Anda di halaman 1dari 25

TUGAS HUKUM AGRARIA

TATA RUANG PEMANFAATAN SUMBER DAYA PESISIR DAN PULAU-

PULAU KECIL

Oleh Kelompok 3

Fu’ad M. Noorcholish I2L022011

Irfun Walid Sahamad I2L022019

Niswatul Izzah I2L022032

Sudiarto I2L022045

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2022
A. Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di

dunia yang terdiri dari sekitar 17.500 pulau dengan luas laut sekitar 5,8 juta km2

dan bentangan garis sepanjang 81.000 km. sebagian besar dari pulau-pulau

tersebut merupakan pulau kecil yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan

jasa lingkungan (environmental service) yang sangat potensial untuk

pembangunan ekonomi1Ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi,

maupun sumber daya, merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa

Indonesia sehingga harus disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang sesuai dengan amanat yang

terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka mewujudkan amanat Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dalam

Pasal 2 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan

Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) menentukan mengenai hak menguasai dari

negara,yang tercantum dalam ayat (1) pasal tersebut memberikan wewenang

untuksalahsatunyayaitu mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,

penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.

Perencanaan tata ruang wilayah menjadi salah satu problematika pada

perkembangan Kota dewasa ini, perkembangan kota yang cukup cepat dengan

pertumbuhan penduduk yang cukup pesat juga, maka masalah lingkungan menjadi
1
Jantje Tjiptabudy. https://fh.unpatti.ac.id/aspek-hukum-pengelolaan-wilayah-pesisir-dan-
pulau-pulau-kecil-terhadap-eksistensi-masyarakat-adat diakses pada selasa, 1 november 2022 pada
pukul 19.00 wita

1
suatu masalah yang cukup urgen dalam pembahasan mengenai keberlanjutan

lingkungan untuk masa depan generasi. Demikian juga dengan perencanaan tata

ruang menjadi hal yang penting maka setiap wilayah Provinsi, Kota/Kabupaten

harus mempunyai aturan yang menjadi pedoman dalam penataan ruang dan

menjadi acuan dalam pelaksaanaan pembangunan2

Konsep penataan ruang dengan kadah pembangunan berkelanjudtan,

dimaksudkan, yakni harus menjamin pembangunan berkelanjudtan, yakni haris

menjamin ketersedian lapangan pekerjaan yang memadai guna dapat menyerap

tenaga kerja yang makin lama makin numpuk diwilayah perkotaan, menjamin

kelestrian dan keseimbangan lingkungan, pemerataan akses, harus ada

keterlibatan masyarakat luas dan hendaknya perencanaan tata ruang dan

pembangunan yang hemat energi, tidak memboroskan sumber daya yang

dimiliki, baik yang terbarukan maupun tidak terbarukan, oleh karena itu, dalam

penataan ruang harus hendanknya mengacu pada prinsip-prinsip perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup terutama prinsip kelestarian dan

keberlanjudtan, prinsip keadilan dan kepastian hukum dan prinsip kemanfaartan3

Penataan ruang pada dasarnya merupakan perubahan yang disengaja. Sebagai

proses perubahan ke arah kehidupan yang lebih baik, maka penataan ruang secara

formal adalah bagian dari proses pembangunan. 4 Dalam melaksanakan amanat

Pasal 16 ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992, yang telah

2
www.publikasi.unitri.ac.id, diakses pada selesa, 1 November 2022 pada pukul 19.30
wita
3
Arba, Hukum Tata Ruang dan Tata Guna Tanah, Sinar Grafika, Jakarta Timur, Hal.125
4
Erman Rustiadi, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, (Jakarta: Yayasan Pustaka
Obor Indonesia, 2009), h.391

2
diganti/diubah dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang, yang sebelumnya juga telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 16

Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah.

Kondisi lingkungan di Indonesia banyak sekali bencana alam yang terjadi

di berbagai wilayah, penyebab salah satunya adalah karena pelanggaran tata

ruang. Pesatnya perkembangan kawasan perkotaan, selain memberikan dampak

positif bagi perkembangan ekonomi, ternyata pada sisi lainnya dapat

mengakibatkan timbulnya permasalahan lingkungan. Persoalan banjir pada

umumnya sangat terkait erat dengan berkembangnya kawasan perkotaan yang

selalu diiringi dengan peningkatan jumlah penduduk, aktifitas dan kebutuhan

lahan, baik untuk pemukiman maupun kegiatan ekonomi. Karena keterbatasan

lahan di perkotaan, terjadi pengalihan fungsi yang seharusnya sebagai daerah

konservasi dan ruang terbuka hijau dijadikan daerah pemukiman penduduk.

