Anda di halaman 1dari 44

ENVIRONMENTAL SUSTAINABILITY

AND HUMAN VALUES


Lingkungan Berkelanjutan dan kaitannya
dengan Nilai-Nilai Manusia

OLEH :

HILDAYANI
P0303213010

PROGRAM STUDI PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP


PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr Wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan Rahmat dan Hidayah yang diberikan. Shalawat dan salam tak lupa pula
tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang merupakan suri tauladan bagi kita
semua. Atas izin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Environmental Sustainability and Human Values yang merupakan tugas
dari mata kuliah Prinsip Ilmu Lingkungan.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sharifuddin
Andi Omar dan Prof. Dr. Ir. Natsir Nessa Ms selaku dosen dari mata kuliah
Prinsip Ilmu Lingkungan yang memberikan tugas makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan bagi
pembacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan katakata

yang

kurang

berkenan

dan

memohon

kritik

dan

saran

yang

membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, Desember 2013

Penulis

Environmental Sustainability and Human Values | 2

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. 1


KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. 4
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 5
BAB II. PEMBAHASAN .......................................................................................6
2.1 Pemanfaatan Bumi oleh Manusia ....................................................... 6
2.1.1 Pembanguan Berkelanjutan ........................................................ 6
2.1.2 Konsumsi Berkelanjutan .............................................................. 7
2.2 Nilai Kemanusiaan dan Masalah Lingkungan ..................................... 10
2.2.1 Etika Lingkungan ......................................................................... 10
2.2.2 Paradigma ................................................................................... 12
2.2.3 Worldview .................................................................................... 24
2.3 Keadilan Lingkungan ........................................................................... 27
2.4 Rencana Keseluruhan untuk Hidup Berkelanjutan ............................. 30
BAB III. PENUTUP ............................................................................................. 42
3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 42
3.2 Saran ................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................44

Environmental Sustainability and Human Values | 3

DAFTAR GAMBAR

Gambar
1. Skema sederhana Sustainable Development ...............................................6
2. Siklus Konsumsi dan Produksi berkelanjutan .............................................. 9
3. Western Worldview and Deep Ecology Worldview Triangle ........................ 27
4. Prinsip Teori Sustainability Communities .................................................... 41

Environmental Sustainability and Human Values | 4

BAB I
PENDAHULUAN
Seorang Ahli Ekologi Garret Hardin (1915 2003) dikenal karena essaynya
pada tahun 1968 The Tragedy of the Commons. Dalam tulisannya itu ia
berpendapat bahwa ketidakmampuan kita dalam memecahkan permasalahan
lingkungan yang kompleks adalah hasil dari perjuangan antara kesejahteraan
individu jangka pendek dan Lingkungan Berkelanjutan jangka panjang. Di dunia
masa sekarang, tulisan Hardin memiliki hubungan yang khusus dalam tingkatan
global. Kata commons yang ditujukannya dalam judul tulisannya adalah bagianbagian dari lingkungan yang tersedia untuk siapapun namun tidak ada
seorangpun individu yang mau bertanggungjawab: atmosfer, air, margasatwa,
hutan dan perikanan.
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat
langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang nir-etik. Artinya, manusia
melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran
etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi
umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang
peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang
seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia
modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu
saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi
penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian
spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran
dan

kerusakan

alam

pun

akhirnya

mencuat

sebagai

masalah

yang

mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.


Dunia butuh kebijakan hukum dan ekonomi yang efektif untuk mencegah
penurunan hal-hal global tersebut. Kita harus menumbuhkan kesadaran yang
kuat akan pelayanan dan tanggung jawab bersama, untuk peduli pada
keberlanjutan planet kita. Makalah ini akan membahas peran etika dan nilai-nilai
dalam masalah lingkungan. Seperti yang dikemukakan dalam, Earth Charter,
disusun pada tahun 1992 oleh perwakilan dari 178 negara: Jadikan milik kita
menjadi pengingkat dari bangkitnya penghormatan baru pada kehidupan,
ketetapan

perusahaan

untuk

mencapai

keberlanjutan,

percepatan

dari

perjuangan keadilan dan perdamaian, dan perayaan sukacita dari kehidupan.

Environmental Sustainability and Human Values | 5

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemanfaatan Bumi oleh Manusia

2.1.1 Pembangunan Berkelanjutan

Gambar 1. Skema sederhana Sustainable Development

Lingkungan yang berkelanjutan adalah konsep yang telah didiskusikan


orang-orang selama beberapa tahun. Our Common Future, laporan UN World
Commission on Environment and Development pada tahun 1987, menyajikan
konsep yang berkaitan erat dengan Pembangunan Berkelanjutan. Penulis dari
Our Common Future menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan termasuk
pembahasan kebutuhan orang miskin di dunia. Laporan itu juga menghubungkan
kemampuan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan masa sekarang dan yang
akan datang dalam keadaan teknologi dan organisasi sosial yang ada pada
waktu dan tempat tertentu. Jumlah orang, tingkat kemakmuran mereka (yaitu
tingkatan konsumsi mereka), dan pilihan teknologi yang mereka gunakan
kesemuanya berinteraksi dalam menghasilkan efek total dari masyarakat dalam
kelestarian lingkungan.
Pembangunan Berkelanjutan selama ini dibicarakan dan dilakukan oleh
masyarakat Dunia sebagai metode untuk menciptakan suatu keseimbangan.
Keseimbangan yang diperoleh adalah pada aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan.

Environmental Sustainability and Human Values | 6

Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang harus dipenuhi menurut


Djajadiningrat dan Famiola (2004):
a. Pembangunan Berkelanjutan Menjamin Pemerataan dan Keadilan Sosial.
Strategi pembangunan harus dilandasi premis pada hal seperti: lebih
meratanyadistribusi sumber lahan dan faktor produksi, lebih meratanya peran
dan kesempatan, dan pada pemerataan ekonomi yang dicapai harus ada
keseimbangan distribusi kesejahteraan. Berarti, pembangunan generasi masa
kini harus selalu mengindahkan generasi masadepan untuk

mencapai

kebutuhannya.
b. Pembangunan Berkelanjutan Menghargai Keanekaragaman.
Pemeliharaan

keanekaragaman

hayati

adalah

persyaratan

untuk

memastikan bahwasumberdaya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk


masa kini dan masa datang.
c. Pembangunan

Berkelanjutan

Menggunakan

Pendekatan

Integratif.

Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan


alam. Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau
merusak.
d. Pembangunan

Berkelanjutan

Meminta

Perspektif

Jangka

Panjang.

Perspektif jangka panjang adalah perspektif pembangunan berkelanjutan.


Hingga saat inikerangka jangka pendek mendominasi pemikiran para pengambil
keputusan ekonomi
2.1.2 Konsumsi Berkelanjutan
Consumption overpopulation

adalah polusi atau penurunan dari

lingkungan yang muncul ketika tiap individu dalam populasi mengkonsumsi


sumber daya alam terlalu besar atau berlebihan. Konsumsi populasi yang
berlebihan berasal dari gaya hidup orang-orang yang berada di negara yang
sangat maju. Gaya hidup dinterpretasikan secara luas sebagai Pemanfaatan
barang dan jasa yang dibeli untuk makanan, pakaian, rumah, perjalanan,
rekreasi dan hiburan. Dalam mengevaluasi Consumption Overpopulation, semua
aspek dari produksi, penggunaan, dan pembuangan dari barang dan jasa
tersebut dihitung, termasuk kerugian lingkungan itu sendiri. Yaitu suatu analisis
yang memberikan pengertian tentang apa itu konsumsi yang berkelanjutan
dibandingkan dengan tidak berkelanjutan.

Environmental Sustainability and Human Values | 7

Berawal dari KTT Bumi di Rio de Janero, Brazil tahun 1992, penggerak
konsumen

menyadari

bahwa

pembangunan

berkelanjutan,

sustainable

development, tidak dapat berjalan tanpa perubahan pola konsumsi masyarakat.


Jadilah konsep sustainable consumption ditambahkan dalam UN Guidelines for
Consumer Protection (Panduan PBB untuk Perlindungan Konsumen) pada 1999
untuk melengkapi rujukan perlindungan konsumen yang telah diakui PBB sejak
1985 ini.
Konsumsi yang berkelanjutan, seperti halnya pembangunan berkelanjutan,
memaksa kita untuk memahami apakah tindakan di masa sekarang ini merusak
kemampuan jangka panjang lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa yang
akan datang. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi berkelanjutan yaitu
populasi, aktifitas ekonomi, pilihan teknologi, nilai-nilai sosial, dan kebijakan
pemerintah.
Masyarakat negara maju, masyarakat kelompok menengah atas, disinyalir
memiliki pola konsumsi yang berlebihan. Kondisi dan kemampuan ekonominya,
membuat mereka dapat mengonsumsi apa saja dan dalam jumlah berapapun.
Bagi kelompok ini, perubahan pola konsumsi yang diharapkan adalah
mengurangi jumlah konsumsi. Namun di sisi lain, sebagian besar penduduk bumi
ini tinggal di negara-negara sedang berkembang, atau bahkan negara-negara
miskin. Bagi mereka, jangankan mengurangi konsumsi, kebutuhan dasar pun
belum terpenuhi.
Prinsip konsumsi berkelanjutan harus memastikan setiap warga negara,
setiap penduduk bumi terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kelompok yang kurang
beruntung ini justru harus ditingkatkan konsumsinya. Akses terhadap kebutuhan
dasar seperti pangan, juga energi harus dipastikan dapat diperoleh. Tetapi tentu
saja tidak dengan cara-cara yang menguras sumber daya alam. Tidak
mengulangi kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
Dalam

tingkatan

global,

konsumsi

berkelanjutan

memerlukan

pemberantasan kemiskinan. Pada gilirannya mensyaratkan agar masyarakat


miskin meningkatkan konsumsi mereka akan sumber daya mendasar dalam
kehidupan. Agar kemudian peningkatan konsumsi mereka dapat berkelanjutan,
bagaimanapun juga, pola konsumsi orang-orang di negeri maju harus berubah.
Penerapan konsumsi berkelanjutan secara meluas tdak akan mudah. Hal
ini akan mengharuskan perubahan besar dalam pola konsumsi dan gaya hidup
dari kebanyakan orang di negara maju. Sebagai contoh penerapan konsumsi

Environmental Sustainability and Human Values | 8

berkelanjutan adalah perubahan dari kendaraan motor ke transportasi publik dan


sepeda dan pengembangan produk tahan lama, yang dapat diperbaiki, dna
dapat didaur ulang.
Peningkatan jumlah orang di Amerika dan negara maju lainnya telah
menganut

satu

tipe

konsumsi

kesederhanaan sukarela

berkelanjutan

yang

dikenal

sebagai

yang mengakui bahwa kebahagiaan individu dan

kualitas kehidupan tidak harus dihubungkan dengan kumpulan barang-barang


material. Orang yang menganut keserhanaan sukarela menghargai bahwa nilai
dan karakter seorang manusialah yang lebih menentukan dibandingkan dari
pada berapa banyak barang materi yang dia miliki.

Gambar 2. Siklus Konsumsi dan Produksi berkelanjutan


(sumber: United Nations Environment Programme)

Konsumsi Berkelanjutan merupakan penggunaan produk dan jasa untuk


memenuhi kebutuhan dasar dan menuju kualitas hidup yang lebih baik, dengan
meminimalkan penggunaan sumber daya alam, bahan kimia serta pembuangan
sampah dan polutan sehingga tidak membahayakan kebutuhan generasi
mendatang. Jelas di sini, yang dimaksudkan adalah berkonsumsi secara efisien.

Environmental Sustainability and Human Values | 9

Bukan sekadar mengurangi jumlah konsumsi, tetapi tetap memastikan


terpenuhinya kebutuhan dasar dan tanpa harus mengurangi kualitas hidup.
Dalam berkonsumsi, konsumen cenderung menginginkan kemudahan dan
kepraktisan, serta kenyamanan. Inilah yang tengah dinikmati oleh kelompok
menengah tadi. Memiliki kendaraan sendiri, kenyamanan rumah berpendingin,
menikmati makan di luar rumah dan berbagai kepraktisan lain yang
membanggakan. Perkembangan kelompok menengah di dunia cukup pesat.
Tujuh puluh persennya ada di negara-negara Asia dan merupakan penyumbang
utama perekonomian dunia. Tidak heran bila kelompok inilah yang menjadi
sasaran kampanye untuk mengubah pola konsumsi.
Ide perubahan pola konsumsi mungkin mengkhawatirkan sebagian orang
karena

beranggapan

harus

meninggalkan

berbagai

kemudahan

dan

kenyamanan yang tengah dinikmati. Berarti mengurangi kualitas hidup dan


menempatkan diri ke masa lalu. Misalnya harus bersusah payah mengejar
angkutan umum, berkeringat karena tidak menggunakan pendingin ruangan,
atau lainnya.
Prinsip-prinsip konsumsi berkelanjutan sebenarnya sederhana. Namun,
penerapannyalah yang mungkin tidak mudah. Beberapa prinsip dasar adalah: (1)
memahami apa yang kita konsumsi, (2) memahami dampak konsumsi terhadap
lingkungan, (3) memahami dampak konsumsi terhadap masyarakat lain, (4)
memahami dampaknya terhadap neraca perdagangan, perekonomian nasional
dan industri lokal.
2.2 Nilai Kemanusiaan dan Masalah Lingkungan
2.2.1 Etika Lingkungan
Sekarang kita mengalihkan perhatian kita pada pandangan dari individu
dan

masyarakat

yang

berbeda

dan

bagaimana

pandangan

tersebut

mempengaruhi kemampuan kita untuk mengerti dan menyelesaikan masalah


kelestarian. Etika adalah cabang filosofi yang diperoleh melalui aplikasi logis
nilai kemanusiaan. Nilai ini sendiri adalah prinsip yang seorang individu atau
sebuah masyarakat anggap penting atau bermanfaat. Nilai bukan suatu kesatuan
yang statis tapi mengalami perubahan seperti halnya sosial, budaya, politik dan
prioritas ekonomi mengalami perubahan. Etika membantu kita menentukan
bentuk mana dari tingkah laku yang secara moral dapat diterima dan tidak dapat
diterima, benar dan salah. Etika memainkan peran di dalam setiap tipe aktivitas

Environmental Sustainability and Human Values | 10

manusia yang melibatkan pertimbangan intelijen dan tindakan yang sukarela.


Ketika menjadi pilihan, nilai bertentangan muncul, etika membantu kita memilih
nilai mana yang lebih baik, atau lebih pantas, dibandingkan nilai lainnya. Etika
diartikan sebagai kebiasaan hidup yang baik yang diwariskan dari satu generasi ke
generasi lain. Etika dipahami sebagai ajaran yang berisikan aturan tentang
bagaimana manusia harus hidup yang baik sebagai manusia. Etika merupakan
ajaran yang berisikan perintah dan larangan tentang baik buruknya perilaku
manusia.
Etika Lingkungan menguji nilai moral untuk menentukan bagaimana
manusia seharusnya berhubungan dengan lingkungan alam. Ahli etika
lingkungan mempertimbangkan isu-isu seperti peran apa yang kita seharusnya
mainkan dalam menentukan nasib dari sumberdaya Bumi, termasuk spesies
lainnya, atau bagaimana kita mungkin mengembangkan etika lingkungan yang
dapat diterima oleh kita secara individual dalam jangka pendek dan juga dalam
jangka panjang untuk spesies kita dan planet ini.
Etika Lingkungan tidak hanya mempertimbangkan hak dari masyarakat
yang hidup sekarang, secara individual dan secara bersama, tapi juga hak dari
generasi masa depan. Aspek etika lingkungan ini sangat kritis karena dampak
dari aktifitas dan teknologi hari ini akan merubah lingkungan. Dalam beberapa
kasus, dampak ini mungkin akan dirasakan selama ratusan atau bahkan ribuan
tahun. Etika lingkungan menempatkan kita di posisi yang lebih baik untuk
menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pembangan berkelanjutan
jangka panjang.
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu Ethos yang berarti adat istiadat atau
kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi,
etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di
nilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan
kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan
tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah
mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk
hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Environmental Sustainability and Human Values | 11

Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam


bergaul dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan
yang

menyangkut

lingkungan

dipertimbangkan

secara

cermat

sehingga

keseimbangan lingkungan tetap terjaga.


Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan
etika lingkungan sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan
sehngga perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain
dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk
emnjaga terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk
bahan energy.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk
makhluk hidup yang lain.

Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku


manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan
alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak
pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam
secara keseluruhan.
2.2.2. Paradigma Lingkungan Hidup
Paradigma adalah pandangan dasar yang dianut oleh para ahli pada
kurun waktu tertentu, yang diakui kebenarannya, dan didukung oleh sebagian
besar komunitas, serta berpengaruh

terhadap perkembangan ilmu dan

kehidupan.Harvey dan Holly (1981) mengutip batasan pengertian paradigma


yang dikemukakan oleh Kuhn dalam The Structure of Scientific Revolution
(1970)

yang

(konstelasi)

mengartikan

paradigma

kepercayaan-kepercayaan,

sebagai keseluruhan
nilai-nilai,

cara-cara

kumpulan
(teknik)

mempelajari, menjelaskan,cakupan dan sasaran kajian,dan sebagainya yang


dianut oleh warga suatu komunitas tertentu Sejalan dengan perkembangan
kebutuhan manusia,filsafat dan ilmu juga berkembang semakin kritis dalam
melihat dan mengkaji hubungan manusia dengan alam. Bersamaan dengan
itu,ada perubahan dalam melihat hubungan manusia dengan alam.

Environmental Sustainability and Human Values | 12

Sikap dan perilaku seseorang terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh


bagaimana pandangan seseorang terhadap sesuatu itu. Manusia memilki
pandangan tertentu terhadap alam, dimana pandangan itu telah menjadi
landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam. Pandangan
tersebut

dibagidalam

Environmental

tiga teori

Ethics,

utama,

Intermediate

yang

dikenal

Environmental

sebagai

Ethics,

Shallow

and

Deep

Environmental Ethics. Ketiga teori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme,


Biosentrisme, dan Ekosentrisme.

a.

Antroposentrisme
Dinamakan

berdasar

kata

antropos

manusia,

adalah

suatu

pandanganyang menempatkan manusia sebagai pusat dari sistem alam


semesta. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan terhadap
alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Alam dilihat
hanya sebagai objek, alat dansarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
Dengan demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam
dipandang dan diperlakukan hanyasebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.
Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam,
pandangan

ini

juga

peduli

terhadap

alam.

Manusia

membutuhkan

lingkunganhidup yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki


kewajibanmemeliharan dan melestarikan alamlingkungannya. Kalaupun manusia
bersifat peduli terhadap alam, hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin
kebutuhandan kepentingan hidup manusia, dan bukan atas pertimbangan bahwa
alammempunyi nilai pada dirinya sendiri. Teori ini jelas bersifat egoistis, karena
hanya mengutamakan kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini dianggap
sebagaisebuah

etika

lingkungan

yang

dangkal

dan

sempit

(Shallow

Environmental Ethics).

b. Biosentrisme
Adalah

suatu

pandangan

yang

menempatkan

alam

sebagai

yangmempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia.


Dengandemikian,

biosentrisme

menolak

teori

antroposentrisme

yang

menyatakan bahwahanya manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya


sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya
manusia saja.Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat

Environmental Sustainability and Human Values | 13

perhatian.Maka, kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga


harusdilindungi dan diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh
isinyamemilki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam memiliki nilai justru
karenaada kehidupan yang terkandung didalamnya. Manusia hanya dilihat
sebagai salahsatu bagian saja dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi,
dan bukanlahmerupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis,
manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
c. Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada pemahaman bahwa secara ekologis,
baik makhluk hidup maupun benda-benda abiotik saling terkait satu sama lain.
Air disungai, yang termasuk abiotik, sangat menentukan bagi kehidupan yang
adadidalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk makhluk hidup, namun
sangatmenentukan

bagi

kelangsungan

seluruh

makhluk

hidup.

Jadi,

ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya samasama menentang teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih
luas, yakni komunitasekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecolog
menganut

prinsip

biospheric

egolitarian-ism,

yaitu

pengakuan

bahwa

seluruhorganisme dan makhluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari
suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu martabat yang sama.
Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk
semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah hak universal
yang tidak bisa diabaikan

Teori teori etika lingkungan


Hasil analisis kita sampai sekarang adalah bahwa hanya manusia
mempunyai tanggung jawab moral terhadap lingkungan. Walaupun manusia
termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap sebagai bagian alam , namun
hanya dialah yang sanggup melampaui status alaminya dengan memikul
tanggung jawab. Isi tanggung jawabnya dalam konteks ekonomi dan bisnis
adalah melestarikan lingkungan hidup atau memamfaatkan sumber daya alam
demikian rupa sehingga kualitas lingkungan tidak dikurangi, tetapi bermutu sama
seperti

sebelumnya.

Kegiatan

ekonomisnya

harus

harus

memugkinkan

pembangunan berkelanjutan. Di sini kita mencari dasar etika untuk tanggung

Environmental Sustainability and Human Values | 14

jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa
pendekatan yang berbeda.
Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada
tahun 1974, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia
berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan dia untuk hidup dengan
baik. Lingkungan yang berkualitas tidak saja merupakan sesuatu yang sangat
diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan karena menjadi hak
setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk
memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan
yang berkualitas bisa saja mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya
dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah sendiri, ia tidak boleh membuang
limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari lingkungan hidup yang
tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf
teori, maka pada taraf praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi
jelas sejauh mana hak atas milik pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus
dibatasi.
Dalam konteks hak dan lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi
pertanyaan apakah kita harus mengakui adanya hak untuk generasi-generasi
yang akan datang dan malah binatang atau barangkali malah pohon dan mahluk
hidup lainnya? Masalah kontoroversial ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan
cara yang berbeda. Ada etikawan yang amat yakin tentang adanya hak untuk
generasi-generasi yang akan dating dan malah untuk binatang. Etikawan lain
menolak dengan tegas hak-hak serupa itu. Istilah hak dipakai dalam arti kiasan
saja, bila orang berbicara tentang hak generasi-generasi yang akan dating dan
hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya selalu mengandaikan subyek yang
rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja, dengan menyangkal
adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak
menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas
kepada generasi-generasi yang akan dating dan kewajiban untuk memelihara
keanekaan hayati. Walaupun sering kewajiban dengan pihak satu sepadan
dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi kewajiban kita di
sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita dan
keanekaan hayati bukan hak-hak mereka.

Environmental Sustainability and Human Values | 15

Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral
bagi tanggung jawab kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme
bias menunjuk jalan keluar dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini
ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah
baik, kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau dengan kata lain
kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan
hidup membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia,
termasuk juga generasi-generasi yang akan datang. Jika kelompok terbatas
misalnya, para pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) mengekploitasi alam
dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung banyak, hal itu
justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan besar bagi
banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan, kita
akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh
dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan
hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis.
Perhitungan cost-benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan
utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus
dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan
dalam biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan
lingkungan dibebankan pada orang lain.
Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup,
dapat dicari juga dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu,
keadilan di sini harus dipahami sebagai keadilan distributive, artinya keadilan
yang mewajibkan kita untuk membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita
lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus
dibagi dengan adil. Perlu dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam
demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-generasi yang akan
datang tidak lagi bisa memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan
baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan pelbagai cara. Di bawah ini kami
menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain lagi untuk
mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup.

Environmental Sustainability and Human Values | 16

a. Persamaan
Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang
tidak sama. Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan
termasuk pemegang saham justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan
dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat
buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin.
Hal seperti ini harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua
orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk
memperlakukan mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus
dilestarikan, karena hanya cara memakai sumber daya alam itulah memajukan
persamaan (equality), sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak
lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan
tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls
pun berbicara tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan
dengan keadaan sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan
datang. Kita akan tidak berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak
kepada generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam
memakai sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi
mendatang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber
energi

alternative

bagi

generasi-generasi

sesudah

kita,

tetapi

prinsip

penghematan adil lebih mendesak untuk diterapkan pada integritas alam. Kita
wajib mewariskan lingkungan hidup yang utuh kepada generasi-generasi
mendatang, agar mereka bias hidup pantas seperti kita sekarang ini.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social.
Pelaksanaan keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik
atau buruk dari individu tertentu. Secara tradisisonal keadilan social hamper
selalu dikaitkan dengan kondisi kaum buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan
ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan
kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga dalam konteks
lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi
membuang limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan
flora dan faunanya hampir tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan

Environmental Sustainability and Human Values | 17

perusahaan di kawasan itu yang tetap mencemari laut dengan membuang


limbahnya.
Kini sudah tampak beberapa gejala yang menunjukkan bagaimana
lingkungan hidup memang mulai disadari sebagai suatu masalah keadilan social
yang berdimensi global. Di mana-mana ada Lembaga Swadaya Masyarakat yang
aktif di bidang lingkungan hidup. Di beberapa Negara di Eropa Barat malah ada
partai politik yang memiliki sebagian program pokok memperjuangkan kualitas
lingkungan hidup. Walaupun di bidang lingkungan hidup sebagai masalah
keadilan social para individu masing-masing tidak berdaya, itu tidak berarti
bahwa manusia perorangan sebaiknya diam saja. Keadilan social dalam konteks
lingkungan hidup barangkali lebih mua terwujud dengan kesadaran atau kerja
sama semua individu, ketimbang keadilan social pada taraf perburuan, karena
pertentangan kelas dan kepentingan pribadi di sini tidak begitu tajam. Masalah
lingkungan hidup menyangkut masa depan kita semua. Jika ada kesadaran
umum, bersama-sama akan dicapai banyak kemajuan

Dasar Etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat


Tingkat kesadaran lingkungan mengidentifikasi bahwa awalnya pemikiran
etika lingkungan itu muncul karena adanya krisis lingkungan yang sebab
utamanya adalah gaya hidup manusia dan perkembangan peradabannya. Pola
hidup konsumtif, tanpa memperhitungkan bagaimana ketersediaan/ daya dukung
lingkungan serta didukung pengangkatan-pengangkatan teknologi membuahkan
perilaku

eksploitasi.

Namun,

sering

berjalannya

waktu,

menghadapi masalah persaingan mendapatkan sumber

manusia

mulai

daya alam yang

ironisnya justru semakin berkurang dan tingkat daya dukungnya pun mulai
menurun. Masalah ini lah yang memaksa manusia untuk melihat kembali
bagaimana kedudukan, fungsi dan interaksinya dengan alam semesta yang
melahirkan gagasan kesadaran dan etika lingkungan.
Dasar-dasar pemikiran/pendekatan etika lingkungan, yaitu:
1. Dasar pendekatan ekologis, mengenalkan suatu pemahaman adanya
keterkaitan yang luas atas kehidupan yang luas atas kehidupan dimana
tindakan manusia pada masa lalu, sekarang, dan yang kan datang, akan
memberi dampak yang tak dapat di perkirakan. Kita tidak bisa melakukan
hanya satu hal atas alam, kita tidak juga bisa sepenuhnya memahami
bagaimana alam bekerja, pun kita tidak akan pernah bisa mengelak bahwa

Environmental Sustainability and Human Values | 18

apa yang kita lakukan pasti memberi dampak pada organisme lain,
sekarang atau akan datang.
2. Dasar pendekatan humanisme, setara dengan pendekatan ekologis, dasar
pendekatan ini menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk
hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya alam.
3. Dasar pendekatan teologis, merupak dasar dari keduan pendekatan
sebelumnya, bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mulia
ajarannya menunjukkan bagaiman alam sebenarnya diciptakan dan
bagaimana kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang selayaknya
terjalin antara alam dan manusia

Kesadaran-kesadaran lingkungan selayaknya ada bagi kepentingan


keberlanjutan bumi dan sumber daya alam, yaitu:
1. Manusia bukanlah sumber utama dari segala nilai.
2. Keberadaan alam dan segala sumber dayanya bukanlah untuk manusia
semata, tetapi untuk seluruh spesies organisme yang ada didalamnya.
3. Tujuan kehidupan manusia dibumi bukan hanya memproduksi dan
mengonsumsi, tetapi sekaligus mengkonservasi dan memperbarui sumber
daya alam.
4. Meningkatkan kualitas hidup, sebagaiman dasar ketiga diatas, harus pula
menjadi tujuan kehidupan
5. Sumber daya alam itu sangat terbatas dan harus dihargai serta
diperbaharu.
6. Hubungan antara manusia dengan alam sebaiknya kesetaraan antara
manusia dan alam, sebuah hubungan dengan organisme hidup dalam kerja
sama ekologik
7. Kita harus memelihara stabilitas ekologik dengan mempertahankan dan
meningkatkan keanekaragaman biologis dan budaya
8. Fungsi

utama

negara

adalah

mencanangkan

dan

pengawasan

pemberdayaan sumber daya alam, melindungi individu dan kelompok


masyarakat dari eksploitasi dan perusakan lingkungan
9. Manusia hendaknya saling berbagi dan mengasihi, tidak individualis dan
mendominasi
10. Setiap manusia di pelanet bumi adalah unik dan memilii hak berbagai atas
sumber daya alam.

Environmental Sustainability and Human Values | 19

11. Tidak satu pun individu manusia, pihak industri atau negara berhak untuk
meningkatkan haknya atau sumber daya alam.

Prinsip-prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup


Etika lingkungan hidup yang menuntut manusia untuk berinteraksi dalam
alam semesta.Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang
kita alami saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara
pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam
keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang dan keliru menempatkan diri
dalam konteks alam semesta seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana
lingkungan hidup yang kita alami sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus
pulamenyangkut pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam
berinteraksi baik dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan
ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber dari etika antroposentrisme, yang
memandang bahwa manusia sebagai pusat alam semesta, dan hanya manusia
yang mempunya nilai, sementara alam dan segala isinya sekedar alat bagi
pemuasan kebutuhan dan kepentingan hidup manusia. Manusia dianggap
berada diluar,diatas dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami sebagai
penguasa atas alam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang seperti ini
melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap
alam dan segala isinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri
sendiri.Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk
lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini yang di latar belakangi oleh krisis ekologi
yang bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.
Prinsip etika lingkungan hidup dirumuskan dengan tujuan untuk dapat
dipakai sebagai pegangan dan tuntutan bagi perilaku manusia dalam
berhadapan dengan alam. Keraf memberikan minimal ada Sembilan prinsip
dalam etika lingkungan hidup, yaitu:
1. Prinsip sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
Dari ketiga teori lingkungan hidup, ketiganya sama-sama mengakui bahwa
alam perlu dihormati. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi
manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam
mempunyai hak untuk dihormati, tidak saja karena kehidupan manusia

Environmental Sustainability and Human Values | 20

bergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusia adalah
satu kesatuan dari alam.
2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan
tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan
manusia atau tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta
bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusia untuk
mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga
alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dan kerusakan alam
semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Wujud
konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk
menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta memulihkan kerusakan
alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk mengingatkan,
melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak
sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini
terbentuk dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh
karena itu, manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka
akan membangkitkan perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam
dan dengan sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bias merasakan apa yang
dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bias merasakan sedih dan sakit
ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak dan punahnya
makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena ia
merasa

satu

dengan

alam.Prinsip

ini

lalu

mendorong

manusia

untuk

menyelamatkan lingkungan dan semua kehidupan yang ada di alam semesta.


Prinsip ini juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan mencemari alam
dan seluruh kehidupan didalamnya, sama seperti manusia tidak akan merusak
kehidupannya serta merusak rumah tangganya sendiri.Prinsip ini berfungsi
sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku manusia dalam
batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini juga mendorong manusia
untuk mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang
setiap tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk
mengutuk dan menentak pengrusakan alam dan kehidupan didalamnya. Hal ini

Environmental Sustainability and Human Values | 21

semata-mata karena mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam
yang rusak.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas
ekologis mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan
dirawat.Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan
balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata
karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepada alam, manusia
semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang
identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan
segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas
wawasannya seluas alam.
5. Prinsip tidak merugikan ( No Harm)
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang
relevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban
moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau
merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme
dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan
dialam semesta ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia
diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang
dan tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan
bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan
hanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling vital.
Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahan dan di luar
batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan kepentingan
makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan
tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan
melakukan tindakan merawat (care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam.
Sebaliknya, kewajiban dantanggung jawab moral yang sama bisa mengambil
bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta
dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya
spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar,
tidak membuang limbah seenaknya, dan sebagainya.

Environmental Sustainability and Human Values | 22

6. Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam


Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selaras
dengan alam adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah
tidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyakbanyaknya.Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena
pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi
dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup
manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa
manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau manusia
memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus memanfaatkan
alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia
modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bias ditolerir oleh alam
7. Prinsip keadilan
Prinsip keadilan sangat berbeda dengan prinsip-prinsip sebelumnya,
Prinsip keadilan lebih ditekankan pada bagaimana manusia harus berperilaku
adil terhadap yang lain dalam keterkaitan dengan alam semesta juga tentang
sistem social yang harus diatur agar berdampak positif bagi kelestarian
lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara tentang peluang dan
akses yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam ikut menentukan
kebijakan pengelolaan sumbar daya alam, dan dalam ikut menikmati
pemanfaatannya.
8. Prinsip demokrasi
Demokrasi justru memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan,
keanekaragaman, dan pluralitas. Oleh karena itu setiap orang yang peduli
dengan lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya orang yang
demokratis sangat mungkin bahwa dia seorang pemperhati lingkungan.
Pemperhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diverivikasi pola tanam,
diversivikasi pola makan, dan sebagainya.
9. Prinsip integrasi moral
Prinsip ini terutama ditujukan untuk pejabat, misalnya orang yang diberi
kepercayaan

untuk

melakukan

analissi

mengenai

dampak

lingkungan

merupakan orang-orang yang memiliki dedikasi moral yang tinggi

karena

diharapkan dapat menggunakan akses kepercayaan yang diberikan dalam


melaksanakan tugasnya dan tidak merugikan ingkungan hidup fisik dan non fisik
atau manusia.

Environmental Sustainability and Human Values | 23

Kesembilan prinsip etika lingkungan hidup tersebut diharapkan dapat


menjadi lingkungan hidup.

Perilaku Manusia terhadap Lingkungan Hidup


Perilaku manusia terhadap lingkungan hidup telah dapat dilihat secara
nyata sejak manusia belum berperadaban, awal adanya peradaban,dan sampai
sekarang pada saat peradaban itu menjadi modern dan semakin canggih setelah
didukung

oleh ilmu

dan teknologi.Ironisnya perilaku manusia terhadap

lingkungan hidup tidak semakin arif tetapi sebaliknya.Kekeringan dan kelaparan


berawal dari pertumbuhan penduduk yang tinggi,penggundulan hutan,erosi tanah
yang meluas,dan kurangnya dukungan terhadap bidang pertanian,bencana
longsor,banjir,terjadi berbagai ledakan bom,adalah beberapa contoh kelalaian
manusia terhadap lingkungan. Sebenarnya kemajuan ilmu dan teknologi
diciptakan manusia untuk membantu memecahkan masalah tetapi sebaliknya
malapetaka menjadi semakin banyak dan kompleks, oleh karena itu dianjurkan
untuk dapat berperilaku menjadi ilmuwan dan alamiah melalui amal yang ilmiah.
Sekecil apapun perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya harus segera
diperbuat untuk bumi yang lebih baik,bumi adalah warisan nenek moyang yang
harus dijaga dan diwariskan terhadap anak cucu kita sebagai generasi penerus
pembangunan yang berwawasan lingkungan berkelanjutan.Lingkungan hidup
terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah,air,udara) dan biologis
(tumbuhan - hewan), Lingkungan buatan (sarana prasarana),dan lingkungan
manusia (hubungan sesama manusia). Perilaku manusia terhadap lingkungan
yang tepat antara lain tidak merusak tanah,tidak menggunakan air secara
berlebih,tidak membuang sampah sembarangan.Dalam rangka usaha manusia
untuk menjaga lingkungan hidup,telah banyak bermunculan perilaku nyata
berupa

gerakan-gerakan

peduli

lingkungan

hidup

baik

bersifat

individu,kelompok,swasta,maupun pemerintah. Tapi yang terpenting dari itu


semua adalah bentuk konkrit yang harus dilakukan oleh semua pihak dalam
berinteraksi dengan lingkungan hidup.

2.2.2 Pandangan Dunia (Worldview)


Masing-masing dari kita mempunyai pandangan dunia tertentu yaitu
perspektif pribadi berdasarkan pada kumpulan nilai-nilai dasar kita yang
menolong kita mengerti dunia, mengerti keberadaan kita dan tujuan kita berada

Environmental Sustainability and Human Values | 24

di dalamnya, dan menentukan tindakan yang salah dan yang benar. Pandangan
dunia tersebutlah yang menuntun pada prilaku dan gaya hidup yang sesuai atau
tidak dengan kelestarian lingkungan.
Dua sudut pandang dunia tentang Lingkungan yang saling berlawanan
adalah Western Worldview dan Deep Ecology Worldview. Dua pandangan
tersebut, secara general diakui, yaitu hampir terdapat di ujung yang berlawanan
dari spektrum pandangan dunia yang relevan pada masalah keberlanjutan
global.
Western worldview tradisional juga dikenal sebagai expansionist worldview,
pandangan ini berpusat pada manusia dan bermanfaat. Yang mencerminkan
kepercayaan sikap perbatasan pada abad ke 19, keinginan untuk menaklukan
dan mengeksploitasi alam secepat mungkin (Gambar 2.5). Western worldview
juga mendukung hak yang melekat pada setiap individu, penimbunan kekayaan,
dan konsumsi yang tidak terbatas dari barang dan jasa untuk menyediakan
kenyamanan materi. Berdasarkan pada Western worldview, manusia mempunyai
kewajiban utama terhadap manusia dan oleh karena itu bertanggung jawab
untuk mengelola sumber daya alam demi keuntungan masyarakat manusia.
Sehingga setiap masalah tentang lingkungan berasal dari ketertarikan manusia.
Deep ecology worldview adalah satu pandangan yang berlawanan dari
tahun 1970an dan berasal dari tulisan Arne Naess, ahli filsafat Norwegia, dan
ilmuwan lain, termasuk ahli ekologi Bill Devall dan ahli filsafat George Session.
Deep Ecology merupakan salah satu pendekatan dalam memandang isu
lingkungan. Konsep ini di kemukakan oleh Naess, ia mengemukakan dengan
istilah Ecosophy. Secara gramatikal Ecosophy terdiri dari 2 suku kata yaitu Eco
yang berarti rumah tangga dan Sophy yang berarti kearifan. Secara harfiah
Ecosophy dapat diartikan sebagai kearifan mengatur hidup selaras dengan alam
sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas.
Kearifan ini menjelma sebagai suatu pola hidup atau gaya hidup (way of
life). Sehingga mereka yang menganut pendekatan ini mereka selalu hidup
selaras dengan lingkungan sekitarnya. Mereka akan merawat atau menjaga
lingkungan seperti mereka menjaga dan merawat rumah tangganya. Sehingga
manusia tidak lagi dilihat dalam suatu kesatuan yang terpisah, tetapi merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling berhubungan.
Pendekatan Deep Ecology ini menekankan pada tidak hanya sekedar teori
semata namun juga bergerak pada tataran praksis. Arne Naess sangat

Environmental Sustainability and Human Values | 25

menekankan perubahan gaya hidup karena melihat krisis ekologi yang dialami
saat ini semua berakar pada perilaku manusia, seperti pola produksi dan
konsumsi yang sangat eksesif dan tidak ekologis, semua teknologi yang
ditemukan oleh manusia cenderung untuk merusak lingkungan baik secara
langsung maupun tidak.
Konsekuensi dari pendapat Naess ini harus ada perubahan mendasar dari
perilaku manusia yang pada awalnya melihat lingkungan sebagai obyek,
sehingga lingkungan dilihat sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Manusia kurang bahkan hampir tidak menganggap lingkungan sebagai
mitra sejajar manusia. Seharusnya lingkungan berkedudukan sejajar dengan
manusia, manusia dan lingkungan saling tergantung dan saling mengisi.
Deep Ecology dari Arne Naess ini harus dilihat sebagai latar belakang
kritiknya terhadap antroposentrisme atau lebih luas dikenal sebagai shallow
ecological movement yang memusatkan perhatian pada bagaimana mengatasi
masalah pencemaran dan pengrusakan sumber daya alam. Salah satu pilar
utama dari shallow ecological movement adalah asumsi bahwa krisis lingkungan
merupakan persoalan teknis, yang tidak membutuhkan perubahan dalam
kesadaran manusia dan sistem ekonomi. Shallow ecological movement lebih
cenderung mengatasi gejala-gejala dari sebuha isu lingkungan bukan akar
permasalahan atau sebab utama dampak, termasuk faktor manusia dan sosial
yang lupa untuk diperhatikan.
Terdapat beberapa prinsip dalam Deep Ecology sebagai suatu gerakan
lingkungan, di antaranya:
1. Prinsip biospheric egalitarianism in principle, yaitu pengakuan bahwa
semua organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya
dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang
sama. Bagi Naess hak semua bentuk kehidupan untuk hidup adalah sebuah
hak universal yang tidak bisa diabaikan.
2. Prinsip Non Antroposentrisme, yaitu manusia merupakan bagian dari
alam, bukan di atas atau terpisah dari alam. Manusia tidak dilihat sebagai
penguasa dari alam semesta, tetapi sama statusnya sebagai ciptaan
Tuhan.Deep Ecology melihat bahwa manusia tergantung pada lingkungan
(perspektif bioregional)
3. Manusia berpartisipasi dengan alam, sejalan dengan kearifan prinsipprinsip ekologis. Hal ini mengarahkan bahwa manusia harus mengakui

Environmental Sustainability and Human Values | 26

keberlangsungan hidupnya dan spesies lainnya tergantung dari kepatuhan


pada prinsip-prinsip ekologis. Disini sikap dominasi digantikan dengan sikap
hormat kepada alam.
4. Prinsip Realisasi Diri (Self-Realization), manusia merealisasikan dirinya
dengan mengembangkan potensi diri. Hanya melalui itu manusia dapat
mempertahankan hidupnya. Bagi Naess realisasi diri manusia berlangsung
dalam komunitas ekologis.
Pada pendekatan Deep Ecology adanya pengakuan dan penghargaan
terhadap keanekaragaman dan kompleksitas ekologis dalam suatu hubungan
simbiosis. Hubungan simbiosis ini mengarahkan bahwa hidup secara bersama
dan saling menggantungkan, sehingga keberadaan yang satu menunjang
keberadaan yang lain.

Gambar 3. Western Worldview and Deep Ecology Worldview Triangle

Berdasarkan pada sudut pandang deep ecology (sisi kanan segitiga), organisme
memiliki nilai hakiki-oleh karena itu, oleh karena itu mereka dinilai karena
kepentingan mereka sendiri, bukan karena barang dan jasa yang mereka
sediakan.

2.3 Keadilan Lingkungan


Environmental Justice diartikan sebagai pergerakan di lapisan masyarakat
bawah (grassroot) yang memperjuangkan perlakuan yang sama bagi masyarakat
tanpa

memandang

suku

bangsa,

budaya,

sosial

ekonomi,

dalam

hal

pembangunan, implementasi dan penegakan hukum, peraturan dan kebijakan.

Environmental Sustainability and Human Values | 27

Perlakuan adil berarti pula tidak boleh ada seorangpun atau kelompok tertentu
yang lebih dirugikan oleh suatu dampak lingkungan.
Berdasarkan definisinya, Environmental Justice mengandung tiga aspek
sebagai berikut:
Aspek keadilan prosedural: keterlibatan seluruh pihak (masyarakat) dalam
arti yang sebenarnya;
Aspek keadilan subtantif: hak untuk tinggal dan menikmati lingkungan
yang sehat dan bersih;
Aspek keadilan distributif: penyebaran yang merata dari keuntungan yang
diperoleh dari lingkungan.
Peserta the Central and Eastern Europe Workshop on Environmental
Justice (Budapest, December 2003) mendefinisikan environmental justice (and
injustice) sebagai berikut:
"Environmental Justice: A condition of environmental justice exists when
environmental risks and hazards and investments and benefits are equally
distributed with a lack of discrimination, whether direct or indirect, at any
jurisdictional level; and when access to environmental investments, benefits, and
natural resources are equally distributed; and when access to information,
participation in decision making, and access to justice in environment-related
matters are enjoyed by all."
"Environmental Injustice: An environmental injustice exists when members
of disadvantaged, ethnic, minority or other groups suffer disproportionately at the
local, regional (sub-national), or national levels from environmental risks or
hazards, and/or suffer disproportionately from violations of fundamental human
rights as a result of environmental factors, and/or denied access to environmental
investments, benefits, and/or natural resources, and/or are denied access to
information; and/or participation in decision making; and/or access to justice in
environment-related matters."
Pada dasarnya Environmental Justice mengkaji seberapa jauh keterkaitan
antara ketidakadilan lingkungan dan sosial, dan mempertanyakan apakah
mungkin ketidakadilan sosial dan masalah lingkungan dapat diatasi melalui
pendekatan

kebijakan

dan

pembangunan

yang

terintegrasi.

Environmental Justice biasa disebut juga environmental equity yang diartikan


sebagai hak untuk mendapatkan perlindungan dari bahaya lingkungan secara

Environmental Sustainability and Human Values | 28

adil bagi individu, kelompok, atau masyarakat tanpa membedakan ras, bangsa,
atau status ekonomi.
Gerakan Environmental Justice atau keadilan lingkungan berawal dari
gerakan masyarakat peduli lingkungan yang melihat sisi lain gerakan lingkungan,
dimana pada gerakan lingkungan klasik, perhatian sering hanya difokuskan pada
pencemaran dan hal-hal fisik. Sementara pada perkembangannya, terdapat
kelompok masyarakat tertentu harus menerima paparan cemaran lebih banyak
daripada kelompok masyarakat lain. Misalnya kasus di AS, sering lokasi
pembuangan akhir sampah ditempatkan pada daerah permukiman orang-orang
kulit berwarna dan tidak di sekitar kaum kulit putih. Kondisi itu yang membuat
gerakan untuk menyatukan isu lingkungan dan kondisi sosial menguat.
Penyatuan isu antara lingkungan fisik dan sosial menyebabkan gabungan
pendekatan advokasi HAM dan isu-isu lingkungan. Gerakan keadilan lingkungan
menjadi semakin kuat saat masyarakat dunia mengakui hak atas lingkungan
hidup yang sehat sebagai bagian generasi ketiga HAM yang disepakati di
Konvensi Wina 1993 berbarengan hak untuk pembangunan. Sehingga kata
pembangunan

tidak

saja

dilekati

isu-isu

lingkungan

(pembangunan

berkelanjutan/ sustainable development), tetapi juga dilekatkan dengan hak


manusia itu sendiri.
Hak atas lingkungan sebagai hak asasi manusia baru mendapat
pengakuan oleh Sidang Komisi HAM pada April 2001. Kesimpulan sidang
tersebut menyatakan bahwa ''setiap orang memiliki hak hidup di dunia yang
bebas dari polusi bahan-bahan beracun dan degradasi lingkungan''.
Di Indonesia, hak atas lingkungan telah diadopsi di berbagai ketentuan
perundang-undangan,

baik

konstitusi

negara

pascaamandemen

maupun

undang-undang negara. Dalam UUD 1945 amandemen II, Pasal 28H ayat (1)
menyebutkan: ''Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.'' Pasal 5 dan 8 UU No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, berbunyi: ''Setiap orang mempunyai hak
yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.'' Bukan hanya itu, dalam
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyatakan hal yang
sama pada Pasal 3 yang berbunyi, ''Setiap orang mempunyai hak yang sama
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.''

Environmental Sustainability and Human Values | 29

Uraian di atas memperlihatkan betapa pentingnya komponen lingkungan


dalam menunjang dan memenuhi hak hidup manusia. Hal ini berarti hak atas
lingkungan menentukan dalam pencapaian kualitas hidup manusia.
Agenda perubahan bagi keadilan lingkungan tidak akan mungkin
dilaksanakan tanpa kekuatan politik yang signifikan dan luas, melibatkan
berbagai elemen atau komponen penting dalam masyarakat seperti buruh,
petani, ataupun kaum miskin lainnya. Dan tentu saja didukung kaum intelektual
yang punya komitmen pada pembaruan dengan memposisikan lingkungan pada
arus utama.
Di tengah semakin berkembangnya iklim demokrasi di berbagai negara,
termasuk di Indonesia, isu keadilan lingkungan telah menjelma dari sebuah
gagasan yang terkesan abstrak menuju sesuatu yang memang harus dan dapat
diperjuangkan. Seringkali keadilan memang harus direbut.
2.4 Rencana Keseluruhan untuk Hidup Berkelanjutan
Tidak ada kekurangan dari setiap saran untuk solusi dalam mengatasi
banyaknya masalah lingkungan di dunia. Jika kita sebagai seorang individu dan
secara bersama sebagai pemerintah memfokuskan usaha dan finansial kita
dalam 5 rekomendasi oleh Lester R. Brown di bukunya tahun 2006, pikirkan
kualitas hidup manusia yang akan lebih ditingkatkan. 5 rekomendasi Brown untuk
hidup yang berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1. Pemberantasan kemiskinan dan menstabilkan populasi manusia
2. Melindungi dan memulihkan Sumber daya alam di bumi
3. Menyediakan makanan yang cukup untuk setiap orang
4. Mengurangi perubahan iklim
5. Merencanakan kota yang berkelanjutan
Pelaksanaan

dengan

serius

rekomendasi-rekomendasi

ini

dapat

memberikan harapan untuk masa depan yang kita inginkan untuk anak-anak dan
cucu kita.

