Anda di halaman 1dari 11

KONSEP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

A. Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam, sumber daya manusia,
dengan menyerasikan sumber alam dengan pembangunan
Adapun pengertian pembangunan berkelanjutan menurut para ahli :
1. Emil Salim :
Yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan atau
suistainable development adalah suatu proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia,
dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan
(yayasan SPES,1992:3)
2. Ignas Kleden :
Pembangunan berkelanjutan di sini untuk sementara di definisikan
sebagai jenis pembangunan yang di satu pihak mengacu pada pemanfaatan
sumber-sumber alam maupun sumber daya manusia secara optimal, dan di
lain pihak serta pada saat yang sama memelihara keseimbangan optimal di
antara berbagai tuntutan yang saling bertentangan terhadap sumber daya
tersebut (yayasan SPES, 1992:XV).
3. Sofyan Effendi :
a. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang
pemanfaatan sumber dayanya, arah invesinya, orientasi pengembangan
teknologinya dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara
harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan
masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat
(Wibawa,1991:14).
b. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai
transformasi progresif terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik
untuk meningkatkan kepastian masyarakat Indonesia dalam memenuhi
kepentingannya pada saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk memnuhi kepentingan mereka) (Wibawa,1991:26).

1
B. Landasan Hukum Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
Sebagai tindak lanjut dari seminar pengelolaan lingkungan hidup dan
pembangunan nasional (1972) untuk tingkat nasional dan UN conference on
the human and environment (1972) untuk tingkat global pemerintah tidak
hanya memasukkan aspek lingkungan hidup dalam GBHN (Garis-Garis Besar
Haluan Negara) tetapi juga membentuk institusi atau lembaga yang
membidangi lingkungan hidup, sejak tahun 1973), aspek lingkungan hidup
masuk dalam GBHN. Kemudian pengelolaan lingkungan hidup dimasukkan
ke Repelita II dan berlangsung terus dalam GBHN 1978 dengan
penjabarannya dalam Repelita III.
Pada tahun 1998 dibentuk Menteri Negara Pengawasan Pembangunan
dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang kemudian pada tahun 2002 di ubah
menjadi Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang
kemudian pada 2003 dirubah menjadi Menteri Negara Lingkungan Hidup
(LH). Kelembagaan ini mempunyai peranan penting dalam memberi landasan
lingkungan bagi pelaksanaan pembangunan di negara kita. Pada tahun 1982
telah di Undangkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1982 (LN 1982 No. 12)
tentang ketentuan-ketentuan pokok Pengelolaan Lingkungan hidup secara
terpadu dengan mengamanatkan keharusan untuk mengkaitkan pelaksanaan
pembangunan dengan pengelolaan lingkungan hidup melalui apa yang
dinamakan “pembangunan berwawasan lingkungan” Undang-Undang ini
mempunyai arti penting tersendiri, menurut Sundari Rangkuti UU LH
mengadung berbagai konsepsi dari pemikiran inovatif dibidang hukum
lingkungan baik nasional maupun internasional yang mempunyai implikasi
terhadap pembinaan hukum lingkungan Indonesia, sehingga perlu dikaji
penyelesaiannya perundang-undangan lingkungan modern sebagai sistem
keterpaduan .
Dalam pasal 4 huruf d UU ini disebutkan bahwa salah satu tujuan
pengelolaan lingkungan hidup adalah “terlaksananya pembangunan
berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan
mendatang”. Mengenai pengertian pembangunan bewawasan lingkungan

