Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUKUM LINGKUNGAN

TENTANG

“Hukum Lingkungan”

DISUSUN OLEH :
ALAUDDIN ARSAD
3331119146

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM


MANOKWARI PAPUA BARAT
2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, secara mendasar


diatur di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan hidup. Tujuan dan sasaran utama dari ketentuanketentuan yang
tertuang dalam Undang-undang dimaksud adalah pengelolaan secara terpadu dalam
pemanfaatan, pemulihan, dan pengembangan lingkungan hidup. Tujuan dan sasaran
utama tersebut, sedikit banyak dilatarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa, telah
terjadi eksplorasi dan eksploitasi tidak mengenal batas oleh manusia terhadap sumber
daya alam yang mengakibatkan rusak dan tercemarnya lingkungan hidup.
Perkembangan pemikiran tentang mediasi penal antara lain dapat dilihat dari hasil
pertemuan tingkat internasional yang telah menghasilkan berbagai instrumen
Internasional yang memberikan rekomendasi dan pedoman bagi negaranegara untuk
menjadikan mediasi penal sebagai media penyelesaian perkara tindak pidana.

Tanpa mengesampingkan berbagai kritik terhadap penggunaan mediasi penal,


fakta obyektif menunjukkan bahwa mediasi penal yang dilaksanakan di beberapa negara
telah menunjukkan hasil positif. Dengan melihat kondisi penegakan hukum pidana
terhadap perbuatan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang terlah
berlangsung selama ini, sudah seyogyanya mediasi penal dijadikan alternatif
penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup di luar pengadilan. Menjadikan
mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup
selain bermanfaat bagi lingkungan hidup, sejalan dengan perkembangan hukum dalam
tataran global, sejalan pula dengan hukum yang hidup dan berkembang dalam tataran
lokal, yakni masyarakat adat di Indonesia yang telah memiliki mekanisme penyelesaian
perkara melalui perundingan atau permusyawarahan untuk mencapai kesepakatan

1.2 Rumusan Masalah

Dengan latar belakang di atas, penulis mengangkat permasalahan :

 Bagaimana pertimbangan hukum hakim menurut pasal 5 undang undang


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
 Bagaimana kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) terhadap pengelolaan
lingkungan hidup.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari permasalahan di atas, penulis pengambil tujuan dan maanfaat yaitu :

a. Tujuan
Untuk mengetahui peranan kajian lingkungan hidup strategis bagi pengelolaan
lingkungan hidup.
b. Manfaat
Menambah wawasan penulit terkait hukum lingkungan hidup beserta pasal-pasal
yang terkait
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori

Hukum lingkungan hidup dalam pengertian yang paling sederhana adalah


hukum yang mengatur tatanan lingkungan. Istilah hokum adalah merupakan konsepsi
yang masih baru dalam ilmu hukum.

Drupsteen membagi hukum lingkungan pemerintahan dalam beberapa bidang yaitu :

1) Hukum kesehatan lingkungan (millieuhygienereht) yaitu hukum yang berhubungan


dengan kebijaksanaan di bidang kesehatan lingkungan, dengan pemeliharaan
kondisi air tanah dan udara serta yang berhubungan dengan latar belakang perbuatan
manusia yang diserasikan dengan lingkungan.

2) Hukum perlindungan lingkungan (millieubescharmingsrecht) yang merupakan


kumpulan dari berbagai peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan
lingkungan yang berkaitan dengan lingkungan biotis dan sampai batas tertentu juga
dengan lingkungan anthropogen.

Dengan adanya hukum lingkungan yang terpisah akan mengakibatkan bahwa


dasar-dasar umum dan penemuan-penemuan di bidang hukum tidak akan memperoleh
perhatian dari kalangan hukum lingkungan. Walaupun demikian diakui oleh Polak
bahwa mempelajari hukum lingkungan sebagai suatu kesatuan adalah bermanfaat
karena memberi kemungkinan untuk membedah beberapa kaidah hukum untuk
menilainya secara kritis.

