Anda di halaman 1dari 137

Bab

1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Upaya peningkatan hasil-hasil pembangunan daerah harus terus menerus dilakukan melalui
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan yang lebih terpadu dan terarah, agar seluruh
sumberdaya yang terbatas dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Salah satu hal pokok yang dibutuhkan
untuk mencapai hal tersebut adalah melalui keterpaduan dan keserasian pembangunan di segala bidang dalam
matra ruang yang tertata secara baik.
Untuk memberikan arahan pemanfaatan ruang dalam pembangunan wilayah Daerah Propinsi Sumatera
Utara, telah ditetapkan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara nomor 4 tahun 1993 tentang Rencana Struktur
Tata Ruang Propinsi (RSTRP) Daerah Tingkat I Sumatera Utara.
Selama kurun waktu sepuluh tahun sejak disusunnya RSTRP Daerah Tingkat I Sumatera Utara, telah
berlangsung perkembangan pembangunan yang digerakkan oleh instansi sektoral, Pemerintah Daerah, investor
swasta, dan masyarakat. Sebagian dari pembangunan tersebut dilangsungkan berdasarkan paket deregulasi dan
debirokratisasi yang merupakan upaya terobosan terhadap tatanan yang sudah ditetapkan sebelumnya untuk
mempercepat tercapainya pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta persiapan menghadapi era
globalisasi.
Beberapa perubahan kebijaksanaan dan implementasi pembangunan tersebut antara lain adalah
pengembangan Kawasan Perkotaan Medan-Binjai-Deli Serdang (MEBIDANG), rencana pengembangan Bandar
Udara Kuala Namu, dan rencana pengembangan Kawasan Industri serta rencana pengembangan Kawasan
Pantai Barat Sumatera Utara. Perubahan lain adalah diformulasikannya kebijaksanaan pembangunan daerah
yang berbasis pada wilayah perdesaan dan sektor pertanian melalui pendekatan ekonomi kerakyatan dalam
rangka memperkuat basis perekonomian wilayah dan pengentasan kemiskinan.
Persoalan lingkungan hidup juga merupakan agenda penting bagi Propinsi Sumatera Utara yang perlu
mendapat perhatian dalam pengembangan wilayah. Kerusakan dan okupansi hutan oleh permukiman dan
kegiatan budidaya menimbulkan permasalahan terhadap penurunan fungsi lindung, antara lain terancamnya
daerah bawahan oleh gangguan tata air sehingga menurunkan debit sumberdaya air, meningkatnya erosi dan
sedimentasi, serta timbulnya bahaya banjir. Pada tahun 1997 telah dilakukan pemaduserasian TGHK dengan
RSTRP Sumatera Utara, namun hal tersebut masih perlu ditindaklanjuti dengan perencanaan lebih rinci serta
implementasinya. Hasil paduserasi tersebut perlu dituangkan ke dalam peta rencana pemanfaatan ruang,
sehingga dapat secara efektif dijadikan dasar kebijaksanaan pembangunan daerah yang memiliki kekuatan
hukum.
Secara eksternal, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN) dan penyempurnaan Rencana Umum Tata Ruang Pulau Sumatera (RUTRPS) pada
tahun 1997/1998 juga memberikan pengaruh terhadap rencana pemanfaatan ruang Propinsi Sumatera Utara,
dimana ditetapkan kawasan andalan, kawasan tertentu dan beberapa Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat
Kegiatan Lokal (PKL) di Propinsi ini.

II - 1

Selain itu pada tahun 1998 dilakukan pemekaran daerah kabupaten/kota yaitu berdasarkan UU nomor 12
Tahun 1998 dibentuknya Kabupaten Toba Samosir sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara, dan
Kabupaten Mandailing Natal dari Kabupaten Tapanuli Selatan; berdasarkan Undang-undang nomor 4 Tahun 2001
dibentuknya Kota Padangsidimpuan sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan; serta UU nomor 9
tahun 2003 dibentuknya Kabupaten Humbang Hasundutan sebagai pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Utara,
Kabupaten Pakpak Bharat sebagai pemekaran dari Kabupaten Dairi dan Nias Selatan sebagai pemekaran dari
Kabupaten Nias.
Diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta UU Nomor 25 Tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan implikasi terhadap fungsi
dan lingkup RTRWP dalam pembangunan Propinsi Sumatera Utara, terutama dalam penyusunan tata ruang yang
memerlukan kesepakatan dengan kabupaten/kota.
RTRWP Sumatera Utara 2003-2018 dimaksudkan untuk mengakomodasikan seluruh kecenderungan
perubahan dan perkembangan yang berlangsung selama ini serta kebutuhan pembangunan bagi Daerah Propinsi
Sumatera Utara pada masa 15 tahun yang akan datang.

1.2

Kondisi Fisik

1.2.1

Letak Geografis

Secara geografis Propinsi Sumatera Utara terletak di bagian Utara Pulau Sumatera pada 1 0 - 40 Lintang
Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur yang merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan palung Barat
Pasifik. Posisinya memanjang dari arah Barat Laut ke arah Tenggara. Secara administrasi Propinsi Sumatera
Utara terdiri dari 16 (enam belas) kabupaten, yaitu Nias, Nias Selatan, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal,
Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan, Simalungun, Dairi,
Pak-pak Bharat, Karo, Deli Serdang, dan Langkat, serta 7 (tujuh) kota, yaitu Sibolga, Padangsidimpuan,
Tanjungbalai, Pematangsiantar, Tebing Tinggi, Medan, dan Binjai.
Propinsi Sumatera Utara berbatasan di :
Sebelah Utara, berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
Sebelah Timur, berbatasan dengan Selat Malaka,
Sebelah Selatan, berbatasan dengan Propinsi Riau dan Propinsi Sumatera Barat,
Sebelah Barat, berbatasan dengan Samudera Indonesia
Propinsi Sumatera Utara memiliki luas sekitar 71.680 km2 atau 3,73% dari luas Indonesia yang meliputi
kawasan darat di pantai Timur, dataran tinggi yang melintang di bagian Tengah, dan kawasan pantai Barat. Di
samping kawasan darat, Propinsi Sumatera Utara juga mencakup kawasan perairan laut yang berbatasan sejauh
12 mil laut dari garis pantai.
Gambar 1.1 memperlihatkan peta administrasi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara Letak
geografis Sumatera Utara sangat strategis dan merupakan modal dasar bagi pengembangan kegiatan yang
bersifat regional dan internasional karena berada pada jalur perdagangan internasional Selat Malaka yang dekat
dengan Singapura dan Malaysia sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya lebih pesat.

II - 2

Gambar 1.1
Peta Administrasi Propinsi Sumatera Utara

II - 3

1.2.2

Kondisi Topografi

Secara topografis wilayah pantai Timur Sumatera Utara relatif datar, bagian Tengah bergelombang dan
berbukit yang merupakan bagian dari pegunungan Bukit Barisan, dan bagian Barat merupakan dataran
bergelombang. Wilayah pantai Barat potensial untuk pengembangan sektor perikanan laut, perkebunan dan
hortikultura; wilayah pantai Timur potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan dan perkebunan;
serta wilayah dataran tinggi potensial untuk pengembangan tanaman hortikultura. Gambar 1.2 memperlihatkan
karakteristik fisik Propinsi Sumatera Utara.

1.2.3

Iklim

Suhu udara di wilayah Sumatera Utara berkisar antara 18-32 0C, yang bervariasi sesuai dengan
ketinggian tempat. Musim penghujan berlangsung antara bulan September hingga Februari dan musim kemarau
berlangsung antara bulan Maret hingga Agustus.
Curah hujan tahunan rata-rata tercatat sebesar 2.100 mm. Pada wilayah kering, curah hujan tahunan
rata-rata kurang dari 1.500 mm yang tercatat di beberapa bagian wilayah Simalungun, Tapanuli Selatan, dan
Tapanuli Utara, sedang curah hujan tinggi berkisar antara 2.000 sampai 4.500 mm berlangsung sepanjang tahun
di daerah Asahan, Dairi, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias, Tapanuli Tengah, dan sebagian besar
Tapanuli Selatan.

1.2.4

Kondisi Geologi

Propinsi Sumatera Utara didominasi oleh formasi Bahorok, formasi tuffa Toba, bentangan alluvial, serta
formasi Klue dan Kuantan. Formasi Bahorok didominasi oleh batuan breksi dan konglomeratan yang pada tahap
awal akan membentuk tanah litosol.

II - 4

Gambar 1.2
Karakteristik Fisik Propinsi Sumatera Utara

II - 5

Setelah mengalami perkembangan lebih lanjut, maka terbentuk tanah podsolik. Pada bahan
konglomeratan yang kandungan luasannya di atas 60% akan terbentuk tanah regosol yang umumnya bersifat
masam dan bertekstur sedang sampai kasar. Formasi tuffa Toba didominasi oleh abu vulkan. Pada awalnya tanah
ini berkembang dari podsolik coklat, podsolik coklat kelabu kekuningan dan regosol, dan di beberapa wilayah akan
membentuk tanah andosol coklat. Tanah ini umumnya bersifat agak masam sampai masam dan bertekstur
bervariasi mulai dari halus sampai kasar. Formasi bentangan alluvial umumnya terbentuk di sepanjang pantai
Timur Sumatera Utara. Dari bentangan alluvial akan terbentuk tanah-tanah alluvial, regosol, dan organosol.
Tekstur tanah alluvial tergantung dari bahan asalnya, pada umumnya sedang sampai kasar, sedangkan tanah
regosol bertekstur kasar. Tanah organosol teksturnya tergantung tingkat kematangan gambut dan umumnya
bersifat masam. Formasi Klue dan Kelantan umumnya didominasi oleh batu sasak, turbidite, batu pasir, batu
gamping, dan lain-lain. Dari bahan ini umumnya terbentuk tanah litosol, podsolik, dan regosol dengan tekstur
kasar dan bersifat kimia masam dan miskin unsur hara. Formasi Nias umumnya dibentuk dari batuan kapur yang
akan berkembang menjadi tanah-tanah renzina yang mempunyai tekstur kasar dan sifat kimia agak basis.
Sumatera Utara didominasi oleh tanah litosol, podsolik, dan regosol, yaitu seluas 1.601.601 ha atau
sekitar 22,34 % dari luas total Sumatera Utara yang tersebar di Kabupaten Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Deli
Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat, Nias, Nias Selatan dan Tapanuli Selatan. Tanah ini sesuai untuk
dikembangkan bagi komoditi perkebunan seperti karet, kelapa sawit, dan tanaman keras lainnya. Jenis tanah
lainnya yang banyak dijumpai adalah podsolik merah kuning (16,35%), hidromorfik kelabu, glei humus, dan
regosol (11,54 %). Jenis tanah podsolik merah kuning terdapat di Kabupaten Labuhan Batu, Langkat, Tapanuli
Selatan, dan Tapanuli Tengah. Tanah hidromorfik kelabu terdapat di Kabupaten Asahan, Deli Serdang, Labuhan
Batu, Langkat, Tebing Tinggi, Simalungun, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara dan Toba
Samosir.

1.2.5

Kondisi Hidrologi

Sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum nomor 39/PRT/1989 tentang pembagian wilayah
sungai, maka sungai-sungai di Propinsi Sumatera Utara dapat dikelompokkan ke dalam 6 (enam) Satuan Wilayah
Sungai (SWS), yaitu SWS Wampu-Besitang, SWS Belawan-Belumai- Ular, SWS Bah Bolon, SWS Asahan, SWS
Barumun Kualuh, dan SWS Batang Gadis-Batang Toru. Selain itu terdapat 2 (dua) satuan wilayah sungai lintas
propinsi sebagian wilayah Sumatera Utara yang merupakan daerah tangkapan sungai, masuk dalam SWS Singkil
pada wilayah Propinsi Aceh dan sebagian wilayah Sumatera Utara yang merupakan daerah tangkapan sungai
dalam SWS Rokan pada wilayah Propinsi Riau dan Sumatera Barat. Tabel 1.1 menyajikan satuan wilayah sungai
di Propinsi Sumatera Utara.

II - 6

Gambar 1.3
Peta SWS Propinsi Sumatera Utara

II - 7

Di samping itu terdapat badan air berupa danau yang besar yaitu Danau Toba yang terletak di dataran
tinggi di wilayah Tengah dengan luas 110.260 ha. Danau Toba berfungsi sebagai sarana pengairan sawah,
pembangkit listrik pada PLTA Lau Renun, peleburan biji nikel PT. Inalum, pelestarian alam, dan daerah tujuan
wisata bagi Sumatera Utara. Pada waktu ini kondisi daerah tangkapan air Danau Toba dan DAS Lau Renun
sangat memprihatinkan, dimana ketersediaan air di Danau Toba dan Sungai Lau Renun berkurang secara drastis.
Hal ini disebabkan oleh penggundulan kawasan hutan dan lahan masyarakat di sekitar Danau Toba. Selanjutnya,
dapat dilihat pada Gambar 1.3 tentang peta satuan wilayah sungai dan permukaan air Danau Toba.

Tabel 1.1
Satuan Wilayah Sungai (SWS) di Propinsi Sumatera Utara
No

Nama
Wilayah Sungai

I.
1.
2.
3.
4.

Wampu Besitang
S. Besitang
S. Lepan
S. Btg.Serangan
S. Wampu

II.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Belawan Belumai- Ular


S.Karang Gading
S. Belawan
S. Deli
S. Percut
S. Serdang
S. Kenang
S. Ular
S. Perbaungan
S. Hulu
S. Sialang Buah
S. Belutu
S. Padang

III.
1.
2.
3.
4.

Bah Bolon
S. Kiri
S. Kuala Tanjung
S. Bah Bolon
S. Suka

IV.
1.
2.

Asahan
S. Asahan
S. Silau

V.
1.
2.
3.
4.

Barumun Kualuh
S. Barumun
S. Bilah
S. Kualuh
S. Aek Ledong

VI.
1.
2.
3.
4.

Bt. Gadis Bt. Toru


Bt. Gadis
S. Aek Batu Mundan
S. Aek Bt. Toru
S. Batang Angkola

DAS
(km2)
1.703,00
422,80

Panjang
Sungai (km)

Min.

Debit (m3/det)
Rata2

Banjir

2,82
1,39

10,89
4,66

241,31
53,45

5.658,25

85,00
80,40
95,00
135,00

57,31

110,51

1.499,75

160,00
310,75
353,20
278,00
703,20

27,00
53,00
74,00
60,00
40,00

9,79
3,79
5,67
3,10

15,93
6,34
9,22
15,56

241,87
92,09
103,04
337,00

1.235,00

75,00

29,80

38,30

227,00

184,90

14,20

2,17

5,75

113,49

942,60

61,00

8,68

15,20

213,86

1.415,00

7,50

10,74

165,94

326,90
21,00

23,00
12,80
110,00
291,40

4,42

14,60

206,00

5.921,00
15,88

115,20
114,80

19,84

31,15

430,68

9.329,00
3.949,00
3.492,90

55,00
170,00
315,00
60,00

18,22

42,20

592,32

13,02

22,47

333,62

1.250,00
5.069,00
3.320,207
2,50

60,00
168,00
142,00

12,13

26,10

361,76

17,08

37,03

384,16

II - 8

No
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30

Nama
Wilayah Sungai
S. Bt. Kunkun
B.Bintuas
B. Natal
B. Batahan
S. Pinang Sori
Aek Badiri
Aek Pandan
Aek Sibuluhan
Aek Sihopo - hopo
Aek Doras
Aek Muara Mete
Aek Hajoran
S. Aek Kolang
S. Aek Sibundong
Aek Sibaru
Aek Sirahar
Aek Batu Garsi
Aek Silang
S. Aek Siburuh
S. Taping
S. Aek.Simangga
Lae Ordi
Lae Kombih
Lae Batu batu
Lae Sembillin
Lae Renun

DAS
(km2)
676,30
1.308,40

Panjang
Sungai (km)
17,50
25,20
57,50
120,10

Min.

Debit (m3/det)
Rata2

17,24
15,53

28,05
25,57

389,20
464,31

Banjir

213,00

10,20

19,90

36,25

533,05

610,00
1.292,50

53,00
80,00

17,14
17,80

30,30
23,71

496,48
358,25

100,00

30,00

324,45
322,00

46,35
46,00

420,00
927,00

60,00
103,00

Sumber : Dinas Pengairan Propsu Tahun 2003

1.3

Kedudukan RTRWP Sumatera Utara

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara 2003-2018 disusun berlandaskan UU Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan
Pemerintah No. 47 tahun 1997 serta Peraturan Daerah dan ketentuan lain yang berkaitan dengan tata ruang.
RTRWP Sumatera Utara merupakan perwujudan rencana spasial pengembangan Daerah Propinsi Sumatera
Utara 15 tahun ke depan pada tingkat ketelitian skala 1 : 250.000. Gambar 1.4 memperlihatkan kedudukan
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara dalam konstelasi perencanaan tata ruang wilayah nasional
dan kabupaten/kota.
RTRWP Sumatera Utara merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang
wilayah nasional ke dalam strategi dan struktur wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara, yang meliputi :
a)
b)
c)

tujuan pemanfaatan ruang wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan pertahanan dan keamanan;
struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara;
pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Daerah Propinsi Sumatera Utara.

Secara fungsional RTRWP Sumatera Utara merupakan suatu kebijaksanaan pokok pembangunan
Daerah Propinsi Sumatera Utara yang diwujudkan ke dalam bentuk rencana struktur yang menunjukkan :
a) perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Sumatera Utara;
b) perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan wilayah Propinsi Sumatera Utara
dengan sekitarnya, khususnya wilayah Sumatera bagian Selatan, serta keserasian antar sektor;
c) pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan/atau masyarakat;
d) pengarahan (guidance) bagi pengembangan yang bersifat lintas kabupaten/kota.

II - 9

Jangka waktu perencanaan pada RTRWP Sumatera Utara adalah 15 tahun. Selanjutnya untuk menjaga
kesinambungan pelaksanaan pembangunan berdasarkan RTRWP Sumatera Utara, maka RTRWP Sumatera
Utara akan dievaluasi pelaksanaannya setiap 5 tahun.
RTRWP Sumatera Utara merupakan suatu dokumen terintegrasi yang ditetapkan dan disahkan dalam
satu Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 tahun 2003.
Dalam pemanfaatan ruang, RTRWP Sumatera Utara dijabarkan dalam Rencana Program Pembangunan
Daerah dalam jangka waktu lima tahunan. Selanjutnya Propeda dimaksud dijabarkan ke dalam program tahunan
pemanfaatan ruang. Dengan demikian, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara merupakan bagian
integral dari sistem perencanaan pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara.
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Sumatera Utara menunjukkan suatu rencana struktur
dari kebijaksanaan umum pengembangan Propinsi Sumatera Utara, mencakup pemanfaatan ruang pada skala
propinsi, terutama yang menyangkut dua atau lebih daerah kabupaten dan daerah kota. Substansi yang
direncanakan dalam RTRWP Sumatera Utara dipertimbangkan atas dasar kepentingan bersama pada skala
Daerah Propinsi Sumatera Utara.

II - 10

Gambar 1.4
RTRW Propinsi Sumatera Utara Dalam Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kabupaten/Kota

PDPD
KABUPATEN/
KOTA

PDPD
SUMATERA
UTARA

GBHN

RTRW
NASIONAL

RTRW KAW.
TERTENTU
NASIONAL

RTRW
SUMATERA
UTARA

RTRW KAW.
TERTENTU
PROPINSI

RTRW
KABUPATEN/
KOTA

RTRW KAW.
TERTENTU
KABUPATEN/
KOTA

RENCANA
DETAIL TATA
RUANG (RDTR)
KAWASAN

PROPEDA
PROPINSI
SUMATERA
UTARA

PROPEDA
KABUPATEN/
KOTA

RENCANA
TEKNIK
RUANG
(RTR)
Keterangan :
UMATERA
=

Wewenang Pemerintah Pusat

Wewenang Pemerintah Propinsi

Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota

Produk yang saat ini belum tersedia, tetapi dimungkinkan tersedia

II - 11

1.4

Tujuan dan Sasaran Penyempurnaan RTRWP Sumatera Utara

Tujuan dilakukannya penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara adalah
untuk pemutakhiran arahan pemanfaatan ruang sesuai dengan tuntutan perkembangan dan permasalahan yang
berlangsung di Daerah Propinsi Sumatera Utara. Selain itu juga ditujukan untuk mengakomodasi perubahanperubahan yang terjadi akibat penyesuaian terhadap kebijaksanaan pembangunan nasional dan kebijaksanaan
pembangunan daerah.
Sedang sasaran yang hendak dicapai adalah :

a)
b)
c)
d)
e)
f)

Mengidentifikasi permasalahan pengembangan wilayah di Propinsi Sumatera Utara untuk masa 15 tahun
mendatang.
Menetapkan visi dan misi pengembangan wilayah yang ingin dicapai di Propinsi Sumatera Utara.
Menetapkan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah Propinsi Sumatera Utara.
Mempersiapkan kebijaksanaan dan strategi pengembangan dan pemanfaatan ruang bagi Propinsi Sumatera
Utara.
Mempersiapkan dukungan ruang bagi pertambahan penduduk dan aktivitasnya melalui penetapan struktur
dan pola pemanfaatan ruang serta alokasi melalui penetapan ruang bagi kebutuhan setiap kawasan di
Propinsi Sumatera Utara.
Mempersiapkan rencana pengendalian pemanfaatan ruang Propinsi Sumatera Utara.

II - 12

Bab
2
PERANAN, POTENSI, DAN
PERMASALAHAN POKOK
PROPINSI SUMATERA UTARA

2.1

Peranan Propinsi Sumatera Utara

2.1.1

Peranan dalam Lingkup Internasional

Peranan Propinsi Sumatera Utara secara internasional dipengaruhi oleh keterkaitan fungsi perdagangan
dengan wilayah lain di luar Indonesia, terutama melalui aktifitas ekspor impor barang dan jasa. Kondisi
perdagangan luar negeri sebagian besar dapat dilihat dari kegiatan ekspor impor melalui Pelabuhan Belawan.
Selama kurun waktu 1993-1998 nilai ekspor dan impor menunjukkan kecenderungan peningkatan yang cukup
signifikan, terutama periode tahun 1993-1997. Sedangkan tahun 1998 nilai ekspor maupun impor mengalami
penurunan yang tajam, terutama untuk kegiatan impor. Tabel 2.1 memperlihatkan perkembangan kegiatan ekspor
dan impor tahun 1997-2001.
Tabel 2.2 memperlihatkan perkembangan penanaman modal di Sumatera Utara. Dalam hal penanaman
modal, baik PMA maupun PMDN juga memperlihatkan kecenderungan peningkatan mulai tahun 1994 sampai
1997. Sedangkan tahun 1998 akibat terjadinya krisis perekonomian, realisasi nilai investasi mengalami penurunan
yang tajam sampai dengan tahun 2002. Penanaman modal terbesar terjadi pada tahun 1995 dimana nilai PMA
meningkat tajam, bahkan melebihi nilai PMDN pada tahun yang sama. Dibandingkan propinsi lainnya di
Sumatera, intensitas penanaman modal di Sumatera Utara termasuk tinggi, walaupun bukan yang tertinggi.
Tabel 2.1

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Melalui Pelabuhan Belawan


Ekspor
Tahun

Berat
(ton)

Nilai
( 000.US$)

1997
1998
1999
2000
2001

4,886,759
4,401,819
5,150,993
5,166,654
5,492,341

3,443,555
2,713,611
2,606,216
2,437,764
2,294,796

Berat
(ton)

Impor
Nilai
( 000.US$)

2,139,307
959,311
2,601,042
2,620,166
2,830,242

1,024,559
415,830
699,577
775,287
860,758

Sumber : Indikator Ekonomi Sumatera Utara 2001

II - 13

Tabel 2.2
Perkembangan Realisasi Nilai PMA dan PMDN
di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1993 2002
PMA
Tahun

Jumlah
T. Kerja 1)

1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001 2)
2002 2)

1.741
1.872
2.297
1.821
3.745
1.826
2.005
3.703
481
230

PMDN
Investasi
(000 US$)
55,661.97
57,954.26
89,699.40
57,099.80
47,448.05
58,191.52
49,393.95
43,361.58
7,717.00
5,453.68

Jumlah
T. Kerja 1)
4.366
3.067
2.410
3.190
1.879
683
470
2.370
618
-

Investasi
(Juta.Rp)
441.531,49
309.781,99
443.599,24
490.249,16
440.692,55
29.118,55
39.979,80
56.057,02
226.383,47
-

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001


1)
Termasuk tenaga kerja asing - 2) LPJ Gubsu Tahun 1998-2003

Dilihat dari nilai ekspor -impor dan nilai penanaman modal, keterlibatan Sumatera Utara dalam lingkup
internasional relatif memiliki arti, sesuai dengan besarnya nilai ekspor serta tingginya tingkat investasi, terutama
oleh PMA. Pengembangan peran Propinsi Sumatera Utara di masa datang ditingkatkan dalam rangka kerjasama
ekonomi regional IMT-GT dan kerjasama perdagangan lainnya, di mana secara geografis Sumatera Utara
merupakan propinsi yang terdekat dan berada pada jalur pelayaran internasional, sehingga memiliki keuntungan
komparatif dibandingkan propinsi lainnya. Selain itu, Sumatera Utara juga memiliki sumberdaya yang berorientasi
dan potensial bagi pasar internasional serta berbagai infrastruktur yang mendukung.
2.1.2

Peranan dalam Lingkup Nasional

Propinsi Sumatera Utara dengan dukungan prasarana yang memadai mampu menempatkan diri sebagai
pusat koleksi dan distribusi barang untuk lingkup yang lebih luas, terutama Sumatera bagian Utara. Pelabuhan
Belawan sebagai pelabuhan ekspor impor dan interinsuler di Sumatera Utara melayani pergerakan barang antara
Sumatera Utara dengan wilayah lain di Indonesia maupun di luar negeri. Dengan indikasi pergerakan arus
penumpang dan barang, peranan Pelabuhan Belawan menunjukkan perkembangan seiring dengan meningkatnya
jumlah penumpang dan volume barang, walaupun perkembangannya cenderung fluktuatif.

II - 14

Gambar 2.1

Arus Penumpang Melalui Pelabuhan Belawan Tahun 1998- 2000


900.000
Jumlah Penumpang

800.000
700.000
600.000
500.000
400.000
300.000
200.000
100.000
1998
Turun

1999

2000

2001

Tahun

Naik

Sumber : Kanwil Perhubungan Sumut, 2001


Sumatera Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.3
Arus Penumpang Menurut Pelabuhan diusahakan
Tahun 1998 - 2001 (orang)
Tahun
1998
1999
2000
2001

Antar Negara/Internasional
Turun
Naik
113.699
96.616
118.585
152.195
130.491
140.974
154.793
143.900

Antar Negara/Antar Pulau


Turun
Naik
359.120
379.309
565.392
698.335
550.861
646.293
500.712
566.756

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2001

Dukungan prasarana dan sarana transportasi yang terpadu antara prasarana transportasi darat baik jalan
raya maupun kereta api, dengan transportasi laut dan udara memberi nilai tambah bagi Sumatera Utara untuk
melakukan hubungan dengan propinsi lain, termasuk keberadaan pelabuhan Belawan dan Bandar Udara Polonia.

II - 15

Gambar 2.2

Arus Barang Melalui Pelabuhan Belawan Tahun 1998 - 2001

Arus Barang (Ton)

12.000.000
10.000.000
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
1998
Turun

1999

2000

2001

Tahun

Naik

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001


Tabel 2.4

Arus Barang Menurut Pelabuhan diusahakan


Tahun 1998 - 2001 (orang)
Antar Negara/Internasional
Tahun

Bongkar

1998

1.308.816

1999

2.679.282

2000

2.724.998

2001

2.897.839

Muat

2.887.717

Antar Negara/ antar Pulau


Bongkar

Muat

2.859.130

1.801.242

4.809.520

5.263.186

2.156.673

5.425.720

7.046 091

1.783.183

7.507.917

1.694.885

6.072.391

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2001

Untuk indikator PDRB dengan migas atas harga berlaku, pada tahun 2000 berdasarkan Statistik
Indonesia 2001, secara nasional Sumatera Utara merupakan propinsi dengan PDRB (dengan migas) terbesar ke
enam setelah DKI, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur. Untuk lingkup Pulau Sumatera
merupakan terbesar diikuti Riau, Sumatera Selatan, NAD dan Lampung. Dengan demikian Propinsi Sumatera
Utara merupakan propinsi termaju di Pulau Sumatera. Kota Medan sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara juga
merupakan kota ke tiga terbesar setelah Jakarta dan Surabaya dalam lingkup nasional. Sebelum terjadinya krisis
perekonomian, sektor industri di Medan berkembang dengan pesat, terutama untuk kegiatan industri menengah
besar.
Dilihat dari pendapatan perkapita pada tahun 1999-2001, Sumatera Utara merupakan daerah yang relatif
kaya dalam lingkup nasional, yaitu berada pada urutan ke delapan dengan sektor migas dan urutan ke lima tanpa
sektor migas. Dalam lingkup pulau Sumatera, Propinsi Sumatera Utara berada pada posisi ke tiga setelah Riau
dan Nanggroe Aceh Darussalam dengan sektor migas dan pada posisi pertama jika tanpa sektor migas.
Perkembangan perekonomian Sumatera Utara terutama didukung oleh subsektor perkebunan dengan komoditi
kelapa sawit dan sektor industri.

II - 16

Gambar 2.3

PDRB Propinsi (Juta Rp)

PDRB Harga Berlaku Menurut Propinsi di Pulau Sumatera


Tahun 1998 2001
80.000.000
60.000.000
40.000.000
20.000.000

pu

gk
ul

ng

l
Be
n

Su
m

se

bi
Ja
m

u
R

ia

r
ba

ut

Su
m

La

Dengan Migas

Su
m

AD

Tanpa Migas

Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2001

Gambar 2.4

Tanpa Migas

La

pu

ng

u
gk

ul

bi

se
Su
m

Be
n

Propinsi

Ja
m

u
ia
R

Su
m

ba

ut
Su
m

N
Dengan Migas

14.000.000
12.000.000
10.000.000
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
AD

PDRB Perkapita (Juta Rp)

PDRB Perkapita Menurut Propinsi di Pulau Sumatera


Tahun 1998 2001

Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2001

II - 17

Tabel 2.5
PDRB dengan Harga Berlaku menurut Propinsi
di Pulau Sumatera Tahun 2000
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Propinsi
NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung

Dengan Migas
(Rp)
28.625.759
68.212.374
22.367.811
55.429.837
9.061.211
45.688.901
4.539.983
23.252.521
-

Tanpa Migas
(Rp)
28.625.759
68.212.374
22.367.811
55.429.837
9.061.211
45.688.901
4.539.983
23.252.521
-

Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2001

Tabel 2.6
PDRB per Kapita menurut harga berlaku Menurut Propinsi
di Pulau Sumatera Tahun 2000
No

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Propinsi

NAD
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Bangka Belitung

Dengan Migas
(Rp)
7.137.054
5.943.775
5.290.271
11.709.008
3.774.026
5.887.819
3.231.167
3.494.332
-

Tanpa Migas
(Rp)
3.711.877
5.876.684
5.290.271
4.922.962
3.373.222
4.076.368
3.231.176
3.494.332
-

Sumber : Statistik Indonesia Tahun 2001

II - 18

2.2

Permasalahan Pokok Propinsi Sumatera Utara

2.2.1

Kependudukan

A.

Pertambahan dan Distribusi Penduduk

Jumlah penduduk di Propinsi Sumatera Utara dalam kurun waktu 15 tahun terakhir meningkat dengan
cukup pesat. Pada tahun 1980 jumlah penduduk Propinsi Sumatera Utara tercatat berjumlah 8,3 juta jiwa dan
meningkat menjadi 11,1 juta jiwa pada tahun 1995. Sensus Penduduk tahun 2000 mencatat jumlah penduduk
Sumatera Utara sebesar 11,5 juta jiwa dan pada tahun 2001 jumlah penduduk menjadi 11.722.548 jiwa. Laju
pertumbuhan penduduk pada kurun waktu 1980-1990 adalah sekitar 2,06 % pertahun dan mengalami penurunan
pada kurun waktu 1990-1995 yaitu sebesar 2,03 % per tahun. Laju pertumbuhan penduduk Propinsi Sumatera
Utara tahun 2000 yaitu sebesar 1,02 % relatif lebih rendah dibandingkan laju pertumbuhan penduduk nasional di
tahun yang sama yaitu 1,49 %.
Gambar 2.5

Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Tahun 1995 - 2001

Jum lah Penduduk (Jiw a)

14.000.000
12.000.000
10.000.000
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
0
1995

1996

1997

1998
Tahun

1999

2000

2001

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Dengan memperhitungkan laju pertumbuhan penduduk rata-rata pada masing-masing daerah


kabupaten/kota, jumlah penduduk Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2018 diperkirakan akan mencapai lebih
dari 14,073 juta jiwa. Dengan peningkatan jumlah penduduk tersebut berarti dalam 15 tahun mendatang Propinsi
Sumatera Utara akan menampung tambahan penduduk sekitar 2.26 juta jiwa. Pertambahan penduduk tersebut
akan menimbulkan masalah yang serius apabila tidak terdistribusi secara memadai terhadap kemampuan ruang
untuk menampungnya.
Distribusi penduduk Propinsi Sumatera Utara menurut daerah kabupaten/kota pada tahun 2001
didasarkan pada pemekaran kabupaten/kota menjadi 23 daerah kabupaten/kota, serta laju pertambahan
penduduk untuk setiap daerah kabupaten/kota. Kabupaten Deli Serdang dan Tanjungbalai mencatat laju
pertumbuhan penduduk paling tinggi yaitu di atas 2 % per tahun diatas rata rata laju pertumbuhan penduduk
propinsi. Sementara laju pertumbuhan penduduk terendah tercatat di Tapanuli Utara dan Toba Samosir yaitu
sekitar 0,5 % per tahun.

II - 19

Gambar 2.6
Prakiraan Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Hingga Tahun 2018

Jum lah Penduduk (Jiw a)

16.000.000
14.000.000
12.000.000
10.000.000
8.000.000
6.000.000
4.000.000
2.000.000
0
2001

2003

2008

2013

2018

Tahun

Sumber : Hasil Analisis


Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.7
Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 1995-2001 (jiwa)
Kabupaten/Kota

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

N i a s*
Tapanuli Selatan*
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara*
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
D a i r i*
Karo
Deli Serdang
Langkat
Sibolga
Tanjungbalai
Pematangsiantar
Tebing Tinggi
Medan
BinjaI
Toba Samosir
Mandailing Natal
Padangsidimpuan

628.469
1.030.865
231.920
724.960
770.827
903.072
842.343
293.115
261.451
1.791.198
858.400
77.095
111.968
232.667
116.746
1.909.700
199.526
-

624.345
1.034.819
243.973
714.045
795.232
914.937
850.312
294.848
264.968
1.826.200
865.800
78.105
115.679
239.280
116.746
1.942.000
203.217
-

631.588
1.048.008
245.603
714.285
801.710
923.015
858.519
294.186
276.763
1.877.001
872.400
78.900
116.357
241.410
116.933
1.974.300
206.150
-

639.675
721.895
249.856
421.233
812.033
926.884
866.762
298.313
280.486
1.921.958
878.700
81.000
118.638
245.946
117.027
2.005.000
209.475
299.651
347.903
-

701.800
1.148.800
262.300
731.300
930.600
966.900
877.200
305.200
290.000
1.963.100
899.600
82.300
118.600
240.300
141.300
2.068.400
227.700
304.600
380.100
-

678.347
728.799
244.091
405.323
840.382
935.233
855.591
307.766
279.470
1.957.226
892.533
81.718
132.032
240.831
125.081
1.899.327
213.222
304.015
359.849
-

699.157
749.012
249.672
407.837
863.449
943.834
863.690
295.327
287.857
2.021.047
921.923
84.035
136.623
245.102
126.304
1.933.771
219.125
306.377
368.405
-

Sumatera Utara

10.984.322

11.124.506

11.277.128

11.955.400

11.513.973

11.442.434

11.722.548

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan


Sumatera Utara Dalam Angka 2001, Sensus Penduduk 2000.
BPS Propinsi Sumatera Utara, Kantor Statistik Kabupaten/Kota

II - 20

Tabel 2.8
Prakiraan Jumlah Penduduk Propinsi Sumatera Utara Menurut Daerah Kabupaten/Kota
Tahun 2000 - 2018 (jiwa)
Kabupaten/Kota
N i a s*
Tapanuli Selatan*
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara*
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
D a i r i*
Karo
Deli Serdang
Langkat
Sibolga
Tanjungbalai
Pematangsiantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Toba Samosir
Mandailing Natal
Padangsidempuan

Sumatera Utara

2000

2001

678.347
728.799
244.091
405.323
840.382
935.233
855.591
307.766
279.470
1.957.226
892.533
81.718
132.032
240.831
125.081
1.899.327
213.222
304.015
355.285
-

11.476.272

2008

2013

2018

699.157
749.012
249.672
407.837
863.449
943.834
863.690
295.327
287.857
2.021.047
921.923
84.035
136.623
245.102
126.304
1.933.771
219.125
306.377
368.405
-

758.287
812.358
270.788
442.329
936.474
1.023.657
936.735
320.304
312.202
2.191.974
998.893
91.142
148.178
265.831
136.986
2.097.316
237.657
332.288
399.562
-

797.757
854.643
284.882
465.353
985.218
1.076.940
985.493
336.976
328.452
2.306.068
1.051.939
95.886
155.890
279.668
144.116
2.206.484
250.027
349.584
420.360
-

839.281
899.128
299.711
489.575
1.036.500
1.132.995
1.036.789
354.526
345.549
2.426.102
1.106.693
100.877
164.005
294.225
151.618
2.321.334
263.042
367.781
442.240
-

11.722.548

12.715.970

13.377.750

14.073.976

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan


Hasil analisis dan Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.9
Kepadatan Penduduk Sumatera Utara Menurut Kabupaten/Kota
Tahun 1990 - 2001 (jiwa/km2)
1995

1998

2001

N i a s*
Tapanuli Selatan*
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara*
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
D a i r i*
Karo
Deli Serdang
Langkat
Sibolga
Tanjungbalai
Pematangsiantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Toba Samosir
Mandailing Natal

Kabupaten/Kota

Luas
5.318
18.897
2.188
7.165
9.323
4.581
4.369
3.146
2.127
4.339
6.262
11
58
70
31
265
90
-

1990
111
51
98
66
79
193
184
88
121
369
130
6.536
1.898
3.133
3.767
6.531
2.021
-

122
56
109
68
90
202
192
93
129
411
137
6.994
1.986
3.284
4.169
7.177
2.280
-

120
58
114
69
87
202
198
94
131
442
140
7.363
2.081
3.513
3.775
7.566
2.327
66
54

131
61,0
114
56,9
92,6
206
197
94
135,3
465
147
7.639
2.355,6
3.501
4.074
7.297
2.434
89,1
55,7

Sumatera Utara

71.680

144

156

159.6

163,5

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan


Hasil analisis dan Sumatera Utara Dalam Angka 2001

II - 21

Tabel 2.10

Prakiraan Kepadatan Penduduk Propinsi Sumatera Utara Menurut Kabupaten Kota


Tahun 2000 - 2018 (jiwa/km2)
Kabupaten/Kota

Luas
(km2)

2000

2001

Nias
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi
Karo
Deli Serdang
Langkat
Sibolga
Tanjungbalai
Pematangsiantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Toba Samosir
Mandailing Natal
Padangsidimpuan

5.318
12.277
2.188
7.165
9.323
4.581
4.369
3.146
2.127
4.339
6.262
11
58
70
31
265
90
3.440
6.620
-

127,56
62,41
111,56
70
90,14
204,15
195,83
97,83
131,35
451,08
142,53
7.428,91
2.270,41
3.440,44
4.034,87
7.167,27
2.369,13
88,38
55
57,92

Sumatera Utara

71.680

164

2003

2008

2013

2018

131,5
61,0
114,1
56,9
92,6
206,0
197,7
93,9
135,3
465,8
147,2
7.639,6
2.355,6
3.501,5
4.074,3
7.297,2
2.434,7
89,1
55,7
-

134,2
62,3
116,4
58,1
94,5
210,3
201,7
95,8
138,1
475,3
150,2
7.796,2
2.403,9
3.573,3
4.157,9
7.446,9
2.484,6
90,9
56,8
-

142,6
66,2
123,8
61,7
100,4
223,5
214,4
101,8
146,8
505,2
159,7
8.285,6
2.554,8
3.797,6
4.418,9
7.914,4
2.640,6
96,6
60,4
-

150,0
69,6
130,2
64,9
105,7
235,1
225,6
107,1
154,4
531,5
168,0
8.716,9
2.687,8
3.995,3
4.648,9
8.326,4
2.778,1
101,6
63,5
-

157,8
73,2
137,0
68,3
111,2
247,3
237,3
112,7
162,5
559,1
176,7
9.170,6
2.827,7
4.203,3
4.890,9
8.759,8
2.922,7
106,9
66,6
-

163,5

167

177,4

186,6

196,3

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan


Hasil Analisis dan Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Berdasarkan tabel 2.8 di atas dan gambar 2.6 diatas dapat dilihat hasil proyeksi jumlah penduduk di
propinsi Sumatera Utara tahun 2003-2018. Proyeksi dilakukan dengan menggunakan angka pertumbuhan sebesar
1,02% yaitu sama dengan angka pertumbuhan selama tahun 1990-2000. Angka pertumbuhan penduduk ini
digunakan dengan asumsi tidak terdapat faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan penduduk Sumatera Utara
secara signifikan di masa yang akan datang.
Metode yang digunakan dalam memproyeksi pertumbuhan penduduk ini adalah metode pertumbuhan
penduduk geometrik/bunga berganda dengan rumus sebagai berikut:

Pn = Po (1 + r )n
Keterangan:

Pn =

Jumlah penduduk pertengan tahun ke-n

Po = Jumlah penduduk pertengahan tahun dasar


n

Selang tahun proyeksi

Angka laju pertumbuhan penduduk

Berdasarkan tabel 2.9 dapat dilihat bahwa kabupaten/kota dengan kepadatan penduduk tertinggi adalah
Kota Medan dan Kota Sibolga. Sedangkan kabupaten/kota dengan kepadatan terendah adalah Kabupaten
Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Hasil proyeksi kepadatan penduduk hingga akhir tahun rencana 2018 dapat
dilihat pada tabel 2.10.

II - 22

Jika dilihat dari struktur umur penduduk pada tahun 2001, jumlah penduduk di Propinsi Sumatera Utara
sebagian besar (> 50 %) seperti terlihat pada gambar 2.7 terdiri dari penduduk dengan usia di bawah 20 tahun.
Dengan adanya penurunan laju pertumbuhan penduduk, diharapkan komposisi penduduk menurut usia menjadi
lebih proporsional, sehingga piramida penduduk tidak lagi bersifat ekspansif, melainkan konstruktif. Dengan
demikian, dalam kurun waktu perencanaan kebutuhan lapangan kerja dapat terdistribusi menurut waktu, sehingga
kemampuan untuk menampung angkatan kerja yang ada menjadi lebih proporsional.
Distribusi penduduk di Sumatera Utara cenderung terkonsentrasi di pantai Timur, yakni lebih dari 60 %
menghuni pantai Timur propinsi ini. Secara umum jumlah penduduk yang tinggal di pedesaan sebesar 56,9 %
yaitu sekitar 6.67 juta jiwa dan yang tinggal di perkotaan sebesar 5,05 juta jiwa yaitu mencapai 43,10 % yang lebih
banyak terdistribusi di wilayah pantai Barat. Kota Medan merupakan konsentrasi utama penduduk perkotaan di
Sumatera Utara dengan proporsi lebih dari 40 % yang mengindikasikan Kota Medan merupakan Primate City di
Sumatera Utara. Hal ini juga merupakan pencerminan konsentrasi kegiatan industri dan jasa di kota tersebut.

