OLEH :
HILDAYANI
P0303213010
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan Rahmat dan Hidayah yang diberikan. Shalawat dan salam tak lupa pula
tercurahkan kepada Rasulullah SAW yang merupakan suri tauladan bagi kita
semua. Atas izin Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
Environmental Sustainability and Human Values yang merupakan tugas
dari mata kuliah Prinsip Ilmu Lingkungan.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Sharifuddin
Andi Omar dan Prof. Dr. Ir. Natsir Nessa Ms selaku dosen dari mata kuliah
Prinsip Ilmu Lingkungan yang memberikan tugas makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan bagi
pembacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan katakata
yang
kurang
berkenan
dan
memohon
kritik
dan
saran
yang
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar
1. Skema sederhana Sustainable Development ...............................................6
2. Siklus Konsumsi dan Produksi berkelanjutan .............................................. 9
3. Western Worldview and Deep Ecology Worldview Triangle ........................ 27
4. Prinsip Teori Sustainability Communities .................................................... 41
BAB I
PENDAHULUAN
Seorang Ahli Ekologi Garret Hardin (1915 2003) dikenal karena essaynya
pada tahun 1968 The Tragedy of the Commons. Dalam tulisannya itu ia
berpendapat bahwa ketidakmampuan kita dalam memecahkan permasalahan
lingkungan yang kompleks adalah hasil dari perjuangan antara kesejahteraan
individu jangka pendek dan Lingkungan Berkelanjutan jangka panjang. Di dunia
masa sekarang, tulisan Hardin memiliki hubungan yang khusus dalam tingkatan
global. Kata commons yang ditujukannya dalam judul tulisannya adalah bagianbagian dari lingkungan yang tersedia untuk siapapun namun tidak ada
seorangpun individu yang mau bertanggungjawab: atmosfer, air, margasatwa,
hutan dan perikanan.
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat
langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang nir-etik. Artinya, manusia
melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran
etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi
umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang
peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang
seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia
modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu
saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi
penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian
spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran
dan
kerusakan
alam
pun
akhirnya
mencuat
sebagai
masalah
yang
perusahaan
untuk
mencapai
keberlanjutan,
percepatan
dari
BAB II
PEMBAHASAN
mencapai
kebutuhannya.
b. Pembangunan Berkelanjutan Menghargai Keanekaragaman.
Pemeliharaan
keanekaragaman
hayati
adalah
persyaratan
untuk
Berkelanjutan
Menggunakan
Pendekatan
Integratif.
Berkelanjutan
Meminta
Perspektif
Jangka
Panjang.
Berawal dari KTT Bumi di Rio de Janero, Brazil tahun 1992, penggerak
konsumen
menyadari
bahwa
pembangunan
berkelanjutan,
sustainable
tingkatan
global,
konsumsi
berkelanjutan
memerlukan
satu
tipe
konsumsi
kesederhanaan sukarela
berkelanjutan
yang
dikenal
sebagai
beranggapan
harus
meninggalkan
berbagai
kemudahan
dan
masyarakat
yang
berbeda
dan
bagaimana
pandangan
tersebut
menyangkut
lingkungan
dipertimbangkan
secara
cermat
sehingga
yang
(konstelasi)
mengartikan
paradigma
kepercayaan-kepercayaan,
sebagai keseluruhan
nilai-nilai,
cara-cara
kumpulan
(teknik)
dibagidalam
Environmental
tiga teori
Ethics,
utama,
Intermediate
yang
dikenal
Environmental
sebagai
Ethics,
Shallow
and
Deep
a.
Antroposentrisme
Dinamakan
berdasar
kata
antropos
manusia,
adalah
suatu
ini
juga
peduli
terhadap
alam.
Manusia
membutuhkan
etika
lingkungan
yang
dangkal
dan
sempit
(Shallow
Environmental Ethics).
b. Biosentrisme
Adalah
suatu
pandangan
yang
menempatkan
alam
sebagai
biosentrisme
menolak
teori
antroposentrisme
yang
bagi
kelangsungan
seluruh
makhluk
hidup.
Jadi,
ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya samasama menentang teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih
luas, yakni komunitasekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep Environtmental Ethics. Deep ecolog
menganut
prinsip
biospheric
egolitarian-ism,
yaitu
pengakuan
bahwa
seluruhorganisme dan makhluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari
suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu martabat yang sama.
Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk
semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah hak universal
yang tidak bisa diabaikan
sebelumnya.
Kegiatan
ekonomisnya
harus
harus
memugkinkan
jawab manusia itu. Seperti sering terjadi, dasar etika itu disajikan oleh beberapa
pendekatan yang berbeda.
