Anda di halaman 1dari 4

Case Study

Rencana Pembangunan Pabrik Semen


Penambangan kapur (karst) untuk bahan baku semen oleh PT. Semen
Indonesia di wilayah Gunung Watuputih, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah
mendapat penolakan keras dari warga. Penolakan secara terus-menerus dilakukan
dengan berbagai cara secara terorganisir. Walaupun perusahaan yang mengelola
bukan perusahaan swasta akan tetapi Badan Usaha Milik Negara (BUMN),
namun tidak menurunkan penolakan warga atas pendirian pabrik semen tersebut.
Bagi penduduk sekitar Pegunungan Kendeng, Gunung Watuputih merupakan
penyimpan dan sumber mata air untuk masyarakat dan warga Kota Rembang.
Sehingga keberadaan pabrik semen yang akan didirikan di Wilayah Pegunungan
Kendeng, di Wilayah Utara Jawa Tengah dan Jawa Timur mengganggu sumber air
bersih bagi warga. Warga memahami bahwa pendirian pabrik semen diyakini akan
merusak sumber daya air dan mematikan sektor pertanian. Mereka juga
memahami cekungan air tanah Gunung Watuputih itu adalah kawasan lindung
geologi, padahal tambang semen akan menempati lokasi tersebut.
Masalah pokoknya, penolakan sudah terjadi sudah sejak sosialisasi namun
PT. Semen Indonesia telah mulai mendirikan bangunan pabrik pada pertengahan
Juni 2014. Perjalanan panjang penolakan terjadi sejak sekitar tahun 2010, ketika
sosialisasi mulai dilakuan hingga saat ini, ternyata tidak menjadi bahan
pertimbangan bagi perusahaan. Wilayah Pegunungan Kendeng yang lain pada
saat yang sama juga terjadi penolakan yaitu Kabupaten Pati. Padahal PT.
Indocement sejak tiga tahun lalu telah memulai studi pendirian pabrik semen.
Kondisi ini dipahami warga sebagai relasi korporasi dengan pemerintah daerah,
dengan pola saling membutuhkan. Pemerintah daerah membutuhkan dana pajak
untuk kepentingan atas nama pembangunan daerah. Tuntutan undang-undang
adalah memperoleh persetujuan warga, namun warga dalam konteks
pembangunan pabrik semen ini menjadi kelompok yang paling tidak dihiraukan.
Konsistensi penolakan warga terlihat dari pola hubungan yang terbangun
dengan pemerintah dan BUMN. Berbagai pendekatan dilakukan perusahaan
namun ujung-ujungnya selalu meminta persetujuan warga atas pendirian pabrik
semen di kawasan itu. Kasus penolakan warga pada pendirian pabrik semen tentu
tidak terjadi hanya di wilayah Pegunungan Kendeng, di wilayah lain warga juga
melakukan penolakan. Pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
1. Bagaimana model penyelesaian konflik pendirian pabrik semen PT.
Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang dan
Kabupaten Pati?
2. Apa strategi yang sesuai untuk menyelesaikan konflik PT. Semen
Indonesia dan masyarakat dalam konteks pendirian pabrik semen di
Pegunungan Kendeng, Kabupaten Pati dan Kabupaten Rembang?

Sumber: Ahmad Munir, Kedoe Institute


Telaah Potensi Sengketa
Industrialisasi Ekstraktif
(Studi Kasus Pembangunan Pabrik Semen di Kendeng)