Gambar 2.7

Piramida Penduduk Propinsi Sumatera Utara menurut


Kelompok Umur Tahun 2001

Kelom pok Um ur

60 - 64
50 - 54
40 - 44
30 - 34
20 - 24
10 - 14
0- 4
0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

1.600.000

Jumlah Penduduk

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

II - 23

Tabel 2.11

Jumlah Penduduk Perkotaan dan Perdesaan di Propinsi Sumatera Utara


Tahun 2001 (jiwa)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Kabupaten/
Kota
N i a s*
Tapanuli Selatan*
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara*
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
D a i r i*
Karo
Deli Serdang
Langkat
Sibolga
Tanjungbalai
Pematangsiantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Toba Samosir
Mandailing Natal
Padangsidimpuan
Sumatera Utara

Penduduk Perkotaan
Jiwa
Persentase

Penduduk Perdesaan
Jiwa
Persentase

21.708
109.890
29.923
41.645
169.944
252.434
196.554
35.686
66.969
1.118.749
194.779
84.035
133.396
245.102
126.304
1.933.771
204.506
41.166
46.496
5.053.057

677.449
639.122
219.749
366.192
693.505
691.400
667.136
259.641
220.888
902.298
727.144
3.227
14.619
265.213
321.909
6.669.491

0,4
2,2
0,6
0,8
3,4
4,9
3,9
0,7
1,3
22,1
3,9
1,7
2,6
4,9
2,5
38,3
4,0
0,8
0,9
100,00

10,2
9,6
3,3
5,5
10,4
10,4
10,0
3,9
3,3
13,5
10,9
0,1
0,2
3,9
4,8
100,00

Sumber : * termasuk kabupaten yang dimekarkan


Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

II - 24

Gambar 2.8
Peta Prakiraan Kepadatan Penduduk Propinsi Sumatra Utara Tahun 2018

II - 25

B.

Kesejahteraan Penduduk

Dalam tabel 2.12 dapat dilihat perkembangan jumlah dan proporsi tenaga kerja di Sumatera Utara
menurut lapangan usahanya. Pada tahun 1995, jumlah tenaga kerja di Propinsi Sumatera Utara berjumlah 4,43
juta jiwa yang merupakan 38 % dari jumlah penduduk Sumatera Utara. Lapangan kerja utama adalah sektor
pertanian, yang menyerap lebih dari setengah jumlah tenaga kerja yang terdapat di Sumatera Utara. Sektor utama
penampung tenaga kerja lainnya adalah perdagangan dan jasa, sedangkan sektor industri baru menampung
sekitar 7 % dari jumlah tenaga kerja.
Tabel 2.12

Jumlah Tenaga Kerja di Propinsi Sumatera Utara di Propinsi Sumatera Utara


Tahun 1997 - 2001 (jiwa)
Sektor

Pertanian
Pertambangan
Industri
Listrik, Gas dan
Air
Konstruksi
Perdagangan
Transportasi
Keuangan
Jasa
Lain-lain
Total

1997
Jumlah %
Orang
2.425.562
18.137
390.695
19.599

1998
Jumlah
Orang

1999
Jumlah
Orang

2000
Jumlah
Orang

2001
Jumlah
%
Orang

52,2 2.579.351
0,4
25.653
8,4
309.824
0,4
29.471

53,3 2.679.078
0,5
24.996
6,4 366.563
0,6
12.045

53,1 2.650.396
0,5
20.285
7,3 382.999
0,2
12.369

52,6 2.749.212
0,4 8.009
7,1 416.145
0,2 10.877

55,2
0,2
8.4
0,2

159.939
3,5
178.370
716.879 15,5
844.374
201.217
4,3
229.644
23.078
0,5
24.083
676.342 14,6
616.940
11.318
0,2
4.517
4.642.766 100 4.837.710

3,7 153.453
17,5 823.756
4,7 241.733
0,5
14.773
12,7 700.948
0,1
20.185
100 5.037.500

3,1 156.552
16,4 873.240
4,8 248.366
0,3
17.812
13,9
696.118
0,4
9.400
100 5.037.500

3,1
17,3
4,9
0,4
13,8
0,2
100

3.6
16,5
5,2
0,3
10,4
0.0
100

181.265
817.418
256.933
16.379
520.574
511
4.977.323

Sumber : Badan Pusat Statistik, Susenas 1997 dan 1998


Sumatera Utara dalam Angka Tahun 2001

Jumlah tenaga kerja tersebut meningkat menjadi sekitar 4,84 juta jiwa pada tahun 1998. Untuk sektor
pertanian, pada kurun waktu 1995-1997 tidak terjadi peningkatan yang cukup berarti, namun pada tahun 1998
mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sekitar 150.000 jiwa. Namun pada sektor industri, yang pada
kurun waktu 1995-1997 mengalami peningkatan sekitar 90.000 jiwa, justru mengalami penurunan sekitar 80.000
jiwa pada tahun 1998. Dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja di sektor ini pada tahun 1995 mengalami
peningkatan yang terbatas. Kondisi tersebut terjadi sebagai dampak krisis ekonomi yang mengakibatkan sebagian
tenaga kerja di sektor industri kehilangan pekerjaan. Akibatnya tenaga kerja sektor industri sebagian kembali
bekerja di sektor pertanian atau beralih ke sektor perdagangan, termasuk sektor informal. Tenaga kerja pada
sektor perdagangan mengalami peningkatan yang signifikan, yaitu meningkat sekitar 200.000 jiwa pada tahun
1998.
Peningkatan jumlah tenaga terjadi sampai tahun 1999 dan mengalami penurunan sebesar 1,7 % pada
tahun 2001. Proporsi tenaga kerja terbesar terus berada pada sektor pertanian. Walaupun secara keseluruhan,
jumlah tenaga kerja menurun dari pada tahun 2001, tetapi ada empat sektor dimana tenaga kerjanya malah
mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2001, yaitu tenaga kerja di sektor pertanian meningkat
sebesar 98.800 jiwa, sektor industri bertambah sekitar 133.000 jiwa, sektor konstruksi bertambah sekitar 44.700
jiwa dan sektor pengangkutan bertambah sebesar 8.567 jiwa.
Tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari berbagai macam sudut pandang. Salah satu indikator yang
dianggap cukup valid untuk mengetahui tingkat kesejahteraan adalah jumlah keluarga sejahtera dan prasejahtera
yang terdapat di suatu daerah. Adapun klasifikasi kelas keluarga sejahtera dan prasejahtera adalah sebagai
berikut :

II - 26

Tabel 2.13
Klasifikasi Pentahapan Keluarga Sejahtera

Keluarga Pra Sejahtera


Keluarga Sejahtera Tahap I
Keluarga Sejahtera Tahap II

Keluarga Sejahtera Tahap III

Keluarga Sejahtera Tahap III+

Belum mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal keluarganya,


seperti sandang, pangan, dan papan
Mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal keluarganya tetapi belum
dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologis keluarga seperti
pendidikan, KB, transportasi, dll.
Mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal keluarganya, kebutuhan
sosial psikologis tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan
untuk pengembangan keluarganya seperti menabung dan
memperoleh informasi.
Mampu memenuhi kebutuhan dasar minimal, kebutuhan sosial
psikologis, kebutuhan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat
memberikan sumbangan kepada masyarakat seperti sumbangan
sosial, keagamaan, pendidikan dll.
Mampu memenuhi seluruh kebutuhan keluarganya, baik yang bersifat
mendasar dan sosial psikologis, dan juga memenuhi kebutuhan untuk
pengembangan keluarganya serta mampu memberikan sumbangan
bagi masyarakat

Dalam melakukan perencanaan wilayah Propinsi Sumatera Utara, jumlah dan proporsi keluarga miskin
yang terdapat di tiap kabupaten/kota penting mendapat perhatian. Berikut ini proporsi keluarga miskin di tiap
kabupaten/kota di Sumatera Utara tahun 2001.
Tabel 2.14
Jumlah Keluarga Pra - Sejahtera di Sumatera Utara Tahun 2001
Kabupaten/Kota
Nias*
Tapanuli Selatan*
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara*
Labuhan Batu
Asahan
Simalungun
Dairi*
Karo
Deli Serdang
Langkat
Sibolga
Tanjungbalai
Pematangsiantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai
Toba Samosir
Mandailing Natal

Persentase Keluarga Pra Persentase Keluarga


Sejahtera dan Sejahtera I Sejahtera II, III dan III+
88,4
51,0
48,5
48,4
37,8
28,6
36,5
53,6
22,7
31,8
44,1
51,7
57,1
30,0
26,9
31,5
28,5
48,8
60,4

11,6
49,0
51,5
51,6
62,2
71,4
63,5
46,4
77,3
68,2
55,9
48,3
42,9
70,0
73,1
68,5
71,5
51,2
39,6

Sumber : Kantor BKKBN Prop. Sumatera Utara, 2002

II - 27

Berdasarkan tabel 2.14 dapat disimpulkan bahwa mayoritas masyarakat di Propinsi Sumatera Utara telah
berada pada tahap keluarga sejahtera II, III dan III+ yaitu sebesar 59,3 %. Kabupaten yang masyarakatnya dapat
dikatakan paling sederhana adalah Kabupaten Karo dimana sebesar 77,3 % jumlah keluarga yang terdapat di
kabupaten tersebut berada pada tahap sejahtera II, III dan III+. Sedangkan proporsi keluarga pra sejahtera dan
sejahtera I terbesar terdapat di Kabupaten Nias yaitu sebesar 88,4 %.
2.2.2

Ketersediaan Ruang Wilayah

A.

Pelestarian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup


1.

2.

3.

4.

5.
6.
7.

Kawasan lindung di Propinsi Sumatera Utara mencakup :


Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya terutama berkaitan dengan fungsi
hidrorologis untuk pencegahan banjir, menahan erosi dan sedimentasi, serta mempertahankan fungsi
peresapan bagi air tanah. Kawasan ini berada pada ketinggian 1.000 meter d.p.l. dengan kelerengan
lebih dari 40 %, bercurah hujan tinggi, dan mampu meresapkan air ke dalam tanah; termasuk di
dalamnya kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung.
Kawasan yang berfungsi sebagai suaka alam dan margasatwa untuk melindungi keanekaragaman hayati,
ekosistem, dan keunikan alam.
Termasuk di dalamnya adalah cagar alam Sibolangit (Deli Serdang); Liang Balik dan Batu Ginurit
(Labuhan Batu); Dolok Di samping itu juga suaka margasatwa Karang Gading (Deli Serdang dan
Langkat); Siranggas (Dairi); Dolok Surungan (Toba Samosir); Dolok Saut (Tapanuli Utara), Barumun
(Tapanuli Selatan) dan Nias serta huran mangrove di pantai timur. Untuk kawasan pelestarian alam
termasuk juga di dalamnya adalah Taman Nasional Gunung Leuser di Langkat; Taman Hutan Raya Bukit
Barisan (Deli Serdang, Simalungun, Karo, dan Langkat) Taman Wisata Alam di Sibolangit (Deli Serdang),
Holiday Resort (Labuhan Batu), Lau Debuk-debuk (Karo), Deleng Lancuk (Karo), Si Cikeh-cikeh (Dairi),
Sijaba Hutan Ginjang (Tapanuli Utara), dan Muara (Tapanuli Utara).
Kawasan ini mencakup juga lahan gambut di Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli Tengah serta
hutan mangrove di Pantai Timur seluas 435 km2 dengan ketebalan rata rata 325 meter.
Kawasan rawan bencana, yaitu yang mengalami bencana alam seperti gerakan tanah, longsoran,
runtuhan, banjir bandang, dan rayapan.
Termasuk dalam kawasan ini sekeliling Danau Toba, Tapanuli Selatan bagian Selatan, Utara Sibolga,
Tapanuli Utara, Toba Samosir, Tapanuli Tengah, bagian selatan Mandailing Natal, Asahan, Labuhan Batu,
Langkat, Pulau Nias bagian Selatan dan bagian Tengah. Sebagian besar wilayah Sumatera Utara di
sekitar Bukit Barisan membujur arah Utara - Selatan pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah,
rayapan, longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang.
Kawasan perlindungan setempat yang berfungsi melestarikan fungsi badan perairan dan kerusakan oleh
kegiatan budidaya.
Termasuk sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air,
kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota.
Kawasan cagar budaya yaitu kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang
bernilai tinggi maupun yang memiliki bentuk geologi alami yang khas.
Pulau-pulau kecil dengan luasan maksimal 10 km2.
Beberapa lokasi yang berdasarkan proses pemaduserasian pemanfaatan ruang di arahkan sebagai
kawasan lindung.

Pada waktu ini sedang dilakukan proses verifikasi luasan kawasan lindung dan budidaya untuk lingkup
kabupaten/kota. Kondisi terakhir menunjukkan bahwa kawasan budidaya menjadi lebih luas dari yang
direncanakan, dimana penggunaan sektor budidaya kehutanan menjadi sedikit lebih rendah dibandingkan dengan
hasil paduserasi (1997) dan penggunaan lainnya meningkat. Peningkatan ini terjadi adanya perubahan beberapa
kawasan budidaya hutan dan atau areal penggunaan lain menjadi budidaya lain yang digunakan untuk
pengembangan pantai Barat Propinsi Sumatera Utara (industri dan perkebunan) yang juga merupakan kawasan
menurut paduserasi tahun 1980 sebagian areal penggunaan lain dan eks HPH (untuk pelepasannya masih
memerlukan penetapan Menteri Kehutanan). Selanjutnya perkembangan luas kawasan lindung dan kawasan
budidaya Propinsi Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 2.15. Sedangkan berdasarkan peta RTRWP 2003-2018
telah ditetapkan kawasan lindung seluas 2.076.287,00 Ha dan kawasan budidaya seluas 5.091.513 Ha.

II - 28

Penetapan tersebut belum menjamin dapat dipertahankannya fungsi lindung dari kawasan hutan, oleh
karena kondisi di lapangan menunjukkan terjadinya perambahan hutan yang meningkat, sehingga pengurangan
luas hutan menjadi lebih luas dari yang tercatat. Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara mencatat sekitar
125.000 Ha hutan telah dimutasikan selama periode 1982-1997. Diperkirakan kondisi di lapangan menunjukkan
angka yang lebih besar, yaitu sekitar 400.000 Ha. Proses pemaduserasian tata guna hutan dengan kegiatan
budidaya skala besar maupun perambahan yang dilakukan masyarakat menjadi kepentingan yang signifikan untuk
memprakirakan daya dukung lahan Propinsi Sumatera Utara secara lebih realistis.
Permasalahan utama dari penurunan fungsi lindung adalah terancamnya daerah bawahan dan
terganggunya spesies yang dilindungi beserta habitatnya. Keadaan seperti itu dapat menggangu keseimbangan
lingkungan yang selanjutnya menimbulkan bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya.
Gambaran pada peta berikut memberikan perhatian, bahwa pemantapan dan pengawasan terhadap
okupasi kawasan lindung perlu diperketat. Alokasi kawasan lindung di setiap kabupaten yang telah disepakati
antar-sektor akan menjadi acuan bersama dalam mengalokasikan pemanfaatan ruang kawasan budidaya.
Selanjutnya Peta RTRWPSU Tahun 2003 2018 dapat dilihat pada gambar 2.9.

Tabel 2.15
Luas Kawasan Lindung dan Budidaya Propinsi Sumatera Utara
No
1.
2.

Fungsi Kawasan
Kawasan Lindung
a. Hutan Lindung
b. Lain - lain (HSA, HK)
Kawasan Budidaya

a. Hutan (HPT, HP, HPK)


b. Lain-lain
Total Luas

Berdasarkan Peta RTRWPSU


Tahun 2003 2018 (Ha)1)
2.076.287,00
1.481.737,69
594.549,31 2)
5.091.713,00
1.835.267,43
3.256.445,57
7.168.000,00

Sumber : Kanwil Kehutanan dan Perkebunan Sumatera Utara, 1998


1)
Hasil planimetri dari Dinas Kehutanan Propsu & BPKH Wil. I, 2003
2)
Termasuk kawasan perlindungan setempat yang tidak tergambar dala peta skala 1:250.000 (diperhitungkan)
Keterangan :
HSA : Hutan Suaka Alam
HK
: Hutan Konservasi
HPT : Hutan Produks i Terbatas
HP
: Hutan Produksi Tetap
HPK : Hutan Produksi Konversi

II - 29

Gambar 2.9
Peta RTRWP SU 2003 2018

II - 30

Tabel 2.16
Potensi Kawasan Lindung dan Budidaya Hutan
di Propinsi Sumatera Utara
Kabupaten
Langkat
Deli Serdang
Karo
Dairi
Pakpak Bharat
Simalungun
Asahan
Labuhan Batu
Toba Samosir
Tapanuli Utara
Hbg Hasundutan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Selatan
Mandailing Natal
Nias Utara
Nias Selatan
Medan
Total

Kawasan Lindung
HK
HL/KL

Kawasan Hutan Budi Daya


HPT
HP
HPK

Jumlah 1)

223.505,00
23.395,00
20.240,00
575,00
5.657,00
2.007,80
1.964,56
23.800,00
39,00
500,00
52.300,00
8.350,00
-

3.120,90
10.596,07
70.786,29
61.855,65
43.936,61
88.544,25
73.826,54
106.048,69
226.260,37
45.623,60
81.788,27
57.034,00
262.354,48
195.511,06
83.696,98
70.438,85
315,08

54.017,43
17.547,56
4.878,08
71.892,90
48.894,00
10.382,15
21.216,15
60.085,87
14.764,36
98.989,01
25.015,66
51.252,70
154.759,68
171.525.17
24.524,41
21.409,94
-

41.327,12
63.091,82
13.494,63
11.213,73
7.916,71
89.021,57
11.214,16
96.711,17
31.916,43
103.097,07
70.564,87
5.761,90
279.924,74
36.358,84
4.478,97
70.767,39
-

1.041,89
16.840,54
1.875,88
1.421,78
7.282,20
18.788,95
-

321.970,45
115.792,34
109.399,00
145.137,28
106.404,32
189.955,77
123.097,39
266.686,17
296.741,16
247.748,68
177.868,80
114.048,60
750.760,68
403.395,07
119.982,56
189.755,13
315,08

362.333,36

1.481.737,69

851.155,07

936.861,12

47.251,24

3.679.338,48

Sumber : Hasil Analisis & Perhitungan secara Planimetris Peta RTRWP SU 2003-2018 skala 1:250.000
Dinas Kehutanan Propsu BPKH Wil - I, 2003
1)
Belum termasuk kawasan perlindungan setempat yang tidak tergambar dalam peta (diperhitungkan)

Potensi kawasan hutan di Popinsi Sumatera Utara mencapai 3.679.338,48 ha yang terdiri dari kawasan lindung seluas

1.844.071,05 ha dan kawasan budidaya hutan seluas 1.835.267,43 Ha. Selanjutnya peta tentang kawasan lindung
dan budidaya hutan dapat dilihat pada gambar 2.9a.
B.

Pemanfaatan Ruang

Propinsi Sumatera Utara memiliki kawasan darat seluas 71.680 km2 serta kawasan laut sepanjang 12 mil
laut dari garis pantai ke arah laut lepas. Menurut catatan Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara, pemanfaatan lahan
di Propinsi Sumatera Utara tahun 1998 didominasi oleh kegiatan pertanian seluas 31.926,76 km 2 atau sekitar
44,54 % dan oleh kegiatan hutan seluas 24.416,10 km2 atau sekitar 34,06 %. Tabel 2.17 menggambarkan
penggunaan lahan di Propinsi Sumatera Utara tahun 2003.
Penggunaan lahan untuk kegiatan pertanian terbesar berada di wilayah Pantai Timur, yaitu meliputi areal
seluas lebih kurang 57% dari luas areal pertanian Sumatera Utara. Sebagian besar lahan hutan berada di wilayah
Pantai Barat, yaitu seluas lebih kurang 69 % dari luas hutan Sumatera Utara. Kegiatan pertanian mendominasi
wilayah Pantai Timur, sedangkan wilayah Pantai Barat didominasi oleh kegiatan pertanian dan hutan secara relatif
berimbang.
Dalam distribusi ruang, wilayah yang pada saat ini masih memiliki kawasan hutan yang juga berfungsi
untuk perlindungan daerah bawahannya ataupun fungsi ekologis lainnya, perlu menyiapkan pengendalian
terhadap alih fungsi hutan, baik oleh perambahan maupun pemanfaatan untuk usaha ekonomi formal terutama
dalam rangka perolehan PAD. Konflik kepentingan dalam kondisi keterbatasan lahan budidaya perlu diatasi
melalui kesepakatan yang mengikat dalam pelestarian kawasan hutan yang berfungsi lindung. Untuk itu, salah
satu dasar pengendalian adalah menyesuaikan pengembangan kegiatan pada lahan dengan kemampuan yang
memadai.

II - 31

Gambar 2.9A
Peta Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Hutan

II - 32

Wilayah Pantai Timur yang merupakan dataran rendah seluas 26.360 km2 atau 36,8 % dari luas wilayah
Sumatera Utara merupakan wilayah yang subur, suhu udara tinggi, kelembaban udara tinggi, dan curah hujan juga
relatif tinggi, meliputi Kabupaten Langkat, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Kota Binjai, Medan, dan Tebing
Tinggi. Wilayah Pantai Barat meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Nias, Nias
Selatan dan Kota Sibolga. Kegiatan di wilayah Pantai Timur umumnya heterogen, dengan kawasan perkotaan
yang relatif besar dan prasarana wilayah yang memadai. Wilayah ini sesuai untuk pengembangan berbagai jenis
kegiatan budidaya, terutama perkebunan dan tanaman pangan. Kegiatan perkotaan juga cenderung berkembang
dengan pesat, terutama di daerah Medan dan sekitarnya.
Meskipun wilayah Pantai Barat Propinsi Sumatera Utara saat ini belum dikembangkan secara optimal,
namun memiliki potensi yang besar bagi pengembangan berbagai kegiatan budidaya, seperti perikanan laut,
perkebunan, dan hortikultura. Sedang wilayah Tengah yang merupakan dataran tinggi dengan tingkat kesuburan
yang bervariasi potensial untuk dikembangkan bagi tanaman hortikultura.
Selain memiliki enam SWS dan dua SWS lintas propinsi dimana danau dengan debit air yang cukup
besar yang potensial bagi sistem pengairan, Propinsi Sumatera Utara juga memiliki air terjun yang potensial
sebagai sumber energi.
Jenis tanah di Propinsi Sumatera Utara didominasi oleh tanah litosol, podsolik, dan regosol (22,34 % luas
Propinsi) yang tersebar di Kabupaten Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Deli Serdang, Karo, Labuhan Batu, Langkat,
Nias, dan Tapanuli Selatan, Mandailing Natal. Tanah jenis ini sesuai bagi pengembangan budidaya perkebunan.

II - 33

Tabel 2.17
Penggunaan Lahan di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2002 (dalam Ha)

Kabupaten/Kota Permukiman
Asahan
Dairi
Deli Serdang
Labuhan Batu
Karo
Langkat
N i a s*
Simalungun
Tapanuli Selatan*
Mandailing Natal
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara*
Toba Samosir
Binjai
Medan
Pematangsiantar
Sibolga
Tanjungbalai
Tebing Tinggi

Sumatera Utara

Industri

Pertam
bangan

Persawahan

Pert. Tanah
Kering

Kebun

Perkebunan

Semak

Hutan

Perairan
Darat

Tanah
Lain lain
Terbuka

Luas
Wilayah

26.725
12.086
30.283
29.894
4.258
39.906
11.811
14.976
35.525
17.327
10.591
23.164
18.952
2.221
16.550
2.174
888

1.062
1.145
2.001
2.789
601
1.171
621
1.098
1.542
752
624
971
795
144
360
202
12

207
250
112
81
67
-

52.406
14.166
92.737
89.334
15.196
57.361
22.335
53.464
49.160
23.978
17.947
36.164
29.589
2.364
3.100
2.252
-

20.537
42.209
48.686
46.964
52.977
15.705
44.708
50.791
45.661
22.270
8.772
43.199
35.344
413
1.765
664
-

14.108
19.400
17.045
21.085
20.640
20.635
29.885
28.978
46.581
22.720
15.469
15.020
12.289
1.770
832
824
8

226.951
43.192
187.185
385.783
22.584
204.411
124.835
165.101
239.761
116.941
55.769
46.295
37.877
1.343
33
877
-

4.262
45.658
1.021
33.382
16.055
6.908
28.401
34.641
137.851
67.235
14.245
111.100
90.900
288
-

73.134
119.360
46.647
218.274
58.119
256.492
214.586
68.912
664.429
324.068
75.695
176.621
144.508
669
-

12250
104
4540
37557
966
11409
12186
721
5016
2446
10600
66.290
54.237
4
728
95
-

9.008
13.193
27.270
13.811
998
29.562
496
23.684
11.552
1.813
3.991
3.266
46

17.425
4.097
9.399
29.986
7.406
11.333
13.143
19.482
20.972
10.229
7.275
60.396
49.414
774
2.185
911
123

458.075
314.610
439.794
922.318
212.725
626.329
532.073
438.660
1.270.182
619.518
218.800
583.292
477.238
9.033
26.510
7.999
1.077

1.778
2.015

184
128

670
424

186
574

2.270
107

74
20

96
-

42
112

746
403

6.052
3.783

301.124

16.202

717

562.647

481.425

1.858.938

592.041

2.441.610

219.303

138.690

265.699

7.168.068

289.666

Sumber : Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara, 2003


* Termasuk Kabupaten yang dimekarkan

II

- 34

Gambar 2.10
Peta Penggunaan Lahan Propinsi Sumatera Utara

I1
-

C.

Kendala Fisik Terhadap Pemanfaatan Ruang

Kawasan bagian Tengah dan Pantai Barat Sumatera Utara seluas 45.320 km 2 atau 63,2% dari luas
Sumatera Utara sebagian besar merupakan pegunungan. Kawasan dengan variasi tingkat kesuburan tanah, iklim,
topografi, dan kontur; tercatat sebagai daerah gempa tektonik, vulkanik, dan daerah yang struktur tanahnya labil;
memiliki danau, sejumlah sungai dan air terjun yang meliputi kawasan sepanjang Bukit Barisan, yaitu
Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Simalungun, Karo, Dairi, Pakpak Bharat dan
Kota Pematangsiantar. Dataran tinggi di kawasan Tengah relatif terbatas bagi pengembangan, oleh karena
sebagian merupakan hutan berfungsi lindung. Aktifitas ekonomi juga cenderung homogen. Sedang kawasan
Pantai Barat merupakan wilayah yang relatif belum berkembang dengan prasarana yang terbatas. Walaupun
demikian memiliki berbagai potensi sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan bagi perkembangan wilayah.
Di Sumatera Utara terdapat kawasan yang rentan terhadap gerakan tanah (gambar 2.11). Lokasi spesifik
yang potensial mengalami longsoran, runtuhan, banjir bandang, dan rayapan adalah di sekeliling Danau Toba,
Tapanuli Selatan bagian Selatan, Utara Sibolga, dan di Selatan Pulau Nias. Sedang kawasan yang rentan
terhadap rayapan adalah di bagian Tengah Pulau Nias. Sebagian besar wilayah Sumatera Utara di sekitar Bukit
Barisan membujur arah Utara-Selatan pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan, longsoran,
maupun banjir bandang. Lokasi-lokasi spesifik yang rentan gerakan tanah tersebar di dataran tinggi di bagian
Tengah Sumatera Utara.
Kawasan pesisir di Pantai Timur dan Barat merupakan dataran banjir. Sedangkan kawasan yang secara
geologis relatif mantap berada di Pantai Timur berbatasan dengan pesisir, di sekitar Danau Toba, serta sekeliling
Pulau Nias.
Kondisi daerah tangkapan air di Danau Toba dan DAS Lau Renun pada saat ini dalam kondisi
memprihatinkan yang berpotensi mengurangi ketersediaan air. Oleh karena itu diperlukan upaya peningkatan
fungsi lindung bagi kawasan tersebut.

I2
-

Gambar 2.11
Peta Penafsiran Gerakan Tanah di Propinsi Sumatera Utara

I3
-

D.

Kesesuaian Lahan

Penilaian kesesuaian lahan dilakukan untuk keperluan alternatif pemanfaatan lahan. Secara umum
kesesuaian lahan di Propinsi Sumatera Utara dibagi dalam 6 (enam) kategori, yaitu :
a. Kesesuaian lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan basah
Sebagian besar lahan yang sesuai untuk budidaya pertanian tanaman pangan lahan basah berada di
kawasan Pantai Timur dan sekitar DAS di pantai Timur Kabupaten Langkat, Asahan, Labuhan Batu, dan
Tapanuli Selatan, Karo, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Mandailing Natal, Dairi, Tapanuli Tengah. Untuk
kawasan bagian Tengah, hanya terdapat di sebelah Selatan Danau Toba, dan sebagian kecil lainnya terdapat
di wilayah pesisir pantai Barat, wilayah pesisir Pulau Nias, pantai Barat Pulau Pini dan pantai Barat Pulau
Tanahmasa (gambar 2.12).
b. Kesesuaian lahan untuk pertanian tanaman pangan lahan kering
Lahan yang sesuai untuk pertanian tanaman pangan lahan kering sebagian besar berada di wilayah bagian
Timur, yaitu di Langkat, Toba Samosir, Simalungun, Labuhan Batu, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan bagian
Selatan, dan wilayah sekitar Danau Toba terutama di Dairi. Sebagian kecil lainnya terdapat di sekitar
Kabanjahe, Langkat, pesisir pantai Barat, pesisir Pulau Nias, pantai Barat Pulau Pini dan pantai Barat Pulau
Tanahmasa (gambar 2.13).
c. Kesesuaian lahan untuk tanaman tahunan (perkebunan)
Lahan yang sesuai untuk budidaya tanaman tahunan atau perkebunan meliputi hampir dua per tiga wilayah
Sumatera Utara, terutama di wilayah bagian Timur, kawasan sekitar Danau Toba, wilayah bagian Selatan,
pantai Barat, serta di pulau-pulau kecil. Sedangkan kawasan yang tidak sesuai untuk perkebunan berada di
bagian Tengah di sebelah Utara Danau Toba, sepanjang pantai Barat, Mandailing Natal bagian Selatan,
Tapanuli Selatan bagian Utara, dan beberapa tempat di Labuhan Batu yang tidak dilalui DAS (gambar 2.14).
d. Kesesuaian lahan untuk kawasan hutan
Lahan yang sesuai untuk kawasan hutan meliputi kawasan yang sesuai untuk perkebunan, tanaman pangan
lahan kering, dan kawasan tanaman pangan lahan basah yang tidak berada di sekitar aliran sungai atau di
sekitar pantai. Kawasan tersebut meliputi sebagian besar kawasan di bagian Timur, jalur Tengah, wilayah
bagian Selatan, pantai Barat, di Pulau Nias secara terbatas dan pulau-pulau kecil lainnya. Kawasan ini tidak
termasuk kawasan pinggir pantai yang sesuai untuk lahan basah. Peta kesesuaian hutan produksi tertera
pada gambar 2.15.
e. Kesesuaian lahan untuk peternakan
Lahan yang sesuai untuk budidaya peternakan mengikuti kawasan perkebunan, kawasan tanaman pangan
lahan kering, dan kawasan tanaman pangan lahan basah yang tidak berada di sekitar pantai.
f.

Kesesuaian lahan untuk perikanan


Lahan yang sesuai untuk perikanan, khususnya perikanan laut berada di kawasan pantai Barat Kabupaten
Langkat, Deli Serdang, Medan, serta sepanjang pantai Asahan dan Labuhan Batu, Tanjungbalai, Madina.
Selain itu juga terdapat di wilayah pantai di Teluk Tapanuli di Sibolga dan Tapanuli Tengah, beberapa lokasi di
wilayah pantai Mandailing Natal, pantai Pulau Nias, pantai Pulau Pini, dan pantai Pulau Tanahmasa (gambar
2.12), perikanan danau di kabupaten yang memiliki kawasan Danau Toba (Toba Samosir, Tapanuli Utara,
Humbang Hasundutan, Dairi, Simalungun, Karo) dan Tapanuli Selatan (Danau Siais).

I4
-

Gambar 2.12
Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Pangan Lahan Basah dan Perikanan

I5
-

Gambar 2.13
Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Pangan Lahan Kering

I6
-

Gambar 2.14
Peta Kesesuaian Lahan Perkebunan

I7
-

Gambar 2.15
Peta Kesesuaian Lahan Hutan Produksi

I8
-

2.2.3

Perekonomian Wilayah

A.

Pertumbuhan Ekonomi

Sumatera Utara merupakan kawasan yang secara ekonomi berkembang paling pesat di Pulau Sumatera.
Berdasarkan Statistik Indonesia Tahun 2001 PDRB dengan harga konstan Propinsi Sumatera Utara pada tahun
2000 mencapai Rp 24.016,652 milyar. Dalam lingkup Pulau Sumatera total PDRB Sumatera Utara dengan harga
berlaku adalah tertinggi yaitu Rp 68.212,374 milyar dan dalam lingkup nasional PDRB dengan migas berada pada
urutan ke enam setelah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan Timur.
Laju pertumbuhan PDRB Sumatera Utara sebelum terjadinya krisis perekonomian berkisar pada angka
9% per tahun, yaitu di atas laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 1996-1997 laju pertumbuhan
mengalami penurunan menjadi 4,76%, walaupun jumlah absolut PDRB masih tetap mengalami peningkatan.
Sedangkan pada tahun 1997-1998 penurunan laju pertumbuhan PDRB mencapai 10.98% dengan nilai total
PDRB yang juga mengalami penurunan menjadi Rp. 21.862,89 milyar.
Gambar 2.16

Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB Sumatera Utara


Tahun 1994 2002

15,00

Laju Pertumbuhan

10,00
5,00
1994

1995

1996

1997

(5,00)

1998

1999

2000

2001

2002

Tahun

(10,00)
(15,00)
Dengan Migas Harga konstan

Tanpa Migas harga Konstan

Sumber : Kantor BPS Sumatera Utara, 2003

Dengan menurunnya laju pertumbuhan PDRB hingga posisi negatif pada tahun 1998, pertumbuhan
sektor-sektor juga mengalami pertumbuhan negatif kecuali sektor pertanian. Pada awal terjadinya krisis
perekonomian pada tahun 1997 sektor yang mengalami penurunan pertumbuhan terbesar adalah sektor
pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor lainnya menurun secara terbatas, bahkan sektor listrik, gas, dan
air minum masih mengalami peningkatan laju pertumbuhan. Namun pada tahun 1998 dampak krisis ekonomi dan
moneter mengena pada seluruh sektor, terutama sektor bangunan dan keuangan, kecuali sektor pertanian yang
bertahan dengan pertumbuhan positif, yaitu sebesar 1,26%. Sektor industri yang selama ini berkembang pesat
mengalami penurunan pertumbuhan hingga 11,47%. Perkembangan laju pertumbuhan sektoral di Sumatera
Utara dapat dilihat pada gambar 2.16.
Laju pertumbuhan sektor pertanian yang positif terutama disebabkan oleh perkembangan subsektor
perkebunan, di mana industri pengolahan hasil perkebunan sebagai konsumen hasil perkebunan ternyata mampu
bertahan terhadap krisis dengan orientasi produksi yang lebih ditekankan kepada ekspor. Sektor pertanian yang

I9
-

selama ini mulai ditinggalkan nyatanya lebih mampu bertahan terhadap goncangan perekonomian dan sejak itu
mulai memperoleh perhatian, terutama kegiatan pertanian rakyat.
Gambar 2.17

Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB atas Dasar HargaKonstan


Menurut Lapangan Usaha di Sumatera Utara Tahun 2000 2002
Pertambangan

12

Industri

Pertumbuhan

10

Listrik, Gas dan Air


Bersih
Bangunan

8
6
4
2
0
2000

2001
Tahun

2002

Perdagangan, Hotel dan


Restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan, Persew aan
dan Jasa Perbankan
Jasa lainnya

Sumber : Kantor BPS sumatera Utara, Tahun 2003

Secara sektoral perekonomian Sumatera Utara terutama ditunjang oleh kegiatan di sektor pertanian,
industri, serta perdagangan, hotel, dan restoran. Hal ini terlihat dari besarnya kontribusi sektor-sektor tersebut
terhadap PDRB Sumatera Utara. Krisis perekonomian yang terjadi pada dua tahun terakhir tidak mempengaruhi
struktur kontribusi PDRB menurut lapangan usaha. Dalam kurun waktu tersebut sektor pertanian tetap
memberikan kontribusi tertinggi terhadap PDRB Sumatera Utara, walaupun mengalami penurunan sejak sebelum
masa krisis ekonomi dan moneter. Sedangkan sektor industri berada pada urutan kedua terbesar setelah sektor
pertanian dengan angka yang tidak jauh berbeda dan kemudian diikuti oleh sektor perdagangan, hotel, dan
restoran. Gambaran kontribusi lapangan usaha terhadap PDRB Sumatera Utara dapat dilihat pada gambar 2.18.
Setelah melewati masa krisis ekonomi, di tahun 2001 sektor pertanian tetap memberikan kontribusi
terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 26,68% diikuti sektor industri sebesar 26,89% dan sektor perdagangan
menyumbang sebesar 19,41%. Sektor lainnya yang mengalami peningkatan adalah sektor jasa dan komunikasi
masing masing sebesar 7,39% dan 5,60%.
Perkembangan di atas mengindikasikan bahwa perkembangan sektor industri di masa datang adalah
prospektif jika ditunjang oleh kondisi perekonomian yang stabil. Sehingga dengan kondisi perekonomian yang
kurang menguntungkan akhir-akhir ini, sektor industri mengalami tantangan yang berat untuk tetap bertahan.
Dalam kondisi seperti di atas, kegiatan usaha pada sektor primer atau yang berbasis pada sektor primer nyatanya
lebih mampu bertahan terhadap gejolak perekonomian. Kegiatan ini lebih mengarah pada pemanfaatan dan
pengolahan di sektor hulu, diantaranya adalah kegiatan usaha yang berbasis pada pertanian dan pertambangan.
Sedangkan kegiatan pada sektor lainnya seperti perdagangan, pengangkutan, dan jasa yang umumnya
merupakan derivat kegiatan primer sangat tergantung pada kondisi sektor primer.