Hak dan deontologi
Dalam sebuah artikel terkenal yang untuk pertama kali terbit pada
tahun 1974, William T. Blackstone mengajukan pikiran bahwa setiap manusia
berhak atas lingkungan berkualitas yang memungkinkan dia untuk hidup dengan
baik. Lingkungan yang berkualitas tidak saja merupakan sesuatu yang sangat
diharapkan, tetapi juga sesuatu yang harus direalisasikan karena menjadi hak
setiap manusia. Dalam konteks ekonomi pasar bebas, setiap orang berhak untuk
memakai miliknya guna menghasilkan keuntungan. Tetapi hak atas lingkungan
yang berkualitas bisa saja mengalahkan hak seseorang untuk memakai miliknya
dengan bebas. Jika perusahaan memiliki tanah sendiri, ia tidak boleh membuang
limbah beracun di situ, karena dengan itu ia mencemari lingkungan hidup yang
tidak pernah menjadi milik pribadi begitu saja.
Jika kita bisa menyetujui hak atas lingkungan berkualitas ini pada taraf
teori, maka pada taraf praktek masih tinggal banyak kesulitan. Tidak menjadi
jelas sejauh mana hak atas milik pribadi atau hak atas usaha ekonomis harus
dibatasi.
Dalam konteks hak dan lingkungan hidup kerap kali diperdebakan lagi
pertanyaan apakah kita harus mengakui adanya hak untuk generasi-generasi
yang akan datang dan malah binatang atau barangkali malah pohon dan mahluk
hidup lainnya? Masalah kontoroversial ini ditanggapi oleh para ahli etika dengan
cara yang berbeda. Ada etikawan yang amat yakin tentang adanya hak untuk
generasi-generasi yang akan dating dan malah untuk binatang. Etikawan lain
menolak dengan tegas hak-hak serupa itu. Istilah hak dipakai dalam arti kiasan
saja, bila orang berbicara tentang hak generasi-generasi yang akan dating dan
hak binatang. Hak dalam arti sebenarnya selalu mengandaikan subyek yang
rasional dan bebas, jadi manusia yang hidup. Hanya saja, dengan menyangkal
adanya hak-hak ini, kita tidak menyangkal adanya hak-hak ini, kita tidak
menyangkal adanya kewajiban untuk mewariskan lingkungan hidup berkualitas
kepada generasi-generasi yang akan dating dan kewajiban untuk memelihara
keanekaan hayati. Walaupun sering kewajiban dengan pihak satu sepadan
dengan hak dari pihak lain, di sini tidak demikian. Sumber bagi kewajiban kita di
sini adalah tanggung jawabkita terhadap generasi-generasi sesudah kita dan
keanekaan hayati bukan hak-hak mereka.
Utilitarisme
Teori utilitarisme dapat dipakai juga guna menyediakan dasar moral
bagi tanggung jawab kita untuk melestarikan lingkungan hidup. Malah utilitarisme
bias menunjuk jalan keluar dari beberapa kesulitan yang dalam hal ini
ditimbulkan oleh pandangan hak. Menurut utilitarisme, suatu perbuatan adalah
baik, kalau membawa kesenangan paling besar atau kalau dengan kata lain
kalau memaksimalkan manfaat. Kiranya sudah jelas, pelestarian lingkungan
hidup membawa keadaan paling menguntungkan untuk seluruh umat manusia,
termasuk juga generasi-generasi yang akan datang. Jika kelompok terbatas
misalnya, para pemegang hak pengusahaan hutan (HPH) mengekploitasi alam
dengan seenaknya dan dengan demikian memperoleh untung banyak, hal itu
justru bias mengakibatkan kondisi yang membawa penderitaan besar bagi
banyak orang. Jika kita tidak menjalankan pembangunan berkelanjutan, kita
akan merugikan semua generasi sesudah kita. Perhitungan ekonomis tidak boleh
dibatasi pada keuntungan kelompok kecil atau saat sekarang saja.
Dalam perspektif utilitarisme, sudah menjadi jelas bahwa lingkungan
hidup tidak lagi boleh diperlakukan sebagai suatu eksternalitas ekonomis.
Perhitungan cost-benefit pada dasarnya menjalankan suatu pendekatan
utilitaristis, tetapi kalau begitu dampak ekonomis atas lingkungan hidup harus
dimasukkan di dalamny. Jika dampak atas lingkungan tidak diperhitungkan
dalam biaya manfaat, pendekatan itu menjadi tidak etis, apalagi jika kerusakan
lingkungan dibebankan pada orang lain.
