Anda di halaman 1dari 8

Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 1

STUDI KASUS PENCEMARAN DI SUNGAI MAHAKAM


SAMARINDA KALIMANTAN TIMUR

Oleh :
Aris Mohamad Ghaffar Binol

Dosen : Dr. Cornelius Tangkere, S.H., M.H.

Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado

Jl. Kampus Unsrat Bahu, Malalayang, Manado, 95115

e-mail : arisbinol@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hak atas ruang lingkup ham
dan lingkungan hidup, atas lingkungan hidup yang bersih dalam ham, dan
refoemasi pengelolaan lingkungan hidup dalam ham. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kepustakaan (library research), data yang diperoleh dari
berbagai sumber yang berhubungan dengan hal-hal yang diteliti, berupa buku dan
literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu Dalam
menganalisis permasalahan pencemaran sungai ini digunakan metode deskriptif
analisis yakni dengan mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data
yang ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung
lainnya serta mencari alternatif pemecahan masalah.Hasil dari penelitian ini yaitu
bentuk penanggulangan dari segi teknis dilakukan dengan pembuatan dan
penegakan aturan perundang-undangan dengan cara pemberian sanksi hukuman
tegas dan denda bagi yang melanggar, serta pemberlakuan pajak sebagai sumber
dana dalam kegiatan pemulihan lingkungan sungai Mahakam.
Kata Kunci : Ham, Lingkungan Hidup, Penglolaan Lingkungan Hidup

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dikutip dari sebuah artikel harian Seputar Indonesia (Sindo), sungai Mahakam
di kota Samarinda tengah tercemar limbah B3 akibat tergulingnya kapal
pengangkut limbah 1 berbahaya hasil pengeboran minyak. Jaringan Advokasi
Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat, kapal pengangkut limbah
berbahaya hasil pengeboran minyak itu diangkut oleh perusahaan kontraktor
migas Haliburton, dan tenggelam, pada 25 September 2014. Kapal tersebut
tenggelam didekat dermaga yang berada di sekitar pemukiman penduduk.

1
Anshari, I. 2013. Pengolahan Limbah. http://ans-
olahlimbah.blogspot.co.id/2013_03_05_archieve.html diakses pada tanggal 13 november 2019
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 2

Berdasarkan hasil wawancara dengan warga sekitar lokasi, kapal tersebut


kerguling saat akan bersandar di pelabuhan Haliburton yang berada di Kelurahan
Pendingin, Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara. Diduga kapal terguling
akibat kelebihan muatan. Akibat peristiwa ini, sekitar 200 kepala keluarga di tiga
RT yang biasanya memanfaatkan air sungai untuk keperluan sehari-hari menjadi
kekurangan pasokan air bersih karena air sungai telah tercemar limbah.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka makalah ini disusun untuk mengetahui
strategi penanggulangan pencemaran yang terjadi di Sungai Mahakam kota
Samarinda, Kalimantan Timur.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dapat disusun dalam makalah Studi Kasus
Pencemaran di Sungai Mahakam Kalimantan Timur ini yaitu :
 Bagaimana strategi penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengatasi
pencemaran di Sungai Mahakam?

II. METODE

2.1 Metode Pengambilan Data


Pengambilan data pada penyusunan makalah ini berdasar tinjauan
kepustakaan beupa buku, jurnal atau dari sumber media internet yang terkait
dengan pencemaran lingkungan terutama lingkungan perairan yang tercemar
limbah B3.

2.2 Metode Analisis


Dalam menganalisis permasalahan pencemaran sungai ini digunakan metode
deskriptif analisis yakni dengan mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta
dan data yang ada, menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data
pendukung lainnya serta mencari alternatif pemecahan masalah.

III. PEMBAHASAN

3.1 Limbah B3
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 tahun 2014,
limbah bahan berbahaya dan beracun didefinisikan sebagai sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung B3 (bahan berbahaya dan beracun).
Sedangkan menurut Ratman dan Syafrudin (2010), limbah bahan berbahaya dan
beracun merupakan limbah atau campuran limbah memiliki karakteristik cepat
menyebar. Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa limbah B3 tidak boleh
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 3

langsung dibuang ke perairan karena akan menyebabkan penurunan kualitas


perairan.