I
10
-

Gambar 2.18

Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap PDRB Atas Dasar Harga Berlaku


Sumatera Utara Tahun 2000 - 2002
Sektor Pertanian

Persentase Kontribusi

35

Sektor Pertambangan

30
25

Sektor Industri

20

Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

15

Sektor Bangunan

10

Sektor Perdagangan, Hotel dan


Restoran
Sektor Pengangkutan dan
Komunikasi
Sektor Keuangan, Persewaan dan
Jasa Perbankan
Sektor Jasa lainnya

5
0
2000

2001

2002

Tahun

Sumber : Sumatera Utara dalam Angka Tahun 2001

Sektor Pertanian
Sektor pertanian di Sumatera Utara terutama di dukung oleh subsektor perkebunan dengan kontribusi
mencapai 12,07 % pada tahun 2001 dan pertanian tanaman pangan dengan kontribusi 10,56 %. Dalam rentang
tahun 1998-2002, rata-rata laju pertumbuhan sektor perkebunan dan pertanian tanaman pangan secara berurutan
mencapai 11,57 % dan 10,52 %. Hal ini disebabkan karena terjadinya peralihan penggunaan lahan dari tanaman
pangan ke perkebunan. Dengan adanya krisis perekonomian, pertanian tanaman pangan kembali diperhatikan
sebagai alternatif kegiatan ekonomi bagi tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan. Hal ini terbukti dengan
peningkatan kontribusi pertanian tanaman pangan yang cukup tinggi pada tahun terakhir.
Kemampuan sektor pertanian untuk bertahan dengan laju pertumbuhan positif juga didukung oleh
subsektor peternakan, kehutanan, dan perikanan. Rata-rata laju pertumbuhannnya tahun 2001 secara berurutan
adalah 2,83 %, 1,44 %, dan 3,15 %. Terjadinya El Nino dan la Nina berpengaruh positif terhadap hasil perikanan
Indonesia khususnya dan wilayah Pasifik pada umumnya. Secara rinci pertumbuhan dan kontribusi subsektor
pertanian terhadap PDRB dapat dilihat dalam tabel 2.18.
Tabel 2.18
Kontrabusi Sektor dan Subsektor Pertanian dalam PDRB
Tahun 1995-2002 (dalam %)
Sektor/Subsektor

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

Pertanian
Tanaman Pangan
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan

24,85
9,00
9,72
2,35
1,38
2,39

25,00
8,86
10,22
2,39
1,28
2,25

24,79
8,60
9,61
2,88
1,19
2,51

25,44
9,76
9,76
2,75
1,12
2,06

30,62
11,13
12,72
2,93
1,27
2,56

29,68
10,68
11,68
2,90
1,37
3,05

30,05
10,56
12,07
2,83
1,44
3,15

29,10
10,30
11,58
2,75
1,32
3,15

Sumber : Program Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara, 2001-2005


Kantor BPS Sumatera Utara Tahun 2003

I
11
-

Tabel 2.19
Laju Pertumbuhan Sektor dan Subsektor Pertanian dalam PDRB
Tahun 1995-2002 (dalam %)
Sektor/Subsektor
Pertanian
Tanaman Pangan
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

8,61
13,22
7,95
-5,80
18,12
6,38

8,71
9,77
8,07
12,39
6,79
5,09

8,98
-0,41
12,01
8,51
8,71
31,93

2,10
3,67
4,04
-14,36
0,32
5,32

5,54
2,26
6,84
14,00
5,36
4,43

4,78
6,44
4,49
4,51
0,28
3,60

3,6
1,24
5,68
3,75
6,58
2,28

0,05
6,20
2,53
1,73
1,52
6,60

Sumber : Program Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara, 2001-2005


Kantor BPS Sumatera Utara Tahun 2003

Subsektor perkebunan sebagai penyumbang terbesar PDRB Sumatera Utara memiliki sejarah
perkembangan sejak lama. Luas areal perkebunan sampai tahun 1997 mencapai lebih dari 1,5 juta ha dengan
produksi mencapai 3.085.692,41 ton. Lebih dari 75 % produksi perkebunan tersebut merupakan produksi kelapa
sawit. Kabupaten yang memiliki luas areal perkebunan yang besar diantaranya adalah Kabupaten Labuhan Batu,
Asahan, Tapanuli Selatan, Deli Serdang, Simalungun, dan Langkat, yang pada umumnya berada di Pantai Timur
Sumatera Utara. Secara keseluruhan kegiatan perkebunan rakyat dan perkebunan besar negara/swasta di
Sumatera Utara memiliki luas yang hampir sama. Namun produksi perkebunan besar jauh lebih besar karena
diutamakan pada pengembangan perkebunan kelapa sawit. Luas lahan untuk kelapa sawit pada perkebunan
besar dua kali lebih besar dibandingkan luas kelapa sawit pada perkebunan rakyat. Pada perkebunan rakyat luas
lahan perkebunan terbesar adalah untuk komoditi karet yang memiliki hasil produksi lebih kecil dibandingkan
kelapa sawit. Komoditi perkebunan lainnya yang dikembangkan dengan produksi yang cukup besar adalah kelapa,
coklat, dan kopi. Berdasarkan hasil analisis I-O, kegiatan perkebunan selama ini telah memiliki kaitan yang kuat
dengan sektor sekunder dan tersier, sehingga dapat menciptakan tata-kaitan yang cukup baik antara sektor-sektor
tersebut. Komoditi yang memiliki pasar internasional adalah minyak sawit, kopi, dan tembakau Deli.
Subsektor lain yang memiliki kontribusi besar pada sektor pertanian adalah subsektor tanaman pangan,
dengan produksi terbesar berasal dari tanaman padi, baik padi sawah maupun padi ladang. Luas baku sawah
sampai tahun 1997 adalah sebesar 525.143 Ha dan 55 % diantaranya merupakan sawah irigasi. Produksi padi
tahun 2001 mencapai 3.248.291 ton dengan produksi tertinggi berasal dari Deli Serdang. Daerah lainnya yang
memiliki produksi besar adalah Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Simalungun, Asahan, Langkat, Labuhan Batu,
dan Tapanuli Utara/Toba Samosir. Gambaran ini menunjukkan bahwa tanaman padi pada umumnya juga
berkembang di wilayah pantai Timur. Produktifitas padi yang telah mencapai 4 ton/Ha atau lebih hanya terdapat di
Pematangsiantar, Simalungun, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Tebing Tinggi, Medan, Deli Serdang, Asahan,
Tanjung Balai, dan Karo. Sedangkan di daerah lain produktifitasnya masih di bawah 4 ton/ha. Peningkatan
produktifitas tanaman padi dapat dilakukan melalui intensifikasi pengolahan lahan, oleh karena tidak
memungkinkan lagi untuk melakukan ekstensifikasi.
Propinsi Sumatera Utara secara keseluruhan telah mencapai swasembada beras, namun belum
mencakup seluruh kabupaten/kota. Dengan perhitungan standar kebutuhan beras 150 kg/jiwa/tahun, maka
beberapa kabupaten/kota di Sumatera Utara dapat memproduksi padi melebihi kebutuhan daerahnya, yaitu
Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara/Toba Samosir, Labuhan Batu, Asahan,
Simalungun, Dairi, Karo, Deli Serdang, dan Langkat.
Subsektor perikanan walaupun memiliki kontribusi yang kecil terhadap pembentukan PDRB, namun
memiliki laju pertumbuhan yang cukup tinggi, dan dalam masa krisis menunjukkan laju tertinggi. Kontribusi sub
sektor ini dalam PDRB tahun 2001 sebesar 3,15 % dan laju pertumbuhan pada tahun 1998-2002 mencapai 2,80
%. Dari gambaran tersebut terlihat, bahwa subsektor perikanan memiliki ketahanan terhadap goncangan
perekonomian, sehingga berpotensi untuk pengembangan lebih lanjut. Potensi kelautan Sumatera Utara yang

I
12
-

meliputi kawasan laut yang berbatasan sejauh 12 mil laut dari garis pantai dengan sumber daya yang dimilikinya
hingga kini belum digarap secara optimal sebagaimana wilayah lain di Indonesia. Pencurian ikan yang dilakukan
oleh kapal asing memerlukan tindakan pengamanan yang lebih serius. Subsektor perikanan di Sumatera Utara
lebih didominasi oleh perikanan laut yang meliputi hampir 90 % dari produksi ikan keseluruhan, di mana Asahan
dan Medan merupakan penghasil ikan laut yang utama, yaitu sekitar 40 % dari hasil laut. Namun, hasil dari daerah
lain juga tidak dapat diabaikan, seperti Sibolga, Deli Serdang, Tanjung Balai, Labuhan Batu, dan Tapanuli
Selatan/Mandailing Natal. Sedangkan perikanan darat terdiri atas perikanan budidaya di mana Deli Serdang
merupakan penghasil utama dan perikanan di perairan umum dengan Asahan dan Tapanuli Selatan/Mandailing
Natal merupakan penghasil terbesar.
Subsektor peternakan juga merupakan kegiatan usaha lain yang dapat dikembangkan, walaupun
kontribusinya terhadap perekonomian Sumatera Utara selama ini masih terbatas. Kegiatan ini membutuhkan
investasi yang lebih besar dengan risiko yang lebih tinggi, terutama serangan hama penyakit, namun tidak
memerlukan lahan yang luas, kecuali untuk jenis peternakan besar yang membutuhkan padang penggembalaan.
Kontribusi sub sektor ini di dalam PDRB pada tahun 2002 sebesar 2,75 % dengan laju pertumbuhan 1998-2002
sebesar 8,58 %.
Subsektor kehutanan di Sumatera Utara lebih banyak dikembangkan di wilayah dengan kemiringan
yang lebih tinggi, yaitu wilayah Tengah yang merupakan kawasan pegunungan bukit barisan. Di samping hutan
lindung, terdapat beberapa jenis hutan produksi yang menghasilkan beberapa produk ekspor, seperti kayu olahan
dan kayu lapis. Pengembangan pada subsektor kehutanan dilakukan secara lebih terbatas, sehingga kawasan
hutan dapat dimanfaatkan tanpa merusak kelestariannya. Kontribusi subsektor kehutanan di dalam PDRB pada
tahun 2001 yaitu sebesar 1,44 dengan laju pertumbuhan 1998-2001 sebesar 2,76 %.
Sektor Pertambangan
Walaupun sektor pertambangan bukan merupakan sektor utama di Sumatera Utara dengan kontribusi
terhadap PDRB yang terbatas, namun memiliki peluang usaha yang dapat dikembangkan. Sebagai sektor primer,
kegiatan pertambangan merupakan kegiatan ekonomi alternatif yang dapat dilakukan disamping pertanian.
Selama ini kegiatan usaha pertambangan lebih didominasi oleh kegiatan pertambangan bahan galian golongan C,
dimana yang terbesar terdapat di Kabupaten Langkat. Di kabupaten ini juga terdapat pengembangan kegiatan
pertambangan migas. Selain itu untuk bahan galian golongan A terdapat di Kabupaten Labuhan Batu berupa batu
bara, gambut, timah putih dan bahan galian B berupa bauksit, dan arsen. Dalam keterbatasannya, produksi
kegiatan pertambangan Sumatera Utara telah memasuki pasar internasional dengan komoditi pasir silika dan pasir
alam lainnya, serta hasil migas dari Langkat. Kontribusi sub sektor Pertambangan dalam PDRB pada tahun 2002
yaitu sebesar 1,67 % dengan laju pertumbuhan antara 1998-2002 sebesar 9,16 %.
Sektor Industri
Sektor industri di Sumatera Utara merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian. Dengan jenis
industri yang sangat beragam, Sumatera Utara berkembang menjadi wilayah industri terbesar di Pulau Sumatera
dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 5 % pertahun dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun
1997, jenis industri terbesar yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri kecil (lebih dari 95 %) diikuti oleh
aneka industri.

Dengan jenis industri yang sangat beragam, Sumatera Utara berkembang menjadi wilayah industri
terbesar di Pulau Sumatera dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 6,376% pertahun dalam kurun waktu lima
tahun terakhir. Pada tahun 2002, jenis industri terbesar yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri kecil
(lebih dari 90 %) diikuti oleh aneka industri.
Investasi di sektor industri meningkat seiring dengan peningkatan jumlah industri dengan laju
pertumbuhan 1999-2000 sebesar rata-rata 3,5 % per tahun. Investasi terbesar selama ini adalah pada jenis

I
13
-

industri mesin dan logam dasar yang mencapai sekitar 45 % dari investasi di sektor industri secara keseluruhan.
Pada posisi kedua diikuti oleh jenis aneka industri yang menyerap sekitar 35 % dari investasi keseluruhan.
Penyerapan tenaga kerja di sektor industri juga berkembang dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,15%
per tahun. Jumlah tenaga kerja terbesar diserap oleh jenis industri kecil (sekitar 65%) dan aneka industri (sekitar
25%).
Sedangkan nilai produksi dari sektor industri meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 4,80 % per
tahun. Nilai produksi terbesar dihasilkan oleh jenis aneka industri yang mencapai Rp 3.504.120 juta pada tahun
1997, yakni hampir 50 % dari nilai produksi industri keseluruhan. Kedua terbesar adalah industri mesin dan logam
dasar yang mencapai Rp 2.325.390 juta atau sekitar 33 %.
Dari gambaran di atas, dapat diindikasikan terjadinya kesenjangan, di mana penyerapan tenaga kerja
terbesar berada pada jenis industri kecil yang memiliki nilai tambah terbatas. Sedangkan nilai produksi tinggi
terdapat pada jenis industri yang menyerap investasi besar, seperti industri mesin dan logam dasar serta aneka
industri yang melibatkan lebih sedikit tenaga kerja. Hal ini memperlihatkan bahwa kegiatan industri belum
mendistribusikan nilai tambah secara berarti bagi masyarakat luas.
Dilihat menurut kabupaten/kota, jumlah kegiatan usaha terbesar pada tahun 1997 berada di Tapanuli
Utara/Toba Samosir, Medan, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, dan Deli Serdang. Sedangkan industri yang
menyerap tenaga kerja terbesar berlokasi di Kota Medan dan Kab. Deli Serdang. Industri dengan nilai investasi
dan produksi besar cenderung terkonsentrasi di Medan, Asahan, Deli Serdang, serta di Tapanuli Utara/Toba
Samosir. Jika dilihat rasio antara nilai produksi terhadap nilai investasi, Asahan, Deli Serdang, dan Tapanuli
Utara/Toba Samosir memiliki rasio lebih tinggi, sedangkan Medan memiliki rasio yang lebih rendah. Hal ini
memperlihatkan bahwa jenis industri yang berlokasi di Medan merupakan industri biaya tinggi dengan peningkatan
nilai produksi yang membutuhkan waktu yang lebih panjang.
Krisis perekonomian memberikan dampak lebih besar terhadap industri besar dan sedang, dimana pada
tahun 1997 jumlah unit usaha dan tenaga kerja mengalami penurunan yang berarti. Jenis industri besar dan
sedang sebagian besar berlokasi di Kab. Deli Serdang, Medan, dan Asahan.
Sektor Pariwisata
Sebagai salah satu sektor andalan di Sumatera Utara, sektor pariwisata merupakan sektor yang rawan
terhadap masalah keamanan. Dengan obyek wisata yang memiliki pasar internasional, seperti kawasan Danau
Toba dan sekitarnya, kawasan Brastagi dan Tanah Karo, serta Pulau Nias dan sekitarnya, Sumatera Utara memiliki
potensi besar dalam pengembangan pariwisata. Dukungan infrastruktur yang memadai, keberadaan akomodasi
dan fasilitas lainnya sangat menunjang dalam percepatan perkembangan pariwisata. Namun masalah keamanan
nasional dan kawasan sekitar Sumatera Utara dapat menjadi kendala bagi peningkatan kunjungan wisatawan,
terutama wisatawan mancanegara.

Perdagangan
Sektor perdagangan merupakan sektor yang cukup potensial dengan sumbangan ketiga terbesar
terhadap PDRB propinsi setelah sektor pertanian dan industri. Kegiatan perdagangan, terutama perdagangan luar
negeri atau ekspor dan impor dari tahun ke tahun selalu surplus. Hingga tahun 2001, volume ekspor mengalami
peningkatan volume mencapai 5.492.341 ton tetapi nilainya menurun, yaitu mencapai 2,294 juta US$. Sedangkan
volume impor pada tahun 2001 mengalami penurunan. Kondisi ini berlanjut hingga tahun 2002, di mana kegiatan
ekspor maupun impor mengalami penurunan yang tajam, di mana nilai ekspor tetap surplus terhadap nilai impor.
Komoditi utama yang menjadi andalan ekspor Sumatera Utara adalah hasil industri hasil perkebunan
(minyak kelapa sawit) dan hasil perikanan (ikan dan udang), serta aluminium, hasil hutan, dan hasil perkebunan

I
14
-

lain (kopi dan coklat). Sedangkan barang impor yang utama adalah barang modal dan bahan baku penolong,
seperti mesin dan alat pengangkutan, dan barang-barang produk industri.
Investasi
Investasi di Sumatera Utara pada tahun 1995 terutama berasal dari PMDN dengan nilai terbesar pada
sektor industri dan perhotelan. Sedangkan PMA lebih diinvestasikan pada sektor jasa, di mana pada tahun
sebelumnya lebih diutamakan pada sektor pertanian dan industri. Jika dilihat kecenderungan hingga tahun 1995,
nilai investasi yang ditanamkan senantiasa mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Krisis perekonomian
mengakibatkan investasi di Sumatera Utara mengalami penurunan.
B.

Kesenjangan Wilayah

Dilihat berdasarkan kabupaten/kota, penyumbang terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara adalah Kota
Medan dengan sumbangan mencapai 23,63 % dari nilai PDRB propinsi pada tahun 2001. Penyumbang terbesar
lainnya untuk tahun yang sama adalah Kabupaten Deli Serdang yang mencapai 11,65 % dan Kabupaten Asahan
sebesar 13,14 %. Pada tahun 1997 sampai 2001, kontribusi setiap kabupaten/kota terhadap PDRB propinsi
menunjukkan besaran yang hampir sama setiap tahun. Hal ini menunjukkan tidak terjadi perubahan kegiatan
perekonomian yang signifikan di setiap daerah.
Berdasarkan kontribusi kabupaten/kota dapat dilihat bahwa wilayah di pantai Timur memiliki kontribusi
yang lebih tinggi terhadap PDRB propinsi dibandingkan dengan wilayah di pantai Barat. Kabupaten/kota yang
memiliki kontribusi tinggi dan sedang di antaranya adalah Medan, Deli Serdang, Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli
Selatan, Simalungun, dan Langkat. Sedangkan kabupaten/kota lainnya memiliki kontribusi lebih rendah (gambar
2.19).
Kesenjangan kontribusi PDRB tersebut mencerminkan jenis kegiatan perekonomian yang berkembang di
setiap daerah. Di kawasan pantai Timur lebih berorientasi pada kegiatan perekonomian utama, seperti kegiatan
perkebunan, pertanian tanaman pangan, dan industri, di mana kondisi fisik lahan dan dukungan infrastruktur
sangat menunjang untuk perkembangan permukiman dan kegiatan usaha. Sedangkan di kawasan Tengah yang
secara fisik memiliki keterbatasan cenderung dikembangkan kegiatan pertanian lahan kering, tanaman keras,
serta kehutanan (hutan produksi), di samping terdapat kawasan hutan lindung. Dan di kawasan pantai Barat
dengan kondisi fisik yang juga memiliki keterbatasan, kegiatan perekonomian utama yang berkembang adalah
perikanan laut dan kehutanan.
Kawasan perkotaan pada umumnya memiliki PDRB per kapita tinggi, seperti Tanjung Balai,
Pematangsiantar, Medan dengan nilai di atas Rp 7 juta, di mana PDRB per kapita rata-rata tercatat sebesar Rp
8.801.232. Kawasan dengan PDRB per Kapita kurang dari Rp 7 juta adalah Kota Sibolga, Tebing Tinggi dan Binjai.
Sedangkan Kota Binjai dan Kabupaten Deli Serdang yang termasuk Kawasan Mebidang, sampai tahun 2001
memiliki PDRB per kapita di bawah rata-rata, yaitu Rp 4,606 juta dan Rp. 4,175 juta.
C.

Tenaga Kerja dan Lapangan Kerja

Secara umum penyerapan tenaga kerja terbesar di Sumatera Utara adalah oleh kegiatan pertanian yang
mencapai 55,23 % dari total penyerapan tenaga kerja pada tahun 2001, diikuti oleh bidang usaha jasa
perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 16,42%. Sektor industri menyerap sekitar 8,4 % dari total
penyerapan tenaga kerja. Sedangkan menurut kabupaten/kota penyerapan tenaga kerja terbesar adalah di
Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Untuk Kota Medan penyerapan tenaga kerja terbesar adalah di sektor
jasa, yaitu lebih dari 70 %. Di Kabupaten Deli Serdang penyerapan tenaga kerja terbesar adalah di sektor jasa dan
kemudian pertanian dengan jumlah yang hampir seimbang, sedangkan industri mencatat sebesar 25 %. Besarnya
penyerapan tenaga kerja di Medan dan Deli Serdang berkaitan dengan perkembangan industri dan jasa yang
pesat di kawasan MEBIDANG, terutama industri yang memanfaatkan hasil pertanian di sekitarnya.

I
15
-

Dari gambaran di atas terlihat bahwa sektor pertanian masih merupakan kegiatan utama di Sumatera
Utara dan dapat menyerap tenaga kerja yang besar. Namun jika dilihat rasio pekerja terhadap jumlah unit usaha,
maka rasio di sektor jasa (terutama keuangan) dan industri lebih tinggi dibandingkan dengan pertanian.
Krisis perekonomian yang menyebabkan unit usaha tertentu tidak dapat bertahan diperkirakan akan
meningkatkan jumlah pengangguran di Sumatera Utara. Peningkatan jumlah pengangguran juga berarti
peningkatan bagian penduduk yang miskin. Dengan demikian penciptaan lapangan pekerjaan yang dapat
menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran dalam jangka pendek sangat diprioritaskan. Diversifikasi
kegiatan di sektor primer khususnya pertanian diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, oleh karena
sektor pertanian relatif kenyal terhadap pengaruh eksternal. Sejalan dengan membaiknya kondisi perekonomian
dan pelaksanaan berbagai perogram pemulihan krisis ekonomi maka sektor, sektor perekonomian mulai tumbuh
dan berkembang lagi sehingga makin banyak pula menyerap tenaga kerja.

I
16
-

Gambar 2.19
Kontribusi PDRB Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2001

I
17
-

D.

Kecenderungan Perkembangan Perekonomian

Dengan struktur ekonomi yang didukung oleh kegiatan primer dan sekunder yang berimbang serta
ditunjang kegiatan tersier yang berkembang cepat, maka pertumbuhan perekonomian di Sumatera Utara memiliki
prospek yang lebih baik di masa datang. Kawasan yang berkembang cepat dengan ciri perekonomian perkotaan
terutama berkembang di kawasan MEBIDANG dengan sumbangan terhadap PDRB lebih dari 30% terutama dari
sektor industri. Hal ini menunjukkan bahwa Kawasan MEBIDANG secara ekonomi berfungsi sebagai pusat
pelayanan jasa perkotaan bagi daerah belakang di Propinsi Sumatera Utara dan juga di luar Sumatera Utara,
bahkan juga antar negara.
Namun dengan terjadinya krisis perekonomian berkepanjangan yang melanda Indonesia, sektor kegiatan
sekunder dan tersier terkena dampak yang lebih besar dibandingkan dengan sektor primer. Pada tahun terakhir
laju perkembangan perekonomian sektor sekunder dan tersier di Sumatera Utara menunjukkan penurunan drastis
hingga mencapai 12 %. Sektor yang dapat bertahan dengan pertumbuhan positif hanya sektor pertanian.
Perkembangan Kawasan MEBIDANG yang semula diharapkan sebagai pusat pelayanan jasa kemungkinan akan
mengalami kendala.
Walaupun kondisi perekonomian sedang mengalami goncangan, beberapa sektor dapat bertahan dan
berkembang dalam situasi tersebut. Dengan digalakkannya kembali kegiatan di sektor primer, maka kawasan yang
selama ini perkembangannya tertinggal diharapkan dapat digerakkan, sehingga akan mengurangi
ketidakseimbangan perkembangan antara pantai Timur dengan pantai Barat Sumatera Utara.
Pelabuhan Belawan memegang peranan utama untuk kegiatan ekspor-impor, dengan sekitar 90 % dari
total kegiatan ekspor-impor Sumatera Utara. Pelabuhan lain yang potensial adalah Tanjung Balai dan Sibolga.
Berdasarkan perkembangan yang terjadi hingga tahun 2001, wilayah potensial untuk kegiatan pertanian
dan industri adalah sebagai berikut :
Tabel 2.20

Wilayah Potensial Untuk Pertanian dan Industri di Sumatera Utara


Subsektor
Pertanian
tanaman
pangan

Jenis Kegiatan

Wilayah

Padi sawah dan padi


ladang

Deli Serdang, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal,


Simalungun, Asahan, Langkat, Labuhan Batu, Tapanuli
Utara

Hortikultura/Palawija

Jagung : Karo dan Simalungun


Ubi Kayu : Deli Serdang, Simalungun
Ubi Jalar : Deli Serdang, Tapanuli Utara

Perkebunan

Perkebunan besar,
perkebunan swasta,
dan perkebunan rakyat

Kacang-kacangan : Simalungun, Tapanuli Utara/Toba


Samosir,
Deli
Serdang,
Langkat,
Tapanuli
Selatan/Mandailing Natal
Karet : Labuhan Batu, Tapanuli Selatan/Mandailing
Natal, Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Asahan,
Tapanuli Tengah.
Kelapa Sawit : Labuhan Batu, Langkat, Deli Serdang,
Simalungun, Asahan, Tapanuli Selatan/Mandailing
Natal.
Kopi : Dairi, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Tapanuli
Utara/Toba Samosir
Kelapa : Asahan, Nias, Langkat, Deli Serdang, Labuhan

I
18
-

Subsektor

Jenis Kegiatan

Wilayah
Batu, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Tapanuli
Tengah.
Coklat : Asahan, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal,
Simalungun, Langkat, Deli Serdang

Peternakan

Ternak besar/kecil

Semua wilayah kabupaten, terutama Tapanuli


Selatan/Mandailing Natal, Tapanuli Utara/Toba Samosir.

Unggas

Semua wilayah Kabupaten, terutama Deli Serdang

Perikanan

Perikanan laut

Asahan, Medan, Sibolga, Deli Serdang, Tanjung Balai,


Labuhan Batu, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal,
Tapanuli Tengah, Nias, Langkat

Industri

Perikanan darat
Industri besar,
menengah, dan kecil

Deli Serdang
Medan, Deli Serdang, Asahan, Binjai, Tapanuli
Selatan/Mandailing Natal/Padangsidimpuan, Labuhan
Batu, Simalungun, Tapanuli Utara/Toba Samosir,
Langkat, Tebing Tinggi, Pematangsiantar.

Sumber : Hasil Analisis

Berdasarkan pertumbuhan PDRB dan kontribusi lapangan usaha terhadap PDRB Sumatera Utara, maka
sektor yang dapat diandalkan adalah sektor pertanian, industri, serta perdagangan, hotel, dan restoran dengan
kontribusi tinggi terhadap PDRB (secara keseluruhan hampir mencapai 70 %). Sedangkan sektor dengan laju
pertumbuhan tinggi adalah listrik, gas, dan air minum dengan peningkatan laju pertumbuhan relatif stabil hingga
tahun 2001 yaitu dengan rata-rata pertumbuhan 24,89% pertahun. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta
sektor keuangan juga memiliki pertumbuhan tinggi, namun mengalami penurunan dari tahun ke tahun dan
menurun secara drastis pada akhir tahun 1997 dan 1998. Sektor pertanian pertumbuhannya juga mengalami
penurunan drastis pada tahun 1997 dan 1998 hingga 2002 untuk sektor industri mengalami stabil pada tahun
2000-2001. Sektor lain yang kurang berperan adalah sektor pengangkutan dan komunikasi dengan angka
pertumbuhan yang cukup stabil, namun di bawah rata-rata laju pertumbuhan ekonomi.
Di sektor pertanian, subsektor perkebunan baik rakyat maupun besar menjadi sektor andalan di Sumatera
Utara terutama bagi wilayah potensial seperti Kabupaten Deli Serdang, Tapanuli Selatan/Mandailing Natal,
Asahan, Labuhan Batu, dan lain-lain. Subsektor ini akan mempengaruhi pembentukan basis ekonomi di Sumatera
Utara, baik dari segi ekspor maupun arah pengembangan industri, serta orientasi penyediaan jasa perdagangan,
maupun perbankan.
Subsektor perikanan yang memiliki prospek di Sumatera Utara perlu dikelola secara optimal, baik dari
segi penangkapan maupun pemasaran. Dengan adanya kebijakan pemerintah untuk memberdayakan subsektor
perikanan sebagai bagian dari pemanfaatan sumberdaya kelautan, maka dukungan terhadap pengembangan
subsektor perikanan akan lebih besar.
Sektor industri berkembang di Kawasan Perkotaan MEBIDANG khususnya di Kota Medan, dan disusul
dua kawasan perkotaan lainnya serta di daerah lain seperti Tapanuli Selatan/Mandailing Natal, Tapanuli
Utara/Toba Samosir, dan Asahan. Sektor industri yang semula didominasi oleh industri sedang dan menengah,
akan segera disusul dengan perkembangan industri kecil di perdesaan. Pengembangan industri di masa datang
lebih difokuskan pada agroindustri yang dapat memanfaatkan hasil produksi pertanian. Namun dalam jangka
panjang, pengembangan industri besar dipacu untuk peningkatan pendapatan daerah dengan nilai tambah yang
lebih besar.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran tercatat tumbuh di bawah laju pertumbuhan rata-rata, namun
kontribusinya terhadap PDRB hanya menduduki posisi nomor ketujuh setelah sektor bangunan dan industri.
Dengan kedudukan Sumatera Utara baik secara internal maupun regional, terutama sebagai pusat pelayanan
untuk kawasan Sumatera bagian Utara, sektor ini diharapkan berkembang cukup pesat.

I
19
-

Sektor transportasi dan komunikasi selama ini belum memberikan sumbangan yang berarti bagi
pembentukan PDRB. Kontribusi terbesar berasal dari subsektor transportasi darat, diikuti transportasi laut. Basis
perekonomian yang semakin kuat akan berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan sektor transportasi dan
komunikasi dalam menunjang kegiatan perekonomian.
2.2.4

Prasarana Wilayah

Dalam konteks rencana struktur tata ruang Propinsi Sumatera Utara, infrastruktur memainkan peran
penting dari dua sisi. Pertama, infrastruktur merupakan elemen social service yang penyelenggaraannya harus
diusahakan oleh Pemerintah di wilayah-wilayah yang membutuhkannya. Kedua, infrastruktur juga merupakan
stimulan yang keberadaannya dapat menjadi pembangkit tumbuhnya berbagai aktifitas sosial-ekonomi.
Pada sisi pertama, pengembangan infrastruktur merupakan bagian dari upaya pemenuhan atas
permintaan yang sudah ada di suatu wilayah, berdasarkan prinsip kewajiban Pemerintah untuk menyediakan
prasarana dan sarana sosial. Sedangkan pada sisi kedua, pengembangan infrastruktur merupakan bagian dari
strategi penataan ruang melalui arahan lokasi berbagai aktifitas sosial-ekonomi yang dibangkitkan melalui
penyediaan infrastruktur.
A.

Sistem Transportasi

Dalam konteks tata ruang internal Sumatera Utara, kajian sektor transportasi dititikberatkan pada sistem
prasarana transportasi darat, oleh karena jaringan jalan raya dan jaringan kereta api berpengaruh langsung
terhadap pembentukan struktur dan pola sebaran ruang aktifitas di wilayah daratan Sumatera Utara.
Meskipun demikian, pola lokasional prasarana angkutan udara dan laut juga memberikan kerangka
pembentukan struktur dan pola ruang melalui penguatan pada pembentukan struktur dan pola sebaran ruang
aktifitas di wilayah yang terbatas, yakni penguatan pada fungsi sentralistik dari kota dimana bandara dibangun dan
penguatan struktur wilayah sepanjang garis pantai dimana pelabuhan-pelabuhan dibangun.
Kedua jenis angkutan yang disebut terakhir ini lebih menentukan perkembangan wilayah dalam kaitan
fungsinya sebagai outlet dan inlet bagi pergerakan penumpang dan barang antara Sumatera Utara dengan
wilayah eksternalnya.
A.1.

Transportasi Darat

Perkembangan Jaringan Jalan


Di Propinsi Sumatera Utara terjadi perkembangan kuantitas jaringan jalan untuk semua jenis jalan, yaitu
selama kurun 1999- 2001 jalan nasional, jalan propinsi, jalan kabupaten, dan jalan kota bertambah dari 26.536,00
km menjadi 31.280,430 km atau sekitar 4.744,43 km atau (15,16 %).
Dari segi kualitas, secara umum telah terjadi penurunan kualitas jalan. Pada tahun 1999, jaringan jalan di
Sumatera Utara yang mempunyai kondisi rusak dan rusak berat mencapai sekitar 55,99% dari panjang jalan
keseluruhan. Bila dilihat dari lokasinya, sebagian besar terdapat di wilayah kabupaten (rural area). Keadaan ini
menyebabkan ketimpangan akses desa-kota yang merupakan sebagian dari penyebab terjadinya ketimpangan
perkembangan ekonomi antara wilayah perdesaan dengan perkotaan. Secara rinci panjang jalan di Sumatera
Utara menurut kondisi dan status jalan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2.21

Persentase Kondisi Jalan di Sumatera Utara Tahun 1997 - 2001 (%)

I
20
-

Tahun

Kondisi Mantap

1997/1998
1998/1999
1999/2000
2000
2001
2002

Kondisi Sedang

Kondisi Rusak

Negara

Propinsi

Negara

Propinsi

Negara

Propinsi

90,55
77,46
64,48
34,57
52,79
50,92

86,50
51,18
37,85
42,19
47,40
20,93

9,45
18,13
28,70
47,25
35,89
17,30

6,74
28,58
39,85
29,03
25,62
24,86

4,41
6,82
18,80
11,32
26,68

6,76
20,24
22,30
28,78
26,98
24,22

Sumber : Dinas Jalan Jembatan Propsu 2001

Tabel 2.22
Panjang Jalan di Wilayah Pantai Barat dan Pantai Timur
Sumatera Utara Tahun 2001 (km)
Kabupaten/
Kota

Jalan Negara

Nias*
Tapanuli Selatan
Mandailing Natal
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara*
Toba Samosir
Dairi*
Karo
Simalungun
Labuhan Batu
Asahan
Deli Serdang
Langkat
Tanjungbalai
Sibolga
Pematangsiantar
Tebing Tinggi
Medan
Binjai

91,30
100,94
22,22
165,82
81,98
108,67
56,14
68,96
153,88
131,77
139,87
87,59
6.920
3,20
8,15
14,50
56,86
7,18

Status Jalan
Jalan Propinsi
425,99
687,06
232,30
195,52
227,40
239,70
93,76
141,13
239,67
221,10
163,36
205,64
144,56
2,3
5,44
4,10
5,00
91,66
19,48

Kabupaten/Kota
1.899,62
2.551,40
1.257,30
724,46
1.743,24
1.655,30
1.584
996,20
4.646,22
1.666,92
1.799,80
1.944,50
1.345,45
205,15
47,91
3,17
186,54
1.739,25
316,59

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Tabel 2.23
Rasio Panjang Jalan Nasional dan Propinsi di Sumatera Utara
Terhadap Luas Wilayah Tahun 2001
Wilayah

Luas (km2)

Jalan Nasional
Panjang (km)
Rasio

Jalan Propinsi
Panjang (km)
Rasio

Pantai Timur

26.360

678,520

0,026

943,340

0,036

Pantai Barat &

45.320

627,440

0,014

2.166,670

0,048

Dataran tinggi
Sumber : Dinas PU Bina Marga Propsu, 2001

I
21
-

Dilihat dari kepadatannya yaitu rasio panjang jalan terhadap luas wilayah, jaringan jalan nasional yang
dibangun di pantai Timur Propinsi Sumatera Utara lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah pantai Barat dan
wilayah dataran tinggi di bagian tengah. Sementara itu, untuk kategori jalan propinsi, rasio di wilayah pantai Timur
lebih rendah dibandingkan dengan wilayah pantai Barat Propinsi Sumatera Utara.
Rasio tersebut menunjukkan bahwa dari segi perimbangan pembangunan jalan nasional, wilayah pantai
Timur dapat dikatakan mengalami perkembangan yang lebih pesat dibandingkan dengan wilayah pantai Barat dan
dataran tinggi. Namun, hal tersebut dikompensasi oleh tingkat perkembangan pembangunan jalan propinsi yang
lebih tinggi di wilayah pantai Barat dan dataran tinggi.
Dikaitkan dengan fungsi masing-masing jenis jalan, wilayah pantai Timur memiliki akses antar propinsi
yang baik. Di pihak lain, wilayah pantai Barat pada dasarnya telah memiliki akses antar pusat kabupaten yang
baik. Ketimpangan perkembangan antara wilayah pantai Timur dengan pantai Barat dan dataran tinggi, merupakan
akibat dari rendahnya aksesibilitas bagi pergerakan lokal di wilayah pantai Barat dan dataran tinggi. (gambar 2.21).
Informasi kualitatif mengindikasikan masih minimnya pembangunan jaringan jalan yang mampu
memberikan akses hingga sentra-sentra aktifitas pada skala lokal. Di pihak lain, sentra-sentra tersebut sangat
potensial sebagai penguat perkembangan ekonomi Sumatera Utara yang berbasis sumberdaya lokal.
Pola Pergerakan Penumpang dan Barang
Pergerakan penumpang mobil bus umum di Sumatera Utara pada tahun 1997 dilakukan melalui empat
ruas jalan utama yang merupakan jalur terpadat dengan Medan sebagai pusat. Ruas jalan tersebut adalah Medan
- Pematangsiantar (Deli Serdang - Simalungun) dengan jumlah penumpang 12.084 orang dan frekuensi perjalanan
636, Medan - Binjai (Deli Serdang - Langkat) dengan jumlah penumpang 11.380 orang dan frekuensi perjalanan
579, Medan - Kisaran (Deli Serdang - Asahan) dengan jumlah penumpang 10.228 orang dan frekuensi perjalanan
507, serta Medan - Kabanjahe (Deli Serdang - Karo) dengan jumlah penumpang 10.530 orang dan frekuensi
perjalanan 405.

I
22
-

Gambar 2.20
Jaringan Jalan Propinsi Sumatera Utara

I
23
-

Tabel 2.24

Jumlah Bangkitan dan Tarikan Perjalanan Penumpang Tahun 1997


Kabupaten/
Kota
Medan
Tebing Tinggi
Pematangsiantar
Binjai
Tanjungbalai
Sibolga
Langkat
Deli Serdang
Asahan
Simalungun
Labuhan Batu
Tapanuli Selatan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara
Karo
Dairi
Jumlah

Bangkitan
(Perjalanan/hari)

Tarikan
(Perjalanan/hari)

63.030
3.260
7.220
2.960
100
9.700
2.160
7.060
1.460
3.340
1.380
3.660
3.680
800
14.740
2.100

13.240
2.820
5.960
12.400
4.060
1.960
8.260
21.060
9.760
8.680
4.860
13.500
7.540
5.820
4.080
2.700

126.650

126.700

Sumber : DLLAJ Sumatera Utara

Sedangkan pergerakan penumpang mobil umum cenderung dilakukan melalui ruas jalan utama, yaitu
Medan - Binjai (Deli Serdang - Langkat), Medan - Pematangsiantar (Deli Serdang - Simalungun), Medan Kabanjahe (Deli Serdang - Karo), Kabanjahe - Sidikalang (Karo - Dairi), Pematangsiantar - Tarutung (Simalungun Tapanuli Utara), serta Medan - Kisaran (Deli Serdang - Asahan).
Dilihat secara spesifik, pola pergerakan penduduk yang berasal dari dan menuju ke Medan merupakan
jumlah yang terbesar. Memperhatikan tabel 2.24, pada tahun 1997 terlihat bahwa bangkitan lalu lintas terbesar
adalah di Kota Medan dengan jumlah 63.030 perjalanan per hari, sedangkan tarikan terbesar berada di Kabupaten
Deli Serdang dengan jumlah 21.060 perjalanan per hari.
Untuk pergerakan barang melalui jalan darat pada tahun 1996, bangkitan perjalanan terbesar dihasilkan
oleh Kota Medan sebesar 29.418 ton/hari, kemudian diikuti oleh Belawan, Pematangsiantar, dan Deli Serdang.
Sedangkan untuk pergerakan barang antar propinsi, Kota Medan juga merupakan titik simpul dengan daya tarik
paling besar, yaitu mencapai 30.194 ton/hari, di mana 22.884 ton/hari dari dalam wilayah Propinsi Sumatera Utara
dan 7.310 ton/hari dari luar wilayah Propinsi Sumatera Utara. Selanjutnya diikuti oleh Belawan, Pematangsiantar
dan Deli Serdang.

I
24
-

Tabel 2.25

Jumlah Bangkitan dan Tarikan Perjalanan Barang di Sumatera Utara Tahun 1997

Kabupaten/Kota

Bangkitan
(ton/hari)

Intern
(ton/hari)

Tarikan
Ekstern
(ton/hari)

Jumlah
(ton/hari)

Medan
Tebing Tinggi
Pematangsiantar
Binjai
Tanjung Balai
Belawan
Langkat
Deli Serdang
Asahan
Simalungun
Labuhan Batu
Tapanuli Selatan
Tpanuli Tengah
Tapanuli Utara
Karo
Dairi

29.418
100
6.300
1.816
2.228
9.388
2.884
6.076
3.580
4.016
4.048
2.268
3.192
2.360
2.100
252

22.884
2.436
6.064
808
1.884
6.708
1.628
5.536
3.540
4.004
3.206
2.232
2.688
1.980
2.104
20

7.310
1.728
248
1.012
336
2.688
920
544
240
4
248
336
500
368
0
236

30.194
4.164
6.312
1.820
2.220
9.396
2.548
6.080
3.780
4.008
3.454
2.568
3.188
2.348
2.104
256

Jumlah

80.026

67.722

16.718

84.440

Sumber : DLLAJ Sumatera Utara

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa keempat wilayah tersebut merupakan titik simpul pergerakan yang
padat, yang juga dipengaruhi oleh keberadaan bandar udara, pelabuhan laut, dan sentra kegiatan perekonomian
lainnya seperti industri dan pertanian. Bangkitan dan tarikan perjalanan barang di Sumatera Utara dapat dilihat
pada tabel 2.25 berikut.
Pergerakan penumpang dan barang di atas menunjukkan terjadinya pola penguatan aktifitas di wilayah
pantai Timur Propinsi Sumatera Utara yang secara signifikan berpusat di Kota Medan. Sementara itu, wilayah
pantai Barat dan dataran tinggi di bagian Tengah merupakan wilayah yang relatif kurang berkembang. Gambaran
tersebut mengindikasikan terbentuknya struktur ruang yang sentralistis dengan wilayah pantai Timur sebagai kutub
pertumbuhan.

I
25
-

Gambar 2.21
Pola Aliran Pergerakan Propinsi Sumatera Utara

I
26
-

Perkembangan Angkutan Kereta Api


Prasarana dan sarana transportasi kereta api di Sumatera Utara selama kurun 1992-1997 tidak
mengalami perubahan yang berarti. Saat ini, panjang jalan kereta api mencapai 599.205 km, yang beroperasi
sepanjang 499.388 km, sedangkan 99.622 km lainnya tidak dioperasikan. Jumlah stasiun KA 48 buah dengan
pintu perlintasan 382 buah.
Secara keseluruhan jumlah penumpang kereta api pada periode 1992-1996 mengalami peningkatan dari
1.217.820 orang menjadi 1.660.828 orang. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 1994-1995 dengan laju
kenaikan sebesar 24 %. Jika dilihat dalam kurun waktu 1992-1996, jumlah penumpang kereta api mengalami
peningkatan dengan laju pertumbuhan rata-rata 8 % per tahun. Jumlah penumpang kereta api menurut trayek
dapat dilihat pada tabel 2.26.

Tabel 2.26
Realisasi Jumlah Penumpang Kereta Api Eksploitasi Sumatera Utara
Tahun 1992-1996 (orang)
Trayek
Medan - Rantau Prapat
Rantau Prapat - Medan
Medan - TNB
TNB - Medan
Medan - P. Siantar
P. Siantar - Medan
Jumlah

1992

1993

1994

1995

1996

243.067
202.868
292.488
286.346
92.307
100.204
1.217.280

205.234
167.478
316.016
300.841
100.612
106.576
1.196.757

243.175
204.789
367.828
337.990
104.680
115.831
1.374.293

320.932
284.041
456.454
412.975
110.333
129.248
1.713.983

294.450
254.776
414.675
404.153
153.561
139.213
1.660.828

Sumber : Perumka Eksploitasi Sumatera Utara

Pergerakan barang melalui sarana kereta api mengalami penurunan dengan laju rata-rata -7,9 % per
tahun selama kurun waktu 1992-1995. Penurunan terbesar terjadi pada jenis komoditi perkebunan, sedangkan
jenis komoditi pupuk mengalami peningkatan. Volume barang yang diangkut berdasarkan jenis barang dapat
dilihat lebih rinci pada tabel 2.27.
Jaringan jalan kereta api secara nyata terkonsentrasi di wilayah pantai Timur Sumatera Utara. Dikaitkan
dengan karakteristik pelayanan, moda kereta api relatif ekonomis dioperasikan untuk melayani angkutan
penumpang dan barang jarak jauh. Berarti wilayah pantai Timur telah memiliki sistem aktifitas sosial-ekonomi yang
memenuhi skala ekonomi bagi dioperasikannya moda transportasi kereta api.
Wilayah pantai Barat dan dataran tinggi di bagian Tengah tidak memiliki infrastruktur jaringan kereta api
oleh karena kondisi fisik wilayah yang tidak memungkinkan.

I
27
-

Tabel 2.27
Realisasi Volume Barang Menggunakan Angkutan KA Menurut Jenis Barang
Eksploitasi Sumatera Utara 1992-1995 (ton)
Jenis Barang
Perkebunan
Tambang dan Minyak Bumi
Pupuk
Semen
Dan Lain-Lain
Jumlah

1992

1993

1994

1995

606.683
156.951
30.654
2.969
249.770

576.998
156.159
30.900
3.691
220.292

500.054
139.560
35.031
3.319
219.667

371.690
142.105
41.975
2.874
169.775

1.047.027

988.040

897.631

728.419

Sumber : Perumka Eksploitasi Sumatera Utara

A.2

Transportasi Udara

Propinsi Sumatera Utara memiliki bandar udara untuk melayani pergerakan melalui udara, meliputi
Bandar Udara Polonia (Medan), Binaka (Gunung Sitoli), Dr. Ferdinand Lumbantobing (Tapanuli Tengah), Silangit
(Tapanuli Utara) dan Aek Godang (Tapanuli Selatan). Selain itu juga terdapat bandar udara P. Batu di Pulau Nias
dan Sibolangit, namun belum beroperasi secara layak.
Bandar udara Polonia di Medan merupakan bandar udara terbesar di Sumatera Utara yang melayani
penerbangan domestik dan internasional. Sebagai salah satu pintu gerbang internasional, Polonia memiliki
peranan penting dan menjadi pendukung bagi kegiatan di berbagai sektor pembangunan Sumatera Utara terutama
pariwisata.
Jumlah penumpang yang datang, berangkat, dan transit pada tahun 1996 untuk penumpang domestik di
Bandara Polonia sebanyak 1.300.054 orang, meningkat rata-rata sebesar 10,1 % per tahun. Sedangkan
penumpang internasional sebanyak 629.568 orang dengan peningkatan rata-rata 12,7 % per tahun. Jumlah kargo
total yang melalui Bandara Polonia pada tahun 1996 sebanyak 33.497 ton meningkat rata-rata sebesar 12,7 % per
tahun.
Bandara Binaka (Gunung Sitoli) merupakan bandar udara kedua terbesar yang melayani pergerakan
penumpang. Pada tahun 1996 jumlah penumpang yang melalui bandara ini mencapai 17.847 orang, kemudian
diikuti oleh Bandara Dr. Ferdinand Lumbantobing (Tapanuli Tengah) sebanyak 4.570 orang, dan Aek Godang 3.319
orang. Pertumbuhan negatif terjadi pada pengangkutan barang di Bandara Binaka yang mengalami penurunan
sebesar 99,2%, dari 17.246 ton pada tahun 1995 menjadi 137 ton pada tahun 1996.
Perkembangan penting untuk sub-sektor perhubungan udara adalah rencana dipindahkannya Bandara
Polonia ke lokasi baru di Kuala Namu Kabupaten Deli Serdang.
A.3.