2
dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 13 yang menyatakan bahwa “pembangunan
berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana menggunakan dan
mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup”. Penjelasan (TLN.3215)
menyatakan bahwa penggunaan dan pengelolaan sumber daya secara
bijaksana berarti senantiasa memperhitungkan dampak kegiatan tersebut
terhadap lingkungan serta kemampuan sumber daya untuk menopang
pembangunan secara berkesinambungan. Ketentuan tersebut selain
menggunakan istilah “pembangunan berwawasan lingkungan” juga
menggunakan istilah “pembangunan berkesinabungan” istilah yang
disebutkan terakhir dapat juga dijadikan pedoman istilah “sustainable
development” karena kata “berkesinabungan” dan “berkelanjutan “ dalam
bahasa Indonesia mempunyai makna yang sama.
Hal yang ditegaskan kembali dalam pasal 3 tentang asas pengelolaan
lingkungan hidup. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa “pengelolaan
Lingkungan Hidup Berazaskan Pelestarian Kemampuan Lingkungan yang
serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan
bagi peningkatan kesejahteraan manusia. Sedangkan penjelasannya
mengataakan bahwa pengertian pelestarian mengandung makna tercapainya
kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang dan peningkatan
kemampuan tersebut. Hanya dalam lingkungan yang serasi dan seimbang
dapat dicapai kehidupan yang optimal.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, UU ini mengandung pengertian
bahwa pembangunan yang berwawasan lingkungan hanyalah satu bagian dari
pembangunan yang berkesinambungan (lihat pasal 1 angka 13) atau sebagai
penunjang dari pembangunan yang berkesinambungan (lihat pasal 3). Dalam
perkembangan selanjutnya UU No. 4 Tahun 1982 dicabut dan digantikan
dengan UU No. 23 Tahun 1997 (LN 1997:68) tentang pengelolaan
Lingkungan Hidup. Dalam UU ini tidak lagi diadakan pembedaan antara
pembangunan yang berwawasan lingkungan dengan pembangunan yang
berkesinambungan seperti dikemukakan di atas akan tetapi UU ini

3
menggunakan istilah baru lagi yatu “Pembangunan Berkelanjutan Yang
Berwawasan Lingkungan Hidup. “ Konsideran UU No. 23 Tahun 1997 antara
lain menjelaskan tentang mengapa kita harus melaksanakan ‘Pembangunan
Berkelanjutan Yang berwawasan Lingkungan Hidup” seperti pada
pertimbangan huruf b, bahwa dalam rangka mendaya-gunakan sumberdaya
alam untuk memajukan kesejahteraan umum seperti diamanatkan dalam UUD
1945 dan untuk mencapai kebahagiaan hidup berdasarkan Pancasila, perlu
dilaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup berdasarkan kebijaksanaan nasional yang terpadu dan menyeluruh
dengan memperhitungkan kebutuhan generasi masa kini dan generasi masa
depan.
Penegasan tersebut diatas menunjukkan bahwa pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup berkaitan
erat dengan pendayagunaan atau pelestarian SDA sebagai suatu asset
mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam pertimbangan berikutnya (huruf c)
ditegaskan bawa dipandang perlu melaksanakan pengelolaan lingkungan
hidup untuk melestarikan dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup
yang serasi selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup. Dalam
pertimbangan ini pengelolaan lingkungan hidup dianggap sebagai penunjang
terhadap pelaksanaan pembangunan berwawasan lingkungan. Dalam UU ini
diperkenalkan suatu rumusan tentang pembangunan berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan hidup (pasal 1 butir 3). Disebutkan dalam ketentuan
tersebut bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan
hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup,
termasuk sumber daya ke dalam proses pembangunan untuk menjamin
kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa
depan. Selanjutnya dalam UU ini dibedakan antara “asas keberlanjutan”
sebagai asas pengelolaan lingkungan hidup dan “pembangunan berwawasan
lingkungan hidup” sebagai suatu sistem pembangunan.

4
C. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Budimanta (2005) menyatakan, untuk suatu proses pembangunan
berkelanjutan, maka perlu diperhatikan prinsip – prinsip pembangunan
berkelanjutan yaitu hal hal sebagai berikut:

1. Cara berpikir yang integratif. Dalam konteks ini, pembangunan haruslah


melihat keterkaitan fungsional dari kompleksitas antara sistem alam,
sistem sosial dan manusia di dalam merencanakan, mengorganisasikan
maupun melaksanakan pembangunan tersebut.
2. Pembangunan berkelanjutan harus dilihat dalam perspektif jangka
panjang. Hingga saat ini yangbanyak mendominasi pemikiran para
pengambilkeputusan dalam pembangunan adalah kerangkapikir jangka
pendek, yang ingin cepat mendapatkanhasil dari proses pembangunan
yang dilaksanakan.Kondisi ini sering kali membuat keputusan yangtidak
memperhitungkan akibat dan implikasi padajangka panjang, seperti
misalnya potensi kerusakanhutan yang telah mencapai 3,5 juta Ha/tahun,
banjiryang semakin sering melanda dan dampaknya yangsemakin luas,
krisis energi (karena saat ini kita telahmenjadi nett importir minyak tanpa
pernah melakukanlangkah diversifi kasi yang maksimal ketika masih
dalamkondisi surplus energi), moda transportasi yang tidakberkembang,
kemiskinan yang sulit untuk diturunkan,dan seterusnya.
3. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati, untuk memastikan bahwa
sumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan
masa mendatang. Yang tak kalah pentingnya adalah juga pengakuan dan
perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakukan
yang merata terhadap berbagai tradisi masyarakat sehingga dapat lebih
dimengerti oleh masyarakat.
4. Distribusi keadilan sosial ekonomi. Dalam konteks ini dapat dikatakan
pembangunan berkelanjutan menjamin adanya pemerataan dan keadilan
sosial yang ditandai dengan meratanya sumber daya lahan dan faktor
produksi yang lain, lebih meratanya akses peran dan kesempatan kepada

5
setiap warga masyarakat, serta lebih adilnya distribusi kesejahteraan
melalui pemerataan ekonomi.

D. Indikator pembangunan berkelanjutan


Secara ideal berkelanjutannya pembangunan membutuhkan pencapaian :
1. Berkelanjutan ekologis, yakni akan menjamin berkelanjutan eksistensi
bumi. Hal-hal yang perlu diupayakan antara lain,
a. memelihara (mempertahankan) integrasi tatanan lingkungan, dan
keanekaragaman hayati;
b. memelihara integrasi tatanan lingkungan agar sistem penunjang
kehidupan bumi ini tetap terjamin;
c. memelihara keanekaragaman hayati, meliputi aspek keanekaragaman
genetika, keanekaragaman species dan keanekaragaman tatanan
lingkungan.
2. Berkelanjutan ekonomi, dalam perpektif ini pembangunan memiliki dua
hal utama, yakni : berkelanjutan ekonomi makro dan ekonomi sektoral.
Berkelanjutan ekonomi makro yakni menjamin ekonomi secara
berkelanjutan dan mendorong efesiensi ekonomi melalui reformasi
struktural dan nasional. Berkelanjutan ekonomi sektoral untuk
mencapainya sumber daya alam dimana nilai ekonominya dapat dihitung
harus diperlakukan sebagai kapital yang “tangible” dalam rangka
akunting ekonomi; koreksi terhadap harga barang dan jasa perlu
diintroduksikan. Secara prinsip harga sumber daya alam harus
merefleksikan biaya ekstraksi/pengiriman, ditambah biaya lingkungan
dan biaya
3. Berkelanjutan sosial budaya; berkelanjutan sosial budaya, meliputi:
a. Stabilitas penduduk,
b. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia,
c. Mempertahankan keanekaragaman budaya dan
d. Mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam pengambilan
keputusan.

6
4. Berkelanjutan politik; tujuan yang akan dicapai adalah,
a. respek pada human rights, kebebasan individu dan sosial untuk
berpartisipasi di bidang ekonomi, sosial dan politik, dan
b. demokrasi, yakni memastikan proses demokrasi secara transparan
dan bertanggung jawab.
5. Berkelanjutan pertahanan dan keamanan. Keberlanjutan kemampuan
menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dan gangguan baik dari
dalam maupun dari luar yang langsung maupun tidak langsung yang
dapat membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan bangsa dan
negara.

E. Proses pembangunan berkelanjutan


Menurut Surya T. Djajadiningrat, agar proses pembangunan dapat
berkelanjutan harus bertumpu pada beberapa faktor, antara lain:
1. Pertama, kondisi sumber daya alam, agar dapat menopang proses
pembangunan secara berkelanjutan perlu memiliki kemampuan agar dapat
berfungsi secara berkesinambungan. Sumber daya alam tersebut perlu
diolah dalam batas kemampuan pulihnya. Bila batas tersebut terlampaui,
maka sumber daya alam tidak dapat memperbaharuhi dirinya, Karena itu
pemanfaatanya perlu dilakukan secara efesien dan perlu dikembangkan
teknologi yang mampu mensubsitusi bahan substansinya.
2. Kedua, kualitas lingkungan, semakin tinggi kualitas lingkungan maka akan
semakin tinggi pula kualitas sumber daya alam yang mampu menopang
pembangunan yang berkualitas.
3. Ketiga, faktor kependudukan, merupakan unsur yang dapat menjadi beban
sekaligus dapat menjadi unsur yang menimbulkan dinamika dalam proses
pembangunan. Karena itu faktor kependudukan perlu dirubah dari faktor
yang menambah beban menjadi faktor yang dapat menjadi modal.