3.2 Dampak Limbah B3


Menurut Ratman dan Syafrudin (2010), limbah B3 berpotensi membahayakan
kesehatan manusia dan menyebabkan meningkatnya angka penyakit dan kematian
serta membahayakan lingkungan. 2 Dikutip dalam sebuah artikel kesehatan
menyebutkan dampak B3 terhadap kesehatan antara lain :
1. Kandungan merkuri dalam limbah B3 menyebabkan kerusakan susunan
saraf pusat dan ginjal,
2. Kandungan chromium menyebabkan dermatitis berat dan ulkus kulit
3. Kandungan cadmium menyebabkan kerusakan ginjal, liver, testes, sistem
imunitas, sistem susunan sarat dan darah
4. Kandungan tembaga menyebabkan diare untuk kadar lebih tinggi dari
normal dan kerusakan liver serta ginjal bila kadar sangat tinggi. Dan lain
sebagainya. (dikutip dari Healthy Articles)

3.3 Strategi Penanggulangan


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 tahun 2014
disebutkan bahwa pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan
yang mencakup pengurangan, penyimpanan limbah B3, pengumpulan limbah B3,
pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk penimbunan
limbah B3 tersebut. Jika dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi di sungai
Mahakam, maka dapat disimpulkan bahwa kapal pihak perusahaan Haliburton
pada tanggal 25 September 2014 sedang melakukan pengangkutan limbah yang
merupakan salah satu rangkaian dari proses pengelolaan limbah B3. Kesalahan
yang dilakukan oleh pihak perusahaan tersebut terletak pada pengangkutan limbah
dengan muatan yang berlebihan sehingga menyebabkan kondisi kapal tidak
seimbang ketika hendak bersandar di pelabuhan Haliburton.
Adapun cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pencemaran
yang di sungai Mahakam adalah sebagai berikut :
1. In-situ burning adalah pembakaran minyak pada permukaan sungai,
sehingga mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari permukaan sungai,
penyimpanan dan pewadahan minyak serta air sungai yang terasosiasi.
Teknik ini membutuhkan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran
minyak) atau barrier yang tahan api. Namun, pada peristiwa tumpahan
minyak dalam jumlah besar sulit untuk mengumpulkan minyak yang dibakar.
Selain itu, penyebaran api sering tidak terkontrol.

Ratman, C.R. dan Syafrudin. 2010. Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT. Toyota Motor
2

Manufacturing Indonesia. Jurnal Presipitasi. 7 (2) : 62-70


Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 4

2. Penyisihan minyak secara mekanis melalui 2 tahap, yaitu melokalisir


tumpahan dengan menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak
ke dalam wadah dengan menggunakan peralatan mekanis yang
disebut skimmer.
3. Bioremediasi yaitu proses pendaurulangan seluruh material organik. Bakteri
pengurai spesifik dapat diisolasi dengan menebarkannya pada daerah yang
terkontaminasi. Selain itu, teknik bioremediasi dapat menambahkan nutrisi
dan oksigen, sehingga mempercepat penurunan polutan.
4. Penggunaan sorbent dilakukan dengan menyisihkan minyak melalui
mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada permukaan sorbent) dan
absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent). Sorbent ini berfungsi
mengubah fase minyak dari cair menjadi padat, sehingga mudah dikumpulkan
dan disisihkan. Sorbent harus memiliki karakteristik hidrofobik, oleofobik,
mudah disebarkan di permukaan minyak, dapat diambil kembali dan
digunakan ulang. Ada 3 jenis sorbent yaitu organik alami (kapas,
jerami, rumput kering, serbuk gergaji), anorganik alami (lempung,
vermiculite, pasir) dan sintetis (busa poliuretan, polietilen, polipropilen dan
seratnilon).
5. Dispersan kimiawi merupakan teknik memecah lapisan minyak menjadi
tetesan kecil (droplet), sehingga mengurangi kemungkinan terperangkapnya
hewan ke dalam tumpahan minyak. Dispersan kimiawi adalah bahan kimia
dengan zat aktif yang disebut surfaktan.
6. Washing oil yaitu kegiatan membersihkan minyak dari tepi sungai.

3.4 Penanggulangan Teknis dan Non Teknis


a. Penanggulangan Teknis
Pembuatan dan Penegakan aturan perundang-undangan dengan cara
pemberian sanksi hukuman tegas dan denda bagi yang melanggar, serta
pemberlakuan pajak sebagai sumber dana dalam kegiatan pemulihan lingkungan
sungai Mahakam.
b. Penanggulangan Non Teknis
Menumbuhkan kesadaran dan upaya penduduk dan pihak industri untuk tidak
mencemari lingkungan perairan dengan sosialisasi tentang pentingnya sebuah
ekosistem lingkungan sehat jauh dari pencemaran.