Transportasi Laut

Pelabuhan Belawan merupakan pintu gerbang transportasi laut di Sumatera Utara yang memegang
peranan penting dalam pelaksanaan ekspor impor komoditi migas dan non migas dari dan ke Sumatera Utara.
Selain Pelabuhan Belawan kegiatan tersebut juga didukung oleh Pelabuhan Tanjungbalai, Kuala Tanjung,
Pangkalan Susu di pantai Timur, serta Sibolga dan Gunung Sitoli di pantai Barat Sumatera Utara.
Volume kargo yang dibongkar di pelabuhan di Sumatera Utara pada tahun 1996 mencapai 8.641.336 ton
dengan rata-rata pertumbuhan 5,8 % per tahun (1992-1996). Sedangkan volume kargo yang keluar mencapai
4.853.437 ton pada tahun 1996 yang mengalami penurunan jumlah dengan laju -5,1 % rata-rata per tahun (1992-

I
28
-

1996). Pada tahun 1996 volume kargo masuk terbesar berasal dari Pelabuhan Belawan, yaitu sebesar 7.320.229
ton yang merupakan 84,5 % dari jumlah kargo masuk keseluruhan, sedangkan kargo keluar dari Pelabuhan
Belawan mencapai 3.737.229 ton yang merupakan 77 % dari jumlah kargo keluar keseluruhan. Volume bongkar
muat kargo di Sumatera Utara dapat dilihat pada tabel 2.28.
Tabel 2.28

Kegiatan Pelabuhan di Sumatera Utara Tahun 1992-1996


Tahun
1992
1993
1994
1995
1996

Kapal

Barang (Ton)

Penumpang (Orang)

Call

GRT

Bongkar

Muat

Turun

Naik

18.458
28.965
29.782
29.624
29.789

29.987.722
25.094.131
24.114.870
23.085.125
23.161.927

7.016.958
7.487.229
7.933.117
8.144.436
8.641.336

6.048.937
6.236.400
5.614.555
5.079.095
4.853.437

362.531
428.666
470.020
501.971
550.713

395.019
477.350
602.613
523.021
574.057

Sumber : Kanwil Perhubungan Sumatera Utara

Jumlah penumpang yang turun di pelabuhan laut di Sumatera Utara mengalami kenaikan setiap tahunnya
dengan laju pertumbuhan rata-rata 9% per tahun, sedangkan penumpang yang naik laju pertumbuhan rata-rata
mencapai 8,2% per tahun. Jumlah penumpang terbesar dilayani oleh Pelabuhan Sibolga, kemudian diikuti oleh
Pelabuhan Gunung Sitoli dan Pelabuhan Belawan. Tingginya pergerakan di Pelabuhan Sibolga dan Gunung Sitoli
menunjukkan besarnya arus pergerakan pelabuhan laut internal Sumatera Utara, sedangkan Pelabuhan Belawan
melayani arus pergerakan interinsuler dan internasional dari dan ke Propinsi Sumatera Utara.
B.

Sistem Utilitas

Pengalaman empiris menunjukkan bahwa perkembangan sistem jaringan utilitas umumnya mengikuti
pola perkembangan sistem jaringan transportasi.
Kecenderungan di atas terutama disebabkan oleh dua hal, pertama karena sifat prioritas pemenuhan
kebutuhan pergerakan biasanya berada di atas pemenuhan kebutuhan utilitas lainnya, kedua karena secara teknis
pengembangan jaringan utilitas yang lain akan jauh lebih ekonomis bila mengikuti trace jaringan transportasi yang
telah dibangun sebelumnya, misalnya penempatan jaringan kabel listrik dan pipa air minum.
B.1.

Air Bersih

Volume air bersih yang didistribusikan di Sumatera Utara adalah sebesar 133.234.000 m 3 pada tahun
1997 dan meningkat menjadi 150.255.000 m3 pada tahun 2001. Pemakaian terbesar air bersih tersebut adalah
untuk konsumsi rumah tangga, yang mencapai 127.431.000 m 3 atau sekitar 84% dari jumlah air minum yang
didistribusikan pada tahun 2000. Proporsi penggunaan oleh rumah tangga meningkat menjadi 53,62% pada tahun
2001, oleh karena terjadi peningkatan tingkat penggunaan oleh sektor lain selama kurun waktu tersebut, seperti
kegiatan komersial dan industri yang meningkat dari 9,7% menjadi 10,06 %.
Berdasarkan kabupaten/kota, pengguna air bersih terbesar adalah Kota Medan yang mencapai
100.613.000 m3, yaitu sekitar 66% dari volume air yang disalurkan pada tahun 2000. Distribusi air bersih menurut
konsumen dan kabupaten/kota untuk kedua tahun tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.29

Distribusi Air Bersih Menurut Jenis Konsumen dan Kabupaten/Kota


di Propinsi Sumatera Utara Tahun 2001 (m3)

I
29
-

Kabupaten /

Jumlah air bersih yang disalurkan menurut jenis konsumen

Kota

Sosial

Non Niaga

Niaga

Industri

Khusus

Jumlah

I. Kawasan Pantai Barat


Nias*
Tapanuli Selatan*
Tapanuli Tengah
Tapanuli Utara*
Dairi*
Toba Samosir
Karo
Sibolga
Jumlah I

74.000
215.000
10.000
316.000
39.000
69.000
231.000
954.000

II. Kawasan Pantai Timur


Labuhan Batu
14.000
Asahan
143.000
Simalungun
242.000
Deli Serdang
116.000
Langkat
131.000
Tanjungbalai
116.000
P. Siantar
350.000
Tebing Tinggi
134.000
Medan
5.096.000
Binjai
264.000
Jumlah II
6.606.000
Jumlah Total

7.560.000

875.000
2.511.000
345.000
885.000
887.000
510.000
1.159.000
3.918.000

172.000
294.000

3.000
6.000

89.000
44.000

1.000

623.000
383.000

2.000
91.000

9.000

1.125.000
3.026.000
355.000
1.290.000
971.000
510.000
1.493.000
4.632.000

11.090.000

1.605.000

10.000

10.000

16.602.000

1.258.000
280.000
3.562.000
453.000
1.414.000
123.000
875.000
228.000
4.161.000
409.000
3.942.000
301.000
13.109.000
196.000
819.000
425.000
84.210.000 10.567.000
2.991.000
35.000
116.431.000 12.657.000

10.000
7.000

665.000
1.000
854.000

1562.000
4.165.000
1.779.000
1.227.000
4.708.000
4.370.000
53.000 13.760.000
1.378.000
75.000 100.613.000
3.291.000
128.000 133.653.00

127.431.000 14.262.000

864.000

138.000 150.255.000

8.000
7.000
11.000
52.000

1.000

Sumber : * termasuk Kabupaten/Kota yang dimekarkan


Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Dalam konteks struktur tata ruang, penggunaan air bersih adalah salah satu cermin skala aktifitas dalam
satuan ruang, di mana terjadi penguatan fungsi ruang yang lebih besar di wilayah pantai Timur. Hal ini ditunjukkan
oleh konsumsi air bersih di wilayah pantai Timur sebesar 88 % dari total konsumsi Sumatera Utara pada tahun
1995 dan meningkat menjadi 89 % pada tahun 2001.
A.2.

Listrik

Tenaga listrik di Sumatera Utara diproduksi di Binjai, Sibolga, Pematangsiantar, Medan, Sistem Medan,
Rantau Prapat dan Padangsidimpuan. Sebagian besar tenaga listrik diproduksi oleh Sistem Medan, yaitu
mencapai 5.220,86 GWH pada tahun 2001. Tabel 2.23 memberikan gambaran pertumbuhan produksi tenaga listrik
selama kurun waktu tahun 1997 2001.

Tabel 2.30
Kapasitas Tenaga Listrik yang Diproduksi dan Dibeli
Di Propinsi Sumatera Utara Tahun 1997-2001
Tahun
1997
1998

Diproduksi
PLN Kit.SU
PLN Wil-II/SU
3.692,92
4.187,88

2,21
1,73

Dibeli
PLN Kit.SU
PLN Wil-II/SU
47,08
11,96

3.352,00
3.966,74

I
30
-

1999
2000
2001

4.412,52
4.706,69
5.220,88

1,20
0,90
0,90

16,22
20,72
27,90

3.880,14
4.141,74
4.411,36

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

Pada tahun 1995 jumlah pembangkit tenaga listrik PLN adalah sebesar 13 unit untuk tenaga air dengan
daya terpasang sebesar 7,5 GWh, 186 unit pembangkit listrik tenaga diesel dengan daya terpasang sebesar 13,14
GWh, dan untuk tenaga gas dan uap terdapat 16 unit pembangkit tenaga listrik dengan daya terpasang sebesar
1.201,01 Mw.
Pembangkit tenaga listrik dengan tenaga air dan tenaga uap, gas, dan gas uap seluruhnya berasal dari
cabang Sektor Glugur dan Sektor Belawan. Sedangkan untuk tenaga diesel tersebar di lima cabang, yaitu 41 unit
di Sektor Glugur dan Sektor Belawan, 50 unit di Binjai, 54 unit di Pematangsiantar, 30 unit di Sibolga, dan 11 unit di
Padangsidimpuan.
Tabel 2.31 memberi gambaran jenis aktifitas yang merupakan pengguna terbesar dari pelayanan listrik,
yaitu kegiatan industri diikuti oleh rumah tangga. Sementara itu signifikansi peran Kota Medan sebagai pusat
utama dari wilayah pantai Timur Sumatera Utara didukung pula oleh tingkat penggunaan listrik yang jauh melebihi
bagian wilayah yang lain, yaitu sekitar 64% dari total daya yang digunakan.

Tabel 2.31
Nilai Penjualan Energi Listrik PLN di Propinsi Sumatera Utara
Tahun 1997-2001( Milyar rupiah)
Uraian

Tahun
1997

1998

1999

2000

2001

A. Pelanggan
1. Rumah tangga
2. Komersil
3. Industri
4. Umum

429.89
177.23
80.27
210.09
31.90

499.48
226.31
106.27
341.20
37.56

711.34
239.28
203.78
295.36
53.09

791.50
290.03
152.55
496.59
83.93

1285.30
378.03
198.71
569.68
111.88

B. Cabang
1. Medan
2. Pematangsiantar
3. Binjai
4. Sibolga
5. P.Sidempuan
6. R. Prapat

499.48
320.60
63.52
56.15
26.54
9.69
22.99

711.33
392.36
169.80
72.98
31.88
12.64
31.68

791.50
443.26
185.14
85.05
26.83
14.94
36.29

1023.1
631.21
171.31
118.83
34.40
18.75
48.61

1258.30
801.55
156.50
172.18
41.35
24.57
62.16

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001

2.3

Potensi Pemanfaatan Ruang

Berbagai potensi Propinsi Sumatera Utara yang dapat menggerakkan perkembangan dan pertumbuhan
wilayah meliputi :

1) Potensi sumberdaya alam


Secara tradisional lahan pertanian merupakan sumberdaya alam terbesar di Propinsi Sumatera Utara.
Berbagai produk pertanian telah memberikan sumbangan yang besar terhadap pasokan bagi pasar domestik
Sumatera Utara, seperti produk pertanian tanaman pangan. Hasil analisis Input-Output Sumatera Utara juga
memperlihatkan bahwa produk perkebunan dan kehutanan seperti kayu olahan, kayu lapis, kelapa sawit,
disamping produk perikanan seperti udang dan ikan, telah memberikan kontribusi yang besar terhadap
ekspor. Analisis tersebut juga memperlihatkan bahwa hasil sumberdaya pertambangan memasok separuh

I
31
-

kebutuhan produk antara. Artinya, sumberdaya alam yang dimanfaatkan telah terdistribusi untuk memenuhi
permintaan pasar domestik maupun ekspor. Yang perlu dipertimbangkan adalah permintaan tersebut dapat
meningkatkan nilai tambah secara internal di Sumatera Utara, sehingga dapat memperluas sumber
pendapatan masyarakat.
Perkembangan ekspor-impor menunjukkan nilai yang menurun sejak tahun 1998, namun tetap mencetak
surplus yang signifikan lebih dari 2 milyar Dollar Amerika. Surplus tersebut dibentuk oleh pemanfaatan
sumberdaya alam Sumatera Utara, seperti hasil perkebunan dan kehutanan. Artinya, dalam kondisi krisis,
propinsi Sumatera Utara masih mampu bertahan melalui sumberdaya alamnya. Dalam kondisi tersebut,
dimana impor barang modal masih menghadapi kendala sehingga sektor sekunder dan tersier belum mampu
menggerakkan aktifitas ekonomi, maka perluasan pemanfaatan sumberdaya alam untuk komoditi yang lebih
beragam dapat menjadi potensi untuk membuka kesempatan kerja, seperti perikanan dan pertambangan.
Potensi sumberdaya alam juga meliputi sektor pariwisata yang belum seluruhnya dikembangkan secara
optimal, seperti kawasan Pulau Nias bagian Barat, agrowisata, dan ekowisata.

2) Potensi sektor ekonomi rakyat


Dalam kondisi laju pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara menurun hingga mencapai -11,7%, sektor
pertanian mencatat pertumbuhan dengan laju positif. Sektor pertanian sendiri pada kenyataannya didukung
oleh pertanian rakyat. Namun aktifitas sektor pertanian rakyat belum mampu menggerakkan proses
pertambahan nilai untuk memperluas sumber pendapatan masyarakat secara lokal, sehingga masalah yang
dihadapi adalah kondisi tak berkaitan (mismatch) antara sektor tersebut dengan sektor sekunder yang
cenderung memperoleh bahan bakunya dari luar Sumatera Utara. Kebutuhan yang utama adalah
terbentuknya tata kaitan (linkage) antara sektor pertanian rakyat dengan sektor sekunder (agroindustri) dan
tersier (agrobisnis) yang saling menguntungkan.
Sektor ekonomi rakyat memperlihatkan kondisi bahwa komoditi perkebunan rakyat telah mengambil peran
yang sangat penting, dimana untuk luas dan produksi beberapa komoditi penting bahkan melampaui
perkebunan milik PTP/PNP maupun swasta.

3)

Posisi geografis
Propinsi Sumatera Utara terletak pada posisi geografis yang strategis, baik dalam konstelasi internasional,
nasional, maupun regional. Posisi terhadap Thailand dan Malaysia merupakan potensi pengambilan peran
dalam kerjasama ekonomi regional IMT-GT. Demikian juga posisi terhadap propinsi lainnya di Sumatera
bagian Utara, dimana Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan Riau saling berkaitan
dengan Sumatera Utara baik secara ekonomi maupun fisik, dimana Sumatera Utara berperan sentral.
Dalam kaitan dengan disparitas perkembangan secara internal di Sumatera Utara antara kawasan pantai
Barat dengan pantai Timur, posisi geografis tersebut merupakan potensi bagi pengembangan bagian wilayah
propinsi dengan memanfaatkan keterhubungan propinsi terdekat.

2.4

Peluang dan Tantangan Pengembangan Propinsi

2.4.1

Peluang

Liberalisasi perdagangan dalam kerangka World Trade Organization (WTO) dan ASEAN Free Trade
Arrangement (AFTA) merupakan peluang bagi Sumatera Utara untuk mengembangkan komoditas pertanian dan
industri dengan pasar internasional. Kemudahan transfer barang dan jasa juga memungkinkan propinsi ini untuk
menangkap kesempatan relokasi industri, terutama dari negara tetangga. Lebih jauh, kerangka IMT-GT juga
menumbuhkan peluang untuk menciptakan kegiatan ekonomi yang komplementer dengan bagian wilayah negara
tetangga. Pasar internasional di luar AFTA juga belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Perhubungan laut internasional di Selat Malaka menciptakan peluang bagi Sumatera Utara untuk terlibat
dalam transfer barang yang lebih luas melalui peningkatan fungsi Pelabuhan Belawan.

I
32
-

Dari aspek politik dan perundangan, desentralisasi yang lebih besar melalui UU nomor 22 Tahun 1999
dan UU nomor 25 Tahun 1999 memberikan peluang lebih besar bagi Sumatera Utara untuk mengembangkan
wilayahnya secara optimal sesuai dengan potensinya. Demokratisasi akan menjamin terakomodasikannya aspirasi
masyarakat dalam pembangunan dan berlangsungnya fungsi kontrol pembangunan agar lebih efektif dan efisien.
2.4.2

Tantangan

Keterkaitan dengan pasar internasional maupun liberalisasi perdagangan menimbulkan tantangan dalam
hal pemenuhan standar mutu, buruh, dan lingkungan. Berbagai standar tersebut bukan merupakan kriteria yang
sederhana untuk diimplementasikan di Sumatera Utara. Selain itu, pasar internasional juga sangat kompetitif serta
berfluktuasi. Gejolak pasar dapat mengganggu kontinuitas produksi yang berimplikasi pada ekonomi wilayah.
Kemungkinan membanjirnya produk luar negeri ke Propinsi Sumatera Utara setelah diberlakukannya
liberalisasi perdagangan akan menumbuhkan persaingan yang ketat bagi pelaku ekonomi dalam negeri.
Tertekannya produksi setempat akan berimplikasi negatif bagi perekonomian wilayah Sumatera Utara.
Kemungkinan dibangunnya terusan di Tanah Genting Kra akan mengurangi lalu lintas internasional yang
melalui Selat Malaka, sehingga berpotensi menurunkan fungsi, kegiatan, dan prospek Pelabuhan Belawan
sebagai pintu akses internasional.
Secara politik dan perundangan, desentralisasi potensial menimbulkan kompetisi inter maupun intra
wilayah. Kompetisi terutama akan terjadi dengan wilayah lain yang memiliki basis ekonomi sejenis. Kemungkinan
munculnya kompetisi dan egoisme regional di dalam Propinsi Sumatera Utara sendiri juga potensial untuk
menimbulkan ketidakefisienan dan ketidakadilan.
Dari sisi sumberdaya alam, penjarahan hutan potensial menimbulkan gangguan lingkungan dan
kepastian hukum, sehingga dalam jangka panjang akan berpengaruh terhadap kinerja ekonomi Propinsi Sumatera
Utara.

I
33
-

Bab

3
KONSEP PENGEMBANGAN
TATA RUANG WILAYAH
PROPINSI SUMATERA UTARA

3.1

Visi dan Misi

3.1.1

Visi
Visi pembangunan Propinsi Sumatera Utara dalam jangka panjang adalah :
Terwujudnya masyarakat Sumatera Utara yang Beriman, Maju, Mandiri, Sejahtera dan Menjunjung Tinggi
Supremasi Hukum berdasarkan Pancasila dalam Kebhinekaan

3.1.2

Misi

Untuk mewujudkan visi pembangunan Propinsi Sumatera Utara, maka RTRWP Sumatera Utara tahun
2003-2018 berorientasi untuk melaksanakan misi sebagai berikut :
Misi 1

Misi 2
Misi 3

:
:

Misi 4

Misi 5

3.2

meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada tuhan yang Maha Esa sebagai sumber moral dan
akhlak mulia.
meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah yang menuju ke pemerintahan yang baik
membangun dan mengembangkan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada pertanian,
agroindustri, pariwisata dan sektor-sektor unggulan serta mengembangkan sumber daya alam
yang berwawasan lingkungan.
mengembangkan kualitas masyarakat dan sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa, cerdas,
trampil, kreatif, inivatif serta memiliki etos kerja yang tinggi.
meningkatkan kesetaraan, kebersamaan dan rasa persatuan dalam masyarakat.

Tujuan Pengembangan Propinsi Sumatera Utara


Dengan mempertimbangkan permasalahan dan potensi dalam penataan ruang Propinsi

Sumatera Utara, maka tujuan RTRWP adalah :


(a)
(b)

Mewujudkan kehidupan masyarakat yang sejahtera, berbudaya dan berkeadilan.


Mempersiapkan dukungan ruang bagi pertambahan penduduk selama 15 tahun ke depan melalui alokasi
ruang dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, struktur kependudukan yang
terbentuk, serta kecenderungan distribusi penduduk dalam sektor ekonomi.

I
34
-

Pertambahan penduduk akan meningkatkan tekanan penduduk di Propinsi Sumatera Utara terutama
terhadap sumberdaya alam, sumberdaya binaan, dan kawasan lindung.
(c)

Mewujudkan pemanfaatan ruang wilayah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup. Dalam
memanfaatkan SDA, ruang sebagai wadah beraktivitas dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan tetap
menjaga keberdayaan fisik ruang sehingga memiliki nilai kelestarian dan keberlanjutan tanpa mengabaikan
aspek lingkungan.

(d)

Menanggulangi masalah kemiskinan melalui perkuatan dan pemberdayaan masyarakat dalam mengelola
sumberdaya alam setempat dan penciptaan tata kaitan yang terpadu dalam proses penambahan nilai serta
perluasan efek ganda (multiplier effect) pemanfaatan sumberdaya alam.
Semakin besarnya penduduk yang tergolong miskin membutuhkan ruang, sumberdaya, dan modal untuk
mengentaskan tingkat kesejahteraannya untuk lebih baik, menjadikan penduduk lokal mampu berada pada
kondisi critical mass untuk menggerakkan aktifitas.

(e)

Mengurangi disparitas perkembangan antar bagian wilayah Sumatera Utara melalui perkuatan setiap
bagian wilayah sesuai potensi dan kendala perkembangan yang dihadapi masing-masing terutama antara
wilayah pantai Timur dengan wilayah pantai Barat serta dataran tinggi di wilayah tengah Sumatera Utara.
Upaya ini tidak dimaksudkan untuk pencapaian tingkat kemajuan yang sama diantara seluruh bagian wilayah
Propinsi Sumatera Utara, melainkan ditujukan untuk memperkuat seluruh bagian wilayah secara proporsional
terhadap sumberdaya yang dimilikinya. Terkait dengan tujuan ini adalah identifikasi potensi sumberdaya
lokal yang dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan proses penambahan nilai yang dapat
diupayakan dalam skala ruang yang terjangkau. Dalam hal ini peran prasarana dan sarana produksi dan
distribusi menjadi signifikan, dimana upaya pengadaannya diantaranya menjadi tanggungjawab Pemerintah
Daerah Propinsi Sumatera Utara.
Pengurangan disparitas pengembangan tidak dimaksudkan sebagai penetapan policy of no policy terhadap
sektor modern yang telah berkembang terutama di kawasan perkotaan Mebidang seperti sektor industri dan
jasa, namun prioritas perlu ditajamkan pada sumberdaya lokal yang berperan sebagai komplementaritas
terhadap sektor modern tersebut.

(f)

Mendorong kemampuan bagian wilayah propinsi untuk memenuhi kebutuhan perkembangan dengan
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya binaan, dan sumberdaya manusianya secara
berkelanjutan. Keragaman potensi lokal perlu ditumbuhkan sebagai modal pembangunan yang bersifat lebih
mandiri tanpa harus menunggu tarikan dari sektor atau wilayah yang lebih maju.

(g)

Mendorong pertumbuhan sektor primer dalam memperkuat basis perekonomian rakyat. Sektor pertanian
di Propinsi Sumatera Utara memperoleh dukungan yang besar dari pertanian rakyat, namun nilai tambah
yang terbentuk tidak selalu mengalir kembali kepada rakyat setempat.
Tujuan ini terkait dengan perkuatan sektor-sektor primer sebagai basis sektor riil yang hingga saat ini dapat
diupayakan lebih optimal melalui peningkatan daya dukung lingkungan serta inovasi teknologi. Berbasis
sektor primer, maka dorongan tumbuhnya sektor primer dan tersier sebagai rangkaian proses penambahan
nilai merupakan inisiatif untuk menciptakan tata kaitan ke depan (forward linkage) yang kuat dan tangguh
menghadapi gejolak ekonomi dan moneter. Magnitude perkembangan sektor sekunder dan tersier
ditumbuhkan sesuai dengan skala kebutuhan perkembangan sektor primer.

(h)

Mempertahankan dan meningkatkan kelestarian lingkungan melalui kawasan dan fungsi lindung bagi
Propinsi Sumatera Utara.
Kebijaksanaan pembangunan yang berkelanjutan di Propinsi Sumatera Utara menjadi salah satu perhatian
yang utama sesuai dengan kondisi fisik wilayah serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pelestarian
lingkungan. Beberapa persoalan lingkungan yang dihadapi Propinsi Sumatera Utara menjadi entry untuk
mengimplementasikan rencana pengelolaan kawasan lindung secara konsisten dan lebih realistis. Oleh
karena fungsi lindung merupakan determinan dalam pemanfaatan ruang wilayah, maka pengembangan dan
pengelolaan kawasan budidaya akan dilakukan setelah kesepakatan para pihak mengenai delineasi kawasan
berfungsi lindung tercapai.

I
35
-

3.3

Kebijakan Pengembangan Tata Ruang

3.3.1

Kebijakan Pengembangan Tata Ruang Wilayah Nasional

Beberapa kebijakan pengembangan tata ruang yang ditetapkan pada tingkat nasional dalam RTRW
Nasional dipertimbangkan dalam RTRWP Sumatera Utara mencakup :
a)

Menetapkan Medan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), yaitu sebagai pusat yang
mendorong kawasan sekitarnya untuk mengembangkan sektor unggulan industri, perkebunan, pertanian
tanaman pangan, pariwisata, dan perikanan; sebagai pintu gerbang nasional dan internasional; sebagai
simpul transportasi nasional melalui Pelabuhan Belawan dan Bandara Polonia, sebagai simpul distribusi dan
kolektor untuk barang dan jasa; dan pusat jasa pemerintahan.

b)

Menetapkan Pematangsiantar, Rantau Prapat, Kisaran, dan Sibolga sebagai Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) untuk mendorong kawasan andalan di sekitarnya.

c)

Menetapkan kawasan andalan di sekitar PKW untuk pengembangan sektor unggulan pertanian,
perkebunan, pariwisata, dan industri di Kawasan Pematangsiantar, Kawasan Rantau Prapat, Kawasan
Tapanuli, Kawasan Danau Toba, dan Kawasan Nias.

d)

Menetapkan kawasan perkotaan Medan - Binjai - Deli Serdang (Mebidang) sebagai kawasan
tertentu yang mempunyai nilai strategis untuk diprioritaskan pengembangannya dalam konstelasi IMT-GT.

e)

Menetapkan Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan utama, pelabuhan Sibolga dan Kuala
Tanjung sebagai pelabuhan pengumpan regional, dan pelabuhan Gunung Sitoli dan Teluk Nibung sebagai
pelabuhan pengumpan lokal.

f)

Bandar Udara Polonia ditetapkan sebagai pusat penyebaran primer.

3.3.2

Kebijakan Pengembangan Tata Ruang Propinsi Sumatera Utara

Dengan mempertimbangkan visi, misi, dan tujuan pengembangan tata ruang Propinsi Sumatera utara,
serta ketetapan dalam RTRW Nasional, maka kebijakan pengembangan tata ruang Propinsi Sumatera Utara
ditetapkan sebagai berikut :
a) Memperkuat basis perekonomian rakyat
Pengalokasian ruang diarahkan untuk pengembangan aktifitas yang bertumpu pada kemampuan lokal, baik
potensi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia.
b) Menghormati hak keperdataan masyarakat.
Hak keperdataan masyarakat dimaksud adalah hak-hak sebagimana diatur dalam UU Pokok Agraria (UU No.
5 Tahun 1960); Hak Milik Adat, Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat atau Hak Ulayat sebagaimana diatur dalam
pasal 3 UU No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 5 Tahun 1999, maupun
Hak-Hak Keperdataan lainnya sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang sudah
ada sebelum RTRW Propinsi Sumatera Utara ini ditetapkan, baik yang tergambar dalam Peta RTRW Propinsi
Sumatera Utara maupun tidak tergambar. Menghormati hak-hak keperdataan artinya apabila pengukuhan
kawasan RTRW Propinsi Sumatera Utara dilaksanakan sehingga terjadi pengambil-alihan hak-hak atas tanah
masyarakat, maka masyarakat harus mendapat ganti rugi yang layak sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
c)

Memprioritaskan pengembangan satuan ruang pada wilayah yang tingkat perkembangannya relatif rendah.
Perkembangan diarahkan untuk mendistribusikan prasarana dan sarana ekonomi dan sosial untuk
membentuk tata niaga yang lebih terjangkau bagi setiap satuan ruang pengembangan.

I
36
-

d)

Mempertahankan kegiatan budidaya yang telah ada hak di atasnya.


Mempertahankan kegiatan budidaya artinya semua kegiatan budidaya yang ada sebelum RTRW Propinsi
Sumatera Utara ini ditetapkan, harus dipertahankan sepanjang kegiatan budidaya tersebut mendukung fungsi
tersebut.

e)

Mengoptimalkan penataan dan pengendalian kawasan lindung sesuai dengan fungsinya.


Kebijakan ini memberikan perhatian pada kawasan lindung dalam menjalankan fungsi melindungi daerah
bawahannya; melindungi keanekaragaman hayati, ekosistem, dan keunikan alam; melindungi kawasan
pesisir dan pantai; serta melindungi masyarakat dan kegiatannya dari kemungkinan bencana alam.

f)

Mengembangkan Medan dan Sibolga sebagai pusat pelayanan primer untuk mengakomodasikan fungsi
perkembangan Sumatera Utara dalam skala kepentingan internasional, nasional, dan regional.

g)

Mengembangkan pusat-pusat pelayanan sekunder sebagai penggerak perkembangan wilayah.

h)

Mengembangkan pusat-pusat pelayanan lokal yang sebagian telah ditetapkan dalam RTRW Nasional untuk
mendorong tumbuhnya sektor sekunder dan tersier bagi pengolahan komoditi dan sumberdaya lokal untuk
menciptakan nilai tambah.

i)

Kawasan perkotaan Mebidang ditetapkan sebagai kawasan tertentu pada lingkup nasional dan menetapkan
kawasan tertentu lainnya dalam lingkup Sumatera Utara.

j)

Mengembangkan kawasan andalan


RTRWP Sumatera Utara 2003-2018 merencanakan Kawasan Andalan baik kawasan darat maupun kawasan
laut yang terkait. Beberapa kawasan andalan darat yaitu Kawasan Medan dan sekitarnya, Kawasan Rantau
Prapat-Kisaran dan sekitarnya, Kawasan Tapanuli dan sekitarnya, Kawasan Danau Toba dan sekitarnya, dan
Kawasan Nias dan sekitarnya, dan kawasan Pematangsiantar dan sekitarnya. Sedangkan Kawasan Laut
yang terkait yaitu Kawasan Laut Lhokseumawe, Medan dan sekitarnya, Kawasan Laut Selat Malaka dan
sekitarnya, dan Kawasan Laut Nias dan sekitarnya.

k)

Bandar Udara Polonia pada tahun rencana dipersiapkan untuk dipindahkan ke Kuala Namu Kabupaten Deli
Serdang dengan fungsi sebagai pusat penyebaran primer.

l)

Mengakomodasikan berbagai ketidaksesuaian kepentingan dalam pemanfaatan ruang di Propinsi Sumatera


Utara, seperti belum tercapainya kinerja implementasi paduserasi atau terjadinya konflik pemanfaatan lahan
pada beberapa lokasi, RTRWP Sumatera Utara menetapkan kawasan yang pemanfaatan ruangnya
bermasalah.
Untuk memberikan kepastian pemanfaatan ruang yang bermasalah atau terhadap kawasan hutan yang
fungsi dan peruntukannya tidak sesuai dengan yang direncanakan dalam tata ruang, maka perlu dilakukan
proses identifikasi dan penetapan kawasannya untuk mengakomodasikan berbagai ketidaksesuaian
kepentingan dalam pemanfaatan ruang. Setelah dilakukan penetapan fungsi dan peruntukannya dalam masa
rencana RTRWP ini, maka penetapannya dapat diakomodasikan dalam Peninjauan Kembali Tata Ruang
propinsi ini.

3.4

Konsep Pengembangan

3.4.1

Konsep Pengembangan Tata Ruang

Konsep pengembangan tata ruang Propinsi Sumatera Utara 2003-2018 dibangun berdasarkan evaluasi
kinerja RTRWP Sumatera Utara 1993 serta perkembangan dan perubahan yang berlangsung dewasa ini. Dalam
jangka panjang, pendekatan yang dipilih dalam pengembangan dan pemanfaatan ruang Propinsi Sumatera Utara

I
37
-

adalah pendekatan keseimbangan pertumbuhan proporsional (balance growth) dalam posisi yang berbeda dengan
pendekatan efek penetesan ke bawah (trickling down effect). Pendekatan ini tidak mengabaikan perkembangan
dan pertumbuhan yang telah terjadi pada beberapa pusat, oleh karena setiap bagian wilayah Propinsi pada
hakekatnya didorong untuk tumbuh dengan memberdayakan potensi masing-masing. Pendekatan efek penetesan
oleh pusat-pusat utama selama ini tidak berfungsi sebagaimana yang diharapkan, dimana perkembangan yang
pesat di pusat-pusat pertumbuhan utama terutama kota Medan yang cenderung dibangun oleh pertumbuhan
sektor sekunder dan tersier nyatanya tidak selalu memiliki tata kaitan dengan sektor primer yang dimiliki wilayah
Propinsi Sumatera Utara. Dalam jangka menengah, konsep ini belum didukung oleh tata kaitan ke depan (forward
linkage) dan ke belakang (backward linkage) yang kuat antara sektor primer, sekunder, dan tersier, dimana
masing-masing sektor memiliki orientasi yang berbeda. Melalui pendekatan keseimbangan pertumbuhan yang
proporsional, yang dituju adalah terciptanya proses tata kaitan hulu-hilir yang kuat dalam setiap satuan ruang
pengembangan, sehingga mampu mendorong tumbuhnya keterkaitan antara sektor primer di hulu dengan sektor
sekunder dan tersier di hilir sebagai proses pertambahan nilai yang berlangsung secara setempat.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa sektor primer kurang memiliki akses terhadap proses
pertambahan nilai melalui sektor-sektor sekunder yang ada, sedangkan sektor sekunder yang ada memperoleh
dukungan bahan baku dari luar Sumatera Utara. Apabila dalam jangka panjang terjadi pertumbuhan yang
signifikan pada sektor sekunder dan tersier di pusat-pusat pertumbuhan yang ada yang ternyata tidak berbasis
pada sumberdaya setempat, maka sektor-sektor tersebut pada hakekatnya merupakan sektor yang berperan
untuk memperkuat kontribusi Sumatera Utara dalam lingkup internasional dan nasional serta meningkatkan
surplus pendapatan untuk tabungan pembangunan, sebagai komplementaritas bagi sektor-sektor yang bertumpu
pada sumberdaya setempat. Sektor ini tetap perlu diupayakan menjadi lebih kuat dan tidak rentan oleh perubahan
eksternal. Sedangkan orientasi yang diprioritaskan untuk 15 tahun yang akan datang adalah pengembangan
ruang yang terdesentralisasi pada sumberdaya alam setempat (decentralized territorial approach). Melalui konsep
pengembangan tata ruang tersebut diharapkan terselenggara kegiatan pembangunan yang berkelanjutan di
Propinsi Sumatera Utara.
Penetapan konsep pengembangan tata ruang dilandasi pertimbangan berikut :
(a) Kondisi geografis Sumatera Utara relatif luas dan memiliki topografi dan morfologi yang tidak homogen,
sehingga faktor jarak dan aksesibilitas tidak selalu dapat mendorong terbentuknya satuan ruang yang efisien
dalam tata kaitan masukan (input) dan keluaran (output) sektor produksi.
(b) Kondisi ekologis wilayah Sumatera Utara mensyaratkan upaya konservasi yang ketat untuk dapat mendukung
usaha-usaha produksi yang berkelanjutan di daerah-daerah bawahannya. Daur ekologis yang perlu
dilestarikan dalam setiap satuan ekosistem tidak memungkinkan untuk mengembangkan dan memperluas
usaha budidaya secara terus menerus. Oleh karenanya pengembangan budidaya untuk membangun tatakaitan antar-sektor maupun antar-wilayah perlu mempertimbangkan fungsi ekologis dari lingkungan
setempat.
(c) Perkembangan perekonomian nasional dalam dekade terakhir sebelum terjadinya krisis ekonomi telah
mendorong perkembangan wilayah nasional mengikuti kecenderungan pola pembentukan nilai tambah pada
sektor produksi tanpa mempertimbangkan proses pengendalian pembangunan wilayah, daya dukung
lingkungan, dan potensi setempat secara riil.
Dengan demikian, konsep keseimbangan pertumbuhan yang proporsional akan mendorong :
(a) Desentralisasi perkembangan pada setiap bagian wilayah Sumatera Utara dengan mempertimbangkan
kondisi setempat, yakni memperkuat dan memberdayakan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
binaan, dan sumberdaya manusia setempat, serta kendala setiap bagian wilayah.
(b) Menciptakan hirarki fungsional yang secara vertikal relatif lebih singkat sekaligus memperluas keterkaitan
horizontal di dalam maupun antar satuan ruang pengembangan.

I
38
-

(c) Membuka peluang yang luas terhadap kegiatan produksi hulu yang terutama diselenggarakan oleh
masyarakat setempat sesuai dengan potensi lokal yang ada dalam skala yang terjangkau.

I
39
-

3.4.2

Asas Perencanaan Tata Ruang


RTRWP Sumatera Utara 2003-2018 berasaskan :

a)

Demokratisasi Ruang
Penataan ruang diarahkan untuk menciptakan kemudahan yang proporsional untuk memanfaatkan fasilitas
dan pelayanan sosial ekonomi serta pembangunan akses terhadap sumberdaya alam bagi seluruh lapisan
masyarakat dan sektor pembangunan.

b)

Kesesuaian Pemanfaatan Ruang


Dalam proses penataan ruang perlu diperhatikan aspek kesesuaian antara tuntutan kegiatan usaha dengan
kemampuan dan daya dukung wilayah. Dengan mengacu pada asas kesesuaian, maka diharapkan dapat
dicapai optimasi pemanfaatan ruang dan dapat dihindari konflik antar sektor dalam pemanfaatan ruang.
Kesesuaian tersebut meliputi kesesuaian ekologis dan kesesuaian sosio-ekonomis.

c)

Kesesuaian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup


Pemanfaatan ruang diartikan sebagai tindakan pemberian fungsi budidaya tertentu pada suatu wilayah
dengan mempertimbangkan fungsi lindung wilayah yang bersangkutan. Dalam hal ini fungsi lindung
ditetapkan dengan tujuan menjaga kelestarian wilayah, yang juga berarti menjamin keberlanjutan kegiatan
pembangunan.

d)

Sinergi Wilayah
Wilayah perencanaan di samping merupakan sistem permukiman dari satuan-satuan yang secara fungsional
berbeda, juga dipandang sebagai suatu sistem jaringan interaksi sosial, ekonomi, dan fisik. Proses interaksi
ini dibentuk oleh hubungan keterkaitan di antara satuan-satuan permukiman yang mempunyai peranan
penting dalam pembangunan regional.

3.4.3

Skenario Pengembangan

Untuk menuju visi, misi, dan tujuan pengembangan ruang Propinsi Sumatera Utara, maka skenario
pengembangan ke depan dibangun atas indikasi pertumbuhan ekonomi, termasuk pertumbuhan yang mampu
dicapai pada masa lalu. Skenario pertumbuhan perekonomian ditujukan untuk memperkirakan kebutuhan
sumberdaya, investasi, tenaga kerja, kontribusi pelaku ekonomi, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat
yang diperlukan untuk mencapai target pembangunan serta implikasinya terhadap pembentukan pola ruang
Sumatera Utara. Ketidakpastian di masa mendatang yang bersifat eksternal diantisipasi melalui skenario yang
mempertimbangkan prinsip optimasi potensi wilayah, efisiensi, unsur pemerataan, serta pendekatan ekonomi
kerakyatan.
Skenario perkembangan perekonomian Sumatera Utara ditetapkan melalui simulasi untuk mendekati
permasalahan ekonomi di masa yang akan datang dengan tetap berprinsip sebagai upaya perencanaan publik,
yakni mengoptimalkan potensi wilayah, efisiensi, dan dalam kondisi tertentu mempertimbangkan unsur
pemerataan.
Pertumbuhan perekonomian Propinsi Sumatera Utara diperkirakan menurut skenario pertumbuhan
ekonomi moderat. Krisis perekonomian yang terjadi sejak 1997 mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan
perekonomian yang tajam, sehingga membutuhkan upaya khusus untuk dapat menggerakkan kembali aktifitas
perekonomian wilayah. Pemulihan perekonomian pada wilayah dengan dominasi kegiatan pertanian diprakirakan
akan berlangsung lebih cepat dibandingkan wilayah yang berbasis sektor sekunder dan tersier. Membaiknya
situasi politik dalam negeri juga akan mendorong aktifitas pelaku ekonomi, sehingga akan berpengaruh terhadap
pulihnya kondisi perekonomian yang pada gilirannya akan berpengaruh langsung terhadap kondisi sosial ekonomi
masyarakat.

I
40
-

A.

Pertumbuhan Ekonomi

Berdasarkan skenario pertumbuhan moderat, laju pertumbuhan perekonomian pada 15 tahun yang akan
datang diperkirakan sebesar 5 % pada awal tahun rencana dan meningkat menjadi 8,5 % pada akhir tahun
rencana. Kondisi perekonomian pada tahun 2003 yang mulai membaik dengan rendahnya laju inflasi, turunnya
suku bunga, dan perhatian pemerintah terhadap pengembangan sektor riil, diharapkan akan dapat menahan laju
pertumbuhan negatif pada perekonomian. Pada tahap awal, tahun 2003-2005 laju pertumbuhan diperkirakan
mencapai 5 6 % dengan pertimbangan pulihnya kondisi sektor pertanian yang dapat berlangsung lebih singkat
dibandingkan dengan sektor lainnya. Laju pertumbuhan 5 % merupakan representasi pertumbuhan sektor
pertanian pada tahun 2003, yakni awal terjadinya krisis perekonomian. Untuk mencapai laju tersebut, peran sektor
primer menjadi penting, terutama sektor pertanian.
Dengan mengutamakan pengembangan pertanian pada tahap awal, pertumbuhan ekonomi dapat
berlangsung walaupun berjalan relatif lamban. Kondisi krisis ekonomi menghendaki dilakukannya prioritas pada
masalah pangan, termasuk pemerataan dalam distribusi aktifitas penghasil pendapatan. Pemulihan perekonomian
melalui sektor primer tersebut didasarkan kenyataan bahwa pertanian merupakan sektor paling siap untuk
bertahan dan tumbuh, bahkan dapat mengambil peluang untuk memanfaatkan kenaikan nilai tukar rupiah. Target
pertumbuhan di atas mempertimbangkan pula tumbuhnya minat bisnis di bidang pertanian, tumbuhnya kegiatan
pertanian masyarakat mandiri yang berorientasi ekspor, kebijaksanaan Pemerintah yang lebih mendukung bagi
pengembangan sektor pertanian, tidak terjadi kemarau yang panjang, dan tidak terjadi serangan hama yang
mengganggu dalam dua tahun awal perencanaan.
Sektor industri yang pada waktu lampau dipacu pertumbuhannya, pada awal pemulihan perekonomian
tidak berperan sebagai tumpuan utama. Perencanaan lebih mengutamakan pertumbuhan industri pengolahan
hasil pertanian yang diarahkan untuk berlokasi di sekitar bahan baku untuk mengurangi biaya produksi. Pada
tahap ini pengurangan faktor jarak mulai diupayakan melalui pembangunan feeder-road.
Sektor utama pendukung pertumbuhan perekonomian pada tahap awal berorientasi pada sektor basis
seperti pertanian, pertambangan, dan sumberdaya pesisir dan kelautan, dengan memperhatikan kegiatan usaha
yang diselenggarakan oleh rakyat, seperti perkebunan rakyat. Pengembangan pertanian dengan konsep back to
basic dalam rangka mempertahankan pertanian tanaman pangan diupayakan untuk memenuhi swasembada dan
ketahanan pangan.
Pada tahap kedua, tahun 2006-2010 pertumbuhan perekonomian mulai diupayakan melalui sektor
industri, terutama industri pengolahan. Pada tahap ini, pertumbuhan perekonomian direncanakan mencapai laju
sekitar 7 % per tahun. Dalam periode ini, sektor sekunder diharapkan mulai berperan dalam menggerakkan laju
pertumbuhan, terutama yang berbasis sektor primer dan terkait dalam proses penambahan nilai sumberdaya alam
yang dimiliki oleh setiap bagian wilayah Propinsi Sumatera Utara. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa
pada era industrialisasi, perekonomian nasional mampu tumbuh dengan laju sekitar 7 % pertahun. Sektor
perdagangan dipacu perkembangannya melalui pembangunan prasarana perhubungan dan pemasaran untuk
mendukung kegiatan sektor pertanian. Berdasarkan hasil analisis I-O Sumatera Utara pada tahun 1995 terdapat 6
(enam) sektor kunci yang memiliki nilai tambah yang tinggi serta nilai output yang juga tinggi, yaitu perdagangan,
pertanian kelapa sawit, angkutan jalan raya, industri mesin dan perlengkapannya, industri minyak makan, serta
pemerintahan dan pertahanan.
Pada tahap selanjutnya yaitu periode 2011-2018, dengan mengandalkan perkembangan pada kemajuan
sektor pertanian sebagai sektor basis dan industri yang dianggap memiliki multiplier effect yang lebih besar. Pada
empat tahun pertama tahap ini, perekonomian tumbuh dengan laju 7 % per tahun, pada empat tahun selanjutnya
tumbuh dengan laju 7,5 % per tahun, dan pada akhir tahun perencanaan tumbuh dengan laju 8,5 % per tahun.
Laju pertumbuhan ini ditetapkan berdasarkan tingkat pertumbuhan yang dapat dicapai Propinsi Sumatera Utara
pada kurun waktu sebelum terjadinya krisis perekonomian, yaitu dalam perioda 1983 - 1996. Perkembangan laju
pertumbuhan perekonomian pada masa mendatang diskenariokan sebagaimana tertera pada gambar 3.1.

I
41
-

Laju pertumbuhan di atas dipertimbangkan terhadap kemampuan tumbuh sektor-sektor pembentuk PDRB
Propinsi Sumatera Utara sebagaimana tertera pada tabel 3.1. Perkembangan perekonomian Propinsi Sumatera
Utara dibangun oleh pergeseran peran secara bertahap dari sektor primer menuju sektor sekunder dan tersier
yakni sejak perioda 2003-2005, 2006-2010, dan 2011-2015. Pada akhir tahun rencana tahun 2018, nilai PDRB
direncanakan sebesar Rp 75.158.585,29 milyar atau tiga kali lipat lebih tinggi dari posisi tahun 2001 yang
dibentuk oleh kontribusi sektor pertanian dan industri yang lebih berimbang

Gambar 3.1

Laju Pertum buhan (%)

Skenario Laju Pertumbuhan PDRB Propinsi Sumatera Utara 2003-2018

15
10
5
0
1995 1996 1997 1998 2000 2003 2005 2010 2018

-5
-10
-15

Laju Pertumbuhan

Tahun

Sumber : Hasil Analisis

Tabel 3.1
Perkiraan Perolehan PDRB Atas Dasar Harga Konstan
Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003- 2018 (Milyar Rupiah)
Lapangan Usaha

Pertanian
Pertambangan dan
Penggalian
Industri
Listrik, Gas, & Air
Minum
Bangunan
Perdagangan,
Hotel, & Restoran
Pengangkutan &
Komunikasi

2001
7.749.604,24
309.769,6
5.391.972,63
411.761,4
1.067.020,26

2003

9.934.992,64
3.274.264,67
6.171.651,87
485.260,81
1.011.641,91

4.257.106,33

4.760.296,30

2.155.883,37

2.415.236,14

2006

2011

11.338.807,
10
4.390.134,
07

14.757.457,
43
6.675.198,
86

7.441.777,
83
585.273,
06

10.318.024,
96
820.845,
47

1.328.791,
65
5.721.400,
12
2.980.401,
40

2.008.468,
57
7.949.885,
47
4.154.679,
55

2018

21.885.309,38
11.857.155,73
16.637.815,24
1.360.387,20
3.505.781,90
12.680.067,32
6.876.825,58

I
42
-

1.687.488,09

Keuangan

1.880.442,00

Jasa
Jumlah

24.911.047,92

1.625.219,78

2.042.088,
65

3.000.849,
28

5.153.958,63

1.752.948,03

2.122.644,
77

2.973.825,
33

4.260.302,16

28.647.705,11 34.242.601,92

47.100.698,93

75.158.585,29

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001


Hasil Analisis

Tabel 3.2
Perkiraan Kontribusi dan Laju Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha
Propinsi Sumatera Utara Tahun 2003-2018 (%)
Lapangan
Usaha
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri
Listrik, Gas, & Air Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel, & Restoran
Pengangkutan & Komunikasi
Keuangan
Jasa
Jumlah

2001

Kontribusi (%)
2003 2006 2011

31,11
1,24
21,64
1,65
2,48
17,09
8,65
6,77

32,65
1,40
25,00
1,15
2,50
18,30
8,00
5,00

30,00
1,75
25,43
1,17
3,00
18,50
8,50
5,50

28,00
2,00
25,70
1,20
3,40
18,75
8,65
6,00

7,55

6,00

6,15

6,30

2018
26,00
2,25
26,00
1,25
3,75
18,75
9,00
6,50

Laju Pertumbuhan (%)


2001 2003 2006 2011 2018
3,6
6,47
4,48
4,48
8,74
4,01
6,71
1,92

9,40
3,19
4,82
5,95
-1,73
3,94
4,01
-1,23

4,71
11,36
6,86
6,87
10,45
6,73
7,80
8,55

6,03 6,90
10,41 11,09
7,73 8,75
8,05 9,39
10,23 10,65
7,79 8,50
7,88 9,36
9,39 10,25

6,50 2,26 -2,26 7,03 8,02

9,18

100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 3,72 5,00 6,50 7,50

8,50

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2001


Hasil Analisis

B.

Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat

Pertumbuhan ekonomi akan memacu peningkatan kesempatan kerja dan tingkat kesejahteraan
masyarakat Sumatera Utara. Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja dan
kesejahteraan di masa datang akan berlangsung secara bertahap.
Pada tahap awal pengembangan, kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang dituju adalah pengurangan
angka pengangguran, mengurangi tingkat kemiskinan, dan meningkatkan pendapatan masyarakat. Tingkat
pengangguran yang tercatat pada saat berlangsung krisis ekonomi pada tahun 1998 sebesar 8,77 % dan 17 % di
tahun 2001 mengindikasikan persoalan kesempatan kerja yang serius. Pada tahap awal pengembangan
perekonomian Propinsi Sumatera Utara, sektor primer akan berperan sebagai sektor andalan terutama untuk
mengatasi tingkat pengangguran yang tinggi.
Keterbatasan lahan yang dapat dibudidayakan untuk pertanian akan menjadi kendala dalam penyerapan
tenaga kerja, oleh karenanya pengembangan sektor lainnya seperti perikanan, peternakan, dan pertambangan
diharapkan dapat membantu mengurangi angka pengangguran sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat,
yang pada gilirannya akan mengurangi kemiskinan di Propinsi Sumatera Utara.

I
43
-

Pada tahap kedua 2003-2018, saat sektor sekunder dan tersier mulai tumbuh, kesempatan kerja yang
tersedia menjadi semakin luas. Hal ini perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Untuk
dapat menyerap tenaga kerja lokal, maka perlu disiapkan sumberdaya manusia yang memiliki kualitas daya saing
yang lebih tinggi, antara lain melalui penyediaan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan kebutuhan kegiatan
setempat. Melalui skenario perkembangan tersebut, pada akhir tahun rencana diharapkan angka pengangguran
menurun hingga 3 %.
Berdasarkan prakiraan laju pertumbuhan di masa datang dengan skenario yang dipilih, maka
perkembangan PDRB dan PDRB per kapita Propinsi Sumatera Utara diharapkan meningkat hingga sekitar 3 (tiga)
kali lebih tinggi dari kondisi saat ini seperti terlihat pada tabel 3.3. Peningkatan PDRB per kapita menjadi Rp
5.340.252 hampir sama atau sedikit melampaui PDRB per kapita Kota Medan pada tahun 1998. Melalui
peningkatan perekonomian tersebut, penduduk Sumatera Utara memperoleh peningkatan pendapatan yang cukup
memadai.
Tabel 3.3
PDRB per Kapita Propinsi Sumatera Utara
Tahun 2003-2018
Tahun

2001

2003

24.911.047,92

28.647.705,11

34.242.601,
92

47.100.698,
93

75.158.585,2
9

11.722.648

1.964.910

12.460.518

13.109.002

14.073.976

2.048.435

2.394.310

2.748.088

3.593.004

5.340.252

Jumlah PDRB
(Milyar Rp.)

2006

2011

2018

Jumlah Penduduk
(Jiwa)
PDRB per Kapita (Rp.)

Sumber : Sumatera Utara dalam Angka Tahun 2001


Hasil Analisis

.
3.4.4

Tahapan Pengembangan

Dalam konteks pemulihan pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara, maka skenario pentahapan
pembangunan diidentifikasi sebagai berikut :

(1) Tahap Penanggulangan Krisis dan Pemulihan Ekonomi

Merupakan tahap pengamanan untuk jangka waktu yang relatif pendek, dalam hal ini diperkirakan
selama 2 - 4 tahun pertama sejak terjadinya krisis. Laju pertumbuhan ekonomi ditingkatkan dari laju
nihil 0 % atau kondisi pertumbuhan negatif hingga mencapai 5 % pada tahun 2003.

Dalam tahap ini diutamakan penanganan masalah pengangguran melalui kegiatan ekonomi yang
bersifat padat karya.

Mempertahankan dan memperkuat sektor-sektor yang mampu bertahan dalam masa krisis, seperti
sektor pertanian yang mampu bertahan dengan pertumbuhan positif, yaitu sebesar 1,26% dengan
kontribusi semakin meningkat terhadap pembentukan PDRB Sumatera Utara, yaitu sekitar 30% pada
tahun 1998 dan untuk tahun 2001 sebesar 3,6% pertumbuhan dan 30,05 % untuk kontribusi PDRB.

Sektor pertanian merupakan sektor primer yang dapat dimanfaatkan dalam jangka pendek untuk
menyerap tenaga kerja. Dengan ditunjang kondisi pertumbuhan sektor pertanian yang relatif stabil
sebelum masa krisis dan pertumbuhan yang dapat bertahan positif selama berlangsungnya krisis

I
44
-

ekonomi, maka penguatan sektor pertanian untuk dapat kembali meningkatkan perekonomian perlu
dilakukan melalui :

mempertahankan dan mengembangkan pertanian tanaman pangan yang selama ini semakin
menurun akibat perubahan penggunaan lahan menjadi perkebunan,

mengembangkan perkebunan rakyat untuk mengangkat perekonomian masyarakat, dimana


selama ini sub-sektor perkebunan yang menjadi primadona sektor pertanian di Sumatera Utara
lebih berorientasi pada perkebunan besar,

pengembangan dukungan sarana pengairan

sistem pengolahan lahan yang lebih intensif untuk meningkatkan produktifitas

penyediaan sarana pendukung pertanian seperti pupuk dengan harga yang terjangkau

penerapan teknologi tepat guna

Tingkat pertumbuhan pertanian yang pada fase ini hanya mencapai 1,26 % diperkirakan
dapat ditingkatkan dengan memacu pertumbuhan kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan,
dan perikanan, serta peternakan pada kawasan-kawasan potensial. Sedangkan pengembangan subsektor kehutanan memerlukan waktu yang lebih lama dan harus dieksploitasi dengan bijaksana agar
tidak merusak kelestarian lingkungan.

Pemanfaatan sektor pertambangan sebagai sektor primer. Walaupun selama ini


kontribusinya terhadap PDRB Sumatera Utara relatif kecil dan laju pertumbuhannya merosot tajam,
namun sektor ini dapat digiatkan lebih jauh terutama untuk bahan galian golongan C yang tidak
memerlukan investasi tinggi.

Memperkuat dan mempertahankan industri pengolahan hasil pertanian yang selama ini
telah berkembang di Sumatera Utara, seperti industri minyak makan dan industri pengolahan bahan
makanan atau pengalengan hasil pertanian.

Memacu perkembangan sektor angkutan dan perdagangan untuk mendukung kelancaran


pemasaran hasil produksi.

Selain tindakan penyelamatan juga dilakukan terobosan-terobosan kegiatan


perekonomian dengan membuka peluang-peluang baru dengan memperhatikan kesinambungan suatu
proses produksi mulai dari hulu hingga ke hilir, sehingga penguatan pada sektor hulu harus dilakukan
terlebih dahulu untuk memperkuat basis perekonomian di masa datang, antara lain melalui kegiatankegiatan yang berkaitan dengan pertanian, industri pupuk organik, pembibitan, peralatan pertanian,
jaringan pemasaran, dan sebagainya. Termasuk di dalamnya memperluas diversifikasi sumberdaya
kelautan melalui penelitian untuk mengidentifikasi kekayaan dalam perairan laut yang berbatasan.

(2) Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan

Pada tahap pemulihan yang diperkirakan berlangsung selama 5 (lima) tahun berikutnya (2006 - 2010),
pertumbuhan perekonomian diharapkan mulai meningkat dengan laju pertumbuhan sekitar 6 % per
tahun.

Di samping tetap memprioritaskan sektor pertanian, pada tahap ini pemulihan juga ditujukan pada
perbaikan usaha produksi yang mengalami penurunan pada masa krisis, terutama sektor industri.
Industri yang mengalami dampak akibat terganggunya infrastruktur perindustrian perlu dibangkitkan
kembali melalui dukungan pendanaan dan diversifikasi produk dengan nilai jual yang terjangkau oleh
daya beli masyarakat dan berorientasi pada produk ekspor.

I
45
-

Sektor-sektor primer sesuai potensi sumberdaya lokal perlu ditumbuhkan sebagai sektor hulu untuk
mengembangkan sistem ekonomi lokal.

Kendala yang dialami oleh infrastruktur ekonomi selama masa krisis diatasi melalui bantuan
pendanaan dan perluasan sumber-sumber permodalan sesuai dengan proses otonomi daerah

Mempertahankan dan memperkuat dukungan prasarana dan sarana pengangkutan dan perdagangan.

(3) Tahap Perkembangan Lanjut

Tahap ini relatif berjangka lebih panjang menuju akhir masa rencana, yakni sekitar satu dekade (2011
- 2018).

3.5

Dalam tahap ini laju pertumbuhan diharapkan mencapai 8,5 % per tahun pada akhir tahun rencana, di
mana sejak akhir periode 2011-2018 diharapkan terjadi peningkatan laju pertumbuhan sebesar 0.5 %
setiap 4 tahun.

Pertumbuhan sektor industri dipacu dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya wilayah dan
daya dukung lingkungan.

Sektor pertanian dipertahankan sebagai hulu sektor sekunder, terutama pertanian rakyat.

Sektor industri maju yang menyerap tenaga kerja relatif besar diposisikan sebagai kesempatan kerja
bagi bagian masyarakat ekonomi lemah yang terdidik.

Sektor kehutanan, pertambangan, dan pariwisata dikembangkan untuk memperluas aktifitas sektor riil
dengan memperhatikan daya saing terhadap wilayah yang lebih luas.

Strategi Pembangunan

Strategi pengembangan tata ruang terkait dengan tujuan dan konsep pengembangan tata ruang yang
ditetapkan dimana setiap bagian wilayah semakin kuat dan berdaya atas dasar potensi yang dimilikinya.
Keterkaitan antara pusat produksi dan sumberdaya pemasok bahan baku perlu diupayakan berada dalam satuan
ruang yang lebih efisien. Perkuatan tersebut sekaligus perlu diupayakan untuk melestarikan lingkungan dalam
satuan ekosistem yang terkait.
a)

Strategi pengembangan tata ruang dilakukan melalui :


Pengendalian secara konsisten kegiatan budidaya yang dapat memutus atau mengganggu fungsi ekologis
suatu ekosistem.

b)

Untuk menjalankan strategi tersebut, proses kesepakatan mengenai delineasi kawasan lindung yang lebih
realistis menjadi amat penting dan perlu diikuti oleh implementasi pemanfaatan ruang dan pengendaliannya
secara taat asas.

c)

Proses pemadu-serasian TGHK dengan rencana tata ruang serta evaluasi hak atas tanah menjadi tahap
awal proses perencanaan tata ruang untuk menyiapkan alokasi ruang budidaya di Propinsi Sumatera Utara.

d)

Seluruh kriteria kawasan lindung perlu dikaji dalam konteks Propinsi Sumatera Utara, termasuk Daerah Aliran
Sungai, hutan lindung, suaka, pesisir, rawan gempa, maupun perlindungan setempat. Kesepakatan yang
perlu dilakukan sekaligus berperan sebagai masukan untuk menetapkan nomenklatur yang berlaku untuk
seluruh Propinsi Sumatera Utara, di mana Bappeda Propinsi Sumatera Utara akan berfungsi sebagai
clearing house, dan didukung oleh Dinas Instansi yang terkait.

I
46
-

e)

Memperkuat basis perekonomian menurut sektor-sektor unggulan pada masing-masing wilayah, termasuk
memperluas keanekaragaman sumberdaya alam yang perlu dimanfaatkan, antara lain sumberdaya mineral,
perikanan dan sumberdaya laut, dan sebagainya.

f)

Dalam strategi ini identifikasi sumberdaya alam, skala, dan nilainya menjadi penting untuk perkuatan dan
perluasan aktifitas andalan bagi setiap bagian wilayah Propinsi Sumatera Utara.

g)

Membentuk satuan ruang pengembangan yang lebih efisien dari segi aksesibilitas, kondisi fisik wilayah,
ketersediaan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, serta prasarana pendukungnya.

h)

Satuan ruang pengembangan diharapkan menjadi lebih terbatas skalanya, namun jumlahnya menjadi lebih
besar. Prinsip yang dianut adalah terciptanya skala ruang yang lebih terjangkau oleh suatu pusat dengan
daerah belakang (hinterland)-nya, sehingga skala ekonomi suatu usaha dapat dicapai oleh sektor
perekonomian rakyat secara lokal di perdesaan.

i)

Memperpendek hirarki fungsional dan tata-kaitan (forward and backward linkage) antara sektor primer,
sekunder, dan tersier melalui pengembangan agropolitan untuk mewadahi agroindustri dan agrobisnis dari
setiap satuan ruang pengembangan. Melalui perkuatan siklus produksi dalam satuan ruang yang lebih
terbatas diharapkan sektor primer tidak sekedar menghasilkan bahan mentah hasil ekstraksi, namun
membentuk daur pertambahan nilai untuk dinikmati secara setempat serta melibatkan pelaku ekonomi lokal
secara langsung. Dengan senantiasa memperkuat basis ekonomi lokal, maka sekaligus akan terbangun
keterkaitan fungsional secara horizontal antar satuan ruang pengembangan.

j)

Memperkuat industrial-belt yang telah terbentuk di sekitar kawasan perkotaan Mebidang dengan
mengupayakan penguatan terhadap otonomi korporasi. Sumber-sumber pendapatan Propinsi Sumatera
Utara yang potensial perlu secara terus menerus digali untuk meningkatkan sumber dana pembangunan,
sekaligus mengurangi tingkat kerentanan terhadap perubahan eksternal. Aktifitas sekunder dan tersier
perkotaan yang telah berkembang di sekitar kawasan perkotaan Mebidang diarahkan sebagai pusat
korporasi (holding) dari kegiatan yang diselenggarakan di Propinsi Sumatera Utara, bukan lagi sebagai anak
atau cabang usaha dari perusahaan besar di Pulau Jawa. Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan MedanBinjai-Deli Serdang (Bappeda Propinsi Sumatera Utara, 1996) telah memberikan arahan tentang peran dan
fungsi metropolitan Mebidang sebagai pusat aktifitas sekunder dan tersier bagi Propinsi Sumatera Utara.

I
47
-

Bab
4

RENCANA STRUKTUR DAN


POLA PEMANFAATAN RUANG
PROPINSI SUMATERA UTARA

4.1

Arahan Struktur Ruang


Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Sumatera Utara merupakan pedoman

bagi :

a. Perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang


b. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar bagian wilayah Propinsi
Sumatera Utara, serta keterkaitan antar sektor
c. Penataan ruang 16 (enam belas) wilayah kabupaten dan 7 (tujuh) wilayah kota yang merupakan dasar dalam
pengendalian pemanfaatan ruang.
Struktur ruang wilayah Propinsi Sumatera Utara terutama dibentuk oleh jaringan prasarana transportasi,
pusat pelayanan, dan fungsi primer. Pertimbangan utama bagi penetapan struktur ruang wilayah Propinsi
Sumatera Utara adalah pengembangan struktur ruang yang lebih bersifat horizontal dibandingkan berhirarki, serta
perkuatan struktur mikro pada satuan ruang yang lebih efisien melalui pembangunan feeder-road ke sentra-sentra
penghasil sumberdaya primer.
Pengembangan hirarki fungsional yang lebih bersifat horizontal dimaksudkan untuk mengupayakan
pengembangan ruang yang terdesentralisasi pada sumberdaya alam setempat serta terciptanya keseimbangan
pertumbuhan yang proporsional (balance growth). Konsep ini mendorong terciptanya satuan ruang wilayah yang
lebih efisien.
Hirarki fungsional wilayah Propinsi Sumatera Utara yang lebih bersifat horizontal tersebut diwujudkan
dalam 3 (tiga) hirarki pusat pelayanan, yaitu :

a. Pusat Pelayanan Primer, yaitu pusat yang melayani wilayah Propinsi Sumatera Utara, wilayah Sumatera
bagian Utara, dan wilayah nasional/internasional yang lebih luas. Pusat pelayanan ini terletak di kawasan
perkotaan Mebidang (Medan-Binjai-Deli Serdang) dan Kota Sibolga. Pengembangan Kota Medan dan
sekitarnya sebagai pusat pelayanan primer A diarahkan sebagai pusat aktifitas sekunder dan tersier bagi
Propinsi Sumatera Utara. Pengembangan Kota Sibolga sebagai pusat pelayanan primer B diprioritaskan
bagi pengembangan wilayah Pantai Barat Sumatera Utara.

b. Pusat Pelayanan Sekunder, yaitu pusat yang melayani satu atau lebih daerah Kabupaten/Kota. Pusat
pelayanan sekunder ini terdiri atas pusat pelayanan sekunder A dan pusat pelayanan sekunder B. Pusat
pelayanan sekunder A dikembangkan dengan intensitas yang lebih tinggi untuk memacu pertumbuhan

I
48
-

perekonomian di wilayah sekitarnya. Pusat pelayanan sekunder A diarahkan di Kota Pematangsiantar,


Tanjungbalai, dan Tebing Tinggi. Pusat pelayanan sekunder B diarahkan di Stabat, Pematang Raya,
Kisaran, Kabanjahe, Sidikalang, Pandan, Balige, Tarutung, Rantau Prapat, Padangsidimpuan, Panyabungan,
dan Gunung Sitoli.

c. Pusat Pelayanan Tersier, yaitu kota-kota mandiri selain pusat primer dan sekunder yang dikembangkan untuk
melayani satu atau lebih kecamatan. Pusat pelayanan tersier terutama dikembangkan untuk menciptakan
satuan ruang wilayah yang lebih efisien yang diarahkan di kota Pangkalan Berandan, Tanjung Selamat,
Tanjung Pura, Perbaungan, Dolok Masihul, Pematang Tanah Jawa, Indrapura, Aek Kanopan, Labuhan Bilik,
Kota Pinang, Aek Nabara, Natal, Kotanopan, Gunung Tua, Sipirok, Garoga, Dolok Sanggul, Porsea, Prapat,
Lumut, Barus, Salak, Siempatempu, Sumbul, Kutabuluh, Brastagi, Lahewa, Teluk Dalam, Pangururan,
Perdagangan, Saribudolok, Purbasari, Siborongborong, Muara.
Tabel 4.1 menunjukkan rencana pusat-pusat pelayanan yang dikembangkan di Propinsi Sumatera Utara.
Tabel 4.1
Struktur Pusat Pelayanan Propinsi Sumatera Utara
HIRARKI

KOTA

Primer A

1. Kawasan Perkotaan
Mebidang (Medan,
Binjai, Deli Serdang)

Primer B

2. Sibolga

Sekunder A

1. Pematangsiantar

2. Tanjungbalai

3. Tebing Tinggi

Sekunder B

1. Stabat

FUNGSI UTAMA

Pusat pemerintahan Propinsi


Pusat perdagangan dan jasa regional
Pusat distribusi dan kolektor barang & jasa regional
Pusat pelayanan jasa pariwisata
Pusat transportasi darat, laut, dan udara regional
Pendidikan tinggi
Industri
Pemerintahan Kota
Pusat perdagangan dan jasa regional
Pusat pelayanan jasa pariwisata
Pengolahan hasil perikanan
Pusat transportasi laut
Pusat pendidikan
Pemerintahan Kota
Perdagangan dan jasa
Industri
Pendidikan umum dan kejuruan
Pemerintahan Kota
Perikanan
Pelabuhan
Industri
Pendidikan umum dan kejuruan
Pemerintahan Kota
Perdagangan dan jasa
Pendidikan umum dan kejuruan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Pengolahan hasil perkebunan dan tanaman pangan
Pendidikan umum dan kejuruan

I
49
-

HIRARKI

KOTA
2. Pematang Raya

3. Kisaran

4. Kabanjahe

5. Sidikalang

6. Pandan

7. Balige

8. Tarutung

9. Rantau Prapat

10. Padangsidimpuan

11. Panyabungan

12. Gunung Sitoli

Tersier

1. Pangkalan Brandan

FUNGSI UTAMA
Pusat pemerintahan Kabupaten
Pengolahan hasil perkebunan dan pertanian tanaman
pangan
Pendidikan umum dan kejuruan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Industri pengolah hasil perkebunan dan pertanian
tanaman pangan
Pendidikan umum dan kejuruan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Industri pengolahan hasil pertanian
Pendidikan umum dan kejuruan
Perdagangan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Perdagangan
Pendidikan umum dan kejuruan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Pengolahan hasil perikanan
Pendidikan umum dan kejuruan
P4usat pemerintahan Kabupaten
Perdagangan
Industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
dan hasil perikanan
Pelayanan jasa pariwisata
Pendidikan umum dan kejuruan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan,
perkebunan, dan hasil hutan
Pendidikan umum dan kejuruan
Perdagangan dan jasa
Pusat pemerintahan Kabupaten
Perdagangan
Pengolahan hasil perkebunan
Pendidikan umum dan kejuruan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan dan hasil
hutan
Pendidikan kejuruan
Pendidikan umum dan kejuruan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Perdagangan
Pendidikan umum dan kejuruan
Pusat pemerintahan Kabupaten
Pariwisata
Pengolahan hasil perikanan
Pendidikan umum dan kejuruan
Pengolahan hasil pertambangan

I
50
-

HIRARKI

KOTA

2. Tanjung Selamat
3. Tanjung Pura

4. Perbaungan
5. Dolok Masihul
6. Pematang Tanah Jawa

7. Indrapura

8. Aek Kanopan
9. Labuhan Bilik

10. Kota Pinang


11. Aek Nabara
12. Natal

13. Kotanopan
14. Gunung Tua
15. Sipirok
16. Garoga
17. Dolok Sanggul

18. Porsea

19. Prapat

FUNGSI UTAMA

Pengolahan hasil pertanian


Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil perkebunan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Pendidikan kejuruan

Pengolahan hasil perkebunan


Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil perkebunan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian
Perdagangan
Pendidikan kejuruan
Perikanan
Pelabuhan
Pengolahan hasil pertanian
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil perkebunan
Pendidikan kejuruan
Perikanan
Pelabuhan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil perkebunan
Pendidikan kejuruan
Perikanan
Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil perkebunan dan hutan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil perkebunan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan dan hasil
hutan
Pendidikan kejuruan
Industri Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Industri Menengah
Pendidikan kejuruan
Pariwisata
Pendidikan kejuruan

I
51
-

HIRARKI

KOTA
20. Lumut
21. Barus
22. Salak
23. Siempatnempu
24. Sumbul

25. Kutabuluh
26. Brastagi

27. Lahewa

28. Teluk Dalam

FUNGSI UTAMA

Pengolahan hasil perkebunan


Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil perikanan dan perkebunan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian
Pendidikan kejuruan

Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan


Pendidikan kejuruan
Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Pariwisata
Pendidikan kejuruan
Perikanan
Pengolahan hasil perkebunan dan tanaman pangan
Pendidikan kejuruan
Perikanan
Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Pendidikan kejuruan
Pengembangan Pariwisata

29. Pangururan

Pariwisata
Industri pengolahan hasil pertanian tanaman pangan
Pendidikan kejuruan

30. Perdagangan

Pengolahan Hasil Perkebunan


Perdagangan

31. Saribudolok

Jasa Perdagangan
Pengolahan hasil pertanian
Kesehatan

32. Purbasari

33. Siborongborong

Pengolahan hasil pertanian tanaman pangan,


peternakan dan pendidikan

34. Muara

Pengembangan Pariwisata

Jasa Perdagangan
Pengolahan Hasil Pertanian
Pendidikan Kejuruan
Pengolahan hasil pertanian

Beberapa komponen kegiatan yang berfungsi pelayanan dengan jangkauan regional atau wilayah yang
lebih luas seperti kegiatan pemerintahan, perdagangan dan jasa, industri, perhubungan, pariwisata, dan

I
52
-

sebagainya, berlokasi tersebar di seluruh Propinsi Sumatera Utara. Walaupun demikian, komponen kegiatan
utama tersebut tidak selalu membentuk pusat pelayanan pada skala primer. Tabel 4.2 memperlihatkan komponen
kegiatan utama di Propinsi Sumatera Utara.

Tabel 4.2
Deskripsi Kegiatan Primer di Wilayah Propinsi Sumatera Utara
Kegiatan

Deskripsi

Pemerintahan

Kegiatan Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara terletak di Kota Medan.

Perdagangan dan
Jasa

Kegiatan perdagangan dan jasa skala regional dipusatkan di Kawasan


Perkotaan Mebidang, dengan pusat utama di Kota Medan, dan kota Sibolga
Kegiatan perdagangan dan jasa skala sub-regional dikembangkan di kota-kota
sekunder.

Kegiatan Industri

Kegiatan industri terutama dikembangkan di kawasan perkotaan Mebidang (KI


Belawan, KI Medan, KI Binjai, KI Amplas, KI Tanjung Morawa, Zona Industri
Sunggal); Pematangsiantar, Tanjung Balai, Porsea dan Balige, industri
pengolahan hasil perikanan di Sibolga serta industri hilir pengolahan hasil
perkebunan di Rantauprapat.
Wisata bahari dikembangkan di Kepulaun Nias.
Wisata bahari dikembangkan di Sibolga dan Mandailing Natal
Wisata alam di Brastagi, Prapat, dan Danau Toba.
Wisata alam di Bahorok dan Pulau Samosir.

Kawasan Wisata

Bandar Udara

Pelabuhan Laut

Bandar Udara internasional di Polonia dan kelak di Kuala Namu


Bandar Udara pendukung di Binaka (Gunung Sitoli), Dr. Ferdinand
Lumbantobing (Tapanuli Tengah), Sibisa (Toba Samosir), Silangit (Tapanuli
Utara) dan Aek Godang (Tapanuli Selatan)
Pelabuhan Belawan sebagai pelabuhan utama internasional
Pelabuhan Sibolga sebagai pelabuhan pengumpan regional
Pelabuhan lokal dan regional di Kuala Tanjung, Tanjungbalai, Pangkalan
Susu, Tanjung Sarang Elang, Natal, dan Gunung Sitoli

Upaya mendorong pengembangan struktur ruang yang lebih berkesinambungan sesuai dengan konsep
pengembangan desentralized territorial approach diwujudkan dalam bentuk penciptaan akses yang secara
proporsional merata di seluruh bagian wilayah Propinsi Sumatera Utara, khususnya wilayah yang menjadi sentra
aktifitas ekonomi potensial namun belum didukung oleh prasarana transportasi yang memadai yang sebagian
besar tersebar di kawasan pantai Barat.
Berdasarkan pertimbangan utama tersebut, maka jaringan transportasi yang membentuk struktur ruang
wilayah Propinsi Sumatera Utara dibentuk melalui :

I
53
-

a. Jaringan jalan arteri primer sebagai jalur lintas regional, meliputi 3 (dua) jalur utama, yaitu :

Jalur Pantai Timur, yang merupakan konsentrasi pergerakan terbesar, terutama pergerakan antar
propinsi di Sumatera bagian Utara, mulai dari Kota Pinang-Aek Nabara - Rantau Prapat - Aek Kanopan
- Simpang Kawat - Tanjungbalai, Kisaran - Indrapura - Tebing Tinggi - Perbaungan - Lubuk Pakam
Medan Binjai Stabat - Pangkalan Brandan Besitang hingga ke Nanggroe Aceh Darussalam melalui
Langkat.
Jalur Tengah, mulai dari Muara Sipongi Kotanopan Penyabungan - Siabu - Padangsidimpuan
Sipirok Tarutung - Siborong-borong - Dolok Sanggul Sidikalang - Kuta Bulu dan Lau Pakam hingga
batas daerah Propinsi Nangroe Aceh Darussalam, dan mulai dari arah Siborong-borong Balige
Parapat - Pematangsiantar - Tebing Tinggi sampai Medan hingga batas Nanggroe Aceh Darussalam.
Jalur Pantai Barat, mulai dari Manisak - Simpang Gambir Natal - Batang Toru, Lumut Pandan
Sibolga - Barus dan Manduamas hingga batas Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Jalur yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan kawasan andalan mulai dari Medan - Tebing
Tinggi - Pematangsiantar - Perdagangan, Kisaran/Tanjungbalai - Rantau Prapat Pematangsiantar
Parapat - Balige - Panyabungan dan jalur dalam pulau Nias.

b. Jaringan jalan arteri primer dan kolektor primer yang dibawah kewenangan Pemerintah Pusat meliputi jalurjalur sebagai berikut :

Kota Pinang Rantau Prapat- Simpang Kawat- Tanjungbalai- Tebing tinggi Perbaungan- Medan
Binjai Stabat- Pangkalan Brandan ke arah Aceh

Muara Sipongi-Kotanopan-Panyabungan-SiabuPadangsidimpuan Sipirok Tarutung Siborongborong Balige Porsea Parapat Pematangsiantar Tebing Tinggi

Natal Lumut Pandan Sibolga Tarutung

Medan Brastagi Kabanjahe Sidikalang hingga ke Tapaktuan

Siborong-borong - Dolok Sanggul hingga Sidikalang

Sibolga - Sipirok - Sipiongot hingga Sigambal

Aek Nabara - Negeri Lama hingga Tanjung Sarang Elang

Tarutung - Parsoburan hingga Aek Kota Batu

Parlilitan - Batu Gajah hingga Sidikalang

Porsea - P. Rakyat hingga batas Kabupaten Asahan

Silimbat Parsoburan batas Labuhan Batu

Pangururan Tele

Ruas jalan lingkar dalam Pulau Samosir

Ruas jalan lingkar luar Danau Toba


Jaringan jalan yang kewenangannya pada Pemerintah Propinsi adalah:

Sibolga Sorkam Barus Pakkat - hingga Dolok Sanggul

Lumut - Padangsidimpuan - Gunung Tua hingga Kota Pinang

Aek Kota Batu - Parsoburan - Toba Samosir

Aek Nabara - Negeri Lama - Tanjung Serang Elang

Simpang Ajamu - Sei Rakyat - Labuhan Bilik - Sei Berombang

Sigambal - Sipiongot - Sipirok - Sibolga

Singkuang - Padangsidimpuan.

c. Jaringan jalan lokal primer, yang menghubungkan kota-kota tersier dengan wilayah belakangnya penghasil
komoditi dan produk sumberdaya alam. Jaringan jalan lokal primer beperan sebagai feeder road yang
menjalankan fungsi koleksi dan distribusi komoditi ekonomi dari dan ke wilayah perdesaan. Komoditi yang
difasilitasi oleh jaringan jalan ini adalah komoditi lokal yang berperan untuk menumbuhkan perekonomian
berbasis sektor primer. Melalui pembangunan feeder-road ini, maka sektor perekonomian rakyat yang
berskala ekonomi terbatas dapat terjangkau untuk diolah lebih lanjut dalam sektor sekunder. Feeder-road
selain diperankan oleh jalan-jalan lokal, juga jaringan kereta api dengan stasiunnya di kawasan pantai Timur.
Gambar 4.1 menunjukkan struktur ruang wilayah Propinsi Sumatera Utara sampai dengan tahun 2018.

I
54
-

Melengkapi pengembangan struktur jaringan jalan, pusat-pusat pelayanan, dan pengembangan fungsi
primer, pembentukan struktur ruang wilayah Propinsi Sumatera Utara didukung pula oleh :

a. Peningkatan pelayanan prasarana perkotaan untuk pusat-pusat sekunder untuk meningkatkan


kemampuannya menjalankan fungsi-fungsi utama yang ditetapkan.

b. Peningkatan pelayanan prasarana perkotaan untuk pusat-pusat lokal atau agropolitan sehingga mampu
berfungsi sebagai pusat agroindustri dan agrobisnis. Pusat-pusat lokal atau agropolitan tersebut terutama
dikembangkan di kota-kota tersier untuk mendukung pengembangan wilayah belakangnya sebagai penghasil
sumberdaya primer.

c. Perkuatan jaringan transportasi yang berpusat di kawasan perkotaan Mebidang untuk memberikan akses
yang tinggi terhadap perkembangan pusat pertumbuhan primer tersebut dengan bagian wilayah lainnya
maupun terhadap wilayah di luar Sumatera Utara.

d. Peningkatan jaringan transportasi yang menghubungkan Sibolga dengan pusat sekunder dan tersier di
sekitarnya.

a. Pengembangan fungsi prasarana distribusi utama, seperti pelabuhan Belawan, Bandara Polonia, dan kelak
Bandara Kuala Namu, terutama untuk mendukung aktifitas ekonomi yang berperan secara
nasional/internasional maupun regional.

e. Mendorong pemanfaatan dan pengembangan jalur kereta api untuk melayani pergerakan jarak sedang antar
bagian wilayah di Propinsi Sumatera Utara dengan bagian wilayah lainnya di region Sumatera bagian Utara.
Pengembangan jalur kereta api untuk memperkuat struktur ruang Propinsi Sumatera Utara mulai dari
Propinsi Naggroe Aceh Darussalam, Pangkalan Brandan, Tanjung Pura, Stabat, Binjai, Medan, Lubuk
Pakam, Perbaungan, Tebing Tinggi, Kisaran, Aek Kanopan, Rantau Prapat, dan berlanjut ke Dumai untuk
menghubungkan Kota Sibolga sebagai pusat pelayanan primer B direncanakan pembangunan jalur KA
Padangsidimpuan - Sibolga. Jalur lain adalah Tebing Tinggi - Pematangsiantar, dan akan dikembangkan jalur
kereta api Rantau Prapat - Sosa. Selain itu dilambangkan jalur Binjai, Belawan melalui Hamparan Perak dan
Belawan, Kuala Namu, yang mana jalur ini ditujukan untuk mendukung pengembangan kawasan industri,
Pelabuhan Belawan, dan bandar udara di Kuala Namu dan pengoperasian kembali jalur Medan, Pancur Batu
dan Medan, Deli Tua untuk antisipasi rencana relokasi perguruan tinggi, pembangunan sarana olah raga, dan
taman botani di sekitar Pancur Batu.

f. Bersamaan dengan pembangunan feeder-road, pemanfaatan pelabuhan-pelabuhan kecil juga didorong untuk
melayani perdagangan antar bagian wilayah dan inter-regional.

g. Mempertahankan kinerja prasarana pengairan untuk mendukung sektor primer terutama dalam upaya
swasembada dan ketahanan pangan.

I
55
-

Gambar 4.1
Rencana Struktur Ruang Propinsi Sumatera Utara

I
56
-

4.2

Arahan Pola Pemanfaatan Ruang

Pemanfaatan ruang merupakan kegiatan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia pada ruang yang
bersangkutan dengan sifat yang dinamis. Namun demikian, penyesuaian dengan dinamika perubahan
pemanfaatan ruang tidak selalu mengarah pada optimasi pemanfaatan sumberdaya yang ada, oleh karena
kebutuhan ruang sejalan dengan perkembangan kegiatan budidaya akan selalu meningkat, sedang keberadaan
dan ketersediaan ruang bersifat terbatas.
Dalam menyeimbangkan kebutuhan (demand) dan ketersediaan (supply) lahan agar mendekati kondisi
optimal, pendekatan yang dilakukan dalam perencanaan pemanfaatan ruang adalah pendekatan komprehensif
yang memadukan pendekatan sektoral dan pendekatan ruang. Dalam hal ini perencanaan ruang merupakan
upaya untuk memadukan dan menyerasikan kegiatan antar sektor agar dapat saling menunjang serta untuk
mengatasi konflik berbagai kepentingan dalam pemanfaatan ruang.
Pola pemanfaatan dan arah pengembangan ruang Propinsi Sumatera Utara merupakan arahan bagi
penggunaan ruang di wilayah Propinsi Sumatera Utara yang didasari pada prinsip pemanfaatan sumberdaya alam
berasaskan kelestarian lingkungan menuju pembangunan yang berkelanjutan. Arahan ini diharapkan dapat
menciptakan pertumbuhan dan perkembangan antar bagian wilayah Propinsi Sumatera Utara yang lebih
berimbang secara proporsional, tanpa mengganggu kelestarian lingkungannya.
Prinsip dasar perencanaan pemanfaatan ruang adalah penetapan kawasan lindung dan kawasan
budidaya sebagaimana ditetapkan dalam UU Nomor 24 Tahun 1992, PP Nomor 47 Tahun 1997, dan Keppres
Nomor 32 Tahun 1990, dengan batasan sebagai berikut :

Kawasan lindung adalah kawasan yang berfungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang
mencakup sumberdaya alam, sumberdaya binaan, nilai sejarah, dan budaya bangsa untuk kepentingan
pembangunan yang berkelanjutan.

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya binaan, dan sumberdaya manusia.
Pengelolaan kawasan-kawasan tersebut harus disertai dengan perencanaan, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian atas pemanfaatan ruang.
Untuk menuju pembangunan Propinsi Sumatera Utara yang berkelanjutan, maka tahap pertama yang
dilakukan adalah penetapan kawasan lindung. Selanjutnya pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya
diarahkan berdasarkan sifat-sifat kegiatan yang akan ditampung, potensi pengembangan, dan kesesuaian lahan.
Secara umum kegiatan budidaya terbentuk menurut 6 (enam) bentuk satuan ruang, yakni kawasan perdesaan,
kawasan perkotaan, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, kawasan andalan, dan kawasan tertentu serta
kawasan strategis Hankamnas. Kawasan perkotaan menampung kegiatan-kegiatan permukiman perkotaan,
industri, jasa dan perdagangan, serta kegiatan pelayanan lainnya; kawasan perdesaan merupakan kawasan
transisi antara kawasan berfungsi lindung dan perkotaan yang memiliki kegiatan primer yang berorientasi
sumberdaya alam; kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan bawahannya, perlindungan setempat, cagar alam, suaka marga satwa dan rawan bencana, serta
kawasan tertentu yang bersifat strategis dari segi ekonomi, sosial, pertahanan-keamanan, dan lingkungan.
Orientasi kegiatan di kawasan perdesaan mencakup berbagai kegiatan yang menyangga keberadaan kawasan
lindung, seperti hutan produksi, pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perkebunan, peternakan,
perikanan, dan permukiman perdesaan. Pola pemanfaatan ruang wilayah Propinsi Sumatera Utara tertera pada
gambar 4.2.

I
57
-

Gambar 4.2

Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara

I
58
-

4.2.1

Arahan Pemanfaatan Kawasan Lindung

Pola pemanfaatan ruang pada kawasan lindung pada garis besarnya akan mencakup 6 (enam) fungsi
perlindungan sebagai berikut :
8.

Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya terutama berkaitan dengan fungsi
hidrorologis untuk pencegahan banjir, menahan erosi dan sedimentasi, serta mempertahankan fungsi
peresapan bagi air tanah. Kawasan ini berada pada ketinggian 1.000 meter d.p.l. dengan kelerengan lebih
dari 40 %, bercurah hujan tinggi, dan mampu meresapkan air ke dalam tanah; termasuk di dalamnya
kawasan yang ditetapkan sebagai hutan lindung.

9.

Kawasan yang berfungsi sebagai suaka alam dan margasatwa untuk melindungi keanekaragaman hayati,
ekosistem, dan keunikan alam.
Termasuk di dalamnya adalah cagar alam Sibolangit (Deli Serdang); Liang Balik dan Batu Ginurit (Labuhan
Batu); Dolok Di samping itu juga suaka margasatwa Karang Gading (Deli Serdang dan Langkat); Siranggas
(Dairi); Dolok Surungan (Toba Samosir); Dolok Saut (Tapanuli Utara), Barumun (Tapanuli Selatan) dan Nias
serta huran mangrove di pantai timur. Untuk kawasan pelestarian alam termasuk juga di dalamnya adalah
Taman Nasional Gunung Leuser di Langkat; Taman Hutan Raya Bukit Barisan (Deli Serdang, Simalungun,
Karo, dan Langkat), Taman Wisata Alam di Sibolangit (Deli Serdang), Holiday Resort (Labuhan Batu), Lau
Debuk-Debuk (Karo), Deleng Lancuk (Karo), Si Cikeh-Cikeh (Dairi), Sijaba Hutan Ginjang (Tapanuli Utara),
dan Muara (Tapanuli Utara).
Kawasan ini mencakup juga lahan gambut di Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, Tapanuli Tengah serta
hutan mangrove di Pantai Timur seluas 435 km2 dengan ketebalan rata rata 325 meter.

10.

Kawasan rawan bencana, yaitu yang mengalami bencana alam seperti gerakan tanah, longsoran,
runtuhan, banjir bandang, dan rayapan.
Termasuk dalam kawasan ini sekeliling Danau Toba, Tapanuli Selatan bagian Selatan, Utara Sibolga,
Tapanuli Utara, Toba Samosir, Tapanuli Tengah, bagian selatan Mandailing Natal, Asahan, Labuhan Batu,
Langkat, Pulau Nias bagian Selatan dan bagian Tengah. Sebagian besar wilayah Sumatera Utara di sekitar
Bukit Barisan membujur arah Utara - Selatan pada dasarnya potensial terhadap gerakan tanah, rayapan,
longsoran, gelombang pasang dan banjir bandang.

11.

Kawasan perlindungan setempat yang berfungsi melestarikan fungsi badan perairan dan kerusakan oleh
kegiatan budidaya.
Termasuk sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air,
kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota.

12.

Kawasan cagar budaya yaitu kawasan yang merupakan lokasi bangunan hasil budaya manusia yang
bernilai tinggi maupun yang memiliki bentuk geologi alami yang khas.

13.
14.

Pulau-pulau kecil dengan luasan maksimal 10 km2.


Beberapa lokasi yang berdasarkan proses pemaduserasian pemanfaatan ruang di arahkan sebagai
kawasan lindung pada kenyataannya telah dimanfaatkan sebagai kawasan perkebunan dan pertanian
tanaman lahan kering

I
59
-

Gambar 4.3
Peta Kawasan Lindung dan Budidaya Hutan Propinsi Sumatera Utara

I
60
-

Kesepakatan penetapan status ruang untuk area yang pemanfaatannya tidak sesuai dengan yang
direncanakan perlu disepakati pada perencanaan tata ruang yang lebih rinci, dimana pada RTRWP Sumatera
Utara 2003-2018 sebagian ditetapkan sebagai kawasan hutan yang bermasalah (holding zone). Luasan kawasan
lindung tertera pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Luas Kawasan Lindung Menurut Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara
Kabupaten

Hutan Konservasi
(Ha)

Langkat
Deli Serdang
Karo
Dairi
Pak pak Bharat
Simalungun
Asahan
Labuhan Batu
Toba Samosir
Tapanuli Utara
Hbng Hasundutan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Selatan
Mandailing Natal
Nias Utara
Nias Selatan
Medan
Jumlah

223.505,00
23.395,00
20.240,00
575,00
5.657,00
2.007,80
1.964,56
23.800,00
39,00
500,00
52.300,00
8.350,00
362.333,36

Kawasan
Lindung/Hutan
Lindung (Ha)
3.120,90
10.596,07
70.786,29
61.855,65
43.936,61
88.544,25
73.826,54
106.048,69
226.260,37
45.623,60
81.788,27
57.034,00
262.354,48
195.511,06
83.696,98
70.438,85
315,08
1.481.737,69

Sumber : Hasil analisis & perhitungan secara planimetris peta RTRWP SU 2003-2018 skala 1:250.000
Dinas Kehutanan Propsu BPKH Wil - I, 2003

4.2.2

Arahan Pemanfaatan Kawasan Budidaya

Arahan pola pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya mencakup arahan pemanfaatan kawasan
pertanian, serta kawasan non pertanian. Penentuan bagi arahan pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya
didasarkan pada pertimbangan berikut :

1. Kesesuaian lahan, yang merupakan hasil penilaian terhadap kemampuan atau daya dukung lahan terhadap
kegiatan penggunaan lahan tertentu.
2. Potensi pengembangan dan kegiatan budidaya, yang merupakan hasil penilaian ekonomi dan keruangan
terhadap potensi pengembangan budidaya tertentu.
Pemanfaatan kawasan budidaya direncanakan sesuai dengan upaya desentralisasi ruang
pengembangan wilayah dan potensi lokal, baik sektor primer, sekunder, maupun tersier. Berdasarkan
kecenderungan perkembangan hingga tahun 1997, sektor primer merupakan sektor ekonomi potensial di
Sumatera Utara.

I
61
-

A.
1.
2.
3.
4.
5.
A.1

Kawasan Budidaya Pertanian

Kawasan budidaya pertanian terdiri atas kawasan :


Kawasan pertanian tanaman pangan
Kawasan pertanian tanaman perkebunan
Kawasan peternakan
Kawasan perikanan
Kawasan kehutanan
Kawasan Budidaya Pertanian Tanaman Pangan

Pertanian tanaman pangan terdiri dari tanaman pangan lahan basah dan pertanian tanaman pangan
lahan kering dengan jenis tanaman padi sawah dan padi ladang, palawija, dan buah-buahan. Sesuai dengan
kebijakan pemanfaatan ruang, maka kegiatan pertanian tetap diarahkan sebagai basis perekonomian sesuai
dengan ketersediaan sumberdaya dan diandalkan sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi pada awal tahun
rencana. Dengan demikian, lahan pertanian tanaman pangan lahan basah dan lahan kering yang ada tetap
dipertahankan sebagai lahan budidaya.
Dalam rangka mempertahankan swasembada pangan yang telah tercapai, maka lokasi pertanian lahan
basah yang tersebar di seluruh kabupaten tetap dipertahankan dan untuk beberapa lokasi dilakukan
pengembangan pada lahan yang sesuai dan belum dimanfaatkan untuk kegiatan lain, yaitu di Langkat, Asahan,
Labuhan Batu, Karo, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan
Nias.
Disamping itu, untuk meningkatkan beberapa fungsi desa-kota sebagai basis pemasaran dan hasil
produksi pertanian tanaman pangan dikembangkan kawasan agropolitan Merek (Kab. Karo) yang mendukung
pengembangan hortikultura pada kawasan Bukit Barisan (Karo, Dairi, Simalungun, Toba Samosir dan Tapanuli
Utara).
Demikian pula lahan kering yang merupakan lahan pertanian tanaman pangan yang ada tetap
dipertahankan dan dilakukan pengembangan pada lahan yang sesuai, yaitu di Kabupaten Tapanuli Selatan,
Labuhan Batu, Tapanuli Utara, Simalungun, Dairi, Toba Samosir, dan Langkat.
A.2

Kawasan Budidaya Pertanian Tanaman Perkebunan

Subsektor perkebunan selama ini menjadi primadona perekonomian Sumatera Utara, terutama untuk
komoditi kelapa sawit. Kegiatan perkebunan tersebut merupakan sektor hulu kegiatan industri pengolahan,
khususnya industri pengolahan minyak kelapa sawit dan berbagai kegiatan hilir lainnya. Subsektor perkebunan
merupakan penyumbang pendapatan daerah ketiga terbesar, setelah industri dan perdagangan, melampaui
kontribusi sub-sektor tanaman pangan. Lahan perkebunan yang ada tetap dipertahankan dan dilakukan
pengembangan ke lokasi yang sesuai yang belum dimanfaatkan oleh kegiatan lain.
Kegiatan perkebunan yang berkembang tersebar di seluruh wilayah dengan berbagai jenis komoditi,
dimana komoditi utama adalah kelapa sawit, kelapa, karet, kopi, coklat, teh dan tebu. Sebagian besar lahan
perkebunan tersebut berada di wilayah Timur yang meliputi hampir seluruh wilayah kabupaten di pantai Timur.
Pengembangan perkebunan diarahkan ke beberapa lokasi yang sesuai, meliputi Kabupaten Langkat, Karo, Dairi,
Tapanuli Utara, Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, dan Nias, sedangkan untuk perkebunan besar di Kabupaten
Langkat, Deli Serdang, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan..

I
62
-

A.3

Kawasan Budidaya Peternakan

Lokasi kegiatan peternakan diarahkan sesuai dengan lokasi kegiatan pertanian, baik lahan basah, lahan
kering, maupun kebun campuran, sehingga dapat dikembangkan di seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan pengembangan jenis ternak besar potensial dilakukan di
kabupaten Nias, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, Dairi, Simalungun, Karo, Langkat, Deli
Serdang, Labuhan Batu, Asahan, Toba Samosir, dan Mandailing Natal. Jenis ternak kecil dikembangkan di seluruh
kabupaten/kota, kecuali kota Pematangsiantar, Medan, dan kabupaten Mandailing Natal. Sedangkan jenis unggas
dikembangkan di seluruh kabupaten/kota, kecuali kota Tebing Tinggi dan kabupaten Mandailing Natal.
A.4

Kawasan Budidaya Perikanan

Kegiatan perikanan di Propinsi Sumatera Utara selama ini didominasi oleh


perikanan laut dibandingkan perikanan darat. Pemanfaatan lahan untuk
perikanan darat tersebar di seluruh kabupaten/kota, kecuali kota Sibolga,
sedangkan perikanan laut dikembangkan di seluruh daerah kabupaten/kota yang
memiliki kawasan laut, terutama kabupaten Asahan, Langkat, Deli Serdang,
Sibolga, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal, Nias, Labuhan Batu dan kota
Medan. Pengembangan pemanfaatan lahan bagi perikanan laut lebih lanjut
diarahkan pada kawasan pantai Barat dan pantai Timur, serta pulau Nias. Juga
perikanan danau terutama di Kabupaten Toba Samosir, Simalungun, Tapanuli
Utara, Humbang Hasundutan, Karo, Dairi, dan Tapanuli Selatan.
A.5

Kawasan Budidaya Kehutanan

Dalam arahan tata ruang, hutan mempunyai fungsi khusus yaitu berfungsi lindung, berfungsi konservasi,
serta mendukung kehidupan dan ekosistem, di samping fungsi budidaya yang menghasilkan produk kehutanan
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan pengolahan kayu. Kawasan budidaya kehutanan meliputi
kawasan hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, penggunaan lahan yang ada, serta hasil pemaduserasian, maka
lokasi budidaya hutan produksi meliputi :

Hutan produksi terbatas, di Kabupaten Langkat, Karo, Dairi, Pak-pak Bharat , Tapanuli Tengah bagian Utara,
Tapanuli Utara bagian Selatan, Simalungun bagian Selatan, Asahan, Labuhan Batu bagian Barat, Tapanuli
Selatan, Mandailing Natal (di sekitar kawasan lindung), Toba Samosir, Pulau Nias bagian Utara dan Timur,
Pulau Tanahmasa bagian Selatan, dan Pulau Tanahbala bagian Tengah.
Hutan produksi tetap, di Kabupaten Langkat sebelah Barat, Deli Serdang bagian Selatan, Simalungun bagian
Utara dan Barat, Asahan bagian Selatan, Labuhan Batu bagian Utara dan Timur, kawasan sekitar Danau
Toba (Toba Samosir), Mandailing Natal bagian Selatan dan Utara, Tapanuli Selatan bagian Timur, hutan
Siosar (Karo) serta di Pulau Nias, Pulau Tanahmasa dan Tanahbala.
Hutan produksi konversi, di Kabupaten Asahan, Labuhan Batu, dan Pulau Nias dan sekitarnya, Deli Serdang,
Dairi dan Tapanuli Selatan.

I
63
-

Tabel 4.4
Kawasan Budidaya Hutan (Produksi) menurut Kabupaten (Ha)
Kabupaten

HPT

HP

HPK

Langkat
Deli Serdang
Karo
Dairi
Pakpak Bharat
Simalungun
Asahan
Labuhan Batu
Toba Samosir
Tapanuli Utara
Humbang Hasundutan
Tapanuli Tengah
Tapanuli Selatan
Mandailing Natal
Nias Utara
Nias Selatan
Medan

54.017,43
17.547,56
4.878,08
71.892,90
48.894,00
10.382,15
21.216,15
60.085,87
14.764,36
98.989,01
25.015,66
51.252,70
154.759,68
171.525.17
24.524,41
21.409,94

41.327,12
63.091,82
13.494,63
11.213,73
7.916,71
89.021,57
11.214,16
96.711,17
31.916,43
103.097,07
70.564,87
5.761,90
279.924,74
36.358,84
4.478,97
70.767,39

1.041,89
16.840,54
1.875,88
1.421,78
7.282,20
18.788,95

Jumlah

851.155,07

936.681,12

47.251,24

Sumber : Dinas Kehutanan Propsu & BPKH Wil. I di Medan, 2003

B.

Kawasan Budidaya Non-Pertanian

Kawasan budidaya non-pertanian di Propinsi Sumatera Utara meliputi :


1. Kawasan pertambangan
2. Kawasan industri
3. Kawasan pariwisata
B.1

Kawasan Pertambangan

Pengembangan kegiatan pertambangan di Sumatera Utara mempunyai prospek yang positif, terutama
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara. Propinsi Sumatera Utara memiliki beberapa
sumberdaya pertambangan, antara lain galian golongan C, migas, dan mineral. Sementara untuk beberapa jenis
bahan tambang seperti emas dan batubara masih dalam tahap eksplorasi.
Arahan pola pemanfaatan ruang bagi kawasan potensi pertambangan meliputi seluruh kabupaten/kota di
Sumatera Utara, baik untuk eksplorasi maupun eksploitasi. Untuk bahan galian golongan C diarahkan di seluruh
kabupaten/kota, kecuali, Sibolga, Pematangsiantar, dan Medan. Untuk galian tambang lainnya terdapat di
Kabupaten Langkat, Karo, Dairi, Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan,
Mandailing Natal, Nias, dan Kawasan Pantai Timur.
B.2

Wilayah Pengembangan Industri

Pengembangan industri kecil diarahkan di seluruh kabupaten/kota, baik berupa industri pengolahan hasil
pertanian maupun jenis industri rumah tangga lainnya. Sedangkan untuk industri besar dan menengah diarahkan
di Kawasan Perkotaan Mebidang sebagai pusat kegiatan industri terbesar di Sumatera Utara, sedangkan industri
besar dan menengah lainnya diarahkan di Labuhan Batu termasuk Rantau Prapat, di Asahan termasuk
Tanjungbalai, serta Pematangsiantar. Bagi Kabupaten Toba Samosir, kota Porsea dan Balige sebagai pusat

I
64
-

industri dan untuk kota Sibolga serta kota lainnya di Pantai Barat, Padangsidimpuan untuk industri pengolahan
hasil perikanan.
B.3

Kawasan Pariwisata

Sumatera Utara memiliki potensi obyek dan daya tarik wisata yang cukup beragam, terutama wisata
alam, budaya, dan minat khusus. Kawasan pariwisata diarahkan untuk dikembangkan di kawasan yang memiliki
obyek wisata yang potensial.
Pengembangan kawasan wisata utama diarahkan di Danau Toba dan sekitarnya untuk wisata alam dan
budaya; Nias dan sekitarnya untuk wisata alam, budaya, dan minat khusus; Brastagi dan Tanah Karo untuk wisata
alam dan budaya; serta Bahorok untuk wisata alam, minat khusus, dan budaya. Kawasan Pantai Timur sekitar
kabupaten Deli Serdang dan kawasan pantai Barat Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sibolga serta Mandailing
Natal untuk wisata bahari dan minat khusus.

4.2.3

Kawasan Pemanfaatan Ruang yang Bermasalah

Untuk memperoleh kepastian dalam penetapan pemanfaatan ruang di wilayah Propinsi Sumatera Utara,
telah dilakukan pemaduserasian pemanfaatan ruang yang ditetapkan Gubernur Sumatera Utara melalui keputusan
nomor 650/458/BPSU/1997. Dalam implementasinya, ketepatan pemanfaatan ruang di beberapa lokasi tidak
dapat dicapai, sehingga menimbulkan ketidaksesuaian kepentingan antara upaya pelestarian lingkungan dengan
pengembangan kegiatan budidaya. Kegiatan budidaya perkebunan, pertanian lahan kering, dan sebagainya telah
memanfaatkan kawasan yang diarahkan berfungsi lindung, yang antara lain ditetapkan sebagai hutan lindung.
Untuk memberikan kepastian pemanfaatan ruang sesuai dengan skala ruang, ketersediaan data dan
informasi, serta penyesuaian kepentingan para pihak, maka dalam RTRWP Sumatera Utara 2003-2018 dilakukan
identifikasi kawasan yang pemanfaatan ruangnya bermasalah. Penangguhan penetapan pemanfaatan ruang pada
kawasan ini ditujukan untuk :

1. Memperoleh dukungan dan informasi yang lebih lengkap dan akurat bagi delineasi kegiatan yang
menimbulkan ketidaksesuaian kepentingan.
2. Memperoleh data dan informasi yang lebih lengkap dan akurat untuk mengkaji dampak yang ditimbulkan oleh
kegiatan budidaya yang sedang berlangsung.
3. Memperoleh kesepakatan para pihak sesuai dengan kepentingan dan kewenangan masing-masing untuk
keputusan pemanfaatan ruang.
4. Memperoleh ketepatan pengambilan keputusan sesuai dengan skala ruang perencanaan, dimana
pemanfaatan ruang untuk beberapa kawasan perlu ditetapkan pada rencana tata ruang yang lebih rinci.
Ruang bermasalah yang dalam kerangka waktu dan kedalaman substansinya belum diatur dalam
RTRWP Sumatera Utara 2003-2018 akan memperoleh penetapan pemanfaatan ruangnya melalui mekanisme
pembangunan lainnya. Namun dalam RTRWP Sumatera Utara 2003-2018 dilakukan penetapan pemanfaatan
ruang sementara (temporary use) sesuai dengan kriteria tertentu. Pada hakekatnya, keputusan perencanaan
ruang bermasalah ini menyangkut substansi pengaturannya, juga menyangkut kewenangan kelembagaan yang
mengaturnya seperti untuk proses pelepasan kawasan hutan harus melalui Pemerintah Pusat.
Beberapa kriteria yang dipertimbangkan dalam menetapkan pemanfaatan ruang yang bermasalah untuk
sementara meliputi :

1. Pemanfaatan sementara tidak menimbulkan dampak negatif terhadap ruang yang bersangkutan maupun di
sekitarnya.

2. Pemanfaatan sementara tidak ditujukan bagi investasi jangka panjang dalam jumlah besar.
3. Pemanfaatan sementara menjamin pemulihan (reversible) kondisi lingkungan setempat dan sekitarnya.
I
65
-

4. Pemanfaatan sementara dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum.


5. Pemanfaatan sementara menjamin kemungkinan perubahan menuju pemanfaatan ruang yang lebih pasti.
Dalam kerangka waktu perencanaan RTRWP Sumatera Utara 2003-2018, pemanfaatan sementara yang
dimungkinkan untuk suatu pemanfaatan ruang kawasan yang bermasalah adalah :

1. Kondisi status quo hingga terbit keputusan yang mengatur pemanfaatannya


2. Pertanian lahan kering dan sejenisnya dengan pengawasan yang ketat
3. Melalui reboisasi, jika dana untuk kegiatan tersebut memungkinkan
Untuk menuju pemanfaatan ruang dengan ketetapan yang mengikat para pihak, beberapa alternatif
tindakan yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menyiapkan kelengkapan data dan informasi untuk memperoleh kesepakatan atau keputusan yang
berwenang.

2. Merumuskan dampak negatif, implikasi biaya, dan eksternalitas yang ditimbulkan oleh pemanfaatannya saat
ini.

3. Merumuskan kesepakatan antar pihak yang berwenang untuk memutuskan pemanfaatan ruang dan
memberikan ketetapan akhir.
4. Melakukan mediasi antar pihak untuk memperoleh solusi yang dapat diterima masing-masing pihak.
5. Mengatur pemanfaatan ruangnya dalam rencana tata ruang yang lebih rinci sesuai dengan skala ruang.
Keputusan pemanfaatan ruang yang bermasalah melibatkan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah
Propinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota dan mempedomani kriteria dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dalam rangka:

1.
2.
3.
4.
5.

Penetapan keputusan yang mengikat para pihak.


Perencanaan tata ruang wilayah dan kegiatan.
Pemanfaatan ruang dan pengelolaan kegiatan.
Pengawasan pemanfaatan ruang dan kegiatan.
Pengendalian pemanfaatan ruang dan kegiatan.

4.3

Arahan Pengembangan Ruang

4.3.1

Kawasan Lindung

A.

Tujuan Pengembangan

1. Mengurangi dampak yang terjadi akibat peralihan fungsi lindung pada kawasan hutan oleh perambahan dan
aktifitas budidaya non kehutanan,
Meningkatkan siklus hidrorologis pada satuan wilayah sungai dan menghindarkan bahaya banjir,
Mempertahankan ekosistem pada pesisir, laut, dan pulau, khususnya hutan mangrove dan rawa,
Mempertahankan fungsi ekologis kawasan gambut dan habitat spesies yang dilindungi lainnya,
Menghindarkan dampak bencana alam yang mungkin terjadi pada kwasan rawan bencana, antara lain
kawasan potensial gerakan tanah (potensi erosi dan longsor).
6. Mempertahankan cagar budaya sebagai warisan budaya

2.
3.
4.
5.

Arahan Pengembangan

1. Mencegah perambahan dan alih fungsi hutan yang berfungsi lindung oleh kegiatan budidaya yang
mengganggu fungsi lindung hutan yang bersangkutan.

I
66
-

2. Meningkatkan kemampuan satuan wilayah sungai untuk melangsungkan daur hidrorologisnya agar kinerja
3.
4.
5.
6.
7.

jaringan irigasi maupun fungsi pematusan dapat dilangsungkan.


Memantapkan ekosistem mangrove dan rawa.
Mengendalikan kegiatan yang memanfaatkan kawasan bergambut.
Mengendalikan pembangunan fisik dan perkembangan aktifitas binaan pada kawasan yang potensial
mengalami gerakan tanah.
Melestarikan cagar alam untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan, pariwisata dan ilmu pengetahuan.
Mencegah pemanfaatan bantaran sungai sebagai badan sungaidan daerah retensi yang berfungsi sebagai
pengendali bahaya banjir.

C.

Strategi Pencapaian Tujuan

1. Mempertahankan kawasan hutan berfungsi lindung yang belum mengalami perambahan.


2. Memperbaiki/mengembalikan fungsi lindung dari kawasan lindung yang dirambah pada RTRW yang lebih
rinci.
Dalam penetapan status, kriteria yang dipergunakan adalah mempertahankan fungsi lindung dari kawasan hutan
yang bersangkutan. Pada tahap tertentu, apabila tidak dimungkinkan memulihkan fungsi lindung dari kawasan
hutan yang bersangkutan, dimungkinkan dilakukan konversi untuk penggunaan lainnya, namun dengan terlebih
dahulu mengkaji dampak yang ditimbulkan.
3. Mempertahankan ekosistem mangrove sebagai penahan abrasi, tempat pengendapan lumpur, tempat asuhan
post larva, tempat bertelur, tempat memijah, dan tempat mencari makan biota perairan melalui pengendalian
terhadap perusakan mangrove serta rehabilitasi vegetasi mangrove.
4. Penataan alih fungsi lahan untuk mempertahankan fungsinya sebagai habitat biota dan vegetasi rawa serta
sebagai tempat retensi aliran permukaan menuju ke laut.
5. Pencegahan alih fungsi lahan pada kawasan yang berfungsi sebagai cagar alam, suaka margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, cagar biosfer, serta cagar budaya kawasan bergambut, kawasan resapan air,
sempadan pantai, sempadan, sempadan sekitar danau/waduk kawasan sekitar mata air, kawasan pantai
berhutan bakau, taman wisata, kawasan suaka alam laut, kawasan rawan bencana alam, dan pulau-pulau
kecil (disesuaikan dengan Keppres Nomor 32 tahun 1990 atau Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional).
6. Mengendalikan pemanfaatan lahan bergambut oleh kegiatan budidaya, sehingga tidak menimbulkan dampak
lingkungan.
7. Deliniasi kawasan berstatus rawan bencana alam menurut zoning yang lazim berlaku pada RTRW yang lebih
rinci, terutama dikaitkan dengan disaster management.
8. Deliniasi kawasan perlindungan setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
RTRW Kabupaten, Kota, dan Kecamatan.
9. Melindungi cagar budaya melalui rehabilitasi, renovasi, dan penetapan zona cagar budaya.

4.3.2

Kawasan Perdesaan

A.

Tujuan Pengembangan

1. Mempertahankan dan meningkatkan produktifitas sektor primer dan meningkatkan perkembangan sektor
sekunder dan tersier, terutama sebagai proses penambahan nilai sumberdaya alam lokal.

2. Meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan yang memadai untuk kebutuhan masa mendatang.
3. Meningkatkan produktifitas subsektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan.
4. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia penduduk perdesaan.
B.

Arahan Pengembangan

Mengembangkan kawasan permukiman perdesaan dengan dilengkapi oleh fasilitas permukiman perdesaan.

I
67
-

Mengembangkan kawasan perdesaan yang terletak di sepanjang pantai menjadi desa nelayan dan untuk kawasan
perdesaan lainnya menjadi desa pertanian.
Mengembangkan pertanian lahan basah rakyat terutama di beberapa kabupaten yang memiliki kontribusi yang
cukup besar dalam produksi padi antara lain di Kabupaten Deli Serdang, Tapanuli Selatan, Mandailing Natal,
Simalungun, Asahan, Langkat, Labuhan Batu, Tapanuli Utara, Toba Samosir, dan Tapanuli Tengah.
Mengembangkan pertanian lahan kering rakyat terutama untuk komoditi yang produktifitasnya tinggi yang dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk sektor industri sekunder serta komoditi yang berorientasi ekspor.
Mengembangkan perkebunan rakyat dan perkebunan besar (swasta dan PTPN) pada wilayah yang mempunyai
tingkat produktifitas tinggi, mendukung pengembangan sektor industri sekunder, dan komoditi yang
berorientasi ekspor, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Mengembangkan peternakan baik peternakan besar, kecil, maupun unggas untuk mencukupi kebutuhan lokal dan
wilayah di luar Sumatera Utara.
Mengembangkan perikanan tangkap terutama perikanan laut yang merupakan penghasil produksi ikan terbesar di
Sumatera Utara dan perikanan budidaya termasuk perikanan danau.
mengembangkan pariwisata dengan memanfaatkan potensi alam dan budaya.
Strategi Pencapaian Tujuan

1. Untuk mempertahankan sektor pertanian lahan basah sebagai sektor basis, maka lahan pertanian yang ada
dipertahankan agar kondisi swasembada dapat dipertahankan. Selain itu, perlu dilakukan langkah lain untuk
meningkatkan produktifitas, antara lain :

Perbaikan sistem irigasi, yang sebelumnya hanya mampu mengairi sawah sekali masa tanam per tahun
menjadi dua kali masa tanam per tahun.

Perbaikan kawasan tangkapan air (catchment area) dari satuan wilayah sungai, sehingga air untuk
kebutuhan irigasi dapat terpenuhi.

Melanjutkan dan meningkatkan usaha diversifikasi dan intensifikasi secara terpadu, serasi, dan merata
sesuai dengan kondisi air, iklim, dan tetap menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan.

Mempertahankan lahan basah pertanian yang beririgasi untuk tidak beralh fungsi menjadi lahan non
pertanian.
2. Untuk sektor pertanian lahan kering, strategi yang dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
produktifitas yang telah dicapai adalah dengan :

Mempertahankan luas lahan tanaman kering yang ada serta melakukan perluasan ke daerah yang
masih memungkinkan sesuai dengan arahan pada RTRW Kabupaten.

Diversifikasi tanaman, terutama komoditi buah-buahan yang bertujuan untuk mendukung


pengembangan sektor sekunder seperti industri bahan pangan yang menggunakan buah-buahan
sebagai bahan bakunya.

Menciptakan keterkaitan antara petani rakyat dengan sektor sekunder, sehingga akan semakin
meningkatkan produksi pertanian untuk mendukung sektor pengolahan yang bersangkutan.
3. Sebagai komoditi andalan di Sumatera Utara produktifitas perkebunan perlu dipertahankan dan
dikembangkan, dan perlu dilakukan langkah-langkah antara lain :

Mempertahankan luas dan lokasi lahan perkebunan yang ada, serta dilakukan pengembangan pada
lokasi yang masih memungkinkan sesuai dengan arahan pengembangan dalam RTRW Kabupaten.

Upaya peningkatan produktifitas perkebunan dangan cara agroforestry dan melakukan pemilihan
komoditas yang lebih komersial

Penanganan pasca panen yang lebih baik dengan melakukan kontrol kualitas produksi dan memperbaiki
manajemen pemasaran sehingga akan memperluas pasar komoditas perkebunan.

Kerjasama antara pemilik perkebunan kecil (rakyat) dan perkebunan besar menurut pola inti plasma
sehingga dapat meningkatkan kualitas hasil produksi perkebunan.

Pengelolaan kawasan perkebunan untuk tujuan kegiatan wisata-agro.

Menciptakan keterkaitan antara perkebunan rakyat dengan sektor sekunder yang terkait.
4. Untuk sub-sektor peternakan yang dapat diandalkan sebagai salah satu sektor unggulan, dilakukan usaha :

I
68
-

Pengembangan peternakan diarahkan sesuai dengan lokasi persawahan, tegalan, kebun campuran,
rawa dan alang-alang, sehingga penggunaan lahannya dapat dilakukan secara terpadu.
Pengembangan peternakan dapat dilakukan di seluruh kabupaten di Propinsi Sumatera Utara.
Memberikan pinjaman lunak kepada peternak yang memiliki modal terbatas untuk memperluas usaha
peternakannya.
Pengelolaan pemasaran hasil ternak secara lebih baik, terutama untuk pemasaran lokal dan
regional/nasional
Mengembangkan pola kemitraan dan pendampingan antara pengusaha swasta dengan peternakan
rakyat.

5. Sub Sektor perikanan dan kelautan sebagai salah satu sektor andalan dikembangkan melalui :
Peningkatan areal perikanan tambak dan laut dengan memanfaatkan pasang surut di kawasan Pantai
Timur Sumatera Utara.

Peningkatan usaha penangkapan ikan di daerah pantai dan lepas pantai, termasuk wilayah zona ekonomi
eksklusif.

Perbaikan sarana penangkapan ikan, seperti kapal, sehingga dapat mengoptimalkan hasil tangkapan
ikan di perairan laut Sumatera Utara hingga batas zona ekonomi eksklusif.

Pengembangan kegiatan perikanan rakyat dalam rangka meningkatkan pendapatan dan taraf hidup
nelayan, serta memajukan desa-desa pantai.

Penaburan benih ikan di perairan Danau Toba.

Perbaikan sarana dan prasarana transportasi ke daerah-daerah pelabuhan penangkapan ikan untuk
memperlancar kegiatan distribusi.

Melakukan pengamanan laut yang lebih teratur, sehingga kekayaan sumberdaya perikanan dapat terjaga
dari pencurian ikan oleh pihak asing.
6. Melakukan perbaikan tingkat aksesibilitas ke wilayah perdesaan, untuk mendukung pemasaran produksi
perdesaan baik di sektor primer maupun sekunder.
7. Perbaikan sistem pendidikan untuk meningkatkan kualitas penduduk perdesaan, yang dilakukan dengan
pembangunan sekolah kejuruan untuk menampung penduduk usia sekolah serta perbaikan kualitas pengajar.
8. Penyediaan sarana dan prasarana di perdesaan untuk menampung kegiatan masyarakat di perdesaan.
9. Pembangunan industri berskala lokal yang menggunakan hasil produksi setempat sebagai bahan baku dan
pasar desa sebagai pusat perdagangan hasil produksi pertanian dan industri.
10. Pelaksanaan program pengembangan kawasan dan tingkat sosial masyarakat, yang dilakukan melalui
pengembangan kawasan/desa tertinggal dan atau pelaksanaan program kemiskinan dan atau program jaring
pengaman sosial.
11. Pengembangan pariwisata.
12. Peningkatan pemahaman masyarakat desa tentang peranan ekosistem dan pola pembangunan yang
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan untuk mencapai tujuan kesejahteraan antar generasi.

4.3.3

Kawasan Perkotaan

Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan perkotaan merupakan daerah permukiman yang meliputi kota
induk dan wilayah pengaruh di luar batas administratifnya, yaitu kawasan pinggiran kota (suburban). Kegiatan
yang ditampung di kawasan perkotaan merupakan kegiatan dengan intensitas tinggi, yaitu meliputi kegiatankegiatan permukiman perkotaan, industri, jasa dan perdagangan, serta kegiatan pelayanan lainnya.
Pertumbuhan sektor sekunder dan tersier serta pertumbuhan jumlah penduduk di Propinsi Sumatera
Utara telah mendorong berkembangnya kawasan perkotaan dan meningkatkan kebutuhan penyediaan prasarana
dan sarana perkotaan. Penyediaan prasarana dan sarana perkotaan di Propinsi Sumatera Utara harus diarahkan
pada pemerataan untuk mendukung pengembangan struktur ruang wilayah Propinsi Sumatera Utara yang dituju.

I
69
-

Tujuan Pengembangan

1. Mempercepat terbentuknya struktur ruang sesuai arahan rencana struktur ruang Propinsi Sumatera Utara.
2. Mengembangkan kawasan perkotaan yang serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan
3.
4.
5.
6.

masyarakat, melalui penyediaan prasarana dan sarana perkotaan yang lebih berimbang di seluruh bagian
wilayah Propinsi Sumatera Utara dalam rangka mendukung aktifitas penduduk perkotaan.
Meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya kelompok masyarakat berpenghasilan rendah melalui
peningkatan produksi dan pemasaran oleh koperasi dan usaha kecil menengah lainnya.
Menciptakan pemerataan perkembangan antar bagian wilayah Propinsi Sumatera Utara dan memperkuat
setiap satuan wilayah sesuai dengan potensi dan kendalanya.
Meningkatkan efisiensi pelayanan setiap satuan ruang wilayah pengembangan.
Mendorong terciptanya tata-kaitan antara sentra penghasil sumberdaya alam dengan pusat pengumpul dan
pengolah sumberdaya alam
Arahan Pengembangan
Arahan pengembangan kawasan perkotaan adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan sistem perkotaan diarahkan mengikuti hirarki fungsional yang ditetapkan dalam rencana
struktur ruang dan pusat pelayanan wilayah Propinsi Sumatera Utara.

2. Kawasan perkotaan Mebidang dikembangkan sebagai pusat pelayanan primer A dengan wilayah pelayanan
Propinsi Sumatera Utara, Sumatera bagian Utara, propinsi lain, dan internasional. Kawasan ini
dikembangkan dengan intensitas tertinggi sebagai pusat pelayanan distribusi dan koleksi barang dan jasa
regional. Aktifitas utama yang diprioritaskan untuk dikembangkan adalah aktifitas sektor tersier, dengan jenis
kegiatan yang relatif fleksibel, namun tetap diupayakan mendukung pengembangan sektor primer dan
sekunder yang ada. Sektor sekunder dengan intensitas tinggi yang ada tetap dikembangkan terutama untuk
mendukung sektor tersier dan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Pengembangan kawasan
perkotaan Mebidang juga diarahkan untuk menampung perkembangan sektor sekunder dan tersier berskala
nasional/ internasional dalam jangka panjang. Hal ini diperlukan dalam rangka mempertahankan peran dan
fungsi Propinsi Sumatera Utara dalam konstelasi nasional dan regional, terutama dalam rangka pemupukan
sumber dana pembangunan bagi Propinsi Sumatera Utara.
3. Kota Sibolga dikembangkan sebagai pusat pelayanan primer B dengan tujuan untuk memberikan
pelayananan regional bagi wilayah Pantai Barat Sumatera Utara. Selain itu pengembangan Kota Sibolga
diarahkan untuk mengurangi ketergantungan wilayah Pantai Barat terhadap wilayah Pantai Timur, khususnya
pusat primer di Mebidang, serta untuk mendorong pertumbuhan wilayah Pantai Barat Sumatera Utara.
Dalam rangka mendorong perkembangan Kota Sibolga sebagai pusat primer B di wilayah Pantai
Barat Sumatera Utara, intensitas kegiatan sekunder dan tersier perlu ditingkatkan perkembangannya, terutama
untuk mendukung kegiatan primer dan sekunder wilayah Pantai Barat. Bandar udara Dr.Ferdinand Lumbantobing
dan pelabuhan Sibolga dikembangkan untuk mendukung fungsi distribusi dan koleksi barang dan jasa di wilayah
Pantai Barat.
4. Kota-kota sekunder dikembangkan dengan intensitas sedang. Pusat pelayanan sekunder A dikembangkan
dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan pusat pelayanan sekunder B dalam rangka memacu
pertumbuhan wilayah Propinsi Sumatera Utara. Pusat pelayanan sekunder dikembangkan sebagai pusat
pertumbuhan wilayah sekitarnya.
Prioritas kegiatan yang dikembangkan meliputi kegiatan sekunder dan tersier seperti industri, perdagangan,
dan jasa, dengan skala pelayanan sub-regional dan tidak tertutup kemungkinan untuk pengembangan
aktifitas sekunder dan tersier dengan skala pelayanan regional.
5. Pusat pelayanan sekunder dan tersier diperluas fungsinya sebagai pusat yang melayani wilayah
pengembangan masing-masing terutama untuk kegiatan agroindustri dan agrobisnis. Perluasan fungsi kota
tersier ditunjang oleh penyediaan prasarana dan sarana pada lingkup lokal yang terintegrasi dengan
pengembangan jaringan transportasi utama di wilayah Propinsi Sumatera Utara.
6. Pusat pelayanan tersier dikembangkan sebagai pusat pengumpul dan pengolah hasil pertanian rakyat di
wilayah sekitarnya dengan dukungan feeder-road dari pusat pengumpul ke sentra-sentra penghasil

I
70
-

sumberdaya alam, serta akses menuju jaringan yang menghubungkan kota-kota sekunder dan primer.
Prioritas pengembangan kota-kota tersier adalah aktifitas sektor sekunder atau pengolahan berskala lokal
yang mendukung pengembangan sektor primer di wilayah hinterlandnya.
7. Peningkatan sumberdaya manusia dikembangkan dengan mengembangkan sekolah-sekolah kejuruan yang
disesuaikan dengan potensi ekonomi yang akan dikembangkan di wilayah setempat. Sekolah kejuruan
tersebut dapat dikembangkan di kota-kota tersier.
8. Penyediaan prasarana dan sarana perkotaan ditujukan untuk mendukung berbagai kegiatan penduduk di
wilayah tersebut dan disesuaikan dengan skala pelayanannya.
Tabel 4.5
Sistem Perkotaan dan Fasilitas Yang Disediakan
Hirarki
Pusat
Pelayanan
Primer

Pusat
Pelayanan
Sekunder A

Kota
~

Kawasan Perkotaan
Mebidang
Sibolga

Pematangsiantar
Tanjungbalai
Tebing Tinggi

Fasilitas yang Disediakan


Permukiman perkotaan dengan intensitas tinggi dan
fasilitasnya (listrik, air bersih, drainase, pembuangan air kotor,
telepon)
Fasilitas kesehatan : Puskesmas, rumah sakit (skala regional),
pelayanan medis khusus (spesialis), rumah bersalin, apotik
Fasilitas pendidikan : SD, SLTP, SMU, Perguruan Tinggi
Fasilitas jasa keuangan dan perbankan : koperasi, pelayanan
kredit, bank nasional, bank devisa, asuransi
Fasilitas jasa pariwisata : hotel (bintang dan melati), restoran,
sarana hiburan rakyat
Fasilitas perdagangan : pasar induk, pasar permanen,
supermarket, pusat pertokoan, pusat distribusi dan koleksi
bahan makanan, pusat pelayanan jasa ekspor-impor
Prasarana transportasi : jalan arteri primer, jalan kolektor
primer, terminal antar kota dan antar propinsi, pelabuhan,
fasilitas intermoda.
Sarana transportasi : berbagai jenis angkutan umum dalam
kota, antar kota, dan antar propinsi (darat, laut, udara)
Fasilitas industri : fasilitas pemrosesan, distribusi dan
transportasi; perdagangan regional; pusat penelitian produksi
dan teknologi
Permukiman perkotaan dengan intensitas sedang dan
fasilitasnya (air bersih, drainase, air kotor, listrik, telepon)
Fasilitas kesehatan : Puskesmas, rumah sakit (skala
kabupaten), pelayanan medis khusus (spesialis), rumah
bersalin, apotik
Fasilitas pendidikan : SD, SLTP, SMU, Perguruan tinggi
Fasilitas jasa keuangan dan perbankan : koperasi, pelayanan
kredit, bank nasional,
Fasilitas jasa pariwisata : hotel (bintang dan melati), restoran,
sarana hiburan
Fasilitas perdagangan : pasar induk, pasar permanen, gudang
pemasok bahan makanan

I
71
-

Hirarki

Kota

Fasilitas yang Disediakan


Prasarana transportasi : jalan arteri primer, jalan kolektor
primer, terminal antar kota
Sarana transportasi : angkutan umum antar kota dan dalam
kota
Fasilitas industri : fasilitas pemrosesan, distribusi, dan
transportasi; pusat penelitian produksi

Pusat
Pelayanan
Sekunder B

Pusat
Pelayanan
Tersier

Stabat
Pematang Raya
Kisaran
Rantau Prapat
Balige
Tarutung
Padangsidimpuan
Panyabungan
Pandan
Sidikalang
Kabanjahe

Permukiman perkotaan dengan intensitas sedang dan


fasilitasnya (air bersih, drainase, air kotor, listrik, telepon)
Fasilitas kesehatan : Puskesmas, pelayanan medis khusus
(spesialis), rumah bersalin, apotik

Pangkalan Brandan
Tanjung Selamat
Tanjung Pura
Galang
Perbaungan
Dolok Masihul
Perdagangan
Pematang Tanahjawa
Indrapura
Aek Kanopan
Labuhan Bilik
Kota Pinang
Aek Nabara
Natal
Kotanopan
Gunung Tua
Sipirok
Garoga
Dolok Sanggul
Porsea
Prapat
Lumut
Barus
Salak

Permukiman perkotaan intensitas rendah dan fasilitasnya


Fasilitas kesehatan : Puskesmas, pelayanan medis umum
Fasilitas pendidikan : SD, SLTP, SMU, sekolah menengah
kejuruan
Fasilitas jasa keuangan dan perbankan : koperasi, pelayanan
kredit,
Fasilitas perdagangan : pasar permanen, toko kelontong
Fasilitas Air Minum
Fasilitas Telekomunikasi Kecamatan
Prasarana transportasi : jalan kabupaten, jalan kecamatan
beraspal, feeder-road, terminal angkutan kecamatan,
pelabuhan, dermaga sungai
Sarana transportasi : angkutan umum kecamatan
Fasilitas industri : fasilitas pergudangan dan pengolahan,

Fasilitas pendidikan : SD, SLTP, SMU, sekolah menengah


kejuruan dan akademi
Fasilitas jasa keuangan dan perbankan : koperasi, pelayanan
kredit, bank nasional,
Fasilitas jasa pariwisata : hotel, restoran, sarana hiburan
Fasilitas perdagangan : pasar induk, pasar permanen, gudang
pemasok bahan makanan
Prasarana transportasi : jalan arteri primer, jalan kolektor
primer, terminal antar kota dan antar propinsi
Sarana transportasi : angkutan umum antar kota dan dalam
kota
Fasilitas industri : fasilitas pemrosesan, distribusi, dan
transportasi

I
72
-

Hirarki

Kota

Fasilitas yang Disediakan

Siempatnempu
Sumbul
Kutabuluh
Brastagi
Lahewa
Teluk Dalam
Pangururan
Laguboti
Perdagangan
Saribu Dolok
Purbasari

Strategi Pengembangan
Untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan perkotaan Propinsi Sumatera Utara, maka strategi yang
dikembangkan adalah sebagai berikut :

1. Membangun prasarana dan sarana perkotaan yang memadai sesuai dengan tingkat pelayanannya.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Prasarana dan sarana perkotaan yang disediakan di kota primer adalah prasarana dan sarana perkotaan
berskala regional. Prasarana dan sarana perkotaan yang disediakan di kota sekunder dipersiapkan untuk
pelayanan pada skala sub-regional. Sedang skala pelayanan prasarana dan sarana perkotaan untuk kota
tersier adalah prasarana dan sarana perkotaan skala lokal yang melayani satu atau lebih kecamatan di
sekitarnya. Tabel 4.6 menyajikan fasilitas perkotaan yang disediakan untuk tiap-tiap pusat pelayanan.
Mengembangkan kegiatan perdagangan dan jasa berskala nasional dan internasional di Kawasan Perkotaan
Mebidang dengan dilengkapi prasarana dan sarana perkotaan berskala nasional dan internasional dalam
rangka mempertahankan peran dan fungsi Propinsi Sumatera Utara dalam konstelasi nasional/internasional.
Mengembangkan kegiatan perdagangan dan jasa berskala propinsi di kota-kota sekunder, serta kegiatan
perdagangan dan jasa berskala lokal di kota-kota tersier.
Membangun prasarana dan sarana untuk kegiatan industri di Kawasan Perkotaan Mebidang, Sibolga,
Pematangsiantar, Padangsidimpuan, Balige, Porsea dan Tanjungbalai.
Membangun dan mengembangkan industri-industri pengolahan hasil pertanian pada lokasi dengan akses
yang mudah dari dan menuju sentra penghasil sumberdaya alam, terutama di kota-kota tersier.
Mengembangkan dan meningkatkan fungsi jaringan regional, sub-regional, dan feeder road untuk
mendukung kegiatan distribusi barang dan jasa.
Membangun dan mengembangkan sekolah menengah kejuruan di kota-kota sekunder dan tersier sesuai
dengan potensi pengembangan di setiap bagian wilayah.
Meningkatkan pemahaman masyarakat perkotaan tentang peranan ekosistem dan pola pembangunan yang
berkelanjutan yang berwawasan lingkungan untuk mencapai tujuan kesejahteraan antar generasi.