Semen termasuk dalam jenis Industri


Ekstraktif. Dimana bahan bakunya Dampak industrialisasi pembangunan
diambil langsung dari alam untuk diolah pabrik semen yang ekstraktif menjadi
menjadi bahan jadi yang dapat penyebab utama konflik agraria di
digunakan sehari-hari maupun menjadi Kendeng. Konflik yang terjadi ini
bahan setengah jadi yang bisa menyebabkan pro dan kontra. Diantara
digunakan oleh industri lain. berbagai macam alasan warga menolak
pendirian pabrik, karena warga mayoritas
hidup dengan mengandalkan sektor
Bagi negara berkembang dan kaya sumber daya alam, pertanian dan berternak. Selain itu warga
seperti di Indonesia, Industri ini di angggap efektif menolak pabrik semen yang mengancam
dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan hilangnya sumber air warga dan
meningkatkan pendapatan negara. Jateng mengakibatkan terjadinya krisis air.
merupakan market potensial untuk industri semen.
Kebutuhan semen di Jateng berkisar 7,5 juta ton/tahun,
sedangkan industri semen hanya mampu berkontribusi 3
juta ton/tahun. Rencana pabrik semen di Pati berproduksi Gunung Kendeng sendiri merupakan
4,4 juta ton. Namun, disisi lain pembangunan pabrik pegunungan karst yang membentang
semen membawa konsekuensi logis bagi meliputi empat kabupaten, diantaranya
masyarakat sekitar. Kabupaten Pati, Grobokan, Rembang,
dan Blora. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
2006, PT Semen Gresik akan membangun pabrik di kawasan yang memiliki bentang alam
Kecamatan Sukolilo, Pati, Jawa Tengah. Warga Samin karst merupakan kawasan lindung
yang berada di kawasan tersebut menolak karena hal itu geologi. Tahun 2014, Kementrian
dianggap mengancam pertanian dan mata air. Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM) menatapkan Kawasan Bentang
2009, warga memenangi gugatan di PTUN (Pengadilan
Tata Usaha Negara) hingga Mahkamah Agung. Pada Alam Karst (KBAK) Sukolilo sebagai
tahun yang sama juga, PT Semen Gresik Indonesia kawasan lindung geologi yang meliputi
mundur dari Pati dan pindah ke Kecamatan Gunem, Pati, Grobogan, dan Blora
Kabupaten Rembang.

2010, Grup Indocement masuk Pati dengan rencana


pabrik di Kecamatan Kayen dan Tambakromo. PT Semen
Indonesia berhasil masuk Rembang dan mulai
mendirikan pabriknya pada 17 Juni 2014
Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan
Sebagian besar masyarakat setempat khususnya Kendeng (JMPPK) (LSM Lingkungan
pengikut Samin serta para petani di wilayah pegunungan Hidup)-Masyarakat adat Sedulur Sikep
karst Kendeng melanjutkan perjuangan menentang VS
keberadaan pabrik Semen yang bertolak belakang dari PT Semen Indonesia. PT Indocement
visi mereka untuk menjaga kelestarian alam yang Tunggal Prakarsa Tbk dan anak
berkelanjutan. Bahkan mereka sempat berhasil menang
gugatan di MA. Penolakan terjadi hingga kini.
perusahaannya PT Sahabat Mulia Sakti,
melibatkan pemerintah daerah
2017 Di hadapan Istana Negara sejumlah petani dan
aktivis bertemu dengan Presiden Jokowi yang juga belum
menemukan kejelasannya, bahkan ada tragedi Bu Patmi.
Saat ini tuntutannya meminta presiden menunda
operasional pabrik dan meminta melakukan kajian
lingkungan hidup strategis (KLHS) di Pegunungan
Kendeng.
Poin Penting Perlindungan Lingkungan Hidup
Seruan “Laudato Si”

SAINS: Paus menjelaskan “sebuah sensus sains solid" menunjukkan bahwa pemanasan
global itu nyata, dan akan mengurangi ketersediaan air minum, merusak pertanian,
menyebabkan kepunahan hewan dan tumbuhan, meningkatkan keasaman laut dan menaikkan
permukaan air laut yang menyebabkan kebanjiran di kota-kota besar dunia. Ia mengatakan
perubahan iklim terjadi secara alami, tetapi penelitian menunjukkan bahwa pemanasan global
“terutama” disebabkan oleh aktivitas manusia.