Akibatnya, daerah resapan air semakin sempit sehingga terjadi peningkatan aliran

permukaan dan erosi. Hal ini berdampak pada pendangkalan (penyempitan)

sungai, sehingga air meluap dan memicu terjadinya banjir. Banjir di Jakarta,

selain akibat ulah manusia seperti mendirikan bangunan liar di bantaran sungai

dan budaya masyarakat yang memposisikan sungai sebagai tempat pembuangan

limbah dan sampah, pada hakekatnya mempunyai korelasi dengan pesatnya

perkembangan kawasan perkotaan di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi

(JABODETABEK)dan Puncak Cianjur (punjur) yang pada kenyataannya tidak

sesuai dengan fungsi yang seharusnya. Di kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-

Cianjur) dimana secara geografis merupakan daerah hulu, penyimpangan telah

3
banyak terjadi seperti banyaknya bangunan villa, hotel dan rumah-rumah

penduduk. Seharusnya, fungsi kawasan Bopunjur merupakan kawasan konservasi

air dan tanah, yang memberikan perlindungan bagi kawasan di bawahnya untuk

menjamin ketersediaan air tanah, air pemukiman dan penanggulangan banjir bagi

kawasan Bopunjur dan daerah hilirnya. Terjadinya penyimpangan pemanfaatan

lahan baik pada daerah hulu maupun hilir Jabodetabek Punjur ini tidak terlepas

dari adanya tuntutan kepentingan sektor ekonomi yang mengabaikan faktor

lingkungan

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ini belum menerapkan pendekatan integrated

coastal management, yang ditandai dengan tidak adanya pembaruan atas

penguasaan dan pengusahaan yang timpang dan adanya ketidaksinkronan dengan

UndangUndang lainnya. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 juga lebih

menekankan aspek investasi dan lebih pro-dunia usaha, sehingga tidak ada ruang

bagi masyarakat, khususnya nelayan kecil tradisional dan masyarakat adat dalam

pengusulan rencana pengelolaan, dan menyerahkan masalah kedaulatan wilayah

teritorial hanya pada setingkat Peraturan Pemerintah. Dengan demikian,

masyarakat pesisir hanya menjadi penonton, karena tidak mempunyai modal besar

dan teknologi untuk bersaing dengan para pemilik modal. Hal ini mengakibatkan

kemiskinan nelayan akan bertambah parah. Undang-Undang ini dianggap

menyisakan beberapa permasalahan, yang dapat disebut di sini adalah: Pertama, ia

selalu mengkaitkan dengan adaptasi terhadap situasi global, namun tidak jelas apa

konteks global yang dimaksud. Jika ditelisik lebih dalam, konsep global di sini

4
lebih mendukung globalisasi; Kedua, terjadinya privatisasi dalam ranah yang

harusnya dikuasai negara, serta meningglakan persoalan tata ruang; Ketiga,

munculnya masalah perlindungan kelompok rentan di pedesaan pesisir; Keempat,

munculnya masalah kemiskinan dan ancaman atas kedaulatan negara di pulau

kecil; Kelima, perlunya sinkronisasi dengan peraturan perundangan lainnya yang

terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir.5

Semua provinsi di Indonesia mempunyai wilayah pesisir, sehingga

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan

peraturan perundang-undangan juga mengatur wewenang pengelolaan dan

pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Jika dicermati ternyata

sebagian besar peraturan perundang-undangan tersebut, bersifat sektoral yang

mengatur sektor-sektor pembangunan tertentu, yang secara langsung maupun

tidak langsung terkait dengan aspek pasisir dan pulau-pulau kecil (Pasal 2 ayat 3

butir 2d Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000).