4.3.4

Kawasan Tertentu

Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kawasan tertentu adalah
kawasan yang secara nasional ditetapkan mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
Untuk mendukung terciptanya struktur ruang Propinsi Sumatera Utara yang dikehendaki serta mendorong
terciptanya pertumbuhan ekonomi yang mantap, maka beberapa kawasan di Propinsi Sumatera Utara ditetapkan
sebagai kawasan tertentu yang akan berperan sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya
bagi Propinsi Sumatera Utara. Wewenang pengelolaan kawasan tersebut berada pada Pemerintah dan
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara.

I
73
-

Gambar 4.4
Kawasan Tertentu Propinsi Sumatera Utara

I
74
-

Kawasan tertentu secara nasional di Propinsi Sumatera Utara adalah kawasan perkotaan Mebidang
(Medan, Binjai, dan Deli Serdang), dan kawasan lainnya yang diarahkan dalam skala regional Sumatera. Dalam
arahan pengembangan rencana tata ruang wilayah Sumatera, Kawasan Danau Toba dan sekitarnya dan Kawasan
Ekosistem Leuser (KEL) ditetapkan sebagai kawasan tertentu.
Pengembangan kawasan tertentu di Propinsi Sumatera Utara ditujukan untuk :

1. Mendukung terciptanya struktur ruang Propinsi Sumatera Utara yang dituju.


2. Meningkatkan fungsi kawasan lindung dan kawasan budidaya yang terpadu dan serasi.
3. Menciptakan kawasan unggulan yang potensial dikembangkan secara nasional untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara dan wilayah Sumatera bagian Utara.
4. Membangun pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan wilayah di sekitarnya.
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pertumbuhan ekonomi yang mantap terutama bagi
masyarakat berpenghasilan rendah, sesuai prinsip ekonomi kerakyatan.
6. Mengembangkan Kawasan Danau Toba sekitarnya dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang dilengkapi
dengan penataan kawasan yang memikili fungsi utama melestarikan dan melindungi
Arahan pengembangan kawasan tertentu adalah :
1. Pengembangan kawasan perkotaan MEBIDANG sebagai pelayanan primer A yang memberikan pelayanan
regional meliputi wilayah Propinsi Sumatera Utara hingga wilayah Sumatera bagian Utara dengan prioritas
aktivitas sektor sekunder dan tersier;
2. Pengembangan kawasan MEBIDANG tersebut diatas dilengkapi dengan penyediaan prasarana dan sarana
perkotaan pendukung sesuai dengan jangkauan pelayanannya, dengan tetap memperhatikan dampak
lingkungan.
3. Pengembangan kawasan Danau Toba sekitarnya dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang dilengkapi
dengan penataan kawasan dengan fungsi utama melestarikan dan melindungi.
Strategi pengembangan kawasan tertentu adalah mengembangkan prasarana dan sarana kawasan pada
fungsi perkotaan yang mendukung terciptanya pusat pertumbuhan ekonomi sesuai dengan sektor ekonomi yang
menjadi unggulan dan jangkauan pelayanannya dan menata pengembangan kawasan pada fungsi lindung yang
mendukung terciptanya kelestarian kawasan.

4.3.5

Kawasan Andalan

Kawasan andalan di Propinsi Sumatera Utara ditetapkan sebagai berikut :


1. Kawasan andalan darat meliputi 6 (enam) kawasan, yaitu : Kawasan Medan dan sekitarnya, Kawasan Rantau
Prapat-Kisaran dan sekitarnya, Kawasan Pematangsiantar dan sekitarnya, Kawasan Tapanuli dan sekitarnya,
Kawasan Danau Toba dan sekitarnya, serta Kawasan Nias dan sekitarnya.
2. Kawasan andalan laut meliputi 3 (tiga) kawasan, yaitu : Kawasan Laut Lhokseumawe-Medan dan sekitarnya,
Kawasan Selat Malaka dan sekitarnya, serta Kawasan Nias dan sekitarnya. Pengembangan kawasan
andalan laut terintegrasi dan terkait dengan pengembangan kawasan andalan darat.
Arahan bagi pengembangan kawasan andalan di Propinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut :
Kota Medan dan sekitarnya dikembangkan sebagai pusat pelayan primer A bagi pengembangan kota Medan, kota
Binjai, Kabupaten Deli Serdang, Karo, Dairi dan Langkat. Sektor unggulan industri yang dikembangakn
meliputi agroindustri, industri mesin, kimia dasar, dan aneka industri. Sektor unggulan perkebunan yang
dikembangkan meliputi kelapa sawit, kopi, tembakau, coklat, rempah rempah dankaret. Sektor unggulan
pertanian tanaman pangan komoditas yang dikembangakan di kawasan ini terdiri dari padi, kacang kedele,
jagung dan ubi. Untuk mendukung Kota Medan dan sekitarnya diarahkan sebagai pusat pelayanan regional
dengan mengintensifkan kegiatan sekunder dan tersiter pada wilayah pelayanannya.

I
75
-

Gambar 4.5
Kawasan Andalan Propinsi Sumatera Utara

I
76
-

Kota Sibolga dan sekitarnya dikembangkan sebagai pusat pelayanan primer B bagi pengembangan kawasan
andalan Tapanuli dan sekitarnya, dan kawasan andalan Nias dan sekitarnya. Sektor unggulan
dikembangkan meliputi industri pengolahan, perdagangan, dan jasa. Sebagai pusat pelayanan primer, Sibolga
diarahkan untuk dikembangkan menjadi pusat pelayanan bagi wilayah Pantai Barat Sumatera Utara. Untuk
mendukung pengembangan kota Sibolga, kegiatan sekunder dan tersier berskala regional dikembangkan
secara lebih intensif, terutama untuk memberikan pelayanan bagi wilayah Pantai Barat Sumatera Utara.
Pengembangan bandar udara Dr. Ferdinand Lumbantobing dan pelabuhan Sibolga juga diarahkan untuk
mendukung fungsi kota Sibolga sebagai pusat distribusi dan koleksi barang dan jasa wilayah Pantai Barat
Sumatera Utara.
Kota Tanjungbalai dan sekitarnya dikembangkan sebagai pusat pelayanan sekunder A dan diarahkan untuk
menjadi pusat bagi pengembangan kawasan andalan Rantau Prapat-Kisaran dan sekitarnya. Penetapan ini
berbeda dengan RTRW Nasional yang menetapkan Rantau Prapat sebagai pusat pengembangan kawasan.
Sektor unggulan yang dikembangkan meliputi perkebunan, pertanian tanaman pangan, dan industri. Kawasan
andalan Rantau Prapat - Kisaran didukung pula oleh pengembangan kawasan andalan laut Selat Malaka dan
sekitarnya. Sektor unggulan kawasan laut tersebut adalah perikanan dan pertambangan. Pelabuhan
Tanjungbalai dikembangkan sebagai pelabuhan regional untuk mendukung pengembangan kawasan andalan
Rantau Prapat - Kisaran.
Kota Pematangsiantar dan sekitarnya dikembangkan sebagai pusat pelayanan sekunder A dan menjadi pusat bagi
pengembangan kawasan andalan Pematangsiantar dan sekitarnya. Sektor unggulan yang dikembangakan
meliputi industri, perkebunan, pertanian tanaman pangan dan pariwisata. Kota Tebing Tinggi termasuk dalam
wilayah kawasan andalan Pematangsiantar dan sekitarnya serta dikembangakan sebagai pusat pelayanan
sekunder A.
Kota Balige dikembangkan sebagai pusat pelayanan sekunder B dan diarahkan sebagai pusat pengembangan
kawasan andalan Danau Toba dan sekitarnya. Sektor unggulan yang dikembangkan adalah pariwisata,
pertanian tanaman pangan, dan industri..
Gunung Sitoli dikembangkan sebagai kota sekunder B dan diarahkan sebagai pusat pengembangan kawasan
andalan Nias dan sekitarnya. Sektor unggulan yang dikembangkan adalah pariwisata dan perikanan.
Kawasan andalan tersebut didukung oleh pengembangan kawasan laut Nias dan sekitarnya yang potensial
untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari dan perikanan laut. Pengembangan kawasan tersebut
didukung pula oleh pengembangan beberapa pelabuhan dan bandar udara. Pengembangan kota-kota
tersebut di atas dilengkapi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan pendukung sesuai dengan
jangkauan pelayanannya.
Pengembangan kota kota tersebut diatas dilengkapi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan
pendukung sesuai dengan jangkauan pelayanannya
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan berdasarkan arahan pengembangan ruang, maka strategi
pengembangan kawasan andalan meliputi :
1. Pengembangan prasarana dan sarana perkotaan skala propinsi dan regional di pusat pusat pengembangan
kawasan andalan.
2. Mengembangkan jaringan arteri primer yang menghubungkan pusat-pusat pertumbuhan kawasan andalan,
serta membangun jaringan transportasi kolektor dan feeder-road untuk menghubungkan pusat-pusat
pertumbuhan kawasan andalan dengan wilayah penyangganya (hinterland).
3. Mengembangkan prasarana wisata alam di Danau Toba dan sekitarnya, serta mengembangkan prasarana
pelayanan pendukung kegiatan wisata alam di Prapat dan Balige meliputi peningkatan Lapangan Terbang
Sibisa, peningkatan ruas jalan lingkar dalam Pulau Samosir, pembangunan ruas jalan lingkar luar Danau
Toba dan pengerukan Terusan Tano Ponggol.
4. Mengembangkan prasarana wisata bahari, khususnya di kepulauan Nias dan sekitarnya, serta
mengembangkan prasarana pelayanan pendukung kegiatan wisata bahari di Gunung Sitoli dan Sibolga.
5. Mengembangkan kegiatan ekonomi khususnya sektor primer di kawasan penyangga (hinterland) sebagai
penunjang dan pendukung bagi berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan tersebut.
6. Pengembangan prasarana wisata agro/Agrotourisme di sepanjang lintasan pariwisata.

I
77
-

4.3.6

Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau kecil

A.

Tujuan Pengembangan

1. Menjaga kelestarian lingkungan kawasan pesisir dan ekosistem laut.


2. Meningkatkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan kelautan bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi Propinsi
Sumatera Utara.
3. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan.
4. Menciptakan pengelolaan ruang yang terpadu bagi pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir dengan
kegiatan pelestarian lingkungan.
B.

Arahan Pengembangan

Propinsi Sumatera Utara memiliki perairan laut dan danau yang potensial dan luas, yang terdiri dari
perairan laut pantai Timur, pantai Barat, perairan Danau Toba dan kepulauan. Berbagai kegiatan yang telah
berkembang di wilayah pesisir dan kelautan Sumatera Utara meliputi kegiatan perikanan laut, permukiman
nelayan, pariwisata, perhubungan, dan industri.
Agar potensi kelautan tetap terjaga kelestariannya, maka perlu dikelola secara serasi antara pemanfaatan
sumberdaya laut dan pesisir dengan lingkungannya. Untuk tujuan tersebut maka pengembangan kawasan pesisir
dan kelautan diarahkan pada :
1. Mempertahankan kawasan lindung di sekitar pantai di Asahan, Langkat, Labuhan Batu, Tapanuli Tengah,
Mandailing Natal dan Nias.
2. Pengembangan perikanan tangkap (laut) di pantai Timur, pantai Barat serta Pulau Nias dan pulau lainnya.
3. Pengembangan kegiatan pertambakan yang berwawasan lingkungan di pantai Barat dan di pantai Timur.
4. Pengembangan kawasan wisata bahari di Pulau Nias, Medan, Deli Serdang, Tapanuli Tengah dan Sibolga.
5. Pengembangan pelabuhan perikanan di kawasan pantai Langkat, Deli Serdang, Medan, Asahan, Tanjungbalai,
Labuhan Batu, Sibolga, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, dan Nias.
6. Pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di sentra-sentra perikanan.
C.

Strategi Pencapaian Tujuan

Untuk mencapai tujuan pengembangan kawasan pesisir dan kelautan Propinsi Sumatera Utara, strategi
pengembangan yang dilakukan adalah :
1. Mengembangkan sarana dan prasarana bagi peningkatan kegiatan perikanan, meliputi pelabuhan perikanan,
prasarana transportasi dari lokasi sumberdaya laut ke lokasi koleksi dan distribusi, sarana transportasi laut,
jaringan irigasi tambak, alat penangkapan ikan, pakan, pupuk, pengelolaan pembibitan ikan terpadu, dan
tempat pelelangan ikan.
2. Meningkatkan kualitas dan produksi tangkapan ikan melalui pengembangan teknologi penangkapan ikan dan
pengolahan hasil tangkapan ikan yang lebih baik tanpa mengganggu atau merusak ekosistem laut.
3. Meningkatkan prasarana dan sarana bagi permukiman nelayan.
4. Mengembangkan kegiatan perikanan laut dan pertambakan rakyat.
5. Meningkatkan produksi penangkapan ikan pada Zona Ekonomi Ekslusif di Indonesia.
6. Mengembangkan prasarana dan sarana bagi pengembangan wisata bahari, termasuk pengembangan promosi
pariwisata.
7. Meningkatkan penyediaan prasarana dan sarana pelabuhan ekspor impor di Belawan.
8. Meningkatkan pengamanan kawasan laut dari pencurian ikan.
9. Meningkatkan dan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan sumber daya pesisir laut dan pulau pulau
kecil
10. Mengembangkan kawasan mangrove secara insentive untuk mendorong daya dukung perikanan laut.

I
78
-

1.3.7

Kawasan Strategis Hankamnas

Untuk menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan nasional (Hankamnas) yang stabil dan mantap,
maka perlu ditetapkan kawasan-kawasan yang bersifat strategis bagi kepentingan hankamnas.
Tujuan pengembangan kawasan strategis hankamnas adalah :

1. Menjamin kondisi pertahanan dan keamanan nasional yang stabil dan mantap.
2. Mendorong terciptanya penatan ruang yang serasi antara kepentingan strategis hankamnas dengan kegiatan
sosial ekonomi masyarakat.
Pantai Timur Propinsi Sumatera Utara merupakan pantai yang relatif landai dan berada pada jalur
pelayaran internasional yang padat. Oleh karenanya, kawasan tersebut rawan terhadap invasi pihak asing,
terutama di kawasan Pantai Cermin, Kabupaten Deli Serdang dengan posisi memanjang antara Sei Denai dan
Bedagai. Selain itu, kawasan Pantai Timur juga rawan terhadap penyelundupan barang-barang dari luar negeri.
Di Pantai Barat Sumatera Utara terdapat garis pantai yang strategis bagi keperluan pendaratan yang
memungkinkan penguasaan teritorial Sumatera Utara bagian Barat, Sumatera Barat, dan Aceh Selatan. Lokasi
yang diperuntukkan dalam kepentingan Hankamnas di Propinsi Sumatera antara meliputi :
1.
2.
3.
-

Pendaratan Pasukan
Pangkalan Susu (Kabupaten langkat)
Pantai Cermin dan Pulau Berhala (Kabupaten Deli Serdang)
Tanjung Tiram (Kabupaten Asahan )
Pantai Barus dan Pantai Pandan (Kabupaten Tapanuli Tengah)
Pangkalan Perlawanan
Kecamatan Raya (Kabupaten Simalungan)
Kecamatan Sipiongot (Kabupaten Tapanuli Selatan)
Daerah Latihan Militer
Naga Huta (Kota Pematangsiantar)
Aek Natolu (Kabupaten Toba Samosir)
Tanjung Dolok (Kabupaten Simalungan)

4.4

Sistem Prasarana Wilayah

4.4.1

Tujuan pengembangan
Tujuan rencana pengembangan sistem infrastruktur Propinsi Sumatera Utara adalah :

1. Meningkatkan aksesibilitas wilayah Sumatera Utara dengan wilayah eksternalnya.


Dalam upaya meningkatkan akumulasi kegiatan ekonomi Sumatera Utara diperlukan peningkatan akses
untuk mengakomodasikan mobilitas faktor produksi dan produk antara Sumatera Utara dengan wilayah
eksternalnya baik dalam skala regional, nasional, maupun internasional; serta secara internal Sumatera
Utara.
2. Mendukung konsep pengembangan ruang menuju struktur ruang yang lebih bersifat horizontal, namun tetap
mempertahankan peran pusat pertumbuhan bagi kegiatan berskala besar.
Implikasi konsep pengembangan ruang tersebut terhadap pola pengembangan sistem infrastruktur adalah
peningkatan akses ke seluruh bagian wilayah Sumatera Utara, terutama yang ditetapkan sebagai kawasan
budidaya, melalui pembangunan infrastruktur ekonomi dasar di kawasan tersebut. Dengan demikian, dapat
diciptakan peluang pengembangan aktifitas ekonomi yang relatif lebih merata di seluruh bagian wilayah

I
79
-

Sumatera Utara. Di pihak lain, fungsi pusat pertumbuhan yang ada tetap dipertahankan untuk
kesinambungan aktifitas berskala regional, nasional, maupun internasional.
3. Melindungi kawasan tertentu yang memiliki fungsi penting secara ekologis.
Tujuan ini dicapai dengan menghindari pengembangan infrastruktur ke kawasan yang memiliki fungsi lindung.

4.4.2

Arahan pengembangan

Pada dasarnya arah pengembangan infrastruktur identik dengan arah pengembangan ruang kegiatan.
Konsep struktur ruang Propinsi Sumatera Utara adalah menuju decentralized territorial approach, dimana
pengembangan ruang diarahkan pada terbangunnya peluang perkembangan aktifitas yang lebih merata secara
proporsional bagi seluruh bagian wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan budidaya. Pengembangan kawasan
budidaya di Propinsi Sumatera Utara diarahkan di wilayah pantai Timur, wilayah wilayah pantai Barat, dan
sebagian wilayah Tengah.
Pengembangan infrastruktur di wilayah sepanjang Pegunungan Bukit Barisan dilakukan secara terbatas
sesuai karakteristik fisiknya yang merupakan wilayah bergelombang dan sebagian merupakan wilayah konservasi.
Dengan memperhatikan konsep tersebut, arah pengembangan sistem infrastruktur direncanakan sebagai berikut :
A.

Sistem Transportasi

A.1

Transportasi Darat

1. Pengembangan jaringan transportasi darat diarahkan untuk membangun akses secara berkesinambungan
(continuous access) dan berjenjang dari satuan ruang lokal, pusat pelayanan tersier, pusat pelayanan
sekunder, hingga pusat pelayanan primer sebagai inlet-outlet point (bandara dan pelabuhan) dengan wilayah
eksternal Sumatera Utara.
2. Pengembangan jaringan jalan arteri primer terdiri atas tiga jalur regional, yaitu jalur Timur, jalur Tengah, dan
jalur Barat. Jalur Timur merupakan muara pergerakan dari seluruh pusat kegiatan ekonomi di pantai Timur,
termasuk Kawasan Perkotaan Mebidang yang merupakan pusat pelayanan primer. Jalur Tengah merupakan
prasarana yang melayani pergerakan penumpang dan barang di wilayah Sumatera Utara bagian Tengah
yang menghubungkan pantai Barat dan pantai Timur, terutama pusat pelayanan primer Mebidang dan
Sibolga. Jalur Barat merupakan prasarana untuk perkuatan wilayah pantai Barat, mengembangkan potensi
ekonominya, terutama untuk mendukung aksesibilitas pusat primer Sibolga.
3. Pengembangan jaringan jalan kolektor primer ditujukan untuk menciptakan akses yang berkesinambungan
antara pusat pelayanan primer dengan pusat pelayanan sekunder, serta berperan sebagai muara pergerakan
dari pusat-pusat tersier.
4. Jaringan jalan lokal terdistribusi ke seluruh wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan budidaya dan
berorientasi ke jaringan jalan arteri atau kolektor.
5. Penataan pelayanan angkutan umum yang disesuaikan dengan hirarki jalan
6. Penetapan lokasi terminal angkutan barang dengan fasilitasnya dan pangkalan truk yang diarahkan pada
kawasan pelabuhan dan industri/pergudangan serta lokasi yang ditetapkan pada jaringan jalan arteri primer.
7. Jaringan jalan lokal terdistribusi ke seluruh wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan budidaya dan
berorientasi ke jaringan jalan arteri atau kolektor.
A.2

Transportasi Laut

1. Pengembangan pelabuhan yang berfungsi sebagai inlet-outlet point utama bagi sistem pergerakan
penumpang dan barang menuju dan dari wilayah Sumatera Utara, terutama, yakni Pelabuhan Belawan di
Kawasan Mebidang dan Pelabuhan Sibolga di Kota Sibolga, Gunung Sitoli, Pelabuhan tradisional dan
pelayaran rakyat di Tanjungbalai;
2. Pengembangan pelabuhan-pelabuhan pengumpan regional dan lokal sebagai penunjang pergerakan melalui
laut bagi wilayah di sepanjang pantai yang memiliki potensi ekonomi tertentu.
3. Pengembangan pelabuhan pelabuhan sebagaimana dimaksud diatas secara terintegrasi dengan
pengembangan jaringan angkutan kereta api dan jaringan angkutan jalan.

I
80
-

A.3

Transportasi Udara

1. Merencanakan dan membangun pelabuhan udara di Kuala Namu Kabupaten Deli Serdang sebagai
pelabuhan udara utama pengganti pelebuhan udara Polonia di Medan, yang berfungsi melayani pergerakan
penumpang dan barang berskala regional, nasional, dan internasional, terutama yang berlokasi di Kawasan
Mebidang dan Sibolga sebagai pusat-pusat primer.
2. Pengembangan bandara penunjang sistem pergerakan internal Sumatera Utara guna memperlancar mobilitas
menuju dan dari kawasan-kawasan yang memiliki fungsi penting tertentu melalui udara.
B.

Sistem Infrastruktur Listrik, Telekomunikasi dan Air Bersih, Pengendali Banjir, Drainase, Irigasi
dan Persampahan

B.1

Infrastruktur Energi, Telekomunikasi dan Air Bersih

Pengembangan prasarana listrik diarahkan untuk tujuan terlaksananya pemanfaatan energi gas bagi
kebutuhan rumah tangga dan transportasi, perusahaan listrik dan tersedianya listrik yang menjamin keandalan dan
keseimbangan penyediaannya. Arahan pengembangan prasarana listrik, telekomunikasi dan air bersih dilakukan
melalui:
1.

Pengembangan pelayanan gas melalui jaringan pipa untuk kawasan industri, perdagangan, jasa,
perumahan, perusahaan listrik diprioritaskan di wilayah Pantai Timur dan wilayah Pantai Barat.

2.

Pengembangan jarinagan distribusi listrik dianjurkan melalui saluran kabel bawah tanah untuk
kawasan perkotaan, perdagangan/jasa, industri dan perumahan baru.

3.

Memperluas pengadaan transmisi tegangan tinggi baik melalui saluran udara dan saluran kabel
bawah tanah, gardu induk dan gardu distribusi.

4.

Pengembangan sistem infrastruktur listrik dan telekomunikasi diarahkan sesuai dengan pola
pengembangan ruang aktifitas.

5.

Pengembangan prasarana telekomunikasi diarahkan untuk mencapai tujuan mewujudkan sistem


telekomunikasi lokal, antar kota dan antar negara dan terjamin keandalannya untuk menunjang propinsi
Sumatera Utara sebagai salah satu jalur telekomunikasi penting di Indonesia. Secara spasial, arah
pengembangan infrastruktur berskala besar terkonsentrasi di wilayah pantai Timur dan pantai Barat
Sumatera Utara dimana terdapat pusat-pusat primer. Pada kawasan ini, infrastruktur listrik dan
telekomunikasi dikembangkan guna mendukung kegiatan industri pengolahan berskala menengah-besar
dan jasa. Pengembangan infrastruktur ini juga bertujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of
scale) dalam pembiayaannya. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa perkembangan wilayah pantai Timur
jauh lebih berkembang dibandingkan dengan wilayah pantai Barat. Kebijaksanaan yang ditetapkan adalah
pengembangan infrastruktur di wilayah pantai Barat dilakukan lebih intensif untuk mendukung
perkembangan aktifitas perkotaan di pantai Barat.

6.

Pada pusat-pusat sekunder dan tersier, pengembangan infrastruktur listrik dan telekomunikasi
diarahkan sesuai dengan skala potensi ekonomi yang dimiliki dengan tujuan untuk memacu pertumbuhan
ekonomi di wilayah tersebut.

7.

Jaringan air bersih hanya dikembangkan di pusat-pusat primer dan sekunder. Di kota tertentu
lainnya yang memiliki potensi permintaan cukup memadai dapat dikembangkan sistem penyediaan air
bersih.

I
81
-

8.

Prasarana air bersih yang dikembangkan melipiti fasilitas aitr bersih dan sumber air yang akan
dimanfaatkan guna meningkatkan pelayanan air bersih yang memenuhi standart kesehatan.

B.2
1.
2.

3.

Jaringan Infrastruktur Pengendali banjir, drainase, irigasi dan persampahan

Prasarana pengendalian banjir dan drainase dimaksudkan meliputi sistem jaringan pembuangan air hujan
maupun pembuangan air limbah cair dari rumah tangga (domestik) dan arahan sistem pengendali banjir.
Pengembangan prasarana irigasi diarahkan untuk :
a. menunjang penyediaan air dan penataan air bagi pertanian lahan basah untuk meningkatkan hasil
panen;
b. mengintensifkan kegiatan dan hasil pertanian pada lokasi pertanian lahan basah.
Prasarana persampahan yang dikembangkan meliputi sistem pembuangan sampah dari sumber sampah
sampai ke pembuangan akhir sampah.

4.4.3

Strategi Pencapaian Tujuan

A.
A.1

Sistem Transportasi
Transportasi Darat

1. Memperkuat jaringan jalan arteri primer di wilayah pantai Timur Sumatera Utara, dan di wilayah pantai Barat,
serta memperkuat jaringan jalan arteri primer di wilayah bagian Tengah secara terbatas sebagai urat nadi
pergerakan yang menghubungkan wilayah bagian Tengah dengan wilayah bagian Timur dan Barat.
2. Mengendalikan derajat aksesibilitas di wilayah Tengah di kawasan Bukit Barisan untuk mengamankan fungsi
kawasan lindung.
3. Pengembangan jaringan jalan arteri primer di ketiga jalur Barat, Timur, dan Tengah diarahkan untuk secara
kontinyu berfungsi sebagai jaringan jalan arteri primer dengan spesifikasi sesuai ketentuan dalam UU Nomor
13/1980 tentang Jalan dan PP Nomor 26/1985 tentang Jalan, yakni :

dirancang berdasarkan kecepatan rencana (design speed) minimal 60 km/jam

lebar badan jalan minimal 8 meter

bebas dari pergerakan ulang-alik dan pergerakan lokal

jumlah jalan masuk dibatasi dengan jarak minimal antara dua jalan masuk adalah 500 meter

kapasitas jalan harus lebih besar dari volume lalu-lintas harian rata-rata (LHR)

pembatasan secara ketat terhadap lokasi pemberhentian kendaraan dan parkir

dilengkapi dengan rambu, marka, lampu lalu-lintas, dan penerangan yang memadai

memiliki jalur khusus untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya


4. Memperkuat interaksi internal untuk mendukung pola perkembangan ruang yang bersifat horizontal
(decentralized territorial approach) melalui penguatan jaringan jalan kolektor primer dengan pola mengikuti
jaringan penghubung antar pusat sekunder, yang berperan menghubungkan secara kontinu pusat pusat
sekunder dengan pusat pusat sekunder.
5. Penguatan struktur jalan internal yang bertujuan memacu pertumbuhan ekonomi lokal dikembangkan sebagai
jaringan jalan lokal (feeder road) yang berfungsi membangun akses yang kontinyu antara unit-unit kegiatan
lokal dengan jaringan kolektor dan arteri primer. Sesuai dengan UU Nomor 22/1999 tentang Pemerintahan
Daerah, pengembangan jaringan jalan lokal secara teknis diatur dalam RTRW Kabupaten dan RTRW Kota
masing-masing.

I
82
-

6. Dalam konteks kewenangan pembinaannya, klasifikasi jalan yang digunakan oleh Bina Marga terdiri atas jalan
Arteri Primer (AP), Kolektor Primer 1 (KP1), dan Kolektor Primer 2 (KP2). Dalam hal ini, kewenangan
pembinaan jalan berkelas AP dan KP1 berada pada Pemerintah Pusat, sedangkan kewenangan pembinaan
KP2 berada pada Pemerintah Propinsi.
Jaringan jalan AP dan KP1 yang kewenangannya berada pada Pemerintah Pusat adalah :

Kota Pinang Rantau Prapat- Simpang Kawat- Tanjugn Balai- Tebing tinggi Perbaungan- Medan
Binjai Stabat- Pangkalan Brandan ke arah Aceh

Muara Sipongi Kotanopan Panyabungan Siabu Padang Sidempuan Sipirok Tarutung


Siborong-borong Balige Porsea Parapat Pematangsiantar Tebing Tinggi.

Natal - Lumut - Pandan Sibolga Tarutung.

Medan - Brastagi - Kabanjahe - Sidikalang, hingga ke Tapaktuan

Siborong-borong - Dolok Sanggul - hingga Sidikalang

Sibolga - Sipirok - Sipiongot hingga Sigambal

Aek Nabara - Negeri Lama hingga Tanjung Sarang Elang.

Tarutung - Parsoburan hingga Aek Koto Batu.

Parlilitan - Batu Gajah - Sidikalang

Porsea - P. Rakyat hingga Batas Kabupaten Asahan

Silimbat - Parsoburan - Batas Labuhan Batu.

Pangururan - Tele

Ruas jalan lingkar Dalam Samosir

Ruas jalan lingkar Luar Danau Toba


Jaringan jalan yang kewenangannya pada Pemerintah Propinsi adalah:

Sibolga Sorkam Barus - Pakkat, hingga Dolok Sanggul.

Lumut Padangsidimpuan - Gunung Tua, hingga Kota Pinang

Aek Kota Batu Parsoburan - Toba Samosir

Aek Nabara Negeri Lama Tanjung Serang Elang

Simpang Ajamu Sei Rakyat Labuhan Bilik Sei Berombang

Sigambal Sipiongot Sipirok Sibolga

Singkuang Padangsidimpuan.
7. Pengembangan jaringan jalan tol dilakukan selain melalui peningkatan jalan tol yang ada, dilakukan juga
pembangunan jalan tol baru yang menghubungkan Binjai - Medan - Tanjung Morawa - Lubuk Pakam - Tebing
Tinggi dan Medan - Kuala Namu, untuk melayani pergerakan Barat - Timur dan Utara - Selatan di kawasan
perkotaan mebidang. Jalan tol Belawan - Medan - Tanjung Morawa (Belmera) dimaksudkan untuk melayani
pergerakan barang Belawan - Medan dan Belawan - Tanjung Morawa, dan pada dua simpul akan
menghubungkan Belawan dengan Lubuk Pakam dan Kuala Namu. Di arah Selatan, jalan tol tersebut
menghubungkan Belawan dengan Prapat.
Di arah Timur, jalan tol Tanjung Morawa - Lubuk Pakam juga direncanakan sebagai jalur regional ke arah
Tebing Tinggi dan wilayah Sumatera Utara bagian Timur. Sedang ke arah Barat dibangun jalan tol Medan Binjai.
8. Pengembangan derajat aksesibilitas antara Propinsi Sumatera Utara dengan Nangroe Aceh Darussalam
adalah melalui jalur Medan - Stabat - Pangkalan Brandan ke arah Langkat dan Medan - Sidikalang - ke arah
Tapaktuan. Akses ke Propinsi Riau dibentuk melalui peningkatan jalur Medan - Perbaungan - Tebing Tinggi Tanjungbalai - Kota Pinang ke arah Dumai dan jalur kereta api dari Medan - Tebing Tinggi - Kisaran - Rantau
Prapat ke arah Dumai. Sedangkan akses dengan Propinsi Sumatera Barat dikembangkan melalui jalur
Padang Sidempuan ke arah Muara Sipongi dan jalur Sibolga - Lumut - Natal ke arah Air Bangis.
9. Pengembangan jaringan jalan kereta api diarahkan untuk meningkatkan koneksitas antara bagian wilayah
Pantai Timur Pulau Sumatera dan mendukung fungsi bandar udara Kuala Namu yang direncanakan menjadi
Bandar udara utama di Sumatera Utara. Jaringan kereta api yang ada menghubungkan Binjai - Medan - Deli

I
83
-

Serdang sebagai bagian dari jalur kereta api di Kabupaten Langkat, serta jalur kereta api Medan - Belawan.
Ke arah Selatan juga terdapat jalur yang menghubungkan Medan dengan Pancur Batu dan Deli Tua.
Untuk wilayah bagian Tengah yang merupakan dataran tinggi tidak direncanakan pembangunan jaringan
kereta api karena karakteristik fisik wilayah yang tidak memungkinkan. Wilayah pantai Barat
direkomendasikan sebagai wilayah pengembangan jaringan jalan kereta api untuk mendukung fungsi kota
Sibolga sebagai pusat pelayanan primer, namun diarahkan sebagai sistem internal untuk melayani
pergerakan penumpang dan barang di wilayah pantai Barat yang berorientasi ke kota Sibolga.
Pengembangan jalur kereta api :

Pemanfaatan jalur Binjai - Medan - Lubuk Pakam yang merupakan bagian dari jalur Sumatera Utara Aceh.

Pengoperasian kembali jalur Medan - Pancur Batu dan Medan - Deli Tua untuk antisipasi rencana
relokasi perguruan tinggi, pembangunan sarana olah raga, dan taman botani di sekitar Pancur Batu.

Pembangunan jalur Binjai - Belawan melalui Hamparan Perak dan Belawan - Kuala Namu. Jalur ini
ditujukan untuk mendukung pengembangan kawasan industri, Pelabuhan Belawan, dan Bandar Udara
baru di Kuala Namu.

Pengembangan jalur di wilayah bagian Tengah hingga ke Sosa untuk mengantisipasi perkembangan
yang terjadi.

Pengembangan jalur Rantau Prapat ke arah Dumai untuk mengantisipasi perkembangan perkebunan
kelapa sawit di Riau untuk diolah di Sumatera Utara.

Pengoperasian dan peningkatan manajemen pengelolaan stasiun kereta api di seluruh jalur yang ada.

Pembangunan jalan layang (fly over) pada beberapa titik pertemuan rel kereta api dengan jalan raya.
10. Khusus untuk wilayah dengan aliran sungai yang potensial dibangun sebagai waterways dilakukan
pengintegrasian jaringan jalan dengan jalur sungai dengan mengembangkan dermaga sungai pada simpulsimpul pertemuan antara kedua moda angkutan tersebut. Sistem terpadu antara jaringan jalan dengan jalur
sungai dikembangkan untuk mengakomodasi pergerakan penumpang dan komoditi yang dihasilkan wilayah
belakang, yang berorientasi ke pusat-pusat kegiatan industri dan yang menuju pelabuhan pengumpan lokal
yang dikembangkan di sepanjang pantai Timur dan Barat Sumatera Utara.
11. Jalur jalan arteri primer yang dikembangkan meliputi :

Jalur Pantai Timur Sumatera Utara mulai dari Kotapinang, Aek Nabara, Rantau Prapat, Aek Kanopan,
Simpang Kawat, Tanjungbalai, Kisaran, Indrapura, Tebing Tinggi, Perbaungan, Lubuk Pakam, Medan,
Binjai, Stabat, Pangkalan Brandan, Besitang, menuju Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam melalui
Langkat.;

Jalur Tengah Sumatera Utara mulai Muara Sipongi, Kotanopan, Panyabungan, Siabu,
Padangsidempuan, Sipirok, Tarutung, Siborong-borong, Dolok Sanggul, Sidikalang, Kuta Bulu dan Lau
Pakam hingga batas daerah Propinsi Nangroe Aceh Darussalam dan mulai dari arah Siborong
borong, Balige, Prapat, Pematangsiantar, Tebing Tinggi sampai Medan hingga batas Propinsi Nanggroe
Darussalam.

Jalur Pantai Barat Sumatera Utara mulai dari Manisak, Simpang Gambir, Natal, Batang Toru, Lumut,
Pandan, Sibolga, Barus dan Manduamas hingga batas Propinsi Aceh Nangroe Aceh Darussalam.

Jalkur Jalur yang menghubungkan pusat pusat pertumbuhan kawasan andalan mulai dari Medan,
Tebing Tinggi, Pematangsiantar, Perdagangan, Kisaran/Tanjungbalai, Rantau Prapat, Pematangsiantar,
Parapat/Balige, Panyabungan dan jalur dalam Pulau Nias.
12. Selain ketiga jalur regional tersebut, terdapat juga beberapa jalur jalan kolektor primer yang menghubungkan
ketiganya di beberapa bagian, yakni ruas Lumut - Padang Sidempuan - Gunung Tua - hingga Kota Pinang
yang menghubungkan jalur Barat, jalur Tengah, hingga jalur Timur melalui Selatan; ruas Sibolga - Sorkam Barus - Pakkat - Dolok Sanggul yang menghubungkan jalur Tengah dan jalur Barat; serta ruas Siborongborong - Dolok Sanggul - Sidikalang - dan Medan - Brastagi - Kabanjahe - Sidikalang - Tapak Tuan yang
menghubungkan jalur Tengah dengan Timur dan Nangroe Aceh Darussalam. Ruas jalan Porsea Batas
Asahan ruas jalan Silimbat Parsoburan Labuhan Batu, Pangururan Tele, lingkar dalam Pulau Samosir
dan lingkar luar Danau Toba.

I
84
-

13. Jaringan kolektor primer tersebut berperan menghubungkan secara kontinyu pusat-pusat sekunder dengan
pusat-pusat tersier seperti tertera pada gambar 4.1. Ketentuan jaringan jalan kolektor primer sesuai dengan
ketetapan pada UU Nomor 13/1980 tentang Jalan dan PP Nomor 26/1985 tentang Jalan, yakni :

dirancang berdasarkan kecepatan rencana minimal 40 km/jam

lebar badan jalan minimal 7 meter

jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien dengan jarak minimal antara dua jalan masuk sepanjang 400
meter.

kapasitas jalan lebih besar dari volume lalu-lintas harian rata-rata (LHR)

parkir pada badan jalan dibatasi dan tidak diijinkan pada jam sibuk.

memiliki kelengkapan jalan seperti rambu, marka, lampu lalu-lintas, dan penerangan yang memadai

memiliki jalur khusus untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya


A.2 Transportasi Laut
1. Peningkatan derajat akses wilayah Sumatera Utara dengan wilayah eksternalnya dalam rangka
mengembangkan perdagangan dalam skala regional, nasional, dan internasional ditempuh dengan
meningkatkan kemampuan pelabuhan dan bandar udara utama di Propinsi Sumatera Utara.
Pelabuhan Belawan merupakan outlet-inlet point utama yang memegang peranan penting dalam sistem
perhubungan laut antara Sumatera Utara dengan wilayah lainnya. Dengan memperhatikan peran penting
Pelabuhan Belawan dalam pergerakan arus barang dari dan ke wilayah Sumatera Utara yang melayani
sekitar 84,5 % arus masuk dan 77 % arus keluar Sumatera Utara, maka pengembangan fasilitas pelabuhan
di masa yang akan datang ditujukan untuk mendukung peran tersebut. Fungsi Pelabuhan Belawan hingga
2018 tetap sebagai pelabuhan utama Sumatera Utara.
Rencana pengembangan Pelabuhan Belawan :

Melakukan perluasan areal melalui reklamasi dan konversi lahan di sebelah Barat Sungai Belawan
dengan total area 2.000 hektar.

Pembangunan kawasan industri di areal yang dikuasai PT. Pelindo I untuk kegiatan yang berorientasi
ekspor.

Pembangunan terminal peti kemas generasi II (1997) dan generasi III (1998) ditingkatkan menjadi
generasi IV.

Pembangunan pergudangan pada lini 1 dan 2.

Pengerukan sediman dari Sungai Belawan dan Sungai Deli sebesar 1,8 juga m3/tahun.