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sungai mahakam tercemar akibat tergulingnya kapal pengangkut limbah B3
pengeboran minyak yang diduga kelebihan muatan. Peristiwa ini menjadikan
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 5

warga sekitar sungai mahakam kekurangan pasokan air bersih untuk kebutuhan
sehari-hari. Adapun strategi penganggulangan yang dapat dilakukan untuk
pengatasi pencemaran yang terjadi adalah in-situ burning, penyisihan minyak,
secara mekanis, bioremediasi, penggunaan sorbent, dispersan kimiawi, serta
washing oil. Sementara itu penanggulangan dari segi teknis dilakukan dengan
pembuatan dan penegakan aturan perundang-undangan dengan cara pemberian
sanksi hukuman tegas dan denda bagi yang melanggar, serta pemberlakuan pajak
sebagai sumber dana dalam kegiatan pemulihan lingkungan sungai Mahakam.
Sedangkan penanggulangan non teknis dilakukan dengan cara menumbuhkan
kesadaran dan upaya penduduk dan pihak industri untuk tidak mencemari
lingkungan perairan.

4.2 Saran
Diperlukan monitoring atau pemantauan serta pemeriksaan pada muatan
kapal pengangkut limbah agar tidak sampai melebihi kapasitas dari kapal
sehingga kejadian kapal terguling karena kelebihan muatan tidak terjadi lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Anshari, I. 2013. Pengolahan Limbah. http://ans-


olahlimbah.blogspot.co.id/2013_03_05_archieve.html diakses pada
tanggal 13 november 2019
Healthy Articles. 2012. Dampak B3 terhadap Kesehatan.
http://www.smallcrab.com/kesehatan/729-dampak-b3-terhadap-
kesehatan. Diakses pada tanggal 13 november 2019
Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun.
Ratman, C.R. dan Syafrudin. 2010. Penerapan Pengelolaan Limbah B3 di PT.
Toyota Motor Manufacturing Indonesia. Jurnal Presipitasi. 7 (2) : 62-70
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 6

LAMPIRAN
Kasus 1
Awaluddin Jalil : Sungai Mahakam Tercemar Limbah B3 Pengeboran
Minyak
Selasa, 28 Oktober 2014 | 14:52 WIB
SAMARINDA - Sungai Mahakam, tercemar limbah kapal pengangkut
limbah berbahaya hasil pengeboran minyak. Akibat pencemaran itu,
warga di Kelurahan Pendingin, Kecamatan Sanga-sanga, Kutai
Kartanegara, kesulitan mendapatkan pasokan air bersih. Jaringan
Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat, kapal
pengangkut limbah berbahaya hasil pengeboran minyak itu diangkut oleh
perusahaan kontraktor migas Haliburton, dan tenggelam, pada 25
September 2014. "Kapal mengangkut limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3). Tenggelam didekat dermaga yang berada di sekitar
pemukiman penduduk," kata Juru Bicara Jatam Kaltim Merah Johansyah,
kepada wartawan, Selasa (28/10/2014).
Dari hasil olah lapangan, dan wawancara warga di sekitar lokasi,
kapal tersebut terguling saat ingin bersandar di pelabuhan Haliburton,
yang ada di Kelurahan Pendingin. Dugaan awal, kapal terguling karena
kelebihan muatan. "Ada sekira 200 kepala keluarga di tiga RT yang
memanfaatkan air sungai untuk kehidupan sehari-hari. Warga mengakui,
pemerintah lamban menangani kasus ini," bebernya. Dijelaskan,
pertemuan antara warga, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), dan
pihak perusahaan, baru dilangsungkan pada 13 Oktober 2014. Hasilnya,
warga sekitar bantaran sungai dapat kompensasi air bersih satu galon
untuk setiap kepala keluarga. "Kami mendesak Penyidik Pegawai Negeri
Sipil (PPNS) yang dimiliki KLH dan BLH yang memiliki wewenang
Penyidikan Pidana Lingkungan Hidup untuk melakukan investigasi secara
mendalam," tegasnya.
Penyidikan itu, termasuk dugaan Pidana Lingkungan Hidup sesuai
dengan Undang-undang No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). “Dalam UU ini terdapat sembilan
bentuk tindak Pidana Lingkungan Hidup. Salah satu di antaranya adalah
kegiatan atau usaha yang menghasilkan limbah B3 yang kemudian tidak
dilakukan pengelolaan atas limbah B3 tersebut," jelasnya. Ditambahkan
dia, sesuai Pasal 103, usaha yang tidak melakukan pengelolaan atas
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 7

limbah B3 dengan baik, maka diancam penjara maksimal tiga tahun, dan
denda maksimal Rp3 miliar.
Jatam juga mendesak Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan
Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutai Kartanegara untuk menginvestigasi
kasus ini. Jika terbukti mencemar dan melanggar SOP, maka menerapkan
pasal pidana lingkungan hidup. “Jatam Kaltim mendesak agar kasus
seperti ini tidak boleh ditutup-tutupi pemberitannya dari publik, karena ini
merupakan kasus pidana lingkungan hidup atas sungai yang berhubungan
dengan hajat hidup orang banyak,” pungkas Merah. Informasi yang
diperoleh Jatam kaltim, kapal yang tenggelam ini adalah milik Baroid
Surface Solution (BSS). BSS merupakan bagian dari divisi di Haliburton.
Limbah diangkut dari salah satu perusahaan migas kawasan Delta
Mahakam.