Rekomendasi 1 : Memberantas kemiskinan dan menstabilkan populasi manusia

Kemiskinan

merupakan

keadaan

dimana

ketidakmampun

untuk

memenuhi kebutuhan dasar, seperti pakaian, makanan, tempat tinggal,


pendidikan, dan kesehatan. Tujuan pokok dari perkembangan ekonomi adalah

Environmental Sustainability and Human Values | 30

untuk memungkinkan manusia untuk menikmati dunia dengan hidup yang sehat
dan lama. Komplikasi serius terdapat pada fakta bahwa distribusi sumber daya
alam di dunia tidak seimbang. Warga negara Amerika Serikat secara umum
merupakan orang-orang terkaya yang pernah ada, dengan standard hidup yang
sangat tinggi (bersama dengan beberapa negara kaya lainnya). Amerika serikat,
yang lebih sedikit dari 5% warga dunia, mengontrol 25% ekonomi dunia tapi
bergantung pada negara lain untuk kesejahteraan tersebut. Namun kita sering
nampak tidak menyadari hubungan ini dan cenderung meremehkan pengaruh
kita terhadap lingkungan yang mendukung kita.
Gagal dalam menghadapi masalah kemiskinan di dunia menjadikan kita
tidak mungkin mencapai kelestarian dunia. Sebagai contoh, kebanyakan orang
tidak menerima bahwa 24.000 bayi dan anak di bawah umur 5 tahun meninggal
tiap tahunnya (data 2008 dari UN Childrens Fund). Kebanyakan kematian ini
dapat dicegah dengan mencukupi makanan dan suplai juga teknik medis dasar.
Terlalu banyaknya masyarakat yang kelaparan dan hidup dalam kemiskinan,
merupakan ancaman ekosistem global yang menyokong kita semua. Setiap
orang harus mendapatkan pembagian yang wajar akan produktivitas bumi itu
sendiri.
Masalah kemiskinan bukan hanya sebagai musuh para bangsa saja,
namun kemiskinan juga dapat menghambat proses pengembangan suatu
Negara. dalam hal ini pemerintah memiliki peran penting dalam menghilangkan
kemiskinan yang ada disuatu Negara, namun perlu diketahui bahwa sebenarnya
kemiskinan itu belum dapat dihilangkan seutuhnya, tapi yang lebih tepatnya
adalah mengurangi terjadinya kemiskinan pada setiap Negara. Untuk dapat
mengurangi kemiskinan tersebut berikut ini ada beberapa cara dapat pemerintah
lakukan dalam menguragi kemiskinan, yaitu :
1. Diadakan pelatihan/kursus agar warga punya keterampilan dan bisa
memanfaatkan keterampilannya tersebut untuk mencari nafkah.
2. Diadakan pendidikan yang benar-benar bebas pendidikan dengan
kualitas yang baik agar semua warga bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas namun bebas biaya dan mengurangi jumlah warga yang
berpendidikan rendah.
3. Memfasilitasi Usaha Kecil Menegah, agar warga yang punya UKM bisa
meningkatkan pendapatan melalui fasilitas yang memadai serta bisa

Environmental Sustainability and Human Values | 31

merekrut warga lain untuk di pekerjakan. Dengan begitu pengangguran


diharapkan bisa berkurang.
4. Infrastruktur di daerah-daerah di perbaiki agar akses ke tempat lain bisa
lebih mudah dan juga murah, dengan begitu warga miskin di harapkan
bisa mencari pekerjaan ke daerah-daerah lain dengan mudah.

Meningkatkan

kesejahteraan

pendidikan universal untuk


Meningkatkan

status

wanita

hidup

anak-anak
sangatlah

negara

miskin

membutuhkan

dan pemberantasan buta huruf.


penting

karena

wanita

sering

dimanfaatkan secara tidak sepadan di negara miskin. Dalam banyak negara


berkembang, wanita mempunyai sedikit hak dan kemampuan legal untuk
melindungi harta kepemilikan mereka, juga hak mereka untuk anak-anak mereka
dan pendapatan mereka.
Kita telah memasuki era perdagangan yang global, yang mengharuskan
kita membentuk pedoman untuk negara, perusahaan dan prilaku induvidu.
Sebagai contoh, aliran uang dari negara-negara berkembang ke negara-negara
yang maju telah melampaui aliran uang di arah berlainan selama beberapa
tahun. Mantan menteri Jerman Barat Willy Brandt menyebut fenomena ini
sebagai Transfusi darah dari orang sakit ke orang sehat. Dunia yang
menghargai keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan harus membalikkan
aliran ini. Utang dari negara-negara termiskin harus dimaafkan secara rela dari
keadaan mereka sekarang dan bantuan perkembangan internasional harus
ditingkatkan.
Daya dukung adalah populasi maksimal yang dapat didukung oleh
lingkungan dan oleh dunia secara terus menerus. Tingkat pertumbuhan populasi
pada umumnya tinggi di negara dengan tingkat kemiskinan tinggi. Jika kita lebih
memperhatikan overpopulasi lebih baik dan menyediakan sumber daya yang
perlu untuk menjadikan keluarga berencana dapat dilakukan semua orang,
populasi manusia akan menjadi stabil. Jika kita tidak berlanjut untuk menekan
ukuran keluarga berencana, kita tidak akan dapat mencapai stabilitasi populasi.
Agar dapat hidup dalam kemampuan daya dukung bumi, kita harus dapat meraih
dan menyokong populasi yang stabil dan mengurangi konsumsi berlebihan.
Tujuan ini harus didampingi dengan program edukasi di setiap tempat, agar
masyarakat dapat mengerti bahwa daya dukung Bumi itu terbatas. Tidak ada
harapan untuk dunia yang damai tanpa stabilitas populasi yang keseluruhan, dan

Environmental Sustainability and Human Values | 32

tidak ada harapan untuk keberlanjutan ekonomi di suatu daerah tanpa adanya
stabilitas populasi di daerah tersebut.
Menurut undang-undang nomor 32 tahun 2009, Daya dukung lingkungan
hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Kemampuan
lingkungan untuk mendukung perikehidupan semua makhluk hidup yang meliputi
ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
tersedianya cukup ruang untuk hidup pada tingkat kestabilan sosial tertentu
disebut daya dukung lingkungan. Keberadaan sumber daya alam di bumi tidak
tersebar merata sehingga daya dukung lingkungan pada setiap daerah akan
berbeda-beda. Oleh karena itu, pemanfaatanya harus dijaga agar terus
berkesinambungan dan tindakan eksploitasi harus dihindari. Pemeliharaan dan
pengembangan lingkungan hidup harus dilakukan dengan cara yang rasional
antara lain sebagai berikut:
1. Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan hatihati dan efisien, misalnya: air, tanah, dan udara.
2. Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).
3. Mengembangkan metode penambangan dan pemrosesan yang lebih
efisien serta dapat didaur ulang.
4. Melaksanakan etika lingkungan dengan menjaga kelestarian alam.

Rekomendasi 2 : Melindungi dan memulihkan Sumber daya alam di bumi

Mendukung upaya pemanfaatan secara lestari yaitu prinsip pemanfaatan


sumberdaya alam dengan mempertimbangkan pengelolaan pembangunan
secara berkelanjutan. Dalam pasal 33 UUD 45 dinyatakan bahwa bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan

untuk

sebesar-besarnya

kemakmuran

rakyat.

Pasal

ini

memberikan mandat kepada kita untuk mengelola kekayaan alam secara


bertanggungjawab. Sumberdaya alam mengandung pengertian public goods,
yaitu sumber yang dapat dinikmati oleh setiap orang tanpa mendatangkan
kerugian bagi orang lain. Contoh yang sering digunakan adalah udara bersih
yang harus dapat dinikmati oeh setiap orang. Intervensi pemerintah sering
diperlukan untuk pemanfaatan public good tersebut secara optimal bagi
kepentingan semua pihak.

Environmental Sustainability and Human Values | 33

Karakteristik sumberdaya alam sebagian dapat diperbarui dan sebagian


tidak dapat diperbarui. Khususnya sumberdaya alam yang tidak dapat diperbarui
seperti misalnya batubara dan minyak, pembaruannya akan membutuhkan waktu
ribuan tahun. Untuk itu kita harus paham betul karakteristik masing-masing
sumberdaya tersebut, agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara bijaksana.
Penggunaan sumberdaya alam dapat menimbulkan externalities, atau akibat
negatif lintas sektor atau batas administrasi. Contohnya, minyak dan industri
manufaktur dapat menimbulkan polusi bagi sungai dan udara. Dampak ini akan
berakibat tidak saja bagi daerah setempat, tapi juga daerah dan penduduk
daerah lainnya yang harus turut membayar kerugian yang diakibatkan oleh
pemanfaatan sumberdaya ini.

Menurunnya Keanekaragamanhayati
Keanekaragaman hayati (biodiversity atau biological diversity) meliputi
semua organisme mulai dari organisme bersel tunggal hingga organisme tingkat
tinggi. Di dunia terdapat lebih dari 1.75 juta jenis dari organisme yang diketahui.
Sampai saat ini pun penggolongan jenis dari organisme belum sepenuhnya
mengungkapkan seluruh jenis hewan, tumbuhan dan mikrorganisme yang ada di
dunia.
Masyarakat dimanapun berada merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari berbagai organisme. Masyarakat secara alamiah telah mengembangkan
pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh kehidupan dari keragaman hayati
yang ada di lingkungannya baik yang hidup secara liar maupun budidaya. Semua
lapisan

masyarakat mengembangkan

pengetahuan

dan teknologi

untuk

memanfaatkan keragaman hayati di darat, sungai, danau dan laut untuk


memenuhi berbagai kebutuhan hidup.
Ironisnya, ditengah pemanfaatannya, sekarang ini organisme-organisme
tersebut baik yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui terancam
punah. Menurut data publikasi tentang kepunahan keanekaragaman hayati oleh
E.O. Wilson di bukunya The Curent State of Biological Diversity menyatakan
bahwa setiap tahunnya terdapat sekurang-kurangnya 1-100 spesies akan punah
setiap tahunnya. Bahkan tercatat menurut data IUCN, bahwa etidaknya 236
spesies tumbuhan dan 51 spesies binatang liar yang berada di Kalimantan
terancam. saat ini Indonesia memiliki daftar terpanjang di dunia mengenai
specses yang terancam, yakni 1.170 spesies.

Environmental Sustainability and Human Values | 34

Menyadari

akan

pentingnya

menjaga

keanekaragaman

hayati,

menyebabkan perlu adanya sebuah cara untuk menyelesaikan masalah tersebut.