Koesnadi Hardjasoemantri, menyatakan bahwa hukum lingkungan Indonesia dapat


meliputi aspek-aspek sebagai berikut :

1) Hukum kesehatan lingkungan;

2) Hukum perlindungan lingkungan;

3) Hukum tata lingkungan;

4) Hukum pencemaran lingkungan (dalam kaitannya dengan misalnya pencemaran


oleh industri dan sebagainya).
5) Hukum lingkungan trasnasional/internasional dalam kaitannya dengan hubungan
antar bangsa.

6) Hukum perselisihan lingkungan (dalam kaitannya dengan penyelesaian masalah


ganti rugi dan sebagainya).

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan


Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
meliputi unsur-unsur berikut:

(a) perencanaan,

(b) pemanfaatan,

(c) pengendalian,

(d) pemeliharaan,

(e) pengawasan,

(f) penegakan hukum.

Menurut Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup, Perencanaan perlindungan dan penglolaan lingkungan hidup dilaksanakan
melalui tahapan:

(a) Inventarisasi lingkungan hidup,

(b) Penetapan wilayah ekoregion,

(c) Penyusunan RPPLH.

Selanjutnya, inventarisasi lingkungan hidup dibedakan atas inventarisasi


lingkungan hidup nasional, tingkat pulau/kepulauan dan tingkat wilayah ekoregion.
Tujuan inventarisasi lingkungan hidup adalah untuk memperoleh data dan sumber daya
alam yang meliputi;

(a) potensi dan ketersediaan,

(b) jenis yang dimanfaatkan,

(c) bentuk penguasaan,


(d) pengetahuan pengelolaan,

(e) bentuk kerusakan dan

(f) konflik dan penyebab konflik yang timbul akibat pengelolaan.

Selanjutnya, inventarisasi lingkungan hidup akan menjadi dasar dalam


penetapan wilayah ekoregion. Penetapan wilayah ekoregion dilaksanakan dengan
mempertimbangkan kesamaan:

(a) karakteristik bentang alam,

(b) daerah aliran sungai,

(c) iklim,

(d) flora dan fauna,

(e) sosial budaya,

(f) ekonomi,

(g) kelembagaan masyarakat,

(h) hasil inventarisasi lingkungan hidup.

Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat


rumusan pengertian tentang konsep-konsep yang digunakan dalam batang tubuh
undang-undang tersebut sebanyak 39 sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1.
Bandingkan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 yang mana memuat 25
pengertian. Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tetap
memuat rumusan pengertian dari beberapa konsep dalam pengelolaan lingkungan hidup
yang berasal dari undang-undang sebelumnya. Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat pengertian dari 35 konsep yang relevan dengan
pengelolaan lingkungan hidup dalam Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yaitu:

(1) lingkungan hidup,

(2) perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,

(3) pembangunan berkelanjutan,


(4) rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,

(5) ekosistem,

(6) pelestarian fungsi lingkungan hidup,

(7) daya dukung,

(8) lingkungan hidup,

(9) daya tampung lingkungan hidup,

(10) sumber daya alam,

(11) kajian lingkungan hidup strategis,

(12) analisis mengenai dampak lingkungan hidup,

(13) upaya pengelolaan lingkungan hidup,

(14) upaya pemantauan lingkungan hidup,

(15) baku mutu lingkungan hidup, (16) pencemaran lingkungan hidup,

(16) kriteria baku kerusakan lingkungan hidup,

(17) perusakan lingkungan hidup,

(18) kerusakan lingkungan hidup,

(19) konservasi sumber daya alam,

(20) perubahan iklim,

(21) limbah, bahan berbahaya dan beracun, (23) limbah bahan berbahaya dan beracun,

(22) pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun,

(23) dampak lingkungan hidup,

(24) organisasi lingkungan hidup,

(25) audit lingkungan hidup,

(26) ekoregion,

(27) kearifan lokal,


(28) masyarakat hukum adat,

(29) orang,

(30) instrumen ekonomi lingkungan hidup,

(31) ancaman serius,

(32) izin lingkungan,

(33) izin usaha.

