Anda di halaman 1dari 8

Isu lingkungan bukanlah isu baru dalam hidup bermasyarakat, namun tidak sedkit tanda tanya

yang bermunculan dalam masyarakat untuk merespon isu-isu tersebut. Lingkungan baik dalam
makna alam maupun keadaan sosial dan ekonomi secara disadari maupun tidak memiliki sesuatu
keterikatan yang cukup erat, di mana manusia sebagai masyarakat sosial akan saling
mempengaruhi satu sama lain yang akan berdampak pada perubahan lingkungan baik itu alam,
keadaan sosial, serta ekonomi yang ada disekitarnya.

Salah satu isu yang sangat rentan saat ini adalah isu lingkungan dalam artian alam sebagai
tempat naungan masyarakat. Telah banyak masyarakat yang menyadari permasalahan ini dan
pemilik inisiatif untuk berkontribusi menjawab permasalahan tersebut, baik secara individu
maupun dalam suatu wadah organisasi. Banyaknya pabrik yang dibangun saat ini bukan hanya
memberikan sumber pendapatan bagi masyarakat sekitarnya namun pabrik juga bisa
mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Pabrik didirikan untuk memberikan kesempatan kerja
penduduk malah menimbulkan masalah lingkungan yang serius. Timbulnya masalah lingkungan
ini berakibat bagi kesehatan penduduk disekitarnya. Keadaan lingkungan yang kurang baik lama-
kelamaan menimbulkan masalah bagi penduduk yang ada disekitar seperti wabah penyakit dan
kerusakan ekosistem. Hal tersebut akan memicu terjadinya konflik antara penduduk setempat
dan pihak investor. Seperti yang terjadi di Kendeng, Rembang, Jawa Tengah.

Sekilas tentang PT. Semen Gresik

PT Semen Gresik (Persero) Tbk adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri semen dan
merupakan produsen semen yang terbesar di Indonesia. Pada tanggal 20 Desember2012, PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk resmi berganti nama dari sebelumnya bernama PT Semen Gresik
(Persero) Tbk. Diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus1957 oleh Presiden RI pertama
dengan kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun. Pada tanggal 8 Juli1991 Semen Gresik
tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya sehingga menjadikannya BUMN
pertama yang go public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat.

Mengutip pemberitaan Supriyanto (dalam industri.bisnis.com, 2013), pabrik semen di Rembang


ini merupakan salah satu dari dua proyek pembangunan pabrik baru yang sedang dikerjakan PT
Semen Indonesia (Persero) Tbk selain di Padang dan Sumatra Barat. PT Semen Indonesia
(Persero)

PT Semen Indonesia melakukan ekspansi, dengan pembangunan pabrik baru di Kabupaten Pati,
Jawa Tengah. Kabupaten Pati dipilih sebagai pembangunan pabrik semen karena memiliki
kekayaan alam yang unik, yaitu bentang alam kars di Pegunungan Kendeng Utara. Pegunungan
ini meliputi wilayah kabupaten Pati, Kudus, Gorongan, Blora, Rembang hingga Tuban Jawa
Timur. Kars adalah bahan baku utama pembuatan semen. Dari data Jaringan Masyarakat Peduli
Pegunungan Kendeng (JMPPK) menunjukan bahwa ekosistem kars kawasan pegunungan
kendeng utara memiliki sungai bawah tanah. Ia mampu mensuplai kebutuhan air rumah tangga
dan lahan pertanian seluas 15.873,9 Ha di Kecamatan Sukolilo dan 9.063,232 Ha di kecamatan
Kayen, Kabupaten Pati.

Kekayaan alam lainnya diatas tanah Pati adalah sumber daya hutan. Di lokasi yang akan
dijadikan pabrik semen, terdapat sekitar 2.756 hektar lahan perhutani yang saat ini dikelola oleh
kelompok LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). 5.512 orang menggantungkan hidup pada
sumber daya hutan. Di sisi lain, kekayaan alam berupa bentang alam kars menjadi incaran
perusahaan semen. Pada titik inilah ketegangan mulai muncul. Masyarakat mengandalkan
ketergantungan hidupnya pada sumber daya alam, sementara perusahaan berkepentingan
melakukan eksploitasi untuk kepentingan komersial.

