Anda di halaman 1dari 8

Kita Perlu Sungai Bersih, Sehat dan Produktif

Sebuah Catatan Reflektif


Tentang Tata Kelola Sungai Karang Mumus
Kemarin, Kini dan Ke Depan

Pengantar

Sungai sejak dahulu mempunyai kedekatan dengan perkembangan masyarakat dan peradaban
Kalimantan Timur. Sungai digunakan dan dimanfaatkan untuk mengembangkan kehidupan.
Pemanfaatan sungai meliputi airnya sebagai sumber air bersih, dataran banjirnya sebagai
tempat bercocok tanam, alurnya untuk transportasi, sumber protein (ikan), sumber pendapatan
dan lain sebagainya.

Jika pada masyarakat terdahulu pemanfaatan sungai dilakukan dalam kerangka adaptasi. Maka
makin kesini, saat semakin bertumbuh jumlah anggota masyarakat maka pemanfaatan sungai
bersifat konversi dan okupasi ruang sungi. Pemanfaatan dilakukan dengan merubah dan
menduduki ruang sungai tanpa tanpa pertimbangan ekologis yang dalam. Kepentingan manusia
kemudian menjadi lebih besar dari pada kepentingan lingkungan atau ekologi sungai.

Manusia terdahulu dengan pengetahuan dan kebijakan tradisional memahami bahwa sungai
bukan hanya hak manusia. Ada hak mahkluk hidup lainnya yang harus dihormati mulai daric
acing, siput, kepiting, kadal, serangga, burung, ular, biawak, buaya dan aneka tetumbuhan dari
rerumputan, semak hingga pepohonan.

Pertambahan penduduk tak bisa dihindari termasuk migrasi. Daerah yang bertumbuh menjadi
kota ibarat gula yang selalu akan didatangi semut. Dan pemanfaatan sungai menjadi tidak
terkendali karena tidak semua yang memanfaatkan sungai berasal dan sadar tentang budaya
air. Sungai kemudian menjadi tercemar, sampah dan limbah dimana mana, tebing sungai
tergerus, dasar sungai mengalami sedimentasi luar biasa, berbagai jenis flora dan fauna
berkurang, mati dan bahkan punah. Okupasi sempadan dan dataran banjir telah menyebabkan
bencana banjir dan kekeringan.

Semua permasalahan itu menyebabkan kualitas, kuantitas dan kontinuitas air sungai sebagai
sumber kehidupan menjadi terganggu atau bahkan rusak.
Rekayasa Sungai

Di Samarinda salah satu sungai yang diokupasi melampau batas adalah Sungai Karang Mumus.
Sungai ini kemudian dikenali sebagai sungai (utamanya di bagian hilir) yang ditumbuhi
permukiman kumuh (slum area)1.

Menurunnya kualitas sungai membuat pemerintah bergerak melakukan penataan sungai.


Konsep yang diusung adalah pembangunan sungai (river development). Istilah yang terkenal
adalah normalisasi. Normalisasi pertama tama dilakukan dengan melakukan relokasi
permukiman warga yang ada di bantaran sungai.

Setelah warga dipindahkan, sungai kemudian kemudian dilakukan rekayasa teknik hidrologi.
Dengan mengeruk sungai, melebarkan, kemudian memasang sheet pile di kanan kiri sungai.
Pada area setelah beton sungai disediakan lahan kurang lebih 3 – 6 meter sebagai ruang
terbuka hijau. Dan setelah area ruang terbuka hijau dibangun parit dan jalan yang disebut
sebagai jalan inspeksi.2

Upaya rekayasa sungai atau normalisasi ini sebenarnya lebih bernuansa untuk mengamankan
sungai dan mengendalikan banjir termasuk agar sungai terlihat menjadi rapi serta indah
dipandang mata. Dan terbukti pada masa selanjutnya rekayasa sungai justru memindahkan
banjir banjir kecil di sepanjang aliran sungai menjadi banjir besar di bagian hilir.

Penurapan sungai juga telah menganggu ekosistem flora dan fauna di lingkungan sungai.
Hubungan atau kesatuan ekosistem antara daratan dan air menjadi terganggu. Kita kemudian
kehilangan banyak flora dan fauna asli.

Kegiatan rekayasa sungai kemudian akan terus menuntut rekayasa yang lainnya. Karena
rekayasa selalu menimbulkan ketidakseimbangan baru yang menuntut adanya rekayasa yang
lain. Karena normalisasi misalnya tidak membebaskan dari banjir maka kemudian perlu alat
bantu lain untuk mempercepat pengaliran air genangan, misalnya dengan membangun rumah
pompa. Dengan demikian biaya dan sumberdaya baru terus dibutuhkan. Pemeliharaan sungai
menuntut biaya yang besar dan kalau tidak dipenuhi maka bencana akan terjadi.

1
Namun terkait dengan sampah dan limbah, pencemaran di Sungai Karang Mumus tidak melulu disebabkan oleh
permukiman di pinggir sungai. Mereka yang jauh dari sungai juga berkontribusi lewat pembuangan sampah dan
limbah pada got dan parit yang kemudian bermuara di Sungai Karang Mumus. Pencemaran juga disumbangkan
oleh pertanian di kanan kiri sungai yang kala hujan tiba residu pupuk, pestisida atau herbisida akan terbawa oleh
aliran air permukaan yang kemudian masuk ke sungai.
2
Beton pembatas pinggiran sungai dikenal dengan sebutan turap. Namun jika dikaji lebih dalam yang disebut turap
ini sebenarnya juga bernuansa tanggul. Karena turap berfungsi sebagai perkuatan tebing. Artinya turap hanya akan
dibangun pada daerah yang terancam longsor dan longsorannya akan membahayakan. Sementara turap di Sungai
karang Mumus juga berfungsi untuk mencegah agar air sungai tidak meluap (tanggul). Dan pada prinsipnya tanggul
tak pernah dibangun di pinggir sungai melainkan pada batas akhir dataran banjir.
Akibatnya sungai terlalu banyak direkayasa (over engineered) dan semakin lama akan semakin
berkurang kemampuannya untuk memberikan layanan ekologis. Sungai kehilangan kemampuan
asali dan alamiahnya untuk menyediakan sumber air baku dan sumber protein berupa ikan,
udang maupun siput. Fungsi sungai sebagai penjaga iklim juga akan hilang karena hilangnya
vegetasi aslinya.

Tata kelola sungai kerap kali melupakan variable non alami yang menjadi penyumbang besar
pada permasalahan sungai seperti merubah aliran sungai, perkerasan lahan, penggunaan lahan
pada area banjir dan DAS yang tidak berkesesuaian dengan ekosistem sungai.

Oleh karenanya rekayasa sungai bukanlah pilihan pertama, melainkan pilihan akhir karena
sungai adalah ekosistem yang kaya dan kompleks. Terdapat banyak komunitas flora dan fauna
yang mengantungkan hidupnya pada sungai. Menjadikan sungai sebagai habitatnya. Manusia
atau masyarakat juga merupakan bagian dari ekosistem itu. Maka perlu keseimbangan ketika
berbicara soal kepentingan. Jika pendekatan pada sungai lebih condong pada kepentingan
manusia belaka maka bisa dipastikan keseimbangan alam tidak akan terjadi.3

Restorasi Sungai

Di perkotaan saat ini rekayasa sungai telah mengadopsi pendekatan atau paradigm baru.
Pendekatan ini menekankan pentinganya aspek ekologi dan geomorphologi sungai. Pendekatan
ini lazim disebut dengan restorasi sungai yang meliputi restorasi ekosistem, restorasi hidrologi,
restorasi sosial, budaya dan ekonomi serta restorasi kelembagaan sungai.

Pendekatan restorasi sungai semakin penting untuk dilakukan karena masalah sungai semakin
hari semakin banyak dan semakin kompleks. Pendekatan yang bertumpu pada sektor tertentu
atau yang berorientasi proyek semata hanya akan menimbulkan masalah baru. Masalah sungai
tidak pernah dipahami sampai akar masalahnya secara lengkap, kerap disederhanakan, berbau
sektoral hingga akhirnya apa yang dilakukan tidak menjawab masalah, naïf, tak tepat sasaran
bahkan terkadang merupakan pemborosan.

Di banyak kota-kota di bagian dunia lain. Upaya restorasi sudah dilakukan dengan sungguh-
sungguh. Seperti di Korea yang merestorasi 4 sungainya. Dan salah satunya sudah berhasil
dilakukan dan kini menjadi salah satu ikon baru Seoul, Ibu Kota Korea Selatan itu. SIngapura
yang tidak punya sungai itu lewat program bernama ABC membangun Sungai Kalang dengan
menyingkirkan semen pada saluran air.

Hongkong menjadikan wetland garden sebagai tujuan utama pariwisatanya. Area lahan basah
yang secara ekologis dipertahankan namun dipercantik dengan beberapa fasilitas sehingga

3
Menjadikan sungai di perkotaan menjadi alami 100% adalah sulit untuk dilakukan. Karenanya perlu dialog
kepentingan antara kepentingan manusia dan ekologi/morfologi sungai. Penataan kawasan menjadi penting untuk
dilakukan dengan mempertimbangkan ekologi sungai masih akan terus bertahan meski kemampuan optimum
layanan ekosistemnya tidak lagi 100%.
menjadi lokasi wisata edukasi dan alam sekaligus sebagai pengawetan berbagai satwa dan
tumbuhan.

Banyak negara bagian dan kota di Amerika Serikat mulai membongkar DAM karena
pembangunannya menyebabkan berbagai jenis ikan tidak berkembang. Pun demikian dengan
sungai-sungai di Eropa yang kemudian dipulihkan ekosistemnya agar kekayaan dan keragaman
hayati tetap terjaga.

Perkembangan pengelolaan sungai ditingkat dunia menunjukkan kecenderungan (trend global)


ke arah kembali kepada alam dan memperbaiki hubungan antara manusia dengan alam (dari
antroposentris ke ekosentris).

Kembali kepada alam : kembali kepada alam ditegaskan lewat pernyataan “biarkan
sungai tetap menjadi sungai”. Dengan demikian kita tidak dibenarkan menganggu ruang
sungai, mengubah siklus hidrologi dan neraca air tanpa konpensasi dan antisipasi segala
macam hal yang akan menganggu kualitas, kuantitas dan kontinuitas air.

Mengembaikan ruang sungai adalah salah satu langkahnya. Sungai harus mempunyai
ruang ekologis, ruang atau dataran banjir, koneksi dengan lahan basah. Sungai harus
dibebaskan dari aktivitas-aktivitas yang merusak atau mengokupasi ruangnya secara
berlebihan.

Daerah aliran sungai harus dibebaskan dari pembukaan dan penggunaan lahan yang
tidak berkesesuaian. Perkerasan tutupan lahan harus dibatasi agar koefisiensi air
permukaan pada musim penghujan tidak semakin meningkat. Kegiatan untuk
mengurangi aliran air permukaan harus ditingkatkan dan digalakkan, salah satunya
dengan memperkenalkan dan melaksanakan Panen Air Hujan (PAH).

Dan secara simultan pencegahan pencemaran air sungai harus dilakukan dengan cara
peningkatan pengelolaan sampah dan limbah. Aliran limbah dan sampah dari saluran air
tidak boleh langsung masuk ke sungai. Harus ada persayratan yang ketat tentang
pembuangan limbah ke sungai, pengawasan dan pemberian sangsi untuk yang
melanggarnya.

Antroposentris ke Ekosentris4 : para pendahulu telah mencontohkan bagaimana


membangun hubungan yang saling menghormati antara manusia dengan sungai.
Lahirlah apa yang disebut dengan budaya sungai (air). Sungai dihormati sebagai sumber
kehidupan dengan berbagai sebutan lokal seperti banyu urip, tirta amerta, tirta
kencana, danum kaharingan dan lain sebagainya.

4
Silahkan cermati pidato para pemimpin kota atau negara pada peresmian restorasi sungai. Ada benang merah
yang bisa ditarik terkait dengan membuang sebanyak mungkin semen dari sungai. Mereka ingin sungai kembali
menjadi habitat dari berbagai flora dan fauna. Walikota Seoul yang kemudian menjadi Perdana Menteri Korea
menyebutkan keinginannya agar sungai-sungai di Seoul menjadi surge bagi burung migran.
Menghidupkan kembali atau memperkuat budaya air menjadi penting untuk dilakukan
terhadap semua stakeholder sungai. Semua perlu disadarkan tentang pentingnya sungai
bagi kehidupan, tentang jasa atau layanan ekosistem sungai. Jasa atau layanan itu tidak
akan oprimum jika ekosistem sungai terganggu. Oleh karenanya merawat dan menjaga
sungai adalah tugas semua masyarakat. Sungai dijaga dan dirawat agar sungai tetap
menjadi sumber kehidupan bukan hanya untuk manusia tetapi juga mahkluk hidup
lainnya.

Komunitas Peduli Sungai

Terbukti bahwa pemerintah tidak akan mempu menangani persoalan sungai secara sendirian.
Berkaca di Sungai Karang Mumus, bahkan upaya pemerintah di masa lalu telah menyandera
berbagai langkah yang akan ditempuh. Akibatnya persoalan Sungai Karang Mumus justru
semakin susah untuk diselesaikan.

Pemerintah di masa lalu melakukan relokasi atau pemindahan warga, pemingahan selain tidak
tuntas, juga menyisakan persoalan lain yaitu pertumbuhan permukiman baru yang juga tak
mampu dicegah. Sementara saat ini untuk melakukan relokasi dengan skema lama tidak lagi
dimungkinkan, selain terganjal karena peraturan keuangan negara, pemerintah juga tak mampu
menanggung beban keuangan untuk melakukannya.

Peran masayarakat yang disebut dengan Komunitas Peduli Sungai menjadi strategis dalam
kerangka memulihkan dan memperbaiki kembali kondisi sungai. Sebab soal apa dan bagaimana
sungai itu tentu masyarakat yang lebih tahu.

Dari dan bersama dengan Komunitas Peduli Sungai ini embrio kerja-kerja kolaboratif dibangun
mulai dari tingkatan terbawah hingga ke level diatasnya. Masyarakat tidak boleh ditempatkan
hanya sebagai co-thingking (mitra konsultasi) tentang bagaimana sungai dikelola demi
keberlanjutannya.

Di berbagai tempat, Komunitas Peduli Sungai telah membuktikan mampu mengawali


pemulihan sungai, menjaga dan merawat sungai tanpa harus menunggu turunnya anggaran
atau pinjaman hutang dari luar negeri.

Memulihkan, Merawat dan Menjaga Karang Mumus (M3K)

M3K atau memulihkan, merawat dan menjaga Karang Mumus diusung sebagai kerja besar dari
GMSS SKM. GMSS SKM adalah salah satu komunitas sungai yang tumbuh di lingkungan Sungai
Karang Mumus.

Kurang lebih tiga tahun ini GMSS SKM telah melakukan berbagai rangkaian kegiatan yang
bertujuan melakukan pemulihan ekosistem Sungai Karang Mumus. Fokus kegiatan GMSS SKM
sendiri mulai dari pintu pelimpas Waduk Lempake hingga ke muara Sungai Karang Mumus di
Sungai Mahakam. Namun untuk restorasi ekosistem, GMSS SKM mengambil area bagian atau
segmen tengah Sungai Karang Mumus yang dimulai dari Muang Ilir, RT 27 Kelurahan Lempake,
kecamatan Samarinda Utara, Samarinda.

Kenapa GMSS SKM memilih lokasi ini?. Karena lokasi ini yang dalam pandangan GMSS SKM
paling memungkinkan untuk memulai upaya restorasi dengan kekuatan sendiri, bersama
masyarakat tanpa harus menunggu dukungan atau pendanaan dari pihak lainnya. Dan terbukti
dalam pelaksanaannya apa yang dilakukan oleh GMSS SKM didukung oleh berbagai elemen
masyarakat. Bantuan mengalir termasuk bantuan dana dari berbagai pihak untuk mendukung
upaya restorasi ekosistem sungai.

Restorasi dilakukan dengan melakukan penanaman kembali (replenting) pada zona yang
dikenal sebagai jalur hijau oleh masyarakat setempat. Di area ini GMSS SKM akan kembali
membangun riparian atau hutan kanan kiri sungai dengan vegetasi yang berkesesuaian pada
zona aguatic, zona amphibi dan zona kering. Namun penanaman difokuskan pada zona amphibi
dan zona kering sementara pada zona aquatic dilakukan dengan membiarkan tumbuhnya
berbagai tumbuhan liar dalam air.

Sampai saat ini GMSS SKM dengan bantuan berbagai elemen masyarakat telah berhasil
menanam kurang lebih 8 ribu pohon dengan tingkat keberhasilan hidupnya 95%. Area pertama
yang akan ditanami adalah kanan kiri sungai mulai dari jembatan Muang Ilir hingga Jembatan
Betapus. Penanaman di area ini diharapkan akan menjadi percontohan tentang bagaimana
ekosistem sungai yang seharusnya. Dan kemudian bisa direplikasi setelah jembatan Betapus
kea rah hilir, sekurangnya hingga jembatan Lempake Tepian.

Selain revegetasi, GMSS SKM selanjutnya akan melakukan upaya untuk menghubungkan
kembali Sungai Karang Mumus di bagian tengah ini dengan rawa-rawa yang masih tersisa di
sekitar area ini. Koneksi sungai dengan rawa ini penting untuk menjaga siklus hidrologi dan
neraca air, namun juga penting sebagai cara menjaga keberadaan biota air terutama ikan. Rawa
yang terkoneksi dengan sungai akan difungsikan sebagai bank ikan, dimana kala air sungai dan
rawa terhubung ikan yang berkembang di rawa akan masuk ke sungai.

Gagasan untuk mempertahankan rawa dan mengkoneksi dengan sungai akan diwujudkan
dalam bentuk wetland garden. Simana rawa yng dipertahankan bukan hanyakan memberi
kemanfaatan ekologis namun juga akan menjadi wadah belajar serta berpotensi untuk
mendatangkan pendapatan tanpa harus dikonversi menjadi daratan dengan cara diuruk untuk
diperjualbelikan sebagai kaplingan atau pembangunan perumahan.

Sungai Bersih, Sehat dan Produktif

Visi utama dari GMSS SKM adalah mengembalikan Kota Samarinda menjadi Kota Tepian Air
Sungai. Kota yang berbudaya air. Salah satu langkah yang ditempuh untuk mencapai hal itu
adalah dengan menjadi Sungai Karang Mumus menjadi sungai yang bersih, sehat dan produktif.
Sungai Bersih

Yang dimaksudkan dengan sungai bersih adalah sungai yang dirawat dan dijaga agar
bebas dari sampah dan limbah. Buadaya membuang segala sesuatu ke sungai harus
dimusnahkan. Pun juga dengan saluran air/got/parit yang airnya langsung masuk ke
sungai.

Selain bebas dari sampah dan limbah yang dibuang langsung ke sungai dan juga buang
air besar langsung ke sungai, sistem drainase kota juga harus direstorasi menjadi eko-
drainase. Eko drainase adalah konsepsi saluran air perkotaan yang tidak dimaksudkan
untuk mengeringkan melainkan untuk menjaga siklus hidrologi, mengkonservasi air dan
memurnikan air sebelum masuk ke sungai.

Sungai Sehat

Sungai disebut sebagai sungai sehat jika secara ekologis masih mempertahankan fitur
ekologis utamanya dan mampu memeprtahankan karakteristiknya hingga masa depan.
Karakter itu adalah :
1. Di sungai dan di sepanjang tepiannya, sebagian besar spesies tumbuhan dan
satwa asli masih bertahan. Kalaupun ada spesies asing maka keberadaannya
bukan merupakan ancaman.
2. Proses ekosistem alami terus dipertahankan.
3. Masih merupakan habitat yang terpelihara bagi berbagai jenis mahkluk hidup.
4. Di sebagian besar panjang aliran sungai masih hidup vegetasi asli.
5. Ikan dan satwa lainnya bisa bergerak atau bermigrasi dari hulu ke hilir dan
sebaliknya.
6. Ada hubungan antara sungai dengan dataran banjir dan rawa-rawa (lahan basah)
untuk menjaga proses ekologi.

Ini bukan berarti sungai tidak berubah atau bebas sama sekali dari rekayasa. Pada kasus
tertentu mungkin aka nada perubahan baik disengaja maupun tidak disengaja. Namun
yang paling penting bahwa perubahan itu tidak menghilangkan fitur sungai dan
keberlanjutannya ke depan. Keanekaragaman hayati sungai harus tetap terjaga. Jadi
pada dasarnya sungai adalah tentang kepentingan dan penggunaan, dimana harus ada
keseimbangan. Tingkat kebutuhan wajar dari manusia atau masyarakat bisa dipenuhi
namun sekaligus ekologi sungai akan tetap bertahan dan bekembang secara
berkelanjutan.

Sungai Produktif

Sungai sejak awal menjadi dekat dengan masyarakat karena produktifitasnya. Area
sungai utamanya lembah sungai yang kerap digenangi kala banjir menyediakan
hamparan lahan produktif untuk pertanian pangan. Dan berbagai jenis biota air yang
disungai merupakan komoditas yang memberi penghidupan.

Sungai yang direstorasi di Seoul Korea Utara misalnya kemudian mendatangkan banyak
wisatawan dan keasrian menjadikan sungai sebagai tempat favorit untuk shooting
berbagai film yang ternama.

Jika layanan ekologis sungai berupa air besih, udara yang segar, kekayaan hayati masih
terjada maka pemanfaatannya oleh masyarakat akan mendatangkan hasil yang
produktif. Sebab sungai bukan sekedar aliran air, tetapi juga sarana transportasi,
olehraga, pendidikan dan rekreasi. Dengan semua layanan ekologisnya, maka sungai
yang produktif itu akan mendorong produktifitas masyarakat di sekitarnya.

Penutup

Demikian uraian singkat yang merupakan hasil refleksi selama kurang lebih 3 tahun beraktifitas
dengan GMSS SKM dan Sekolah Sungai Karang Mumus. Semoga catatan ini bisa menjadi bahan
diskusi untuk mengakselerasi pemulihan Sungai Karang Mumus khususnya dan sungai –sungai
lainnya di Kota Samarinda maupun Kota/Kabupaten lainnya di Provinsi Kalimantan Timur.

Penulis
Yustinus Sapto Hardjanto, pekerja akar rumput yang mempunyai pengalaman lebih dari 20 tahun
bekerja pada berbagai organisasi non pemerintah di Sulawesi Utara dan Kalimantan Timur. Selain itu
juga menjadi reources person bagi beberapa organisasi non pemerintah di Yogyakarta dan Papua.
Aktif juga dalam dunia penulisan dan dokumentasi serta produksi audiovisual. Pernah menjadi jurnalis di
Koran Lestari, Jurnal 5 dan Mongabay.

Menjadi pengembira pada masa-masa awal berdirinya GMSS SKM, namun sejak September 2017,
meninggalkan semua aktivitas di organisasi non pemerintah untuk fokus pada pengembangan
SeSuKaMu (Sekolah Sungai Karang Mumus) dan Restorasi Ekosistem SKM di Muang Ilir.

Bisa dihobungi lewat mobile phone : 08125382895. Dan aktifitas keseharian bersama GMSS SKM bisa
dipantau lewat Facebook : Yustinus Sapto Hardjanto, Instagram : yustinus_esha dan Twitter :
@yustinus_esha

Anda mungkin juga menyukai