Keadilan
Pendasaran bagi tanggung jawab untuk melestarikan lingkungan hidup,
dapat dicari juga dalam tuntutan etis untuk mewujudkan keadilan. Kalau begitu,
keadilan di sini harus dipahami sebagai keadilan distributive, artinya keadilan
yang mewajibkan kita untuk membagi dengan adil. Sebagaimana sudah kita
lihat, lingkungan hidup pun menyangkut soal kelangkaan dank arena itu harus
dibagi dengan adil. Perlu dianggap tidak adil, bila kita tidak memanfaatkan alam
demikian rupa, sehingga orang lain misalnya generasi-generasi yang akan
datang tidak lagi bisa memakai alam untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan
baik. Hal ini dapat dijelaskan dengan pelbagai cara. Di bawah ini kami
menyajikan tiga cara, tetapi tidak mustahil tidak ada cara lain lagi untuk
mengaitkan keadilan dengan masalah lingkungan hidup.
a. Persamaan
Jika bisnis tidak melestarikan lingkungan, akibatnya untuk semua orang
tidak sama. Dengan cara mengeksploitasi alam ini para pemilik perusahaan
termasuk pemegang saham justru akan maju, tetapi orang kurang mampu akan
dirugikan. Dalam studi-studi ekonomi, sudah sering dikemukakan bahwa akibat
buruk dalam kerusakan lingkungan hidup terutama dirasakan oleh orang miskin.
Hal seperti ini harus dinilai tidak adil, karena menurut keadilan distributive semua
orang harus diperlakukan dengan sama jika tidak ada alasan relevan untuk
memperlakukan mereka dengan cara berbeda. Lingkungan hidup harus
dilestarikan, karena hanya cara memakai sumber daya alam itulah memajukan
persamaan (equality), sedangkan cara memanfaatkan alam yang merusak
lingkungan mengakibatkan ketidaksamaan, karena membawa penderitaan
tambahan khususnya untuk orang kurang mampu.
b. Prinsip Penghematan Adil
Dalam rangka pembahasannya tentang keadilan distributive, John Rawls
pun berbicara tentang masalah lingkungan hidup, tetapi ia mengaitkannya buan
dengan keadaan sekarang, melainkan dengan generasi-generasi yang akan
datang. Kita akan tidak berlaku adil bila kita mewariskan lingkungan yang rusak
kepada generasi-generasi sesudah kita. Oleh itu kita harus menghemat dalam
memakai sumber daya alam, sehingga masih tesisa cukup untuk generasi
mendatang. Keadilan hanya menuntut bahwa kita meninggalkan sumber-sumber
energi
alternative
bagi
generasi-generasi
sesudah
kita,
tetapi
prinsip
penghematan adil lebih mendesak untuk diterapkan pada integritas alam. Kita
wajib mewariskan lingkungan hidup yang utuh kepada generasi-generasi
mendatang, agar mereka bias hidup pantas seperti kita sekarang ini.
c. Keadilan Sosial
Masalah lingkungan hidup dapat disoroti juga dari sudut keadilan social.
Pelaksanaan keadilan individual semata-mata tergantung pada kemauan baik
atau buruk dari individu tertentu. Secara tradisisonal keadilan social hamper
selalu dikaitkan dengan kondisi kaum buruh dalam industrialisasi abad ke-19 dan
ke-20. Pelaksanaan keadilan di bidang kesempatan kerja, pendidikan, pelayanan
kesehatan dan sebagainya. Hal yang sejenis berlaku juga dalam konteks
lingkungan hidup. Jika di Eropa satu perusahaan memutuskan untuk tidak lagi
membuang limbah industrinya ke dalam laut utara, kualitas air laut dan keadaan
flora dan faunanya hampir tidak terpengaruhi, selama terdapat ribuan
eksploitasi.
Namun,
sering
berjalannya
waktu,
manusia
mulai
ironisnya justru semakin berkurang dan tingkat daya dukungnya pun mulai
menurun. Masalah ini lah yang memaksa manusia untuk melihat kembali
bagaimana kedudukan, fungsi dan interaksinya dengan alam semesta yang
melahirkan gagasan kesadaran dan etika lingkungan.
Dasar-dasar pemikiran/pendekatan etika lingkungan, yaitu:
1. Dasar pendekatan ekologis, mengenalkan suatu pemahaman adanya
keterkaitan yang luas atas kehidupan yang luas atas kehidupan dimana
tindakan manusia pada masa lalu, sekarang, dan yang kan datang, akan
memberi dampak yang tak dapat di perkirakan. Kita tidak bisa melakukan
hanya satu hal atas alam, kita tidak juga bisa sepenuhnya memahami
bagaimana alam bekerja, pun kita tidak akan pernah bisa mengelak bahwa
apa yang kita lakukan pasti memberi dampak pada organisme lain,
sekarang atau akan datang.
2. Dasar pendekatan humanisme, setara dengan pendekatan ekologis, dasar
pendekatan ini menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk
hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya alam.
3. Dasar pendekatan teologis, merupak dasar dari keduan pendekatan
sebelumnya, bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mulia
ajarannya menunjukkan bagaiman alam sebenarnya diciptakan dan
bagaimana kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang selayaknya
terjalin antara alam dan manusia
utama
negara
adalah
mencanangkan
dan
pengawasan
11. Tidak satu pun individu manusia, pihak industri atau negara berhak untuk
meningkatkan haknya atau sumber daya alam.
bergantung pada alam, tetapi terutama karena kenyataan bahwa manusia adalah
satu kesatuan dari alam.
2. Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda dialam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan
tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan
manusia atau tidak.Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta
bertanggung jawab pula untuk menjaganya. Prinsip ini menuntut manusia untuk
mengambil usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga
alam semesta dengan segala isinya. Itu berarti kelestarian dan kerusakan alam
semesta merupakan tanggung jawab bersama seluruh umat manusia. Wujud
konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama, bahu-membahu untuk
menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah serta memulihkan kerusakan
alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk mengingatkan,
melarang dan menghukum siapa saja yang secara sengaja ataupun tidak
sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini
terbentuk dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh
karena itu, manusia mempunyai kedudukan yang sejajar dengan alam,maka
akan membangkitkan perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam
dan dengan sesama makhluk hidup lain. Manusia lalu bias merasakan apa yang
dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia bias merasakan sedih dan sakit
ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan betapa rusak dan punahnya
makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa yang terjadi dalam alam, karena ia
merasa
satu
dengan
alam.Prinsip
ini
lalu
mendorong
manusia
untuk
semata-mata karena mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam
yang rusak.
4. Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota komunitas
ekologis mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan
dirawat.Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip tanpa mengharapkan
balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi semata-mata
karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepada alam, manusia
semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang
identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan
segala watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas
wawasannya seluas alam.
5. Prinsip tidak merugikan ( No Harm)
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral lainnya yang
relevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki kewajiban
moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau
merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada biosentrisme
dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk melindungi kehidupan
dialam semesta ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer, manusia
diperkenankan untuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk binatang
dan tumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan dengan
bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup dan
hanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang paling vital.
Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahan dan di luar
batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikan kepentingan
makhluk hidup lain (binatang dan tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan
tanggung jawab moral bisa dinyatakan dalam bentuk maksimal dengan
melakukan tindakan merawat (care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam.
Sebaliknya, kewajiban dantanggung jawab moral yang sama bisa mengambil
bentuk minimal dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan alam semesta
dan segala isinya :tidak menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya
spesies tertentu, tidak menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar,
tidak membuang limbah seenaknya, dan sebagainya.
untuk
melakukan
analissi
mengenai
dampak
lingkungan
karena
oleh ilmu
gerakan-gerakan
peduli
lingkungan
hidup
baik
bersifat
di dalamnya, dan menentukan tindakan yang salah dan yang benar. Pandangan
dunia tersebutlah yang menuntun pada prilaku dan gaya hidup yang sesuai atau
tidak dengan kelestarian lingkungan.
Dua sudut pandang dunia tentang Lingkungan yang saling berlawanan
adalah Western Worldview dan Deep Ecology Worldview. Dua pandangan
tersebut, secara general diakui, yaitu hampir terdapat di ujung yang berlawanan
dari spektrum pandangan dunia yang relevan pada masalah keberlanjutan
global.
Western worldview tradisional juga dikenal sebagai expansionist worldview,
pandangan ini berpusat pada manusia dan bermanfaat. Yang mencerminkan
kepercayaan sikap perbatasan pada abad ke 19, keinginan untuk menaklukan
dan mengeksploitasi alam secepat mungkin (Gambar 2.5). Western worldview
juga mendukung hak yang melekat pada setiap individu, penimbunan kekayaan,
dan konsumsi yang tidak terbatas dari barang dan jasa untuk menyediakan
kenyamanan materi. Berdasarkan pada Western worldview, manusia mempunyai
kewajiban utama terhadap manusia dan oleh karena itu bertanggung jawab
untuk mengelola sumber daya alam demi keuntungan masyarakat manusia.
Sehingga setiap masalah tentang lingkungan berasal dari ketertarikan manusia.
Deep ecology worldview adalah satu pandangan yang berlawanan dari
tahun 1970an dan berasal dari tulisan Arne Naess, ahli filsafat Norwegia, dan
ilmuwan lain, termasuk ahli ekologi Bill Devall dan ahli filsafat George Session.
Deep Ecology merupakan salah satu pendekatan dalam memandang isu
lingkungan. Konsep ini di kemukakan oleh Naess, ia mengemukakan dengan
istilah Ecosophy. Secara gramatikal Ecosophy terdiri dari 2 suku kata yaitu Eco
yang berarti rumah tangga dan Sophy yang berarti kearifan. Secara harfiah
Ecosophy dapat diartikan sebagai kearifan mengatur hidup selaras dengan alam
sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas.