Pada tahun 1992, Gagasan pertama kali untuk melestarikan keanekaragaman
hayati telah di selanggarakan secara global di UNEP (United Nations Conference
on Environment and Development) yang diselenggarakan di Rio de Janerio,
Brazil. Dari situ telah dihasilkan CBD (Convention on Biological Diversity) yang
tak lain adalah kesepakatan untuk melestarikan keanekaragaman hayati.
Pada kenyataannya, upaya untuk melestarikan lingkungan khususnya
untuk menjaga keanekaragaman hayati sangat bertentangan dengan rencana
pembangunan. Hal ini menyebabkan usaha untuk melestarikan keanekaragaman
hayati menjadi tersendat. Namun, seiring berjalannya waktu tepatnya pada awal
tahun 2000an, manusia telah menyadari perbuatannya dan berusaha untuk
menjaga keanekaragaman hayati.

Masalah-masalah dalam Keanekaragaman Hayati


Masalah utama dalam biodiversitas adalah turunnya keanekaragaman
hayati yang diakibatkan oleh pencemaran lingkungan hidup hayati. Lingkungan
untuk keanekaragaman hayati mliputi hutan, air, tanah, udara, dan laut.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan hayati (ekosistem) merupakan penyebab
turunnya keanekaragaman hayati (lihat gambar 3 dan gambar 4 pada lampiran).
Secara umum, rusaknya suatu ekosistem disebabkan oleh perusakan habitat,
pembudidayaan spesies tertentu, polusi zat-zat kimia, pemburuan liar, erosi
tanah, dan usaha pencagaran yang tidak berjalan lancar.
Yang menjadi dasar dari masalah perusakan ekosistem. ini adalah
perubahan fungsi suatu ekosistem menjadi fungsi yang lain. Hal-hal yang
menyebabkannya

antara

lain

penggundulan

hutan,

pembangunan,

dan

pembuatan bendungan. Menurut data statistik kehutanan, hutan Indonesia


seluas 141,8 juta pada tahun 1991. Pada tahun 2001, menjadi 108,6 juta turun
32,2 juta ha. Hal ini mengakibatkan banyak spesies punah.
Jumlah spesies yang ada di bumi ini sangat beraneka ragam. Hingga saat
ini, diperkirakan ada 13.620.000 spesies dan 1.750.000 diantaranya telah
teridentifikasi (lihat lampiran tabel 1 pada lampiran). Dari sekitar 12,8 % spesies
yang telah teridentifikasi tersebut hanya sedikit yang berguna bagi kehidupan
manusia, misalnya seperti kelapa sawit, padi, tembakau, bawang merah, sapi,
ayam,

Sacharomyces sp,

dan

lain

sebagainya

(Hunter,

Fundamentals

Environmental Sustainability and Human Values | 35

Conservation of Biology). Manusia hanya menginginkan untuk memperbanyak


spesies-spesies tertentu yang berguna baginya. Akibatnya, spesies-spesies lain
yang dianggap belum berguna karena belum diketahui fungsinya bagi kehidupan
manusia terancam punah. Dikhawatirkan apabila hal ini terus berlangsung maka
jumlah spesies di muka bumi ini semakin berkurang.
Zat-zat seperti CO2, SO2, CFC, NOX, N2O5, dan CH4 merupakan zat yang
paling berdampak pada keanekaragaman hayati. Zat-zat tersebut dapat
menyebabkan pemanasan global, penipisan lapisan ozon, dan hujan asam yang
sangat mempengaruhi keadaan suatu ekosistem menjadi layak untuk dijadikan
habitat kehidupan atau tidak. Selain itu juga ada limbah yang dihasilkan oleh
industri, rumah tangga, pertanian, peternakan, dan perikanan. Hal ini
menyebabkan hanya spesies tertentu saja yang dapat hidup. Terutama spesies
yang dapat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.
Pengambilan

SDA

secara

liar

menyebabkan

berkurangnya

keanekaragaman hayati. Hal ini dapat berupa pemancingan ikan, pemburuan


hewan, dan penebangan hutan secara ilegal. Sampai saat ini tercatat di
Indonesia bahwa pemancingan ikan secara ilegal mencapai 180 kasus pertahun.
pemburuan hewan secara ilegal diakibatkan karena kebutuhan daging selalu
meningkat sekitar 20% per tahun. penebangan hutan secara ilegal mencapai 138
kasus.
Ekosistem yang berada di air mencakup sungai, danau, air tawar, dan laut.
Dalam ekosistem air terdapat berbagai jenis organisme seperti ikan, alga, dan
terumbu karang. Akibat adanya erosi tanah kedalaman air baik di sungai, danau,
air tawar, dan laut semakin berkurang. Pendangkalan tersebut menyebabkan
wilayah untuk hidup semakin berkurang sehingga organisme yang hidup
terancam punah.
Usaha untuk mengatasi penurunan jumlah keanekaragaman hayati sudah
ada. Yaitu dengan metode in situ dan ex situ. In situ adalah pencagaran di
tempat hidupnya sendiri. Ex situ adalah pencagaran di tempat hidup yang
lain.Namun, pada prakteknya usaha tersebut masih memiliki masalah. Masalah
pada pencagaran in situ adalah masalah semakin sempitnya luas habitat. Untuk
ex situ sendiri, tersendat karena masalah biaya yang sangat besar hingga
miliaran rupiah. Di indonesia sendiri, baik in situ dan ex situ tidak berjalan dengan
baik. Diperkirakan 126 jenis burung, 63 mamalia, dan 21 jenis reptilia di
Indonesia terancam punah.

Environmental Sustainability and Human Values | 36

Rekomendasi 3 : Menyediakan makanan yang cukup untuk setiap orang


FAO melaporkan, sekitar 826.6 juta orang yang mengalami kelaparan
berada di negara-negara berkembang. Kelaparan parah dialami oleh satu dari
delapan orang di dunia. FAO memperkirakan 842 juta orang mengalami
kelaparan kronis pada 2011-2013 atau sekitar 12 persen dari total penduduk
dunia.
Jumlah penderita kelaparan ini turun dari angka sebelumnya, 868 juta pada
2010-12. Di pihak lain, meningkat pula jumlah orang yang kelebihan berat beban
alias kegemukan menjadi 1,4 miliar orang. Badan Pangan Dunia, FAO, Program
Pangan Dunia, WFP, dan Dana Internasional untuk Pembangunan Pangan,
IFAD, menggambarkan kelaparan sebagai tidak memiliki cukup makanan untuk
kehidupan yang sehat dan aktif. Selain itu sebagai ketidak mampuan memenuhi
kebutuhan gizi.
Kebijakan untuk meningkatkan hasil pertanian serta penyediaan pangan
sangat penting untuk mengurangi kelaparan, bahkan di negara-negara yang
sebagian besar masyarakatnya mengalami kemiskinan. Disebutkan, hasil
pertanian harus dinaikkan 60 persen. Selain itu, dibutuhkan akses lebih baik
untuk bahan pangan dasar, air bersih dan sanitasi. Untuk melawan masalah
kelebihan berat badan, maka perlu ada keterangan lebih baik mengenai makan
yang sehat.
Menurut laporan FAO, sekitar 826.6 juta orang yang mengalami kelaparan
berada di negara-negara berkembang. Asia Selatan termasuk negara dengan
angka kelaparan tertinggi yakni 295 juta orang. Sedangkan di kawasan subSahara Afrika, kekurangan gizi dialami oleh 25% penduduk.
Pada

dasarnya

pembangunan

pertanian

berkelanjutan

(sustainable

agriculture) merupa-kan implementasi dari konsep pembangunan berkelanjutan


(sustainable development) yang bertujuan meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat tani secara luas. Hal ini dilakukan melalui peningkatan
produksi pertanian (kuantitas dan kualitas), dengan tetap memperhatikan
kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Pembangunan pertanian
dilakukan secara seimbang dan disesuaikan dengan daya dukung ekosistem
sehingga kontinuitas produksi dapat dipertahankan dalam jangka panjang,
dengan menekan tingkat kerusakan lingkungan sekecil mungkin. Adigium sistem
pertanian berkelanjutan antara lain better environment, better farming, and better

Environmental Sustainability and Human Values | 37

living. Adapun perta-nian organik merupakan salah satu model perwujudan


sistem pertanian berkelanjut-an (Salikin, 2003).

Rekomendasi 4: Mengurangi perubahan iklim


Rumah Kaca (Green House Gases) adalah gas-gas di atmosfir yang
memiliki fungsi seperti panel-panel kaca di rumah kaca yang bertugas
menangkap energi panas matahari agar tidak dilepas seluruhnya ke atmosfir
kembali. Tanpa gas-gas ini, panas akan hilang ke angkasa dan temperatur ratarata Bumi dapat menjadi 60F (33C) lebih dingin. GRK dapat ditemukan di
atmosfir mulai dari permukaan bumi sampai ketinggian 15 km. Lapisan gas
rumah

kaca

sendiri

terbentuk

di

ketinggian

6.2

15

km.

GRK yang berdampak terbesar :


Karbon dioksida (CO2)
Nitro Oksida (NOx)
Sulfur Oksida (Sox)
Metana (CH4)
Chloroflurocarbon (CFC)
Hydrofluorocarbon (HFC)

Ketika sinar matahari memasuki atmosfir Bumi, sinar tersebut harus melalui
lapisan gas-gas rumah kaca. Setelah mencapai seluruh permukaan bumi, tanah,
air, dan ekosistem lainnya menyerap energi dari sinar tersebut. Setelah terserap,
energi ini akan dipancarkan kembali ke atmosfir. Sebagian energi dikembalikan
ke angkasa, tetapi sebagian besar ditangkap oleh gas-gas rumah kaca di
atmosfir dan dikembalikan ke Bumi sehingga menyebabkan Bumi menjadi lebih
panas.
Perubahan iklim sekarang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia
seperti ekstraksi bahan bakar fosil skala besar (batubara, minyak bumi dan gas
alam), perubahan pemanfaatan lahan (pembukaan lahan untuk penebangan
kayu, peternakan dan pertanian) serta konsumerisme. Saat pengambilan dan
penggunaan sumberdaya ini, gas rumah kaca dilepas secara besar-besaran ke
atmosfir. Gaya hidup yang berkembang selama 100 tahun ini bergantung pada
bahan baku dari sumberdaya alam. Untuk keperluan makan, transportasi dan
perumahan, semua bahannya bergantung pada sumberdaya alam bumi ini. Kita
hidup sangat dipengaruhi bahan bakar fosil. Tipe manusia modern yang
bepergian mengendarai mobil, tinggal di kota-kota. Kita sangat dipengaruhi dan