Beberapa konsep atau istilah baru yang dirumuskan dalam Undang-Undang


Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan tidak ditemukan dalam Undang-
Undang Lingkungan Hidup 1997 maupun Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982
adalah kajian lingkungan hidup strategis, disingkat Kajian Lingkungan Hidup Strategis,
kerusakan lingkungan hidup, perubahan iklim, bahan berbahaya dan beracun, limbah
bahan berbahaya dan beracun, pengelolaan limbah B3, dumping, audit lingkungan
hidup, ekoregion, kearifan lokal, masyarakat hukum adat, instrumen ekonomi, ancaman
serius, izin lingkungan.

Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) adalah “rangkaian analisis sistematis,


menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program.” Kajian Lingkungan Hidup Strategis
yang dirumuskan dalam Pasal 1 butir 10 Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan instrumen kebijakan, perencanaan dan
program. Diintrodusinya konsep Kajian Lingkungan Hidup Strategis didasari oleh
pertimbangan bahwa instrumen-instrumen kebijakan yang berorientasi pada sebuah
kegiatan, misalnya perizinan dan Analisis mengenai dampak lingkungan saja tidak
memadai untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan karena kegiatan-kegiatan
yang bersifat makro justeru menimbulkan dampak yang lebih luas dan bermakna
sehingga perhatian harus difokuskan pula pada kegiatan makro seperti pembangunan
suatu wilayah, kebijakan dan program pembangunan.

Kerusakan lingkungan dirumuskan dalam Pasal 1 butir 17 yaitu”perubahan


langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan
hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”. Dalam Undang-
Undang Lingkungan Hidup 1997 pengertian kerusakan lingkungan hidup tidak
ditemukan, yang ada hanya pengertian perusakan lingkungan hidup. Dengan adanya
rumusan kerusakan lingkungan hidup pada dasarnya tidak diperlukan lagi rumusan
perusakan lingkungan hidup karena dengan pengertian kerusakan lingkungan hidup
menunjukkan salah satu masalah lingkungan hidup, sedangkan perusakan lingkungan
hidup mengandung makna perbuatan atau tindakan yang menimbulkan kerusakan
lingkungan, sehingga Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup dapat menjadi lebih hemat istilah. Misalkan untuk istilah pencemaran lingkungan
cukup dengan sendirinya dipahami sebagai salah satu masalah lingkungan.

Pengertian perubahan iklim dirumuskan dalam Pasal 1 butir 19 yaitu


“berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas
manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global dan selain
itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu
yang dapat dibandingkan”. Meskipun perubahan iklim dirumuskan, Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak memuat pasal atau bab khusus
yang mengatur prinsip-prinsip pengendalian dan pengelolaan perubahan iklim. Istilah
perubahan iklim hanya sekadar disebut dalam Pasal 10 ayat (2) f dan (4) d yang
mengatur Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 16 e
yang mengatur Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Konsep-konsep lainnya seperti
bahan berbahaya dan beracun, limbah bahan berbahaya dan beracun, kearifan lokal dan
masyarakat hukum adat, instrumen ekonomi, ancaman serius, izin lingkungan akan
diuraikan pada bagian tersendiri ketika membahas konsep-konsep tersebut.

Pengertian lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan Pasal 1 butir 1 Undang-


Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan
perilakunya yang memengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”. Pengertian perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 2 Undang-
Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “upaya sistematis
dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan
hukum”.

Pengertian pembangunan berkelanjutan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1


butir 3 Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah:
“upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, sosial, ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta
keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa
depan.” Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 menggunakan istilah “pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup” yang pada dasarnya pencantuman istilah
“berwawasan lingkungan hidup” berlebihan karena secara konseptual makna
pembangunan berkelanjutan sudah mengandung wawasan lingkungan hidup.
Selanjutnya, pengertian rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(RPPLH) dirumuskan dalam Pasal 1butir 4 yaitu “perencanaan tertulis yang memuat
potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam
kurun waktu tertentu. “Konsep RPPLH tidak dikenal dalam Undang-Undang
Lingkungan Hidup 1997.