Ketegangan antarawarga Rembang, Jawa Tengah dengan PT Semen Indonesia dimulai sejak 16
Juni 2014 lalu. Saat itu PT Semen Indonesia mulai meletakkan batu pertama pembangunan
pabrik. Pembangunan pabrik tersebut menuai kontroversi panjang. Sebagian penduduk
Pegunungan Kendeng Utara menolak rencana pembangunan tersebut. Masyarakat lokal pun
melakukan penolakan. Penolakan tersebut dengan alasan bahwa pembangunan pabrik semen
yang akan menambang batu gamping di pegunungan kars akan mengancam ketahanan pangan
dan ketersediaan air yang telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

Berbagai macam aksi dilakukan, sedikitnya 100 warga terutama ibu-ibu petani asal Desa
Tegaldowo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah mendirikan tenda di area pembangunan pabrik
semen sebagai salah satu aksi mereka yang menolak pembangunan Pabrik Semen Indonesia di
Kawasan Kendeng. Lokasi tenda yang mereka beri nama “Tenda Tolak Semen “ berada di tepi
jalan masuk ke proyek pembangunan pabrik semen di Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.
Warga melakukannya sebagai aksi menolak pabrik semen di kawasan karst Gunung Kendeng,
yang melakukan penambangan dan merusak lingkungan tempat tinggal mereka. Warga
menyatakan akan terus bertahan hingga tuntutan mereka agar alat-alat berat dikeluarkan dari
areal tapak pabrik semen dan pertambangan dibatalkan, terpenuhi.

Sementara itu di Jakarta sejumlah petani asal Kendeng menggelar aksi mengecor kaki sebagai
bentuk protes terhadap keberadaan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng. Aksi tersebut mereka
gelar di depan Istana Negara dimotori oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng
(JMPPK), yang didalamnya termasuk komunitas Sedulur Sikep. Aksi ini menjadi pilihan terakhir
setelah warga tidak pernah diberi kesempatan untuk menyuarakan berbagai pelanggaran yang
telah dilakukan selama persiapan proyek pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia di
Rembang ini. Warga tidak pernah tahu informasi yang jelas mengenai rencana pendirian pabrik
semen. Tidak pernah ada sosialisasi yang melibatkan warga desa secara umum, yang ada hanya
perangkat desa dan tidak pernah disampaikan kepada warga. Dokumen AMDAL tidak pernah
disampaikan terhadap warga. Tidak pernah ada penjelasan mengenai dampak-dampak negatif
akibat penambangan dan pendirian pabrik semen.

Upaya penambangan di kawasan karst Watuputih dinilai sejumlah kalangan merupakan sebuah
bentuk pelanggaran. Penggunaan kawasan karst Watuputih sebagai tempat penambangan batu
kapur, melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah nomor
06/2010. Pasal 63 perda tersebut menetapkan areal menjadi kawasan lindung. (Mongabay.co.id,
2014)

 Pemberitaan yang dimuat Mongabay.co.id pada tanggal 16 Juni 2014 menyebutkan bahwa
penebangan kawasan hutan tidak sesuai dengan persetujuan prinsip tukar menukar kawasan
hutan oleh Menteri Kehutanan. Surat Nomor S. 279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013,
dalam surat tersebut menyatakan bahwa kawasan yang diijinkan untuk ditebang adalah kawasan
hutan KHP Mantingan. Perlu diketahui dalam Perda no 14 tahun 2011 tentang RTRW Kab.
Rembang Kecamatan Bulu tidak diperuntukkan sebagai kawasan industri besar.
(Mongabay.co.id, 2014)
Mengacu pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, “Bumi, air dan ruang angkasa serta
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar –
besarnya untuk kemakmuran rakyat” maka sudah sewajarnya warga Rembang merasa diresahkan
dan berujung penolakan atas pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia. Semestinya
sumber daya alam dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat bukan melahirkan
ketimpangan kepentingan antara pengusaha pabrik dan petani. Dilihat dari kasus – kasus
sebelumnya, penambangan dan pembangunan pabrik yang sedemikian rupa dapat mempersempit
lahan pertanian lalu menurunkan produktivitas pertanian pada wilayah tersebut hingga bagian
terburuknya adalah menyebabkan lemahnya ketahanan pangan daerah dan nasional. Tak hanya
masalah lahan, pembangunan proyek tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan di
sekitar, terganggunya keseimbangan ekosistem, hilangnya daerah resapan air, dan pencemaran
limbah yang terjadi akibat proses produksi semen. Dalam UU 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa masyarakat memiliki hak
dan kesempatan berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, yang
artinya masyarakat berhak menolak segala macam tindakan asing yang dapat membahayakan
keberlangsungan lingkungan hidup mereka.

Jika dikaitkan dengan UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), telah dijelaskan segala hal
tentang tanah termasuk didalamnya ditegaskan bahwa tanah Indonesia adalah seluruhnya untuk
kemakmuran bangsa bukan untuk kemakmuran asing. Konflik di Rembang menunjukkan adanya
kelalaian serta ketidakpedulian pemerintah terhadap nasib petani di daerah tersebut. Pemerintah
mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dari
perseorangan yang bersifat monopoli swasta (UUPA Pasal 13).

