Anda di halaman 1dari 28

Karang Mumus

Primadona Yang Merana

GMSS SKM
Transformasi dari Normalisasi ke Restorasi
P E N G A N T A R.

Samarinda sekurangnya mempunyai 26 anak sungai yang bermuara di Sungai Mahakam. Anak
sungai itu adalah Karang Mumus, Palaran, Loa Bakung, Loa Bahu, Bayur, Betepung, Muang,
Pampang, Kerbau, Sambutan, Lais, Tas, Anggana, Loa Janan, Handil, Loa Hui, Rapak Dalam,
Mangkupalas, Bukuan, Ginggang, Pulung, Payau, Balik Buaya, Banyiur, Sakatiga dan Bantuas.

Sungai Karang Mumus adalah yang paling terkenal karena sungai yang bermuara di Tanah
Datar, Kecamatan Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara ini, mengalir melalui hampir
sebagian besar wilayah Kota Samarinda.

Dengan panjang kurang lebih 40 km, di tepian sungainya dahulu bertumbuh kampung perdana
di Kota Samarinda. Sungai ini juga menjadi alur transportasi untuk mengangkut berbagai
komoditas. Beberapa pusat perekonomian (Pasar) berada tak jauh dari tepiannya. Salah satu
yang terbesar adalah Pasar Segiri.

‘Urang Samarinda Bahari’ sadar betul bahwa Sungai Karang Mumus adalah Arah Hadap Hidup,
air kehidupan atau danum kaharingan. Bukan hanya karena airnya yang jernih, yang menjadi
sumber pemenuhan kebutuhan air sehari-hari, melainkan juga karena dalam alirannya banyak
hidup aneka ikan yang merupakan sumber protein serta penghasilan bagi para nelayan.
Semenjak jaman Kemerdekaan Republik Indonesia, terjadi perubahan kiblat kehidupan di
Kalimantan Timur dari sungai ke jalan raya. Jalan raya mulai dibangun, beberapa diantaranya
mengambil ruang sungai atau sejajar dengan sungai.

Jika sebelumnya area yang strategis adalah pinggir sungai, kemudian berubah dimana pinggir
jalanlah yang menjadi area premium. Rumah kemudian menghadap jalan raya dan
membelakangi sungai. Wilayah pinggir sungai kemudian menjadi wilayah abu-abu, hingga
kemudian tumbuh menjadi kantong-kantong permukiman kumuh.

Sungai Karang Mumus yang awalnya adalah primadona Kota Samarinda, perlahan mulai luruh.
Karang Mumus tetap terkenal, namun kini lebih dikenal sebagai sungai yang jorok, sungai yang
penuh limbah dan sampah, sungai yng airnya keruh dan berbau tidak sedap.
KARANG MUMUS

DAS Terkritis di Kalimantan Timur


Samarinda berasal dari kata Sama Rendah, permukaan daratan Samarinda sama
tinggi dengan permukaan sungainya. Ini menjadi penanda kesadaran hidrologi
dan geologi bahwa Samarinda adalah Kota Basah.

Sebagai Ibukota Kalimantan Timur, Samarinda adalah kota penghubung bagi kota dan
kabupaten lain di Kalimantan Timur. Sebagai pusat pemerintahan dan ekonomi, Samarinda
berkembang pesat.

Sejak lahirnya Samarinda adalah Kota yang berada di kawasan tepian air sungai. Namun dalam
pengembangan dan perkembangan wilayah dan kawasan, kebijakan pembangunannya tidak
mempertimbangkan DAS sebagai penuntun RTRW.

Dan terbukti sepanjang perkembangan sejarah Samarinda modern, sungai kemudian menjadi
salah satu masalah utama. Karang Mumus misalnya sejak 20 tahunan lalu selalu menjadi
perbincangan. Di mulai dari intervensi pertama lewat program prokasih, yang berlanjut dengan
normalisasi dalam bentuk relokasi warga dan pembangunan sungai.

Meski selalu masuk dalam prioritas pembangunan namun Sungai Karang Mumus justru semakin
hari semakin buruk kualitas dan kesehatannya. Dari sisi ruang dan lahan, pengunaan ruang dan
lahan pada DAS Karang Mumus tidak berkesesuaian. Pada bagian hulu yang seharusnya
berfungsi sebagai area tangkapan air dan peresapan, penggunaan terbesar justru untuk
kawasan pertambangan batubara.

Pada bagian tengah, ruang dan lahan dikonversi menjadi permukiman dan
pertanian/perladangan lahan kering serta terbuka. Sementara pada bagian hilir lebih banyak
untuk permukiman dan ruang usaha.

DAS seharusnya dilindungi oleh hutan minimal 30% dari luas wilayahnya. Namun Samarinda
adalah salah satu kota yang berada di provinsi yang dikenal sebagai salah satu pemilik hutan
topis terluas, namun ternyata tak punya hutan kota yang cukup. Luas hutan di Kota Samarinda
tidak lebih dari 1% luas wilayahnya. Kondisi ini semakin diperparah dengan maraknya konversi
rawa menjadi daratan. Tak heran jika kemudian Kota Samarinda yang sejatinya merupakan
Kota Air kini menjadi Kota Banjir.

Permasalahan di DAS Karang Mumus dan ruang sungai sepanjang alirannya menyebabkan
sungai ini menjadi dangkal, menyempit, tercemar oleh aneka limbah dan sampah, serta
kehilangan keanekaragaman hayatinya, berupa flora dan fauna, baik di zona perairan, zona
amphibi maupun zona kering.

Semua permasalahan itu menimbulkan dampak terutama pada menurunnya jasa ekosistem
Sungai Karang Mumus. Salah satu layanan jasa ekosistem Sungai Karang Mumus yang masih
dinikmati langsung saat ini adalah sebagai sumber air bersih, baik langsung maupun tak
langsung.

Air Sungai Karang Mumus saat ini menjadi sumber pemenuhan kebutuhan air warga untuk
keperluan pertanian, rumah tangga maupun industry (usaha). Namun layanan jasa ekologis ini
bermasalah dari sisi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas.