Berdasarkan realitas dan pengalaman yang terjadi ternyata implementasi

berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan wilayah pesisir dan

perairan pulau-pulau kecil, sering berbenturan dengan hukum adat yang masih

hidup dan berkembang dalam masyarakat adat dan juga mengatur sistem

pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah-wilayah pesisir dan

perairan pulau-pulau kecil Masyarakat adat di wilayah-wilayah pesisir,

pengelolaan potensi kelautan secara umum dilakukan secara tradisional yang

5
Mahkamah Konstitusi, http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang,
diakses tanggal 27 Juli 2011.

5
dikenal dengan hak adat kelautan. Jika dibandingkan dengan hak ulayat atas

tanah, maka tampak bahwa hak ulayat atas laut sebagai tradisi adat yang sudah

berlangsung turun temurun dan dihormati, belum sepenuhnya diakui secara luas

baik oleh pemerintah maupun pengusaha. Bedesarkan latar belakang diatas

sehingga kami mengagkat judul “Tata Ruang Dan Pemanfaatan Pesisir Dan

Pulau-Pulau Kecil”

B.

6
C. Landasan Teori

Pembahasan permasalahan sebagaimana dirumuskan di atas menggunakan

beberapa teori seagai landasan berpijak yaitu teori kepastian hukum dan teori

pemanfaatan. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut terkait teori-teori yang

digunakan, yaitu:

a. Teori Kepastian Hukum

Hukum diartikan sebagai norma hukum, baik yang tertulis maupun

yang bentuknya tidak tertulis. Hukum menjadi efektif apabila pembentukan

hukum itu sesuai dengan tujuannya yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian

hukum. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat

dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.

Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan hukum yang jelas, tetap,

konsisten dan konsekuen yang pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh

keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian hukum menurut Peter

Mahmud Marzuki mengandung dua pengertian yaitu:6

a) Pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu

mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan.

b) Kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenang-

wenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum

itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

dilakukan Negara terhadap individu.

6
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, Cetakan ke VI, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hlm. 137

7
Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang

undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan-putusan hakim

antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk yang

serupa yang telah diputuskan.7

Perencanaan tata ruang merupakan kegiatan yang sangat penting

dalam rangka pemanfaatan sumber daya di pesisir maupun pulau-pulau kecil.

Oleh sebab itu maka perlu ada regulasi atau pengaturan yang jelas di dalam

undang-undang. Pengaturan tata ruang sesuai peruntukan merupakan

tantangan pada masa yang akan datang yang harus dihadapi untuk mengatasi

krisis tata ruang yang terjadi. Untuk itu diperlukan penataan ruang yang baik

dan berada dalam satu system yang menjamin konistensi antara perencanaan

baik diperlukan bagi (a) arahan lokasi kegiatan; (b) batasan kemampuan

lahan, termasuk di dalamnya adalah daya dukung lingkungan dan kerentanan

terhadap bencana alam; (c) efisiensi dan sinkronisasi pemanfaatan ruang

dalam rangka penyelenggaraan berbagai kegiatan.8

b. Teori Pemanfaatan

Pemanfaatan berasal dari kata “manfaat” yang mendapat awalan “pe”

dan akhiran “an” sehingga menjadi pemanfaatan. Manfaat menurut kamus

besar bahasa Indonesia ialah guna, faedah. Sedangkan pemanfaatan diartikan

sebagai proses, cara, serta perbuatan memanfaatkan. Davis (1989) dan Adam

(1992) mendifinisikan kemanfaatan (usefulness) seagai tingkatan dimana

7
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke-12, Kencana Media Group,
Jakarta, 2016, hlm. 158
8
Arba, Hukum Tata Ruang Dan Tata Guna Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2019, hlm. 13

8
seseorang percaya bahwa penggunaan suatu teknologi tertentu akan

meningkatkan prestasi orang tersebut.9 Pemanfaatan dalam hal ini diartikan

sebagai pemanfaatan dalam meningkatkan efektifitas pemerdayaan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia.

D. Rumusan Masalah

Dalam penyusunan makalah ini, penulis merumuskan beberapa permasalah,

yaitu:

a. Bagaimana pengaturan tata ruang dan pemanfaatan pesisir pantai dan pulau-

pulau kecil di Indonesia?

b. Bagaimana bentuk pemanfaatan sumber daya pesisir pantai dna pulau-pulau

kecil di Indonesia?

9
Irman Sudiantoro, Teori Pemanfaatan,
https://www.scribd.com/document/430077935/teori-pemanfaatan, diakses pada tanggal 3
November 2022 pukul 22.39

9
E. Pembahasan

1. Pengertian dan Pengaturan Tata Ruang dan Pengelolaan Sumber Daya

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

a. Pengertian Tata Ruang dna Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil

Pengertian tentang tata ruang dijelaskan dalam pasal 1 ayat 2

undang-undang no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa :

“Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang”

Yang di mana Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat

pemukiman dan system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi

sebagai pendukung kegiatan social ekonomi masyarakat yang secara

hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah

distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan

ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budaya.

Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Penataan ruang juga dijelaskan

tentang Ruang yang merupakan wadah yang meliputi ruang darat, ruang

laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai salah satu

kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan

kegiatan, dan memlihara kelangsungan hidupnya.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dijelaskan bahwa Wilayah Pesisir

10
adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi

oleh perubahan di darat dan laut, sedangkan Pulau Kecil adalah pulau

dengan luas kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi)

beserta kesatuan Ekosistemnya. Kemudian dijelaskan juga tentang

pengertian Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil suatu

pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian

sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh Pemerintah

dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara ekosistem darat dan laut, serta

antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat.

b. Pengaturan Tentang Tata Ruang dan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

Pengaturan tentang tata ruang sangat penting dilakukan karena

dapat memberikan dampak yang sangat besar di kemudian hari seperti

mengantisipasi bencana ataupun bisa menjadi penanggulangan bencana

yang telah terjadi. The use of sanction is a vital instrument to control space

utilization as it may prevent excessive utilization of space beyond the

carrying capacity of the environment, which may result in disasters.10

Artinya bahwa dengan pemberian sanksi dapat menjadi instrument vital

untuk mengontrol pemanfaatan ruang melebihi kapasitas dari daya dukung

lingkungan tersebut, yang dimana dapat mengakibatkan bencana.

10
Dyah Ayu Widowati, Disaster Mitigation in Coastal Areas: Perspective of the
Indonesian Spatial Planning Law, Jurnal Media Hukum, Juni 2022, Vol. 29 No.1, hlm. 86

11
Pengaturan tentang penataan ruang diatur dalam Undang-Undang

No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang. Dalam pasal 1 ayat 5 UUPR

dijelaskan bahwa Penataan ruang adalah suatu system proses perencanaan

tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.

Pengeloaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil tidak jauh dari

penataan ruang agar dalam pengelolaannya tidak melebihi kapasitas atau

daya tampung dari wilayah tersebut. Pengelolaan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Selain dari undang-undang tersebut, ada beberapa Regulasi yang

terkait tentang Tata Ruang dan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau kecil, yaitu

sebagai berikut:11

1) Undang-Undang
a. UU 9/1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria
b. UU 5/1983 Tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia
c. UU 6/1996 Tentang Perairan Indonesia
d. UU 27/2007 Tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
e. UU 1/2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun
2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
f. UU 32/2014 Tentang Kelautan

2) Peraturan pemerintah
a. PP 15/2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
b. PP 62/2010 Tentang Pemanfaatan PPKT
c. PP 64/2010 Tentang Mitigasi Bencana WP3K

11
Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir & Laut Padang,
https://kkp.go.id/djprl/bpsplpadang/page/260-regulasi, Diakses pada 4 November 2022 Pukul
01.18

12
d. PP 75/2015 Tentang PNBP pada KKP
e. PP 46/2016 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan
Hidup Strategis

3) Peraturan/Keputusan/Instruksi Presiden
a. KEPPRES RI 33/2002 Tentang Pengendalian Pengusahaan
Pengawasan Pasir Laut
b. Perpres 121/2012 Tentang Rehabilitas Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil
c. Perpres 122/2012 Tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil
d. Perpres 73/2015 Tentang Pelaksanaan Koordinasi Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tingkat Nasional
e. Perpres 51/2016 Tentang Batas Sempadan Pantai.