Kasus 2
Limbah Tumpah di Sangasanga dari Kapal Milik Kontraktor Migas
(Sumber : Kaltimpost.co.id Kamis, 30 Oktober 2014)
TENGGARONG - Kapal pengangkut limbah beracun ditengarai
tumpah di perairan Sangasanga, Kukar. Mencuat dugaan, pencemaran di
Sungai Pendingin ditutupi pihak terkait karena melibatkan perusahaan
raksasa di bidang minyak dan gas (migas). Adalah Jaringan Advokasi
Tambang (Jatam) Kaltim yang merilis peristiwa tersebut. Kapal
pengangkut limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) milik kontraktor
migas berinisial Hlb, terguling di dekat dermaga Kelurahan Pendingin,
Sangasanga 25 September silam. Cairan beracun diduga telah
mencemari dan baru diketahui karena ada upaya menutup-nutupi
peristiwa ini.
Penuturan warga kepada Jatam, pemerintah sangat lamban
mengetahui dan menangani kasus ini. Perlu 17 hari untuk menangani
masalah limbah. Pertemuan antara Badan Lingkungan Hidup Daerah
(BLHD), kelurahan, perusahaan, dan warga, baru diadakan 13 Oktober
silam. Pada Senin (13/10) lalu, ada pertemuan antara warga, Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kukar, dan perusahaan. Dari pertemuan, terang
Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah Ismail, sekira 200 kepala
keluarga di tiga RT tak dapat memanfaatkan air sungai. Warga di
bantaran sungai pun mendapat kompensasi air bersih satu galon setiap
kepala keluarga. “Sementara untuk uji kandungan pencemaran sungai
dari laboratorium, warga diminta bersabar,” terang Merah merilis
investigasi Jatam, kemarin (29/10).
Dikatakan, kapal terguling saat ingin bersandar di pelabuhan
Haliburton di Kelurahan Pendingin. Dugaan awal, kapal terguling karena
muatan berlebih. “Kini warga cemas karena tidak bisa menggunakan air
Tugas Jurnal HAM dan Lingkungan Hidup 8

sungai,” jelas dia. Dugaan pidana karena melanggar Undang-Undang


32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH) sangat kuat. “Kegiatan atau usaha yang menghasilkan limbah B3
yang tak dikelola dengan benar, sesuai pasal 103, diancam penjara
maksimal tiga tahun dan denda maksimal Rp 3 miliar. Kami meminta
Pemkab Kukar tegas,” desak Merah. Dia turut meminta kasus ini tidak
ditutup-tutupi dari publik. Ini merupakan kasus pidana lingkungan hidup
yang berhubungan dengan hajat hidup orang banyak. Lebih jauh, Merah
mengatakan, kapal yang tenggelam milik perusahaan BSS. “Penelusuran
kami, BSS merupakan bagian dari divisi di perusahaan Hlb. Limbah yang
diangkut berasal dari salah satu rig milik sebuah perusahaan migas di
lepas pantai yang masuk Delta Mahakam,” ujar dia. Kepada Kaltim Post,
Yamani, warga Kelurahan Pendingin, membenarkan kejadian tersebut.
“Sudah sebulan lalu. Ada rapat untuk membahas dampak limbah yang
tumpah di Sungai Pendingin tapi tak ada solusi,” terang pria yang juga
mantan ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan
Pendingin. Sebelumnya, BLHD Kukar pernah memantau kualitas air.
Hasilnya, kandungan zat berbahaya di Pendingin di atas ambang batas.
Yamin mengatakan, puskesmas setempat sering didatangi warga yang
gatal-gatal. “Warga mau tak mau mengonsumsi air untuk sehari-hari. Rasa
gatal di kulit sudah biasa,” jelasnya. Dikonfirmasi terpisah, Kabid
Pengendalian Dampak Lingkungan Kegiatan Ekonomi, BLHD Kukar, Idris
Syam, mengaku belum mendapat laporan pencemaran sungai. “Saya
tidak tahu. Belum ada laporan masuk,” ujar dia.

Anda mungkin juga menyukai