Untuk kebutuhan air pertanian atau peternakan mungkin tidak terlalu bermasalah kecuali dari
sisi kuantittas dan kontinuitas, namun untuk keperluan domestik atau usaha jelas bermasalah
dari sisi kelayakan air. Masih banyak warga yang memanfaatkan air sungai secara langsung
untuk keperluan domestic (MCK) dan usaha. Padahal air Sungai Karang Mumus dalam
bebeberapa tahun terakhir selalu berstatus tercemar berat.

Sementara untuk kebutuhan air tidak langsung, atau air bersih yang didistribusi oleh PDAM.
Kualitas air Sungai Karang Mumus akan menimbulkan persoalan dalam produksi air bersih.
Selain butuh tahapan yang lebih panjang, biaya yang lebih besar bisa jadi suatu saat produksi
tidak bisa dilakukan karena air Sungai Karang Mumus tidak layak sebagai bahan baku.

Meski PDAM menyebut bahwa Sungai Karang Mumus hanya untuk memenuhi kebutuhan 5%
pelanggan air PDAM, namun ini bukan soal jumlah. Sebab ketergantungan warga pada air
bersih dari PDAM sangat tinggi, karena Kota Samarinda tidak mempunyai cukup sumber atau
mata air yang besar untuk memenuhi kebutuhan air warganya.

Jika dibuat ibarat maka Sungai Karang Mumus adalah sungai yang dikhianati oleh mereka-
mereka yang dihidupi olehnya. Orang yang sama mengambil sekaligus mengotori airnya. Sungai
yang airnya merupakan kebutuhan vital tidak dijaga dan tak dirawat oleh mereka yang
membutuhkannya.
Pemerintah Kota sejak tahun 90-an berusaha memperbaiki kondisi Sungai Karang Mumus.
Sungai ini masuk dalam Prokasih (program kali bersih) angkatan ke 2. Pemerintah Kota
melakukan proyek normalisasi sungai dengan cara merelokasi warga di bantaran Sungai Karang
Mumus. Proyek ini berhasil memindahkan penduduk dari muara hingga Jembatan Kehewanan.
Dimana kanan kiri sungai kemudian diturap, setelah turap dibangun ruang terbuka hijau dan
setelah ruang terbuka hijau ada jalan yang menjadi batas antara area sungai dengan
permukiman.

Rencana awal proyek relokasi warga bantaran ini akan mencapai kawasan Jembatan S Parman,
namun hingga sekarang tidak terealisasi akibat berbagai persoalan. Dan kini tidak akan bisa
diteruskan dalam skema awal yaitu memberi ganti rugi, dalam bentuk tanah dan bangunan
selain karena kemampuan pendanaan yang minim juga karena ketiadaan payung hukumnya.

Dan hingga saat ini belum muncul rencana yang komprehensif terkait dengan Sungai Karang
Mumus. Rencana pemerintah kota terkait dengan Sungai Karang Mumus lebih terkait dengan
urusan banjir dan perwajahan kota. Dengan demikian apa yang direncanakan dan dilakukan
tidak menjawab persoalan substantif Sungai Karang Mumus terkait dengan siklus hidrologi pada
Daerah Aliran Sungainya.

Semakin hari ancaman terhadap eksistensi Sungai Karang Mumus justru semakin besar. Ketika
pemerintah dahulu berusaha membersihkan area kanan kiri dari permukiman, namun sejak
saat itu hingga sekarang tak juga mampu mencegah tumbuh dan berkembangnya area
permukiman di bagian tengah menuju hulu. Pun demikian pemerintah juga gagal
mempertahankan area tangkapan dan resapan serta perlindungan air di DAS Karang Mumus.

Samarinda hingga sekarang gagal menambah luasan hutan kota untuk memenuhi syarat
minimal. Luasan hutan kota masih sangat jauh dari yang diisyaratkan untuk mempertahankan
keseimbangan lingkungan hidup.
GMSS SKM

Menumbuhkan (kembali) Budaya Air di Kota Samarinda


Kita harus memulai dari apa yang kita bisa dan kita punya.

Terlahir dan tinggal di sekitar Sungai Karang Mumus, Misman tahu persis perkembangan Sungai
Karang Mumus dari tahun ke tahun. Kondisinya yang semakin memburuk membuatnya prihatin
dan tergerak untuk mulai menjaga dan merawatnya.

Memulai dengan aksi sederhana, Misman mulai memunguti sampah permukaan dan
membuangnya ke tempat yang seharusnya. Bertahun-tahun Misman melakukannya sendiri,
namun mulai akhir tahun 2015, aktivitasnya dipublikasikan lewat media sosial.

Aksinya kemudian mendapat perhatian dari media massa. Dan Misman dengan latar belakang
pendidik, seniman/budayawan dan wartawan juga mulai mengajak orang-orang di lingkaran
terdekatnya.

Misman kemudian dipertemukan dengan Bachtiar atau biasa dipanggil Iyau Tupang oleh
Basyiht. Pertemuan yang membuat kegiatan Misman kemudian berpusat di sekitar Jembatan
Kehewanan. Kolaborasi antara Misman dan Iyau kemudian melahirkan Pangkalan Pungut. Dan
aksinya kemudian disebut sebagai Gerakan Memungut Sehelai Sampah Sungai Karang Mumus
(GMSS SKM).

Publikasi yang gencar di media sosial semakin membuat GMSS SKM dikenal oleh warga Kota
Samarinda dan sekitarnya. Banyak kelompok atau komunitas kemudian ikut serta berkegiatan
bersama GMSS SKM.

Melihat perkembangan inisiatif yang dilakukan oleh Misman lewat GMSS SKM, beberapa
jurnalis yang tergabung di PWI Kaltim kemudian berinisiatif melembagan gerakan ini. Dan
kemudian GMSS SKM resmi mempunyai badan hukum lewat Akta Pendirian Lembaga Swadaya
Masyarakat Gerakan Memungut Sehelai Sampah di Sungai Karang Mumus (GMSS SKM)
dihadapan Notaris H.M Sutamsis, SH,MH,M.Kn dengan nomor akta 19, pada tanggal 27 Januari
2016. Yang tercatat sebagai pendiri adalah :

1. Intoniswan
2. Bachtiar
3. Safruddin Zuhri
4. Endro Surip Efendi
5. Abdul Basyith
6. Misman
7. Mohammad Ghofar
8. Moh. Roghib

Adapun untuk menjalankan roda organisasi sehari-hari ditunjuk pengurus harian yang terdiri
dari :

1. Ketua : Misman
2. Sekretaris : M. Ghofar
3. Bendahara : Moh. Roghib
MEMULIHKAN–MENJAGA–MERAWAT KARANGMUMUS

#M3K
GMSS SKM memulai dari aksi sederhana yaitu memungut sampah dari Sungai Karang Mumus.
Namun dalam perjalanannya, GMSS SKM menemukan isu penting dari Sungai Karang Mumus
yaitu air sungai sebagai sumber air bersih. Dan permasalahan yang dihadapi oleh Sungai Karang
Mumus terkait air adalah Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas airnya.