2. Bentuk Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Dalam pengelolaan sumberdaya pesisir laut dan pulau- pulau

kecil yang pembangunannya pesat sering muncul konflik antara

berbagai pihak yang berkepentingan, terdapat 21 Undang-undang

dan 6 ketentuan internasional, baik yang telah diratifikasi maupun

hanya sebagai acuan (soft law). Peraturan perundang-undangan

tersebut memberi mandat kepada 14 sektor pembangunan dalam

mengatur pemanfaatan sumberdaya pesisir laut dan pulau-pulau

kecil, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keempat belas

sector tersebut yaitu meliputi pertanahan, pertambangan,

perindustrian, perhubungan, perikanan, pariwisata, pertanian,

kehutanan, konservasi, tata ruang, pekerjaan umum, pertahanan,

keuangan dan pemerintahan daerah.12


12
Ernan Rustiadi , Potensi Dan Permasalahan Kawasan Pesisir Berbasis sumberdaya Perikanan Dan
Kelautan,
http://www.academia.edu/3396901/Potensi_dan_Permasalahan_Kawasan_Pesisir_Berbasis_Sumberdaya_Pe

13
Pesisir dan Pulau kecil memiliki potensi ekonomi yang

cukup besar untuk dimanfaatkan dalam membangun

perekonomian nasional, salah satunya melalui investasi. Peluang

investasi di pulau-pulau kecil masih terbuka, yang meliputi usaha

perikanan dan kelautan, pertanian organik, peternakan, industri,

permukiman, perkebunan, usaha pertambangan, transportasi, dan

pelabuhan.

Investasi di pulau- pulau kecil tidak dilarang sepanjang sesuai

dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam UU No. 1 Tahun

2014. Menurut Pasal 26A ayat (1) UU No. 1 Tahun 2014,

pemanfaatan pulau- pulau kecil dan pemanfatan perairan di

sekitarnya dalam rangka penanaman modal asing harus mendapat

izin Menteri. Penanaman modal asing tersebut harus mengutamakan

kepentingan nasional (Pasal 26A ayat 2). Pemberian izin oleh

Menteri Kelautan dan Perikanan terlebih dahulu harus mendapatkan

rekomendasi dari Bupati/Wali Kota (Pasal 26 ayat 3). Lebih lanjut,

Pasal 26A ayat (4) memuat persyaratan izin pemanfaatan pulau-

pulau kecil dan pemanfaatan perairan di sekitarnya, yaitu:

a. badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas;

b. menjamin akses publik;

c. tidak berpenduduk;

d. belum ada pemanfaatan oleh masyarakat lokal;

rikanan_dan_Kelautan, diakses tanggal 04 November 2022

14
e. bekerja sama dengan peserta Indonesia;

f. melakukan pengalihan saham secara bertahap kepada peserta

Indonesia;

g. melakukan alih teknologi; dan

h. memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi pada luasan

lahan.13

Dengan demikian, investasi asing di pulau-pulau kecil

bukanlah sesuatu yang dilarang, sepanjang investor mematuhi

aturan yang telah ditetapkan. Khusus untuk pengalihan saham

secara bertahap kepada peserta Indonesia dan luasan lahan dengan

memperhatikan aspek ekologi, sosial, dan ekonomi diamanatkan

untuk ditetapkan melalui Peraturan Presiden (Pasal 26A ayat 5).

Oleh karena itu, diperlukan pengaturan mengenai investasi asing di

Pulau-Pulau Kecil.

Pengesahan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau- Pulau Kecil berdampak terhadap kelembagaan dalam

pengelolaan konservasi perairan. Menurut Pasal 78A UU No. 1

Tahun 2014, disebutkan bahwa kawasan konservasi di Wilayah

Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil yang telah ditetapkan melalui

peraturan perundang- undangan sebelum Undang-Undang ini


13
Lili Halim, Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Masyarakat Hukum
Adat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di Wilayah Pesisir Dan Laut,
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-pidana/364-perlindungan-hukum- terhadap-
hak-hak-masyarakat-hukum-adat-dalam-pengelolaan-sumber-daya- alam-di-wilayah-
pesisir-dan-laut. Diakses pada tanggal 03 November 2022

15
berlaku adalah menjadi kewenangan Menteri. Adapun Menteri

yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah Menteri

Kelautan dan Perikanan.