Pengertian ekosistem sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 5 adalah:


“tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling
memengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan
hidup.” Pengertian pelestarian fungsi lingkungan hidup dirumuskan dalam Pasal 1 butir
6, yaitu “rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup.” Konsep daya dukung lingkungan hidup dirumuskan dalam
Pasal 1 butir 7, yaitu “kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia, makhluk hidup lain dan keseimbangan antar kedua.” Selanjutnya, konsep daya
tampung lingkungan hidup dirumuskan sebagai berikut: “kemampuan lingkungan hidup
untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya.” Konsep daya dukung lingkungan berguna dalam kaitannya dengan
pengendalian perusakan lingkungan hidup, sedangkan konsep daya tampung lingkungan
hidup berguna dalam kaitannya dengan pengendalian pencemaran lingkungan hidup.
Rumusan pengertian-pengertian pelestarian fungsi lingkungan hidup, daya dukung
lingkungan hidup dan daya tampung lingkungan hidup dalam Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak berbeda secara prinsipil dengan
rumusan pengertian ketiga konsep itu di dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup
1997.

Pengertian sumber daya alam sebagaimana dirumuskan Pasal 1 butir 9 Undang-


Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah: “unsur lingkungan
hidup yang terdiri atas sumber daya alam, baik hayati maupun non-hayati yang secara
keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.” Sebaliknya, Undang-Undang Lingkungan
Hidup 1997 memuat istilah sumber daya saja tanpa kata “alam” yang bersifat lebih luas
dari sumber daya alam karena meliputi pula sumber daya manusia dan sumber daya
buatan. Menurut pendapat penulis lebih tepat menggunakan istilah sumber daya alam
karena lingkungan hidup memang mengandung sumber daya alam.

Pengertian analisis mengenai dampak lingkungan, disingkat Analisis mengenai


dampak lingkungan, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 11 adalah “kajian
mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.” Rumusan pengertian Analisis mengenai
dampak lingkungan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 memuat kata
“besar” di samping kata “penting”. Dalam Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup kata “besar” ditiadakan. Menurut penulis penghilangan
kata “besar” dapat dibenarkan karena antara keduanya seperti “redundancy” atau
pengulangan. Selain itu, jika dilihat dari konsep Environmental Impact Assessment
(EIA) dalam NEPA, Undang-undang lingkungan hidup Amerika Serikat yang kemudian
diadopsi oleh Indonesia menggunakan istilah “significant impact”. Kata penting lebih
tepat sebagai padanan kata “significant” daripada kata “besar”. Pengertian upaya
pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang disebut
dengan singkatan UKL-UPL adalah “upaya pengelolaan dan upaya pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan.”

Pengertian baku mutu lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir


13 adalah: “ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang
ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam
suatu sumber daya tertentu sebagai unsur dalam lingkungan hidup.” Rumusan ini sama
dengan rumusan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997 dan juga dengan
rumusan Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982.

Pengertian pencemaran lingkungan sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir


14 Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah:
“masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain ke
dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang ditatapkan.” Rumusan ini agak berbeda dari pengertian
pencemaran lingkungan hidup dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997, tetapi
secara substansial tidak terdapat perbedaan pokok. Dalam Undang-Undang Lingkungan
Hidup 1997 terdapat kata-kata “berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia
sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan
hidup menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya.”
Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982 juga memuat pengertian pencemaran
lingkungan hidup, tetapi dengan rumusan yang berbeda, yaitu mencakup pencemaran
lingkungan hidup yang terjadi tidak saja akibat kegiatan manusia, tetapi juga akibat
proses alam. Penghapusan pencemaran hidup akibat proses alam tampaknya didasarkan
pada pandangan, bahwa hukum hanya mengatur perilaku manusia dan bukan perilaku
alam. Lagi pula dengan memuat rumusan pencemaran lingkungan termasuk yang timbul
akibat proses alam dikhawatirkan menimbulkan tanggung jawab yang berat bagi negara
Indonesia jika terjadi sengketa lingkungan antar negara.

Untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan hukum


lingkungan yang begitu pesat, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang
Pokok-Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut Undang-Undang
Lingkungan Hidup) setelah berlaku lebih kurang selama 15 tahun, dipembaharuan
menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup (UUPLH) yang mengatur mengenai pengelolaan lingkungan hidup yang
berkesinambungan dan berkelanjutan. Selanjutnya Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup ini pada 3 Oktober 2009 telah dirubah menjadi Undang-Undang
tentang Perlindungan dan Penyelesaian Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009
selanjutnya disebut UUPPLH. Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup tersebut berlaku sebagai payung atau umbrela act atau umbrella
provision atau dalam ilmu hukum disebut kaderwet atau raamwet, sebab hanya diatur
ketentuan pokoknya saja. Oleh karenanya harus didukung oleh banyak peraturan
pelaksanaannya.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Sebagai undang-undang pokok, maka Undang-Undang Perlindungan Dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup ini mempunyai ciri-ciri sebagaimana tercantum dalam
penjelasan umum, yaitu adanya penguatan tentang prinsip-prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik
karena setiap proses perumusan dan penerapan instrument pencegahan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum
mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
Juga diatur penguatan instrument pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup, yang meliputi instrument kajian lingkungan hidup strategis, tata
ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Analisis
mengenai dampak lingkungan, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya
pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrument ekonomi lingkungan hidup,
peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, analisis resiko lingkungan
hidup, dan instrument lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Hukum mempunyai kedudukan dan arti penting dalam pemecahan masalah


lingkungan hidup dan merupakan dasar yuridis bagi pelaksanaan kebijakan pemerintah.
Namun hukum bukanlah satu-satunya sarana untuk menampung kebutuhan masyarakat
terhadap pemecahan masalah lingkungan, peran serta Pengadilan dan pemahaman
terhadap substansi hukum lingkungan juga diperlukan. Dalam hal ini perlu kerjasama
yang baik antara masyarakat dan pemerintah dan keseimbangan hubungan antara
kepentingan umum dan kepentingan perseorangan serta antara hak dan kewajiban.

Secara terminologi istilah penataan mempunyai arti tindakan preemtif,


preventif, dan proaktif. Preemtif adalah tindakan yang dilakukan pada tingkat proses
pengambilan keputusan dan perencanaan. Preventif adalah tindakan yang dilakukan
pada tingkat pelaksanaan melalui penataan baku mutu lingkungan limbah dan/atau
isntrument ekonomi. Sedangkan proaktif adalah tindakan pada tingkat produksi dengan
menerapkan standarisasi lingkungan hidup, seperti ISO 1400.
Sementara makna penegakan dimaksudkan upaya menegakkan hukum materiel
khususnya yang terdapat pada Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Penegakan hukum dalam Undang-Undang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri dari penegakan hukum administrasi, penegakan
hukum perdata termasuk penyelesaian sengketa lingkungan di luar Pengadilan melalui
Alternatif Penyelesaian Sengketa/Alternative Dispute Resolution dan terakhir
penegakan hukum pidana.
IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Semua pengaturan tentang lingkungan hidup pada dasarnya dimaksudkan agar


alam dapat dimanfaatkan bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia pada saat ini
dan juga tidak kalah pentingnya adalah untuk kepentingan kesejahteraan umat dimasa
mendatang (sustainable development). Dengan kata lain pembuatan Undang-Undang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta aturan sektoral lainnya
dimaksudkan atau dijiwai untuk menyelamatkan lingkungan. Sebagaimana diketahui
bahwa lingkungan hidup Indonesia telah mengalami berbagai kerusakan yang sangat
mengkhawatirkan dan untuk itu diperlukan pengaturan yang memadai. Berbagai
bencana alam yang banyak terjadi akhir-akhir ini seperti banjir di berbagai daerah di
Indonesia, longsor, tercemarnya lingkungan perairan, dan kejadian terakhir yang sampai
hari ini belum tuntas penanganannya adalah tenggelamnya ribuan hektar sawah di
Porong akibat meluapnya lumpur setelah dilakukan pengeboran oleh PT Lapindo,
semuanya ditengarai akibat ulah manusia.
DAFTAR PUSTAKA

- Soemarwoto, Otto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Cet. Ke-7,


Penerbit Djambatan, Jakarta, 1997
- Danoesaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, (Jakarta:Bina Cipta,1981), hlm,105.

- Rhiti, Hyronimus, Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup, Penerbit


Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2006

- Hardjasoemantri, Koesnadi,  Hukum  Tata Lingkungan,  (Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press, 2002), hlm, 12.

Anda mungkin juga menyukai