GMSS SKM berpendapat bahwa untuk menjadi sungai yang sehar dan berdaya guna maka
ekosistem Sungai Karang Mumus harus dipulihkan. Sungai Karang Mumus adalah asset vital
Kota Samarinda yang perlu dikembalikan kepada keadaan semula. Maka tak ada langkah lain
untuk memulihkan SKM selain dengan pendekatan restoratif.

Untuk itu GMSS SKM menyusun Proposal Peta Jalan Restorasi Sungai Karang Mumus untuk
menjadi panduan kegiatan GMSS SKM ke depan. Dalam proposal program ini tujuan tertinggi
yang hendak dicapai adalah Menumbuhkembangkan Kembali Budaya Air di Kota Samarinda.

Sementara tujuan operasionalnya adalah Memulihkan Kondisi, Fungsi dan Kemanfaatan


Sungai Karang Mumus bagi lingkungan hidup yang baik dan sehat serta kesejahteraan
masyarakat, binatang, tumbuhan dan ruang hidup liar (alami).

Adapun tagline yang diusung adalah “ Sungai Digdaya, Warga Berdaya dan Lingkungan
Terjaga”.

Tujuan ini hendak dicapai lewat :

1. Perilaku dan kebijakan yang ramah sungai.


2. Perlindungan yang lebih baik pada sungai.
3. Pengelolaan sungai berbasis masyarakat.

Untuk itu diperlukan pra-kondisi berupa :

1. Tersedianya sarana dan prasarana untuk restorasi dan pendidikan sungai.


2. Pemberdayaan masyarakat sekitar sungai dengan alternative pendapatan yang ramah
sungai.
3. Tersedianya wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sungai
secara berkelanjutan.
4. Keberlanjutan upaya untuk memulihkan, menjaga dan merawat sungai melalui
komunitas peduli sungai.
Dari rencana besar yang telah dirumuskan oleh GMSS SKM, saat ini dengan kemampuan dan
sumberdaya yang tersedia, GMSS SKM telah dan sedang melakukan sejumlah kegiatan yaitu :

M E M U N G U T S A M P A H D I S U N G A I – Pangkalan Pungut

Edukasi Bukan Menghabisi

Pada masa-masa awal, aktivitas Misman yang memunguti sampah di Sungai Karang Mumus
melahirkan cibiran, banyak orang menyebut sebagai kelakuan orang gila, mengarami lautan,
mengecat langit dan seterusnya.

Lazimnya orang Samarinda membersihkan lingkungan sungai dengan cara menghanyutkan


sampahnya, bukan mengangkat. Jika kerja bakti juga selalu ada yang ditebang. Sehingga apa
yang dilakukan oleh Misman yang kemudian berhasil mengajak banyak orang lainnya dianggap
sebagai pekerjaan sia-sia, karena jumlah yang membuang jauh lebih banyak dari yang
memungut.

Namun kegiatan memungut sampah bukan dimaksudkan untuk menghabisi sampah di Sungai
Karang Mumus, memungut sampah adalah kegiatan pendidikan, mengajarkan kepada warga
Kota Samarinda tentang bagaimana merawat dan menjaga sungai dengan benar.

Ramainya kegiatan pungut sampah di tahun awal berdirinya GMSS SKM membuat banyak orang
berpikir GMSS SKM adalah organisasi pemungut sampah. Pandangan itu masih melekat hingga
saat ini. Padahal GMSS SKM tidak berpikir untuk menjadi organisasi pemungut sampah,
kegiatan memungut sampah merupakan pintu masuk untuk mengajak masyarakat, sektor
swasta dan pemerintah untuk lebih peduli terhadap sungai secara substantive, terkait fungsi
dan kemanfaatan sungai utamanya Sungai Karang Mumus bagi Kota Samarinda.

Lewat kegiatan memungut sampah, GMSS SKM juga hendak menyadarkan bahwa yang
mengotori Sungai Karang Mumus bukan hanya warga yang tinggal ditepiannya, melainkan juga
warga pada umumnya, sebab saluran drainase dari permukiman di Kota Samarinda umumnya
berakhir di sungai. Dan saluran drainase adalah saluran buangan limbah domestik dari dapur
dan kamar mandi.
Jika setiap warga kota Samarinda sadar akan andilnya dalam merusak sungai terutama Sungai
Karang Mumus maka partisipasi warga dalam menjaga dan merawatnya dengan sendirinya
akan meningkat.

SUSUR SUNGAI

Mengenali Potensi dan Masalah Sungai

GMSS SKM melakukan susur sungai pertama kali bersama Ikatan Mahasiswa Pecinta Alam
Universitas Mulawarman untuk memperingati Hari Bumi 2016. Sejak saat itu kemudian GMSS
SKM rutin melakukan susur sungai. Butuh kurang lebih 4 bulan sehingga kegiatan susur sungai
bisa dilakukan dengan lancar dari Posko Pangkalan Pungut di Jl. Abdul Muthalib (Jembatan
Kehewanan) hingga Bendung Benanga.

Susur sungai penting untuk dilakukan agar GMSS SKM mengenali Sungai Karang Mumus dari sisi
darat dan air. Kini susur sungai terus dilakukan dengan tujuan untuk :
1. Melakukan update kondisi terkini bantaran Sungai Karang Mumus.
2. Mencari bibit tanaman sungai.
3. Mengedukasi warga.
4. Assestment potensi pengembangan ekonomi sungai.
5. Advokasi kebijakan.