1) Ruang Lingkup Pengaturan Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil

Undang-Undang ini diberlakukan di Wilayah Pesisir dan

Pulau- Pulau Kecil yang meliputi daerah pertemuan antara pengaruh

perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah

administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 (dua

belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan ke arah

perairan kepulauan. Lingkup pengaturan Undang-Undang ini secara

garis besar terdiri dari tiga bagian yaitu perencanaan, pengelolaan,

serta pengawasan dan pengendalian, dengan uraian sebagai berikut:

a) Perencanaan

Perencanaan dilakukan melalui pendekatan Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu (Integrated

Coastal Management) yang mengintegrasikan berbagai

perencanaan yang disusun oleh sektor dan daerah sehingga

terjadi keharmonisan dan saling penguatan pemanfaatannya.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu

merupakan pendekatan yang memberikan arah bagi

pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil secara

16
berkelanjutan dengan mengintegrasikan berbagai perencanaan

pembangunan dari berbagai tingkat pemerintahan, antara

ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan

manajemen. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil dilakukan agar dapat mengharmonisasikan

kepentingan pembangunan ekonomi dengan pelestarian Sumber

Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta memperhatikan

karakteristik dan keunikan wilayah tersebut.

Perencanaan terpadu itu merupakan suatu upaya bertahap

dan terprogram untuk memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil secara optimal agar dapat menghasilkan

keuntungan ekonomi secara berkelanjutan untuk kemakmuran

masyarakat. Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

dibagi ke dalam empat tahapan: (i) rencana strategis; (ii) rencana

zonasi; (iii) rencana pengelolaan; dan (iv) rencana aksi

b) Pengelolaan

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mencakup

tahapan kebijakan pengaturan sebagai berikut:

a. Pemanfaatan dan pengusahaan perairan pesisir dan pulau-

pulau kecil dilaksanakan melalui pemberian izin

pemanfaatan dan Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP-3).

Izin pemanfaatan diberikan sesuai dengan peraturan

17
perundang-undangan dan kewenangan masing- masing

instansi terkait

b. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir (HP -3) diberikan di

Kawasan perairan budidaya atau zona perairan pemanfaatan

umum kecuali yang telah diatur secara tersendiri

c. Pengaturan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau

Kecil dimulai dari perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan,

pengendalian, pengawasan, pengakuan hak dan

pemberdayaan masyarakat, kewenangan, kelembagaan,

sampai pencegahan dan penyelesaian konflik

d. Pengelolaan pulau-pulau kecil dilakukan dalam satu gugus

pulau atau kluster dengan memperhatikan keterkaitan

ekologi, keterkaitan ekonomi, dan keterkaitan sosial budaya

dalam satu bioekoregion dengan pulau induk atau pulau

lain sebagai pusat pertumbuhan ekonomi

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan terhadap

perubahan perlu dilindungi melalui pengelolaan agar dapat

dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan

penghidupan masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan

dalam pengelolaannya sehingga dapat menyeimbangkan tingkat

pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk

kepentingan ekonomi tanpa mengorbankan kebutuhan generasi

18
yang akan datang melalui pengembangan kawasan konservasi

dan sempadan pantai.

c) Pengawasan dan Pengendalian

Pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk: Mengetahui

adanya penyimpangan pelaksanaan rencana strategis, rencana zonasi,

rencana pengelolaan, serta implikasi penyimpangan tersebut terhadap

perubahan kualitas ekosistem pesisir. Mendorong agar pemanfaatan

sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai

dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya. Memberikan

sanksi terhadap pelanggar, baik berupa sanksi administrasi

seperti pembatalan izin atau pencabutan hak, sanksi perdata

seperti pengenaan denda atau ganti rugi; maupun sanksi pidana

berupa penahanan ataupun kurungan.

Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil ini merupakan landasan penyesuaian dengan

ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-

undangan yang lain.

F. Penutup

1. Kesimpulan

a. Tata Ruang dan Pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil diatur dalam beberapa peraturan, diantaranya yaitu:

19
1) Undang-Undang

a. UU 9/1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria

b. UU 5/1983 Tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia

c. UU 6/1996 Tentang Perairan Indonesia

d. UU 27/2007 Tentang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

e. UU 1/2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 27 Tahun

2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

f. UU 32/2014 Tentang Kelautan

2) Peraturan pemerintah

a. PP 15/2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

b. PP 62/2010 Tentang Pemanfaatan PPKT

c. PP 64/2010 Tentang Mitigasi Bencana WP3K

d. PP 75/2015 Tentang PNBP pada KKP

e. PP 46/2016 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan

Hidup Strategis

3) Peraturan/Keputusan/Instruksi Presiden

a. KEPPRES RI 33/2002 Tentang Pengendalian Pengusahaan

Pengawasan Pasir Laut

b. Perpres 121/2012 Tentang Rehabilitas Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil

c. Perpres 122/2012 Tentang Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil

20
d. Perpres 73/2015 Tentang Pelaksanaan Koordinasi Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tingkat Nasional

e. Perpres 51/2016 Tentang Batas Sempadan Pantai.

b. Peraturan perundang-undangan yang ada lebih berorientasi pada

eksploitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tanpa

memperhatikan kelestarian sumber daya. Sementara itu, kesadaran

Penilaian Suberdaya dan Ekonlogi Monitoring Sukses Penetapan &

Penataan Batas Konsultasi Publik Seleksi Minapolitan Manajemen

Adaptif Zonasi Kawasan Rencana Pengembangan Implementasi nilai

strategis dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat relatif

kurangNorma-norma Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau

Kecil yang akan dimuat difokuskan pada norma hukum yang belum

diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan yang ada atau

bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum yang telah diundangkan.

Norma-norma itu akan memberikan peran kepada Pemerintah,

masyarakat, dan swasta sebagai pemangku kepentingan baik

kepentingan daerah, kepentingan nasional, maupun kepentingan

internasional melalui sistem pengelolaan wilayah terpadu. Sesuai

dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara

hukum, pengembangan sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil sebagai bagian dari pembangunan berkelanjutan yang

berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum yang jelas,

21
tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya

pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dasar hukum itu

dilandasi oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

22
Daftar Pustaka

A. Buku dan Jurnal

Jantje Tjiptabudy. https://fh.unpatti.ac.id/aspek-hukum-pengelolaan-wilayah-


pesisir-dan-pulau-pulau-kecil-terhadap-eksistensi-masyarakat-adat
diakses pada selasa, 1 november 2022 pada pukul 19.00 wita

www.publikasi.unitri.ac.id, diakses pada selesa, 1 November 2022 pada pukul


19.30 wita

Arba, Hukum Tata Ruang dan Tata Guna Tanah, Sinar Grafika, Jakarta
Timur, Hal.125

Erman Rustiadi, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, (Jakarta: Yayasan


Pustaka Obor Indonesia, 2009), h.391

Mahkamah Konstitusi,
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/putusan/putusan_sidang,
diakses tanggal 27 Juli 2011.

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum Edisi Revisi, Cetakan ke VI,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hlm. 137

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cetakan ke-12, Kencana Media


Group, Jakarta, 2016, hlm. 158

Arba, Hukum Tata Ruang Dan Tata Guna Tanah, Sinar Grafika, Jakarta,
2019, hlm. 13

Irman Sudiantoro, Teori Pemanfaatan,


https://www.scribd.com/document/430077935/teori-pemanfaatan,
diakses pada tanggal 3 November 2022 pukul 22.39

Dyah Ayu Widowati, Disaster Mitigation in Coastal Areas: Perspective of


the Indonesian Spatial Planning Law, Jurnal Media Hukum, Juni
2022, Vol. 29 No.1, hlm. 86

Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir & Laut Padang,


https://kkp.go.id/djprl/bpsplpadang/page/260-regulasi, Diakses pada
4 November 2022 Pukul 01.18

Ernan Rustiadi , Potensi Dan Permasalahan Kawasan Pesisir Berbasis sumberdaya


Perikanan Dan Kelautan,
http://www.academia.edu/3396901/Potensi_dan_Permasalahan_Kawasan_Pesis
ir_Berbasis_Sumberdaya_Pe rikanan_dan_Kelautan, diakses tanggal 04
November 2022

23
Lili Halim, Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Masyarakat
Hukum Adat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Di
Wilayah Pesisir Dan Laut,
http://fhukum.unpatti.ac.id/artikel/hukum-pidana/364-
perlindungan-hukum- terhadap-hak-hak-masyarakat-
hukum-adat-dalam-pengelolaan-sumber-daya- alam-di-
wilayah-pesisir-dan-laut. Diakses pada tanggal 03 November
2022

B. Undang-Undang

Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Undang-Undang No.27 Tahun 2007 Tentang Pemanfaatan Wilayah


Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Undang-Undang No.1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas


Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pemanfaatan
Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil

24

Anda mungkin juga menyukai