Angkutan pendukung transhipment dilayani melalui jalur jalan tol Belmera dan jalan kereta api Belawan
- Medan dan Belawan Batang Kuis.
2. Untuk mendukung kebijakan penetapan kota Sibolga sebagai pusat pelayanan primer B pada RTRWP
Sumatera Utara 2003-2018, maka Pelabuhan Sibolga ditetapkan sebagai pelabuhan pengumpan regional
dengan spesifikasi kemampuan teknis untuk melayani angkutan penumpang dan barang pada skala nasional
dan regional. Dengan demikian, Pelabuhan Sibolga diharapkan mampu melayani mobilitas barang dan
penumpang untuk seluruh wilayah pantai Barat.
3. Beberapa pelabuhan skala lokal dan regional di Sumatera Utara yang dikembangkan untuk menunjang
perkembangan aktifitas ekonomi wilayah pelayanannya adalah:

Pelabuhan Kuala Tanjung dikembangkan sebagai pelabuhan pengumpan regional dengan skala
pelayanan angkutan penumpang dan barang di wilayah pantai Timur Sumatera Utara.

Pelabuhan Tanjungbalai dan Pangkalan Susu dikembangkan sebagai pelabuhan pengumpan lokal
untuk melayani angkutan penumpang dan barang di wilayah pantai Timur bagian Tenggara.

Pelabuhan Tanjung Sarang Elang dikembangkan sebagai pelabuhan pengumpan lokal untuk melayani
angkutan barang di wilayah pantai Timur bagian Selatan, sehingga komoditi setempat tidak berorientasi
ke Pelabuhan Dumai di Propinsi Riau.

Pelabuhan Natal dikembangkan sebagai pelabuhan pengumpan lokal untuk melayani angkutan
penumpang dan barang di wilayah pantai Barat bagian Selatan, sehingga komoditi setempat tidak
berorientasi ke pelabuhan Teluk Bayur di Sumatera Barat.

I
85
-

A.3

Pelabuhan Gunung Sitoli dikembangkan sebagai pelabuhan pengumpan lokal untuk melayani angkutan
penumpang dan barang dari dan menuju Pulau Nias.
Pelabuhan Balige, Pelabuhan Ajibata, Pelabuhan Simanindo dan Pelabuhan Pangururan dikembangkan
sebagai pelabuhan pengumpan lokal untuk melayani angkutan tourist/wisatawan mengunjungi objekobjek wisata di daerah tujuan wisata Danau Toba.

Transportasi Udara

1. Bandar Udara Polonia merupakan outlet-inlet point utama yang melayani angkutan udara bagi penumpang
umum di Propinsi Sumatera Utara. Pada tahun perencanaan RTRWP Sumatera Utara 2003 - 2018, Bandara
Polonia direncanakan dipindahkan ke Kuala Namu sebagai pusat penyebaran primer berskala internasional
untuk melengkapi fungsi Kawasan Perkotaan Mebidang sebagai pusat pelayanan primer. Pengembangan
Bandara Kuala Namu disesuaikan dengan spesifikasi teknis bandara meliputi panjang runway, luas dan
kualitas bangunan bandara, kapasitas pergudangan, kemampuan alat navigasi bandara, dan kelengkapan
utilitas pendukung fungsi bandara yang berstandar internasional.
2. Untuk menunjang penetapan fungsi kota Sibolga sebagai pusat pelayanan primer B di Sumatera Utara, maka
bandar udara Dr. Ferdinand Lumbantobing dikembangkan sebagai pusat penyebaran sekunder dengan
spesifikasi teknis bertaraf nasional dan regional.
3. Beberapa bandar udara dengan skala pelayanan lokal yang dikembangkan sebagai pusat penyebaran tersier
untuk melayani kawasan sekitar adalah:

Bandar Udara Binaka di Gunung Sitoli dikembangkan untuk mendukung fungsi Pulau Nias sebagai
kawasan perikanan dan pariwisata.

Bandar Udara Sibisa di Toba Samosir dikembangkan untuk mendukung pergerakan angkutan udara
wilayah Toba Samosir dan sekitarnya.

Bandar Udara Aek Godang di Tapanuli Selatan dikembangkan guna mendukung pergerakan angkutan
udara di wilayah Tapanuli Selatan dan Mandailing Natal.

Bandar udara Silangit di Tapanuli Utara dikembangkan guna mendukung pergerakan angkutan udara di
wilayah Tapanuli Utara.

Bandar udara Dr. Ferdinand Lumbantobing di Tapanuli Tengah dikembangkan untuk mendukung
pergerakan angkutan udara tourist mancanegara dari negara asalnya menuju daerah tujuan wisata
wilayah Toba Samosir dan sekitarnya.
B.

Jaringan Infrastruktur Listrik, Telekomunikasi, dan Air Bersih

Strategi pencapaian struktur ruang yang dituju melalui pengembangan infrastruktur listrik, telekomunikasi,
dan air bersih dilakukan melalui :
1. Pengembangan jaringan infrastruktur primer di sepanjang jalur regional sepanjang Pantai Timur terutama di
sekitar kawasan Mebidang dan sepanjang pantai Barat di sekitar kota Sibolga yang merupakan pusat primer.
Jaringan infrastruktur primer dengan daya dan kapasitas pelayanan yang tinggi di sepanjang koridor tersebut
dimaksudkan untuk mencapai economies of scale bagi industri pengolahan berskala besar serta mendukung
operasional sektor jasa.
2. Pengembangan jaringan infrastruktur di pusat-pusat sekunder di seluruh wilayah Sumatera Utara.
3. Pengembangan jaringan infrastruktur di pusat-pusat tersier di seluruh wilayah Sumatera Utara.
4. Pengembangan jaringan infrastruktur pelayanan lokal di kawasan-kawasan tertentu yang memiliki potensi
ekonomi yang memerlukan dukungan penyediaan listrik dan telekomunikasi baik yang terhubungkan dengan
sistem jaringan Sumatera Utara maupun yang sifatnya diskontinyu melalui pembangkit energi dan statiun
relay komunikasi lokal.

I
86
-

5. Pengembangan jaringan air bersih dilakukan di pusat primer dan sekunder, sedangkan di pusat-pusat tersier
dilakukan di kota-kota yang memenuhi skala ekonomi dengan terlebih dahulu menganalisis tingkat
permintaan yang ada.

1.
2.
3.

1.
2.
3.

Strategi pengembangan infrastruktur listrik ditujukan untuk :


Menjamin penyediaan daya, mutu dan keandalan tenaga listrik
Menjaga keselamatan lingkungan di sepanjang jalur transmisi listrik tegangan tinggi.
Menciptakan pengelolaan ruang yang terpadu bagi pemanfaatan air dan udara untuk pembangkit dengan
pelestarian lingkungan, kegiatan sosial masyarakat, pertanian, industri, perdagangan dan pariwisata.
Sementara itu lokasi pembangkit listrik sebagai sumber daya energi terdiri dari :
Pembangkit hydro meliputi kawasan tangkapan air pembangkit tenaga air Asahan, Sipansipahoras,
Renun dan Wampu.
Pembangkit thermal meliputi kawasan Pulau Naga Putri Sicanang Belawan dan sekitarnya, kawasan
Tapian Teluk Nauli dan sekitarnya, kawasan Sarulla dan sekitarnya, kawasan Sibayak dan sekitarnya.
Kawasan transmisi listrik tegangan tinggi meliputi seluruh Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara
kecuali Pulau Nias dan pulau-pulau kecil lainnya.

C.

Jaringan Infrastruktur Pengendali Banjir, drainase, irigasi dan persampahan


Strategi pengembangan sistem infrastruktur pengendali banjir, drainase, irigasi, dan persampahan

adalah:
1.
2.

Pengembangan jaringan infrastruktur pendukung di pusat-pusat sekunder dan tersier di seluruh wilayah
Sumatera Utara dalam upaya untuk mendukung perkembangan ekonomi wilayah dan di wilayah-wilayah
rawan bencana seperti banjir, erosi, dan sebagainya;
Memperluas skala pelayanan infrastruktur dalam upaya untuk mendesentralisasi perkembangan wilayah
dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

I
87
-

Bab
5
INDIKASI PROGRAM
PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH

5.1

Pertimbangan Prioritas

Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara merupakan dasar bagi pola pengembangan ruang
Propinsi Sumatera Utara yang harus didukung oleh pola pengembangan sektor-sektor serta program-program
pembangunan. Untuk mencapai tujuan pengembangan ruang yang diharapkan, maka disusun indikasi program
jangka menengah yang menjadi pedoman bagi Pemerintah Daerah dan instansi terkait dalam memanfaatkan
ruang untuk berbagai kegiatan.
Indikasi program pembangunan jangka menengah dalam pengembangan Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Sumatera Utara dimaksudkan sebagai panduan bagi perencanaan program dan proyek dalam rangka
mencapai tujuan penataan ruang yang diharapkan.
Program-program yang diindikasikan merupakan panduan bagi Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera
Utara dan instansi yang terkait dalam memanfaatkan ruang Propinsi Sumatera Utara untuk mengembangkan
kawasan lindung dan budidaya, sektor-sektor ekonomi dominan, pengembangan sistem permukiman dan
perkotaan, sistem transportasi dan prasarana lainnya, serta pengembangan kawasan-kawasan khusus secara
optimal dan berkelanjutan.
Penyusunan indikasi program didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Tujuan dan konsep pengembangan tata ruang.
2. Karakteristik struktur ruang.
3. Skenario dan tahapan pengembangan
4. Kemampuan Pemerintah Daerah dalam hal pembiayaan pembangunan

5.1.1

Tujuan dan Konsep Pengembangan Ruang

Berdasarkan tujuan dan konsep penataan ruang, dipertimbangkan bahwa struktur ruang yang dituju
mampu menampung tujuan dan konsep pengembangan sektor-sektor, terutama sektor-sektor dominan, pusatpusat pelayanan/perkotaan, pengembangan sistem transportasi, dan sistem prasarana penunjang dengan
mempertimbangkan keserasian antara kawasan lindung dan budidaya.
Berdasarkan pertimbangan tujuan dan konsep pengembangan tata ruang Propinsi Sumatera Utara, maka
program pengembangan wilayah Propinsi Sumatera Utara diwujudkan dalam bentuk :

I
88
-

1. Penyediaan ruang bagi pengembangan sektor-sektor ekonomi dominan maupun sektor lain yang dapat
menunjang pengembangan sektor dominan pada lahan budidaya.
2. Pengembangan ruang yang lebih terdesentralisasi.
3. Pengembangan dan pengololaan sumberdaya setempat secara optimal dan berkelanjutan dengan
membangun tata kaitan yang terpadu dalam proses penambahan nilai dan perluasan multiplier effect.
4. Pengembangan sektor sekunder dan tersier yang mempunyai kaitan dengan sektor primer di wilayah setempat
untuk memperkuat perekonomian setiap bagian wilayah Propinsi Sumatera Utara.
5. Pengembangan prasarana transportasi yang mendukung terciptanya struktur ruang yang diharapkan dan
terbangunnya tata kaitan antara sentra-sentra penghasil sumberdaya alam dengan pusat-pusat pengumpul
produksi.
6. Pemantapan kawasan lindung dalam upaya pelestarian lingkungan hidup dan pembangunan yang
berkelanjutan.

5.1.2

Karakteristik Struktur Ruang


Indikasi

program

mempertimbangkan

jangka

karakteristik

menengah
struktur

Propinsi
ruang

Sumatera
yang

dituju,

Utara
dan

perumusan program diarahkan untuk mendorong terbentuknya struktur


ruang

dengan

karakteristik

hirarki

fungsional

yang

bersifat

lebih

horizontal yang didukung oleh jaringan jalan yang memberi akses secara
proporsional ke setiap bagian wilayah Sumatera Utara.
5.1.3

Skenario dan Tahapan Pengembangan Ruang


Untuk mewujudkan struktur ruang yang dituju diperlukan waktu

selama masa perencanaan. Skenario dan tahapan pengembangan telah


ditetapkan sebagai dasar bagi kerangka waktu pencapaian tujuan
pengembangan tata ruang yang diharapkan.
Kerangka waktu bagi pelaksanaan program pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan
tahapan penanganan krisis ekonomi pada jangka pendek dan pembangunan daerah dalam jangka panjang.
Dengan demikian, indikasi program pembangunan jangka menengah Propinsi Sumatera Utara dilakukan dalam
kerangka tahapan penanganan krisis (rescue), pemulihan aktifitas (recovery), dan pertumbuhan dan
perkembangan melalui pembangunan (redevelopment).

5.1.4

Kemampuan Pemerintah Daerah dalam Pembiayaan Pembangunan

Pelaksanaan strategi pengembangan ruang menuntut dukungan pendanaan dan pembiayaan.


Pembiayaan pembangunan bergantung pada kemampuan Pemerintah Daerah dalam menghimpun dana untuk
pelaksanaan program pembangunan dalam mewujudkan tata ruang yang dituju. Dengan adanya keterbatasan
dana yang mampu dihimpun oleh Pemerintah Daerah, maka disusun prioritas program pengembangan.

I
89
-

5.2

Perumusan Indikasi Program Jangka Menengah

Indikasi program pembangunan dalam RTRW Propinsi Sumatera Utara dijabarkan secara sektoral untuk
kawasan atau wilayah pengembangan. Jangka waktu perencanaan program adalah 15 (lima belas) tahun, yang
dijabarkan dalam program lima tahunan. Tabel 5.1 memperlihatkan indikasi program jangka menengah Propinsi
Sumatera Utara.

Tabel 5.1
Indikasi Program Jangka Menengah Propinsi Sumatera Utara
Tahun 2003 - 2018
No
1.

Wilayah Pengembangan
Sektor/Subsektor Prioritas

Indikasi Program

Kawasan Lindung
a. Ekosistem Mangrove

Rehabilitasi hutan mangrove

b. Kawasan rawan bencana

Delineasi zoning rawan bencana pada


Rencana Tata Ruang Wilayah yang lebih
rinci

c. Kawasan hutan berfungsi


lindung

d. Kawasan perlindungan
setempat
Kawasan Pertanian
a. Pertanian tanaman pangan
lahan basah

Delineasi batas area perlindungan


setempat pada Rencana Tata Ruang yang
lebih rinci.

Mempertahankan luas lahan yang ada


Perbaikan dan pengembangan prasarana
irigasi
Intensifikasi
Peningkatan kualitas dan produktifitas
lahan

*
*

*
*

Mempertahankan luas lahan yang ada


Diversifikasi tanaman
Pengembangan teknologi pengolahan hasil
pertanian
Pengembangan dan alih teknologi untuk
peningkatan kualitas dan produktifitas
lahan
Pengembangan usaha tani terpadu

*
*

*
*

Mempertahankan luas lahan yang tersedia


Pengembangan komoditas unggulan
Peningkatan kualitas dan produktifitas
Pengembangan teknologi penanganan
pasca panen

*
*
*

*
*
*

*
*

c. Perkebunan

b. Pertanian tanaman pangan


lahan kering

Periode
II
III

Penetapan status pada hutan yang


terambah
Pengendalian aktifitas budidaya pada hutan
berfungsi lindung yang tersisa

2.

I
90
-

No

Wilayah Pengembangan
Sektor/Subsektor Prioritas

Indikasi Program

d. Peternakan

e. Perikanan darat

f. Perikanan laut

3.

Pengembangan pola perkebunan rakyat


melalui usaha tani terpadu
Pengembangan agroindustri yang terkait
dengan perkebunan rakyat
Pengembangan pola pemasaran dan
distribusi hasil pertanian rakyat
Pengembangan feeder road
Pemanfaatan lahan pertanian lahan kering,
lahan basah, kebun rakyat sebagai lokasi
peternakan.
Pemberian pinjaman lunak bagi peternak
rakyat
Pengembangan pusat penelitian
peternakan
Perencanaan pengembangan peternakan
Pengembangan pola kemitraan dan
pendampingan antara pengusaha
swasta/Pmerintah Derah dengan peternak
rakyat
Pengembangan pola pemasaran

I
*

Periode
II
III
*

*
*

*
*

*
*

*
*

*
*

Perbaikan sistem pengairan untuk


kolam/tambak
Peningkatan kualitas dan produktifitas
perikanan darat
Pengembangan sistem pemasaran dan
distribusi hasil perikanan

Peningkatan teknologi penangkapan ikan


untuk meningkatkan kualitas dan
produktifitas
Pengembangan sarana penangkapan ikan
Pengembangan teknologi pengolahan hasil
tangkapan ikan
Pengembangan kegiatan pemasaran dan
distribusi hasil perikanan laut
Perbaikan sistem transportasi ke
pelabuhan penangkapan ikan
Pengembangan pelabuhan perikanan
Melakukan pengamanan laut yang lebih
terpadu

*
*

*
*

*
*

Sektor Industri

I
91
-

No

Wilayah Pengembangan
Sektor/Subsektor Prioritas
Kawasan industri di Mebidang
Kawasan industri Tanjungbalai
dan Kisaran
Pematangsiantar dan Porsea
Padangsidempuan

Indikasi Program
-

4.

Kawasan Pariwisata
Danau Toba dan Sekitarnya
Tanah Karo dan Brastagi
Nias dan Sekitarnya

5.

*
*

*
*

Pengembangan eko-wisata
Pengembangan jasa pendukung pariwisata
(hotel, biro perjalanan, restoran, hiburan)
Pengembangan prasarana transportasi
darat, laut, dan udara penunjang pariwisata
secara terpadu
Pengembangan kualitas obyek dan daya
tarik wisata dan atraksi wisata
Pengembangan kegiatan promosi
pariwisata yang terpadu
Pengembangan Pusat Informasi Wisata
Peningkatan sadar wisata

*
*

*
*

*
*

*
*

Eksplorasi kegiatan pertambangan


Pengembangan fasilitas kegiatan
pertambangan
Pengembangan kegiatan pertambangan
rakyat
Penyediaan pinjaman modal bagi
pertambangan rakyat
Reklamasi dan rehabilitasi lahan bekas
pertambangan

*
*

*
*

Pengembangan fungsi kota-kota dan


keterkaitan dengan wilayah sekitarnya
Pembangunan permukiman perkotaan
yang dilengkapi dengan fasilitasnya
Pembangunan prasarana perkotaan
Pengembangan jaringan transportasi
Perbaikan kualitas permukiman perkotaan
Pengembangan kegiatan industri,
perdagangan, dan jasa
Pengembangan sekolah-sekolah kejuruan
di kota-kota tersier yang disesuaikan
dengan potensi pengembangan ekonomi
masing-masing wilayah

*
*

Kawasan Perkotaan

7.

Periode
II
III
*

Kawasan Pertambangan

6.

Pengembangan infrastruktur bagi kawasan


industri
Penyediaan fasilitas dan utilitas bagi
pengembangan industri
Penyusunan rencana detail kawasan
industri
Pengembangan akses dari ke sentrasentra sumberdaya
Pengembangan industri pengolahan
Pengembangan industri hilir yang terkait
dengan industri hulu yang berkembang di
Sumatera Utara

I
*

Kawasan Tertentu

I
92
-

No

Wilayah Pengembangan
Sektor/Subsektor Prioritas
Kawasan Perkotaan Mebidang
Danau Toba
Kawasan Ekosistem Leuser

Indikasi Program

8.

Periode
II
III
*

Penetapan dan pemantapan kawasan


lindung pesisir dan kelautan
Perlindungan bagi vegetasi mangrove dan
terumbu karang
Pengembangan dan perbaikan
permukiman nelayan dan fasilitasnya
Pengembangan pola kemitraan antara
pengusaha swasta/pemerintah daerah
dengan nelayan dalam bidang
pengusahaan perikanan laut
Pengembangan pusat penelitian dan
pembibitan ikan
Pengembangan jaringan transportasi ke
pelabuhan
Pengembangan teknologi penangkapan
ikan
Pengembangan industri pengolahan hasil
tangkapan

Pengembangan dan peningkatan fungsi


jalur regional (pantai Timur dan pantai
Barat yang dihubung-kan oleh jalur Sibolga
- Tarutung
Pengembangan dan peningkatan fungsi
jaringan jalan kolektor primer yang
menghubungkan pusat sekunder dengan
pusat tersier
Pengembangan jaringan jalan lokal (feeder
road) yang menghubungkan kota-kota
tersier dengan sumberdaya alam
Pengembangan jalan tol Binjai-MedanTanjung Morawa- Lubuk Pakam-Tebing
Tinggi, Belmera, dan Tebing Tinggi
-Parapat
Pengembangan transportasi jalur Sumatera
Utara ke Aceh, Riau, dan Sumatera Barat
Pengembangan jaringan jalan kereta api di
pantai Timur
Pengembangan terpadu jaringan
transportasi sungai dan darat

Kawasan Pesisir dan kelautan

9.

Pengembangan prasarana dan sarana


perkotaan
Pengembangan jaringan transportasi arteri
primer
Pengembangan prasarana wisata di Danau
Toba, Prapat dan Balige
Pemantapan Kawasan Lindung
Pengendalian aktifitas perambahan di
kawasan lindung
Penataan ruang kawasan

I
*

Sistem Prasarana Wilayah


a. Transportasi darat

I
93
-

No

Wilayah Pengembangan
Sektor/Subsektor Prioritas
b. Transportasi laut

Indikasi Program

c. Transportasi Udara

d. Air bersih, Listrik, dan


Telekomunikasi

Keterangan

Periode I
Periode II
Periode III

Pengembangan dan peningkatan


pelayanan pelabuhan Belawan sebagai
pelabuhan internasional
Peningkatan fasilitas pelabuhan,
keselamatan pelayaran, dan armada
pelayaran di Pelabuhan Belawan dan
Sibolga
Pengembangan dan peningkatan fungsi
pelabuhan lokal

I
*

Periode
II
III
*
*

Intensifikasi pelayanan bandar udara


Polonia
Pengembangan bandar udara Kuala Namu
pengganti bandar udara Polonia
Pengembangan pelayanan bandar udara
lokal (Binaka, Dr.Ferdinand LbTobing,
Sibisa, dan Aek Godang)

Pengembangan jaringan infrastruktur


primer di jalur regional pantai Timur dengan
daya dan kapasitas yang dapat mendukung
perkembangan industri dan jasa
Pengembangan jaringan infrastruktur
sekunder di jalur regional pantai Barat
Pengembangan jaringan pelayanan di
pusat tersier
Pengembangan jaringan pelayanan lokal di
kawasan tertentu

= 2003-2008
= 2009-2013
= 2014-2018

I
94
-

Bab
6
PENGENDALIAN
PEMANFAATAN RUANG
PROPINSI SUMATERA UTARA

Prinsip perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang
ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang adalah untuk :

Melaksanakan kebijaksanaan pokok pemanfaatan dan pengendalian ruang dan Rencana Tata
Ruang yang lebih tinggi.
Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan perkembangan antar wilayah serta
keserasian pembangunan antar sektor.
Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan/atau masyarakat.
Menyusun rencana tata ruang yang lebih rinci di wilayah yang bersangkutan.
Melaksanakan pembangunan dan perijinan dalam memanfaatkan ruang bagi kegiatan
pembangunan.

Penataan ruang dengan demikian adalah serangkaian proses dan prosedur yang diikuti secara
konsisten sebagai satu kesatuan, yaitu kegiatan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Selain itu, perlu dilakukan kegiatan peninjauan kembali secara
berkala dengan memanfaatkan informasi yang diperoleh dari proses pengendalian pemanfaatan ruang
yang terdiri atas perijinan, pengawasan (pelaporan, pemantauan, dan evaluasi) dan penertiban.
Pengendalian dilakukan secara rutin, baik oleh perangkat Pemerintah Daerah, masyarakat, atau
keduanya.
Keterkaitan ketentuan penyusunan rencana, pemanfaatan, dan pengendalian serta peninjauan
kembali sesuai dengan yang digariskan dalam UU Nomor 24 Tahun 1992 dijelaskan pada gambar 6.1
Dalam hal proses penataan ruang, perlu dilibatkan peranserta masyarakat. Peranserta
masyarakat dalam penataan ruang diatur dalam peraturan perundangan, meliputi UU Nomor 24 Tahun
1992 tentang Penataan Ruang, PP Nomor 69 Tahun 1996 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang, serta Permendagri Nomor 9 Tahun 1998. Dalam peraturan perundangan tersebut,
masyarakat berhak dan wajib berperanserta dalam penyusunan rencana tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
I
95
-

Gambar 6.1
Sistem Penataan Ruang Menurut UU Nomor 24 Tahun 1992

PP KAWASAN TERTENTU,
PERKOTAAN DAN PERDESAAN
PASAL 23 (3)
PP LAIN YANG TERKAIT

PERENCANAAN TATA RUANG (PASAL 13 & 14)


STRUKTUR DAN POLA
PEMANFAAATAN RUANG

PROSES & PROSEDUR PENYUSUNAN &


PENETAPAN RTR SESUAI DENGAN UU
PASAL 13 (1)

TATA
GUNA
TANAH

TATA
GUNA
AIR

PP MENGENAI KRITERIA & TATA CARA


PENINJAUAN KEMBALI DAN/ATAU
PENYEMPURNAAN RTR
PASAL 13 (4)

TATA
GUNA
UDARA

PERATURAN &
PERUNDANGAN TATA
CARA PENYUSUNAN
TATA RUANG FUNGSI
HANKAM
PASAL 14 (3)

KAW.
HANKAM

TATA
GUNA
SDA
LAIN

PEMANFAATAN RUANG
(PASAL 15 DAN PASAL 16)
POLA PENGELOLAAN
PELAKSANAAN
PROGRAM
PEMANFAATAN

PROGRAM
PEMBIAYAAN

TATA
GUNA
AIR

PENTAHAPAN

PASAL 15 (1)

TATA
GUNA
TANAH

PASAL 16 (2)

TATA
GUNA
SDA
LAIN

TATA
GUNA
UDARA

PP MENGENAI POLA
TGT, TGA, TGU, TG SDA
LAIINNYA
PASAL 16 (2)

PERANGKAT INSENTIF DAN DISINSENTIF


PASAL 16 (1)

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG


PASAL 17 DAN PASAL 18
PENGAWASAN

PELAPORAN

PEMANTAUAN

PENERTIBAN

EVALUASI

ADMINISTRASI

PERDATA

MEKANISME PERIJINAN

PIDANA

PENJELASAN PASAL 17

PASAL 18 (1)

PENJELASAN PASAL 18 (1)

I
96
-

6.1

Prinsip Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang didasarkan pada prinsip-prinsip pendekatan yang didasarkan


pada ketentuan perundang-undangan (legalistic approach) dengan menerapkan pendekatan yang lebih
luwes dimana prinsip keberlanjutan (sustainability) merupakan acuan utama. Untuk mewujudkan
pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif diperlukan pertimbangan yang bersifat multi dan lintas
sektoral.
1.
2.
3.
4.
5.

Prinsip-prinsip pengendalian didasarkan pada lima komponen berikut :


Kategori pemanfaatan ruang dan kebijaksanaannya
Peringkat pengaruh geografis kebijaksanaan
Kerangka pengendalian yang berkelanjutan
Instrumen dan tata cara pengendalian
Institusi pengendalian

1.

Kategori pemanfaatan ruang dan kebijaksanaannya

Pemanfaatan ruang dapat dibedakan menurut dua kategori, yaitu yang didorong
pengembangannya serta yang dibatasi pengembangannya.
Kebijaksanaan
tujuan, strategi dan
keseimbangan antar
pengembangan setiap
perekonomian rakyat.

untuk mendorong pengembangan pemanfaatan ruang dalam rangka mencapai


rencana struktur pengembangan wilayah jangka panjang adalah melalui
bagian wilayah, memberikan akses yang merata dan proporsional bagi
bagian wilayah, serta memberikan insentif dan dorongan bagi pengembangan

Kebijaksanaan untuk membatasi perkembangan pemanfaatan ruang dilakukan melalui


pemantapan kawasan lindung, mengurangi tekanan penduduk melalui pengendalian laju pertumbuhan
penduduk, pengelolaan kawasan budidaya secara efisien dan efektif, dan pemberian disinsentif bagi
pengendalian okupasi kawasan lindung.
2.

Peringkat pengaruh geografis kebijaksanaan

Peringkat pertama adalah pengaruh pemanfaatan yang bersifat strategis, yaitu yang mempunyai
dampak berskala regional serta berpengaruh pada strategi makro dan rencana struktur pengembangan
kota dan wilayah propinsi yang berbatasan. Pada peringkat pertama ini pertimbangan pengendalian
ditekankan pada kriteria pertahanan dan keamanan, ekosistem, serta ekonomi regional dan global.
Peringkat kedua adalah pemanfaatan ruang yang bersifat strategis dan non-strategis namun
mempunyai dampak pada skala kota/kabupaten serta berpengaruh pada strategi dan rencana struktur.
Pada peringkat kedua pertimbangan pengendalian selain ditekankan pada kriteria lingkungan, juga pada
keadilan sosial, lingkungan, teknik penyediaan infrastruktur (pengelolaan air, lalu lintas, limbah
berbahaya), fiskal (cost recovery), dan pengelolaan pertanahan.
Peringkat ketiga adalah pemanfaatan ruang yang hanya berdampak pada skala lokal
(kecamatan atau beberapa kecamatan). Pada peringkat ini pertimbangan pengendalian lebih ditekankan
pada kriteria keadilan sosial, lingkungan, teknis penyediaan infrastruktur, pengelolaan pertanahan,
standar arsitektur, dan kepadatan bangunan. Pada hakekatnya masing-masing peringkat geografis
kebijaksanaan tersebut menghendaki pendekatan, instrumen dan institusi pengendalian yang berbeda.
I
97
-

3.

Kerangka Pengendalian Yang Berkelanjutan

Pengendalian pemanfaatan ruang memerlukan suatu kerangka yang berkelanjutan untuk


menjamin pemanfaatan ruang yang efisien, efektif, dan responsif terhadap perkembangan kebutuhan
aktifitas penduduk.

Kerangka pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif perlu mencerminkan:


Prinsip berkelanjutan (sustainability)
Kelengkapan (comprehensiveness)
Sumbangan terhadap pemecahan isyu penting di Propinsi Sumatera Utara

Setiap usulan pemanfaatan ruang perlu dievaluasi secara menyeluruh dengan kerangka
pengendalian yang berkelanjutan tersebut. Walaupun demikian, aplikasi komponen dan peringkat
kerincian kriteria disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing peringkat, skala RTRW, dan prioritas
pemecahan masalah tata ruang yang dihadapi masing-masing wilayah. Komponen-komponen utama
pengendalian pemanfaatan ruang dapat dilihat pada tabel 6.1.
Tabel 6.1
Komponen Utama Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Komponen Utama

Kriteria

Pertahanan

Kesesuaian dengan strategi pertahanan dan keamanan


negara

Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi di tingkat nasional, regional,


maupun global
Peningkatan peluang investasi
Pengentasan kemiskinan
Penciptaan lapangan kerja yang luas untuk
menampung usia produktif
Pengembangan sektor sekunder dan tersier yang
berbasiskan sumberdaya lokal

Keadilan sosial

Pemerataan keadilan
Kemudahan akses bagi setiap bagian wilayah untuk
berkembang sesuai potensinya masing-masing

Lingkungan

Infrastruktur

Pengelolaan prasarana dan sarana transportasi


Pengelolaan air

Melindungi daerah bawahannya


Kesesuaian dengan RTRW
Peningkatan kualitas lingkungan hidup
Efisiensi pemanfaatan lahan
Pengelolaan sumberdaya alam secara bijaksana

I
98
-

Komponen Utama

Kriteria
Pengelolaan drainase dan irigasi
Pengelolaan prasarana wilayah lainnya

4.

Instrumen dan Tata Cara Pengendalian

Pada dasarnya instrumen pengendalian disesuaikan dengan sifat strategis dan tidak strategisnya
rencana pemanfaatan ruang, peringkat administrasi dan geografis rencana, serta sifat pemantapan tetap
atau luwes (tabel 6.2).

Tabel 6.2
Instrumen Pengendalian
Peringkat Administratif/
Geografis
Kawasan pada Tingkat Propinsi
atau lintas Kabupaten/Kota

Sifat
Strategis

Non-strategis

Kawasan Pada Tingkat


Kabupaten/Kota

Strategis

Non-strategis

Kawasan Pada Tingkat


Kecamatan

Strategis

Non-strategis

5.

Instrumen Pengendali

UU
PP
Keppres
RTRW Propinsi
SK Men/Permen
SK Gubernur

RTRW Kawasan Tertentu


SK Gubernur
AMDAL
RTRW Kabupaten/Kota
SK Gubernur
AMDAL
RTRW Kabupaten/Kota
SK Gubernur
Permintakan (Zoning Regulation)

RTRW Kecamatan/Kawasan
SK Gubernur
Urban Design Guidelines
Permintakan (Zoning Regulation)

Urban Design Guidelines


Permintakan (Zoning Regulation)

Institusi Pengendalian
I
99

Kemampuan pengendalian pemanfaatan ruang sangat bergantung pada kemampuan institusi


pengendalian untuk mengadakan pemantauan, evaluasi, pelaporan, dan penertiban pemanfaatan ruang
secara efektif. Untuk itu perlu ditentukan peranan, kedudukan, dan tanggung jawab institusi pengendali
di masing-masing peringkat wilayah perencanaan.

Adapun unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh institusi pengendali adalah sebagai berikut :
a.

b.
c.
d.

Berkemampuan untuk mengkoordinasikan, mengendalikan, dan melaksanakan evaluasi atas usulan


dan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang dilakukan oleh berbagai peringkat dan jurisdiksi
pemerintahan yang ada di Propinsi Sumatera Utara, terutama untuk program dan proyek yang
bersifat strategis dan berdampak regional.
Memiliki kewenangan dan sumberdaya yang memadai untuk dapat mengambil keputusan yang
cepat dan efektif, terutama apabila dihadapkan pada kontroversi pemanfaatan ruang yang
melibatkan berbagai pihak.
Mempunyai akses terhadap informasi atas program dan proyek strategis berskala besar dan
berdampak luas, serta berkemampuan untuk mengolah informasi serta mengevaluasi implikasinya
pada RTRW di masing-masing peringkat wilayah perencanaan yang berkaitan.
Institusi pengendali berkemampuan menjalankan peran mediator dan fasilitator untuk menampung
aspirasi semua stakeholders dalam pembangunan perkotaan sehingga dapat dihasilkan keputusan
yang seimbang dan dapat diterima oleh semua pihak.

Institusi yang berwenang dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana tertera
pada tabel 6.3.
Tabel 6.3
Institusi Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Wilayah Perencanaan

Institusi Pengendali

Kriteria Utama Pengendalian

Propinsi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

TKPRD
Bappeda Propinsi
BPN
Bapedalda Propinsi
Dinas Tarukim
Dinas Kehutanan
Dinas instansi terkait lainnya

Ekonomi
Keadilan sosial
Ekologi Lingkungan

Kabupaten/Kota

1.
2.
3.
4.
5.

TKPRD
Bappeda Kabupaten/Kota
Dinas Tata Kota
BPN
Bapedalda Kabupaten/Kota

Kecamatan

1. Camat sebagai PPAT

Keadilan sosial
Infrastruktur
Keuangan
Pertanahan
Lingkungan
Keadilan sosial
Insfrastruktur
Pertanahan

I
100
-

Lingkungan

6.2

Pedoman Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pengendalian pemanfaatan ruang mengandung beberapa pengertian yang berbeda, bergantung


pada jenis dan skala rencana tata ruang. Pada Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi, pengendalian
pemanfaatan ruang mengandung pengertian dilakukannya tindakan pengawasan dan penertiban,
sedangkan untuk tingkatan rencana tata ruang yang lebih rinci (RTRW Kabupaten/Kota dan seterusnya)
upaya pengendalian termasuk pelaksanaan pemberian perijinan.
Pengawasan terdiri atas tiga kegiatan yang saling terkait, yaitu pelaporan, pemantauan
(monitoring), dan evaluasi. Sedangkan penertiban mencakup pengenaan sanksi administratif, sanksi
perdata, dan sanksi pidana.

6.2.1 Pengawasan
Pengawasan dimaksudkan sebagai upaya untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang
dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara.
Pengawasan pembangunan ini meliputi tiga kegiatan yang saling terkait, sebagai berikut :
A.

Pelaporan

Bentuk pelaporan dalam pengawasan adalah berupa pemberian informasi obyektif mengenai
pemanfaatan ruang baik yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Propinsi Sumatera Utara 2003-2018.
Pada dasarnya, seluruh stakeholders pembangunan dapat dilibatkan dalam kegiatan pelaporan.
Jenis pelaporan apapun yang dilakukan oleh seluruh pihak yang apresiatif terhadap kualitas tata ruang,
perlu ditindaklanjuti dalam kegiatan pemantauan, khususnya bagi laporan yang mengindikasikan adanya
pembangunan yang tidak sesuai dengan RTRW Propinsi Sumatera Utara.
Secara kelembagaan, pelaporan ini wajib dilakukan dan/atau dikoordinasikan oleh Pemerintah
Daerah Propinsi Sumatera Utara secara rutin dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang.
B.

Pemantauan

Pemantauan adalah usaha atau tindakan mengamati, mengawasi, dan memeriksa dengan
cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Propinsi Sumatera Utara.
Sebagaimana dalam usaha pelaporan, maka usaha mengamati, mengawasi, dan memeriksa
perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan ini menjadi kewajiban perangkat Pemerintah Daerah
Propinsi Sumatera Utara sebagai kelanjutan dari temuan pada proses pelaporan. Di sini juga tidak
tertutup kemungkinan pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat untuk berperan serta dalam
I
101
-

pemantauan tata ruang, yang kemudian bersama-sama dengan perangkat Pemerintah Daerah Propinsi
Sumatera Utara menindaklanjuti dengan proses dan prosedur yang berlaku.
Pada prinsipnya, pemantauan rutin terhadap perubahan tata ruang wilayah Propinsi Sumatera
Utara dilakukan oleh Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Utara melalui laporan yang masuk, baik
yang berasal dari individu/masyarakat, organisasi kemasyarakat, aparat daerah, hasil penelitian, statistik,
dan lain sebagainya.
C.

Evaluasi

Evaluasi dimaksudkan sebagai usaha untuk menilai kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang
dalam mencapai tujuan rencana tata ruang. Evaluasi dilakukan secara menerus dan setiap akhir tahun
disimpulkan melalui gambaran kondisi tata ruang.
Oleh karena itu, evaluasi merupakan fungsi dan tugas rutin perangkat Pemerintah Daerah
Propinsi Sumatera Utara dengan masukan dan bantuan aktif dari masyarakat dan pihak-pihak lain yang
berkepentingan. Kegiatan utama evaluasi adalah membandingkan antara temuan hasil pemantauan
lapangan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara.
Karena pada intinya adalah menilai kemajuan seluruh kegiatan pemanfaatan ruang dalam
mencapai tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sumatera Utara, maka perlu keputusan
mengenai penyimpangan terhadap tahapan dan skenario tata ruang yang direncanakan serta upaya
mengatasinya. Tindakan penertiban dilakukan jika dan hanya jika konsep, tujuan, sasaran, dan muatan
arahan pemanfaatan ruang yang dijadikan standar pembanding masih sahih. Sedang kegiatan
peninjauan kembali secara menyeluruh terhadap seluruh proses penataan ruang dilakukan jika
penyimpangan yang terjadi mengubah kesahihan konsep, tujuan , sasaran, dan muatan arahan
pemanfaatan ruang.
Peninjauan kembali adalah usaha untuk menilai kembali kesahihan rencana tata ruang dan
keseluruhan kinerja penataan ruang secara berkala, termasuk mengakomodasikan pemutakhiran yang
dirasakan perlu akibat adanya paradigma serta peraturan/rujukan baru dalam penataan ruang dan
pembangunan. Dengan demikian, kegiatan peninjauan kembali termasuk ke dalam kegiatan
perencanaan tata ruang yang dilakukan setelah dalam kegiatan evaluasi ditemukan permasalahanpermasalahan yang mendasar dan kemungkinan tidak dapat diselesaikan dengan tindakan penertiban.
Oleh karena itu peninjauan kembali dapat dilakukan setiap saat apabila gambaran kinerja tata ruang
menunjukkan penyimpangan yang signifikan.

6.2.2 Penertiban
Penertiban adalah tindakan menertibkan yang dilakukan melalui pemeriksaan dan penyelidikan
atas semua pelanggaran terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang
melalui pengenaan sanksi. Bentuk sanksi adalah sanksi administratif, sanksi perdata, dan sanksi pidana.
Pengenaan sanksi dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang sanksi pelanggaran yang diatur
dalam peraturan perudang-undangan yang berlaku.
Mengingat bahwa RTRW Propinsi Sumatera Utara berbentuk rencana struktur dan pola
pemanfaatan ruang di mana arahan yang ditetapkan tidak digunakan secara langsung dalam pemberian
perijinan pembangunan, maka tindakan penertiban dengan pengenaan sanksi harus mengacu kepada
rencana tata ruang yang lebih rinci dan/atau pedoman penataan ruang dan penataan bangunan sesuai
dengan penggunaanya sebagai acuan operasional pelayanan perijinan pemanfaatan ruang, namun
I
102
-

dengan tetap memperhatikan rencana struktur dan arahan yang ditetapkan di dalam RTRW Propinsi dan
RTRW Kabupaten/Kota.

6.2.3 Perijinan Pemanfaatan Ruang


Perijinan dimaksudkan sebagai konfirmasi atas pemanfaatan ruang dalam proses pengendalian
pemanfaatan ruang.
Sesuai dengan jenjang dan skala RTRW yang ada, pada dasarnya dapat ditegaskan bahwa
RTRW yang dapat dijadikan acuan untuk menerbitkan suatu jenis ijin dalam pemanfaatan ruang adalah
RRTRW di tingkat Kecamatan dan/atau RRTRW Kawasan Fungsional beserta jenjang berikutnya yang
lebih rinci dengan skala yang lebih besar.
Perijinan harus disesuaikan dengan tingkat rencana tata ruang yang diacu, seperti Ijin Prinsip,
Ijin Perencanaan, IMB, Ijin UUG/HO, AMDAL, Ijin Tetap, Ijin Usaha, dan Ijin Tempat Usaha (SITU).
Perijinan yang terkait langsung dengan pemanfaatan ruang adalah Ijin Lokasi, Ijin Perencanaan,
dan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Jenis ijin dan/atau pertimbangan kelayakan lingkungan adalah Ijin
Undang-undang Gangguan (IUUG/HO), dan/atau Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),
sedang perijinan sektoral yang terkait dengan legalitas usaha atau investasi, yaitu Ijin Prinsip, Ijin Tetap,
dan Ijin Usaha. Seringkali berbagai perijinan secara bersama-sama diterapkan dan diintegrasikan ke
dalam proses perijinan pertanahan, mulai dari Ijin Lokasi hingga prosedur pengajuan/pemberian hak atas
tanah (Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan/atau Hak Milik).
Sesuai dengan hirarki rencana tata ruang, penertiban ijin dalam pemanfaatan ruang harus
mengacu pada RTRW Kabupaten/Kota dan rencana yang lebih rinci, yaitu :

RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Kabupaten/Kota (skala 1 : 50.000 - 1 : 20.000) digunakan
sebagai acuan penerbitan perijinan lokasi peruntukan ruang untuk suatu kegiatan.
RRTRW (Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah) Kecamatan (skala 1 : 10.000 - 1 : 5.000) digunakan
sebagai acuan penerbitan perijinan perencanaan pembangunan (planning permit) bangunan dan
bukan bangunan.
RRTRW (Rencana Rinci Tata Ruang Wilayah) Sub Kawasan (skala 1 : 1.000 - 1 : 500) digunakan
sebagai acuan penerbitan perijinan tata letak dan rancang bangunan/bukan bangunan, termasuk Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB).

I
103
-

Anda mungkin juga menyukai