Menyikapi konflik tersebut, Komnas HAM sejak Juni 2015 telah membentuk Tim Pemantauan
dan Penyelidikan Pemenuhan HAM Masyarakat di Sekitar Kawasan Karst. Tim yang dipimpin
oleh Komisioner Muh. Nurkhoiron tersebut hampir menyelesaikan laporannya untuk
disampaikan ke Presiden dan pihak-pihak terkait, tentang pelestarian ekosistem karst dan
perlindungan HAM. Dalam kajian itu, disimpulkan bahwa Pulau Jawa tidak layak lagi sebagai
wilayah untuk penambangan, karena daya dukungnya yang sudah sangat terbatas dan padat oleh
penduduk. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah membuat Indeks
Kebencanaan di masing-masing kabupatan/kota yang memetakan wilayah rawan bencana di
Indonesia khususnya di Pulau Jawa yang rentan oleh berbagai bencana. Pembangunan pabrik
semen yang disertai dengan penambangan batu gamping dikhawatirkan akan menambah
kerentanan bencana itu.

Selain itu, disampaikan tentang masih lemahnya data tentang dampak pabrik semen bagi
kesehatan dan penghidupan masyarakat. Padahal, banyak pabrik semen yang telah beroperasi
sejak puluhan tahun, akan tetapi kajian atas dampak-dampaknya, masih belum dilakukan secara
komprehensif. Padahal di China, ratusan pabrik semen telah ditutup karena menjadi sumber
polutan yang besar dan sangat serius.

Komunikasi Efektif

 Luasnya wilayah Republik Indonesia dengan jenis geografi yang berbeda disetiap wilayahnya,
serta budaya yang beragam menjadi satu masalah tersendiri dalam pembangunan, sebab
kadangkala suatu program yang direncanakan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
Untuk itu perlu komunikasi yang baik antara masyarakat dengan pemerintah.

Menurut Everett M. Rogers, Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber
kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Baik
secara lisan maupun tidak langsung secara tulisan melalui media (Onong, 2003;79). Rembang
seperti penjelasan di atas adalah memiliki sumberdaya alam yang cukup besar. Tetapi hal ini
menjadi dilema masyarakat karena adanya pendirian pabrik semen. Hal ini menjadi masalah
karena warga menolak pendirian tersebut. Sehingga, mengakibatkan konflik antara perusahaan,
pemerintah dan warga. Adanya konflik menunjukkan perencanaan komunikasi yang dilakukan
kurang tepat. Menurut Hamijoyo (2001), adanya konflik dalam aktivitas komunikasi adalah bukti
bahwa adanya kemacetan komunikasi. Menurut Effendy (1990), bahwa salah satu komponen
komunikasi yang perlu diperhatikan supaya komunikasi efektif adalah saluran atau media
komunikasi yang digunakan. Penggunaan media komunikasi tentunya akan mempermudah
masyarakat untuk mengerti isi pesan yang disampaikan oleh perusahaan.

Dalam tulisannya, Brulle (2010) mengemukakan bahwa komunikasi harus digunakan untuk
meningkatkan keterlibatan publik dalam pembuatan berbagai kebijakan dan opini publik
termasuk dalam proses pembangunan infrastruktur. Model komunikasi yang digunakan
perusahaan semen dikategorikan ”tidak efektif”. Hal ini disebabkan warga Rembang tidak terlibat
atau berpartisipasi dalam proses komunikasi secara langsung berkomunikasi tatap muka dengan
komunikator (pemerintah atau perusahaaan) sehingga menimbulkan konflik. Untuk
pembangunan yang stategis komunikasi yang efektif sangat diperlukan. Dengan demikian
program pembangunan akan berjalan dengan baik tanpa konflik. Disini sebelum melakukan
pembangunan maka langkah yang baik adalah terciptanya komunikasi antara warga dengan
pemerintah/perusahaan.

Menurut Garret Hardin, istilah konflik lingkungan yang terjadi di Rembang diatas adalah seperti
“The Tragedy of the commons”. Tragedy of the commons dimaksud adalah menggambarkan
berkurangnya sumber daya alam bersama (commons) karena setiap individu (yang
berkepentingan) bertindak secara bebas dan rasional untuk kepentingan diri sendiri tanpa
menyadari bahwa berkurangnya sumber daya bersama bertentangan dengan kepentingan
kelompok dalam jangka panjang.