Kearifan ini menjelma sebagai suatu pola hidup atau gaya hidup (way of
life). Sehingga mereka yang menganut pendekatan ini mereka selalu hidup
selaras dengan lingkungan sekitarnya. Mereka akan merawat atau menjaga
lingkungan seperti mereka menjaga dan merawat rumah tangganya. Sehingga
manusia tidak lagi dilihat dalam suatu kesatuan yang terpisah, tetapi merupakan
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan saling berhubungan.
Pendekatan Deep Ecology ini menekankan pada tidak hanya sekedar teori
semata namun juga bergerak pada tataran praksis. Arne Naess sangat
menekankan perubahan gaya hidup karena melihat krisis ekologi yang dialami
saat ini semua berakar pada perilaku manusia, seperti pola produksi dan
konsumsi yang sangat eksesif dan tidak ekologis, semua teknologi yang
ditemukan oleh manusia cenderung untuk merusak lingkungan baik secara
langsung maupun tidak.
Konsekuensi dari pendapat Naess ini harus ada perubahan mendasar dari
perilaku manusia yang pada awalnya melihat lingkungan sebagai obyek,
sehingga lingkungan dilihat sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Manusia kurang bahkan hampir tidak menganggap lingkungan sebagai
mitra sejajar manusia. Seharusnya lingkungan berkedudukan sejajar dengan
manusia, manusia dan lingkungan saling tergantung dan saling mengisi.
Deep Ecology dari Arne Naess ini harus dilihat sebagai latar belakang
kritiknya terhadap antroposentrisme atau lebih luas dikenal sebagai shallow
ecological movement yang memusatkan perhatian pada bagaimana mengatasi
masalah pencemaran dan pengrusakan sumber daya alam. Salah satu pilar
utama dari shallow ecological movement adalah asumsi bahwa krisis lingkungan
merupakan persoalan teknis, yang tidak membutuhkan perubahan dalam
kesadaran manusia dan sistem ekonomi. Shallow ecological movement lebih
cenderung mengatasi gejala-gejala dari sebuha isu lingkungan bukan akar
permasalahan atau sebab utama dampak, termasuk faktor manusia dan sosial
yang lupa untuk diperhatikan.
Terdapat beberapa prinsip dalam Deep Ecology sebagai suatu gerakan
lingkungan, di antaranya:
1. Prinsip biospheric egalitarianism in principle, yaitu pengakuan bahwa
semua organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya
dari suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang
sama. Bagi Naess hak semua bentuk kehidupan untuk hidup adalah sebuah
hak universal yang tidak bisa diabaikan.
2. Prinsip Non Antroposentrisme, yaitu manusia merupakan bagian dari
alam, bukan di atas atau terpisah dari alam. Manusia tidak dilihat sebagai
penguasa dari alam semesta, tetapi sama statusnya sebagai ciptaan
Tuhan.Deep Ecology melihat bahwa manusia tergantung pada lingkungan
(perspektif bioregional)
3. Manusia berpartisipasi dengan alam, sejalan dengan kearifan prinsipprinsip ekologis. Hal ini mengarahkan bahwa manusia harus mengakui
Berdasarkan pada sudut pandang deep ecology (sisi kanan segitiga), organisme
memiliki nilai hakiki-oleh karena itu, oleh karena itu mereka dinilai karena
kepentingan mereka sendiri, bukan karena barang dan jasa yang mereka
sediakan.
memandang
suku
bangsa,
budaya,
sosial
ekonomi,
dalam
hal
Perlakuan adil berarti pula tidak boleh ada seorangpun atau kelompok tertentu
yang lebih dirugikan oleh suatu dampak lingkungan.
Berdasarkan definisinya, Environmental Justice mengandung tiga aspek
sebagai berikut:
Aspek keadilan prosedural: keterlibatan seluruh pihak (masyarakat) dalam
arti yang sebenarnya;
Aspek keadilan subtantif: hak untuk tinggal dan menikmati lingkungan
yang sehat dan bersih;
Aspek keadilan distributif: penyebaran yang merata dari keuntungan yang
diperoleh dari lingkungan.
Peserta the Central and Eastern Europe Workshop on Environmental
Justice (Budapest, December 2003) mendefinisikan environmental justice (and
injustice) sebagai berikut:
"Environmental Justice: A condition of environmental justice exists when
environmental risks and hazards and investments and benefits are equally
distributed with a lack of discrimination, whether direct or indirect, at any
jurisdictional level; and when access to environmental investments, benefits, and
natural resources are equally distributed; and when access to information,
participation in decision making, and access to justice in environment-related
matters are enjoyed by all."
"Environmental Injustice: An environmental injustice exists when members
of disadvantaged, ethnic, minority or other groups suffer disproportionately at the
local, regional (sub-national), or national levels from environmental risks or
hazards, and/or suffer disproportionately from violations of fundamental human
rights as a result of environmental factors, and/or denied access to environmental
investments, benefits, and/or natural resources, and/or are denied access to
information; and/or participation in decision making; and/or access to justice in
environment-related matters."
