Anda di halaman 1dari 4

RESUME

PROTOKOL KYOTO

A.

Protokol Kyoto
Protocol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah dimana Negara Negara

perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar
5,2% dibandingkan dengan tahun 1990. Protokol Kyoto adalah protokol kepada
Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim atau yang dikenal sebagai
UNFCCC. UNFCCC ini diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Jenerio pada 1992.
Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi Protokol
Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi
ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang. Nama resmi
persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention
on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang
Perubahan Iklim). Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk
penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999. Persetujuan
ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia
pada 18 November 2004.

B.

Isi Protocol Kyoto


Protokol Kyoto memberikan izin adanya pembentukan sistem berbasis pasar

untuk memperdagangkan sisa kuota karbon atau Certified Emission Reduction


(CERs). Perdagangan karbon memungkinkan perusahaan yang menyebabkan polusi
mencapai targetnya dengan membeli emisi karbon dari perusahaan lain yang belum
menggunakan sisa kuotanya, atau kredit karbon yang dihasilkan oleh proyek
pengurangan emisi. Secara khusus, Protokol Kyoto menyetujui hal-hal berikut:
(Murdiyarso, 2003)

1. Menentukan target emisi yang mengikat secara hukum untuk negara


industri untuk mengurangi emisi CO2 kolektif hingga 5% di bawah level
tahun 1990 dalam jangka waktu Komitmen tahun 2008 hingga tahun 2012.
2. Menentukan periode komitmen lima tahun berikutnya dimana pengurangan
emisi CO2 lebih lanjut akan disepakati bersama antar negara-negara anggota
protokol Kyoto.
3. Mendefinisikan sistem perdagangan internasional dimana sisa kuota emisi
karbondioksida dan kredit dari komitmen dapat dibeli atau dijual.
4. Menyetujui sistem akreditasi dimana kredit karbon dapat dikeluarkan pada
negara non industri berdasarkan Clean Development Mechanism (CDM) atau
pada negara industri berdasarkan Joint Implementation Mechanism (JI).
5. Menentukan CO2 sebagai unit standar

perdagangan, menentukan potensi

pemanasan global pada setiap gas rumah kaca non-CO2.


6. Promosi kerjasama antar pemerintah, meningkatkan efisiensi energi, reformasi
energi dan kebijakan transportasi, energi terbarukan dan mengelola endapan
karbon seperti hutan dan lahan pertanian

C.

Manfaat Protokol Kyoto Bagi Indonesia


Indonesia yang telah meratifikasi Protokol Kyoto pada 3 Desember 2004,

melalui UU no. 17/ 2004, sesungguhnya akan menerima banyak manfaat dari Protokol
Kyoto. Melalui dana untuk adaptasi yang disediakan melalui protokol ini, Indonesia
bisa meningkatkan kemampuannya dalam beradaptasi dengan dampak-dampak
perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut, pergeseran garis pantai, musim
kemarau yang semakin panjang, serta musim hujan yang semakin pendek
periodenya, namun semakin tinggi intensitasnya.
Selain itu Indonesia juga bisa segera mengambil manfaat dari pengembangan
proyek CDM (Clean Development Mechanism Mekanisme Pembangunan Bersih).
Berdasarkan perhitungan, Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi sebesar
125 300 juta ton, yang diperkirakan akan memberikan manfaat sebesar $81,5 juta $1,26 milyar. Sampai saat ini sudah ada beberapa kegiatan CDM yang sedang
dipersiapkan di Indonesia, misalnya :

1. Proyek mengganti rencana pembangunan pembangkit listrik batubara dengan


geothermal yang dilakukan Unocal Indonesia dan Amoseas Indonesia, atau
efisiensi energi untuk produksi di pabrik seperti yang dilakukan Indocement
Indonesia.
2. Nota Kesepahaman Kerjasama Mekanisme Pembangunan Bersih antara
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Denmark, telah ditandatangani
pada tanggal 27 Juli 2005, sebagai dukungan resmi terhadap peluncuran
proyek Danish CDM Project Development Facility di Indonesia. Inisiatif
tersebut mengacu kepada dua tujuan, yang pertama adalah untuk
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang CDM bagi kalangan luas,
yang dapat memperoleh keuntungan dari CDM dan untuk meningkatkan
kapasitas bagi para pihak yang terkait dengan CDM di Indonesia. Tujuan
selanjutnya adalah untuk mengembangkan proyek CDM serta menyalurkan
Certified Emission Reductions (CERs) yang dihasilkan kepada pemerintah
Denmark, sehingga dapat membantu negara tersebut dalam memenuhi target
penurunan emisinya, yang pada akhirnya memberikan keuntungan bagi kedua
negara. Untuk memperlancar proses tersebut, Sekretariat untuk Danish CDM
Project Development Facility telah dibentuk di Kedutaan Denmark Jakarta.
Sekretariat ini akan mengkoordinir proses penyeleksian ide-ide proyek
sekaligus mendukung seluruh proses pengembangan proyek CDM. Hal ini
mencakup dukungan dana bagi biaya transaksi untuk proyek, termasuk
memberikan bantuan teknis dalam pengembangan baseline dan rencana
pengawasan, pengembangan Project Design Document (PDD) serta validasi
proyek, bekerjasama dengan institusi swasta dan publik di Indonesia dan
Denmark.
3. Untuk bantuan teknis, Kedutaan Denmark telah menugaskan dua institusi
dalam pelaksanaannya, yaitu Econ Analysis di Denmark dan Pelangi di
Indonesia. Selanjutnya, Danish CDM Project Development Facility akan
menyediakan bantuan teknis tersebut untuk mengembangkan ide-ide proyek
yang terbaik, sehingga pada akhirnya dapat mencapai tahap transaksi dengan
pemerintah Denmark. Dana sebesar 5 juta DKK atau sekitar 600 ribu USD

telah dialokasikan untuk membantu para pengembang proyek dalam


mengembangkan proyeknya dan pemerintah Denmark memberikan jaminan
kepastian untuk membeli sebanyak mungkin CERs yang berasal dari fasilitas
ini.

Anda mungkin juga menyukai