Framing dari kemungkinan strategi komunikasi yang dilakukan adalah dengan manajemen krisis
yang bersifat dialog. (dalam Loefstedt) PT. Semen Indonesia melalui PT. Semen Gresik pada
dasarnya memiliki kewajiban untuk terus melakukan produksi, sehingga sebagai BUMN tidak
ikut membebani negara. Capaian sebagai perusahaan multi nasional juga pada dasarnya
merupakan prestasi sehingga tidak hanya mampu mencukupi dalam negeri saja melainkan juga
mampu masuk dalam pasar internasional. Alasan – alasan rasional ekonomi inilah yang
kemudian menjadi alasan kuat kenapa PT. Semen Gresik harus mendirikan tambang baru. Pada
dasarnya UU No. 41/1999 menetapkan peraturan penggunaan hutan untuk kepetingan non hutan,
tetapi hanya boleh diberikan pada hutan produksi. Kawasan pegunungan karst di Kendeng
kemudian melalui peraturan tersebut dapat digunakan sebagai hutan produksi.

Manajemen krisis yang dilakukan secara top down kemudian tidak memberikan kesempatan
adanya dialog antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah. Perusahaan yang telah
menggandeng pemerintah melalui izin yang telah diberikan kemudian berusaha untuk terus
mempertahankan usahanya agar dapat mendirikan pabrik. Masyarakat yang tidak memiliki
kesempatan untuk berdialog tentu akan memberikan perlawanan karena telah berusaha
memasuki zona nyaman yang telah dibentuk bertahun – tahun. Proses pengambilan keputusan
yang top down oleh pemerintah juga perlakuan perusahaan yang juga top down atas izin yang
diperoleh kemudian memberikan kesan bahwa tidak ada lagi usaha untuk dialog bersama.

Dampak negatif akibat penambangan dan pendirian pabrik semen.

Dampak terhadap kuantitas dan kualitas air

Sumberdaya air dapat terkena dampak dari pembangunan itu sendiri. Perubahan kondisi
lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan dapat berdampak pada sumberdaya air baik
secara kuantitatif maupun kualitatif. Peristiwa banjir yang sering terjadi tidak terlepas dari
dampak perubahan penggunaan lahan. Pencemaran pada air sungai dan air tanah yang sering
terjadi juga merupakan dampak dari pembangunan juga. Dengan memperhatikan daur hidrologi
serta proses hidrologi yang mengalami perubahan dapat dikaji dampak-dampak negatif yang
mungkin timbul yang disebabkan oleh proses pembangunan.

Dampak terhadap udara,

Efek Rumah Kaca (Green House Effect) disebabkan oleh : Perubahan kondisi Udara (iklim)
karena CO2 dan Gas Rumah Kaca yang lain, Pencemaran Atmosfir dan Kerusakan Lapisan Ozon

Dampak pada kebisingan

Dampak pada kebisingan atau dampak pada tingkat kebisingan yang terjadi didaerah proyek
pembangunan atau daerah disekitar proyek mempunyai pengaruh yang penting terhadap
kesehatan masyarakat, kenyamanan hidup masyarakat pada binatang ternak, satwa liar atau pun
gangguan pada ekosistem alam. Dampak pada kebisingan biasanya terjadi pada waktu proyek
tersebut sedang dibangun maupun sewaktu sudah berjalan. Di dunia Industri, sumber kebisingan
dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu

 Mesin, kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesi


  Vibrasi, kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat
gesekan, benturan atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi,
batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
 Pergerakan udara, gas dan cairan, kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara,
gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan
gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain.

Dampak terhadap cuaca dan iklim

Penyebab utama perubahan cuaca dan iklim adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu
bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas CO2 dan gas-gas lainnya seperti CO, N2O,
NOx, SO2, kegiatan manusia lainnya juga menghasilkan CFC dari AC dan gas Aerosol, serta
aktivitas pengolahan gambut juga menghasilkan CH4, yang semuanya dikenal sebagai gas rumah
kaca ke atmosfir. Ketika atmosfir semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi
insulator yang menahan lebih banyak energi panas yang dipantulkan bumi. Pembangunan
gedung-gedung yang berdinding kaca juga akan memantulkan radiasi panas dari matahari,
sehingga daerah sekitar gedung ini akan mengalami peningkatan panas. Hal ini akan
mengakibatkan siklus iklim terganggu.

Dampak terhadap tanah

Kerusakan tanah terjadi sebagai akibat eksplorasi lahan yang tidak terkontrol dan kurang
memperhatikan unsur lingkungan guna mendukung jalannya pembangunan. Pembangunan dalam
realitanya sering kali lebih mengutamakan nilai ekonomis dan mengabaikan aspek lingkungan.
Secara lebih lanjut pembangunan berjalan ekspansif, diantaranya menyangkut segi pemanfaatan
ruang / lahan. Dalam pemanfaatannya sering kali aspek tata guna lahan yang sesuai dan
seimbang terabaikan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan terganggunya kestabilan
ekosistem alam dan permasalahan lingkungan, diantaranya kerusakan dan pencemaran tanah.

Konflik dan Kerusakan Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai