Anda di halaman 1dari 3

DUNIA PLASTIK

Bermula Dari kita,


Menuju Samudera,
Kembali Pulang Ke Meja Makan Kita.

Sejak 1950 pendulum kehidupan bergerak ke arah plastik. Semakin hari kita tak bisa lepas dari plastik.
Kita memakan makanan siap saji/instan berbungkus plastik, meminum minuman dari kemasan
plastik,membawa belanjaan dengan kantong plastik, memakai aksesories berbahan plastik, barang yang
kita pakai sehari-hari terbuat dari plastik. Operasi wajah dan tubuh yang ternama juga dinamai operasi
plastik.

Sejak penemuannya produksi plastik setiap tahun berjumlah jutaan ton dan hanya mengenal kata
peningkatan produksi setiap tahunnya. Dan sebagian besar dari yang diproduksi itu merupakan plastic
sekali pakai sehingga menjadi barang buangan.

Hanya sebagian kecil yang didaur ulang. Sebagian besar lainnya dibuang sembarang, dibakar hingga
mencemari udara, dibuang di TPA, hanyut di parit, lalu sungai dan berakhir di samudera.

Dan film ini ‘A Ocean Plastic’ menyajikan realitas sampah di lautan dan segala dampaknya pada
kehidupan di laut. Tumpukan plastik yang mengapung di lautan membentuk pulau yang besar mungkin
mengejutkan kita, membuyarkan gambaran indah kita tentang lautan yang penuh romansa.

Mestinya kita tak terkejut atau terheran-heran andai kita sadar pada pola dan perilaku hidup kita sehari-
hari. Wajah laut yang disajikan di film ini adalah wajah tersembunyi yang mengambarkan realita daratan
kita. Parit dan sungai kita adalah gambaran dari tempat sampah terpanjang. Dan kita tahu semua air
yang terhubung akan berakhir di laut.

Plastik Pembunuh Yang Praktis

Kenapa plastik menjadi populer?. Karena plastik adalah bahan yang kuat, awet, ringan, mudah dibentuk
dan murah. Dibanding bahan yang lainnya, plastik tidak ribet pemakaiannya. Sebagai wadah pengemas,
bukan hanya membantu mengemas dengan mudah melainkan juga mampu menambah daya tarik.

Dengan semua kelebihannya itu maka kemudian plastik menjadi pilihan. Di tempat perbelanjaan, plastik
berkuasa mulai dari perbelanjaan tradisional hingga modern. Di tempat perbelanjaan tradisional,plastik
dengan cepat menyingkirkan keranjang, daun dan kertas sebagai pembungkus atau pembawa barang
jualan serta belanjaan.

Namun semua kelebihan itu sekaligus adalah kelemahan dari plastik. Pemakaian plastic sekali pakai
membuat populasi sampah yang terbesar kemudian adalah plastik. Padahal plastik hanya akan terurai
secara kimia, itupun dalam waktu yang sangat lama. Plastik akan hancur pelan-pelan, mulai dari serpihan
atau mikroplastik.
Serpihan kecil atau amat kecil dari plastik kemudian mencemari badan air. Air yang sebagian kemudian
menjadi sumber air bersih kita. Sementara sebagian lainnya digunakan untuk kepentingan pertanian dan
peternakan/perikanan. Sebagian lain kemudian hanyut ke laut. Ada yang dikira sebagai makanan oleh
mahkluk di lautan, plastik kemudian masuk dalam jaringan mahkluk laut yang sebagian diantaranya
adalah sumber protein kita.

Plastik selain mematikan mahkluk di lautan, yang selamat kemudian juga membawa serpihan dalam
tubuhnya. Sumber pakan laut yang terkontaminasi itu kemudian kita konsumsi dan akhirnya plastik yang
awalnya adalah sesuatu yang kita pakai, akhirnya masuk dalam tubuh kita, menjadi bagian dari tubuh
kita. Masuknya plastik dalam tubuh kita akan menyebabkan atau memicu berbagai macam penyakit
utamanya adalah kanker.

Sementara sekarang ini dikampanyekan juga untuk lebih banyak makan bahan makanan dari laut. Sebab
berbagai contoh dari masyarakat yang tingkat konsumsinya tinggi atas makanan yang berbahan dari laut
terbukti lebih kuat, lebih sehat dan lebih cerdas. Tapi fakta kondisi sampah di lautan mungkin perlu
untuk mengkoreksi kampanye itu.

Kerakusan kita akan plastik kemudian telah menghancurkan lumbung pangan yang paling prospektif
yaitu lautan. Nafsu dan gaya hidup serba gampang telah meracuni sumber-sumber kehidupan kita.

Hanya Diperlukan Satu Orang Untuk Merusak, Namun Dibutuhkan Banyak Orang Untuk Memperbaiki

Soal lingkungan atau sumber hidup sejatinya tidak diperlukan banyak orang untuk merusaknya. Cukup
satu penguasa atau pengusaha yang zalim saja, hutan, sungai, lahan, ekosistem dan habitat bisa rusak.
Satu tanda tangan yang dibubuhkan di selembar kertas akan mampu menghancurkan secara paripurna
sebuah kawasan dengan segala kekayaan keanekaragaman hayatinya.

Tapi tak ada satu orangpun, meski orang itu menyandang gelar superhero mampu memulihkan
lingkungan sendirian. Meski kita punya deretan orang-orang yang menginspirasi, namun semua itu hanya
akan jadi catatan atau mungkin sekedar lembar penghargaan namun laju kerusakan tetap tak
tertahankan.

Kerusakan kita sudah massal, persoalan kita sudah amat krusial maka dibutuhkan sebanyak mungkin
orang untuk turut serta mengatasinya. Yang kita lawan adalah sebuah produk massal, maka harus
dilawan secara massive.

Diet Plastik

Tidak ada langkah cepat untuk mengatasi ketergantungan dan keranjingan kita pada plastik. Penggunaan
plastik bisa disebut sudah mendarah daging selama bertahun-tahun, mengurangi secara drastis butuh
sebuah kebijakan yang sangat kuat/revolusioner.

Pembatasan secara drastis dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya tentu akan menimbulkan
perlawanan baik dari produsen maupun konsumen. Terlalu banyak pihak yang terkait dengan rantai
produksi dan penggunaan plastik.

Langkah strategis untuk mulai mengurangi dampak dan ketergantungan pada plastik bisa dimulai dari
berbagai level, baik di tingkat individu, masyarakat maupun di sektor industri.
Pada tingkat Individu dan masyarakat, mesti disadarkan dan ditumbuhkan budaya untuk mengurangi
pemakaian plastik mulai dari plastik sekali pakai. Selain berusaha mengurangi, seseorang mesti memulai
untuk menolak plastik jika membeli atau berbelanja sesuatu yang bisa dibawa tanpa plastik.

Namun tetap saja pemakaian atau produksi sampah plastik di rumah tidak terhindarkan. Memilah plastik
adalah langkah berikutnya agar mulai dari rumah jumlah sampah plastik bisa dikurangi secara bermakna.
Memperpanjang umur pemakaian plastik atau menjadikannya sebagai material lain yang berguna adalah
langkah setelah pemilahan. Salah satu yang bisa dilakukan adalah membuat plastik menjadi ecobrick.

Sektor swasta juga perlu didorong untuk melakukan inovasi pengolahan atau daur ulang plastik bukan
sekedar kembali menjadi plastik yang tentu saja juga turun kualitasnya, melainkan mengolah plastik
menjadi produk lain seperti minyak, campuran untuk aspal jalan, pembangkit listrik dan lain sebagainya.

Perusahaan atau industri yang memperoleh untuk dari produktifitasnya namun menghasilkan limbah
plastik baik di lini produksi maupun konsumsi mesti didorong untuk memperluas tanggungjawabnya.
Mereka harus menyisihkan sumberdaya untuk melakukan inovasi dalam pengelolaan dan pengolahan
limbah plastik terutama yang dihasilkan oleh mereka.

Pengelolaan dan pengolahan limbah plastik merupakan bagian essensial dari tanggungjawab sosial
mereka, terkait langsung dengan core bisnis mereka. Danone, Unilever, Garuda Food, Wing Food dan
lain-lain tercatat sebagai salah satu perusahaan yang peduli pada lingkungan lewat berbagai kegiatan,
namun sebagai salah satu usaha yang banyak melahirkan sampah plastic di tingkat konsumsi, mereka
seharusnya juga memfokuskan bagaimana meminimalisir sampah plastik dalam rantai produksi dan
konsumsi mereka. Jika tidak maka semua kepedulian itu tak lebih dari ‘green cleansing’.

Akhirnya film ini menyajikan sebuah realitas yang barangkali tidak dilihat oleh banyak orang. Kita
mungkin merasa laut kita masih baik-baik saja. Tak satupun dari kita yang tidak prihatin menyaksikan apa
yang disajikan dalam film ini. Sebagai warga internet (Netizen), kaum yang disebut sebagai millennial
pasti akan dengan mudah memberi like, comment and share serta emot prihatin pada film ini. Sayangnya
kita kerap berhenti hanya disitu, sehingga muncul sebutan click activism, lazy activism atau arm chair
activism.

Film ini dipublikasikan bukan sekedar untuk meraih jumlah viewer atau subscriber yang besar melainkan
sebuah panggilan untuk melakukan aksi nyata. Dan aksi itu selalu dimulai dari diri kita masing-masing.
Maka sekarang marilah mulai kita tentukan apa yang hendak kita lakukan, sekecil apapun hal itu.

Pondok Wiraguna, 21 April 2019


@yustinus_esha

Anda mungkin juga menyukai