Dengan armada perahu yang dimiliki oleh GMSS SKM, maka susur sungai menjadi salah satu
layanan dari GMSS SKM. Susur sungai misalnya juga menjadi bagian dari pembelajaran di
Sekolah Sungai Karang Mumus. Dengan melakukan susur sungai sebelum berdiskusi atau
berdialog tentang Sungai Karang Mumus, pembelajar akan memperoleh gambaran tentang
Sungai Karang Mumus secara komprehensif.

Kegiatan susur sungai sebagai model wisata edukasi sudah dilirik oleh Komunitas Bunga Bangsa
(Mesra Hotel Grup). Diskusi awal dan rancangan model wisata susur sungai sudah mulai
dilakukan namun masih perlu pendalaman agar wisata susur sungai tidak semata bernuansa
ekploitatif, melainkan mampu melahirkan kesadaran untuk turut menjaga dan merawat sungai.

Untuk kegiatan susur sungai tentu saja dibutuhkan biaya. GMSS SKM akan mengutip
pembayaran namun tidak dipukul rata. Artinya untuk kelompok tertentu bahkan GMSS SKM
mengratiskan atau bahkan menawarkan tanpa perlu pembayaran. Tawaran ini dilakukan
terhadap mereka yang dinilai mempunyai minat besar untuk turut menjadi bagian dari
penyelesaian masalah Sungai Karang Mumus atau terhadap mahasiswa/pelajar yang ingin
menulis tugas akhir terkait Sungai Karang Mumus.
S E S U K A M U - Sekolah Sungai Karang Mumus

Mengetahui, Memahami dan Mengalami Sungai

Perubahan merupakan sebuah proses yang berdasar pada kesadaran. Dalam teori komunikasi,
kesadaran dimulai dari pengetahuan. Pengetahuan yang memunculkan kesadaran akan
mendorong pada aksi jika dibekali dengan ketrampilan.

Berdasarkan teori ini maka GMSS SKM kemudian membuat SeSuKaMu atau Sekolah Sungai
Karang Mumus. Awalnya kegiatan dilakukan dengan berkeliling ke sekolah-sekolah dan institusi
lainnya. Kemudian SeSuKaMu dipusatkan di Pangkalan Pungut.

Namun kondisi ini belum ideal karena transfer dan dialog pengetahuan serta ketrampilan tidak
berlangsung dengan baik karena lokasi yang kurang ideal. Hingga kemudian setelah dua tahun
perjalanan GMSS SKM, akhirnya SeSuKaMu bisa didirikan di Muang Ilir, Kelurahan Lempake,
Kecamatan Samarinda Utara.
Diatas sebidang tanah 10 x 20 meter, berdiri bale/pondok/saung belajar seluas kurang lebih 6 x
8 meter. Bangunan sengaja dibangun tanpa dinding agar tidak terpisah dari lingkungan
sekitarnya.

Pada bulan September 2017, untuk pertama kali kegiatan belajar mengajar di SeSuKaMu
dimulai. Kelompok pembelajar yang pertama mengikuti kegiatan adalah pelajar dari SMAK St.
Asisi, Samarinda. Dan setelah itu disusul oleh kelompok pembelajar lainnya mulai dari SD
hingga Mahasiswa S2.

Kelompok pembelajar yang pernah mengikuti kegiatan di SeSuKaMu antara lain :

1. SDK III WR. Soepratman Samarinda


2. SMP Negeri 12 Samarinda
3. SMK Negeri 6 Samarinda
4. SMK WR. Soepratman Samarinda
5. Mahasiswa Baru Angkatan 2017/2018 dari UMKT Samarinda
6. Mahasiswa Geologi Unmul
7. Mahasiswa Penyayang Flora dan Fauna (Mapflofa) Unmul
8. Mahasiswa Fisip Prodi Pembangunan Sosial, Unmul
9. Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Widyagama
10. Mahasiswa Fak. Perikanan Prodi Penyuluhan Unmul
11. Mahasiswa S1 PIN Unmul
12. Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Lingkungan Unmul
13. Mahasiswa Pasca Sarjana Magister Perencanaan Wilayah Unmul

Dan kelompok-kelompok masyarakat lainnya serta perorangan.

Mereka adalah peserta SeSuKaMu yang tidak tetap dan datang dengan kemauan sendiri untuk
belajar tentang berbagai aspek terkait Sungai Karang Mumus.

Sementara peserta belajar dari SeSuKaMu yang tetap adalah anak-anak warga Muang Ilir, mulai
dari usia PAUD sampai dengan SMA/K.

SeSuKaMu juga menjadi tempat bimbingan dan pendalaman untuk penulisan skripsi terkait
dengan GMSS SKM dan Sungai Karang Mumus. Saat ini tercatat ada 4 skripsi yang tengah ditulis
oleh mahasiswa dari Unmul dan 1 skripsi yang tengah ditulis oleh mahasiswa dari UGM.
P E M B I B I T A N N A T I V E S P E S I E S – Kebun Bibit Karang Mumus (KBK)

Sungai Bukan Hanya Untuk Manusia


Pada kegiatan susur sungai di saat awal, GMSS SKM menemukan satu rumah yang berada di
Gunung Lingai yang lingkungannya ditumbuhi dengan pepohonan.

Adalah Pak Abdul, yang dulu merupakan warga Gang Nibung, warga yang terkena program
relokasi. Mendapat rumah di Talangsari, Pak Abdul merasa tak nyaman tinggal jauh dari sungai.
Hingga kemudian membeli tanah di Gunung Lingai dan bermukim disana.

Berbeda dari warga lainnya, Pak Abdul menanami kanan-kiri dan depan rumahnya yang berada
di pinggir Sungai Karang Mumus dengan Pohon Kademba (Sapat/Kratum/Puri). Pohon ini biasa
tumbuh sendiri di tumpukan lumpur pinggir sungai dan tahan terendam air. Pohon dengan
batang lurus dan berkulih putih ini bisa ditemui di sepanjang Sungai Karang Mumus mulai dari
sebelum jembatan S. Parman hingga Bendungan Benanga.
Pertemuan dengan Pak Abdul menjadi stand point dari langkah GMSS SKM untuk memulai
mengibarkan bendera restorasi sungai. Dari susur sungai pula GMSS SKM menemukan salah
satu titik yang tersisa di Sungai Karang Mumus yang masih mempunyai tutupan vegetasi
alamiah. Kondisi yang paling asli dari Sungai Karang Mumus, gambaran ekosistem sungai
dengan komposisi vegetasi dan koneksi dengan rawa-rawa pasang surut di kanan kiri sungai.
Lokasi itu kini kerap disebut sebagai Kanopi.

Lewat susur sungai, GMSS SKM semakin memantapkan pandangan bahwa sungai bukan hanya
untuk manusia. GMSS SKM kemudian mulai mengkritisi pendekatan terhadap permasalahan
sungai yang cenderung antroposentris. Sikap ini disampaikan bukan hanya lewat pandangan
melainkan juga dengan aksi, yaitu mengembangkan pusat pembibitan native spesies, atau
tumbuhan yang dulu dikenal hidup di tepian Sungai Karang Mumus.

Identifikasi tumbuhan selain dilakukan melalui susur sungai, juga lewat dialog atau cerita
dengan warga yang berada di tepi sungai atau warga yang mengenal Sungai Karang Mumus di
masa lalu.

Upaya GMSS SKM untuk mengembangkan pusat pembibitan ini kemudian didukung oleh BP
DAS HL Mahakam Berau lewat program KBR (Kebun Bibit Rakyat). Dengan dukungan ini, kini
GMSS SKM mempunyai Pondok Semai, Bedeng Sapih dan Bedeng Pembesaran yang berada di
kompleks SeSuKaMu. Keberadaan pusat pembibitan ini juga dimungkinkan oleh Bapak Jarni,
warga Muang Ilir yang rela meminjamkan tanahnya.

Lewat Pusat Pembibitan Native Spesies ini GMSS SKM berhasil membibitkan berbagai macam
tumbuhan, namun beberapa yang lainnya belum berhasil sehingga mesti mengambil bibit dari
alam. Beberapa tumbuhan spesies Sungai Karang Mumus yang kini ada di Pusat Pembibitan
adalah :

1. Bungur
2. Kademba
3. Putat
4. Rengas
5. Singkuang
6. Bengalon
7. Bayur
8. Ipil
9. Bengkal
10. Rambai Padi
11. Katong
12. Bamban
13. Rumbia
14. Kariwaya
15. Pule
16. Dll.

GMSS SKM mempunyai target untuk menyediakan kurang lebih 20 ribu pohon siap tanam. Kini
jumlahnya sudah mendekati 10 ribu pohon yang siap tanam. Sebagian sudah mulai ditanam
untuk menumbuhkan kembali riparian Sungai Karang Mumus di Muang Ilir.

Beberapa jenis pohon belum terindentifikasi, beberapa yang lainnya belum ditemukan
keberadaan di pinggir Sungai Karang Mumus. Sehingga beberapa jenis pohon ditanam sebagai
koleksi agar nanti bisa menjadi pohon indukan.

Selain itu Pusat Pembibitan juga mengembangkan jenis buah-buahan lokal, seperti Kapul,
Tarap, Ketapi, Mentega, Ramania, Krantungan, Lahung, Asam Payang dan lain-lain. Pusat
Pembibitan juga mempunyai bibit buah-buahan dari BP DAS HAL Mahakam Berau seperti
Jambu, Mangis, Sirsak, Durian, Mangga, Rambutan, Alpokat, Duku, Sawo. Juga tanaman
produktif sumbangan warga seperti Kopi dan Kelapa.

Tanaman-tanaman buah ini akan diberikan kepada warga yang bersedia menanam di kebun
masing-masing, dengan syarat ditanam diluar jalur hijau.
PENANAMAN POHON

Riparian Untuk Sungai Bersih dan Sehat

Sejak mengembangkan SeSuKaMu, GMSS SKM mulai menanami di area sekitarnya. Bibit pohon
saat itu diambil dari anakan yang tumbuh secara alamiah. Anakan yang diambil adalah anakan
pohon Kademba (Sapat, Puri/Kratum). Dengan bantuan kelompok mahasiswa, GMSS SKM
mengumpulkan stock bibit anakan alamiah, sembari melakukan penyemaian bibit pohon
lainnya.

Menanam pohon di area riparian Sungai Karang Mumus kemudian menjadi salah satu bagian
dari paket pembelajaran di SeSuKaMu. Dan kegiatan penanaman pohon perdana dilakukan
bersama dengan KPPN Samarinda yang melaksanakan kegiatan Go Green bertajuk Satu
Karyawan Satu Pohon. Kegiatan ini dihadiri juga oleh perwakilan dari BP DAS HL Mahakam
Berau yang juga turut melakukan penanaman dan pemberian bibit buah-buahan.

Dalam perkembangannya kemudian ada dua kelompok mahasiswa yaitu KSR S1 PIN Unmul dan
Mapflofa (Mahasiswa Penyayang Flora dan Fauna) Unmul, mengkapling area riparian untuk
ditanami dan dirawat secara rutin.

Dalam peringatan Hari Air Sedunia 2018, BWS Kalimantan III juga melaksanakan kegiatan
penanaman di area SeSuKaMu sebagai penanda kerjasama antara BWS Kalimantan III dengan
GMSS SKM untuk melakukan restorasi ekosistem Sungai Karang Mumus.

Kegiatan rutin penanaman juga dilakukan oleh GMSS SKM bersama dengan pembelajar tetap di
SeSuKaMu yaitu anak-anak Muang Ilir. Kurang lebih ada 40 anak Muang Ilir yang aktif di
SeSuKaMu. Selain belajar tentang sungai, bermain dan menanam, mereka juga melakukan
pembibitan aneka tanaman yang biji atau bibitnya diperoleh di sekitar lingkungan tinggal
mereka.

Kini sudah sekitar 8000 batang pohon telah ditanam dan menunjukkan pertumbuhan yang baik.
Area sekitar SeSuKaMu mulai dipenuhi oleh pohon yang telah mengundang aneka satwa dan
serangga untuk turut memulihkan ekosistem sungai.
JEJARING

Independen – Siap Bekerjasama Dengan Siapapun.

“GMSS SKM tidak tergantung kepada siapapun, tetapi siap bekerjasama dengan siapapun”
begitulah selalu disampaikan oleh Misman, inisiator GMSS SKM. Selalu diekankan bahwa tidak
ada niat untuk membesarkan organisasi, sebab GMSS SKM dimaksudkan untuk menjadi wadah
melakukan edukasi, mengajak warga atau masyarakat Kota Samarinda berpartisipasi aktif
dalam merawat dan menjaga Sungai Karang Mumus.

Siapapun boleh beraktivitas bersama dengan GMSS SKM tanpa lebur didalamnya. Kelompok
masyarakat, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat dan lain-lain dengan tetap menjadi
dirinya sendiri.

Hal ini dimaksudkan agar semakin banyak kelompok masyarakat yang peduli terhadap Sungai
Karang Mumus secara mandiri dan mempunyai kegiatan atau program sendiri. GMSS SKM
menginginkan munculnya banyak wadah bagi masyarakat yang punya komitment kuat dan
konsisten dalam menjaga dan merawat Sungai Karang Mumus.

GMSS SKM menyadari bahwa para pihak yang terkait dengan Sungai Karang Mumus jumlahnya
banyak. Oleh karena itu GMSS SKM selalu berusaha merangkul berbagai pihak, membuka ruang
kerjasama berdasarkan prinsip-prinsip yang diyakini oleh GMSS SKM.

Sejak awal kegiatan GMSS SKM ditopang oleh berbagai kelompok dan komunitas yang berasal
dari lembaga pendidikan seperti sekolah dan universitas. Juga kelompok mahasiswa, seperti
BEM Hubungan Internasional Unmul, Kophi, Mapflofa dan lain-lain. Komunitas masyarakat
seperti Komunitas Wirausaha Samarinda, Warkop Care, Sahabat Samarinda, Jelajah, Jejak
Budaya, dll. Kelompok hobby seperti mancing mania, supporter bola, action cam. Juga
organisasi masyarakat seperti Pemuda Pancasila, Kopaska, PPM dan lain-lain.

GMSS SKM juga terus memperluas ekosistem gerakan, membangun komunikasi dengan para
pihak terutama pemerintah baik di tingkat provinsi maupun kota. GMSS SKM mempunyai
hubungan baik dengan Pemerintah Kota Samarinda lewat :

1. Sekretaris Daerah Kota Samarinda


2. Dinas Perumahan dan Permukiman
3. Dinas Lingkungan Hidup

Sementara di tingkat Provinsi, GMSS SKM berhubungan baik dengan unit kerja kementerian
yang berada di daerah seperti :

1. BWS Kalimantan III


2. BP DAS HL Mahakam Berau

Selain itu GMSS SKM juga mulai mengambil langkah strategis untuk menjalin kemitraan dengan
sektor pendidikan dan swasta, lewat kerjasama programatik dengan sekolah misalnya MAN
Samarinda untuk pendampingan Sekolah Adiwiyata, Fakultas Kehutanan Unmul (Lab.
Konservasi Tanah dan Air) untuk program panen air hujan dan Bunga Bangsa Society (Mesra
Group) untuk pengembangan ekowisata.

Saat ini dalam kegiatan sehari-hari, GMSS SKM hanya ditopang oleh 4 orang. Dari keempat
orang ini, hanya satu orang yang mendapat honor secara tetap. Dinas Lingkungan Hidup Kota
Samarinda memperbantukan satu orang tenaga honorer untuk membantu menjaga dan
merawat SeSuKaMu dan pembibitan native spesies di Muang Ilir.

Sementara 3 lainnya berkerja secara penuh sebagai sukarelawan. Namun untuk kegiatan
tertentu yang butuh sumberdaya manusia, GMSS SKM tidak kesulitan untuk memanggil
relawan yang dibutuhkan.
PEMBERDAYAAN &PENGORGANISASIAN

Sungai Digdaya – Masyarakat Berdaya

Persoalan Sungai Karang Mumus akan bisa diurai satu demi satu seandainya masyarakat Kota
Samarinda mampu mengorganisir dirinya sendiri untuk menjadi bagian dari penyelesaian
persoalan Sungai Karang Mumus.

Memasuki tahun ketiga, GMSS SKM mulai melakukan fokus pengorganisasian dan
pemberdayaan warga di sekitar Sungai Karang Mumus. Fokus utama pengorganisasian dan
pemberdayaan adalah masyarakat Muang Ilir dan kelompok kategorial di Sungai Karang Mumus
yaitu nelayan sungai dan anak-anak Muang Ilir.

Untuk masyarakat Muang Ilir langkah pertama dari GMSS SKM adalah mengorganisir
masyarakat untuk mulai membuang sampah dengan benar, mengumpulkan sampah,
mengemas dan membuang ke TPS, bukan ke sungai atau membakarnya. Dengan dukungan
motor gerobak dari DLH Kota Samarinda, masyarakat Muang Ilir mulai melakukan pengelolaan
sampah rumah tangga dengan membuangnya ke TPS.

Membersihkan kampung menjadi penting untuk masyarakat Muang Ilir, karena ke depan
Muang Ilir akan dikembangkan menjadi Kampung Tematik, menjadi lokasi wisata yang terkait
dengan sungai. Kampung ini mempunyai pengrajin manik dan hiasan dari kayu serta bambu.

GMSS SKM mulai melakukan pendampingan dan mempromosikannya, salah satunya dengan
dukungan dari BWS Kalimantan III, pengrajin dari Muang Ilir turut memamerkan produknya
dalam Peringatan Puncak Hari Air Sedunia 2018 di Rawa Pening, Semarang.
GMSS SKM juga sudah melakukan diskusi awal dengan Bunga Bangsa Society untuk
mengembangkan wisata dengan rute Bendung Benanga – Kanopi pp, dengan Muang Ilir sebagai
persinggahan. Rencananya warga Muang Ilir yang akan mengoperasikan perahu pengangkut
wisatawannya.

Selain itu GMSS SKM juga secara khusus melakukan pengorganisasian terhadap anak-anak
Muang Ilir melalui Sekolah Sungai Karang Mumus. Anak-anak Muang Ilir setiap hari Jumat,
sehabis waktu Jum’at – an akan belajar dan berkumpul di SeSuKaMu untuk belajar berbagai
macam hal terkait sungai.

Harapannya ke depan akan tumbuh komunitas anak yang peduli pada sungai dan mempunyai
kemampuan untuk melakukan pemulihan, menjaga dan merawat sungainya secara mandiri.

Kelompok kategorial lain yang disasar adalah kelompok nelayan sungai. Pengorganisasian
terhadap kelompok ini penting karena ditengah mulai sulitnya memperoleh jumlah tangkapan
yang layak di Sungai Karang Mumus, praktek destructive fishing juga marak dilakukan. Praktek
yang umum dijumpai adalah menyetrum dan meracun ikan.

Inti dari pemberdayaan dan pengorganisasian adalah ingin menyadarkan masyarakat bahwa
ekonomi yang berkelanjutan tidak bisa dipisahkan dari ekologi. Maka menjaga sungai sebagai
ruang hidup dan sumber penghidupan harus menjadi kesadaran bagi warga yang kehidupannya
terkait dengan sungai.
MEMANDANG KE DEPAN

Jaga Komitmen, Konsistensi dan Layanan

Ketika memasuki tahun kedua, GMSS SKM mulai memfokuskan pada upaya restorasi sungai
(ekosistem) Sungai Karang Mumus. Kegiatan lebih banyak atau bergeser di wilayah hulu untuk
mengembangkan Sekolah Sungai Karang Mumus dan pembibitan native spesies Sungai Karang
Mumus.

Kemudian ada yang berpikir bahwa GMSS SKM mulai ditinggalkan oleh masyarakat karena
intensitas kegiatan memungut sampah di Pangkalan Pungut GMSS SKM mulai menurun. Pada
sisi lain banyak yang berpikir bahwa sulit untuk bekerjasama dengan GMSS SKM.

Pandangan ini tentu tidak benar sebab terbukti SeSuKaMu terus didatangi oleh berbagai
macam kelompok untuk melakukan pembelajaran bersama dengan GMSS SKM. Mereka datang
dengan kemauan sendiri, tanpa diundang.

Sementara itu kenapa untuk bekerja sama dengan GMSS SKM sepertinya sulit?. Hal ini
dikarenakan GMSS SKM lebih menekankan substansi ketimbang keramaian-keramaian.
Tawaran kegiatan atau kerjasama yang tidak mempunyai potensi untuk berkembang di masa
depan akan diabaikan oleh GMSS SKM.

Jika kini GMSS SKM lebih memilih jalan sunyi, ini merupakan bentuk untuk menjaga komitmen
dan konsistensi untuk menumbuhkan kembali budaya air di Kota Samarinda. GMSS SKM
sekarang justru memfokuskan untuk mengembangkan diri agar bisa memberikan layanan yang
prima bagi siapapun yang ingin berpartisipasi secara aktif untuk memulihkan, menjaga dan
merawat Sungai Karang Mumus.

GMSS SKM tidak ingin menjadi besar dan mampu melakukan semua kegiatannya sendiri
melainkan ingin lebih menjadi organisasi pengembang komunitas peduli sungai, menyediakan
wahana pembelajaran tentang sungai. Menjadikan Sekolah Sungai Karang Mumus sebagai
learning and experience centre yang akan melahirkan individu maupun kelompok yang
kemudian akan menjadi bagian dari penyelesaian masalah Sungai Karang Mumus hari ini dan
seterusnya.

Rencana Kegiatan atau Pengembangan untuk tahun 2019

AkSi KaMu – Akademi Sungai Karang Mumus adalah ruang atau sanggar belajar yang ditujukan
untuk komunitas sungai atau komunitas lain yang hendak mengembangkan aksi peduli sungai.
GMSS SKM telah mempunyai sebidang tanah tak jauh dari Sekolah Sungai Karang Mumus yang
akan dikembang dalam bentuk camping ground, dilengkapi dengan green terrace, rumah bibit
dan instalasi panen air hujan.

Road Show – Keberadaan SeSuKaMu meski sudah dikenal dan telah seribuan lebih berbagai
kelompok masyarakat mengikuti kegiataannya namun jangkauan perlu diperluas. Selama ini
GMSS SKM bersikap pasif terkait Sekolah Sungai. Oleh karenanya perlu dilakukan road show
terutama ke sekolah mulai dari tingkat SD – SMA/K untuk memperkenalkan Sekolah Sungai.

Demonstrasi Area Agroforestry – GMSS SKM akan mengembangkan area percontohan


pertanian atau perladangan di lingkungan sungai yang ramah sungai. Model itu adalah
agroforestry atau pertanian tumpang sari antara pohon tahunan dengan tanaman semusim.

Konservasi Rawa – Wetland Garden atau Wetpark akan diinisiasi oleh GMSS SKM sebagai
upaya mempertahankan rawa-rawa di Kota Samarinda. Rawa akan dijangka fungsi ekologisnya
namun tetap mendatangkan manfaat baik secara ekonomi maupun edukasi.

Arboresi Buah Lokal – Kalimantan Timur mempunyai kekayaan hayati berupa buah-buahan
lokal yang kerap disebut buah hutan. Keberadaan mulai langka karena sedikit upaya budidaya.
Kebun Bibit Karang Mumus akan melakukan pengawetan dengan melakukan pembibitan
berbagai jenis buah itu dan kemudian akan ditanam di area riparian Sungai Karang Mumus.
Selain untuk mengawetkan keberadaan buah-buahan itu, tumbuhnya buah-buahan di
lingkungan sungai akan berfungsi sebagai koridor satwa, membantu mengkonservasi aneka
satwa yang merupakan kekayaan bumi Kalimantan lainnya.

Dokumentasi Satwa – Penanaman pohon di riparian Sungai Karang Mumus mulai memanggil
kembali satwa ke lingkungan sungai. Perlu dilakukan pengamatan, identifikasi dan dokumentasi
aneka satwa antara lain jenis aves/unggas, melata, primata, serangga dan lainnya. Dokumentasi
dan publikasi ini penting sebagai upaya penguatan bagi para pihak untuk memperkuat
dukungan pada pemulihan Sungai Karang Mumus.

Koran Sungai – Meski jaman sekarang adalah jaman media online namun media cetak masih
mempunyai kelebihan untuk menyebarkan pengetahuan dan informasi. Koran Sungai
direncanakan sebagai newspaper insert pada tabloid pendidikan. Tabloid “Wahana Pendidikan”
sampai sekarang masih terbit dan tersebar di instansi terkait pendidikan dan sekolah-sekolah.

Demikian rencana pengembangan kegiatan GMSS SKM pada tahun 2019. Rencana kegiatan ini
akan melengkapi kegiatan rutin GMSS SKM lainnya dalam area kampanye, edukasi dan restorasi
ekosistem sungai yang telah dan terus dijalankan hingga saat ini.
PENUTUP

Jalan Masih Panjang


Apa yang dilakukan oleh GMSS SKM hingga saat ini barulah langkah kecil. Meski mendapat
apresiasi dari berbagai pihak namun dampaknya untuk Sungai Karang Mumus secara langsung
belumlah significant.

Dari sisi jangkauan kegiatan, saat ini GMSS SKM baru bisa beraktivitas dari Muara Sungai Karang
Mumus di Sungai Mahakam hingga Bendung Benanga. Masih ada separuh lebih aliran Sungai
Karang Mumus yang belum dikenali oleh GMSS SKM. Dari sisi DAS, wilayah yang dijangkau oleh
GMSS SKM adalah wilayah Kota Samarinda, sementara itu DAS Karang Mumus masuk dalam
dua wilayah pemerintahan yaitu Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Samarinda.

Dengan demikian jalan untuk memulihkan, menjaga dan merawat Sungai Karang Mumus
sehingga bisa menghasilkan air yang berkualitas dalam jumlah yang cukup dan
berkesinambungan (Kualitas-Kuantitas-Kontinuitas) masihlah panjang. Tantangannya bukan
hanya pada perluasan gerakan, mendorong munculnya banyak komunitas lain di sepanjang
aliran Sungai Karang Mumus, melainkan juga tantangan terkait dengan kebijakan dan hipotesa
pembangunan yang kurang mempertimbangkan logika air.

Sebagai kota yang mempunyai banyak anak sungai dan dilalui oleh sungai besar yaitu Sungai
Mahakam seharusnya RTRW Kota Samarinda memberi ruang pada dinamika air bukan
merubah-rubah alur dan alir air. Secara alamiah Samarinda harus mempertahankan ruang
pasang surut, kolam retensi alami yaitu rawa-rawa dan area tangkapan serta resapan air dalam
bentuk hutan kota.

Kondisi terbaik Kota Samarinda adalah basah, karena Samarinda adalah Kota Air, bukan Kota
Banjir. Kota Samarinda, warga dan pemerintahannya harus kembali pada pengetahuan,
kearifan dan symbol atau penanda lokal yang telah membentuk peradaban Kalimantan Timur di
masa lalunya. Peradaban itu adalah peradaban air (sungai) sebagaimana diabadikan dalam
nama Mahakama (yang kemudian lebih dikenal sebagai Mahakam).

Mahakama berasal dari kata Maha dan Kama, yang bermakna air kehidupan yang agung
(Danum/Ranam Kaharingan). Jika sungai sebagai air kehidupan kemudian didegradasi lewat
pendekatan river development agar sungai bisa mengalirkan air hujan (run off) secepat mungkin
ke laut, maka sesungguhnya Samarinda tengah mengundang bencana bagi dirinya sendiri.

Menjelang 3 tahun perjalanan GMSS SKM, saat ini paling tidak 3 unit utama kegiatan telah
terbentuk di GMSS SKM yaitu 1. Pangkalan Pungut di Jalan Abdul Muthalib, Samarinda, 2.
Sekolah Sungai Karang Mumus di Muang Ilir dan 3. Kebun Bibit Karangmumus di Muang Ilir.
Perkembangan seperti ini kerap membuat orang bertanya-tanya, siapa di belakang GMSS SKM,
siapa yang membiayai atau mendanai?. Untuk pertanyaan itu jawabannya adalah yang
dibelakang GMSS SKM adalah komitmen, kerelaan dan konsistensi. Dan tentu saja ada banyak
pihak yang membantu mulai pikiran, tenaga, barang dan juga dana. Jika tidak ada yang
menyumbang tentu GMSS SKM tidak akan mempunyai perahu dan mesin, tanah untuk bale
Sekolah Sungai Karang Mumus, alat pungut dan lain sebagainya.

Namun yang perlu dicatat tidak ada sumbangan pendanaan untuk operasional sehari-hari dari
kegiatan GMSS SKM. Dari semua yang beraktivitas rutin untuk mengelola Pangkalan Pungut,
Sekolah Sungai dan Kebun Bibit Karangmumus, satu-satunya yang mendapat imbal jasa adalah
Bapak Johansyah yang mendapat SK sebagai pegawai honorer DLH dengan tugas membantu
aktivitas harian di Sekolah Sungai Karang Mumus dan Kebun Bibit Karangmumus.

Hanya saja apa yang dilakukan oleh GMSS SKM, ide dan gagasan serta keyakinan yang secara
konsisten ditunjukkan selama ini telah menarik perhatian dari sebuah lembaga internasional.
Dan Planette Urgence dari Perancis, telah menyatakan komitmennya untuk turut berkontribusi
terhadap apa yang dilakukan oleh GMSS SKM. Untuk tahap pertama ini mulai Agustus 2018 –
Januari 2019, PU (Planete Urgence) – sebuah konsorsium NGO dari Perancis, akan mendukung
restorasi ekosistem lewat penanaman pada area riparian Sungai Karang Mumus.

BP DAS HL Mahakam Berau juga memberikan dukungan dalam bentuk bibit tanaman produktif
dan buah-buahan untuk mendukung pemulihan Daerah Aliran Sungai Karang Mumus
(agroforestry). Sementara BWS Kalimantan III memberikan dukungan sarana kegiatan dan
pelaksanaan event-event tertentu.

Namun sekali lagi, dengan atau tanpa bantuan GMSS SKM akan tetap berkegiatan untuk
memulihkan, merawat dan menjaga Karangmumus. Dan tantangan untuk GMSS SKM bukanlah
soal dana melainkan merubah mantra dari Normalisasi ke Restorasi.

Sekian

Catatan ini ditulis oleh :


Yustinus Sapto Hardjanto
@yustinus_esha
yoesthie.smd@gmail.com
08125382895

Anda mungkin juga menyukai