EKONOMI: Ensiklik Laudato Si merupakan kritik ekonomi dan juga panggilan untuk
menyelamatkan lingkungan. Paus Fransiskus mengatakan negara-negara kaya mempunyai
“utang ekologis” terhadap negara-negara berkembang, yang sumber daya alamnya diambil
untuk produksi dan konsumsi bahan bakar bagi negara-negara industri. Ia menyebutkan
hubungan ekonomi ini adalah hubungan dengan “struktur yang sesat” dan menolak argumen
bahwa pertumbuhan ekonomi saja bisa memecahkan masalah kelaparan dan kemiskinan
global serta memperbaiki keadaan lingkungan. Menurutnya pola pikir seperti itu sebagai
sebuah “konsep pasar yang ajaib.”

KEBIJAKAN PEMERINTAH: Paus Fransiskus mengatakan bahwa peraturan pemerintah


mutlak diperlukan untuk mengurangi pemanasan global dan "penting untuk merancang
lembaga internasional yang lebih kuat, lebih efisien dan terorganisir'' dengan memanfatkan
kewenangan untuk memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar peraturan. "Konsensus
global penting untuk menghadapi masalah yang lebih kompleks, yang tidak dapat diselesaikan
secara sepihak dari masing-masing negara," kata Paus. Namun, ia mengatakan peraturan
saja tidak akan memecahkan masalah. Sebaliknya, pandangan untuk merubah etika secara
menyeluruh mutlak diperlukan untuk memprioritaskan perawatan alam dan manusia.

MANUSIA: Paus mengatakan setiap aktivitas yang berdampak pada lingkungan juga harus
“memperhitungkan hak-hak dasar kaum miskin dan mereka yang kurang mampu.” Dia
mengatakan "konsumerisme yang tidak beretika” telah menyebabkan tingkat konsumsi yang
menyebabkan memperparah kerusakan lingkungan. Dia mengajak setiap orang untuk
membentuk jaringan sosial dengan tujuan menekan pemimpin politik untuk melakukan
perubahan dan membantu mereka yang kehilangan tempat tinggal atau pekerjaan akibat
perubahan iklim. Ia juga mendesak agar masyarakat mengubah gaya hidup mereka, termasuk
“menggunakan transportasi umum, atau naik mobil bersama-sama, dan menanam pohon
serta mematikan lampu-lampu yang tidak digunakan.

IMAN: Paus Fransiskus menyebutkan inti ajaran Katolik adalah menekankan kepedulian
terhadap makhluk ciptaan Tuhan dan kaum miskin. Ia mendesak manusia bertanggungjawab
secara moral untuk merawat lingkungan seperti yang tertulis di kitab Kejadian 2:15 bahwa
kita memiliki tugas untuk “menjaga” dan “merawat” Bumi. Paus berdoa untuk diskusi tentang
iklim yang diselenggarakan oleh PBB dan menulis dua doa tentang pelestarian lingkungan,
dan meminta Tuhan untuk memberikan, “kesembuhan dalam hidup kita, agar kita dapat terus
melindungi dan merawat bumi dan menggerakkan hati orang-orang yang hanya mencari
keuntungan dan mengorbankan orang-orang miskin dan dunia.”

Sumber: http://www.voaindonesia.com/
Diagram Venn dan Fishbone
Industrialisasi Ekstraktif
(Studi Kasus Pembangunan Pabrik Semen di Kendeng)

Kepentingan
Masyarakat
Sukolilo
Kepentingan Pabrik
(Kendeng, Sikep
Semen dan Bonum Commune dll)
Pemerintah Daerah

Proses yang Orang-orang


Kepentingan
dilakukan yang terlibat
Industri

Dampak-
Akibat

Ekonomi Lingkungan
dan Material sekitar Pengelolaan

Anda mungkin juga menyukai