Anda di halaman 1dari 5

Nama : Jeremy Ocmiidia Eykel Putra Siagian

NIM : 119370085

Kelas : RC

TUGAS : ISU LINGKUNGAN PERTAMBANGAN DI SUMATERA

1. Tambang di Sumatera Barat Rusak Lahan Pertanian Pangan

Pokok Masalah : Hampir 35.000 hektar lahan pertanian pangan di Sumatera Barat (Sumbar) saat ini
terancam rusak dan hilang, akibat maraknya kegiatan pertambangan. Tambang yang mengancam
keberlanjutan lahan sawah dan kebun sayur itu, diantaranya berada di Kabupaten Solok, Sijunjung,
Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Solok Selatan, dan Kabupaten Dharmasraya. Contohnya konflik
pertambangan di Kenagarian Simpang Tanjuang Nan IV, Kabupaten Solok. Sejak hadirnya pertambangan
bijih besi di sana, setidaknya 3 orang warga sempat ditangkap polisi akibat mencoba menghalangi usaha
pertambangan.

Kearifan lokal terhadap pengelolaan sumber daya alam diabaikan, bahkan intervensi-intervensi dari
kelompok pendukung tambang, kerap dilakukan kepada Ninik Mamak (pemimpin adat di Sumbar) yang
menolak usaha pertambangan di wilayahnya.

Tanah yang dulunya dapat digunakan sebagai lahan pertanian atau sumber ekonomi, tidak lagi dapat
diusahakan pasca tambang. Bahkan muncul berbagai jenis penyakit baru tanaman, yang dulunya tidak
pernah terjangkit di wilayah tersebut. “Belum lagi berbagai kerusakan ekologis, tercemarnya tata air
setempat, dan lain sebagainya

Penyebab : Ancaman kerusakan lahan pangan ini tak terlepas dari kelambanan pemerintah,
menindaklanjuti hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Solusi : MK telah mengeluarkan putusan bahwa pemerintah harus memfasilitasi secara konkrit,
agar persetujuan atau ketidakpersetujuan masyarakat dalam penetapan wilayah pertambangan, ikut
menjadi persyaratan penetapan Wilayah Pertambangan (WP) dan diterbitkannya IUP. Untuk itu,
diperlukan Peraturan Pemerintah tentang penetapan persetujuan masyarakat atas wilayah
pertambangan. Jalan lainnya adalah, pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 22
tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, agar penetapan pendapat masyarakat terdampak tambang
bisa diakomodir.

AMDAL : Pelanggaran pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara (UU Minerba).

Solusi : Pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan.

Sumber : https://www.dunia-energi.com/tambang-di-sumatera-barat-rusak-lahan-pertanian-pangan/

2. Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Batubara Terus Berlanjut, Apa Solusinya?

Pokok Masalah : Kerusakan lingkungan hidup akibat limbah batubara di sepanjang DAS Air Bengkulu
hingga pesisir pantai di Kota Bengkulu dan Bengkulu Tengah yang terjadi sejak 1980-an hingga kini
adalah nyata dan bukan kasat mata. Kendati demikian, pemerintah daerah tidak pernah berupaya
menemukan perusahaan tambang untuk dimintai pertanggungjawaban. Indikasi lainnya seperti lubang
bekas tambang tidak direklamasi, kerusakan kawasan hutan, kewajiban membayar jaminan reklamasi
dan jaminan paska tambang yang tidak dipenuhi juga terkesan dibiarkan. Bahkan, masalah izin
terindikasi masuk kawasan hutan konservasi dan lindung yang terungkap dalam surat Direktorat
Jenderal Palonologi Kementerian Kehutanan No. S.706/VII-PKH/2014 bertanggal 10 Juli 2014 pun belum
ditindaklanjuti. Setidaknya, 12 IUP tambang batubara terindikasi masuk kawasan hutan konservasi dan
lindung yang tidak jelas tindaklanjutnya. “Misalnya, IUP terindikasi masuk hutan konservasi, apakah
dicabut, tidak jelas. Begitu pula IUP terindikasi masuk hutan lindung, khususnya IUP operasi dan
produksi, boleh jadi sudah berproduksi, kendati belum punya izin pinjam pakai kawasan hutan. Kalau
sudah produksi, tapi belum punya izin pinjam pakai kawasan hutan, tentunya itu adalah pelanggaran
aturan. Banyak perusahaan tambang tidak membayar jaminan reklamasi dan paska tambang. Padahal
kewajiban itu diatur UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara. Ini bisa disebut pelanggaran aturan
telah dilakukan

Berdasarkan citra satelit dan overlay IUP tambang batubara, setidaknya ada 22 lubang tambang yang
tidak direklamasi. Lubang-lubang bekas galian tambang yang masih menganga menjadi bukti nyata
ketidakhadiran negara dan bukti kejahatan ekologi yang dilakukan perusahaan.

Solusi : Hak atas lingkungan yang sehat dan baik tertuang dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 9 Ayat (3)
UU No 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 65 Ayat (1) UU No 32/2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sehingga, negara (pemerintah) dan pelaku usaha wajib untuk
menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut.
Masyarakat atau lembaga lingkungan hidup berhak memperjuangkan hak tersebut. Bahkan, Pasal 66 UU
No 32/2009 menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat perdata.

AMDAL : Masalah izin terindikasi masuk kawasan hutan konservasi dan lindung yang terungkap dalam
surat Direktorat Jenderal Palonologi Kementerian Kehutanan No. S.706/VII-PKH/2014 bertanggal 10 Juli
2014.

UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara.

Hak atas lingkungan yang sehat dan baik tertuang dalam Pasal 28H UUD 1945, Pasal 9 Ayat (3) UU No
39/1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Pasal 65 Ayat (1) UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Pasal 66 UU No 32/2009 menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat perdata.

Solusi : negara (pemerintah) dan pelaku usaha wajib untuk menghormati, melindungi dan memenuhi
hak tersebut.

Masyarakat atau lembaga lingkungan hidup berhak memperjuangkan hak tersebut. Bahkan, Pasal 66 UU
No 32/2009 menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat perdata.

Jalur masyarakat atau lembaga lingkungan hidup memperjuangkan hak atas lingkungan hidup terkait
indikasi pencemaran batubara, pendangkalan sungai, kerusakan kawasan hutan dan lainnya, sambung
Edra, bisa non-hukum dan hukum. Untuk jalur hukum, dapat melakukan gugatan administrasi, perdata
dan pidana.

Bisa melalui PTUN agar izin dicabut, atau perbuatan melawan hukum? Kalau perdata, tinggal
menghitung kerugian masyarakat, kerugian lingkungan. Atau pidana bila ada korban, misalnya
masyarakat terkena penyakit, penyakit kulit atau meninggal, atau hewan yang mati, ikan atau lainnya.

Sumber : https://www.google.com/amp/s/www.mongabay.co.id/2017/05/17/kerusakan-lingkungan-
akibat-tambang-batubara-terus-berlanjut-apa-solusinya/amp/

3. Diduga Cemari Lingkungan, Tambang Emas Pesawaran Ditutup


Pokok Masalah : Diduga mencemari lingkungan warga, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung
terpaksa menutup sementara operasional tambang emas di Desa Babakan Loa, Kecamatan Kedondong,
Kabupaten Pesawaran, Lampung. Tambang emas yang dikelola PT Karya Bukit Utama (KBU) masih
dalam pengawasan pemprov.

Kabag Humas dan Komunikasi Publik Pemprov Lampung Heriyansyah membenarkan penutupan
sementara operasional tambang emas di Desa babakan Loa yang dikelola PT KBU. Pemprov masih
menunggu kelengkapan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan izin lingkungan
sebagaimana dalam peraturan perizinan. “Ditutup sementara sambil menunggu melengkapi dokumen
Amdalnya,” katanya, Senin (18/3).

Desakan penutupan tambang emas tersebut, pernah disampaikan warga pada aksi unjuk rasa di Kantor
Gubernur Lampung pada Senin (18/2) lalu. Warga merasakan lingkungannya tercemar dari aktivitas
penambangan emas di sekitar permukimannya. Warga mendesak Gubernur Lampung mencabut izin
pertambangan PT KBU karena melanggar Permen ESDM nomor 26 tahun 2018 Pasal 54 ayat 3 mengenai
pelaksanaan kaidah pertambangan yang baik dan pengawas pertambangan mineral dan batubara.

Menurut dia, Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Lampung Taufik Hidayat telah
memerintahkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lampung untuk mengecek lokasi tambang emas PT KBU
dan kedua perusahaan tersebut yakni PT Napal Umbar Picung (NUP) dan PT Lampung Kencana Cikantor
(LKC) lainnya. Kedua perusahaan tersebut (NUP dan LKC) juga diduga membuang limbah penambangan
emas yang menyebabkan pencemaran lingkungan pemukiman warga sekitar.

Ia mengatakan semua keluhan warga sudah ditampung. Kemudian pihak DLH Lampung turun ke
lapangan mengecek kedua perusahaan tersebut untuk memastikan ada dan tidaknya pencemaran
lingkungan sebagai dampak dari penambangan emas di desa tersebut. “Pemprov akan menindak tegas
setiap perusahaan yang terbukti mencemari lingkungan,” katanya.

Taufik menyatakan, penutupan sementara PT KBU sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Selama
masa penutupan sementara, pihak perusahaan terkait masih diberian kesempatan untuk melengkapi
dokumen Amdal dan administrasi lainnya sesuai dengan persyaratan perizinan pertambangan.

Adi, warga setempat menyatakan, perusahaan penambangan di desanya yakni PT KBU, PT NUP, dan
PTKLC. Ketiga perusahaan tersebut melakukan aktivitas penambangan emas dengan mengabaikan
lingkungan sekitar yang menyebabkan pencemaran lingkungan di sekitar pemukiman warga. “Air yang
mengalir di permukiman warga sudah tercemar limbah dampak penambangan emas tersebut,” katanya.

Menurut dia, penutupan operasional sementara PT KBU, PT NUP, dan PT KCL di sekitar desanya sangat
diharapkan. Aktivitas perusahaan tersebut tidak memberikan keuntungan warga sekitar, namun lebih
banyak menimbulkan kemudharatan warga seperti menampung limbah perusahaan penambangan saja.

Solusi : Penutupan sementara tambang emas pesawaran.

AMDAL : Permen ESDM nomor 26 tahun 2018 Pasal 54 ayat 3 mengenai pelaksanaan kaidah
pertambangan yang baik dan pengawas pertambangan mineral dan batubara.

Sumber : https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/pok5v2384

Anda mungkin juga menyukai