaranya adalah
kegiatan atau usaha yang menghasilkan limbah B3 yang kemudian tidak
dilakukan pengelolaan atas limbah B3 tersebut," jelasnya. Ditambahkan
dia, sesuai Pasal 103, usaha yang tidak melakukan pengelolaan atas
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 7
limbah B3 dengan baik, maka diancam penjara maksimal tiga tahun, dan
denda maksimal Rp3 miliar.
Jatam juga mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Kartanegara untuk menginvestigasi
kasus ini. Jika terbukti mencemar dan melanggar SOP, maka menerapkan
pasal pidana lingkungan hidup. “Jatam Kaltim mendesak agar kasus
seperti ini tidak boleh ditutup-tutupi pemberitannya dari publik, karena ini
merupakan kasus pidana lingkungan hidup atas sungai yang berhubungan
dengan hajat hidup orang banyak,” pungkas Merah. Informasi yang
diperoleh Jatam kaltim, kapal yang tenggelam ini adalah milik Baroid
Surface Solution (BSS). BSS merupakan bagian dari divisi di Haliburton.
Limbah diangkut dari salah satu perusahaan migas kawasan Delta
Mahakam.
Kasus 2
Limbah Tumpah di Sangasanga dari Kapal Milik Kontraktor Migas
(Sumber : Kaltimpost.co.id Kamis, 30 Oktober 2014)
TENGGARONG - Kapal pengangkut limbah beracun ditengarai
tumpah di perairan Sangasanga, Kukar. Mencuat dugaan, pencemaran di
Sungai Pendingin ditutupi pihak terkait karena melibatkan perusahaan
raksasa di bidang minyak dan gas (migas). Adalah Jaringan Advokasi
Tambang (Jatam) Kaltim yang merilis peristiwa tersebut. Kapal
pengangkut limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) milik kontraktor
migas berinisial Hlb, terguling di dekat dermaga Kelurahan Pendingin,
Sangasanga 25 September silam. Cairan beracun diduga telah
mencemari dan baru diketahui karena ada upaya menutup-nutupi
peristiwa ini.
Penuturan warga kepada Jatam, pemerintah sangat lamban
mengetahui dan menangani kasus ini. Perlu 17 hari untuk menangani
masalah limbah. Pertemuan antara Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD), kelurahan, perusahaan, dan warga, baru diadakan 13 Oktober
silam. Pada Senin (13/10) lalu, ada pertemuan antara warga, Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kukar, dan perusahaan. Dari pertemuan, terang
Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah Ismail, sekira 200 kepala
keluarga di tiga RT tak dapat memanfaatkan air sungai. Warga di
bantaran sungai pun mendapat kompensasi air bersih satu galon setiap
kepala keluarga. “Sementara untuk uji kandungan pencemaran sungai
dari laboratorium, warga diminta bersabar,” terang Merah merilis
investigasi Jatam, kemarin (29/10).
Dikatakan, kapal terguling saat ingin bersandar di pelabuhan
Haliburton di Kelurahan Pendingin. Dugaan awal, kapal terguling karena
muatan berlebih. “Kini warga cemas karena tidak bisa menggunakan air
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 8