Pada dasarnya Environmental Justice mengkaji seberapa jauh keterkaitan
antara ketidakadilan lingkungan dan sosial, dan mempertanyakan apakah
mungkin ketidakadilan sosial dan masalah lingkungan dapat diatasi melalui
pendekatan
kebijakan
dan
pembangunan
yang
terintegrasi.
adil bagi individu, kelompok, atau masyarakat tanpa membedakan ras, bangsa,
atau status ekonomi.
Gerakan Environmental Justice atau keadilan lingkungan berawal dari
gerakan masyarakat peduli lingkungan yang melihat sisi lain gerakan lingkungan,
dimana pada gerakan lingkungan klasik, perhatian sering hanya difokuskan pada
pencemaran dan hal-hal fisik. Sementara pada perkembangannya, terdapat
kelompok masyarakat tertentu harus menerima paparan cemaran lebih banyak
daripada kelompok masyarakat lain. Misalnya kasus di AS, sering lokasi
pembuangan akhir sampah ditempatkan pada daerah permukiman orang-orang
kulit berwarna dan tidak di sekitar kaum kulit putih. Kondisi itu yang membuat
gerakan untuk menyatukan isu lingkungan dan kondisi sosial menguat.
Penyatuan isu antara lingkungan fisik dan sosial menyebabkan gabungan
pendekatan advokasi HAM dan isu-isu lingkungan. Gerakan keadilan lingkungan
menjadi semakin kuat saat masyarakat dunia mengakui hak atas lingkungan
hidup yang sehat sebagai bagian generasi ketiga HAM yang disepakati di
Konvensi Wina 1993 berbarengan hak untuk pembangunan. Sehingga kata
pembangunan
tidak
saja
dilekati
isu-isu
lingkungan
(pembangunan
baik
konstitusi
negara
pascaamandemen
maupun
undang-undang negara. Dalam UUD 1945 amandemen II, Pasal 28H ayat (1)
menyebutkan: ''Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.'' Pasal 5 dan 8 UU No. 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, berbunyi: ''Setiap orang mempunyai hak
yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.'' Bukan hanya itu, dalam
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyatakan hal yang
sama pada Pasal 3 yang berbunyi, ''Setiap orang mempunyai hak yang sama
atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.''
dengan
serius
rekomendasi-rekomendasi
ini
dapat
memberikan harapan untuk masa depan yang kita inginkan untuk anak-anak dan
cucu kita.
Kemiskinan
merupakan
keadaan
dimana
ketidakmampun
untuk
untuk memungkinkan manusia untuk menikmati dunia dengan hidup yang sehat
dan lama. Komplikasi serius terdapat pada fakta bahwa distribusi sumber daya
alam di dunia tidak seimbang. Warga negara Amerika Serikat secara umum
merupakan orang-orang terkaya yang pernah ada, dengan standard hidup yang
sangat tinggi (bersama dengan beberapa negara kaya lainnya). Amerika serikat,
yang lebih sedikit dari 5% warga dunia, mengontrol 25% ekonomi dunia tapi
bergantung pada negara lain untuk kesejahteraan tersebut. Namun kita sering
nampak tidak menyadari hubungan ini dan cenderung meremehkan pengaruh
kita terhadap lingkungan yang mendukung kita.
Gagal dalam menghadapi masalah kemiskinan di dunia menjadikan kita
tidak mungkin mencapai kelestarian dunia. Sebagai contoh, kebanyakan orang
tidak menerima bahwa 24.000 bayi dan anak di bawah umur 5 tahun meninggal
tiap tahunnya (data 2008 dari UN Childrens Fund). Kebanyakan kematian ini
dapat dicegah dengan mencukupi makanan dan suplai juga teknik medis dasar.
Terlalu banyaknya masyarakat yang kelaparan dan hidup dalam kemiskinan,
merupakan ancaman ekosistem global yang menyokong kita semua. Setiap
orang harus mendapatkan pembagian yang wajar akan produktivitas bumi itu
sendiri.
Masalah kemiskinan bukan hanya sebagai musuh para bangsa saja,
namun kemiskinan juga dapat menghambat proses pengembangan suatu
Negara. dalam hal ini pemerintah memiliki peran penting dalam menghilangkan
kemiskinan yang ada disuatu Negara, namun perlu diketahui bahwa sebenarnya
kemiskinan itu belum dapat dihilangkan seutuhnya, tapi yang lebih tepatnya
adalah mengurangi terjadinya kemiskinan pada setiap Negara. Untuk dapat
mengurangi kemiskinan tersebut berikut ini ada beberapa cara dapat pemerintah
lakukan dalam menguragi kemiskinan, yaitu :
1. Diadakan pelatihan/kursus agar warga punya keterampilan dan bisa
memanfaatkan keterampilannya tersebut untuk mencari nafkah.
2. Diadakan pendidikan yang benar-benar bebas pendidikan dengan
kualitas yang baik agar semua warga bisa mengenyam pendidikan yang
berkualitas namun bebas biaya dan mengurangi jumlah warga yang
berpendidikan rendah.
3. Memfasilitasi Usaha Kecil Menegah, agar warga yang punya UKM bisa
meningkatkan pendapatan melalui fasilitas yang memadai serta bisa
Meningkatkan
kesejahteraan
status
wanita
hidup
anak-anak
sangatlah
negara
miskin
membutuhkan
karena
wanita
sering
tidak ada harapan untuk keberlanjutan ekonomi di suatu daerah tanpa adanya
stabilitas populasi di daerah tersebut.
Menurut undang-undang nomor 32 tahun 2009, Daya dukung lingkungan
hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan
manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya. Kemampuan
lingkungan untuk mendukung perikehidupan semua makhluk hidup yang meliputi
ketersediaan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan dasar dan
tersedianya cukup ruang untuk hidup pada tingkat kestabilan sosial tertentu
disebut daya dukung lingkungan. Keberadaan sumber daya alam di bumi tidak
tersebar merata sehingga daya dukung lingkungan pada setiap daerah akan
berbeda-beda. Oleh karena itu, pemanfaatanya harus dijaga agar terus
berkesinambungan dan tindakan eksploitasi harus dihindari. Pemeliharaan dan
pengembangan lingkungan hidup harus dilakukan dengan cara yang rasional
antara lain sebagai berikut:
1. Memanfaatkan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan hatihati dan efisien, misalnya: air, tanah, dan udara.
2. Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasil metalurgi (campuran).
3. Mengembangkan metode penambangan dan pemrosesan yang lebih
efisien serta dapat didaur ulang.
4. Melaksanakan etika lingkungan dengan menjaga kelestarian alam.
untuk
sebesar-besarnya
kemakmuran
rakyat.
Pasal
ini
Menurunnya Keanekaragamanhayati
Keanekaragaman hayati (biodiversity atau biological diversity) meliputi
semua organisme mulai dari organisme bersel tunggal hingga organisme tingkat
tinggi. Di dunia terdapat lebih dari 1.75 juta jenis dari organisme yang diketahui.
Sampai saat ini pun penggolongan jenis dari organisme belum sepenuhnya
mengungkapkan seluruh jenis hewan, tumbuhan dan mikrorganisme yang ada di
dunia.
Masyarakat dimanapun berada merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari berbagai organisme. Masyarakat secara alamiah telah mengembangkan
pengetahuan dan teknologi untuk memperoleh kehidupan dari keragaman hayati
yang ada di lingkungannya baik yang hidup secara liar maupun budidaya. Semua
lapisan
masyarakat mengembangkan
pengetahuan
dan teknologi
untuk
Menyadari
akan
pentingnya
menjaga
keanekaragaman
hayati,
antara
lain
penggundulan
hutan,
pembangunan,
dan
Sacharomyces sp,
dan
lain
sebagainya
(Hunter,
Fundamentals
SDA
secara
liar
menyebabkan
berkurangnya
dasarnya
pembangunan
pertanian
berkelanjutan
(sustainable
kaca
sendiri
terbentuk
di
ketinggian
6.2
15
km.
Ketika sinar matahari memasuki atmosfir Bumi, sinar tersebut harus melalui
lapisan gas-gas rumah kaca. Setelah mencapai seluruh permukaan bumi, tanah,
air, dan ekosistem lainnya menyerap energi dari sinar tersebut. Setelah terserap,
energi ini akan dipancarkan kembali ke atmosfir. Sebagian energi dikembalikan
ke angkasa, tetapi sebagian besar ditangkap oleh gas-gas rumah kaca di
atmosfir dan dikembalikan ke Bumi sehingga menyebabkan Bumi menjadi lebih
panas.
Perubahan iklim sekarang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia
seperti ekstraksi bahan bakar fosil skala besar (batubara, minyak bumi dan gas
alam), perubahan pemanfaatan lahan (pembukaan lahan untuk penebangan
kayu, peternakan dan pertanian) serta konsumerisme. Saat pengambilan dan
penggunaan sumberdaya ini, gas rumah kaca dilepas secara besar-besaran ke
atmosfir. Gaya hidup yang berkembang selama 100 tahun ini bergantung pada
bahan baku dari sumberdaya alam. Untuk keperluan makan, transportasi dan
perumahan, semua bahannya bergantung pada sumberdaya alam bumi ini. Kita
hidup sangat dipengaruhi bahan bakar fosil. Tipe manusia modern yang
bepergian mengendarai mobil, tinggal di kota-kota. Kita sangat dipengaruhi dan
tak bisa hidup tanpanya. kita mengorbankan diri kita, anak kita dan masa depan
kita karena kebiasaan ini. Selama 100 tahun terakhir, negara industri maju
seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang bertanggung jawab atas sebagian
besar emisi penyebab perubahan iklim. Sekarang, penggunaan energi besarbesaran, gaya hidup tinggi, ditiru oleh negara negara berkembang seperti Cina,
India dan Indonesia.