Environmental Sustainability and Human Values | 38

tak bisa hidup tanpanya. kita mengorbankan diri kita, anak kita dan masa depan
kita karena kebiasaan ini. Selama 100 tahun terakhir, negara industri maju
seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang bertanggung jawab atas sebagian
besar emisi penyebab perubahan iklim. Sekarang, penggunaan energi besarbesaran, gaya hidup tinggi, ditiru oleh negara negara berkembang seperti Cina,
India dan Indonesia.
Solusi perubahan iklim adalah revolusi energi bersih. Ini akan memuluskan
jalan untuk energi yang lebih bersih dan lingkungan aman untuk semua. Dunia
yang menggunakan sumber energi terbarukan akan lebih berwarna daripada
dunia yang kita tinggali saat ini. Pastinya polusi akan lebih sedikit begitu juga
dengan ancaman kecelakaan atau bencana besar. kita dapat berharap bahwa
sumber energi yang stabil akan membantu mendorong terciptanya masyarakat
yang stabil dan hidup yang lebih bahagia untuk kita semua.
Perubahan iklim akan mengakibatkan tekanan yang signifikan dan
tantangan besar bagi kawasan Asia. Asia merupakan tempat hidup lebih dari
60% populasi dunia. Oleh karena itu sumber daya alam sudah berada dalam
tekanan dan daya tahan banyak negara Asia terhadap perubahan iklim buruk.
Kehidupan sosial-ekonomi beberapa negara bergantung pada sumber daya alam
seperti air, hutan, padang rumput dan perikanan.
Satu-satunya cara kita untuk menghentikan dampak buruk perubahan iklim
di Asia adalah dengan menghemat energi dan memastikan energi yang kita
butuhkan datang dari sumber yang bersih dan terbarukan.
Solusi untuk iklim
Pastikan emisi tertinggi terjadi pada tahun 2015 dan setelahnya turun

secara drastis menuju kemungkinan nol.


Negara maju harus memangkas 40% dari 1990 emisi mereka pada

tahun 2020.
Negara berkembang, dengan dukungan negara-negara industry, harus

memperlambat pertumbuhan emisi menjadi 15-30 % pada 2020.


Lindungi hutan tropis dengan mekanisme pendanaan hutan untuk iklim
Gantikan energi fosil yang kotor dengan energi terbarukan dan

efiseinsi energi
Tolak solusi yang sangat keliru seperti energi nuklir.

Environmental Sustainability and Human Values | 39

Energi terbarukan berpotensi dapat memenuhi kebutuhan energi kita. Saat


ini kita mendapatkan kurang dari 1% energi listrik dari Angin, Panas Bumi
(Geothermal), air dan matahari.

Rekomendasi 5: Merencanakan kota yang berkelanjutan


Sustainable Cities merupakan lingkup yang lebih sempit dari konsep
sustainable development, biasa disebut dengan eco-city, yaitu suatu kota yang
dirancang dengan mempertimbangkan dampak lingkungan, dihuni oleh orang
yang berdedikasi untuk minimalisasi input yang diperlukan dari output energi, air
dan makanan, dan sisa dari panas, polusi udara - CO2, metana, dan polusi air.
Lingkup yang diatur dalam suatu cakupan kotadengan memperhatikan ekologi.
Eco-city diperkenalkan pertama kali oleh Richard Register pada tahun 1987
dalam bukunya Ecocity Berkeley: Building Cities for a Healthy Future. Konsep
dasar dari teori ini adalah tetap berpegang teguh pada pemanfaatan sumber
daya lingkungan secara berkeadilan, dengan meninggalkan ecology footprint
yang seminal mungkin. Dengan hambata tersebut sebuah kota harus mampu
memfaatkan sebesar-besarnya teknologi di dalam menggunakan sumber daya
dan lingkungan di dalam upayanya untuk tetap bertahan dan berdaya saing.
Teori-teori lain yang digunakan berdampingan dengan teori ini adalah teori
Smarth Growth/Compact City, yaitu teori tentang penataan kota yang mampu
tumbuh secara wajar dengan potensi dan ketersediaan sumberdaya yang ada,
namun jauh dari sprawl. Pada intinya mengatur tentang sistem transportasi dan
mendekatkan fungsi-fungsi yang ada di dalam sebuah kota dengan prinsip
efisiensi dan efektifitas. Teori selanjutnya adalah teori New Urbanism sebagai
pengembangan dari konsep new pedestrialism (1929), yaitu suatu upaya
penataan kota yang walkable yang mampu menghubungkan keseluruhan fungsi
dari kota, baik dari pengaturan moda transportasi dan jaringan infrastruktur yang
ada, maupun penempatan area-area pertumbuhan yang disesuaikan dengan
kondisi demografis penghuninya. Diharapkan dengan teori ini, urban sprawl tidak
kan terjadi serta kemacetan lalulintas sebagai sumber pemborosan energy akan
semakin berkurang.

Environmental Sustainability and Human Values | 40

Gambar 4. Prinsip Teori Sustainability Communities


Sumber : http://sikafutu.com/community/benefits.html
Sustainable Cities merupakan salah satu turunan dari konsep sustainable
development yang dikembangkan oleh PBB mulai tahun 1990-an. Konsep utama
dari program ini adalah menciptakan lingkungan kota yang efisien dan produktif
bagi pertumbuhan ekonomi nasional untuk menghasilkan sumber daya yang
dibutuhkan bagi investasi publik dan swasta dalam perbaikan infrastruktur,
pendidikan dan kesehatan, kondisi hidup yang lebih baik, dan pengentasan
kemiskinan, yang diaplikasikan di dalam AGENDA 21. Program ini telah
berlangsang

tahap,

dan

saat

ini

telah

diikuti

oleh

30

negara.(http://www.unchs.org) Dalam pengertian lain, Sustainable Cities


merupakan respon terhadap gaya hidup modern yang menggunakan sumber
daya

alam

terlalu

banyak,

mengotori

atau

menghancurkan

ekosistem,

meningkatkan kesenjangan sosial, menciptakan pulau-pulau panas perkotaan,


dan menyebabkan perubahan iklim.
Teori tentang sustainable cities ini secara aplikatif banyak digunakan di
kota-kota besar di dunia, karena jika dijalankan, baik itu dari pengurangan urban
sprawl, perbaikan moda dan infrastruktur transportasi, kemampuan menghemat
dan menciptakan sumber daya energy serta penataan arsitektur bangunan yang
pintar, kota tidak akan menghadapi kendala di dalam pengembangannya.

Environmental Sustainability and Human Values | 41

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Develpment) tidak akan
terwujud apabila manusia tetap mempertahankan pola kosumsi berlebihan dan
melaksanakan pengelolaan sumber daya alam dengan berdasar hanya kepada
Western Worldview atau pandangan Antropocentric. Perlu ada perubahan pola
pikir dan sudut pandang serta kesadaran dari setiap individu di masyarakat
dunia. Warga negara-negara maju harus menstabilkan pola konsumsi dengan
mengurangi Lifestyle atau gaya hidup yang boros dan berlebihan. Kemudian
setiap negara harus melakukan pemberantasan kemiskinan dan peningkatan
keshateraan hidup warga negaranya. Langkah ini merupakan salah satu solusi
untuk mecapai konsumsi berkelanjutan (Sustainable Consumption).
Pandangan dunia dalam mengelola sumber daya alam juga harus berubah
menjadi Deep Ecology Worlview, yang menyatakan bahwa manusia memiliki
posisi yang sama dengan setiap unsur lingkungan dan organisme yang ada di
sekitarnya.

Dengan

pandangan

ini,

manusia

dapat

terus

memenuhi

kebutuhannya dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya namun tetap menjaga


kelestarian dari alam itu sendiri. Dengan kata lain, pemanfaatan sumber daya
alam akan dilaksanakan dengan menyertakan prinsip etika lingkungan dalam
setiap proses yang ada. Tanpa suatu etika (teori tentang hak dan kewajiban) dan
suatu aksiologi (teori tentang nilai-nilai), manusia akan kekurangan panduan dan
arahan dalam menangani berbagai masalah, entah itu bersifat global maupun
yang menyangkut lingkungan sekitar. Lebih dari itu, manusia juga akan
kekurangan landasan untuk cepat tanggap dengan masalah.
Perwujudan Sustainable Living adalah tentang harmonisasi dengan alam,
menjaga sumber daya alam yang ada, memberikan kesadaran pada setiap
individu tentang etika lingkungan, memberikan hak yang sepatutnya pada
masyarakat miskin, penerapan keadilan lingkungan yang merata, serta pola
hidup dan gaya hidup yang berkelanjutan.

Environmental Sustainability and Human Values | 42

3.2 Saran
Makalah ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan, semoga
kemudian topik Environmental Sustainability and Human Values akan lebih
dibahas dan dikaji dengan lebih baik dalam makalah lain dengan menggunakan
lebih banyak refrensi dan study kasus di seluruh dunia.

Environmental Sustainability and Human Values | 43

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,
2013.
Solusi
Perubahan
Iklim.
http://www.greenpeace.org/
seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/Energi-Bersih/. Diakses pada
Kamis, 19 Desember 2013.
Berg R. L, Hager C.M, Hassenzahl M.D. 2010. Visualizing Environmental
Science Third Edition. John Wiley and sons,inc and National Geographic.
United States.
Djajadiningrat, S. T., & Famiola, M. (2004). Kawasan Industri Berwawasan
Lingkungan. Bandung: Rekayasa Sains Bandung.
Koesoemawiria, Edith. 2013. FAO: Angka Kelaparan Masih Tinggi.
http://www.dw.de/fao-angka-kelaparan-masih-tinggi/a-17131183. Diakses
pada Kamis, 19 Desember 2013.
Naess, Arne.1993. Ecology, Community and Lifestyle, Outline of an Ecoshophy.
Trans. By David Rothenberg. Cambridge: Cambridge University Press.
Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yog-yakarta: Kanisius
Zahir,

G.
Husna.
2012.
Gaya
Hidup
Konsumsi
Berkelanjutan.
http://www.ylki.or.id/gaya-hidup-konsumsi-berkelanjutan.html.
Diakses
pada Kamis, 19 desember 2013.

Environmental Sustainability and Human Values | 44

Anda mungkin juga menyukai