7
F. Pokok – Pokok Kebijaksanaan.
Agar pembangunan memungkinkan dapat berkelanjutan maka
diperlukan pokok-pokok kebijaksanaan sebagai berikut :
1. Pertama, pengelolaan sumber daya alam perlu direncanakan sesuai dengan
daya dukung lingkungannya. Dengan mengindahkan kondisi lingkungan
(biogeofisik dan sosekbud) maka setiap daerah yang dibangun harus sesuai
dengan zona peruntukannya, seperti zona perkebunan, pertanian dan lain-
lain. Hal tersebut memerlukan perencanaan tata ruang wilayah (RTRW),
sehingga diharapkan akan dapat dihindari pemanfaatan ruang yang tidak
sesuai dengan daya dukung lingkungannya.
2. Kedua, proyek pembangunan yang berdampak negatif terhadap
lingkungan perlu dikendalikan melalui penerapan analisis mengenai
dampak lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari studi kelayakan dalam
proses perencanaan proyek. Melalui studi AMDAL dapat diperkirakan
dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.
3. Ketiga, penanggulangan pencemaran air, udara dan tanah mengutamakan.
4. Keempat, pengembangan keanekaragaman hayati sebagai persyaratan bagi
stabilitas tatanan lingkungan.
5. Kelima, pengembangan kebijakan ekonomi yang memuat pertimbangan
lingkungan.
6. Keenam, pengembangan peran serta masyarakat, kelembagaan dan
ketenagaan dalam pengelolaan lingkungan hidup
7. Ketujuh, pengembangan hukum lingkungan yang mendorong peradilan
menyelesaikan sengketa melalui penerapan hukum lingkungan.
8. Kedelapan, Pengembangan kerja sama luar negeri.

G. Ekonomi Biru dan Ekonomi Hijau Sebagai Prinsip Ekonomi


Berkelanjutan di Indonesia
Indonesia sebagai negara maritim sekaligus negara kepulauan memiliki
potensi bahari yang sangat tinggi, dapat dilihat bahwa sekitar 70% dari luas
wilayah Indonesia merupakan lautan. Selain itu Indonesia pun merupakan

8
negara kepulauan terbesar di dunia, panjang pantai Indonesia mencapai 95.181
km dengan luas wilayah laut 5,4 juta km2. Potensi tersebut menempatkan
Indonesia sebagai negara yang dikaruniai sumber daya kelautan yang besar,
termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan non hayati kelautan terbesar.
Indonesia juga merupakan kawasan perikanan budidaya dunia. Sampai
dengan tahun 2007 posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia
berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi pertahun sejak
2003 mencapai 8,79%. Selain itu kajian para ahli memperkirakan bahwa
potensi ekonomi di sektor kelautan Indonesia bila dikelola dengan baik
mampu mencapai hingga Rp1,4 triliun per tahun.
Karenanya, dibutuhkan fokus dari pemerintah untuk mengembangkan
sektor ekonomi berbasiskan kelautan. Salah satu gagasan yang dapat
diterapkan untuk mempercepat perkembangan perekonomian kelautan
Indonesia adalah dengan menggunakan konsep ekonomi biru. Gagasan
ekonomi biru adalah pengembangan ekonomi yang berwawasan kelautan,
tetapi bukan hanya melakukan eksploitasi terhadap sumber daya laut tetapi
juga pemeliharaan dan perlindungan ekosistem kelautan. Konsep ini
merupakan bentuk kebijakan industrialisasi kelautan dan perikanan yang
berlandaskan modernisasi. Singkatnya, ekonomi biru ini adalah percepatan
untuk pertumbuhan ekonomi dengan memanfaatkan potensi kelautan dan
perikanan.
Konsep ekonomi biru diperkenalkan pertama kali oleh Gunter Paulli
dengan meninjau kekurangan konsep ekonomi hijau. Konsep ekonomi hijau
adalah konsep perekonomian yang tidak merugikan lingkungan hidup. Konsep
ekonomi hijau merupakan upaya menghilangkan dampak negatif pertumbuhan
ekonomi terhadap lingkungan dan kelangkaan sumber daya alam. Ekonomi
Hijau dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan melakukan efisiensi
sumber daya alam tetapi tetap mengurangi emisi karbon dan polusi, mencegah
berkurangnya biodiversitas dan menjaga keseimbangan ekosistem..
Konsep ekonomi hijau diterapkan sekitar 30 tahun yang lalu, tetapi hingga
sekarang proyek ekonomi hijau masih tergantung pada subsidi publik. Salah