Solusi perubahan iklim adalah revolusi energi bersih. Ini akan memuluskan
jalan untuk energi yang lebih bersih dan lingkungan aman untuk semua. Dunia
yang menggunakan sumber energi terbarukan akan lebih berwarna daripada
dunia yang kita tinggali saat ini. Pastinya polusi akan lebih sedikit begitu juga
dengan ancaman kecelakaan atau bencana besar. kita dapat berharap bahwa
sumber energi yang stabil akan membantu mendorong terciptanya masyarakat
yang stabil dan hidup yang lebih bahagia untuk kita semua.
Perubahan iklim akan mengakibatkan tekanan yang signifikan dan
tantangan besar bagi kawasan Asia. Asia merupakan tempat hidup lebih dari
60% populasi dunia. Oleh karena itu sumber daya alam sudah berada dalam
tekanan dan daya tahan banyak negara Asia terhadap perubahan iklim buruk.
Kehidupan sosial-ekonomi beberapa negara bergantung pada sumber daya alam
seperti air, hutan, padang rumput dan perikanan.
Satu-satunya cara kita untuk menghentikan dampak buruk perubahan iklim
di Asia adalah dengan menghemat energi dan memastikan energi yang kita
butuhkan datang dari sumber yang bersih dan terbarukan.
Solusi untuk iklim
Pastikan emisi tertinggi terjadi pada tahun 2015 dan setelahnya turun
tahun 2020.
Negara berkembang, dengan dukungan negara-negara industry, harus
efiseinsi energi
Tolak solusi yang sangat keliru seperti energi nuklir.
tahap,
dan
saat
ini
telah
diikuti
oleh
30
alam
terlalu
banyak,
mengotori
atau
menghancurkan
ekosistem,
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Develpment) tidak akan
terwujud apabila manusia tetap mempertahankan pola kosumsi berlebihan dan
melaksanakan pengelolaan sumber daya alam dengan berdasar hanya kepada
Western Worldview atau pandangan Antropocentric. Perlu ada perubahan pola
pikir dan sudut pandang serta kesadaran dari setiap individu di masyarakat
dunia. Warga negara-negara maju harus menstabilkan pola konsumsi dengan
mengurangi Lifestyle atau gaya hidup yang boros dan berlebihan. Kemudian
setiap negara harus melakukan pemberantasan kemiskinan dan peningkatan
keshateraan hidup warga negaranya. Langkah ini merupakan salah satu solusi
untuk mecapai konsumsi berkelanjutan (Sustainable Consumption).
Pandangan dunia dalam mengelola sumber daya alam juga harus berubah
menjadi Deep Ecology Worlview, yang menyatakan bahwa manusia memiliki
posisi yang sama dengan setiap unsur lingkungan dan organisme yang ada di
sekitarnya.
Dengan
pandangan
ini,
manusia
dapat
terus
memenuhi
3.2 Saran
Makalah ini tentunya masih banyak memiliki kekurangan, semoga
kemudian topik Environmental Sustainability and Human Values akan lebih
dibahas dan dikaji dengan lebih baik dalam makalah lain dengan menggunakan
lebih banyak refrensi dan study kasus di seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2013.
Solusi
Perubahan
Iklim.
http://www.greenpeace.org/
seasia/id/campaigns/perubahan-iklim-global/Energi-Bersih/. Diakses pada
Kamis, 19 Desember 2013.
Berg R. L, Hager C.M, Hassenzahl M.D. 2010. Visualizing Environmental
Science Third Edition. John Wiley and sons,inc and National Geographic.
United States.
Djajadiningrat, S. T., & Famiola, M. (2004). Kawasan Industri Berwawasan
Lingkungan. Bandung: Rekayasa Sains Bandung.
Koesoemawiria, Edith. 2013. FAO: Angka Kelaparan Masih Tinggi.
http://www.dw.de/fao-angka-kelaparan-masih-tinggi/a-17131183. Diakses
pada Kamis, 19 Desember 2013.
Naess, Arne.1993. Ecology, Community and Lifestyle, Outline of an Ecoshophy.
Trans. By David Rothenberg. Cambridge: Cambridge University Press.
Salikin, Karwan A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yog-yakarta: Kanisius
Zahir,
G.
Husna.
2012.
Gaya
Hidup
Konsumsi
Berkelanjutan.
http://www.ylki.or.id/gaya-hidup-konsumsi-berkelanjutan.html.
Diakses
pada Kamis, 19 desember 2013.