Anda di halaman 1dari 7

Vita Dwi Sakundiana 15380056

1. Berikan contoh sengketa lingkungan hidup yang timbul karena peristiwa pencemaran dan
perusakan lingkungan hidup.

Kasus Pencemaran : Pencemaran Limbah Tahu Sidoarjo

Perkara ini merupakan delik lingkungan yaitu pencemaran air Kali Surabaya akibat
limbah tahu dan limbah kotoran babi oleh Bambang Goenawan, direktur dari dua perusahaan
yaitu PT. Sidomakmur dan PT. Sidomulyo yang terletak di desa Sidomulyo, Kec.Krian,
Sidoarjo. Perusahaan tersebut melanggar ketentuan pasal 100 Undang-Undang Nomor 32
tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, karena tidak
menyediakan septictank yang sesauai dengan daya tampung untuk air limbah atau air sisa
pengolahan tahu yang berakibat pada air limbah tersebut luber dan mengalir ke Kali
Surabaya. Pembuangan air limbah tersebut menyebabkan menurunnya kualitas air Kali
Surabaya, matinya biota laut karena air kekurangan oksigen, dan mengurangi produktifitas
pengolahan air menjadi air bersih untuk bahan baku PDAM.

Adapun rincian kandungan air limbah tahu pada Perusahaan Sidomakmur, BOD 3095,4
mg/I dan mengandung COD 12293 MG/I . Selain itu, pada PT Sidomulyo njuga, perusahaan
tersebut membuang kotoran babi ke Kali Surabaya yang dilakukan oleh badan teknik
kesehatan Lingkungan tanggal 20 Juli 1988 No. 261/ Pem/ BTKL.Pa/VII/1988. Kandungan
limbah tersebut melebihi ambang batas yang ditetapkan SK Gubernur Jawa Timur No 43
Tahum 1987, yaitu maksimum BOD 30 mg/I dan COD 80 mg/I sehingga melanggar
ketentuan pasal 103 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Mahkamah Agung dalam putusan rek. 1479/K/pid/1989, tanggal 20 Maret 1993


memutuskan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
kejahatan “karena kelalaiannya melakukan oerbuatan yang menyebabkan tercemarnya
lingkungan hidup“. Kendatipun demikian, terdakwa “hanya” dihukum kurungan 3 (tiga) bulan
dengan waktu percobaan 6 (enam) bulan, di samping itu terdakwa juga dihukum dengan
pidana denda dengan Rp 1.000.000, 00 (satu juta rupiah).
Vita Dwi Sakundiana 15380056

Kasus Perusakan Lingkungan Hidup:


 Sengketa lahan antara Perum Perhutani dengan masyarakat di wilayah Gunung
Cantayan, Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta yang berujung kerusakan hutan.
Tuntutan warga hanya satu, Perhutani segera mambayarkan hak warga sesuai putusan
MA. Tapi tuntutan itu belum dipenuhi Perhutani. Lahannya diklaim dan Perhutani
menyuruh warga untuk menggugat ke pengadilan.Lalu, pada 1998 masyarakat
penggarap menggugat Perhutani ke pengadilan. Sampai saat ini, masalahnya sudah
diputus di Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan itu, Perhutani harus membayar
uang sebesar Rp9,7 miliar. Tetapi sampai sekarang tak pernah direalisasikan oleh
perusahaan itu.
 Sengketa Hutan Tele, Samosir oleh PT Gorda Duma Sari (GDS), terbukti meyakinkan
melanggar perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Hutan Tele, Samosir.
Dalam perkara ini, JPU melampirkan penghitungan kerugian perusakan lingkungan
oleh GDS, sejak 2012-2013. Ada beberapa perhitungan, yaitu kerugian pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup, kerusakan penebangan pohon dan pembukaan lahan,
serta kerusakan ekonomi dan pemulihan ekologi. Hasil kerugian itu, berdasarkan
perhitungan tim ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Basuki Wasis, melalui
penelitian Laboratorium Pengaruh Hutan Bagian Ekologi Hutan, Departeman
Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB pada 11 April 2014.
Disebutkan, kerugian akibat pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup, karena
penebangan pohon dan pembukaan lahan seluas 400 hektar, mengakibatkan kerusakan
ekologi. Dinilai dengan mata uang Rp76, 510 miliar. Dampak perbuatan GDS, terjadi
kerusakan ekonomi Rp 38, 400 miliar, dan pemulihan ekologi Rp34, 986miliar. Jadi
total kerugian kerusakan mencapai Rp149, 896 miliar.
Vita Dwi Sakundiana 15380056

2. Berikan contoh sengketa lingkungan hidup yang timbul karena rencana kebijakan
pemerintah dalam bidang :

a. Pemanfaatan dan peruntukan lahan


 Sengketa tanah adat Suku Anak Dalam (SAD) 113, desa Bungku, Bajubang,
Kabupaten Batanghari dengan Pt Asiatic Persada tak kunjung menemukan
penyelesaian.
 Permasalahan Tenurial dan Konflik Hutan dan Lahan Masyarakat Adat
(Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Masyarakat Adat Kenegerian
Kuntu di Kabupaten Kampar Riau, dan Masyarakat Adat Kesepuhan Cisitu di
Kabupaten Lebak Banten.

b. Pemanfaatan hasil hutan


 Konflik Performa Agraria : Pengadaan Lahan Untuk Tanah Objek Reforma
Agraria (TORA)
 Sengketa Pemanfaatan Tanah Kawasan Hutan Antara Warga Masyarakat
dengan Dinas Kehutanan (Studi Kasus Tanah Kawasan Hutan Pelangan, Desa
Kedaro, Kecamatan Sekatong Kabupaten Lombok Barat, NTB)

c. Kegiatan penerbangan
Kasus Pembebasan Lahan Untuk Pembangunan Bandara NYIA (New Yogyakarta
International Airport) PT.Angkasa Pura 1 (Persero)

d. Rencana pembangunan pembangkit tenaga listrik


Rencana Pembangunan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTB) di Gunung Talang
Bukit Kili, Kecamatan Lembang Jaya, Kabupaten Solok, Sumbar. Pembangkit ini
merupakan bagian dari target proyek energi nasional 35.000 MW. Di Solok, penetapan
wilayah kerja di Gunung Talang Bukit Kili di Lahan seluas 27.000 hektar dengan
potensi energi diperkirakan 58 MW.
Masyarakat dalam hal tersebut, kurang dilibatkan dalam proyek hingga terjadi
miskomunikasi.
Vita Dwi Sakundiana 15380056

e. Waduk
Kasus Pembangunan Waduk Jatigede di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat.
Permasalahan muncul antara lain karena warga menolak pengadaan lahan untuk
pembangunan waduk karena memicu penenggelaman atau peniadaan lahan produktif
pertanian sawah yang selama ini menjadi mata pencaharian utama mereka, warga tidak
dilibatkan dalam proses tawar menawar berkaitan dengan pengadaaan publik.lahan
untuk pembangunan, progam transmigrasi tidak berjalan dan proses pembangunan
tanpa melalui tahapan-tahapan yang transparan, akuntabel, dan partisipatif lantaran
menolak untuk dilakukan uji konsultasi, serta penolakan relokasi karena ganti rugi
yang tidak fair dan lahan yang mereka tinggali tidak layak dihuni.
Ketidakpastian areal kawasan hutan merupakan salah satu yang menghambat
efektifitas tata kelola hutan di Indonesia. Dari seluruh kawasan hutan seluas 130 juta
hektar maka areal yang telah selesai ditatabatas (istilahnya “temu gelang”) baru sekitar
12 persen (14,2 juta hektar). Ketidakpastian ini memicu munculnya konflik tenurial
(lahan) dengan berbagai pihak yang berkepentingan dengan kawasan hutan. Padahal
setidak-tidaknya terdapat 50 juta orang yang bermukim disekitar kawasan hutan
dengan lebih dari 33 ribu desa yang berbatasan dengan kawasan hutan.

f. Saluran udara tegangan tinggi


Kasus Pembangunan SUTET (Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi) di Jalur
Utara Jawa. Implikasi dari pembangunan tersebut terhadap lingkungan menimbulkan
keresahan masyarakat terutama yang tinggal dibawah jalur SUTET. Menurut UU
No.15 tahun 1985 tentang ketenagalistrikan, Peraturan Menteri Pertambangan dan
Energi No 01.P/47/MPE/1992 Tentang Ruang Bebas SUTET Untuk Penyaluran
Tenaga Listrik dan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No. 975
K.47/MPE/1999 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.
01.P/47/M.PE/1992 Tentang Ruang Bebas SUTET Untuk Penyaluran Tenaga Listrik.
Oleh karena itu, pembangunan SUTET 500 kV juga sudah mempunyai Standar
Nasional Indonesia (SNI) yaitu SNI 04.6918-2002 tentang ruang bebas dan jarak
bebas minimum SUTET dan SNI 04.6950-2003 tentang Nilai Ambang Batas Medan
Vita Dwi Sakundiana 15380056

Listrik dan Medan Magnet SUTET. Besarnya kuat medan magnet dan medan listrik
yang dipersyaratkan WHO adalah: kuat medan magnet sebesar 0,1 mT, kuat medan
listrik sebesar 5kV/m.
Terjadinya keresahan dan ketakutan yang disebabkan dari munculnya rasa tidak
aman terhadap bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan dari jaringan tersebut, yaitu
kecelakaan yang disebabkan adanya sambaran petir, putusnya kabel, atau gangguan
fondasi tower akibat dari perubahan struktur tanah sehingga menimbulkan masalah
terkait pembebasan lahan dan pemindahan penduduk ke area di luar jalur SUTET.
Selain itu munculnya kekhawatiran kesehatan secara terus menerus yang disebabkan
oleh radiasi gelombang elektromagnetik, serta bagi nilai tanah yang dilintasi oleh
SUTT/SUTET, sehingga apabila pemilik tanah tersebut berniat menjual tanahnya,
maka harga jual tanah tersebut akan jatuh dan berada dibawah harga jual tanah yang
tidak dilewati jalur tersebut (itupun bila ada yang mau membelinya), atau juga pemilik
tanah mau mengoptimalisasikan tanahnya dengan mendirikan bangunan bertingkat ia
akan mempunyai masalah dengan perijinan pendirian bangunan, atau bila ia ingin
menanam pohon ia akan dilarang menanam pohon dalam batas ketinggian tertentu.

3. Beri 1 kasus lingkungan hidup yang penyelesaiannya dalam pengadilan, yang dalam
kasus itu ada keterangan seorang saksi ahli dalam menyelesaikan sengketa lingkungan
hidu p(sebutkan kasusnya dan apa pendapat saksi ahli itu)

Kasus : Korupsi Anggaran Proyek Normalisasi lahan tercemar minyak atau Bioremediasi
PT.Chevron Pasific Indonesia di lahan Riau dengan General Manager Sumatera Light
South (SLS) Operation, Bachtiar Abdul Fatah di pengdilan Tindak Pidana Tipikor Jakarta

Pendapat Ahli :
Pada persidangan kali ini, kubu dari terdakwa menghadirkan saksi ahli sekaligus
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung, Profesor
Asep Warlan Yusuf. Menurut Asep, kasus bioremediasi hanya bisa diselesaikan dengan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Sebagaimana diatur dalam UU Lingkungan Hidup tersebut, untuk
Vita Dwi Sakundiana 15380056

menjatuhkan hukuman, pemerintah akan menilai apakah perusahaan itu telah mentaati
sejumlah ketentuan, misal izin mengolah limbah B3.
Jika suatu perusahaan sudah melakukan apa yang disyaratkan UU Lingkungan
Hidup setelah pemerintah melakukan pengawasan, diskusi, pemberian proper, dan
lainnya, maka hal itu menunjukan adanya upaya nyata dalam pengendalian pengelolaan
limbah. Ia menjelaskan, dalam UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pencemaran, memang
sulit dibuktikan terjadinya pencemaran. Namun setelah adanya UU Nomor 32 tahun
2009, standar pencemaran itu baru dimasukan, dengan adanya UU 32 tahun 2009, barang
siapa yang memasukan satu zat pada lingkungan dan melampaui baku mutunya bisa
dinyatakan melakukan pencemaran. Pencemaran itu dirumuskan dalam dua norma yakni
delik formal dan delik materil

4. Beri satu kasus lingungan hidup yang penyelesaiannya diluar pengadilan

Kasus : Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan (Studi Kasus


Sengketa Antara PT. Indo Acidatama Chemical Industry dengan Petani Desa Kemiri
Kecamatan Kebakramat Kabupaten Karanganyar).

Keterangan :
Proses industri ternyata telah menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan
kehidupan masyarakat. Dampak negatif terhadap komponen lingkungan hidup dapat
berupa gangguang terhadap kualitas air, udara, tanah, kenyamanan lingkungan dan lain-
lain sebagaimana Kasus Sengketa Antara PT. Indo Acidatama Chemical Industry dengan
Petani Desa Kemiri Kecamatan Kebakramat Kabupaten Karanganyar. Perusahaan ini
bergerak di bidang produksi bahan-bahan kimia, yaitu alkohol, metanol dan acid etanol.
Keberadaan pabrik PT.IACI berada di lingkungan pemukiman penduduk dan lahan
pertanian yang berada di depan (utara) pabrik dan sebelah kanan (timur) pabrik.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya sengketa antara PT. IACI dengan petani
Desa Kemiri adalah pencemaran air (limbah yang dibuang ke sungai), pencemaran udara
(berasal dari limbah gas yang bau busuk atau tidak sedap) dari PT. IACI yang
Vita Dwi Sakundiana 15380056

menyebabkan tanaman padi menjadi kemerah-merahan, pencemaran tanah yang


mengakibatkan kualitas dalam tanah menurun sehingga menyebabkan produksi padi
menurun. Adapun bentuk penyelesaian sengeketa antara PT.IACI dengan petani Desa
Kemiri adalah dengan cara mediasi. Hal ini dapat diketahui dari ditunjuknnya Bagus Sela
(Anggota DPRD Kabupaten Karanganyar) sebagai mediator petani yang bertindak
netral dan tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan. Sedangkan dari petani
diwakili Mariyo dan dari PT. IACI oleh Budi Muljono.

Anda mungkin juga menyukai