9
satu contohnya adalah panel sel surya yang diciptakan lebih dari 40 tahun
yang lalu, tetapi subsidi publik terus menjadi sumber pendanaan utama bagi
pengadaan panel sel surya. Selain itu contoh lainnya adalah makanan organik
yang juga membutuhkan biaya yang besar untuk mendapatkannya karena
makanan organik tidak diproduksi di seluruh penjuru bumi. Jika biaya produk
untuk penunjang ekonomi hijau dua atau tiga kali lebih mahal, maka produk
ekonomi hijau akan menjadi suatu komoditas mewah yang tidak dapat
dijangkau oleh masyarakat berpendapatan menengah. Sehingga dapat
dikatakan bahwa salah satu kekurangan dari ekonomi hijau adalah masalah
biaya dan efisiensi, karena konsep ini memaksa investor untuk terus
berinvestasi lebih dan konsumen pun dipaksa untuk terus membayar lebih.
Maka dari itu ekonomi biru pun dimunculkan untuk menjawab
kekurangan-kekurangan dari ekonomi hijau. Esensi dari konsep ekonomi biru
bukan hanya mengoptimalkan potensi kelautan, tetapi adalah untuk belajar
dari alam, menggunakan cara kerja ekosistem dimana ekosistem selalu bekerja
menuju tingkat efisiensi lebih tinggi untuk mengalirkan nutrisi dan energi
tanpa emisi dan limbah untuk memenuhi kebutuhan dasar. Konsep ekonomi
biru tidak mengurangi tapi justru memperkaya alam. Selain itu ekonomi biru
menekankan untuk menerapkan prinsip dasar fisika, khususnya hukum
gravitasi. Menerapkan hukum gravitasi dalam artian energi didistribusikan
secara efisien dan merata tanpa ekstraksi dari energi luar; seperti air mengalir
dari gunung membawa nutrien dan energi untuk memenuhi kebutuhan dasar
kehidupan seluruh komponen ekosistem, dari limbah menjadi makanan bagi
yang lain, limbah dari satu proses menjadi bahan baku/sumber energi bagi
yang lain. Singkatnya, ekonomi biru melakukan efisiensi terhadap ekstraksi
sumber daya alam, dengan prinsip zero waste.
Selain itu ekonomi biru juga memiliki prinsip social inclusiveness yang
merupakan jawaban dari kekurangan ekonomi hijau yang dikatakan tidak
mampu menjangkau kalangan menengah ke bawah. Konsep ekonomi biru
dapat mendukung dan mendorong industri inovatif skala kecil di lingkungan
masyarakat berpendapatan rendah seperti, perikanan, pariwisata, dan industri

10
rumahan lainnya. Hal ini dilakukan dengan menerapkan konsep
entrepreneurship, mereka yang mampu didorong untuk membuka lapangan
usaha baru sehingga dapat menghasilkan efek ekonomi berganda yang pada
akhirnya meningkatkan perekonomian secara keseluruhan.
Meskipun konsep ekonomi biru merupakan respon dari konsep ekonomi
hijau, bukan berarti bahwa konsep ekonomi biru bertentangan dengan konsep
ekonomi hijau. Keduanya tidak bertentangan, tapi saling melengkapi.
Ekonomi biru dinilai dapat menjembatani ekonomi hijau yang selama ini
diterapkan dalam perencanaan pembangunan di Indonesia dengan
memperkaya konsep ekonomi hijau yang pada dasarnya menerapkan konsep
pembangunan berkelanjutan, yaitu melakukan percepatan pembangunan
dengan tetap mempertimbangkan keberadaan sumber daya untuk
keberlangsungan generasi selanjutnya.

11

Anda mungkin juga menyukai